NASKAH NASKAH MERAPI MERBABU: TINJAUAN ATAS AKSARA DAN PERKEMBANGANNYA
TESIS
ANDRIYATI RAHAYU 0606012844
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA DEPOK JANUARI 2009
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
NASKAH NASKAH MERAPI MERBABU: TINJAUAN ATAS AKSARA DAN PERKEMBANGANNYA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora
ANDRIYATI RAHAYU 0606012844
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA PENGKHUSUSAN FILOLOGI DEPOK JANUARI 2009
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Andriyati Rahayu
NPM
: 0606012844
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 5 Januari 2009
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama : Andriyati Rahayu NPM : 0606012844 Program Studi : Ilmu Susastra Judul Tesis : Naskah Merapi Merbabu: Tinjauan atas Aksara dan Perkembangannya Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dr. Titik Pudjiastuti
(
)
Pembimbing
: Dr. Ninie Susanti
(
)
Penguji
: Prof. Dr. Achadiati
(
)
Penguji
: Dwi Puspitorini, M. Hum
(
)
Ditetapkan di : Tanggal
:
Oleh Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dr. Bambang Wibawarta NIP.131882265
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
iii
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME karena karunia-Nya saya bisa menyelesaikan tesis ini, lengkap dengan segala kekurangannya. Perkenankan saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini. 1. Terimakasih kepada Dr. Titik Pudjiastuti dan Dr Ninie Susanti selaku pembimbing satu dan dua, yang dengan kasih sayang dan kesabaran telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Terimakasih kepada Prof. Dr. Achadiati dan Dwi Puspitorini, M.Hum selaku dewan penguji yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca tesis penulis dan memberikan masukan-masukan yang berharga untuk tesis ini. 3. Terimakasih juga saya ucapkan kepada mas Agung Kriswanto, yang telah membantu penulis dalam memahami isi dari naskah-naskah yang menjadi objek penelitian ini, dan memberikan wawasan tentang arti kata-kata sulit dalam naskah saya. 4. Terimakasih kepada bu Hasni dan segenap karyawan PNRI yang telah membantu penulis selama penelitian di PNRI. 5. Terimakasih kepada seluruh dosen-dosen arkeologi yang selalu memompakan semangat dan menanyakan perkembangan tesis ini. 6. Terimakasih untuk mbak Nur dan mbak Rita juga seluruh karyawan FIB yang telah membantu penulis selama ini. 7. Terimakasih untuk semua karyawan perpustakaan FIB-UI yang telah membantu penulis dalam mencari data untuk kepentingan penulisan tesis. 8. Terimakasih untuk semangatnya kepada teman-teman Susastra, terutama angkatan 2006, mbak Dian, mbak Diyan, mbak Dina, Mbak Lina, Bram, Dika, Hana dan Come. Juga teman-teman Susastra dari angkatan lain, dan teman-teman FIB dari jurusan lain, terutama mbak Wiwin, yang sama-sama menyelesaikan tesis ☺. 9. Terimakasih untuk rekan-rekan arkeo, terutama Dian, untuk power point, laptopnya, dan kesediannya bangun pagi-pagi. Untuk mbak Misra, makasih semangatnya. Untuk
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
iv
Universitas Indonesia
Randu makasih peminjaman bukunya, juga Yesi, dan semua teman-teman lain yang telah memberi semangat. 10. Untuk b Li terimakasih untuk anti virus dan bantuan terjemahannya dan b Zai untuk terjemahan beberapa kalimat Belandanya. 11. Untuk teman teman di FD, terutama Nay, Wang, Cici Lee, Mbak Adien, Ori, Ogu, Dmit, Marlin, Castie, Rumie, Soli, dll. terimakasih karena terus mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tugas berat ini. 12. Untuk Chantal, terutama Syinthia, makasih untuk ketikan dan gambar-gambar rajahnya yang bagus (dan sensasional hehehe). Untuk mbak Liza untuk terjemahan bahasa inggrisnya. Pay n Santi buat tawa dan candanya. 13. Untuk teman-temanku lainnya, Iis, Desi, Atik, makasih buat doanya. 14. Untuk mereka yang pergi terlebih dulu. Untuk almarhum mama, ini pemenuhan amanat untuk mama. Untuk Danny, sahabatku sejak SD yang pergi di awal penulisan, dan Bude Ni, budeku tersayang yang pergi di akhir penulisan. Kepergian kalian insya Allah membuatku semakin kuat. 15. Untuk mereka-mereka yang telah memberiku banyak sekali energi untuk selalu menjadi lebih baik lagi ☺ 16. Untuk semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. 17. Terakhir untuk bapak, terimakasih, terimakasih terimakasih, untuk segala doa, kesabaran, dan pengertiannya yang tiada batas selama penulis menyelesaikan tesis ini.
Penulis
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
v
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
sebagai sivitas akademik universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Andriyati Rahayu NPM : 0606012844 Program Studi : Ilmu Susastra Departemen : Susastra Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Naskah Merapi Merbabu: Tinjauan atas Aksara dan Perkembangannya Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 5 Januari 2009
Yang Menyatakan
(Andriyati Rahayu)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
vi
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………… HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….. KATA PENGANTAR………………………………………………… HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………… ABSTRAK……………………………………………………………….. DAFTAR ISI……………………………………………………………… DAFTAR TABEL ……………………………………………………… DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… DAFTAR FOTO…………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
i ii iii iv vi vii viii x xi xiv xv
1. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1.1. Latar Belakang……………………………………………………. 1.2. Permasalahan……………………………………………………… 1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………….. 1.4. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori……………………………. 1.4.1. Tinjauan Pustaka…………………………………………… 1.4.2. Landasan Teori……………………………………………… 1.5. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………… 1.6. Tahapan Penelitian…………………………………………. .. 1.7. Sistematika Penyajian ………………………………………........
1 1 6 7 7 7 10 13 14 16
2. DESKRIPSI NASKAH………………………………………………. 2.1. Pendahuluan……………………………………………………… 2.2. Deskripsi Naskah Ramayana…………………………………….. 2.3. Deskripsi Naskah Parimbwan …………………………………… 2.4. Deskripsi Naskah Cacanden L 305………………………………. 2.5. Deskripsi Naskah Cacanden L105a……………………………….
17 17 17 20 29 32
3. SUNTINGAN TEKS DAN TERJEMAHAN……………………… 3.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks dan Terjemahan…………. 3.1.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks Diplomatik………… 3.1.2. Pertanggungjawaban Suntingan Teks Kritik……………… 3.1.3. Pertanggungjawaban Terjemahan dan Catatan…………… 3.2. Suntingan Teks Menggunakan Metode Diplomatik……………….. 3.3. Suntingan Teks Menggunakan Metode Kritik……………………… 3.4. Terjemahan dan Catatan…………………………………………… .
34 34 34 36 36 37 43 49
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
viii
Universitas Indonesia
4. TINJAUAN PERKEMBANGAN AKSARA NASKAH …………. . 4.1. Pendahuluan…………………………………………………………. 4.2. Bentuk Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu……….. 4.3. Duktus Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu………… 4.4. Ukuran Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu………… 4.5. Kemiringan Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu……. 4.6. Ketebalan Garis Aksara-Aksara pada Naskah Merapi Merbabu…
57 57 58 74 89 92 94
5. TINJAUAN NASKAH-NASKAH YANG SEJAMAN ……………… 5.1. Pendahuluan……………………………………………………… 5.2. Naskah Aji Kembang…………………………………………….. 5.2.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks ……………………….. 5.2.2. Bentuk dan Duktus Aksara……………………………….. 5.3.Naskah Arjuna Wiwaha………..…………………………………. 5.3.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks………………………… 5.3.2. Bentuk dan Duktus Aksara…………………………… … 5.4. Naskah Kidung Subrata…………………………………………… 5.4.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks………………………… 5.4.2. Bentuk dan Duktus Aksara………………………………….
98 98 100 100 100 106 106 106 112 112 112.
6. PENUTUP…………………………………………………………………
119
DAFTAR REFERENSI………………………………………………………
123
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Ukuran Aksara pada Naskah Ramayana .................................. Tabel 4.2. Ukuran Aksara pada Naskah Parimbwan .................................. Tabel 4.3. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 305.................................. Tabel 4.4. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 105a.................................. Tabel 4.5. Kemiringan Aksara pada Naskah Ramayana.................................. Tabel 4.6. Kemiringan Aksara pada Naskah Parimbwan.................................. Tabel 4.7. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 305.............................. Tabel 4.8. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 105a....................... Tabel 4.9. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Ramayana................................. Tabel 4.10. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Parimbwan.............................. Tabel 4.11. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Cacanden L 305..................... Tabel 4.12. Ketebalan Garis Aksara pada Naskah Cacanden L 105a...................
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
x
90 90 91 91 92 93 93 94 95 95 96 96
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7 Gambar 2.8. Gambar 2.9. Gambar 2.10 Gambar 2.11. Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15. Gambar 2.16. Gambar 2.17. Gambar 2.18. Gambar 2.19. Gambar 2.20. Gambar 2.21. Gambar 2.22. Gambar 2.23. Gambar 2.24. Gambar 2.25. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6 Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 4.19.
Penanda Akhir Teks Pada Naskah Ramayana.. ...................... Gambar Rajah Putri.................................................................. Gambar Rajah Kamadenen..................................................... Gambar Rajah Tapak i Maling .............................................. Gambar Rajah Panipisan....................................................... Gambar Rajah Kawaliwojo..................................................... Gambar Rajah Kawaliwojo..................................................... Gambar Rajah Sapurogol........................................................ Gambar Rajah Sisigah........................................................... Gambar Rajah Wika............................................................. Gambar Rajah Agring....... ....... ............................................... Gambar Rajah Bayu Siddhi... ............................................... Gambar Rajah Bulung Buyang.............................................. Gambar Rajah Kawaliwojo... ............................................... Gambar Rajah Kawaliwojo..... .............................................. Gambar Rajah Panglet..... ....... ............................................... Gambar Rajah Klar....... ....... ............................................... Gambar Rajah Tumbal Hilandak............................................... Penanda Akhir Naskah Parimbwan....... ....... .............................. Penanda Awal Teks Cacanden L 305 ....... ....... .............................. Daftar Pancawara dan Nilainya pada Naskah Cacanden L 305...... Gambar Rajah Tapak Maling ....... ............................................... Gambar Rajah Palasapen. ....... ............................................... Penanda Awal Teks Naskah Cacanden L 305.................. Penanda Akhir Teks Naskah Cacanden L 305.................. Bentuk Aksara A dalam Naskah Ramayana .................. Bentuk Aksara A dalam Naskah Parimbwan .................. Bentuk Aksara A dalam Naskah Cacanden L 305.................. Bentuk Aksara A dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Ramayana .................. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Parimbwan.................. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 305.................. Bentuk Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Ramayana .................. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Parimbwan.................. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 305.................. Bentuk Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Ramayana .................. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Parimbwan.................. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 305.................. Bentuk Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Ramayana.................. Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Parimbwan.................. Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 305..................
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
xi
18 21 21 22 22 23 23 23 24 24 25 25 26 26 27 27 28 28 29 30 30 31 31 32 33 59 59 60 61 62 63 63 64 64 65 65 66 67 67 68 69 69 70 71
Universitas Indonesia
Gambar 4.20 Bentuk Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.21. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.22. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.23. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.24. Bentuk Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.25. Duktus Aksara A dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.26. Duktus Aksara A dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.27. Duktus Aksara A dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.28 Duktus Aksara A dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.29. Duktus Aksara Ka dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.30. Duktus Aksara Ka dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.31. Duktus Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.32 Duktus Aksara Ka dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.33. Duktus Aksara Ga dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.34. Duktus Aksara Ga dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.35. Duktus Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.36 Duktus Aksara Ga dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.37. Duktus Aksara Sa dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.38. Duktus Aksara Sa dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.39. Duktus Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.40 Duktus Aksara Sa dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.41. Duktus Aksara Na dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.42. Duktus Aksara Na dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.43. Duktus Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.44. Duktus Aksara Na dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.45. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Ramayana.................. Gambar 4.46. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Parimbwan.................. Gambar 4.47. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 305.................. Gambar 4.48. Duktus Aksara Ca dalam Naskah Cacanden L 105a.................. Gambar 4.49. Contoh Pengukuran Kemiringan Aksara............................... Gambar 5.1. Bentuk Aksara A pada Naskah Aji Kembang... ............... Gambar 5.2. Duktus Aksara A pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.3. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang............... Gambar 5.4. Duktus Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.5. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.6. Duktus Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.7. Bentuk Aksara Na pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.8. Duktus Aksara Na pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.9. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.10. Duktus Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang.................. Gambar 5.11. Bentuk Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.12. Duktus Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.13. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.14. Duktus Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.15. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.16. Duktus Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.17. Bentuk Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.18. Duktus Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha..................
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
xii
71 72 72 73 74 75 75 76 77 78 78 79 79 80 81 81 82 82 83 83 84 85 85 86 87 87 88 88 89 92 101 101 102 102 103 103 104 104 105 105 107 107 108 109 109 110 110 111
Universitas Indonesia
Gambar 5.19. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.20. Duktus Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha.................. Gambar 5.21. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.22. Duktus Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.23. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.24. Duktus Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.25. Bentuk Aksara Na pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.26. Duktus Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.27. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata.................. Gambar 5.28. Duktus Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata..................
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
xiii
111 112 113 114 114 115 115 116 116 117
Universitas Indonesia
DAFTAR FOTO
Foto 4.1. Aksara A pada Naskah Ramayana...................................... Foto 4.2. Aksara A pada Naskah Parimbwan.................................... Foto 4.3. Aksara A pada Naskah Cacanden L 305........................... Foto 4.4 Aksara A pada Naskah Cacanden L 105a.......................... Foto 4.5. Aksara Ka pada Naskah Ramayana................................... Foto 4.6. Aksara Ka pada Naskah Parimbwan................................. Foto 4.7.Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 305.............................. Foto 4.8 Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a............................. Foto 4.9. Aksara Ga pada Naskah Ramayana ..................................... Foto 4.10.Aksara Ga pada Naskah Parimbwan.................................. Foto 4.11 Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 305............................... Foto 4.12 Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a............................... Foto 4.13.Aksara Na pada Naskah Ramayana............................... Foto 4.14.Aksara Na pada Naskah Parimbwan............................... Foto 4.15.Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305............................... Foto 4.16 Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a............................... Foto 4.17. Aksara Sa pada Naskah Ramayana............................... Foto 4.18. Aksara Sa pada Naskah Parimbwan............................... Foto 4.19. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305............................... Foto 4.20. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a............................... Foto 4.21. Aksara Ca pada Naskah Ramayana............................... Foto 4.22. Aksara Ca pada Naskah Parimbwan............................... Foto 4.23. Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305............................... Foto 4.24 Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a ...............................
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
xiv
59 59 60 61 61 62 63 63 64 65 65 66 66 67 68 68 69 70 70 71 72 72 73 73
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14
Tabel Aksara dalam Empat Naskah Merapi Merbabu……………. 126 Peta Perkiraan Lokasi Skriptoria di Sekitar Merapi Merbabu......... 133 Foto Naskah Ramayana Lempir Pertama Recto Sebelah Kiri …… 134 Foto Naskah Ramayana Lempir Pertama Recto Sebelah Kanan… 135 Foto Naskah Ramayana Lempir Terakhir Verso Sebelah Kiri ……136 Foto Naskah Ramayana Lempir Terakhir Verso Sebelah Kanan… 137. Foto Naskah Parimbwan Lempir Pertama Recto…………………..138 Foto Naskah Parimbwan Lempir Terakhir Verso………………….139 Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir Pertama Recto……………..140 Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir Terakhir Verso…………….141 Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir ke-50 Verso ……………….142 Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir Pertama Recto……………143 Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir Terakhir Verso…………...144 Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir ke-40 Verso …………….. 145
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
xv
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Andriyati Rahayu : Ilmu Susastra, Filologi : Naskah-Naskah Merapi Merbabu: Tinjauan atas Aksara dan Perkembangannya.
Tesis ini membahas tentang variasi bentuk dan pola perkembangan aksara Buda dalam empat naskah Merapi Merbabu.dan dikaitkan dengan penanggalan naskah. Penelitian ini memakai metode dinamis yang menganalisis aksara berdasarkan bentuk, ukuran, kemiringan, ketebalan, dan duktus dari aksara yang bersangkutan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa: 1. Aksara Merapi Merbabu mempunyai bentuk yang bervariasi 2. Semakin mutakhir usia naskah, jumlah duktusnya semakin sedikit 3. Semakin mutakhir usia naskah, jarak antar aksara semakin renggang 4. Semakin mutakhir usia naskah, penulisan aksaranya semakin tegak . 5. Semakin mutakhir usia naskah, garis pada aksara semakin tipis. Kata kunci: Naskah Merapi Merbabu, Perkembangan Aksara Buda, Metode Dinamis
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Andriyati Rahayu : Literature, Philology : Manuscripts of Merapi Merbabu: A Review on Merapi Merbabu Alphabetical Letters
This thesis is discussing about the variation of forms and patterns of development in Buda alphabetical letters. It consists of four dated manuscripts of Merapi Merbabu collection. This research analyzed the manuscripts according to its date. This research applies dynamic method in analyzing letters based on the letter’s form, size, inclination, thickness and ductus. The result of this research was concluded as below: 1. The letters of Merapi Merbabu have many variations in it’s form. 2. The more recent manuscript has less ductus than the older one. 3. The more recent manuscript has more spaces between letters than the older one. 4. The more recent manuscript has less inclination letters than the older one. 5. The more recent manuscript has thinner letters than the older one. Keywords: Merapi Merbabu Manuscripts, Development of Letters, Dynamic Method.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
vii
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pengetahuan tentang kebudayaan kita di masa lampau tergali dari peninggalan
masa lalu, termasuk di antaranya adalah naskah. Isi naskah-naskah dapat memberikan gambaran tentang kehidupan spiritual nenek moyang kita, serta alam pikiran dan lingkungan hidupnya. Dengan mengkaji naskah-naskah tersebut, kita tidak saja dapat mengetahui kehidupan mereka di masa lampau, tapi juga dapat memahami pandangan dan pedoman hidup mereka (Sudjiman, 1995:46). Naskah-naskah yang ditemukan di Indonesia jumlahnya amat banyak dan jenisnya beraneka ragam. Di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tersimpan 9.870 naskah (Behrend, dkk., 1998:xiii). Di luar Perpustakaan Nasional Republik
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
2 Indonesia, banyak sekali tempat-tempat penyimpan naskah, misalnya museum, yayasan, perpustakaan pemerintah daerah, pesantren, unversitas dan istana. Selain itu banyak juga naskah yang tersimpan sebagai koleksi pribadi dan perpustakaanperpustakaan di luar Indonesia. Dari sekian banyak naskah yang menjadi koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, baru sebagian kecil yang diteliti, sedangkan sebagian besar lainnya belum mendapat perhatian. Naskah-naskah koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang belum banyak diteliti di antaranya adalah naskah-naskah koleksi Merapi Merbabu1. Akhir abad ke-14 dan 15 M adalah masa suram bagi perkembangan kesusastraan Jawa. Hal ini antara lain karena adanya peristiwa-peristiwa politik yang meruntuhkan kebesaran kerajaan Majapahit. Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, kegiatan kesusastraan Jawa berpindah ke Bali. Kumpulan naskah sastra Jawa Kuna dan Pertengahan hampir semuanya berasal dari Bali (Zoetmulder, 1994: 47). Fakta tersebut membuat para ahli menganggap bahwa Bali adalah mata rantai utama yang menghubungkan antara kesusastraan Jawa Kuna2 dengan Jawa Baru3. Namun penelitian Wiryamartana (1990) tentang transformasi teks Arjuna Wiwaha ke teks Wiwaha Jarwa4 telah mengungkapkan adanya satu mata rantai penting lainnya dalam peralihan dari sastra Jawa Kuna ke sastra Jawa Baru. Mata rantai itu adalah naskah-naskah koleksi Merapi-Merbabu. Keberadaan naskah-naskah Merapi Merbabu ini sudah diketahui sejak tahun 1822 M. Berdasarkan riwayat kepemilikan naskah, diketahui bahwa naskah-naskah 1
2
3
4
Naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, terdiri dari beberapa koleksi. Koleksi-koleksi tersebut umumnya dinamakan sesuai nama pemilik atau kolektor naskah sebelumnya. Misalnya koleksi CS merupakan singkatan dari Cohen Stuart, kolektor naskah tersebut sebelumnya. Koleksi Merapi Merbabu dinamakan sesuai dengan tempat penemuan naskah (Kuntara Wiryamartana dan W. van der
Molen, “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected Collection,”Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, 157 (2001:51)) Istilah sastra Jawa Kuna mengacu pada karya-karya sastra yang ditulis pada masa kekuasaan Mpu Sindok sampai dengan Kerajaan Majapahit, yaitu sekitar abad 9-14 M (Sri Sukesi Adiwimarta, “Periodisasi”, Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum, ed. Edi Sedyawati, Jakarta: Balai Pustaka, 2001:3). Istilah sastra Jawa Baru mengacu pada karya-karya sastra yang ditulis pada masa keraton Mataram Islam dan berlanjut pada masa Keraton Surakarta dan Yogyakarta, yaitu sekitar abad 18-19 M (ibid). Penelitian ini melacak transformasi teks Arjuna Wiwaha sebagai karya sastra Jawa Kuna, hingga ke teks Wiwaha Jarwa yang merupakan karya sastra Jawa Baru. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa antara teks Arjuna Wiwaha dan teks Wiwaha Jarwa dihubungkan oleh teks Wiwaha Kawi Jarwa. Salah satu naskah yang memuat teks Wiwaha Kawi Jarwa adalah lontar 181, yang termasuk dalam koleksi Merapi Merbabu .
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
3 Merapi-Merbabu mulanya adalah koleksi pribadi Kyai Windusana. Ketika ditemukan, naskah-naskah itu sudah diwariskan pada cucunya. Menurut keterangan cucunya jumlah naskah yang dimiliki oleh Kyai Windusana mencapai seribu. Namun, saat diserahkan pada Bataviaasch Genootschap tahun 1852, jumlah naskah yang ada hanya 400 naskah. Naskah-naskah itu kini sebagian besar menjadi koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, sedangkan sisanya tersimpan di perpustakaanperpustakaan lain di dunia (Wiryamartana dan Molen, 2001:52). Walaupun keberadaannya sudah diketahui sejak akhir abad ke-19 M, tetapi perhatian terhadap naskah-naskah Merapi Merbabu baru muncul terutama sejak penelitian Molen (1983) tentang prosa Kunjarakarna. Penelitian tentang naskah-naskah Merapi Merbabu selanjutnya dilakukan oleh Wiryamartana (1990). Setelah itu muncul penelitian-penelitian lain tentang naskah-naskah koleksi Merapi-Merbabu yang juga dilakukan oleh kedua ahli tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa naskah-naskah Merapi Merbabu bervariasi dalam hal isi, penanggalan, dan aksara. Isi naskah-naskah Merapi-Merbabu meliputi berbagai genre. Beberapa di antaranya adalah kakawin, misalnya Arjuna Wiwaha, Ramayana, Bharatayuddha, Surajaya, dan Subrata. Teks-teks Islam pun ada dalam koleksi Merapi-Merbabu misalnya teks Tapel Adam. Selain itu juga ditemukan berbagai teks mantra dan primbon (Wiryamartana dan Molen, 2001:53-55). Dari segi penanggalan, naskah-naskah Merapi-Merbabu meliputi rentang waktu selama dua abad, yaitu dari abad ke-16 M sampai abad ke-18 M. Usia naskah-naskah Merapi Merbabu lebih tua bila dibandingkan dengan naskah-naskah Jawa yang berasal dari keraton Jawa Tengah dan ditulis sekitar abad ke-18 M dan awal ke-19 M. Dari segi bahasa, naskah-naskah Merapi Merbabu menggunakan bahasa Jawa Baru, bahasa Jawa Kuna, bahasa Sansekerta, dan bahasa Arab (Setyawati dkk, 2002:1 dan 6). Selain isi, penanggalan dan bahasa, naskah-naskah Merapi Merbabu juga bervariasi dalam hal penggunaan aksara. Tercatat ada tiga tipe aksara yang digunakan dalam naskah-naskah Merapi Merbabu yaitu aksara Buda, aksara Jawa dan sedikit aksara Arab. Namun, aksara yang paling banyak digunakan adalah aksara Buda (Wiryamartana dan Molen, 2001:58).
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
4 Aksara Buda mempunyai bentuk yang berbeda dengan aksara Jawa Baru ataupun aksara Bali. Pigeaud (1967:53) berpendapat bahwa bentuk aksara Buda lebih mirip dengan aksara yang digunakan di Jawa pada masa pra Islam. Penamaan aksara Buda mengacu pada ajaran agama yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut yang umumnya adalah ajaran agama pra Islam5. Aksara Buda disebut juga aksara gunung. Hal ini disebabkan naskah-naskah yang menggunakan aksara ini umumnya ditemukan di gunung-gunung (Pigeaud, 1967:53, 81 dan 283; 1970:53-54). Ditemukannya naskah-naskah tersebut di daerah pegunungan diperkirakan karena di daerah pegunungan tersebut juga terjadi kegiatan keagamaan yang berkaitan dengan kegiatan penulisan dan penyalinan naskah. Penelitian Wiryamartana (1993:503) membawa pada satu kesimpulan bahwa daerah Merapi Merbabu dahulu merupakan satu kompleks yang terdiri dari beberapa skriptorium. Dimungkinkan bahwa mereka yang tinggal di skriptorium ini adalah juga para agamawan yang sedang menimba ilmu (Yulianto dan Pudjiastuti, 2001:205). Diperkirakan, pada awalnya, di wilayah Merapi Merbabu ini berdiri suatu mandala yaitu pusat kajian keagamaan yang didirikan oleh para Brahmin. Para Brahmin ini menempati suatu wilayah tertentu, yaitu mandala tersebut, sebagai tempat untuk berkreasi dan mengajarkan hal-hal keagamaan. Mandala di sekitar Merapi Mebabu merupakan salah satu mandala yang mempunyai peran demikian. Selain sebagai tempat menimba ilmu keagamaan, wilayah Merapi Merbabu juga menjadi tempat bagi para Brahmin untuk menuliskan ajaran-ajarannya pada lontar (Munandar, 2001:101). Jadi mereka menuntut ilmu keagamaan sekaligus menulis dan menyalin naskah-naskah, yang sebagian di antaranya juga dianggap sebagai kitab suci mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Wiryamartana dan Molen (2001:58) menunjukkan bahwa bentuk aksara Buda yang digunakan dalam tiap naskah berbedabeda. Hal itu terjadi akibat perbedaan waktu penulisan. Perbedaan daerah dan perbedaan gaya tulisan tangan juga turut mempengaruhi perbedaan bentuk aksara Wiryamartana dan Molen (2001:62) menganalisis kaitan antara perbedaan waktu penulisan dengan bentuk aksara ‘sa’ dari tiga buah naskah. Ketiga naskah itu mempunyai penanggalan yang berbeda-beda yaitu 1521 M, 1632 M dan 1710 M. 5
Di Jawa, ketika agama Islam mulai berkembang, masa sebelum masuknya agama Islam disebut zaman Buda (Th.G.TH Pigeaud, Literature of Java. Vol I: Synopsis of Javanese Literature, 900-1900 AD (The Hague: Martinus Nijhoff, 1967:54))
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
5 Kesimpulan mereka, ada proses penyederhanaan penulisan aksara’sa’ dari naskah yang tua ke naskah yang lebih mutakhir. Namun, tentu saja kesimpulan tersebut belum mewakili seluruh naskah karena mereka hanya meneliti satu aksara dari tiga naskah. Jadi, masih terbuka kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut tentang aksara Buda pada naskah-naskah Merapi Merbabu. Penelitian terhadap aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu diharapkan akan dapat memberi gambaran tentang variasi bentuk aksara tersebut dan kaitannya dengan penanggalan naskah karena tidak semua naskah Merapi Merbabu mempunyai penanggalan. Penelitian ini akan membuka pintu bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji naskah-naskah koleksi Merapi Merbabu. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk-bentuk aksara Buda dan membantu peneliti-peneliti selanjutnya untuk melakukan pembacaan yang tepat terhadap naskahnaskah Merapi Merbabu. Kedua, penelitian ini akan menarik minat penelitian lain tentang hubungan antara aksara-aksara pada naskah Merapi Merbabu dengan aksara Jawa lainnya. Penelitian tersebut akan sangat berguna untuk melacak perkembangan aksara Jawa Kuna yang terputus setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, naskah-naskah Merapi Merbabu sangat variatif dari segi aksara, bahasa, penanggalan, isi, dan aspek agama. Hal ini menunjukkan kedinamisan skriptorium yang ada di daerah Merapi Merbabu. Kehidupan kesusastraan di mandala ini akan sangat menarik bila dikaji lebih lanjut. Penelitian tentang peranan mandala atau skriptorium Merapi Merbabu terhadap kehidupan kesusastraan di pusat kerajaan akan mengungkapkan proses pelestarian naskah-naskah Jawa Kuna yang sampai pada kita. Dari penelusuran naskah pada katalog naskah Merapi Merbabu diketahui bahwa dari sekitar 400 naskah Merapi Merbabu yang tersimpan di Perpustakaan Nasional RI, hanya sekitar 53 naskah yang mencantumkan penanggalan. Itu berarti sekitar 350 naskah lainnya tidak diketahui waktu penulisan atau penyalinannya. Dengan mengetahui bentuk aksara Buda yang ada dalam naskah-naskah Merapi Merbabu, diharapkan dapat diperkirakan penanggalan atau masa penulisan naskahnya. Lebih jelasnya lagi, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya dalam
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
6 menentukan kronologi relatif bagi naskah-naskah Merapi Merbabu yang tidak bertanggal. Dalam penelitian ini akan diambil empat contoh naskah sebagai objek penelitian. Keempat naskah itu adalah Ramayana (L 335), Parimbwan (L 31), Cacanden (L 305) dan Cacanden (L 105a). Sebelumnya telah disebutkan bahwa ada 53 naskah yang mempunyai unsur penanggalan. Dari 53 naskah tersebut, hanya 43 naskah yang angka tahunnya dapat dibaca dengan jelas. Angka tahun pada 10 naskah lainnya tidak dapat dibaca dengan jelas karena kondisi naskah yang rusak. Dari 43 naskah, dipilihlah empat naskah yang mewakili masa setiap 50 tahun dan yang mempunyai genre sama yaitu primbon. Alasan pemilihan keempat naskah tersebut sebagai contoh adalah: a. Satu naskah yang mewakili tiap 50 tahun. Masa 50 tahun dianggap dapat menggambarkan perkembangan satu jenis aksara. b. Ada tiga naskah bergenre sama. Naskah-naskah bergenre sama cenderung mempunyai istilah dan kata-kata yang mirip. Hal ini akan mempermudah proses penyuntingan naskah. Primbon dipilih karena naskah-naskah bergenre ini yang paling banyak ditemukan di antara naskah-naskah Merapi Merbabu yang mempunyai penanggalan. c. Satu naskah bergenre kakawin, yaitu Ramayana. Naskah ini dipilih karena merupakan naskah tertua dalam koleksi Merapi Merbabu. Aksara yang digunakan dalam naskah ini dianggap dapat memberi gambaran tentang bentuk aksara Buda pada masa-masa awal. Selain itu pada masa 50 tahun pertama, hanya naskah ini saja yang bertanggal, di antara naskah-naskah Merapi Merbabu lainnya.
1.2.
Permasalahan
Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah teks dari keempat naskah tersebut di atas ? 2. Bagaimanakah variasi bentuk dan pola perkembangan aksara dalam keempat naskah tersebut dan kaitannya dengan penanggalan naskah?
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
7 1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah: 1. Menyajikan suntingan teks dari keempat naskah yang menjadi objek penelitian. 2. Menggambarkan variasi bentuk dan pola perkembangan aksara pada keempat naskah Merapi Merbabu yang bertanggal dan menjelaskan hubungannya dengan penanggalan naskah.
1.4.
Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka Pada mulanya para ahli membedakan paleografi dan epigrafi berdasarkan objek penelitiannya. Objek penelitian paleografi adalah naskah sedangkan objek penelitian epigrafi adalah prasasti. Namun, pada perkembangan selanjutnya para ahli membedakan kedua ilmu tersebut berdasarkan bidang keahliannya. Menurut mereka, paleografi adalah ilmu tentang aksara kuno, sedangkan epigrafi adalah ilmu tentang sumber-sumber tertulis yang digunakan untuk membantu kita dalam mengungkapkan fakta sejarah (Naveh, 1982:6). Penelitian paleografi di Indonesia memiliki riwayat yang panjang. Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka ini hanya akan disebutkan penelitian-penelitan paleografi yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian ini. Tahun 1975, terbit sebuah buku yang berjudul Indonesian Paleography yang ditulis oleh J.G. de Casparis. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukannya, Casparis menguraikan secara rinci sejarah perkembangan aksara di Indonesia, dari abad ke-4 M, sehingga abad ke-15 M. Meski karya ini tidak berkaitan langsung dengan tujuan penelitian, tetapi karya Casparis telah memberi gambaran pada pembacanya tentang bagaimana suatu penelitian paleografi dilakukan. Buku ini juga membantu kita untuk mengetahui bentuk-bentuk aksara yang ada di Indonesia dari abad ke-4 sampai abad ke-15 M, secara rinci. Salah satu bentuk penelitian paleografi di Indonesia dilakukan oleh Astuti (2005). Dalam tesisnya yang berjudul “tulisan Ulu dalam Naskah Serawai dan Pasemah: Suntingan Teks dan Kajian Paleografis”, ia meneliti perkembangan aksara Ulu dalam naskah Serawai dan Pasemah. Kajian paleografis ini dikaitkan dengan penanggalan naskah karena umumnya naskah Serawai dan Pasemah tidak memiliki
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
8 kolofon yang berisi informasi tentang penanggalan dan penyalinan naskah. Dalam tesisnya, Astuti memakai model dinamis untuk meneliti bentuk aksara Ulu. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti ini terutama memberikan gambaran tentang penerapan model dinamis dalam penelitian paleografi. Penelitian paleografi lainnya juga menggunakan model dinamis dilakukan oleh Anton Wibisono (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Perkembangan Aksara Bercorak Khusus pada Prasasti-prasasti abad XV M: Sebuah Kajian Paleografi”. Penelitian ini menganalisis aksara pada sejumlah prasasti yang ditemukan di Jawa Timur, yang tidak memiliki pertanggalan. Prasasti-prasasti itu antara lain prasasti Gerba dan Widodaren yang ditemukan di Malang dan prasasti Pasru Jambe yang ditemukan di daerah Lumajang. Hasil penelitiannya berupa tabel paleografi aksara dari masingmasing prasasti. Dari tabel tersebut, dapat ditentukan kronologi relatif dari masingmasing prasasti. Model dinamis diterapkan oleh Willem van der Molen pada prasasti di Indonesia ketika ia meneliti bentuk aksara prasasti Ngadoman. Pada mulanya, aksara prasasti Ngadoman oleh Casparis (1975:65-66) dianggap sebagai penyederhanaan dan kelanjutan dari bentuk aksara pada prasasti-prasasti Majapahit. Pendapat ini dibantah oleh Molen (1985:10-12) yang mengatakan bahwa aksara prasasti Ngadoman justru lebih rumit daripada aksara prasasti-prasasti Majapahit. Molen mengemukakan hal tersebut setelah ia menganalisis bentuk aksara prasasti Ngadoman dengan model dinamis. Poerbatjaraka pada tahun 1926 pernah melakukan penyuntingan terhadap teks Arjuna Wiwaha. Suntingannya tersebut memakai 12 naskah dan satu terbitan. Dari 12 naskah tersebut, di antaranya adalah naskah koleksi Merapi Merbabu. Naskah-naskah yang termasuk koleksi Merapi Merbabu tersebut adalah lontar 181, lontar 164, lontar 220, dan lontar 641. Poerbatjaraka (1926:8) tidak menyebut aksara dalam naskahnaskah tersebut sebagai aksara Buda. Ia menyebutnya sebagai aksara Bali pertengahan. Pada tahun 1977, Soepomo melakukan penyuntingan teks Arjuna Wijaya. Ada sekitar 20 naskah yang berisi teks Arjuna Wijaya, tetapi Soepomo hanya menggunakan 10 naskah sebagai dasar suntingannya. Dari kesepuluh naskah tersebut, satu di antaranya yaitu Cod.219, menurut Soepomo menggunakan aksara yang tidak umum. Sesudah diadakan perbandingan dengan bentuk-bentuk aksara lainnya, Soepomo
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
9 berpendapat bahwa aksara pada naskah Cod. 219 lebih dekat pada aksara Sunda (hlm. 86). Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, diketahui bahwa Cod. 219 termasuk ke dalam koleksi Merapi Merbabu (Wiryamartana, 1993:1). Riboet Darmasoetopo (1982:291) meneliti naskah pribadinya yang disebut sebagai keropak dari Dakan. Ia menyebut aksara yang digunakan dalam keropak itu adalah aksara Kawi yang sudah mengalami perkembangan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh van der Molen (1983:293-294) dapat diketahui bahwa aksara yang digunakan dalam keropak itu sama dengan aksara yang digunakan dalam naskah lontar 53 dan lontar 187 yang berisi teks Kunjarakarna. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa tiap peneliti mempunyai istilah masing-masing untuk menyebut aksara yang digunakan dalam koleksi Merapi Merbabu. Hal ini mungkin disebabkan karena istilah aksara Buda belum dikenal. Istilah aksara Buda atau aksara gunung diperkenalkan oleh Pigeaud pada tahun 1967 dalam bukunya yang berjudul Literature of Java. Vol I: Synopsis of Javanese Literature, 900-1900 AD (hlm.53-54). Namun Pigeaud bukanlah orang pertama menyebut aksara dalam naskah-naskah Merapi Merbabu ini sebagai aksara Buda. Ranggawarsita, seperti yang dikutip oleh Wiryamartana (1993:507), pernah menyebutkan “Punika haksara Buda hingkang kahangge para hajar-hajar hing redi”: (ini adalah aksara Buda yang digunakan oleh para agamawan di gunung). Keberadaan naskah-naskah Merapi Merbabu semakin menjadi perhatian setelah terbit karya Willem van der Molen (1983) yang berjudul Javaanse Tekst Kritiek. Een Overzicht en Een Nieuwe Benadering Geillustreerd Aan de Kunjarakarna. Dalam bukunya tersebut, van der Molen selain melakukan suntingan teks juga membicarakan aksara Buda yang digunakan dalam teks Kunjarakarna koleksi Merapi Merbabu yaitu lontar 187 dan lontar 53. Pada tahun 1990, Wiryamartana menulis sebuah buku berjudul Arjuna Wiwaha: Transformasi Teks Jawa Kuna lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra Jawa. Buku tersebut membicarakan transformasi teks Arjuna Wiwaha ke serat Wiwaha Jarwa. Namun secara singkat dibicarakan juga tentang bentuk-bentuk aksara Buda yang ada pada naskah Arjuna Wiwaha koleksi Merapi Merbabu, lontar 165. Kesimpulannya, aksara lontar 165 mirip dengan aksara naskah Kunjarakarna lontar 187 dan lontar 53 (hlm. 20-22).
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
10 Penelitian ini mencantumkan tabel aksara Buda dari masing-masing naskah yang bersangkutan. Daftar aksara tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan kita tentang bentuk aksara Buda yang digunakan dalam naskah-naskah yang menjadi objek penelitian tersebut . Buduroh (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Naskah Darma Jati: Edisi Teks, Terjemahan, disertai Tinjauan Isi dan Aksara” melakukan penyuntingan terhadap teks Darma Jati. Dari 20 naskah yang ditemukannya, lima di antaranya merupakan koleksi Merapi Merbabu. Dalam Naskah Darma Jati koleksi Perpustakaan Nasional RI nomor inventaris CS.72, sang penyalin yaitu R.P Soeria-Widjaja, memberikan pertanggungjawaban alih aksara dari aksara Buda ke aksara Jawa (Buduroh, 2006:105-108). Dari daftar bentuk aksara itu kita dapat mengetahui jenis aksara yang digunakan dalam naskah Darma Jati. Adanya daftar aksara Buda yang disertai padanannya dalam aksara Jawa, membantu peneliti selanjutnya dalam proses alih aksara dari aksara Buda ke aksara latin. Penelitian lain tentang naskah-naskah Merapi Merbabu dilakukan oleh Sugiyarto (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Mantra Tolak Teluh Naskah Merapi Merbabu: Edisi Teks dan Kajian Peristiwa Magis”. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada masalah mantra tolak teluh sebagai tradisi lisan dan peristiwa magis yang berkaitan dengannya. Walaupun begitu, Sugiyarto tetap melakukan penyuntingan terhadap naskah-naskah Merapi Merbabu yang berisi mantra tolak teluh. Ia juga membuat tabel aksara yang digunakan oleh naskah-naskah tersebut (hlm. 29-32). Jadi, walaupun keempat penelitian di atas berfokus pada penyuntingan naskah, tetapi dari daftar aksara yang dilampirkan, kita dapat mengetahui jenis aksara Buda yang digunakan dalam naskah-naskah yang bersangkutan. Hasil dari penelitian itu akan menambah pengetahuan tentang bentuk-bentuk
aksara Buda. Selain itu hasil
penyuntingan teks dari para peneliti sebelumnya juga membantu peneliti selanjutnya untuk memahami kata-kata yang digunakan dalam naskah-naskah koleksi Merapi Merbabu.
1.4.2 Landasan Teori Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan kajian paleografis terhadap aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu. Sebelum dianalisis bentuk
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
11 aksaranya, teks dalam naskah-naskah tersebut akan disunting terlebih dahulu. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan filologi selain pendekatan paleografi. Paleografi adalah ilmu yang mempelajari tentang aksara kuno dan melacak perkembangan bentuk aksara. Tujuannya agar suatu dokumen kuno dapat dibaca dengan benar dan bila perlu, diperkirakan penanggalannya. Pengetahuan tentang bentuk aksara ini adalah prasyarat bila kita ingin mengolah sumber-sumber sejarah yang berupa tulisan (Naveh, 1982:6). Untuk seorang filolog, pengetahuan tentang paleografi antara lain berguna untuk
menghindari
kesalahan
pembacaan teks.
Kesalahan
pembacaan akan
mengakibatkan kesalahan penerjemahan dan pada akhirnya akan membawa kekeliruan pada penafsiran teks yang bersangkutan. Dalam hal ini, studi tentang tulisan diperlukan untuk menghindari hal tersebut. Dengan cara ini paleografi menjadi ilmu bantu bagi filologi (Robson, 1978:29). Di lain pihak, analisis terhadap aksara dalam suatu naskah, akan lebih akurat jika teks naskah itu disunting terlebih dahulu. Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan penafsiran bentuk aksara tertentu (Astuti, 2005:15). Penyuntingan naskah dapat dilakukan dengan metode diplomatik dan metode kritik. Metode diplomatik adalah metode penyuntingan teks dimana teks yang disajikan sama seperti teks yang terdapat dalam naskah sumber. Sebaliknya metode kritik adalah metode penyuntingan dimana penyunting mengidentifikasikan bagian teks yang bermasalah dan memberi alternatif perbaikan (Robson, 1994:24-25). Dalam penelitian ini penyuntingan akan dilakukan dengan metode diplomatik dan kritik. Metode diplomatik digunakan dengan tujuan agar pembaca dapat mengikuti teks dengan teks yang tercantum dalam naskah sumber. Metode kritik digunakan agar pembaca dapat memahami makna dari teks yang disajikan. Selain itu tujuan penggunaan metode kritik dalam penelitian ini adalah untuk menghindari kesalahan penafsiran bentuk aksara dalam teks tersebut. Dalam penelitian ini edisi yang memakai metode kritik disajikan dengan koreksi dari peneliti. Tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah penerjemahan. Menurut Nida dan Taber (1969:12) terjemahan adalah pengungkapan kembali pesan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanannya yang paling alamiah, pertama-tama artinya,
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
12 kemudian gaya bahasanya. Dalam penelitian ini, penerjemahan lebih ditekankan pada arti bukan gaya bahasa, karena tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perkembangan aksara. Selain itu teks yang diterjemahkan tidak terlalu panjang, sehingga tidak memerlukan penafsiran yang terlalu luas. Penelitian ini berkaitan dengan unsur kronologi. Oleh karena itu, akan dilakukan tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman. Dalam penelitian tentang sumber tertulis, proses ini dikenal dengan nama kritik.
Tujuannya adalah untuk
menguji kredibilitas data yang berupa sumber tertulis. Apakah data yang digunakan dalam penelitian ini otentik dan tidak terdapat anakronisme? (Yulianto, 1996:15). Dalam penelitian ini, tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman bertujuan untuk membuktikan bahwa naskah-naskah yang dijadikan data utama memang benar berasal dari
tanggal
yang
disebutkan
dalam
kolofonnya.
Caranya
adalah
dengan
membandingkan naskah-naskah utama dengan naskah-naskah lain yang sezaman. Dalam penelitian tentang sumber sejarah tertulis, kritik terbagi menjadi kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern dilakukan dengan cara membandingkan unsur fisik dari data utama dengan unsur fisik dari sumber lain yang sejenis dan sezaman. Apakah unsur fisik antara kedua sumber tersebut mempunyai kesamaan (Yulianto, 1996:17). Untuk naskah, akan dibandingkan unsur fisik naskah yang menjadi data utama dengan unsur fisik naskah yang sezaman. Sementara itu, kritik intern dilakukan dengan menguji isi dan bahasa yang digunakan dalam data utama. Pengujian bahasa terdiri dari pengujian kata dan kalimat yang digunakan dalam data utama (Yulianto, 1996:19). Jadi akan dilakukan pengujian terhadap kata dan kalimat yang digunakan dalam naskah yang menjadi data utama. Apakah kata-kata tersebut lazim digunakan pada masa yang tercantum di dalam teks? Namun, dalam penelitian ini tidak akan dilakukan kritik intern, karena naskah-naskah yang menjadi objek penelitian belum disunting. Setelah dilakukan penyuntingan teks, akan dilakukan kajian terhadap bentuk aksaranya. Dalam hal ini akan digunakan pendekatan paleografi. Salah satu tugas paleografi adalah meneliti sejarah tulisan, yaitu menjelaskan perubahan bentuk tulisan dari masa ke masa (Molen, 1985:4). Menurut Molen (1985:9-10) ada dua cara untuk mengkaji bentuk aksara yaitu model statis dan
model dinamis. Model statis menganggap aksara hanya sebagai
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
13 susunan garis saja. Model ini bertujuan untuk meneliti bentuk aksara. Oleh karena itu, dalam penelitian model statis, aksara dianalisis satu persatu. Sebaliknya, model dinamis menganggap aksara atau tulisan sebagai hasil gerakan tangan dan terdiri dari unsur nyata dan tidak nyata. Unsur nyata adalah aksara tersebut, sedangkan unsur tidak nyata adalah gerakan tangan di udara ketika sedang menulis aksara tersebut. Perubahan dalam bentuk tulisan dipahami sebagai gerakan perpaduan antara kedua unsur tersebut. (Molen, 1985:9-10) Penelitian ini bertujuan untuk meneliti perkembangan aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu, dan model penelitian yang akan digunakan adalah model dinamis. Melalui model penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui sejarah perkembangan aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu. Perbedaan bentuk aksara dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya perbedaan waktu penulisan, perbedaan tempat dan perbedaan gaya tulisan tangan (Wiryamartana dan Molen, 2001:58). Casparis (1975:9) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan suatu aksara berubah. Pertama adalah perubahan teknik penulisan, yang berkaitan dengan perbedaan alat dan bahan yang digunakan untuk menulis. Kedua adalah perubahan selera, yang berkaitan dengan estetika dan keindahan. Ketiga adalah kecenderungan untuk mencari bentuk yang lebih sederhana. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari upaya-upaya yang tidak perlu dalam penulisan suatu aksara.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini membahas bentuk-bentuk aksara Buda
yang digunakan dalam naskah-naskah Merapi Merbabu yang mempunyai unsur penanggalan. Naskah-naskah tersebut kini sebagian besar menjadi koleksi Perpustakaan Nasional RI. Setelah dilakukan penelusuran melalui katalog, diketahui bahwa ada 53 naskah Merapi Merbabu yang mencantumkan unsur-unsur penanggalan di dalamnya. Dari 53 naskah tadi dipilih empat naskah sebagai contoh yang mewakili keseluruhan naskah.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
14 Keempat naskah tersebut adalah: •
Kakawin Ramayana yang berangka tahun 1443 MM6, dengan nomor naskah 335 dan nomor peti 31
•
Parimbwan, yang berangka tahun 1536 MM, dengan nomor naskah 31 dan nomor peti 7
•
Cacanden, yang berangka tahun 1587 MM, dengan nomor naskah 305 dan nomor peti 3
•
Cacanden, yang berangka tahun 1641 MM dengan nomor naskah 105a dan nomor peti 3
Keempat naskah di atas menjadi data utama dalam penelitian ini.
1.6.
Tahapan Penelitian
Secara garis besar ada tiga tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Pengumpulan Data Tahap ini terbagi menjadi pengumpulan data kepustakaan dan pengumpulan data di lapangan. Data utama dalam penelitian ini adalah naskah-naskah koleksi Merapi
Merbabu yang beraksara
Buda
dan mencantumkan unsur-unsur
penanggalan di dalamnya. Data penunjang dalam penelitian ini adalah berbagai tulisan dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan data utama. Pada pengumpulan data kepustakaan, dilakukan pelacakan terhadap data utama melalui berbagai katalog yang memuat keterangan tentang naskah-naskah Merapi Merbabu. Kemudian dilakukan pemilihan naskah-naskah Merapi Merbabu yang akan dijadikan data utama. Setelah didapat keterangan dalam katalog, dilakukan pencatatan tentang nomor inventaris, lokasi dan deskripsi singkat tentang data utama tersebut. Selanjutnya 6
Tahun Merapi Merbabu (MM). Naskah-naskah Merapi Merbabu menggunakan sistem penanggalan Saka, yang mempunyai perbedaan 78 tahun dengan sistem penanggalan Masehi (J.G. de Casparis, Indonesian Chronology, (Leiden/Koln: E.J. Brill, 1978:3)). Namun penanggalan Merapi Merbabu mempunyai beberapa perbedaan dengan sistem penanggalan Saka pada umumnya. Perbedaan itu misalnya, satu windu MM terdiri dari lima tahun bukan delapan tahun. Selain itu dalam penanggalan MM ada penyebutan Wuku luar dan Wuku dalam, yang masih belum diketahui maknanya. (Kuntara Wiryamartana dan W. van der Molen, “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected Collection,”Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, 157 (2001:55-56)). Oleh karena itu tahun MM dalam tesis ini tidak akan dikonversikan ke dalam tahun Masehi, karena beberapa unsur yang belum diketahui maknanya.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
15 dilakukan
pengumpulan
data
di
lapangan,
berupa
pendeskripsian
dan
pendokumentasian data utama. Kemudian akan dilakukan pembacaan dan penyeleksian untuk mencari naskah yang akan dijadikan sumber data utama. Setelah didapat naskah yang dimaksud, dilakukan pencatatan aspek kodikologi.
2. Pengolahan Data Pada kegiatan ini akan dilakukan penyuntingan dan penerjemahan teks. Penyuntingan akan dilakukan dengan edisi diplomatik dan edisi kritik, sedangkan penerjemahan yang akan dilakukan lebih menekankan pada arti, tidak pada gaya bahasa. Penyuntingan hanya akan dilakukan pada sebagian naskah saja, yaitu bagian kolofon dan beberapa lembar lempir pertama. Penyuntingan sebagian teks dianggap cukup untuk mengetahui bentuk-bentuk aksara Buda dari naskah-naskah yang bersangkutan. Dalam hal ini juga dipastikan bahwa teks yang disunting dalam satu naskah menggunakan aksara yang sama. Tahapan selanjutnya dalam pengolahan data ini adalah analisis bentuk aksara dari sumber data utama. Analisis ini menggunakan model dinamis dalam penelitian paleografi. Analisis ini diawali dengan pembahasan bentuk aksara dari tiap naskah yang menjadi sumber data utama. Selanjutnya dilakukan perbandingan bentuk aksara dari tiap naskah, untuk mengetahui sejarah perkembangan aksaranya. Tidak semua aksara akan diteliti. Aksara yang akan dianalisis adalah yang bentuknya mengalami perubahan secara signifikan dan frekuensi kemunculannya cukup tinggi. Bersamaan dengan analisis aksara akan dilakukan juga perbandingan dengan naskah-naskah lain yang sezaman. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah naskah-naskah yang menjadi data utama memang berasal dari tahun yang disebutkan dalam kolofonnya.
3. Penafsiran Data Pada tahap ini, data utama yang telah diolah kemudian dilengkapi dengan data penunjang, untuk selanjutnya ditafsirkan menjadi suatu kesimpulan yang utuh. Kesimpulan inilah yang kemudian akan menjawab permasalahan penelitian ini.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
16 1.7.
Sistematika Penyajian Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Bab ini berisi uraian tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, tahapan penelitian dan sistematika penyajian. Bab II Deskripsi Naskah Bab ini berisi deskripsi mengenai data utama yang meliputi seluruh aspek –aspek fisik dari naskah-naskah yang bersangkutan Bab III Suntingan Teks dan Terjemahan Bab ini berisi suntingan teks dari naskah-naskah yang menjadi data utama disertai dengan terjemahannya, dari bahasa sumber ke bahasa tujuan. Bab IV Tinjauan atas Perkembangan Aksara Naskah Bab ini berisi analisis bentuk aksara Buda yang digunakan dalam data utama. Selain itu juga berisi analisa kaitan antara bentuk aksara yang digunakan dengan penanggalan naskah. Bab V Tinjauan atas Naskah-Naskah yang Sezaman Bab ini berisi hasil perbandingan unsur-unsur fisik dan isi dari naskah-naskah utama dengan naskah-naskah lain yang sezaman. Bab VI. Penutup Bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
17
BAB 2 DESKRIPSI NASKAH
Pendahuluan Dalam bab ini akan disajikan deskripsi dari naskah-naskah yang menjadi data utama. Ada empat naskah yang menjadi data utama dalam penelitian ini yaitu Ramayana, Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L 105a.
2.2. Deskripsi Naskah Ramayana Naskah ini tersimpan di PNRI bagian koleksi naskah dengan kode naskah L 335 peti 31. Alas naskah berupa lontar berukuran 63,7 cm x 3,7 cm. Naskah tersimpan di dalam kotak kayu berwarna coklat tua. Tidak ada pengapit naskah. Tali pengikat naskah terbuat dari benang kapas berwarna putih yang dimasukkan ke dalam lubang
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
18 yang ada di tengah naskah dan mengikat lempirnya agar tidak terburai. Ujung tali di akhir naskah diikatkan pada sekeping uang logam cina. Naskah ini terdiri atas 132 lempir. Satu lempir naskah terdiri dari empat baris tulisan. Tulisan pada recto dan verso. Kondisi naskah tidak terlalu bagus karena banyak lempir yang patah, sobek dan berlubang-lubang. Empat lempir pertama keadaannya sangat rusak. Sisi kiri dan kanannya patah. Oleh karena itu agak sulit untuk melihat penanda awal teks. Lempir terakhir verso hanya terdiri dari dua baris tulisan di sisi kanan dan tiga baris tulisan di sisi kirinya. Penanda akhir teks adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Penanda Akhir Teks pada Naskah Ramayana
Selain patah geripis pada bagian pinggir naskah, kerusakan juga terjadi pada bagian tengah naskah. Lubang tempat tali perangkai naskah bentuknya sudah tidak bulat lagi, melainkan melebar karena rusak. Hal ini mengakibatkan beberapa aksara pada bagian ini hilang. Kerusakan pada bagian tengah ini terjadi pada lempir pertama hingga lempir keenam puluh. Ada satu lempir yang patah menjadi dua dan bagian pinggirnya rusak. Lempir ini juga terlepas dari tali perangkainya sehingga sulit untuk menentukan lempir keberapa yang patah tersebut. Lempir tersebut ditempatkan sebagai lempir pertama. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada naskah Kakawin Ramayana ini sebagai berikut: 1. Lempir ke-1 patah menjadi dua dan terlepas dari talinya 2. Lempir ke-2 sampai ke-4 bagian pinggir kiri dan kanannya patah dan hilang 3. Lempir ke-9 sisi kiri atas geripis 4. Lempir ke-14 sisi kiri atas dan kanan bawah geripis 5. Lempir ke-16 sisi kiri atas geripis 6. Lempir ke-17 sisi kiri atas geripis 7. Lempir ke-20 sisi kiri atas geripis 8. Lempir ke-21 sisi kiri bawah geripis
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
19 9. Lempir ke-25 sisi kiri bawah geripis 10. Lempir ke-26 dan ke-27 bagian tengah bawah patah, namun sudah dijahit dengan benang berwarna putih 11. Lempir ke-33 dan ke-34 pada bagian tengah bawahnya berlubang cukup besar 12. Lempir ke-35 sisi kiri atas geripis 13. Lempir ke-41 sisi kiri atas geripis 14. Lempir ke-42 sisi kiri atas patah, namun patahannya masih bisa ditemukan 15. Lempir ke-44 sampai ke-51 sisi kiri patah dan hilang sepanjang 5-7 cm 16. Lempir ke-53 pada bagian tengah patah dan dijahit dengan benang wol berwarna biru 17. Lempir ke-54 sisi kiri atas geripis 18. Lempir ke-55 sisi kanan atas geripis 19. Lempir ke-63 dan 64 patah menjadi dua, namun kedua patahan sudah dijahit dengan benang wol berwarna biru 20. Lempir ke-68 sisi kiri bawah geripis 21. Lempir ke-70 sisi kiri bawah geripis 22. Lempir ke-73 sisi kiri atas geripis 23. Lempir ke-85 sisi kiri bawah geripis 24. Lempir ke-90 sisi kiri atas geripis 25. Lempir ke-91 patah menjadi dua, namun patahan tidak hilang 26. Lempir ke-92 sisi kiri atas geripis 27. Lempir ke-94 dan ke-96 patah menjadi dua, dan kedua patahan itu dijahit dengan benang putih 28. Lempir ke 110 sampai ke 111 sisi kanan patah dan hilang sepanjang 15 cm 29. Lempir ke-112 dan ke-113 pada sisi kanan berlubang cukup besar sehingga beberapa aksara hilang 30. Lempir terakhir sebelah kanan bawah patah dan hilang namun karena lempir ini hanya terdiri dari dua baris tulisan, hal itu tidak mengganggu tulisan. Berdasarkan keterangan pada katalog, disebutkan bahwa tahun penulisan adalah 1443 MM. Tempat penulisan adalah Damapungut dan nama penulisnya adalah Lurah Adipamawan. Aksara yang digunakan adalah aksara Buda dan bahasanya bahasa Jawa
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
20 Kuna. Naskah ini berisi teks Kakawin Ramayana yang dimulai dari Sarga VI.80.b (Setyawati, dkk., 2002:236)
2.3. Parimbwan Naskah ini tersimpan di PNRI di bagian naskah dengan kode naskah L 31 peti 7. Alas naskah berupa lontar berukuran 36,5 cm x 3,4 cm. Pengapit naskah terbuat dari bambu berwarna coklat gelap. Ada tali pengikat berwarna merah dan putih yang dijalin menjadi satu. Tali pengikat masuk ke dalam lubang yang ada di tengah naskah. Ujung tali ini hanya dibuat simpul saja, tidak diikatkan pada apa pun. Naskah ini terdiri dari 17 lempir. Kondisi naskah masih cukup bagus namun di beberapa bagian naskah berlubang-lubang karena dimakan serangga. Selain itu di bagian atas dan bawah lempir menghitam sehingga menyulitkan pembacaan. Tulisan ada di sisi recto dan verso. Sisi recto lempir pertama kosong. Tulisan dimulai di sisi verso lempir pertama. Lontar pertama dan kedua patah di sudut kiri bawah sehingga beberapa aksara hilang. Kondisi yang sama terjadi pada lempir ketiga di sudut kiri atas. Lempir kesembilan mulanya patah menjadi dua, namun sudah disatukan kembali dengan menggunakan double tape. Bagian yang patah pada lempir ini ada di tengah-tengah naskah, sehingga tidak mengganggu tulisan. Kondisi lempir-lempir selanjutnya baik. Bagian awal tulisan tidak terlalu jelas karena kondisi tulisan yang menghitam. Berdasarkan keterangan pada katalog diketahui bahwa tahun penulisan adalah 1536 MM. Tempat penulisan adalah kaki gunung Kanistan sisi tenggara, lereng alas Mamalang, Pangudaksitan, Sesela. Penulis naskah adalah Ki Batur Alihan. Aksara yang digunakan aksara Buda dan bahasanya Jawa Kuna. Teks berbentuk prosa dan rajah yang berisi tentang obat-obatan, mantra untuk mempengaruhi orang, obat-obatan dan rajahnya, mantra dan rajahnya (Setyawati, dkk., 2002:26). Berikut akan disajikan gambar-gambar yang ada pada rajah beserta keterangan singkatnya7:
7
Keterangan tentang gambar-gambar rajah ini didapat berdasarkan pembacaan sekilas pada naskah yang bersangkutan, tidak melalui proses penyuntingan dan penerjemahan yang baku. Selain itu banyak katakata yang sulit diterjemahkan, sehingga keterangan mengenai gambar-gambar rajah ini belum memadai. Oleh karena itu perlu diadakan penelitan lebih lanjut untuk mengetahui secara lengkap maksud dari gambar-gambar rajah yang bersangkutan .
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
21 a. Lempir 3 recto
Gambar 2.2. Rajah Putri
Rajah ini digunakan sebagai sarana agar seorang ibu cepat melahirkan
b. Lempir 5 verso kanan
Gambar 2.3. Rajah Kamadenen
Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengobati penyakit muntah nanah.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
22 c. Lempir 8 recto
Gambar 2.4. Rajah Tapak I Maling
Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk memulangkan maling
d. Lempir 8 verso
Gambar 2.5. Rajah Panipisan
Keterangan mengenai rajah ini tidak terbaca karena lempir menghitam
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
23 e. Lempir 9 verso
Gambar 2.6. Rajah Kawaliwojo
Keterangan mengenai rajah ini tidak terbaca karena lempir menghitam
f. Lempir 10 verso
Gambar 2.7. Rajah Kawaliwojo
Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk memperbesar alat kelamin pria.
g. Lempir 11 verso
Gambar 2.8. Rajah Sapurogol Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengobati penyakit Suren 8 8
Belum diketahui secara jelas, apa yang dimaksud dengan penyakit Suren tersebut
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
24 h. Lempir 12 recto sebelah kanan
Gambar 2.9. Rajah Sisigah Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengobati penyakit Tarangan9
i. Lempir 12 recto kiri
Gambar 2.10. Rajah Wika
Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk mengusir hama di sawah.
9
Belum diketahui secara jelas, apa yang dimaksud dengan penyakit Tarangan tersebut
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
25 j. Lempir 12 verso kanan
Gambar 2.11. Rajah Agring Rajah ini digunakan sebagai sarana agar orang menjadi waras.10
k. Lempir 12 verso kiri
Gambar 2.12. Rajah Bayu Siddhi
Rajah ini sebagai sarana agar orang menjadi waras. Tulisan pada rajah adalah ’yapaye’, namun apa kaitan tulisan tersebut dengan penggunaan rajah belum diketahui secara pasti.
10
Waras berarti sehat (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:841). Namun penyakit apa yang dapat disembuhkan melalui rajah ini belum diketahui secara pasti.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
26
l. Lempir 14 recto kiri
Gambar 2.13. Rajah Bulung Buyang Rajah ini digunakan sebagai sarana mengobati kena racun
m. Lempir 14 recto kanan
Gambar 2.14. Rajah Kawaliwojo
Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk membuat minyak tertentu yang digunakan dalam pengobatan.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
27
n. Lempir 15 recto kiri
Gambar 2.15. Rajah Kawaliwojo Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk membuat minyak tertentu yang digunakan dalam pengobatan.
o. Lempir 15 verso kanan
Gambar 2.16. Rajah Panglet Rajah ini digunakan sebagai sarana agar janin dalam kandungan selamat
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
28 p. Lempir 17 recto kiri
Gambar 2.17. Rajah Klar Rajah ini digunakan di sawah 11
q. Lempir 17 recto kanan
Gambar 2.18. Rajah Tumbal Hilandak Rajah ini digunakan sebagai sarana mengusir landak
11
Tidak didapat keterangan yang jelas mengenai kegunaan rajah ini di sawah.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
29
sebelum diikuti
Tiap gambar rajah selalu diakhiri oleh tanda
oleh teks. Penanda awal teks tidak jelas karena kondisi lempir yang menghitam. Penanda Akhir teks adalah
Gambar 2.19. Penanda Akhir Teks Naskah Parimbwan
2.4. Cacanden L 305 Naskah ini tersimpan di PNRI di bagian koleksi naskah dengan kode naskah L 305 peti 3. Alas naskah berupa lontar berukuran 33,7 x 3,3 cm. Pengapit naskah terbuat dari bambu berwarna coklat muda dengan bercak-bercak coklat tua. Pengapit bagian belakang tidak utuh lagi karena rusak. Tali pengikat naskah berupa tali kasur berwarna putih. Namun tali ini hanya diikatkan saja pada naskah, tidak dimasukkan ke dalam lubang yang ada di tengah naskah. Ujung tali diikatkan pada sebatang lidi berukuran 2,5 cm. Naskah ini terdiri dari 52 lempir. Tiap lempir terdiri dari empat baris. Tulisan ada pada recto dan verso. Lempir ke-51 kosong. Pada lempir ke-52 recto tertulis teks sedangkan verso terdiri dari gambar rajah yang disertai teks. Keadaan naskah masih cukup baik, tulisan masih cukup jelas terbaca.. Bagian pinggiran naskah umumnya sudah tidak rata karena terkikis atau rusak. Lempir ke-51 sisi bawah rusak sehingga dua baris terbawah lempir ini hilang. Hal yang sama terjadi pada lempir ketiga dan keempat sisi kiri atas yang menyebabkan baris pertama kedua lempir ini hilang. Hampir semua lempir geripis di bagian kanan sehingga beberapa aksara di bagian ini hilang. Seluruh lempir pada naskah ini dilaminasi. Pada beberapa bagian, laminasi ini menyebabkan tulisan menjadi sulit untuk dibaca. Bahkan di lempir ke-12 recto dan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
30 verso, tulisan hampir tidak terbaca. Selain karena laminasi, juga karena tulisan pada lempir ke-12 ini amat tipis. Tidak ada penanda akhir teks.
Penanda awal teks adalah sebagai berikut
Gambar 2.20 Penanda Awal Teks Cacanden L 305
Berdasarkan keterangan pada katalog diketahui bahwa tahun penulisan naskah adalah 1587 MM. Tempat penulisannya adalah Damalung. Aksara yang digunakan adalah aksara Buda dan bahasanya adalah bahasa Jawa. Berdasarkan keterangan pada katalog pula diketahui bahwa naskah terdiri dari empat teks yang terdiri dari: •
51 lempir teks Cacanden
•
Lempir 50b adalah daftar Pancawara yang nilainya dinyatakan dengan bulatbulatan
•
Lempir 50b di samping daftar Pancawara tadi adalah teks tentang petunjuk memulai menanam.
•
Satu lempir terakhir adalah rajah (Setyawati, dkk., 2002:219)
Lempir 50b berisi daftar pancawara dan nilainya, yang diilustrasikan dengan gambar berikut
Gambar 2.21. Daftar Pancawara dan Nilainya pada Naskah Cacanden L 305
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
31 Gambar rajah di verso lempir terakhir berjumlah dua buah, terletak di sebelah kiri dan kanan. Ilustrasi gambar rajah tersebut adalah sebagai berikut Rajah di sisi sebelah kiri
Gambar 2.22. Rajah Tapak Maling
Rajah ini digunakan sebagai sarana untuk membunuh maling
Rajah di sisi sebelah kanan
Gambar 2.23. Rajah Palasapen
Keterangan lain tentang rajah ini tidak jelas karena kerusakan pada beberapa aksara.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
32 2.5. Cacanden L 105a Naskah ini tersimpan di PNRI bagian koleksi naskah dengan kode naskah L 105a peti 3. Alas naskah berupa lontar berukuran 43,9 x 3,7 cm. Pengapit naskah terbuat dari bambu berwarna coklat tua. Tali pengikat naskah terbuat dari benang kapas berwarna putih yang dimasukkan ke dalam lubang yang ada di tengah naskah. Ujung tali diikatkan pada sebatang lidi berukuran 2,5 cm. Kondisi naskah tidak terlalu bagus, karena berlubang-lubang dimakan serangga. Naskah ini terdiri dari 42 lempir. Tulisan ada di recto dan verso naskah. Lempir pertama, lempir ke-40 dan lempir ke-42 kosong. Tiap lempir terdiri dari empat baris. Kondisi tulisan cukup jelas terbaca, walaupun di beberapa lempir tulisan yang digoreskan amat tipis. Pada lempir kedua dan ketiga beberapa aksara hilang karena lubang-lubang yang ada pada alas naskah akibat dimakan serangga. Lempir kelima sebelah kanan dilaminasi dan menyebabkan tulisan menjadi tidak dapat dibaca. Hal yang sama terjadi pada lempir kesembilan yang dilaminasi di bagian tengah naskah. Lempir-lempir lain yang dilaminasi adalah lempir ke-13 sebelah kiri dan lempir ke-26 bagian kanan. Pada lempir ke-42 sebelah kanannya patah, namun karena lempir ini tidak berisi tulisan, maka kondisi tadi tidak mengganggu pembacaan. Tulisan pada naskah ini amat tipis. Bahkan pada beberapa lempir, tampaknya setelah digoreskan di atas lontar, tulisan tidak diberi kemiri yang dibakar. Walaupun demikian bentuk aksara masih dapat terlihat dengan jelas. Pada lempir ke-39 verso, tulisan terdiri dari satu baris saja. Di lempir ke-40 verso, tulisan hanya terdiri dari tiga baris. Pada lempir ke-19 hingga lempir ke-21 bagian kanan bawah rusak sehingga baris terakhir dari lempir-lempir tersebut sulit dibaca. Hal yang sama terjadi pada lempir ke-32 bagian kanan bawah. Penanda awal teks adalah
Gambar 2.24. Penanda Awal Teks Naskah Cacanden L 105a
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
33 Penanda akhir teks adalah
Gambar 2.25. Penanda Akhir Teks Naskah Cacanden L 105a
Berdasarkan keterangan pada katalog diketahui bahwa tahun penulisan nashkah ini adalah 1641 MM. Tempat penulisan adalah kaki gunung Mandarageni, sisi timur laut, lereng Argabelah. Aksara yang digunakan adalah aksara Buda dan bahasanya adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang dimaksud dalam naskah ini adalah bahasa Jawa Pertengahan dan bahasa Jawa Baru. Kedua bahasa tersebut sulit dibedakan dalam naskah-naskah Merapi Merbabu, oleh karena itu disebut dengan bahasa Jawa (Setyawati, dkk., 2002:4). Teks dalam naskah ini terdiri dari: •
40 lempir teks Cacanden
•
Satu lempir teks sajen dan mantra
•
Satu lempir terakhir kosong (Setyawati, dkk., 2002:84)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
34
BAB 3 SUNTINGAN TEKS DAN TERJEMAHAN
3.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks dan Terjemahan 3.1.1. Pertanggungjawaban Suntingan Teks Menggunakan Metode Diplomatik Tujuan dari penggunaan metode diplomatik dalam penelitian ini adalah agar pembaca bisa mengikuti teks sedekat mungkin sesuai dengan naskah sumber. Walau demikian jarak antara naskah sumber dan pembaca tak dapat dihilangkan sama sekali. Suntingan teks dengan menggunakan metode diplomatik dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk alih aksara yang belum diberi perbaikan-perbaikan. Dalam hal ini sangat mungkin terjadi penafsiran peneliti tentang sistem aksara dan sistem ejaan yang ada dalam keempat naskah aslinya. Suntingan metode diplomatik dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut : 1. Alih aksara disajikan berdasarkan urutan lempir halaman dan baris •
recto : halaman yang lebih dahulu dibaca
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
35 •
verso : halaman di sebaliknya
•
baris teks ditandai dengan angka arab, tanpa dibagi menjadi dua.
2. Lontar yang tidak dapat dibaca dan tidak dapat diperkirakan jumlah hurufnya diberi tanda (…) dan diberi catatan tentang kondisi lontar yang bersangkutan, apakah lontar tersebut patah, menghitam atau tertutup laminasi. 3. Lontar yang tidak dapat dibaca namun dapat diperkirakan jumlah hurufnya diberi tanda (--). Tanda (--) mewakili satu aksara Merapi Merbabu yang berdiri sendiri dan (-) mewakili satu sandangan aksara atau vokalisasi dalam sistem aksara Merapi Merbabu . 4. Dalam suntingan teks yang menggunakan metode diplomatik digunakan tandatanda sebagai berikut : •
Cetak miring digunakan untuk aksara yang dapat dialihaksarakan namun belum dapat diketahui kata yang dimaksud, karena keterbatasan pengetahuan dari peneliti ataupun karena kecacatan pada lontar
•
Tanda x ) berarti aksara tersebut diberi tanda paten
•
Tanda x=x berarti aksara yang bersandangan dalam naskah aslinya, dipisahkan menjadi dua kata.
•
Tanda
•
Penanda awal dan akhir teks dialihaksarakan menjadi //0//
•
ñ : d domal
•
e : taling
•
ĕ : e pĕpĕt
•
ĥ : h wisarga
•
Ħ : n domal
•
ń : n laringal (anusvara)
•
ŋ : n velar, ng
•
ň : n palatal , ny
•
ŕ : r layar
•
ş : s domal
•
ś : s palatal
•
Ń : t dental
dialihaksarakan menjadi //
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
36 3.1. 2. Pertanggungjawaban Suntingan Teks dengan Menggunakan Metode Kritik Suntingan teks metode kritik adalah pengulangan dari suntingan teks dengan metode diplomatik dengan perbaikan bacaan agar teks dapat dipahami sebaik mungkin. Perbaikan bacaan yang dilakukan merupakan tafsiran peneliti sepenuhnya. Tidak tertutup kemungkinan ada tafsiran lain yang bisa diterapkan. Beberapa kaidah yang digunakan dalam suntingan teks dengan metode kritik ini adalah : 1. Dalam perbaikan bacaan digunakan tanda-tanda sebagai berikut : •
(…)
ditambahkan pada bacaan
•
<…>
dihapuskan dari bacaan
•
[…]
konsonan atau vokal diubah dari bacaan
2. Suntingan teks dengan metode kritik ini tidak memperhatikan kaidah metrum karena keterbatasan pengetahuan peneliti tentang hal tersebut. Suntingan teks ini hanya upaya merekonstruksi kembali berdasarkan susunan kata dan kalimat dalam bahasa Jawa Kuna dan Jawa Pertengahan 3. Sistem alih aksara yang digunakan tetap menggunakan sistem alih aksara dari suntingan diplomatik. Misalnya ŋ tetap ditulis ŋ, bukan ‘ng’. 4. Untuk Kakawin Ramayana, sebagai bantuan untuk perbaikan bacaan digunakan teks terbitan Soewito Santoso (1980). Teks yang hilang dalam Ramayana L 335 dilengkapi dengan teks terbitan Soewito Santoso tersebut. 5. Suntingan teks yang menggunakan metode kritik, disajikan berdasarkan bait-bait dalam teks asli. Untuk menandai perpindahan baris ditandai dengan angka arab yang diberi tanda kurung.
3.1.3. Pertanggungjawaban Terjemahan dan Catatan Terjemahan dibuat berdasarkan suntingan teks dengan perbaikan bacaan. Terjemahan dalam penelitian ini mengggunakan metode terjemahan bebas. Hal ini dilakukan mengingat konteks kalimat, kelancaran bahasa dan kejelasan pengertian dari teks tersebut. Dalam penelitian ini ada beberapa kata atau kalimat yang belum bisa diterjemahkan oleh peneliti. Kata atau kalimat itu akan tetap dtulis dalam bahasa
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
37 aslinya dan dicetak miring. Terjemahan disajikan sama dengan suntingan teks yang menggunakan metode kritik, yaitu berdasarkan bait-bait yang ada dalam teks aslinya. Kamus yang digunakan oleh peneliti dalam proses penerjemahan ini adalah: 1. Kamus Jawa Kuna – Indonesia karya P.J. Zoetmulder dan S.O Robson 2. Kamus Jawa Kuna –Indonesia karya L. Mardiwarsito 3. Kamus Pepak Bahasa Jawa karya Drs. Slamet Mulyono 4. Kamus Basa Jawa karya Tim Balai Bahasa Yogyakarta 5. Javanese –English Dictionary karya S. O . Robson dan Singgih Wibisono 6. Javaans-Nederlands Handwoordenboek karya Dr. Th. Pigeaud 7. Baoesastra Djawa karya W.J.S. Poerwadarminta
3.2. Suntingan Teks dengan Menggunakan Metode Diplomatik Ramayana L 335 Lempir 1 Recto
1.
-- -- -- -- raĥ riń haran nira lâwan don-iń maśuśupan) sumilih tâ sirâ tâkwan) // apâ jâtinta he şâñu katâ dewa kratin) katon) nîhan ta pâjarâ waneĥ yan-kâsidñâ -- -- nmâ mi // yan=kâpaŋgaha sań sîta lawan) yann=âlaha ń musuĥ nahan=takwann=irań râ -- -- --
2.
-- -- -- meń swaŕgga ań laŋkâhî mahâmuni // saŋke gĕla nire ŋhulun) manapa dadya raksâsa kîtataĥ anta sâpaŋkwa astrâ putraŋku dentâ weĥ // kunań de ta sidña ya sań
dewinha kapaŋguha tînâwan) daśâmuka rî laŋkâ
kahanan=ira // nihan=gunuń parânanha resyâmuka ŋarannîke hânâ ta wret mantaŋkâ -- -- --
3.
-- -- -- -- -- // mâhâŕdñikâ mahâśakti ndan) glânâ tâ ya duĥkîta yâ teka nugrahânanta kâkanya ya ta patyani// sań suărîwâ ta glânonań sîra tara sri ya -- -- deni sań bali bali atyanta ñuşŃa ya // sań suărîwâ sñań monań kadî lambu lanań sîra tan wîneĥ masyî rîkanań lambu manak) wahû mĕtu // ma ta --- -- --
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
38 4.
-- -- -- -- ta pañâ duhkanta yak-wîñep) mîtrantâ kapi suărîwa sâhâyantakpati musuĥ // ike wûwusku tan=mañwa satya wîñiŋ=hulun=tĕmĕn) yak=mitrâ kâpi suărîwa nîyatâlah ni râwaĦa // sĕñaŋ tat tasiherîka awas ya mâsihe kîta akita gurwa hikâ śîşya kaŕyyanta tuwi ñadya ya // pira doha ni kaŕyyanta
Lempir 132 Verso
1. matra ŋunaniń hupama kadi kapĕcak iń gagu hĕnak kâpasukan) salaĥ ka tan hana wira hakawi patanā pijĕŕ maŋe -- -- ti ka –tu rampun) ampun)ana ta ρalapita śa ρalantusākna //0// sampunn ikāna kareŋĕ prasadū nirâ wasâ kâwaśa nut i jaruman diwaśa warahen) manis pwa paňcawara tumpĕk i sapawarahĕn) byantâra ta ttriwara śad) pa
2. Ħiron) warâhĕn) // śrî ya caturwara ni kaşŃa waranya rudrâŋ kâ suń saŋ-i wuku nikâ raşikâ kaliwon) tîtî maşa şŃimiya sukla wulanya dâśa câtur timķtŃa maşa riŋ kamajaya dewa // lâlamba –e kurakahu śaśakala mîlara uttîya weña magaweŕ kķta kâla nâna om sidña tâ saŋ-amacâ sida saŋ hañrewya om śrî saraswati namâ śwa ha -- --
3. ne şsa -ta mŋur //0// waneĥ duk aneń kane ha jĕŋ gwa nya hanurat)
Parimbwan L 31 Lempir 1 Recto
1. ôm awiănam-astu nama sidñi //0// kayowanan) şra, kalajaŕ, parud) sahań uyaĥ kawak) asĕm) lama pipis) ma ôm râ nini baŃari duŕgga sun suru de kayowanan) nira no
2. ra hanâ hana śihî ki kalajaŕ nora tâ gatěl) horâ mandi tamba saŋar hayan buyan wuñug) busuń siń lara waras) // pupuĥ -- na pisiĥ, sarana ma o caňdrâ ñitya riń maŃanku kiwâ t-ěn) tan ka
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
39 3. saputâ deniń megâlamad-lamad) śuŋ sań carik) clĕriń waĥ hapañaŋ // gwa niŋ haŋudań woń luŋa su -- -- -- -- (lempir rusak)
mamanya, kaŋ luŋa kumi baňu
… ma ôm sihanu dak kumi baňu den kadi pga pu
4. -- -- ña kummi baňu, puyut ka atine şihanu tan paŋan tan paturu paŋaŋnaŋna mareŋ haku tkaŋ les) -- -- -- yan sapkan) hāsta warâ yammâ hindra // saŋ ulat ulat aku mańsâ, mu, den kadi galakane
Sisi Kanan Lempir 17 Recto
1. Itiħ pariribwan) samapta tlas tinulaѓ hijĕŋhira sań hyań giri kanişťan 2. Iriń ăneyā gegeѓ lalas=mamalań paŋudaksitan) sĕsĕla lawan=giri mandaraăĕni sar 3. Sor riń kadañora higil riń kasnĕt parabĕ kaŋ hanurat ki batuѓ hali 4. han) cedaksara riń paŋucap // maŋkana palawe lawe ni pun-dwa niń ŋani
Lempir 17 Verso
1. -- -- --rajaĥ – ta ha-- -- luwiĥ de naŋ rasa – waŋ akweĥ -- -- -- tra halok anegol) ajiñě kanigul tan patut=guru şaśaĦâ dereń wrahħ i guru -- gu , aksarâ ha
2. hěrakk asulambur) satŋaĥ hikâ pralayâ ka cedakşarâ, hâgĕŋ=alit-şirigitiŋĕn) , aksarâ suń sań sań siń hanolekrah kayâ holiĥ riń yuyu cinańcań maŋkanâ deni
3. ŋ aparâ sadu, tahâ kira wĕwĕhanâ lwiĥ lwaŋana atuk iŋ asisinahu kapurahâ deni kâŋamacâ mâruŋu sampun=adriĥ iñĕp iñĕp aniliĥ tan=poliĥ muha hami piruŋwa//
4. kahuwusan riŋ anulis) paňcawarâ
sapta ri wuku şukra pahî ri gumběg) ,
paňcâmîyâ sukla pakşa riń cetraka i saka ganâ ănî driya bumî //0// om śrî śrî saraswatiya
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
40 Cacanden L 305
Lempir 1 Recto
1. //0// ôm awiănam=astu nama siñĕm) //0// ana kiduń rame hutama ramene yen=şira haŋa wuĥ hana ke hujaŕr=agati sań wbaĥ hayune śa
2. ŋ=iŋapus=hapupuĥ tĕm)buń kulate riŋ=ańpus de ra sań kinawi pananagan) lawan=pararasen) // pararasen) kaki tahituŋe mesa tĕmЪĕ niŋ=amina
3. wrsaba ganti ki -- minta nari kapin) tlune, rakati kapi pat)te siŋ=akanya ganti niki ρapararasen=ka w-ha -na maŋke // tula rasi maŋke mķsika
4. ganti niki, danu makara keĥ hudan- ...
mina hakeĥ jawuĥ hudane tka niŋ-
anenka wuh hakna ri kaki watara kesaŋa twaĥ lek)
Lempir 52 Verso
1. // (pu)kulu sań tabe nama siwaya hamĕñĕk) daga sapon sapon paduka baŃara hene ñawi haluwarri sukrĕtane si jabań bayi kaki wěwili nini wěwili ka -i samatara nini samatara , kaki
2. -- -- kala nini sakala, kaki sakat) nini sarakat) kaki kabaya nini kaba kaki pañarika nini pañarikan) bagawan) pulasara bagawan) raspati bagawan) sitra gotra hiki
3. ... (lempir patah) sajini rahaja hagoña bacana hasukwita si jabań bayi sakuraŋ amaŋan naŋ inun) hikih picisatak) salawe tutukok)kĕna kuraŋ aguń de sa
4. ... (lempir patah) lara roga sań ki taya, mulih mari taya, lara wiăna saki tan ana, mulih mari tan ana, lara wiăna saki mukha muliĥ, mari mukha, itiĥ sarińŋi mantra si mantra nana hajaka
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
41 Lempir 50 Recto
1. Dammaluń kań nular mamaŋu yo, sampun=kurań paŋapura, manawi hana harsa maca muwah, kań ŋrĕŋĕ denpunn=aguń paŋapurane, ha sa du -- --
2. lit) kadi cinakaŕ ri rakaŃa, tuna den) wĕwĕhana, lĕwiĥ den alońŋ ana denira pun akawi parab=iń batur ri wana kuju , dawu -- -- -- --
3. la soma manis) hasŃarawa humma sadrara haŕyań wahsa kań triwarane, taŋgale pitělulas) i sakala kuda bramana guli siti
4. // wulan) katiga taŋgale pińwipat) belas) make, gěgěr iń paŋubonan)maŋge)
Lempir 50 Verso
Daftar Pancawara
lagi , pahiń hěpon) wage kaliwon) //
Petunjuk Mulai Menanam
1. ôm purwadadi saŕwadadi, dadi sarwa tinaduŕ, buda pinaka Ĝemaĥ soma pinaka bukaĥ rasρati 2. pinaka wit) bayu pinaka hurip), sukra pinaka goñoń, radite pinaka kěmЪań
3. tupĕk pinaka woĥ boga bogĕm dadi sarwa ginĕgĕm) hulun=mutik-iwa dadi hala -- -- -4. Ĝepas) muŕĜapas)
Cacanden L 105a Lempir 1 Recto
1. //0// ôm awiănam=astu nama sidĕm) //0// ana kiduń
ramene yen=sira
ŋawruhhakna hakweh hujaŕr=agati sań wruh hayu kaŋhaŋapus) hapupuĥ tĕmЪuń kulante hiŋ=âpus=de ra sań ka
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
42 2. lawan=pararasen=make, kaki tahituŋe mesatěmЪe niŋ=amilań wrsaba ganti niki ra mintuna nariŋ=kapi tlu ya rakata kapi ρate siŋ=ahakanya ganti niki pararasenka -raĥ hana naŋke // tula raki m- -- -- ka gan-i niki
3. kara keh hudan=kumЪa kaki gumanti raki mina, akiĥ jawĕĥ hudane tka niŋ=anen karuha – ri kaki waŃarane kasa, katŋaĥ lek) // yan meşa rasi -- -- -- ri pamimite ρari putiĥ kaŋ=hutama ta -- -- na hya -- -- -- -- --
4. Ħata pakanipun) sań hyań ŋindra dewatane hudane panujo niki dan=lima lek ka lawan) // wrsaba raśine pari pamimite ρari habań winihaĦ=ira taρa – ni hyań rasi huru kata pa ka -- -- pu n) -- -- -- -- -- --
Lempir 42 Verso
1. ŋin kapaŋgiĥ, han deĦiŋ i bapa pîtu kapayuŋana -- nira şań hyań daŕmma den=śa mpuŕwa ripurna bini şekan) prasida nira sabini şekan-prasida nira sań ŋabisaka dipun=şamgi daŕgayu saşaripuŕna waśtu hayu pukulun) itiĥ , pa ,// ye nya ra
2. me kakĕnde şasambat --Ńari
pratiwi baŃari śri baŃara sadana muliĥ , ha s-
ŋuliĥhna sakweĥhi woń ra,ca , şga wuduk=la barań bebek) yñań ŋayu suruĥ hayu burat wanŋi Ĝeŋa waŋi // ye nya p- kşa desa, sa sga tumpań haji li lima sambat sabudi pasań
3. du – bumi saŋ buta yutan tuŃuwaĦa ŋabuyutana saŋ śamatara deśa ca, lataŕ gonya //0//
Lempir 40 Verso
1. daĜe matal) raspati manis) wuku jaba talu nawawara, da hasŃawara, ka şatawara şķ, sadya ra tu pacawara pi , catur wara mñal triwara, bya, şakala , 1461 , //0// , şasi kapitu //
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
43 3.3. Suntingan Teks dengan Menggunakan Metode Kritik
Ramayana L 335 Lempir 1 Recto
(1) (satorasi sirań Râma, mawa)raĥ riń haran nira, lâwan don iń maśuśupan, sumilih tâ sirâ tâkwan //
apâ jâtinta he şâñu, k[i]tâ dewakr[ĕ]tin katon, nîhan ta-pâjarâ waneĥ, yan kâsidñâ (sa)(do)n mâmi //
yan kâpaŋg[u]ha sań Sîta, lawan yan
âlaha ń musuĥ, nahan takwan irań Râ(ma), (dadi mâjar-ajar ta ya)
(2.) (ńhulun ânak bhaŃari Śrī, Ndan durâcâra ta ńhulun, Sĕñĕń kwa cańkra)meń swaŕgga, ańlaŋkâhî mahâmuni //
Saŋke gĕl[ĕŋ] nire ŋhulun, manapa dadya raksâsa, Kît[ā]taĥ antasâpaŋkwa, a[pan] putraŋku dentâ weĥ //
kunań d[on](ta) [k]asidña ya, sań dewin[t]a kapaŋguha, tînâwan daśâmuka, rî Laŋkâ kahanan ira //
nihan gunuń parânan[t]a, Rĕsyâmuka ŋaran nîk[a], hânâ ta wre t(ĕ)m[u] ŋkâ(na), (sań Sugriwa ńaran nira).
(3).mâhâŕdñikâ mahâśakti, ndan glânâ tâ ya duĥkîta, yâ tĕkanugrahânanta, kâkanya ya ta patyani//
sań suărîwâ ta glânon[ĕ]ń, sîra tara [p]riya (nira), (inalap) de ni sań Bali, Bali atyanta ñuşŃa ya //
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
44 sań Suărîwâ s(ĕ)ñ[e]ń mon[ĕ]ń, kadî l[ĕ]mbu lanań sîra, tan wîneĥ mas[wa] rîkanań, l[ĕ]mbu mânak wahû mĕtu, //
ma ta(4)(ń nya he Raghūputra), pañâ duhkanta yak-[h]îñep, (yan) mîtrantâ (ń) kapi Suărîwa, sâhâyanta[t]-pati musuĥ //
ike wûwusku tan mañwâ, satya w[akya] ŋhulun tĕmĕn, yak mitrâ(nta ń) kâpi Suărîwa, nîyatâlah ni RâwaĦa //
sĕñ[ĕ]ŋtat [m]asiherîka, awas ya [bhaktya] (ri) kîta, kita gurwa hikâ śîşya, kaŕyyanta t[o]wi ñadya ya //
pira doha ni kāŕyyanta , (katĕmu ta ya de nikā) (Tuwi makweh ta wadwâ nya), (wre magöń śaktimânta ya)
Lempir 132 Verso
(1) matra ŋunaniń hupama kadi kapĕcak iń gagu hĕnak kâpasukan salaĥ ka tan hana wira hakawi patanā pijĕŕ maŋe -- -- ti ka –tu rampun ampunana ta ρalapita śa ρalantusākna //0//
sampunn ikâna karĕŋĕ prasadū nirâ wasâ kâwaśa nut i jaruman diwaśa warahĕn manis pwa paňcawara tumpĕk i sap(t)awarahĕn byantâra ta ttriwara śad pa(2)Ħiron warâhĕn//
śrî ya caturwara ni aşŃawaranya rudrâ ŋkâ suńsaŋ i wuku nikâ raşikâ kaliwon tîtî maşa (a)şŃ[a]mi ya sukla wulanya dâśa câtur timķtŃa maşa riŋ kamajaya dewa //
lâlamba –e kurakahu śaśakala mîlara uttîya weña magawe kķta kâla nâna om sidña tâ saŋ amacâ sida saŋ hañrĕwya om śrî saraswati namâ śwa ha -- -- (3) ne şsa -ta mŋur //0//
waneĥ duk aneń kane hajĕŋ gwa(n)nya hanurat
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
45 Parimbwan L 31 Lempir 1 Recto
(1) ôm awiănam-astu nama sidñi //0//
kayowanan şra, kalajaŕ, parud sahań uyaĥ kawak asĕm lama pipis ma ôm râ nini baŃari duŕgga sun suru de kayowanan nira no(2)ra hanâ hana śihî ki kalajaŕ nora tâ gatěl horâ mandi tamba saŋar hayan buyan wuñug busuń siń lara waras //
pupuĥ -- na piliĥ, sarana ma o caňdrâ ñitya riń maŃanku kiwâ t(ŋ)ěn tan ka(3)saputâ deniń megâlamad-lamad śuŋ sań carik clĕriń waĥ hapañaŋ //
gwa niŋ haŋudań woń luŋa su -- -- -- -- (lempir rusak)
mamanya , kaŋ luŋa kumi
baňu … ma ôm sihanu dak kumi baňu den kadi pga pu (4)-- -- ña kummi baňu, puyut (tĕ)ka atine şihanu tan paŋan tan paturu paŋaŋnaŋna mareŋ haku tkaŋ les -- -- -- yan sap(ĕ)kan hāsta warâ yammâ hindra //
saŋ ulat ulat aku mańsâ, mu, den kadi galakane
Sisi kanan lempir ke-17 recto
1. Itiħ pari[m]bwan samapta t(ĕ)las tinulaѓ hijĕŋhira sań hyań giri kanişťan 2. Iriń ăneyā gegeѓ lalas mamalań paŋudaksitan sĕsĕla lawan-giri mandaraăĕni sar 3. Sor riń kadañora hi(ń)gil riń kasnĕt parabĕ kaŋ hanurat ki batuѓ hali 4. han c[ĕ]daksara riń paŋucap // maŋkana palawe-lawenipun dwa nińŋani
Lempir 17 Verso
(1) -- -- --rajaĥ – ta ha-- -- luwiĥ de n[i]ŋ rasa – waŋ akweĥ -- -- -- tra halok anegol ajiñě kanigul tan patut guru şaśaĦâ dereń wr[u]hħ i guru (la)gu, aksarâ ha(2)hěrakk asulambur satŋaĥ hikâ pralayâ ka c[ĕ]dakşarâ, hâgĕŋ alit şrigi(n)tiŋĕn, aksarâ suń sań sań siń hanolekrah kayâ holiĥ riń yuyu cinańcań maŋkanâ deni(3)ŋ aparâ sadu, ta
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
46 hâkira(ŋ) w[e]w[e]hanâ l(ĕ)wiĥ lwaŋana atuk iŋ asisinahu kapurahâ deni kâŋ amacâ mâruŋu sampun adriĥ iñĕp iñĕp aniliĥ tan poliĥ muha hami piruŋwa //
(4)kahuwusan riŋ anulis paňcawarâ sapta ri wuku şukra pahî(ń) ri gumb(r)ěg , paňcâmî yâ sukla pakşa riń cetraka i saka ganâ ănî driya bumî //0// om śrî śrî saraswatiya
Cacanden L 305
Lempir 1 Recto
(1) //0// ôm awiănam astu nama siñĕm //0// ana kiduń rame hutama ramene yen şira haŋa w(r)uĥha(k)na k[e](h) hujar agati sań w[ru]ĥ hayune śa(2)ŋ iŋapus hapupuĥ tĕmb[a]ń kula(n)te riŋ ańpus de ra sań kinawi pananagan lawan pararas[ĕ]n //
pararas[ĕ]n kaki ta hituŋe mesa tĕmЪ[e] niŋ ami[l]a[ń] (3) wķsaba ganti ki – mint[u]na ri kapin(ń) t(ĕ)lune, rakati kapi(ń) pate siŋ akan[y]a ganti niki ρa<pa>raras[ĕ]n kaw(ru)ha(k)na maŋke //
tula rasi maŋke [w]ķsika (4)ganti niki, danu makara keĥ hudan- ...
mina hakeĥ jawuĥ
hudane tka niŋ anen kaw(r)uhhakna ri kaki watara k[ĕ]saŋa t[ŋ]aĥ lek
Lempir 52 Verso
(1)//pukulu(n) sań tabe nama siwaya hamĕñĕk daga sapon sapon paduka baŃara hene ñawi haluwarri sukrĕtane si jabań bayi kaki wěwili nini wěwili ka(k)i samatara nini samatara, kaki (2) -- -- kala nini sakala, kaki sakat nini sarakat kaki kabaya nini kaba kaki pañarika nini pañarikan bagawan pulasara bagawan raspati bagawan sitra gotra hiki(3). ................ sajini rah aja hagoña ba(n)cana hasuk[ĕr)ta si jabań bayi sakuraŋ amaŋann aŋinu[m] hikih picisatak salawe tutukokkĕna kuraŋ aguń de sa (4). ........ lara roga sań ki taya, mulih mari taya, lara wiăna saki[t] tan ana, mulih mari tan ana , lara wiăna saki[t] muksa muliĥ, mari muksa, itiĥ sarińŋi mantra si mantra nana hajaka
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
47 Lempir 50 recto
(1) dammaluń kań nular mamaŋu yo, sampun kurań paŋapura, manawi hana harsa maca muwah, kań ŋrĕŋĕ den punn aguń paŋapurane, ha sa du -- --(2) ..lit kadi cinakaŕ ri rakaŃa, tuna den w[e]w[e]hana, lĕwiĥ den alońŋana denira pun akawi parabiń batur ri wana kuju, dawu -- -- -- --(3). la soma manis hasŃa[w]a[r]a humma sad[w]ara haŕyań wah[y]a kań triwarane, taŋgale pitělulas i sakala kuda bramana guli siti
(4) // wulan katiga taŋgale pińwipat belas ma(ń)ke, gěgěr iń paŋubonan maŋge
Lempir 50 verso
Daftar Pancawara
L[e]gi , pahiń hěpon wage kaliwon) //
Petunjuk mulai menanam
(1) ôm purwadadi saŕwadadi, dadi sarwa tina(n)duŕ, buda pinaka Ĝemaĥ soma pinaka bukaĥ rasρati (2) pinaka wit bayu pinaka hurip, sukra pinaka goñoń, radite pinaka kěmЪań (3) tu(m)pĕk pinaka woĥ boga bogĕm dadi sarwa ginĕgĕm hulun mutik iwa dadi hala -- -- --(4) Ĝepas muŕĜapas.
Cacanden L 105a
Lempir 1 Recto
(1) //0// ôm awiănam astu nama sidĕm //0//
ana kiduń
ramene yen sira ŋawruhhakna hakweh hujaŕr agati sań wruh hayu
kaŋhaŋapus hapupuĥ tĕmЪ[a]ń kulante hiŋâpus de ra sa(ń) ka(wi) (2) lawan pararas[ĕ]n ma(ń)ke, kaki ta hituŋe mesa těmЪe niŋ amilań wķsaba ganti niki ra mintuna riŋ kapi(ń) t(ĕ)lu ya rakat(a) kapi(ń) ρate siŋ ahakanya ganti niki pararas[ĕ]n ka(w)r[u]ĥhana [m]aŋke //
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
48 tularaki ma(ŋke) (wķsi)ka ganti niki (3) (ma)kara keh hudan kumЪa kaki gumanti ra(s)i mina, akeĥ jawĕĥ hudane t(ĕ)ka niŋ anen ka(w)ruha(na)
ri kaki waŃarane
kasa(ŋa), katŋaĥ lek //
yan me(s)a rasi -- -- -- ri pamimite ρari putiĥ kaŋ hutama ta -- -- na hya -- -- -- -- -(4)Ħata pakanipun sań hyań ŋindra dewatane hudane panujo(n) niki (hu)dan lima lek kalawan //
wķsaba raśine pari pamimite ρari habań winihaĦ ira taρa – ni hyań rasi huru kata pa ka - -- pu n -- -- -- -- -- --
Lempir 42 Verso
(1) ŋin kapaŋgiĥ, han deĦiŋ i bapa pîtu kapayuŋana -- nira şań hyań daŕmma den śa mpuŕ[n]a (pa)ripurna binişekan prasidanira sabinişekan prasida nira sań ŋabisaka dipunşamgi daŕgayu sa[p]aripuŕna waśtu hayu pukulun itiĥ, pa ,//
ye nya ra(2)me kakĕnde şasambat (ba)Ńari pratiwi baŃari śri baŃara sadana muliĥ , ha sŋuliĥhna sakweĥhi woń ra, ca, ş(ĕ)ga wuduk la(n) arań bebek yñań ŋayu suruĥ hayu burat wanŋi Ĝ(ĕ)ŋa waŋi //
ye nya p- kşa desa, sas(ĕ)ga tumpań haji lilima sambat sabudi pasań (3) du – bumi saŋ buyutan tuŃuwaĦa ŋabuyutana saŋ śamatara deśa, ca, lataŕ gonya //0//
Lempir ke-40 verso
(1)daĜ(ĕ)m (m)a(k)tal raspati manis wuku jaba t[o]lu nawawara, da hasŃawara, ka şa(p)tawara şķ, sad[w]ara tu pa(ň)cawara pi, caturwara m(en)ña triwara, bya, şakala , 1461 , //0// ,
şasi kapitu //
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
49 3.4. Terjemahan dan Catatan
Ramayana
Lempir 1 Recto
(1)Dengan penuh hormat Rama menerangkan namanya dan tujuannya mencari ke sana kemari. Rama balik bertanya,
“Siapakah sebenarnya Anda wahai orang suci? Anda tampak seperti dewa.Hendaknya Anda jelaskan lagi! Apakah tujuanku akan tercapai?
Apakah Dewi Sinta akan terjumpai? Dan apakah musuh akan kalah? Demikianlah isi pertanyaan Rama. Lalu ia menjawab
(2) Saya anak Dewi Sri tapi saya pernah berbuat salah. Ketika saya sedang berjalanjalan di surga, saya melangkahi seorang maharesi.
Karena marahnya kepada saya, beliau mengutuk saya menjadi seorang raksasa Tuanlah yang dapat mengakhiri kutukan saya, sebab sesungguhnya saya adalah putra Tuan.
Sedangkan untuk tujuanmu akan tercapai. Permaisuri Tuan akan ditemukan. Beliau sedang ditawan oleh Dasamuka. Kini ia ada di Langka.
Pergilah ke gunung Resyamuka, di sana Tuan akan berjumpa dengan seekor kera yang bernama Sugriwa.
(3) Berbudi luhur dan amat sakti, tetapi beliau resah karena tertimpa kesusahan. Dialah yang hendaknya Tuan bantu. Kakaknya hendaknya dibunuh.
Sang Sugriwa gulana menanggung rindu, sebab istrinya yang bernama Dewi Tara, dirampas oleh sang Bali. Sang Bali luar biasa jahat.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
50 Sang Sugriwa yang sedang menderita rindu asmara, tak ubahnya seekor lembu jantan, yang tidak diperbolehkan mendekati sapi betina yang baru melahirkan anak
(4) Demikianlah wahai Putra Raghu, penderitaan Tuan sama. Sang Sugriwalah yang patut dijadikan sekutu.(Yakni) sekutu Tuan dalam membunuh musuh.
Demikianlah kata-kataku. Saya berkata sungguh-sungguh. Bertemanlah dengan Sugriwa sang kera. Maka akan benar-benar kalah Rawana.
Apabila Tuan membantu Sang Sugriwa, pasti beliau akan membantu Anda. Tuan umpama guru dan beliau adalah murid. Segala pekerjaan Tuan pasti akan diselesaikannya.
Seberat apapun pekerjaan itu. Lagi pula dia mempunyai pasukan yang banyak, yang terdiri dari kera-kera yang hebat dan kuat.
Lempir 132 Verso
(1)matra ŋunaniń seolah-olah seperti bunyi kodok, yang dengan enak memasuki tempat yang salah. Sang penyair yang tidak bagus. Tidak terus menerus, maŋe --- tika –tu maaf, maafkanlah semua nenek moyang. Semoga berhasil baik //0//
(2) Di sana sudah terkenal, kemasyurannya, tampak bersinar mengikuti yang bisa dipercaya. Ketika pancawara12nya Legi, saptawara13nya Sabtu, triwara14nya Byantara, sadwara15nya Paniron // caturwara16nya Sri, astawara17nya Rudra wuku18nya Sungsang, itu Kaliwon waktunya hari kedelapan, paruh terang bulan kesepuluh, timrrtamasanya pada dewa Kamajaya //
12
Pancawara adalah nama pekan yang terdiri dari lima hari (Mardiwarsito, 1990:396). Saptawara adalah nama pekan yang terdiri dari tujuh hari (Mardiwarsito, 1990:512) 14 Triwara adalah nama pekan yang terdiri dari tiga hari (Mardiwarsito, 1990:612) 15 Sadwara adalah nama pekan yang terdiri dari enam hari (Mardiwarsito, 1990:558) 16 Caturwara adalah nama pekan yang terdiri dari empat hari (Casparis, 1978:42) 17 Astawara adalah nama pekan yang terdiri dari delapan hari (Casparis, 1978:42) 18 Wuku adalah nama satu periode waktu, yang terdiri dari tujuh hari (Zoetmulder, 2000:1467) 13
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
51 la la mba –e tu ra ka hu tahunnya uttiya weda magawe19 dibuat saat itu. demikianlah disempurnakan oleh yang membaca disempurnakan oleh sang Hadrewya . Om śrî saraswati namâ śwahah(3) ne ssa –rta mŋur //0//
terbiasa saat ada di tempatnya ditulis
Parimbwan L 31
Lempir 1 Recto
(1) Semoga tidak ada halangan, sembah sempurna. Untuk awet muda. Sarananya kalajar20, diparut, merica, garam, asem yang sudah tua, bersama-sama digiling. Mantranya om ra nini dewi durga diminta dengan hormat kemudaaannya. (2) Tidak ada kalajar, tidak gatal, tidak mujarab obat sangar, ayan, gila, lepra, busung, yang sakit sembuh //
bait …. tidak memilih. Sarananya mantranya om Candra ditya, di mataku kiri kanan, tidak (3) tertutupi awan kabut . terbalik dari gelap menjadi terang
// Untuk memanggil orang yang pergi…. Yang pergi, rendam air….mantranya om si anu saya rendam air…(4)…Rendam air , buyut, datang hatinya si anu tanpa makan tanpa tidur, teringat-ingat hanya padaku sampai hilang…sepekan astawaranya Yama dan Indra//
wajahku menurutmu agar seperti galaknya.
19
Menurut keterangan pada katalog uttiya weda magawe diterjemahkan sebagai 443. Candrasengkala ini kurang kata untuk unsur ribuannya, jadi seharusnya dibaca 1443 MM (Setyawati, dkk., 2002:236) 20 Kalajar tidak ditemukan artinya di kamus, mungkin yang dimaksud adalah kajar. Kajar adalah sejenis tumbuh-tumbuhan tertentu, Remusatia Vivapara (Zoetmulder, 2000:438)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
52 Sisi kanan Lempir 17 Recto
1. Demikian Parimbwan telah disalin di kaki gunung Kanistan 2. Sisi tenggara punggung alas Mamalang, Pangudaksitan, Sesela dengan gunung Mandarageni, menebar 3. Di bawah kadodora di atas kasnet Namanya yang menyalin ki Batur Halihan 4. Cacat aksaranya untuk diucapkan // Oleh karena itu pudaknya dua
Lempir 17 Verso
(1).…..Rajah …lebih dari rasa….orang banyak…memberi julukan, menyentuh kitabnya, tidak ikut ajaran guru, belum mengetahui guru lagunya, aksaranya kitabnya menyinggung, tanpa ikut ajaran guru, buruk guru lagunya aksaranya. (2)berserakan, berhamburan, setengah aksaranya mati, cacat aksaranya, besar kecil serupa rumput liar, aksara terbalik, berantakan seperti cakaran kepiting yang diikat, bila dibandingkan tulisan (3) orang-orang suci. Jika kurang, tambahkanlah, jika berlebih kurangi, karena saya baru belajar. Maafkanlah bagi mereka yang membaca dan mendengar, jangan takut. Mereka yang meminjam tapi tak mendapatkan apa yang seharusnya didengar.
(4)Selesai
menulis. Saat pancawaranya Pahing, saptawaranya Jumat, wukunya
Gumbreg., waktunya hari kelima, paruh terang. bulan Caitra. Tahunnya gana gni driya bumi21. //
om sri sri saraswatiya
Cacanden L 305
Lempir 1 recto
(1) Semoga tidak ada halangan. Sembah sempurna. Ada kidung yang bagus sekali jika engkau mengetahui banyak tentang cara yang diujarkan oleh yang mengetahui
21
Tahun ini diterjemahkan sebagai 1536 MM (Setyawati, 2002:26)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
53 keindahannya. (2) Gubahan bait tembang kulante22 yang digubah oleh sang penyair, Pananagan23 dan Pararasen24 untuk menghitung. Mesa25 yang pertama lalu (3). Wrsaba26 lalu Mintuna27 yang ketiga, Rakata28 yang keempat, yang diganti oleh Kanya29, ini Pararasennya ketahuilah nanti // Tula30 rasinya kemudian Wrsika31 (4). …. menggantikan, saat rasi Danu32, banyak hujan saat rasi Makara33 banyak hujan saat rasi Mina34, banyak hujan. Hujannya datang di sana. Ketahuilah tentang kaki yang kira-kira kesembilan itu setengah Lek35.
Lempir 52 verso
(1) Maafkanlah hamba atas nama Siwa, yang menekan kaki untuk disembah-sembah. Paduka batara meminta untuk melepaskan gangguannya pada si jabang bayi. Kaki wewili nini wewili kaki samatara nini samatara nenek samatara kakek (2) Sakala nenek sakala kakek sakat nenek sarakat kakek kabapa nenek kabapa nenek kaba kakek pañarikan nenek pañarikan begawan pulasara begawan sitra keluarga ini (3). …..segala jinnya jangan menggoda, bencana, gangguannya si jabang bayi. kurang makan dan minum. Ini uang 225 belikanlah jika kurang besarnya…(4) ....kesedihan, penyakit, hilang, sembuh hilang. Kesedihan, halangan, sakit tidak ada. Kesedihan,
22
Kulante adalah nama tembang tengahan (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:429) Pananagan adalah perhitungan tahun berdasarkan kedudukan naga dan dampaknya bagi manusia (Setyawati, 2002:37) 24 Pararasĕn adalah perhitungan hari dan bulan yang baik beserta dengan dewa penguasanya, obatobatan dan mantranya dan sesajen (Setyawati, 2002: 37) 25 Mesa berarti kambing jantan. (Zoetmulder, 2000:667), bisa disamakan dengan rasi aries 26 Wrsaba artinya sapi jantan, bisa disamakan dengan rasi taurus (Zotmulder, 2000:1462) 27 Mintuna atau mithuna artinya sepasang laki-laki dan perempuan (Zoetmulder, 2000:670), bisa disamakan dengan rasi gemini. 28 Rakata berarti ketam (Zoetmulder, 2000:910), bisa disamakan dengan rasi cancer. 29 Kanya berati gadis (Zoetmulder, 2000:455), bisa disamakan dengan rasi virgo. 30 Tula berarti timbangan (Zoetmulder, 2000:1286). Bisa disamakan dengan rasi Libra. 31 Wrsika atau Wrscika berarti kalajengking, tanda zodiak scorpio (Zoetmulder,2000:429) 32 Danu berarti busur (Zoetmulder, 2000:194), bisa disamakan dengan rasi sagitarius. 33 Makara berarti sejenis binatang laut (Zoetmulder, 2000:637), bisa disamakan dengan rasi capricorn. 34 Mina berarti ikan (Zoetmulder, 2000:668), bisa disamakan dengan rasi pisces. 35 Lek berarti bulan, periode waktu yang lamanya 4 minggu; masa kehamilan, waktu dalam kandungan (Zoetmulder, 2000:592) 23
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
54 halangan, sakit, hilang. Sembuh, hilang. Demikianlah sarińŋi mantra, mantrailah ajaklah.
Lempir 50 recto
(1). Damalung tempat menulis, mamaŋu yo. Mohon maaf, jika ada kekurangan. Untuk mereka yang membaca dan yang mendengar maaf sebesar-besarnya, (2). ….seperti cakaran kepiting. Jika ada yang kurang, tambahkanlah. Jika ada yang berlebih mohon dikurangi. Oleh sang kawi namanya yang tinggal di desa Wana Kuju …(3). senin Legi hastawaranya Huma, sadwaranya Haryang, triwaranya Wahya, tanggalnya tujuh belas, tahunnya kuda bramana guli siti 36
(4) Bulan ketiga tanggalnya empat belas di lereng Pangubonan
Lempir 50 verso
Daftar Pancawara
Legi pahing pon wage kliwon
Petunjuk mulai menanam
(1) Om, dulu jadi, semua jadi, jadi semua, ditanam pada hari Rabu berguna untuk tanah, Senin berguna saat waktu matahari terbit, Kamis (2) berguna untuk pohon, angin berguna untuk hidup, Jumat berguna untuk daun, minggu berguna untuk bunga (3) Sabtu berguna untuk buah makanan. Semua bisa digenggam. Saya memetik ketika itu jadi (4) Ĝapas muŕĜapas
Cacanden L 105a Lempir 1 Recto
(1) Semoga tidak ada halangan. Sembah sempurna
// Ada kidung yang bagus sekali jika engkau mengetahui banyak tentang jalan yang diajarkan oleh yang mengetahui keindahannya.Gubahan syair tembang Kulante 36
Diterjemahkan sebagai tahun 1587 MM (Setyawati, 2002:219).
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
55 digubah oleh sang penyair 2) dengan
Pararasen untuk menghitung, Mesa yang
pertama dihitung, Wrsaba menggantikan, Mintuna yang ketiga, Rakata yang keempat, yang diganti oleh Kanya. Pararasen ini ketahuilah nanti
// Tula rasinya, kemudian Wrsika menggantikan (3) Saat rasi Makara banyak hujan diganti oleh Kumbha37, lalu Mina, banyak hujan. Hujan yang datang ada di sana. Ketahulah tentang kaki yang kira-kira kesembilan itu setengah Lek //
…rasi Mesa…. Pembibitannya padi putih yang utama ...(4). …Makannya Sang Hyang Indra dewatanya hujannya, musim hujan ini, dan hujan selama lima Lek //
Wķsaba rasinya masa mulai menanam padi merah. Diberikan pada ia yang bertapa pada dewa penjaga rasi
Lempir 42 Verso
(1). Yang diperoleh tujuh bapak tetap dilindungi .. nya Sang Hyang Darma yang sempurna dinobatkan disempurnakan dinobatkan dengan sempurna. Sang Raja yang panjang umur, sempurna, benar, indah. Hamba selesai // indah (2) menyebut dewi bumi Dewi Sri dewa semua pulang pulanglah. Semua orang. Caranya nasi uduk dan bebek bakar, ydang ayu38 sirih ayu39, boreh wangi, minyak wangi //
ye nya p- ksa desa, nasi tumpeng raja lima sambat sabudi pasang. (3). du – bumi saŋ buyut, leluhur, buyutnya, yang menunggu desa, di belakang tempatnya //0//
37
Kumbha berarti bejana (Zoetmulder, 2000:534), bisa disamakan dengan rasi aquarius. Belum diketahui apa yang dimaksud dengan ydang ayu ini 39 Sirih ayu atau suruh ayu adalah daun sirih yang biasa digunakan untuk sesajen (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:749) 38
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
56 Lempir ke-40 Verso
(1) Wuku dalemnya40 Maktal, Kamis Legi, wuku luarnya Tolu, nawawara41nya Da,42 hastawaranya Ka43, saptawaranya Sr44, sadwaranya Tu45, pancawaranya Pi46, caturwaranya Manda, triwaranya Bya47, tahun 1641 //0// bulan ketujuh //
40
Dalam perhitungan tahun MM ada penyebutan Wuku dalam dan Wuku luar. Wuku yang dimaksud di sini mempunyai pengertian yang sama dengan wuku dalam perhitungan kalender Jawa. Namun yang dimaksud dengan Wuku luar dan Wuku dalam, dalam pertanggalan MM ini belum dapat diketahui maknanya (Kuntara Wiryamartana dan W. van der Molen, “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected Collection,”Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, 157 (2001:56)) 41 Nawawara adalah nama pekan yang terdiri dari sembilan hari (Casparis, 1978:42). 42 Da mungkin singkatan dari Dadi atau Dangu. 43 Ka mungkin singkatan dari Kala 44 Sr mungkin singkatan dari Sukra 45 Tu mungkin singkatan dari Tunglai 46 Pi mungkin singkatan dari Pahing 47 Bya mungkin singkatan dari Byantara
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
57
BAB 4 TINJAUAN PERKEMBANGAN AKSARA NASKAH
4.1. Pendahuluan Bab ini membahas perkembangan aksara Merapi Merbabu dalam empat naskah dari kurun waktu yang berbeda-beda. Teori yang digunakan adalah model dinamis. Model dinamis menganggap aksara atau tulisan sebagai hasil gerakan tangan dan terdiri dari unsur nyata dan tidak nyata. Unsur nyata adalah aksara tersebut, sedangkan unsur tidak nyata adalah gerakan tangan di udara ketika sedang menulis aksara tersebut. Perubahan dalam bentuk tulisan dipahami sebagai gerakan perpaduan antara kedua unsur tersebut. (Molen, 1985 :9-10). Model dinamis menganalisis aksara dari lima segi, yaitu: •
Rupa bentuk lahiriah aksara
•
Sudut tulisan, yaitu sudut antara posisi alat tulis dengan arah tulisan
•
Duktus, yaitu urutan penulisan garis
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
58 •
Ukuran, yaitu ukuran panjang dan lebar aksara
•
Ketebalan, yaitu ukuran tebal dan tipisnya garis (Molen, 1985:9-10)
Melalui model penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui sejarah perkembangan aksara Buda dalam naskah-naskah Merapi Merbabu. Ada enam aksara dari keempat naskah tersebut yang akan diteliti melalui teori dinamis. Keenam aksara tersebut adalah aksara A, Ka, Ga, Na, Sa, dan Ca. Pemilihan keenam aksara tersebut didasarkan pada: •
Keenam aksara tersebut adalah aksara-aksara yang selalu ditemukan dalam bagian teks yang disunting dalam keempat naskah yang menjadi objek penelitian.
•
Frekuensi penggunaan keenam aksara tersebut cukup sering. Khusus untuk aksara Ca, walaupun frekuensi penggunaannya tidak sesering kelima aksara lainnya, namun aksara Ca selalu ditemukan pada bagian awal dan akhir teks yang disunting dari naskah-naskah tersebut.
•
Bentuk dari keenam aksara tersebut menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Berikut, di bawah ini adalah penerapan penelitian aksara dengan metode dinamis yang diterapkan pada enam aksara dalam keempat naskah yang menjadi objek penelitian 4.2. Bentuk Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu Aksara A
1. Ramayana Dalam naskah ini aksara A terdiri dari garis vertikal melengkung yang membulat di ujung sebelah bawah. Di sebelah garis vertikal tadi ada garis cembung dengan bentuk setengah lingkaran di bagian atasnya.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
59
Foto 4.1. Aksara A pada Naskah Ramayana
Gambar 4.1. Bentuk Aksara A dalam Naskah Ramayana
2. Parimbwan Dalam naskah ini aksara A berbentuk seperti angka 4 tanpa kaki dengan garis-garis yang melengkung dan ujung-ujung yang membulat. Di tengahtengahnya ada dua buah garis pendek sejajar.
Foto 4.2. Aksara A pada Naskah Parimbwan
Gambar 4.2. Bentuk aksara A pada naskah Parimbwan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
60
3. Cacanden L 305 Dalam naskah ini aksara A berbentuk seperti angka 4 tanpa kaki yang ujung dan pangkalnya membulat. Di bawah angka 4 tanpa kaki tersebut ada dua buah garis yang melengkung yang saling membentuk juring lingkaran. Di dalam bentuk angka 4 tadi, ada dua garis horisontal pendek.
Foto 4.3. Aksara A pada Naskah Cacanden L 305
Gambar 4.3. Bentuk aksara A pada naskah Cacanden L 305
4. Cacanden L 105a Dalam naskah ini aksara A berbentuk seperti angka 4 tanpa kaki dengan ujung dan pangkalnya membulat. Di bawah bentuk angka 4 tanpa kaki ini ada bulatan yang di dalamnya ada garis pendek melengkung. Garis melengkung ini juga ada di dalam bentuk angka 4 tanpa kaki tadi.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
61
Foto 4.4. Aksara A pada Naskah Cacanden L 105a
Gambar 4.4. Bentuk aksara A pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Ka
1. Ramayana Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang dihubungkan dengan satu garis cembung. Ada satu garis vertikal yang tepat berada di tengah-tengah antara dua garis vertikal tersebut dan panjangnya melewati garis cembung. Pangkal garis vertikal di tengah tersebut melengkung membentuk kucir..
Foto 4.5. Aksara Ka pada Naskah Ramayana
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
62
Gambar 4.5. Bentuk aksara Ka pada Naskah Ramayana
2. Parimbwan Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang dihubungkan dengan satu garis cembung yang ujungnya terus memanjang ke arah bawah hingga membentuk garis vertikal ketiga di sebelah kanan yang sejajar dengan dua garis vertikal di sebelah kiri dan tengah.
Foto 4.6. Aksara Ka pada Naskah Parimbwan
Gambar 4.6. Bentuk aksara Ka pada Naskah Parimbwan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
63 3. Cacanden L 305 Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari tiga garis vertikal sejajar yang dihubung-hubungkan oleh satu garis horisontal di bagian atas.
Foto 4.7. Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 305
Gambar 4.7. Bentuk Aksara Ka pada naskah Cacanden L 305
4. Cacanden L 105a Aksara Ka dalam naskah ini terdiri dari dua garis vertikal di kiri dan kanan yang dihubungkan oleh satu garis cembung di bagian atas.
Foto 4.8. Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
64
Gambar 4.8. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Ga
1. Ramayana Dalam naskah ini aksara Ga terdiri dari dua buah garis vertikal sejajar yang dihubungkan dengan saru garis cembung di bagian atas. Di atas garis cembung tersebut ada kucir.
Foto 4.9. Aksara Ga pada Naskah Ramayana
Gambar 4.9. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Ramayana
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
65 2. Parimbwan Dalam naskah ini bentuk aksara Ga terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang dihubungkan dengan satu garis cembung.
Foto 4.10. Aksara Ga pada Naskah Parimbwan
Gambar 4.10. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Parimbwan
3. Cacanden L 305 Dalam naskah ini aksara Ga terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang dihubungkan oleh satu garis lurus di bagian atasnya.
Foto 4.11. Aksara Ga pada naskah Cacanden L 305
Gambar 4.11. Bentuk aksara Ga pada naskah Cacanden L 305
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
66 4. Cacanden L 105a Dalam naskah ini aksara Ga terdiri dari satu garis vertikal di sebelah kanan dan satu garis horisontal di bagian pangkalnya. Garis horisontal ini memanjang ke arah kanan lalu ke arah bawah, membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal pertama. Di bagian atas garis horisontal ada kucir.
Foto 4.12. Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a
Gambar 4.12. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Na
1. Ramayana Aksara Na dalam naskah ini berbentuk bulatan seperti telur yang ujung di sebelah atasnya memanjang. Di atas bulatan telur tersebut ada satu garis cembung.
Foto 4.13. Aksara Na pada Naskah Ramayana
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
67
Gambar 4.13. Bentuk Aksara Na pada Naskah Ramayana
2. Parimbwan Aksara Na dalam naskah ini seperti bentuk sepatu dari arah samping dengan satu garis lengkung yang lebar di bagian atasnya.
Foto 4.14. Aksara Na pada Naskah Parimbwan
Gambar 4.14. Bentuk Aksara Na pada Naskah Parimbwan
3. Cacanden L 305 Aksara Na dalam naskah ini mempunyai bentuk seperti A kecil dalam tulisan latin, tapi lebih rebah.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
68
Foto 4.15. Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305
Gambar 4.15. Bentuk Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305
4. Cacanden L 105a Aksara Na dalam naskah ini mempunyai bentuk mirip dengan aksara Na dalam naskah Cacanden L 305, yaitu seperti huruf A kecil dalam tulisan latin. Hal yang membedakan adalah bentuknya yang cenderung lebih ramping bila dibandingkan dengan aksara Na dalam Cacanden L 305.
Foto 4.16.Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
69
Gambar 4.16. Bentuk Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Sa
1. Ramayana Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis yang bentuknya mirip dengan huruf J dalam tulisan latin dan satu garis vertikal yang sejajar di sebelah kanannya. Garis ‘J’ ini dengan garis vertikal di sebelah kanannya dihubungkan dengan sebuah garis diagonal.
Foto 4.17. Aksara Sa pada Naskah Ramayana
Gambar 4.17. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Ramayana
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
70 2. Parimbwan Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis setengah lingkaran di sebelah kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan. Keduanya dihubungkan dengan sebuah garis horisontal .
Gambar 4.18.Aksara Sa pada Naskah Parimbwan
Gambar 4.18. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Parimbwan
3. Cacanden L 305 Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis setengah lingkaran di sebelah kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh satu garis diagonal. .
Foto 4.19. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
71
Gambar 4.19. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305
4. Cacanden L 105a Aksara Sa dalam naskah ini terdiri dari satu garis lengkung di sebelah kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan. Antara keduanya dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung
Foto 4.20. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a
Gambar 4.20. Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Ca
1. Ramayana Aksara Ca pada naskah Ramayana mempunyai bentuk seperti huruf B kecil pada tulisan latin dengan garis vertikal yang melengkung dan bulatan yang tidak penuh di sebelah kanan. Di atas aksara ini ada garis horisontal yang melengkung .
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
72
Foto 4.21. Aksara Ca pada Naskah Ramayana
Gambar 4.21. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Ramayana
2. Parimbwan Aksara Ca pada naskah Parimbwan terdiri dari satu garis vertikal yang mempunyai kait di ujung atas sehingga mirip dengan topi. Dan satu garis horisontal di bawah kait tersebut. Di bagian bawah ada bentuk yang menyerupai huruf Y rebah pada tulisan latin.
Foto 4.22. Aksara Ca pada Naskah Parimbwan
Gambar 4.22. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Parimbwan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
73 3. Cacanden L 305 Aksara Ca pada naskah ini terdiri dari satu garis vertikal yang ujungnya melengkung ke arah kiri dan satu garis diagonal yang ujungnya membentuk garis vertikal ke atas. Di atas garis vertikal pertama ada garis setengah lingkaran.
Foto 4.23. Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305
Gambar 4.23. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305
4. Cacanden L 105a Aksara Ca pada naskah ini terdiri dari garis vertikal dengan satu garis horisontal melengkung di bagian atas. Di sebelah kanan bawah ada bulatan setengah lingkaran dengan garis lengkung di bagian luar.
Foto 4.24. Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
74
Gambar 4.24. Bentuk Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a
4.3. Duktus Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu Pada bagian ini akan dibicarakan masalah urutan penulisan garis dan arahnya pada aksara. Hal yang menjadi tolok ukur dalam menentukan awal penulisan garis adalah tebal atau tipisnya suatu titik dalam garis. Titik yang lebih tebal dianggap sebagai titik awal penulisan. Asumsinya adalah si penulis aksara menggunakan tenaga paling besar pada titik awal penulisan. Sebaliknya, pada titik akhir penulisan garis, tenaga yang digunakan cenderung semakin berkurang.
Aksara A
I. Ramayana a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas. b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah c) Pena diangkat dibawa ke ujung garis lengkung tadi, lalu membentuk bulatan kecil yang ekornya memanjang ke arah atas. d) Pena diangkat, dibawa ke tengah garis melengkung lalu membentuk garis horisontal cembung ke arah kanan e) Pena diangkat, dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk garis lengkung berbentuk setengah lingkaran searah jarum jam
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
75
Gambar 4.25. Duktus Aksara A pada Naskah Ramayana
II. Parimbwan a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri b) Pena membentuk garis yang melengkung dari atas ke bawah lalu diteruskan membentuk garis horisontal ke arah kanan, yang ujungnya melengkung ke arah bawah menyerupai kait. c) Pena diangkat ke arah ujung sebelah kanan lalu membentuk garis vertikal dari atas ke bawah d) Pena diangkat ke arah tengah lalu membentuk dua garis horisontal pendek yang sejajar
Gambar 4.26. Duktus Aksara A pada Naskah Parimbwan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
76 III. Cacanden L 305 a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri b) Pena membentuk garis membulat dari arah bawah ke atas, berlawanan dengan arah jarum jam, garis diteruskan hingga membentuk garis vertikal ke arah bawah, lalu pena membentuk garis horisontal ke arah kanan c) Garis diteruskan hingga membentuk garis vertikal ke arah atas dan membulat di bagian ujungnya. d) Pena diangkat dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk garis vertikal melengkung dari atas ke bawah. e) Pena diangkat dibawa kembali ke tengah garis horisontal dan membentuk garis vertikal kedua yang melengkung dari atas ke bawah. f) Pena diangkat dibawa ke tengah bentuk angka 4 tanpa kaki dan membentuk dua buah garis horisontal sejajar.
Gambar 4.27. Duktus aksara A pada naskah Cacanden L 305
IV. Cacanden 105a a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri b) Pena membentuk garis membulat kecil dari bawah ke atas berlawanan dengan arah jarum jam. c) Garis diteruskan membentuk garis vertikal dari atas ke bawah. d) Garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal. e) Garis diteruskan ke arah atas membentuk garis vertikal. f) Garis diteruskan dan membentuk ujung yang membulat, searah jarum jam
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
77 g) Pena diangkat lalu dibawa ke bagian bawah garis horisontal dan membentuk bulatan berlawanan dengan arah jarum jam h) Pena diangkat dibawa ke tengah-tengah bentuk angka 4 tanpa kaki dan membentuk satu garis lengkung pendek di dalamnya. i) Pena diangkat dibawa ke tengah bulatan dan membentuk satu garis pendek dari atas ke bawah
Gambar 4.28. Duktus Aksara A pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Ka
I.
Ramayana a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas b) Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah c) Pena diangkat dibawa ke titik awal garis vertikal lalu membentuk garis horisontal ke arah kanan dengan ujung agak melengkung ke bawah d) Pena diangkat, dibawa ke arah titik di sebelah kanan bawah lalu membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal pertama, dari bawah ke atas e) Pena diangkat, dibawa ke bagian tengah garis horisontal lalu membentuk garis vertikal dari atas ke bawah
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
78
Gambar 4.29. Duktus Aksara Ka pada Naskah Ramayana
II.
Parimbwan a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas b) Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah c) Pena diangkat ke arah sebelah kiri atas garis pertama lalu membentuk garis lengkung ke arah kanan d) Garis diteruskan ke arah bawah sehingga membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis pertama e) Pena diangkat dibawa ke tengah dua garis vertikal yang sejajar tadi lalu membentuk garis vertikal dari bawah ke atas
Gambar 4.30. Duktus Aksara Ka pada Naskah Parimbwan
III.
Cacanden L 305 a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri bawah b) Pena membentuk garis vertikal dari bawah ke atas c) Garis diteruskan ke arah kanan hingga membentuk garis horisontal
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
79 d) Garis diteruskan ke arah bawah hingga membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal pertama e) Pena diangkat ke arah tengah garis horisontal lalu membentuk garis vertikal dari atas ke bawah
Gambar 4.31. Duktus Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 305
IV.
Cacanden 105 a a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri bawah b) Pena membentuk garis vertikal ke arah atas c) Garis diteruskan ke arah kanan hingga membentuk garis horisontal lengkung d) Garis diteruskan ke arah bawah hingga membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal pertama e) Pena diangkat ke tengah garis horisontal lalu membentuk garis vertikal dari atas ke bawah
Gambar 4.32. Duktus Aksara Ka pada Naskah Cacanden L 105a
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
80 Aksara Ga
I. Ramayana a) Titik awal penulisan di sebelah kiri atas. Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah b) Pena diangkat ke arah pangkal atas garis pertama lalu membentuk garis lengkung dari kiri ke kanan c) Pena diangkat ke arah ujung garis lengkung (c) lalu membentuk garis vertikal dari atas ke bawah d) Pena diangkat dibawa ke tengah garis lengkung lalu membentuk garis pendek (kucir) dari bawah ke atas
Gambar 4.33. Duktus Aksara Ga pada Naskah Ramayana
II. Parimbwan a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas b) Pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah c) Pena diangkat ke arah ujung garis vertikal sebelah atas, lalu membentuk garis lengkung dari kiri ke kanan d) Pena diangkat ke arah ujung garis lengkung sebelah kanan, lalu membentuk garis vertikal dari atas ke bawah.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
81
Gambar 4.34. Duktus Aksara Ga pada Naskah Parimbwan
III. Cacanden L305 a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri bawah. b) Pena membentuk garis vertikal ke arah atas yang condong ke kiri c) Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah kanan hingga membentuk garis horisontal. d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah hingga membentuk garis vertikal sejajar dengan garis vertikal pertama, agak condong ke arah kiri
Gambar 4.35. Duktus Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 305
IV. Cacanden 105 a a) Titik awal penulisan di sebelah kiri bawah. b) Pena membentuk garis vertikal dari bawah ke atas c) Pena diangkat lalu dibawa ke arah pangkal garis pertama (b) lalu membentuk garis horisontal melengkung dari kiri ke kanan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
82 d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal sejajar dengan garis pertama e) Pena diangkat dibawa ke arah atas dan membentuk kucir di bagian atas.
Gambar 4.36. Duktus Aksara Ga pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Sa
I. Ramayana a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas. b) Pena membentuk garis vertikal melengkung dari atas ke bawah c) Pena diangkat dibawa ke sebelah atas garis vertikal lalu membentuk garis horisontal pendek dari kiri ke kanan d) Pena diangkat dibawa ke sebelah kanan lalu membentuk garis vertikal dari bawah ke atas e) Pena diangkat dibawa ke arah ujung atas garis vertikal kedua (c) lalu membentuk garis diagonal yang sangat pendek f) Pena diangkat lalu dibawa ke arah pangkal garis vertikal kedua (c) lalu membentuk garis diagonal dari kanan ke kiri
Gambar 4.37. Duktus aksara Sa pada naskah Ramayana
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
83 II. Parimbwan a) Awal penulisan ada di sebelah kiri atas b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah c) Pena diangkat dibawa ke ujung garis lengkung tadi di sebelah bawah lalu membentuk garis horisontal ke arah kanan d) Garis diteruskan ke arah atas hingga membentuk garis vertikal dengan ujung agak membulat
Gambar 4.38. Duktus Aksara Sa pada Naskah Parimbwan
III. Cacanden L 305 a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah c) Pena diangkat ke pangkal atas garis pertama (b) lalu membentuk garis diagonal dari kiri atas ke arah kanan bawah d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah atas hingga membentuk garis vertikal dengan ujungnya yang membulat.
Gambar 4.39. Duktus Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 305
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
84 IV. Cacanden 105 a a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas. b) Pena membentuk garis melengkung dari atas ke bawah c) Pena diangkat dibawa ke arah garis lengkung bagian bawah lalu membentuk garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah d) Garis diteruskan ke arah atas hingga membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis pertama
Gambar 4.40. Duktus Aksara Sa pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Na
I. Ramayana a) Titik awal penulisan ada di sebelah kanan bawah. b) Pena membentuk garis melengkung dari kanan ke kiri c) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis pertama lalu membentuk garis lengkung dari kiri ke kanan di atas garis pertama, sehingga antara garis pertama dan kedua membentuk elips d) Pena diangkat dibawa ke arah atas lalu membentuk garis lengkung dari kiri ke kanan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
85
Gambar 4.41. Duktus Aksara Na pada Naskah Ramayana
II. Parimbwan a) Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah. b) Pena membentuk garis horisontal dari kiri ke kanan c) Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke atas hingga membentuk garis vertikal d) Pena di angkat dibawa ke pangkal garis horisontal lalu membentuk garis setengah lingkaran searah jarum jam e) Pena diangkat dibawa ke arah atas lalu membentuk garis horisontal melengkung dari kiri ke kanan
Gambar 4.42. Duktus Aksara Na pada Naskah Parimbwan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
86 III. Cacanden L 305 a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas. b) Pena membentuk garis melengkung setengah lingkaran searah jarum jam dari atas ke bawah c) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri membentuk garis horisontal d) Pena diangkat dibawa ke ujung sebelah kiri garis horisontal (c) lalu membentuk garis melengkung setengah lingkaran searah jarum jam ke arah dalam.
Gambar 4.43. Duktus Aksara Na pada Naskah Cacanden L 305
IV. Cacanden 105 a a) Titik awal penulisan di sebelah kiri atas. b) Pena membentuk garis horisontal dari kiri ke kanan c) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke bawah hingga membentuk garis vertikal d) Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri hingga membentuk garis horisontal di bagian bawah. e) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis horisontal kedua (d) lalu membentuk garis lengkung setengah lingkaran searah jarum jam
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
87
Gambar 4.44. Duktus Aksara Na pada Naskah Cacanden L 105a
Aksara Ca
1. Ramayana a) Titik awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal dari atas ke bawah dan melengkung di bagian ujungnya. b) Pena diangkat dibawa ke tengah garis vertikal lalu membentuk garis setengah lingkaran searah jarum jam. c) Pena diangkat dibawa ke atas garis vertikal pertama lalu membentuk garis horisontal cembung dari kiri ke kanan.
Gambar 4.45. Duktus Aksara Ca pada Naskah Ramayana
2. Parimbwan a). Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah atas dan ujungnya membentuk garis oval seperti kait ke arah bawah. b) Pena diangkat lalu dibawa ke arah kiri dan membentuk garis horisontal di bagian atas garis vertikal pertama (a).
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
88 c) Pena diangkat lalu dibawa ke arah bawah garis horisontal lalu membentuk garis horisontal yang ujungnya membulat ke arah kiri. d) tanpa diangkat, di ujung garis membulat tadi, pena membentuk garis horisontal pendek.
. Gambar 4.46. Duktus Aksara Ca pada Naskah Parimbwan
3. Cacanden L 305 a) Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah atas. b) Pena diangkat dibawa ke tengah garis vertikal pertama (a) lalu membentuk garis cekung ke arah kanan atas. c) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis vertikal sebelah atas lalu membentuk garis cembung pendek dari kiri ke kanan.
Gambar 4.47. Duktus Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 305
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
89 4. Cacanden L 105 a a) Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal ke arah bawah. b) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis vertikal lalu membentuk garis horisontal cembung ke arah kanan. c) Pena diangkat dibawa ke arah bawah, lalu membentuk garis setengah lingkaran searah jarum jam. d) Pena diangkat dibawa ke pangkal garis setengah lingkaran tadi lalu membentuk garis siku-siku ke arah bawah.
Gambar 4.48. Duktus Aksara Ca pada Naskah Cacanden L 105a
4.4. Ukuran Aksara Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu Ada tiga hal yang dikaji mengenai ukuran aksara ini, yaitu: a. Ukuran panjang, diukur dari titik paling atas hingga titik paling bawah dari aksara yang bersangkutan b. Ukuran lebar, diukur dari titik paling kanan hingga titik paling kiri dari aksara yang bersangkutan c. Jarak antara aksara satu dengan aksara lainnya diukur dari titik terluar dari masing-masing aksara Berikut adalah ukuran dari aksara-aksara tersebut. Untuk mempermudah pembacaan akan disajikan dalam bentuk tabel.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
90 1. Ramayana Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Ramayana adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Ukuran Aksara pada Naskah Ramayana Aksara
Panjang
Lebar
Jarak antar aksara
A
0,3 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,15 cm
Ka
0,3 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,15 cm
Ga
0,2 cm
0,15 – 0,2 cm
0,1 – 0,15 cm
Na
0,25 – 0,3 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,15 cm
Sa
0,3 cm
0,25 – 0,3 cm
0,1 – 0,15 cm
Ca
0,3 - 0,35 cm
0,4 – 0,45 cm
0,1 – 0,15 cm
2. Parimbwan Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Parimbwan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Ukuran Aksara pada Naskah Parimbwan Aksara
Panjang
Lebar
Jarak antar aksara
A
0,3 – 0,35 cm
0,35 – 0,4 cm
0,1 – 0,2 cm
Ka
0,2 – 0,25 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,2 cm
Ga
0,2 – 0,25 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,2 cm
Na
0,2 – 0,25 cm
0,35 – 0,4 cm
0,1 – 0,2 cm
Sa
0,2 – 0,25 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,2 cm
Ca
0,35-0,4 cm
0,35 – 0,4 cm
0,1 – 0,15 cm
3. Cacanden L 305
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
91 Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Cacanden L 305 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 305 Aksara
Panjang
Lebar
Jarak antar aksara
A
0,3 – 0,35 cm
0,3 - 0,35 cm
0,2 - 0,25 cm
Ka
0,15 – 0,2 cm
0,25 – 0,3 cm
0,2 - 0,25 cm
Ga
0,15 – 0,2 cm
0,2 – 0,25 cm
0,2 - 0,25 cm
Na
0,2 – 0,25 cm
0,2 – 0,25 cm
0,2 - 0,25 cm
Sa
0,15 – 0,2 cm
0,3- 0,35 cm
0,2 - 0,25 cm
Ca
0,25-0,3 cm
0,4 cm
0,1 – 0,15 cm
4. Cacanden 105 a Ukuran panjang, lebar dan jarak antar aksara-aksara dalam naskah Cacanden L 105a adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Ukuran Aksara pada Naskah Cacanden L 105a Aksara
Panjang
Lebar
Jarak antar aksara
A
0,4 – 0,45 cm
0,3 – 0,35 cm
0,15 - 0,25 cm
Ka
0,15 - 0,2 cm
0,2 – 0,25 cm
0,15 - 0,25 cm
Ga
0,2 – 0,25 cm
0,2 – 0,25 cm
0,15 - 0,25 cm
Na
0,2 – 0,25 cm
0,2 – 0,25 cm
0,15 - 0,25 cm
Sa
0,2 – 0,25 cm
0,2 – 0,25 cm
0,15 - 0,25 cm
Ca
0,2-0,25 cm
0,3 – 0,35 cm
0,1 – 0,15 cm
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
92
4.5. Kemiringan Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu
Kemiringan garis pada aksara adalah ukuran sudut antara garis vertikal pada aksara dengan garis 180 derajat. Contoh:
Gambar 4.49. Contoh Pengukuran Kemiringan Aksara Berikut adalah ukuran kemiringan kelima aksara tersebut dari masing-masing naskah, disajikan dalam bentuk tabel.
1. Ramayana Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Ramayana adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Kemiringan Aksara pada Naskah Ramayana Aksara
Derajat Kemiringan
A
65 º - 70 º
Ka
68 º – 70 º
Ga
72 º – 75 º
Na
70 º – 72 º
Sa
65 º - 70 º
Ca
65 º - 70 º
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
93
2. Parimbwan Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Parimbwan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Kemiringan Aksara pada Naskah Parimbwan Aksara
Derajat Kemiringan
A
60 º - 65 º
Ka
63 º - 70 º
Ga
60 º - 65 º
Na
65 º - 70 º
Sa
65 º - 70 º
Ca
68 º - 70 º
3. Cacanden L 305 Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Cacanden L 305 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 305 Aksara
Derajat Kemiringan
A
87 º - 90 º
Ka
87 º - 90 º
Ga
87 º - 90 º
Na
87 º - 90 º
Sa
± 90 º
Ca
85 º - 90 º
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
94 4. Cacanden 105 a Ukuran derajat kemiringan dari aksara-aksara dalam naskah Cacanden L 105a adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8. Kemiringan Aksara pada Naskah Cacanden L 105a Aksara
Derajat Kemiringan
A
80 º – 85 º
Ka
85 º - 90 º
Ga
80 º - 85 º
Na
80 º - 85 º
Sa
87 º - 90 º
Ca
80 º - 85 º
4.6. Ketebalan Garis Aksara-Aksara pada Naskah-Naskah Merapi Merbabu Bagian terakhir dari analisis aksara adalah mengukur ketebalan garis dari aksara yang menjadi objek penelitian. Analisis ini cukup rumit mengingat garis yang diukur amat tipis. Alat ukur yang ada (mistar) tak cukup valid untuk mengukurnya. Untuk itu dicari cara agar bisa mendapatkan ukuran yang lebih valid dari ketebalan garis aksara. Cara untuk mengukur ketebalan aksara adalah dengan memperbesar foto naskah-naskah yang menjadi objek penelitian. Setelah itu ketebalan garis aksara yang sudah diperbesar, diukur dan dihitung menggunakan skala tertentu. Hasil yang didapat lalu dibagi berdasarkan skala. Cara ini dianggap dapat menghasilkan data yang cukup valid. Berikut akan disajikan ukuran aksara dari naskah-naskah yang menjadi objek penelitian, dalam bentuk tabel.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
95 1. Ramayana Ketebalan garis dari aksara-aksara pada naskah Ramayana adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Ramayana Aksara
Ketebalan Garis
A
0,029 cm
Ka
0,035 cm
Ga
0,035 cm
Na
0,050 cm
Sa
0,030 cm
Ca
0,030 cm
2. Parimbwan Ketebalan garis dari aksara-aksara dalam naskah Parimbwan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Parimbwan Aksara
Ketebalan Garis
A
0,035 cm
Ka
0,04 cm
Ga
0,031 cm
Na
0,05 cm
Sa
0,0375 cm
Ca
0,035 cm
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
96 3. Cacanden L 305 Ketebalan garis dari aksara-aksara yang terdapat dalam naskah Cacanden L 305 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Cacanden L 305 Aksara
Ketebalan Garis
A
0,025 cm
Ka
0,023 cm
Ga
0,015 cm
Na
0,025 cm
Sa
0,019 cm
Ca
0,015 cm
4. Cacanden L 105 Ketebalan garis dan aksara-aksara yang terdapat dalam naskah Cacanden L 105a adalah sebagai berikut:
Tabel 4.12. Ketebalan Garis Aksara dalam Naskah Cacanden L 105a Aksara
Ketebalan Garis
A
0,013 cm
Ka
0,010 cm
Ga
0,015 cm
Na
0,010 cm
Sa
0,011 cm
Ca
0,013 cm
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
97 Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi bentuk dapat diamati bahwa ada perbedaan bentuk aksara dari naskah yang tua ke naskah yang lebih mutakhir. Dari segi duktus, dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah umumnya jumlah duktus aksaranya semakin sedikit. Namun ada juga yang jumlah duktus aksaranya tetap pada tiap naskah, misalnya aksara Ca. Dari segi ukuran, diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan antara naskah yang tua dengan naskah yang mutakhir. Namun dari jarak antar-aksara dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah, maka jarak antar-aksaranya semakin lebar. Dari segi kemiringan aksara, dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah maka aksara yang ditulis semakin tegak. Dari segi ketebalan garis dapat diamati bahwa semakin mutakhir usia naskah maka garis pada aksaranya semakin tipis.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
98
BAB 5 TINJAUAN ATAS NASKAH-NASKAH YANG SEZAMAN
5.1. Pendahuluan Pada bab ini akan disajikan tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman. Tujuannya adalah untuk menghindari anakronisme atau ketidaksesuaian dengan zamannya. Caranya adalah dengan membandingkan naskah-naskah yang menjadi objek penelitian dengan naskah-naskah yang sezaman. Hal yang dibandingkan adalah unsur fisik dan isi naskah. Pada penelitian ini hanya akan disajikan perbandingan unsur fisik karena untuk melakukan perbandingan unsur isi perlu diketahui isi naskah-naskah yang menjadi bahan perbandingan, sedangkan naskah-naskah yang akan menjadi bahan perbandingan dalam penelitian ini belum pernah disunting sama sekali.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
99 Unsur fisik yang akan dibandingkan adalah bentuk dan duktus aksara dalam naskah, karena dua hal tersebut adalah unsur fisik yang paling menonjol yang dapat dibandingkan. Unsur fisik lain seperti alas naskah dan ukuran naskah tidak dapat dijadikan patokan. Semua naskah dalam koleksi Merapi Merbabu ditulis di atas lontar. Untuk ukuran naskah tergantung, pada panjang pendeknya teks di dalamnya. Oleh karena itu, kedua unsur fisik tersebut tidak dapat dijadikan bahan perbandingan. Dari empat naskah yang menjadi objek penelitian hanya tiga naskah yang akan dibandingkan, yaitu Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L 105a. Naskah Ramayana tidak akan dibandingkan karena tidak ditemukan naskah lain dalam koleksi Merapi Merbabu yang sezaman dengan Ramayana. Ketiga naskah yang akan dijadikan pembanding adalah: a. Aji Kembang dengan nomor inventaris L 276, peti 32. Naskah ini berangka tahun 1537 MM. Naskah ini merupakan pembanding untuk naskah Parimbwan yang berangka tahun 1536 MM. Naskah ini dipilih karena merupakan satu-satunya naskah yang memiliki angka tahun yang paling dekat dengan naskah Parimbwan. b. Arjuna Wiwaha dengan nomor inventaris L 52 I, peti 31. Naskah ini berangka tahun 1588 MM. Naskah ini adalah pembanding untuk Cacanden L 305 yang berangka tahun 1587 MM. Naskah ini dipilih karena merupakan satu-satunya naskah yang memiliki angka tahun yang paling dekat dengan naskah Cacanden L 305. c. Naskah ketiga adalah Kidung Subrata dengan nomor inventaris L 206 peti 32. Naskah ini berangka tahun 1641 MM. Naskah ini adalah pembanding untuk Cacanden L 105a yang berangka tahun sama yaitu 1641 MM. Naskah ini dipilih karena merupakan satu-satunya naskah yang memiliki angka tahun yang sama dengan naskah Cacanden L 105a.
Ada lima aksara yang akan dibandingkan yaitu A, Ka, Ga, Na, dan Sa. Lima aksara ini dipilih karena kelimanya adalah aksara yang diteliti dalam empat naskah utama yaitu Ramayana, Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L105. Kelima aksara ini juga ditemukan di bagian awal dan akhir naskah pembanding, sehingga lebih mudah untuk mengenalinya. Bagian awal dan akhir naskah-naskah pembanding ini sudah dibaca dan ada dalam katalog. Aksara Ca tidak akan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
100 dibandingkan karena aksara ini hampir tidak ditemukan di bagian awal dan akhir ketiga naskah yang menjadi pembanding ini. Dalam bab ini juga akan disajikan alih aksara dari bagian awal dan akhir masing-masing naskah pembanding. Alih aksara ini merupakan alih aksara yang tercantum dalam katalog. Namun demikian, peneliti juga membaca ulang bagian awal dan akhir naskah yang dimaksud. Tujuannya untuk menghindari adanya kesalahan pembacaan dan kesalahan penafsiran atas suatu aksara. Pertanggungjawaban atas alih aksara sama dengan pertanggungjawaban alih aksara terhadap naskah-naskah utama di bab 3. Oleh karena naskah-naskah ini bukanlah objek utama di dalam penelitian ini, maka tidak dilakukan penerjemahan terhadap alih aksara tersebut. Alih aksara naskahnaskah pembanding ini dianggap cukup sebagai bahan untuk melakukan kritik terhadap naskah-naskah utama.
5.2. Naskah Aji Kembang 5.2.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks
Awal Teks
//0// Om awiănam astu //0// sańtabe nama siwaya, tan kabteń śarik tulaħ luputa riŋ hilahilaħ hawak iŋo
Akhir Teks
Sapun. meŋĕt lakoknā, nastiti ya…. liń pinākānira //0//
5.2.2. Bentuk dan Duktus Aksara Aksara A
Aksara A pada naskah Aji Kembang mempunyai bentuk seperti angka empat tanpa kaki dengan ujung dan pangkalnya yang membulat. Dari segi bentuk aksara ini mempunyai kemiripan dengan aksara A pada naskah Parimbwan. Hal yang membedakan adalah
aksara A pada naskah ini terputus di bagian garis horisontal,
sedangkan pada naskah Parimbwan, bentuk angka empat ini tidak terputus pada bagian horisontalnya.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
101
Gambar 5.1. Bentuk Aksara A pada Naskah Aji Kembang
Duktus aksara A pada naskah ini adalah sebagai berikut : A. Awal penulisan di sebelah kiri atas, pena membentuk garis setengah lingkaran kecil berlawanan dengan arah jarum jam. B. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal. C. Tanpa diangkat pena ditarik ke arah kanan dan membentuk garis horisontal, di ujung garis horisontal tadi, pena membentuk bulatan kecil searah jarum jam. D. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal pertama lalu digoreskan ke arah kanan membentuk garis horisontal kedua. E. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah atas lalu membentuk bulatan kecil di ujung.
Gambar 5.2. Duktus Aksara A pada Naskah Aji Kembang
Dilihat dari segi duktus, duktus aksara A pada naskah Aji Kembang jumlahnya lebih sedikit daripada duktus aksara A pada naskah Parimbwan. Pada naskah Parimbwan ada empat duktus, sedangkan pada naskah Aji Kembang hanya ada dua duktus.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
102 Aksara Ka
Aksara Ka pada naskah Aji Kembang terdiri dari tiga garis vertikal yang dihubungkan dengan satu garis horisontal melengkung di bagian atas. Bentuk aksara ini mirip dengan aksara Ka pada naskah Parimbwan.
Gambar 5.3. Gambar Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang
Duktus aksara Ka pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah. Pena lalu membentuk garis vertikal ke arah atas. b. Tanpa diangkat, pena membentuk garis horisontal ke arah kanan. c. Tanpa diangkat, pena diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal yang pertama. d. Pena diangkat dibawa ke tengah garis horisontal membentuk garis vertikal ketiga ke arah bawah yang sejajar dengan dua garis vertikal lainnya.
Gambar 5.4. Duktus Aksara Ka pada Naskah Aji Kembang
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
103 Duktus aksara Ka pada naskah Aji Kembang jumlahnya dua. Ini berbeda dengan duktus aksara Ka pada naskah Parimbwan yang berjumlah tiga. Arah penulisannya juga berbeda.
Aksara Ga
Aksara Ga pada naskah Aji Kembang terdiri dari dua garis vertikal yang dihubungkan dengan satu garis lengkung horisontal. Dilihat dari segi bentuk, aksara Ga pada naskah ini mempunyai kemiripan dengan aksara Ga pada naskah Parimbwan.
Gambar 5.5. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang
Duktus aksara Ga pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut : a. Awal penulisan ada di sebelah kiri, pena membentuk garis verikal ke arah bawah b. Pena diangkat lalu dibawa ke pangkal garis vertikal tadi dan membentuk garis horisontal cembung ke arah kanan. c. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal dan membentuk garis vertikal ke arah bawah.
Gambar 5.6. Duktus Aksara Ga pada Naskah Aji Kembang
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
104
Jumlah duktus aksara Ga pada naskah Aji Kembang sama dengan jumlah duktus aksara Ga pada naskah Parimbwan. Arah penulisannya juga sama.
Aksara Na
Bentuk aksara Na pada naskah Aji Kembang seperti huruf A kecil pada tulisan latin. Bentuk ini mempunyai kemiripan dengan aksara Na pada naskah Parimbwan.
Gambar 5.7. Gambar Aksara Na pada Naskah Aji Kembang
Duktus aksara Na pada naskah Aji Kembang adalah sebagai berikut: a. Titik awal penulisan ada di sebelah kanan atas, pena membentuk garis vertikal ke arah bawah b. Pena diangkat dibawa ke atas dan membentuk garis lengkung horisontal ke arah kanan. c. Pena diangkat dibawa ke ujung garis vertikal dan membentuk oval searah jarum jam.
Gambar 5.8. Duktus Aksara Na pada Naskah Aji Kembang
Bila dibandingkan, jumlah duktus pada aksara Na ini sama dengan jumlah duktus aksara Na pada naskah Parimbwan. Namun arah penulisannya agak berbeda.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
105 Aksara Sa
Bentuk aksara Sa pada naskah Aji Kembang terdiri dari satu garis vertikal di sebelah kiri dan satu garis vertikal di sebelah kanan yang dihubungkan oleh satu garis horisontal yang melengkung. Dari segi bentuk, aksara Sa pada naskah ini mempunyai kemiripan dengan aksara Sa pada naskah Parimbwan. Hal yang membedakan adalah aksara Sa pada naskah Aji Kembang mempunyai garis horisontal yang lebih melengkung dibandingkan garis horisontal pada naskah Parimbwan.
5.9. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang
Duktus
aksara
Sa
pada
naskah
Aji
Kembang
adalah
sebagai
berikut
:
a. Awal penulisan ada di sebelah kiri, pena membentuk garis vertikal yang agak melengkung ke arah bawah. b. Pena diangkat dibawa ke bagian bawah garis vertikal tadi lalu membentuk garis horisontal cekung ke arah kanan. c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah atas membentuk garis vertikal sejajar dengan garis vertikal pertama.
5.10. Duktus Aksara Sa pada Naskah Aji Kembang
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
106 Jumlah duktus aksara Sa pada naskah ini sama dengan jumlah duktus aksara Sa pada naskah Parimbwan. Arah penulisannya juga sama. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bentuk dan duktus lima aksara dalam naskah Aji Kembang dengan naskah Parimbwan mempunyai beberapa perbedaan, misalnya jumlah duktus aksara A dan Ka pada kedua naskah berbeda. Namun, aksaraaksara lainnya mempunyai kesamaan dalam kedua naskah, baik dari segi jumlah duktus maupun bentuk. Jadi dapat disimpulkan bahwa naskah Parimbwan memang berasal dari zaman yang tercantum dalam teks.
5.3. Naskah Arjuna Wiwaha 5.3.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks Awal Teks
... Om awiănam astu //0// ambek sań paramaŕŧa, paĦñita huwus lipad. sake sunyata
Akhir Teks
Paňcawara, ma, caturwara, śri, triwara, dwa i sakala, Ħaga madya buta….
5.3.2. Bentuk dan Duktus Aksara Aksara A
Aksara A pada Arjuna Wiwaha mempunyai bentuk seperti angka empat tanpa kaki dengan ujung-ujung melengkung seperti huruf U terbalik dalam tulisan latin. Di bagian bawah angka empat tadi ada bulatan tak penuh. Di luar bulatan tak penuh tadi ada garis lengkung. Bentuk aksara A ini mempunyai kemiripan dengan aksara A dalam Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah, dalam naskah Arjuna Wiwaha ada bulatan tak penuh di bagian bawah, sedangkan dalam Cacanden L 305 di bagian bawahnya hanya berupa dua garis lengkung saja.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
107
Gambar 5.11. Bentuk Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha
Duktus aksara A dalam naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut: a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis lengkung kecil lalu garis diteruskan ke arah bawah dan membentuk garis vertikal. b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan hinga membentuk garis horisontal. Garis diteruskan ke arah atas dan membentuk garis vertikal ke arah atas. Di ujung garis ini pena membentuk lingkaran penuh seperti huruf u terbalik pada tulisan latin. c. Pena diangkat dibawa ke arah bawah lalu membentuk bulatan kecil yang tidak penuh searah jarum jam. d. Pena diangkat di bawa ke pangkal bulatan kecil tadi lalu membentuk garis lengkung searah jarum jam.
Gambar 5.12. Duktus Aksara A pada Naskah Arjuna Wiwaha
Jumlah duktus aksara A pada naskah ini berbeda dengan jumlah duktus aksara A pada naskah Cacanden L 305, karena bentuk keduanya memang berbeda.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
108 Aksara Ka
Bentuk aksara Ka pada naskah Arjuna Wiwaha terdiri dari tiga garis vertikal yang dihubungkan dengan satu garis lengkung horisontal di bagian atas. Bentuk ini mempunyai kemiripan dengan dengan aksara Ka pada naskah Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah garis horisontal pada aksara Ka Arjuna Wiwaha lebih melengkung. Sedangkan garis horisontal pada aksara Ka Cacanden L 305 lurus mendatar.
Gambar 5.13. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha
Duktus aksara Ka pada naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal ke arah bawah b. Pena diangkat, dibawa ke pangkal garis vertikal tadi lalu membentuk garis horisontal melengkung ke arah kanan. c. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal sejajar dengan garis vertikal pertama. d. Pena diangkat dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk garis vertikal ke arah bawah, sejajar dengan dua garis vertikal tadi.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
109
Gambar 5.14. Duktus Aksara Ka pada Naskah Arjuna Wiwaha
Jumlah duktus aksara Ka pada naskah ini tiga, berbeda dengan duktus aksara Ka pada naskah Cacanden L 305 yang berjumlah dua.
Aksara Ga
Bentuk aksara Ga pada naskah Arjuna Wiwaha terdiri dari dua garis vertikal sejajar yang dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung. Bentuk ini mirip dengan aksara Ga pada naskah Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah garis horisontal pada aksara Ga Arjuna Wiwaha lebih cembung dibandingkan aksara Ga Cacanden L 305 yang berupa garis horisontal lurus.
Gambar 5.15. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha
Duktus aksara Ga pada Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah atas. b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal yang melengkung.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
110 c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal yang pertama. Jumlah duktus aksara Ga pada naskah ini sama dengan jumlah duktus aksara Ga pada naskah Cacanden L 305.
Gambar 5.16. Duktus Aksara Ga pada Naskah Arjuna Wiwaha
Aksara Na
Aksara Na pada naskah Arjuna Wiwaha mempunyai bentuk seperti huruf A kecil pada tulisan latin. Bentuk ini hampir sama dengan aksara Na pada naskah Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah bahwa aksara Na pada Cacanden L 305 lebih rebah.
Gambar 5.17. Bentuk Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha
Duktus aksara Na pada naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis horisontal yang melengkung ke arah kanan. b. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal. c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri membentuk garis horisontal yang lurus.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
111 d. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal kedua lalu membentuk garis setengah lingkaran searah jarum jam.
Gambar 5.18. Duktus Aksara Na pada Naskah Arjuna Wiwaha
Jumlah duktus aksara Na pada naskah Arjuna Wiwaha sama dengan jumlah duktus aksara Na pada naskah Cacanden L 305, arah penulisannya juga sama Aksara Sa
Aksara Sa pada naskah Arjuna Wiwaha terdiri dari satu garis vertikal dan satu garis cekung menyerupai huruf u pada aksara latin. Bentuk ini mirip dengan aksara Sa dalam naskah Cacanden L 305. Hal yang membedakan adalah dalam Cacanden L 305 bentuk lengkungnya lebih tajam, sehingga lebih mirip huruf v daripada huruf u.
Gambar 5.19. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha
Duktus aksara Sa pada naskah Arjuna Wiwaha adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis vertikal ke arah bawah. b. Pena diangkat dibawa ke pangkal garis vertikal tadi dan membentuk garis lengkung seperti huruf U pada tulisan latin.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
112
Gambar 5.20. Duktus Aksara Sa pada Naskah Arjuna Wiwaha
Jumlah duktus aksara Sa pada naskah Arjuna Wiwaha sama dengan jumlah duktus pada naskah Cacanden L 305, urutan dan arah penulisannya juga sama. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan duktus kelima aksara dalam Naskah Arjuna Wiwaha mempunyai bentuk dan duktus yang sama dengan bentuk dan duktus kelima aksara dalam Cacanden L 305. Hanya aksara A dan Ka saja yang mempunyai bentuk dan jumlah duktus yang berbeda. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa naskah Cacanden L 305 memang berasal dari zaman yang tercantum dalam teks.
5.4. Naskah Kidung Subrata 5.4.1. Alih Aksara Awal dan Akhir Teks
Awal Teks
//0// om awiănam astu hayu //0// om, gańgańyĕm gagań pawitrm macasta bagawan ñalinĕm hana tirta mijil. Sakiń taĦn ana
Akhir Teks
Sań hyań hadiĦniń pupuśuh, hiya malahe, lan ikatatadi hamukti jati, itiħ pan bĕbĕkan raga kuňjarayakaŕĦna,ayya //0//
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
113 5.4.2. Bentuk dan Duktus Aksara-Aksara dalam Naskah Aji Kembang Untuk Kidung Subrata aksara yang akan dibandingkan hanya empat yaitu Ka, Ga Na dan Sa. Aksara A tidak akan dibandingkan karena aksara ini tidak ditemukan pada bagian awal dan akhir naskah. Aksara Ka
Aksara Ka pada naskah Kidung Subrata terdiri dari tiga garis vertikal sejajar yang dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung. Bentuk ini hampir sama dengan aksara Ka pada naskah Cacanden L 105. Hal yang membedakan adalah aksara Ka Kidung Subrata mempunyai kucir sedangkan aksara Ka Cacanden L 105 a tidak.
Gambar 5.21. Bentuk Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata
Duktus aksara pada Kidung Subrata dapat diuraikan sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah atas. b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal melengkung. c. Tanpa mengangkat pena garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal sejajar dengan garis vertikal pertama. d. Pena diangkat lalu dibawa ke tengah garis horisontal dan membentuk kucir di bagian atas lalu garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
114
Gambar 5.22. Duktus Aksara Ka pada Naskah Kidung Subrata
Dari hasil diatas diketahui bahwa jumlah duktus aksara Ka pada Kidung Subrata sama dengan jumlah duktus aksara Ka pada naskah Cacanden L 105 a. Arah penulisannya juga sama.
Aksara Ga
Bentuk aksara Ga pada Kidung Subrata terdiri dari dua garis vertikal yang dihubungkan dengan satu garis horisontal yang melengkung. Bentuk ini hampir sama dengan aksara Ga pada naskah Cacanden L 105a.
Gambar 5.23. Bentuk Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata
Duktus aksara Ga pada Kidung Subrata adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri bawah, pena membentuk garis vertikal ke arah atas. b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kanan membentuk garis horisontal yang cembung. c. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal tadi lalu membentuk garis vertikal ke arah bawah.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
115
Gambar 5.24. Duktus Aksara Ga pada Naskah Kidung Subrata
Jumlah duktus aksara Ga pada Kidung Subrata lebih sedikit daripada jumlah duktus aksara Ga pada Cacanden L 105a. Namun arah penulisan duktus aksara Ga pada kedua naskah itu hampir sama.
Aksara Na
Aksara Na pada Kidung Subrata mempunyai bentuk seperti huruf A kecil pada tulisan latin. Bentuk ini mirip dengan aksara Na pada naskah Cacanden L 105 a.
Gambar 5.25. Bentuk Aksara Na pada Naskah Kidung Subrata
Duktus aksara Na pada naskah Kidung Subrata adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas, pena membentuk garis horisontal lengkung ke arah kanan b. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah bawah membentuk garis vertikal lurus c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah kiri membentuk garis horisontal lurus.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
116 d. Pena diangkat dibawa ke ujung garis horisontal kedua dan membentuk garis setengah lingkaran searah jarum jam.
Gambar 5.26. Duktus Aksara Na pada Naskah Kidung Subrata
Jumlah duktus aksara Na pada naskah ini sama dengan jumlah duktus aksara Na pada naskah Cacanden L 105a. Arah penulisannya juga sama. Aksara Sa
Aksara Sa pada Kidung Subrata terdiri dari satu garis vertikal yang melengkung ujung-ujungnya dengan garis lengkung yang bentuknya mirip huruf V pada tulisan latin. Bentuk ini hampir sama dengan aksara Sa pada naskah Cacanden L 105 a. Hal yang membedakan adalah bahwa garis lengkung di sebelah kanan garis vertikal pada aksara Sa Cacanden L105a lebih mendatar bila dibandingkan dalam aksara Sa dalam Kidung Subrata.
Gambar 5.27. Bentuk Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
117 Duktus aksara Sa pada naskah ini adalah sebagai berikut a. Awal penulisan ada di sebelah kiri atas lalu pena membentuk garis vertikal ke arah bawah yang melengkung ujung dan pangkalnya. b. Pena diangkat dibawa ke sebelah atas garis vertikal dan membentuk garis diagonal ke arah kanan bawah. c. Tanpa mengangkat pena, garis diteruskan ke arah atas, membentuk garis vertikal yang sejajar dengan garis vertikal pertama.
Gambar 5.28. Duktus Aksara Sa pada Naskah Kidung Subrata
Jumlah duktus aksara Sa Kidung Subrata sama dengan jumlah duktus aksara Sa pada naskah Cacanden L 105 a, arah penulisannya juga sama. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dan duktus keempat aksara pada Kidung Subrata sama dengan keempat aksara pada naskah Cacanden L 105 a. Ada beberapa hal yang membedakan yaitu misalnya adanya kucir pada aksara Ka dalam Kidung Subrata, dan bentuk aksara Sa yang lebih melengkung pada Kidung Subrata. Namun dari jumlah duktus hanya duktus aksara Ga saja yang berbeda, sedangkan aksara lainnya sama. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa naskah Cacanden L 105a berasal dari zaman yang tercantum dalam teks. Dari perbandingan lima aksara pada ketiga naskah di atas dengan lima aksara pada naskah utama diketahui bahwa ada beberapa perbedaan antara aksara-aksara yang dibandingkan. Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan gaya tulisan tangan dan tempat penulisan. Contohnya perbedaan bentuk aksara A pada naskah Arjuna Wiwaha dan Cacanden L 305, mungkin terjadi karena perbedaan tempat penulisan. Pada katalog, diketahui bahwa Cacanden L 305 ditulis di
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
118 Damalung, sedangkan Arjuna Wiwaha ditulis di Gunung Mandarageni (Setyawati, dkk., 2002:40 dan 219). Namun, jumlah perbedaan antara aksara-aksara pada naskah utama dan naskah pembanding tidak terlalu banyak. Lebih banyak kesamaan yang ditemukan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ketiga naskah utama memang berasal dari tahun yang disebutkan dalam kolofonnya.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
119
BAB 6 PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan secara singkat penelitian yang telah dilakukan disertai dengan kesimpulannya. Masalah penelitian ini telah dijawab dengan menggunakan metode dinamis, yaitu suatu metode dalam paleografi yang mengkaji aksara berdasarkan bentuk, duktus, sudut tulisan, ukuran dan ketebalan garis pada aksara. Sebelum meneliti aksara dengan menggunakan metode dinamis, dilakukan terlebih dahulu pendeskripsian terhadap naskah. Berdasarkan hasil deskripsi diketahui bahwa kondisi empat naskah yang menjadi objek penelitian cukup baik. Tulisannya masih terbaca walaupun di beberapa lempir terdapat kerusakan. Selain itu diketahui pula bahwa dalam naskah Parimbwan dan Cacanden L 305 terdapat gambar-gambar
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
120 rajah yang sangat menarik. Namun, karena penelitian ini tidak menitikberatkan pada penafsiran gambar rajah tersebut, gambar-gambar tersebut tidak dibahas secara mendalam. Langkah selanjutnya adalah melakukan suntingan pada beberapa bagian dari naskah-naskah yang menjadi objek penelitian. Bagian naskah yang disunting adalah lempir pertama dan lempir terakhir naskah-naskah yang bersangkutan.
Proses
penyuntingan dilakukan melalui dua metode, yaitu metode diplomatik dan metode kritik. Setelah disunting lalu dilakukan penerjemahan. Penerjemahan didasarkan pada suntingan yang menggunakan metode kritik. Setelah disunting, diketahui bahwa teks Ramayana Merapi Merbabu dimulai pada sarga VI.80.b. Teks Parimbwan berisi mantra dan rajah yang digunakan sebagai sarana pengobatan. Teks Cacanden berisi rasi-rasi bintang dan kaitannya dengan pertanian. Bersamaan dengan dilakukannya penelitian metode dinamis, dilakukan juga tinjauan terhadap naskah-naskah yang sezaman. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa naskah-naskah yang menjadi objek penelitian memang berasal dari zaman yang tersebut dalam teks. Caranya adalah dengan membandingkan unsur fisik dan isi naskahnaskah yang menjadi objek penelitian dengan naskah-naskah lain yang sezaman. Penelitian ini hanya melakukan tinjauan terhadap unsur fisik. Tinjauan terhadap unsur isi tidak dilakukan karena naskah-naskah yang dibandingkan belum disunting. Naskah yang dibandingkan hanya tiga karena untuk Ramayana tidak ditemukan naskah lain yang sezaman. Dari hasil kritik diketahui bahwa lima aksara dalam ketiga naskah yang dibandingkan mempunyai bentuk dan duktus yang sama dengan lima aksara sejenis dalam naskah-naskah yang sezaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa Parimbwan, Cacanden L 305 dan Cacanden L 105a memang berasal dari zaman yang tercantum dalam teks. Untuk penerapan metode dinamis pada keempat naskah utama, ada enam aksara yang diteliti yaitu A, Ka, Ga, Na , Sa dan Ca. Dari segi bentuk didapat kesimpulan bahwa aksara-aksara Merapi Merbabu yang diteliti mempunyai beberapa variasi bentuk. Aksara A dan Ca adalah aksara yang mempunyai variasi bentuk paling banyak. Sedangkan aksara Ka dan Ga bentuknya relatif tidak banyak mengalami perubahan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
121 dalam keempat naskah tersebut. Untuk aksara Sa dan Na bentuknya mengalami beberapa variasi namun tidak sejauh variasi yang dialami oleh aksara A dan Ca. . Dari segi duktus, dapat diamati bahwa jumlah duktus masing-masing aksara dalam keempat naskah yang diteliti, berbeda. Untuk aksara A dan Ca, jumlah duktusnya sama dalam keempat naskah. Aksara A dalam semua naskah mempunyai jumlah duktus empat, kecuali pada Cacanden L 105a yang jumlah duktusnya lima. Aksara Ca mempunyai jumlah duktus tiga dalam semua naskah. Aksara Ka, Ga, Na dan Sa diketahui bahwa pada naskah yang mutakhir jumlah duktusnya lebih sedikit daripada dalam naskah yang tua. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin mutakhir usia naskah, jumlah duktus aksaranya semakin sedikit. Dari segi ukuran, didapat kesimpulan bahwa aksara-aksara yang menjadi objek penelitian mempunyai ukuran panjang dan lebar yang bervariasi antara 0,15 cm – 0,45 cm. Ukuran aksara yang terbesar dipunyai oleh aksara A, sedangkan ukuran yang terkecil ada pada aksara-aksara lainnya. Untuk ukuran panjang dan lebar aksara, tidak ada pola tertentu yang bisa diamati. Pola yang bisa diamati justru pada jarak antaraksara pada keempat naskah tersebut. Semakin mutakhir naskah, jarak antar-aksara satu dengan yang lain semakin renggang. Dari segi kemiringan, dapat diamati bahwa penulisan aksara cenderung miring pada naskah yang tua. Pada naskah yang mutakhir, penulisan aksaranya cenderung tegak. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin mutakhir naskah, maka aksara yang digoreskan di atasnya semakin tegak. Dari segi ketebalan garis, dapat diamati bahwa pada naskah yang lebih mutakhir garis pada aksaranya tidak setebal pada naskah yang lebih tua. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin mutakhir usia naskah, garis pada aksaranya semakin tipis. Bila dikaitkan dengan penanggalan maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk aksara Merapi Merbabu di tahun 1450-1500 MM mempunyai ciri-ciri yaitu jumlah duktus aksaranya lebih banyak, kemiringan aksaranya antara 65º-75 º, jarak antar aksaranya 0,010-0,015 cm, dan ketebalan garis pada aksaranya antara 0,029-0,050 cm. Aksara Merapi Merbabu yang berasal dari rentang waktu
1500-1550 MM
mempunyai ciri-ciri jumlah duktus aksaranya lebih sedikit dari aksara pada naskah
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
122 sebelumnya, kemiringan aksaranya antara 60º-70º, jarak antar aksara 0,1-0,2 cm dan ketebalan garis aksaranya 0,035-0,050 cm. Aksara Merapi Merbabu yang berasal dari rentang waktu 1550-1600 MM mempunyai ciri-ciri jumlah duktus aksaranya lebih sedikit dari aksara pada naskah sebelumnya, kemiringannya antara 87º-90º, jarak antar aksara 0,2-0,25 cm dan ketebalan garisnya 0,015-0-025 cm. Aksara Merapi Merbabu yang berasal dari rentang waktu
1600-1650 MM
mempunyai ciri-ciri jumlah duktus aksaranya lebih sedikit dari aksara pada naskah sebelumnya, kemiringannya antara 80º-90º, jarak antar aksara 0,15-0,25 cm, dan ketebalan garisnya 0,010-0,015 cm. Bila diamati lagi, ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa dalam aksara Merapi Merbabu benar-benar mengalami perubahan dalam rentang waktu 100 tahun. Pada 100 tahun pertama aksara-aksara Merapi Merbabu yaitu jumlah duktusnya lebih banyak, bentuk aksaranya lebih miring, jarak antar-aksara rapat, dan garis pada aksara lebih tebal. Pada 100 tahun kedua, aksara-aksara Merapi Merbabu mempunyai ciri-ciri yaitu jumlah duktusnya lebih sedikit dari sebelumnya, penulisan aksara lebih tegak, jarak antar-aksara lebih lebar daripada sebelumnya dan garis pada aksara lebih tipis daripada aksara kurun waktu sebelumnya. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan ada beberapa hal yang menyebabkan perubahan bentuk aksara pada naskah-naskah yang menjadi objek penelitian. Pertama perbedaan waktu. Keempat naskah yang menjadi objek penelitian ini berasal dari masa yang berbeda. Kedua perbedaan gaya tulisan tangan. Dari kolofon diketahui bahwa nama penulis atau penyalin keempat naskah tersebut berbeda. Ketiga perbedaan tempat penulisan atau penyalinan. Dari kolofon diketahui bahwa nama tempat penulisan atau penyalinan keempat naskah tersebut berbeda. Keempat adalah kecenderungan ke arah penyederhanaan untuk menghindari upaya-upaya yang tidak perlu. Hal ini dibuktikan dengan semakin sedikitnya jumlah duktus aksara pada naskah-naskah yang lebih mutakhir.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
123
DAFTAR REFERENSI
Adiwimarta, Sri Sukesi.2001. “Periodisasi,” dalam Edi Sedyawati (ed), Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum.hlm.2-8. Jakarta: Balai Pustaka. Astuti, Nunuk Juli. 2005. “Tulisan Ulu dalam Naskah Serawai dan Pasemah: Suntingan Teks dan Kajian Paleografis.” Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok. Behrend, dkk., T.E. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Djambatan. Buduroh, Mamlahatun. 2006. “Naskah Darma Jati: Edisi Teks, Terjemahan, disertai Tinjauan Isi dan Aksara.” Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok. Casparis, J.G. de. 1975. Indonesian Paleography: A History of Writing in Indonesia from the Beginning to C.A.D. 1500. Leiden/Koln: E.J.Brill. Casparis, J.G. de. 1978. Indonesian Chronology. Leiden/Koln: E.J. Brill. Darmosoetopo, Riboet. 1982.”Analisa Sementara Keropak dari Dakan,” Makalah pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi II,25-29 Februari 1980. Jakarta:Proyek Penelitian Purbakala, Depdikbud. Molen, Willem van der. 1983. Javaanse Tekst Kritiek. Een Overzicht en Een Nieuwe Benadering Geillustreerd Aan de Kunjarakarna. Holland/USA: Foris Publication. ---------------------------. 1985. “Sejarah dan Perkembangan Aksara Jawa,” dalam Soedarsono, dkk (ed), Aksara dan Ramalan Nasib dalam Kebudayaan Jawa, hlm. 1-16. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Munandar, Agus Aris. 2001. “Pusat-Pusat Keagamaan Masa Jawa Kuna,” dalam Edi Sedyawati (ed), Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum.hlm.101-110. Jakarta: Balai Pustaka. Naveh, Joseph. 1982. Early History of The Alphabet. Jerussalem: The Magnes Press, The Hebrew University.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
124 Nida, Eugene A. dan Charles R. Taber. 1969. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill Pigeaud, Th.G.Th.1967. Literature of Java. Vol.I: Synopsis Of Javanese Literature, 900-1900 AD. The Hague: Martinus Nijhoff. ----------------------1970. Literature of Java. Vol.III: Ilustrations and Facsimile of Manuscripts, Maps, Addenda and A General Index of Names and Subjects. The Hague: Martinus Nijhoff. Poerbatjaraka. 1926. “Arjuna-Wiwaha. Tekst en Vertaling,” Bijdragen tot de Taal-,Land-, en Volkenkunde, 82. Robson, S.O.1978.”Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional Indonesia,” Bahasa dan Sastra, IV(6): 3-48. --------------- 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Terj.Kentjanawati Gunawan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bekerja sama dengan Universitas Leiden. Santoso, Soewito. 1980. Ramayana Kakawin. New Delhi: International Academy of Indian Culture. Setyawati, dkk., Kartika. 2002. Katalog Naskah Merapi Merbabu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Soepomo. S. 1977. Arjunawijaya: A Kakawin of Mpu Tantular. The Hague: Martinus Nijhoff. Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya. Sugiyarto. 2006.“Mantra Tolak Teluh Naskah Merapi Merbabu: Edisi Teks dan Kajian Peristiwa Magis.” Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok. Wibisono, Anton. 2006. “Perkembangan Aksara Bercorak Khusus pada Prasasti-Prasasti Abad XV Masehi: Suatu Kajian Paleografi.” Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok. Wiryamartana, I. Kuntara. 1990. Arjunawiwaha: Transformasi Teks Jawa Kuna Lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. -------------------------------. 1993. “The Merapi Area,” BKI, 149: 503-509.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Scriptoria
in
The
Merbabu
Universitas Indonesia
125 Wiryamartana, I. Kuntara dan Willem van der Mollen. 2001. “The Merapi-Merbabu Area Manuscripts, A Neglected Collection,” BKI, 157: 51-64. Yulianto, Ninie Soesanti.1996.”Prasasti sebagai Data Sejarah Kuna,” Laporan Penelitian Proyek DIP-OPF Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Yulianto, Ninie Soesanti dan Titik Pudjiastuti. 2001. “Aksara” dalam Edi Sedyawati (ed), Sastra Jawa Kuna: Suatu Tinjauan Umum, hlm.199207. Jakarta: Balai Pustaka. Zoetmulder, P.J. 1994. Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Terj. Dick Hartoko. Jakarta: Djambatan. Cet.ke-3.
Kamus Mardiwarsito, L. 1990. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Flores: Nusa Indah. Cet ke-4. Mulyono, Drs. Slamet. 2008. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Pigeaud, Dr. Th.G.Th. 1938. Javaans-Nederlands Handwoordenboek. Groningen: Wolters. Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baosastra Djawa. Groningen, Batavia: J.B. Wolters’ uit Givers Maatschappij. Robson, S.O. dan Singgih Wibisono. 2002. Javanese English Dictionary. Jakarta: Periplus. Tim Balai Bahasa Yogyakarta. 2001. Kamus Basa Jawa. Yogyakarta: Kanisius. Winter Sr., C.F. dan R. Ng. Ranggawarsita. 1990. Kamus Kawi-Jawa. Terj. Asia Padmopuspito dan A. Sarman Am. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
126
Lampiran 1: Tabel Aksara Buda dalam Empat Naskah Merapi Merbabu
Keterangan: ■ adalah simbol dari aksara yang diberi sandangan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
127
(lanjutan)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
128
(lanjutan)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
129
(lanjutan)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
130 (lanjutan)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
131
(lanjutan)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
132
(lanjutan)
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
133
Lampiran 2. Peta Perkiraan Lokasi Skriptoria di Sekitar Merapi Merbabu
Keterangan: 1. Belum diketahui nama skriptoriumnya 2. Belum diketahui nama skriptoriumnya 3. Windusabrang/Windusujan 4. Gertengahlo 5. Belum diketahui nama skriptoriumnya 6. Temulor, Temukidul 7. Ngadoman 8. Gedakan 9. Sidopekso 10. Metep
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
134
Sumber: Kuntara Wiryamartana. 1993. “The Scriptoria in The Merbabu Merapi Area,” BKI, 149: 503-509
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
134
Lampiran 3. Foto Naskah Ramayana Lempir 1 Recto Sebelah Kiri
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
135
Lampiran 4: Foto Naskah Ramayana Lempir 1 Recto Sebelah Kanan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
136
Lampiran 5: Foto Naskah Ramayana Lempir 132 Verso Sebelah Kiri
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
137
Lampiran 6: Foto Naskah Ramayana Lempir 132 Verso Sebelah Kanan
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
138
Lampiran 7: Foto Naskah Parimbwan Lempir 1 Recto
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
139
Lampiran 8: Foto Naskah Parimbwan Lempir 17 Verso
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
140
Lampiran 9: Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir 1 Recto
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
141
Lampiran 10: Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir 52 Verso
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
142
Lampiran 11: Foto Naskah Cacanden L 305 Lempir 50 Verso
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
143
Lampiran 12: Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir 1 Recto
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
144
Lampiran 13: Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir 42 Verso
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia
145
Lampiran 14: Foto Naskah Cacanden L 105a Lempir 40 Verso
Naskah naskah..., Andriyati Rahayu, FIB UI, 2009
Universitas Indonesia