Ameilia Zuliyanti Siregar, Maryani Cyccu Tobing, dan Lumongga: Pengendalian Sitophilus oryzae dan Tribolium castaneum …
Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Toleran Terhadap Naungan Melalui Karakter Fisiologi Fotosintetik
Nature of The Inherintance of The Photosynthetic Physiological Characters of Soybean Tolerant to Shade 1
Nerty Soverda1* dan Yulia Alia1
Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi Jalan Raya Mendalo Darat, KM 15, Jambi 36361, Indonesia. Email:
[email protected]
Abstract For the development of soybean plants were grown as interrupted, it takes soybean varieties tolerant to shade. The character of certain photosynthetic physiology can be used to study the nature of inheritance of shade-tolerant plants. The objective of the research was study the consistency of shade tolerant varieties and patterns of inheritance tolerant of shade through photosynthetic physiology character identifier tolerance. The first step the experiment was studying the consistency tolerance varieties by using a split plot design consisted of two factors, namely the Shade (main plot) and Variety (sub plot). To study the pattern of inheritance, from crosses planted under paranet 50%. The results showed that the varieties Petek consistent as shade tolerant varieties. There is no effect on the number of stomata female elders, the number of seeds per plant, number of pods per plant, number of pods per plant contains, and the yield per plant and mean elders tolerant (Petek) can be used as an elder male and female elders. For the character of chlorophyll-a, chlorophyll-b, carotenoids and weight of 100 seeds are elder female influence, which means that the Petek only be used as an elder females. Inheritance patterns observed following the Mendelian segregation ratio 9: 6: 1, indicating that the character is controlled by two genes studied by the action of semi epistasis. The experiments were conducted in a controlled environment where the genetic influence is greater than the influence of the environment, so it has a chance to improve the properties of soybean plants tolerant to shade. Keywords: Inheritance, Physiology, Soybean, Shade
Abstrak Untuk pengembangan kedelai sebagai tanaman sela, diperlukan varietas kedelai yang toleran terhadap naungan. Untuk itu, karakter fisiologi fotosintetik tertentu dapat digunakan untuk mempelajari sifat waris dari tanaman yang toleran naungan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari konsistensi varitas toleran naungan serta pola pewarisan sifat toleran terhadap naungan melalui karakter fisiologi fotosintetik penciri toleransi. Percobaan tahap pertama, mempelajari konsistensi toleransi varitas dengan menggunakan rancangan petak terbagi yang terdiri dari 2 faktor, yaitu Naungan (main plot) dan Varietas (sub plot). Untuk mempelajari pola pewarisan sifat, hasil persilangan ditanam dibawah paranet 50%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas Petek konsisten sebagai varietas toleran terhadap naungan. Pada variabel jumlah stomata, jumlah biji per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, dan hasil per tanaman tidak terdapat pengaruh tetua betina dan berarti tetua toleran (Petek) dapat dijadikan sebagai tetua jantan maupun tetua betina. Untuk karakter klorofil-a, klorofil-b, karotenoid dan bobot 100 biji terdapat pengaruh tetua betina, yang berarti bahwa Petek hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Pola pewarisan yang diamati
1
Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR • Vol. 7 • No. 1 • Maret 2013
mengikuti pola segregasi Mendel dengan rasio 9 : 6 : 1, menunjukkan bahwa karakter yang dipelajari dikendalikan oleh dua gen dengan aksi semi epistasis. Kata kunci : Fisiologi, Kedelai, Naungan, Pewarisan Sifat
PENDAHULUAN Pemanfaatan lahan tegakan untuk pengembangan tanaman kedelai adalah merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan, karena lahan tegakan mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi lahan produktif sebagai pengganti lahan yang akhir-akhir ini telah mengalami penyusutan. Lahan-lahan dibawah tegakan ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan usahatani dengan sistem tanam tumpangsari. Pemanfaatan lahan tegakan seperti lahan perkebunan karet, perkebunan sawit dan perkebunan tanaman lainnya, juga diperkirakan dapat dijadikan sebagai areal penanaman kedelai sebagai tanaman sela. Sekitar 21% dari 2.975.120 ha luas perkebunan kelapa sawit Indonesia berupa areal tanaman muda yang dapat ditanami dengan tanaman kedelai. Demikian pula, areal HTI yang ditargetkan pengembangannya 250.000 ha per tahun merupakan areal yang potensial ditanami dengan kedelai (Departemen Perkebunan dan Kehutanan, 2000). Jumlah ini akan lebih besar bila ditambah dengan areal perkebunan-perkebunan tanaman lain yang dapat ditanami dengan kedelai sebagai tanaman sela. Namun demikian, beberapa masalah yang berkaitan dengan agroekosistem tumpang sari tersebut harus diatasi, salah satunya adalah kondisi cahaya yang rendah (naungan), karena kedelai tergolong sebagai tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya cukup tinggi. Untuk meningkatkan produksi kedelai yang ditanam sebagai tanaman sela, diperlukan perhatian ke arah pengembangan varietas kedelai yang toleran terhadap naungan dan berproduksi tinggi. Untuk pembentukan varietas tersebut diperlukan informasi tentang mekanisme toleransi 2
terutama yang berkaitan dengan karakteristik Fisiologi Fotosintetik dan sistem genetik dan pola pewarisan sifatnya. Untuk mendapatkan karakteristik tertentu atau sifat unggul lain yang diharapkan diperlukan langkah-langkah untuk perbaikan sifat dan sistem genetik sesuai dengan yang diinginkan. Sehubungan dengan usaha untuk mendapatkan karakter penciri toleransi tanaman kedelai terhadap naungan ini serta untuk mengetahui pola pewarisan sifatnya, maka Soverda, Evita dan Gusniwati (2009) telah mengawali penelitian dengan melakukan seleksi terhadap 15 varietas kedelai untuk mempelajari sifat toleransinya terhadap naungan. Hasil evaluasi terhadap 15 varietas yang diuji, diperoleh 2 varietas yang konsisten toleran pada dua metoda pengujian yaitu varietas Ringgit dan Petek. Varietas yang konsisten moderat adalah varietas Anjasmoro, Cikurai, dan Tanggamus, dan yang konsisten peka terhadap naungan adalah varietas Seulawak dan Jayawijaya, sedangkan delapan varietas lainnya tidak dapat digolongkan kepada toleran, moderat ataupun peka. Pada penelitian lanjutannya Soverda (2010), melakukan penelitian terhadap tujuh varietas kedelai terpilih hasil dari seleksi penelitian sebelumnya. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi karakter-karakter fisiologi fotosintetik yang dapat dijadikan sebagai penciri toleransi tanaman kedelai terhadap naungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter fisiologi fotosintetik yang berkorelasi erat dengan toleransi terhadap naungan pada tanaman kedelai adalah luas daun, tebal daun, kerapatan stomata, klorofil a, klorofil b, dan kandungan karotenoid. Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas dilakukan lagi penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mempelajari konsistensi
Nerty Soverda dan Yulia Alia : Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Toleran Terhadap Naungan Melalui Karakter Fisiologi Fotosintetik
toleransi terhadap naungan pada dua varietas toleran terpilih dan menguji pola pewarisan sifat toleransi kedelai terhadap naungan melalui karakter fisiologi fotosintetik penciri toleransi terhadap naungan. Pola pewarisan tersebut sangat berguna dalam program pemuliaan tanaman, khususnya dalam merakit varitas unggul yang dapat beradaptasi baik pada kondisi naungan, guna memenuhi harapan untuk mengembangkan kedelai sebagai tanaman sela pada lahanlahan perkebunan dan kehutanan dengan hasil yang tinggi dan lebih stabil. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan produksi kedelai yang ditanam sebagai tanaman sela dan pemanfaatan lahan tegakan dapat dioptimalkan. Dalam usaha merakit varietas unggul banyak hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah sifat fisiologis dari varietas. Mekanisme proses pewarisan sifat perlu dipelajari, sehingga keseimbangan antar sifat tersebut dapat terwujud pada varietas yang dihasilkan. Heritabilitas secara teori dapat dijabarkan sebagai perbandingan antara nilai keragaman genotipe terhadap nilai total keragaman fenotipe. Menurut Whirter (1979), nilai heritabilitas 50% telah tergolong tinggi. Suatu sifat tidak dapat ditentukan secara mutlak oleh faktor lingkungan atau faktor genetik. Tanpa didukung faktor lingkungan yang diperlukan, faktor genetik tidak akan mencerminkan sifat yang dibawanya. Nilai heritabilitas dapat mengisyaratkan, berapa besar suatu sifat diwariskan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Antara tanaman yang toleran dengan tanaman yang peka di dalam populasi F2 yang ber segregasi dapat dibedakan bila toleransi dikendalikan oleh satu atau dua gen mayor, dimana ragam ketahanan akan menunjukkan sebaran yang terputus atau diskontinu. Dalam hal seperti itu tanaman yang tahan dapat diidentifikasi dan diklasifikasi dalam populasi yang memisah dan dapat dibedakan dalam dua
kategori yaitu toleran atau peka (Allard, 1960). Ketahanan sering dikendalikan oleh banyak gen dan tidak ada perbedaan yang jelas antara tanaman tahan dengan peka dalam populasi memisah, disini perbedaan lebih bersifat kuantitatif dari pada sifat kualitatif. Pada pewarisan karakter kuantitatif, ragam kontinu yang terlihat pada beberapa sifat mungkin dihasilkan oleh banyak gen (poligen) yang masing-masing pengaruhnya kecil terhadap sifat yang diukur. Diperkirakan setiap gen ber segregasi bebas tetapi peran bersamanya mempengaruhi penampilan fenotipe secara kumulatif. Menurut Crowder (1993) poligen adalah gen-gen yang menunjukkan sedikit pengaruhnya pada penampakan fenotipe dari suatu karakter, tetapi dapat saling melengkapi untuk menghasilkan perubahanperubahan kuantitatif yang dapat diamati. Karakter morfologi seperti tinggi tanaman, ukuran daun, bentuk kanopi tanaman relatif mudah diidentifikasi dan dihitung. Oleh karena itu sering digunakan oleh pemulia tanaman dalam studi pewarisan sifat. Akan tetapi studi pewarisan sifat berdasarkan karakter fisiologi fotosintetik belum banyak diketahui. Dari hasil penelitian Soverda (2010) menunjukkan bahwa karakter fisiologi yang dapat digunakan sebagai penciri toleransi tanaman kedelai terhadap naungan antara lain adalah luas daun, tebal daun, kerapatan stomata, kandungan klorofil a, klorofil b dan kandungan karotenoid daun. Karakter ini dapat digunakan dalam studi pewarisan sifat toleran terhadap naungan. Selain melalui inti sel, suatu karakter juga dapat diwariskan melalui sitoplasma yang dikandung dalam sel telur pada tetua betina yang disebut dengan efek tetua betina. Dengan demikian jika suatu genotipa membawa karakter yang sangat dipengaruhi sitoplasma, maka fenotipa akan terekspresi apabila genotipa tersebut digunakan sebagai tetua betina. Penelitian ini bertujuan untuk 3
Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR • Vol. 7 • No. 1 • Maret 2013
mempelajari konsistensi toleran melalui karakter serta mempelajari pola tanaman kedelai yang naungan
toleransi varitas penciri toleransi pewarisan sifat toleran terhadap
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap percobaan yaitu pertama mempelajari konsistensi toleransi varitas melalui karakter penciri toleransi. Untuk penelitian ini digunakan rancangan petak terbagi yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama sebagai petak utama (main plot) adalah naungan (N) yang terdiri dari 2 level yaitu naungan 0 % (tanpa naungan) dan naungan 50%. Faktor kedua sebagai anak petak (sub plot) adalah varietas kedelai terdiri dari V1 (Petek/toleran) dan V2 (Jayawijaya/peka). Untuk mempelajari pola pewarisan sifat, hasil persilangan ditanam dibawah naungan paranet 50%. Variabel yang diamati adalah ketebalan daun, luas daun, kerapatan stomata, klorofil a, klorofil b, karotenoid, jumlah cabang primer, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, 100 biji, hasil per tanaman. Analisis data untuk melihat pengaruh terhadap variabel yang diamati, data yang dihimpun dianalisis dengan analisis ragam, kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α = 5 %. Pelaksanaan percobaan pola pewarisan sifat toleransi terhadap naungan dilakukan pada naungan 50%. Pengamatan yang dilakukan untuk menentukan kelas fenotipa pada populasi segregasi, analisis pengaruh tetua betina, dan heritabilitas, berdasarkan peubah yang mencirikan karakter fofisiologi fotosintetik dari tanaman toleran dan peka terhadap naungan. Hasil pengamatan lebih lanjut dianalisis sebagai berikut:
4
Analisis Segregasi Populasi tanaman segregasi F2 dianalisis segregasinya yang berasal dari tanaman toleran, semi toleran dan peka naungan, kemudian dibandingkan dengan cara mendel dan diuji kesesuaiannya dengan nilai harapan, menggunakan uji Khi Kuadrat (2) (Crowder, 1993) dengan formula berikut: [(O-E) – ½]2 2 = E Dimana O = Jumlah tanaman dengan karakter tertentu menurut hasil pengamatan E= Jumlah tanaman dengan karakter tertentu yang diharapkan. Rasio yang sesuai dengan pengamatan dianggap sebagai model pewarisan sifat toleran terhadap naungan. Analisis Pengaruh Tetua Betina Dari data F1 dan F1 resiprokalnya dihitung nilai rata-ratanya, serta ragam dan simpangan bakunya. Nilai rata-rata F1 dan F1 resiprokal dari setiap kombinasi persilangan dianalisis dengan uji ‘t’ (Singh dan Chaudary, 1979). Jika tidak terdapat perbedaan yang nyata (‘t’ hitung lebih kecil dari ‘t’ tabel 0.05) maka perhitungan selanjutnya dapat digabungkan. Heritabilitas Untuk mengetahui heritabilitas dari karakter yang diamati, perhitungan dilakukan dengan menggunakan konsep heritabilitas dalam arti luas (Allard, 1960) sebagai berikut:
H = 2g 2p
Nilai 2g dan 2p di uji melalui nilai harapan kuadrat tengah pada analisis varan sebagaimana yang dikemukakan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2006) sebagai berikut:
Nerty Soverda dan Yulia Alia : Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Toleran Terhadap Naungan Melalui Karakter Fisiologi Fotosintetik
Tabel 1. Struktur tabel sidik ragam untuk rancangan petak terbagi (Split Plot) model acak. Sumber Varian
Derajat Bebas
A a-1 Galat (a) a (r – 1) B
b-1
AB (a-1) (b-1) Galat B A(b-1) (r-1)
Kuadrat Tengah KTA KTGa KTB KTAB KTGb
Nilai Harapan Kuadrat Tengah
2e + r 2αβ + ar2β 2e + r 2αβ 2e
Dari tabel 1 dapat diduga nilai varian genetik (2g) pada tabel adalah 2β sebagai berikut: 2g = KTB - KTAB 2p = 2g + 2e = 2g + KTGb Dimana A = faktor naungan dan B = faktor varietas (genotip)
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsistensi toleransi varietas melalui karakter penciri toleransi Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua varietas yang diuji Petek (T) dan Jayawijaya (P) pada naungan 50% menunjukkan bahwa pada variabel-variabel yang diuji yaitu luas daun, klorofil-a, klorofil-b dan klorofil total daun terdapat perbedaan yang nyata antara varietas Petek dan Jayawijaya. Sedangkan pada variabel tebal daun, jumlah stomata dan kandungan karotenoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kedua varietas pada naungan 50%. Perbedaan yang didapat pada kedua varietas serta perubahan yang terjadi akibat pemberian naungan 50% dapat dilihat pada tabel 1. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian naungan 50% memberikan perbedaan yang nyata antar varietas Petek (T) dan Jayawijaya (P) pada peubah luas daun, klorofil-a, klorofil-b dan klorofil total. Pada
peubah tebal daun, stomata dan karotenoid tidak menunjukkan beda yang nyata antara varietas Petek (T) dan Jayawijaya (P). Pada semua peubah yang diuji menunjukkan penurunan nilai dengan pemberian naungan, baik pada varietas Petek maupun pada Jayawijaya, kecuali kandungan klorofil pada Petek menunjukkan peningkatan angka dengan pemberian naungan 50%. Dari hasil diatas menunjukkan bahwa varietas Petek yang tergolong toleran naungan (Soverda, 2010) menunjukkan konsistensi toleransi terhadap naungan, dimana penurunan luas daun yang terjadi pada Petek lebih kecil dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada Jayawijaya sebagai varietas yang peka naungan. Hal ini berarti Petek lebih memiliki daun yang lebih luas pada naungan dibandingkan dengan Jayawijaya. Pada naungan 50%, ternyata varietas Petek menunjukkan peningkatan kandungan klorofil-a, klorofil-b dan klorofil total, sementara itu varietas Jayawijaya menunjukkan penurunan. Keadaan ini menunjukkan bahwa Petek dapat mentolerir kondisi ternanung melalui peningkatan kandungan klorofilnya. Kandungan klorofil dapat dijadikan sebagai penciri dalam seleksi adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Perubahan karakter morfologi dan fisiologi daun tersebut merupakan bentuk mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan (Kisman et al., 2008). Menurut Hale dan Orcutt (1987), adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah melalui dua cara, yaitu, (a) peningkatan luas daun untuk mengurangi penggunaan metabolit dan (b) mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. Selanjutnya menurut Muhuria (2006), peningkatan luas daun selain memungkinkan peningkatan luas bidang tangkapan, juga menyebabkan daun menjadi lebih tipis karena sel-sel palisade hanya terdiri dari satu atau dua lapis. Penelitian Suharja dan Sutarno (2009), menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi menunjukkan 5
Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR • Vol. 7 • No. 1 • Maret 2013
bahwa klorofil a berhubungan positif dengan klorofil b dan klorofil total daun serta berhubungan positif dengan bobot segar tanaman cabai. Peningkatan klorofil a akan meningkatkan klorofil b, klorofil total daun serta bobot segar tanaman. Hal ini dapat dipahami karena klorofil a merupakan prekursor bagi klorofil b, sementara itu klorofil a dan b merupakan komponen penyusun klorofil total daun, dan sekaligus bagian dari bobot segar tanaman. Pewarisan Sifat Toleran Naungan Rasio Segregasi Uji normalitas dengan metode Shapiro – Wilk menunjukkan bahwa nilainilai pada populasi F2 tidak menyebar normal (Gambar 1). Hal ini merupakan indikasi bahwa sifat toleransi terhadap naungan merupakan karakter kualitatif, karena itu dilakukan uji kecocokan terhadap rasio segregasi Mendel. Untuk analisis genetik Mendel, toleransi dikelompokkan 3 kelas (toleran, moderat dan peka). Analisis genetika Mendel dilakukan dengan uji kesesuaian nisbah hasil pengamatan dengan nisbah harapan tertentu , dengan menggunakan uji Chi Kuadrat (2). Uji Chi Kuadrat (2) untuk kelas-kelas rasio segregasi karakter hasil toleransi terhadap naungan disajikan pada tabel 2. Klasifikasi tanaman hasil persilangan antara genotipe toleran dengan genotipe yang peka dilakukan dari tetua toleran dengan tetua peka dengan kelas toleransi yaitu hasil per tanaman > 3 g (toleran), 2,5 – 3,0 (moderat), dan <2,5 (peka). Pada persilangan Petek x Jayawijaya, berdasarkan pengelompokan toleransi ke dalam tiga kelas, hasil uji kesesuaian Chi Kuadrat (2) menunjukkan bahwa nisbah fenotipik yang sesuai adalah 9 : 6 : 1. Rasio ini konstan pada kedua F2 hasil persilangan yang diuji, hal ini menunjukkan bahwa hasil yang dicirikan melalui karakter klorofilnya merupakan karakter kualitatif yang dikendalikan secara sederhana oleh paling 6
sedikit dua gen yang bekerja dengan mekanisme semi epistasis. Dari hasil pada tabel 2 tersebut juga dapat dilihat bahwa pada persilangan Petek x Jayawijaya, toleransi terhadap naungan dikendalikan oleh dua gen dengan interaksi gen semi epistasis, dimana pengelompokan selain perbandingan 9 : 6 : 1 yang telah dilakukan tidak ada satupun yang sesuai. Pengaruh Tetua Betina Klasifikasi varietas yang toleran dan peka ditentukan berdasarkan hasil per tanaman yang dicirikan oleh tingginya kandungan klorofil, karena klorofil merupakan karakter yang mempunyai kaitan erat dengan toleransi terhadap naungan. Rata-rata hasil pada famili F1 dan F1 resiprokalnya dari persilangan Petek x Jayawijaya dan Jayawijaya x Petek yang dilakukan beserta nilai t hitungnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai tengah populasi F1 dan F1 resiprok untuk karakter-karakter tinggi tanaman jumlah stomata atas, jumlah stomata bawah, jumlah biji per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, dan hasil per tanaman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pewarisan sifat toleransi terhadap naungan pada persilangan yang dibuat tidak ada pengaruh tetua betina (“maternal effect”) untuk karakter-karakter tersebut. Dengan perkataan lain materi genetik yang mengendalikan sifat toleransi naungan berdasarkan karakter tinggi tanaman jumlah stomata atas, jumlah stomata bawah, jumlah biji per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, dan hasil per tanaman ditentukan oleh gen-gen inti sel bukan dalam sitoplasma. Dapat juga dilihat dari tabel 3 diatas bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara nilai tengah populasi F1 dan F1 resiprok untuk karakter-karakter kandungan klorofil-
Nerty Soverda dan Yulia Alia : Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Toleran Terhadap Naungan Melalui Karakter Fisiologi Fotosintetik
a, klorofil-b, karotenoid, dan bobot 100 biji. Hal ini menunjukkan bahwa pewarisan sifat toleransi terhadap naungan pada persilangan yang dibuat terdapat pengaruh tetua betina untuk karakter-karakter tersebut yang berarti materi genetik yang mengendalikan sifat toleransi naungan berdasarkan karakter klorofil-a, kandungan klorofil-b, karotenoid, dan bobot 100 biji bukan ditentukan oleh gen inti sel melainkan dalam sitoplasma. Dari tabel 3 diatas juga dapat disimpulkan bahwa Petek yang merupakan genotipe toleran naungan dapat digunakan sebagai tetua persilangan, baik sebagai tetua jantan maupun sebagai tetua betina untuk mendapatkan genotipe unggul yang dapat beradaptasi terhadap naungan melalui karakter-karakter jumlah stomata atas, jumlah stomata bawah, jumlah biji per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, dan hasil per tanaman. Namun untuk karakterkarakter kandungan klorofil-a, kandungan klorofil-b, kandungan karotenoid, dan bobot 100 biji, maka varietas Petek hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Heritabilitas Hasil pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas dari persilangan antara genotipe yang toleran dengan yang peka tergolong cukup tinggi untuk karakterkarakter yang diuji, kecuali karakter jumlah daun, jumlah stomata bawah, kandungan klorofil-a, kandungan klorofil-b, kandungan karotenoid, dan kandungan antosianin. Nilai duga heritabilitas arti luas Pada Tabel 4 terlihat bahwa hasil pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas dari persilangan antara genotipe yang toleran dengan yang peka tergolong cukup tinggi yaitu berkisar antara 78 - 97% untuk karakter-karakter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot 100 biji, sedangkan untuk karakter jumlah stomata atas jumlah stomata bawah, kandungan klorofil-a, kandungan klorofil-b, kandungan
karotenoid, Jumlah polong berisi per tanaman, Hasil per tanaman tergolong rendah sampai sedang, yang menunjukkan bahwa karakter-karakter ini banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Heritabilitas dengan nilai h2>0.5 atau h2>50% adalah tergolong tinggi (Stanfield, 1983), yang berarti bahwa pengaruh lingkungan relarif kecil pada karakter-karakter tersebut. Menurut Crowder (1993), nilai heritabilitas yang tinggi menggambarkan ragam genetik lebih besar dari pada ragam lingkungan. Tingginya nilai pendugaan heritabilitas dalam arti luas ini disebabkan karena percobaan dilaksanakan dalam paranet dengan lingkungan yang terkontrol, sehingga keragaman yang disebabkan oleh faktor lingkungan dapat diperkecil. Semakin besar keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik berarti peluang untuk memperbaiki sifat toleransi terhadap naungan yang semakin besar. Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi bahwa untuk mempelajari pola pewarisan sifat toleran tanaman kedelai terhadap naungan dapat dilihat melalui karakter-karakter fisiologi fotosintetiknya. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan klorofil total dapat dipakai sebagai salah satu dari karakter fotosintetik tersebut yang dapat digunakan sebagai penciri toleransi terhadap naungan dan untuk mempelajari pola pewarisan sifatnya. Evaluasi genotipe toleran terhadap naungan melalui pengukuran kandungan klorofil yang dicirikan melalui hasil yang tinggi ini diduga potensil untuk dikembangkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Tidak terdapat pengaruh tetua betina pada jumlah stomata, jumlah biji per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi per tanaman, dan hasil per tanaman dan berarti tetua toleran (Petek) dapat dijadikan sebagai tetua jantan maupun tetua betina. Untuk karakter klorofil-a, klorofil-b, karotenoid dan bobot 100 biji 7
Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR • Vol. 7 • No. 1 • Maret 2013
terdapat pengaruh tetua betina, yang berarti bahwa Petek hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Pola pewarisan yang diamati mengikuti pola segregasi Mendel dengan rasio 9 : 6 : 1, menunjukkan bahwa karakter yang dipelajari dikendalikan oleh dua gen dengan aksi semi epistasis. Nilai heritabilitas yang tinggi karena percobaan dilakukan dalam lingkungan yang terkontrol maka pengaruh genetik lebih besar dari pada pengaruh lingkungan. Saran Untuk toleransi terhadap naungan perlu menggabungkan gen-gen pengendali sifat toleransi terhadap naungan.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (UPT) Nomor : 20/UN21.6/PL/2012 yang telah membiayai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Son. Inc. New York-London. 485p. Crowder, L.V. Terjemahan Lilik K. dan Soetarso. 1993. Genetika Tumbuhan. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 499 hal. Hale, M.G. and D.M. Orcutt. 1987. The Physiology of Plant under Stress. AWiley-Intercience Publ. John Wiley&Sons. Inc.Virginia. 206p. Kisman, Khumaida N, Trikoesoemaningtyas, Sobir, Sopandie D. 2008. Karakter Morfo-Fisiologi Daun, penciri Adaptasi Kedelai Terhadap 8
Intensitas Cahaya Rendah. Bul. Agron. (35) (2) 96-102. Muhuria, L., Ning Tyas. K, Khumaida. N, Trykoesoemaningtyas, Sopandie. D. 2006. Adaptasi Tanaman Kedelai Terhadap Intensitas Cahaya Rendah: Karakter Daun Untuk Efisiensi Penangkapan Cahaya. Bul. Agron. (34) (3) 133-140 Singh, R.K., and B.D. Caudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kaylani Publ. Ludhiana, New Delhi. Soverda, N., Evita dan Gusniwati. 2009. Kajian Dan Implementasi Karakter Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi. Laporan Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Jambi. Soverda, N., 2011. Studi Karakteristik Fisiolofi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran terhadap Naungan. Jurnal Ilmu Pertanian Kultivar, Vol.5 (1): hal 1-53, Maret 2011, ISSN:1979-9721. Stanfield, W.D. 1983. theory and Problems of Genetics. Schaum's Outline Series. Mac Graw Hill Book Co. New York. Suharja dan Sutarno. 2009. Biomassa, Kandungan Klorofil dan Nitrogen Daun Dua Varietas Cabai (Capsicum annum) pada berbagai perlakuan Pemupukan. Bioteknologi 6 (1): 1120, Mei 2009, ISSN: 0216-6887.
Nerty Soverda dan Yulia Alia : Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Toleran Terhadap Naungan Melalui Karakter Fisiologi Fotosintetik
Whirter, K.S. 1979. Breeding of Cross Pollinated Crop. In R. Knight (ed.). A Course Normal in Plant Breeding.
Australian vice Chancellors Commettee, Brisbone.
Tabel 1. Perubahan pada variabel-variabel fisiologi fotosintetik pada naungan 50% Naungan Perubahan Variabel Varietas NR (%) 0% 50% Tebal Daun Petek (T) 0,389 a 0,295 a 75,8 -24,20 A B Jayawijaya (P) 0,417 a 0,322 a 72,2 -22,80 A B Luas Daun
Petek (T) Jayawijaya (P)
Stomata
Petek (T) Jayawijaya (P)
Klorofil a
Petek Jayawijaya
Klorofil b
Petek Jayawijaya
Klorofil Total
Petek (V1) Jayawijaya (V2)
Karotenoid
2984,2 a A 4085,9 b A
1894,5 a B 2517,8 b B
63,49
-36,51
61,61
-38,38
57,3 a A 61,8 a A
47,0 a A 46,1 a B
81,98
-18,02
74,63
-25,37
2.187 a A 2.215 a A
2.318 a A 1.889 b A
105.99
5.99
85.25
-14.75
0.810 a A 0.795 a A
0.921 a A 0.7 b A
113.70
13.70
88.05
-11.94
2.73 a A 2.92 a A
3.52 a A 2.80 b A
128.83
28.83
95.75
-4.25
Petek (V1)
1.1a 1.2a 109 9 A A Jayawijaya (V2) 1.1a 1.0a 90 -10 A A Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom dan angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama pada baris berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5% NR = Nilai Relatif.
9
Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR • Vol. 7 • No. 1 • Maret 2013
Tabel 2. Uji Chi Kuadrat untuk kelas-kelas rasio segregasi karakter hasil toleransi terhadap naungan 50% Rasio Teoritis 2 - hitung 2 - tabel PxJ (1) PxJ (2) 0.05 0.01 1:2:1 388.5** 507.1** 5.99 9.21 9:3:4 219.3** 600.4** 9:6:1 0.207ns 4.574ns ** 12 : 3 : 1 151.3 489.3** Keterangan: ns = tidak berbeda nyata ; ** = berbeda sangat nyata Tabel 3. Uji-t karakter-karakter yang diamati pada populasi F1 dan F1R dari persilangan Petek x Jayawijaya dan Jayawijaya x Petek No. Karakter t-hitung 1. Tinggi tanaman -6.E-05 ns 2. Jumlah stomata atas -2.E-06 ns 3. Jumlah stomata bawah 5.E-07 ns 4. Kandungan klorofil-a -3.E+07 * 5. Kandungan klorofil-b -1.E+10 * 6. Kandungan karotenoid 2.E+04 * 7. Jumlah polong per tanaman -3.E-12 ns 8. Jumlah polong berisi per tanaman -2.E-12 ns 9. Hasil per tanaman -4.E-07 ns 10. Bobot 100 biji -8.E+01 * Keterangan: ns = tidak terdapat efek tetua betina * = terdapat efek tetua betina Tabel 4. Nilai Duga Heritabilitas Arti Luas Karakter-karakter yang Diamati No Karakter Heritabilitas 1. Tinggi tanaman 0,93 2. Jumlah stomata atas 0,32 3. Jumlah stomata bawah -0,07 4. Kandungan klorofil-a -0,48 5. Kandungan klorofil-b -0,08 6. Kandungan karotenoid -0,73 7. Jumlah polong per tanaman 0.18 8. Jumlah polong berisi per tanaman 0,09 9. Hasil per tanaman 0,11 10. Bobot 100 biji 0,97 *) Berdasarkan Stanfield, 1991.
10
Kriteria* Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Tinggi
Nerty Soverda dan Yulia Alia : Pewarisan Sifat Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Toleran Terhadap Naungan Melalui Karakter Fisiologi Fotosintetik
Gambar 1. Uji Normalitas Populasi F2 dengan Metode Shapiro Wilk
11