NASKAH JURNAL MAHASISWA Perkawinan Dan Penyesuaian Etnis (Suatu Perkawinan Antar Etnis Jawa dan Etnis Gorontalo di Kecamatan Wonosari) Oleh
: Tri Ferawati Punuh1
** Abstrak Perkawinan antar etnis merupakan penggabungan dua individu dengan latar belakang budaya, bahasa yang berbeda. Namun perkawinan antara etnis ini sudah umum terjadi di masyarakat Indonesia. Perkawinan antar etnis terjadi selain karena adanya rasa saling mencintai juga harus dilandasi rasa toleransi dan menghargai yang kuat satu sama lain. Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk mengetahui proses penyesuaian perkawinan antar etnis Jawa dan Etnis Gorontalo, faktor-faktor keberhasilan penyesuaian perkawinan antar etnis serta hambatan-hambatan dalam perkawinan antar etnis. Tentu saja, penelitian ini akan berusaha mendeskripsikan “Perkawinan Antar Etnis”. Penelittian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk, waktu penelitian selama 6 bulan di lakukan di Kecamatan Wonosari. Kata kunci
: Penyesuaian Perakwinan, Perkawinan Antar Etnis
** Latar Belakang Masalah Perkawinan antara etnis bangsa telah banyak terjadi di Indonesia, khusunya terjadi di daerah Gorontalo. Perkawinan antara etnis yang berbeda yang merupakan salah satu akibat dari adanya hubungan sosial yang terjadi pada masyarakat yang terdiri dari bermacammacam etnis, juga tidak terlepas dari adanya interaksi antara satu etnis dengan etnis lainnya. Kejadian yang demikian dalam interaksi sosial adakalnya mengandung arti yang positif,
1
Fera adalah seorang mahasiwa angkatan pertama Sosiologi fakultas ilmu sosial, kini Semester akhir, Nim 281409098 Di Universitas Negeri Gorontalo. Meneliti Tentang Perkawinan Antar Etnis
tetapi ada juga yang bersifat negatif nantinya dalam menyatakan identitas etnis dari masingmasing individu yang telah melakukan ikatan perkawinan. Pada saat ini perkawinan antara etnis yang terjadi di mana-mana terjadi juga antara etnis Gorontalo dengan etnis Jawa yang pada saat ini marak terjadi di kecamatan Wonosari kabupaten Boalemo. Di mana masyarakat kecamatan Wonosari terdiri dari bermacam-macam etnis. Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan. Pernyataan yang termasuk dalam UU No. 1 Tahun 1974 di atas menggambarkan secara gamblang tentang arti pentingnya suatu ikatan perkawinan sekaligus memberikan perlindungan secara hukum bagi warga negara yang melaksanakannya. Sehubungan dengan pengertian perkawinan di atas, perkawinan terbagi menjadi dua yakni perkawinan eksogami dan perkawinan endogami.3 1. Perkawinan eksogami Secara umum pada bangsa-bangsa di dunia ini dikenal dengan adanya larangan mengadakan hubungan perkawinan diantara keluarga yang dekat pertalian darahnya, larangan ini terutama berlaku didalam keluarga sendiri misalnya ayah dan anaknya perempuan, kakak dan adik dan sebagainya. Di mana saja keluarga sama harus eksogami yaitu perkawinan yang terjadi di luar lingkungan keluarga sendiri. Pandangan terahdap keharusan ini disebutincost atau kejahatan darah. Dan menurut kepercayaan umum hal ini akan mendatangkan malapapetaka dan bencana alam yang besar. Bencana ini hanya dapat ditolak dengan menjatuhi hukuman yang berat kepada mereka yang melakukan incost. 2
Uud Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 tetang Perkawinan
3
Abu, Ahmad. 1986. Antropologi Budaya. Surabaya. Pelangi. Hal : 107
Eksogami mengandung arti bebas artinya orang dari suatu clen bebas memilih jodohnya yang berarti dari clen mana jodonya itu harus dipilih, sudah ditentukan sebelumnya. 2. Perkawinan endogami Endogami mengandung arti seorang laki-laki diperbolehkan kawin denngan golongan atau suku sendiri. Sistem ini sering dikenal dengan suatu keharusan dan sering pula hanya merupakan suatu keutamaan. pelanggaran terahadap hal ini memang sering menimbulkan rasa kecewa akan tetapi bukan merupakan suatu kejahatan. Meskipun dalam suku iti endogami, namun larangan dengan anggota keluarga pun tetap ada. Maksud perkawinan endogami adalah untuk menjaga laki-laki sebagai suami tetap diam (bertempat tinggal) di dasarnya. Mungkin juga supaya warisan masih tetap dipengang dalam lingkungannya sendiri atau juga menjaga kemurnian dari golongan itu sendiri. Keadaan masyarakat Kecamatan Wonosari yang majemuk serta didukungnya oleh perubahan pola pikir yang menjadi lebih terbuka, membuat perkawinan antara etnis Jawa dan etnis Gorontalo pun menjadi lazim terjadi. Perbedaaan nilai-nilai, bahasa, agama, adat, istiadat, karakteristik dan identitas yang dianut oleh kedua mempelai tak ayal menimbulkan permasalahan anatara golongan yang bila tidak diselesaikan akan menimbulakan konflik antara etnis. Upacara perkawinan merupakan suatu ritual peralihan bagi setiap pasangan. Setiap pemuda dan pemudi dewasa secara ritual memasuki kedudukan kedewasaan dengan hak-hak dan kewajiban baru. Perkawinan antar etnis (intercultural marriage) adalah perkawinan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Budaya menjadi suatu aspek yang penting dalam perkawinan, di mana pasangan tersebut tentu memiliki dalam hal nilainilai budaya yang dianut, menurut keyakinan dan kebiasaan, serta adat istiadat dan gaya
hidup budaya. Di dalam perkawinan juga disatukan dua budaya yang berbeda, latar belakang yang berbeda, suku yang berbeda.4 Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk mengetahui proses peyesuan pekawinan antar etnis, factor-faktor pendorong terjadinya perkawinan antar etnis serta hambatanhambatan dalam perkawinan antar etnis. Tentu saja, penelitian ini akan berusaha mendeskripsikan “Perkawinan Antar Etnis ”. *** Penyesuaian Perkawinan Antar Etnis Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Dalam penyesuaian perkawinan tidaklah mudah, karena banyak mengalami hambatan-hambatan karena perkawinan merupakan sesuatu hal sangat sakral dan menyatukan dua insan yang berbeda. Terutama perkawinan yang berlatar belakang yang berbeda etnis. Dalam suatu perkawinan, selain cinta kasih juga memerlukan saling pengertian yang mendalam antara individu, kesediaan untuk saling menerima kelebihan maupun kekurangan pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya.
Penyesuaian perkawinan merupakan suatu proses adaptasi antara pasangan suami istri, misalnya melakukan penyesuaian komunikasi, penyesuaian hidup bersama, penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan dan segala penyesuaian-penyesuaian yang bertujuan agar tidak terjadi konflik-konflik dalam rumah tangga.
Pola penyesuaian pada pasangan yang menikah berbeda etnis merupakan suatu hal yang
sangat unik dan universal karena setiap individu maupun setiap pasangan yang
menikah berbeda etnis mau tidak mau harus menghadapi masalah-masalah atau kesulitan4
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2006/Artikel_10500255.pd f
kesulitan dalam kehidupannya sehingga perlu memerlukan penyesuaian. Setiap sumber masalah dapat berubah-ubah pada tiap saat kehidupan, untuk itulah diperlukan penyesuaian dalam perkawinan. Pada saat pasangan suami istri menikah, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, keyakinan, sikap dan gaya penyesuaian masing-masing ke dalam perkawinan tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda-beda, tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian sehingga harapan dari tiap-tiap pasangan bisa terpenuhi.
Seperti Hasil wawancara dengan Arifin Suleman dan Sri Sulastri (Pasangan yang menikah berbeda etnis Jawa dan etnis Gorontalo).
Penyesuaian dalam perkawinan yang berlatar belakang berbeda etnis sangatlah penting karena pasangan yang menikah berbeda etnis ini akan memasuki suatu lingkungan sosial yang baru.5 Berdesarkan salah satu hasil penelitian, penyesuaian perkawinan yang berlatar belakang berbeda etnis sangatlah penting. Pasangan yang berlatar belakang berbeda etnis ini akan memasuki suatu lingkungan sosial yang baru dan proses penyesuaian pekawinan antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo memiliki faktor-faktor pendorong penyesuaian perkawinan antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo.
**
Faktor-faktor Pendorong Penyesuaian Perkawinan Antar Etnis Masyarakat kecamatan Wonosari terbentuk oleh perpaduan antara berbagai etnis.
Maka terjadilah perkawinan antar etnis. Dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh informan di atas maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan yaitu:
5
Arifin Suleman dan Sri Sulastri Wawancara Tanggal 22 Maret 2013 Tentang Penyesuaian Perkawinan
1. Faktor Sosial Secara umum manusia merupakan makhluk yang menghendaki adanya kebersamaan dan hidup berdampingan dalam satu komitmen sebagai makhluk sosial tidak mampu bertahan tanpa bantuan orang lain atau sesamanya guna mengembangkan potensi yang dimiliki. Hal tersebut dapat terlihat dalam masyarakat Kecamatan Wonosari, yang mana dalam kehidupan sehari-hari mereka telah mencerminkan adanya suatu bentuk hubungan diantara mereka yang berlatar belakang berbeda etnis. Hubungan antar etnis yang terjadi pada masayarakat Kecamatan Wonosari terjadi antar etnis baik antar individu dengan individu, kelompok dengan kelompok maupun individu denngan kelompok yang berjalan dengan baik dan mencerminkan suatu hubungan sosial yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dan apa yang diugkapkan oleh informan Arifin Suleman dan Sri Sulastri (Pasangan Yang Menikah Berbeda Etnis Jawa dan Gorontalo ) bahwa: Masyarakat yang ada di sini meskipun terdiri dari berbagai macam etnis namun kami dapat hidup berdampingan dengan rukun. Hubungan kami tidak hanya terbatas dengan sesama etnis saja namun dengan etnis-etnis yang berbeda juga. Misalnya dengan adanya perkawinan antar etnis yang ada di sini.6
Keterangan informan di atas tersebut dapat menggambarkan terjadinya suatu hubungan sosial yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Wonosari meskipun terdiri dari berbagai macam etnis yang berbeda dan dengan adanya perkawinan antra etnis ini akan membuat hubungan antar masyarakat yang berbeda ini lebih bisa menerima perbedaanperbedaan yang ada. 2. Latar Belakang Budaya
6
Arifin Suleman dan Sri Sulastri Wawancara Tanggal 22 Maret 2013 Tentang Faktor-faktor Penyesuaian Perkawinan Antar Etnis
Memahami budaya yang berbeda dengan kita bukanlah hal yang mudah, karena kita dituntut untuk mau mengerti realitas budaya orang lain. Dalam proses memahami ini, tidak jarang terjadi prasangka terhadap etnis yang berbeda. Prasangka terhadap etnis merupakan sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Prasangka etnis didalam suatu masyarakat bisa dilihat melalui ada tidaknya sterotip etnis negatif yang berkembang di masyarakat. Stereotip-stereotip negatif yang diletakaan pada etnis tertentu merupakan wujud dari adanya prasangka. Hal ini juga seperti hasil wawancara yang diungkapkan oleh informan Wijan Ibrahim (Masyarakat sekitar pasangan yang menikah antar etnis) bahwa: Persamaan latar belakang budaya antara suami dan istri merupakan hal yang baik, sedangkan jika terdapat perbedaan latar belakang maka hal tertentu ini dapat menyulitkan penyesuaian dalam pernikahan. Suami dan istri dengan latar belakang budaya yang berbeda akan mengalami kesulitan berkomunikasi.7
Dari pendapat informan di atas menggambarkan latar belakang budaya merupakan salah satu faktor yang bisa menyesuaiakan perkawinan yang berlatar belakang budaya. Dan latar belakang budaya ini biasanya membawa pandangan pada masyarakat bahwa hanya orang yang berlatar belakang etnis yang sama saja yang bisa melakukan perkawinan karena tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian. 3.
Penyesuaian Terhadap Keluarga Pernikahan bukan hanya penyatuan antara satu individu dengan individu yang lain.
Namun, pernikahan merupakan penyatuan antara dua individu yang berbeda beserta seluruh keluarga besar dari pasangan tersebut.
7
Wijan Ibrahim Wawancara Tanggal 24 Maret 2013 Tentang Faktor-faktor Penyesuaian Perkawinan Antar Etnis
Pasangan suami istri harus mampu menyesuaiakan diri dengan anggota keluarga pasangan yang memiliki perbedaan dengan dirinya baik perbedaan budaya, nilai, latar belakang dan pendidikan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh informan Nurwinta Biya, S.Pd (Yang melakukan perkawinan antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo) bahwa: Dalam melakukan penyesuaian perkawinan penyesuain-penyesuaian yang dilakukan termasuk juga penyesuaian tehadap keluarga pasangannya juga karena penyesuaian terhadap keluarga sangat penting dan penyesuaian yang dilakukan dengan keluarga sangat mudah. Misalnya menyesuaiakan bahasa dan kebiasan-kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga pasangan.8
Latar belakang keluarga kedua belah pihak dapat dipungkiri dan pastilah ini sangat memegang peranan penting. Yang termasuk disini antara lain suku, bangsa, ras, agama, sosial, kondisi ekonomi, pola hidup dan sebagainya. Namun bukan berarti pasangan dengan latar belakang yang sangat berbeda dan bertolak belakang tidak mungkin bersatu. Hanya saja mereka mesti lebih siap dituntut untuk berupaya lebih keras dalam proses penyesuaian diri. Untuk itu, ketika kita sudah menentukan pasangan hidup kita yang mungkin berbeda latar belakang seperti yang disebutkan diatas, maka tentunya hal yang sangat penting dan perlu ekstra hati-hati dalam menjalani kehidupan rumah tangga adalah proses penyesuaian diri. Memahami dan menyesuaikan perbedaan itu antara pasangan, orang tua pasangan kita dan keluarga dari pasangan kita. 4. Pendidikan Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam masyarakat sebab pendidikan senantiasa memberikan andil yang cukup besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan serta menjaga bangsa dari perpecahan. Adanya kualitas pendidikan maka kemampuan, kreatifitas, keuletan dan daya krits akan mewujudkan suatu kemajuan dalam segala aspek
8
Nurwinta Biya Wawancara Tanggal 24 Maret 2013 Tentang Faktor-faktor Penyesuaian Perkawinan.
kehidupan. Sumber daya manusia yang handal sangat diperlukan adannya peningkatan mutu pendidikan. Hal tersebut sama dengan yang di ungkapakan oleh informan caning samadi (Masyarakat sekitar yang melakukan perkawinan antar etnis) Dengan berpendidikan sesorang lebih bisa menghargai dan mengetahui tentang perbedaan terutama dalam suatu penyesuaian perkawinan maka dari itu pendidikan juga berperan penting dalam proses penyesuaian perkawinan.9
Keterangan informan di atas tersebut dapat menggambarkan dengan pendidikan dapat menciptakan hubungan antra etnis yang berbeda terutama dalam perkawinan antar etnis dan dapat menyadarkan masayarakat dari sebuah kehidupan nasional walaupun berbeda kita adalah satu rumpun. ** Hambatan-hambatan Perkawinan Antar Etnis Fenomena terjadinya perkawinan antar etnis di Kecamatan Wonosari bukan merupakan hal baru, sejak zaman dahulu perkawinan antar etnis merupakan sarana assimilasi yang sangat efektif sebagai pengenalan suatu budaya terutama perkawinan antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo.
Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena adanya miss communication diantara kedua belah pihak yang terjalin dalam ikatan perkawinan, miss communication terjadi antara lain karena adanya perbedaan etnis. Seseorang yang akan memasuki suatu kebudayaan yang baru dengan budaya-budaya yang baru akan kaget dengan apa yang akan di alaminya.
Beberapa pendapat informan yang ditemui di lapangan mengenai hambatan-hambatan terhadap perkawinan yang berbeda etnis yaitu: 9
Caning Samadi Wawancara Tanggal 25 Maret 2013 Tentang Faktor-faktor Penyesuaian Perkawinan Antar Etnis
Hasil wawancara dengan Wijan Ibrahim (Masyarakat sekitar yang melakukan perkawinan antar etnis) yaitu:
Perkawinan antar etnis yang ada di Kecamatan Wonosari sering mendapat kesulitan atau menemui hambatan-hambatan, antara lain juga disebabkan oleh adanya anggapan jika seseorang menikah dengan orang di luar etnisnya sendiri akan memerlukan waktu yang lama untuk mengadakan penyesuaianpenyesuaian antara pasangannya sendiri. Sementara itu, kalau seseorang menikah dengan orang dalam lingkungannya sendiri atau etnis yang sama, tidak akan ada masalah dengan proses penyesuaiannya.10 Selain itu adanya keengganan seseorang menikah dengan orang lain di luar etnisnya sendiri karena perbedaan bahasa, memang antar etnis Jawa dengan etnis Gorontalo samasama dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, akan tetapi tidak jarang terjadi, jika salah satu pihak bercakap-cakap dengan temannya atau kerabatnya yang menggunakan bahasa etnisnya sendiri, maka pihak pasangannya itu merasa tersinggung.
Hasil wawancara dengan informan Nurwinta Biya dan Briptu Suwarno (Pasangan yang menikah antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo)
Perbedaan etnis biasanya membawa pada perbedaan bahasa, sehingga ada istilah yang tidak diketahui pasangan dan ada juga yang sama namun berbeda makna. Dalam perkawinan antar etnis, masalah yang juga muncul lebih banyak dirasakan oleh anak atau keturunan hasil perkawinan antar etnis yang berbeda yang dibelenggu oleh ketentuan adat dari masing etnis, karena anak akan mengalami kebingungan kebudayaan mana yang akan dipilih. Misalnya saya dan suami saya menginginkan anak-anak saya dapat menguasai kedua bahasa yang kami miliki tapi kenyataannya anak-anak hanya bisa mengusai atau menonjolkan salah satu bahasa saja.11 Sulitnya terjadi perkawinan antar etnis ini juga kadangkala didasari streotip yang berlebihan, dimana ada pihak-pihak tertentu merasa bahwa hanya orang dalam etnisnya atau
10
Wijan Ibrahim Wawancara Tanggal 24 Maret 2013 Tentang Hambatan-hambatan dalam Perkawinan Antar Etnis Jawa dan Gorontalo 11 Nurwinta Biya dan Briptu Suwarno Wawancara Tanggal 24 Maret 2013 Tentang Hambatan-hambatan Dalam Perkawinan Antar Etnis Jawa dan Etnis Gorontalo
kelompoknya sendirilah yang lebih pantas menikah dengannya, sedangkan orang di luar etnisnya dianggap tidak pantas.
Hasil wawancara dengan informan Drs. Tuan Moh. Muchlis (Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Wonosari) bahwa: Perkawinan antara seseorang yang beretnis Jawa dan beretnis Gorontalo biasanya terbentur dengan adanya kebudayaan-kebudayaan dari etnis Gorontalo jika menikah sering dengan adanya mahar yang cukup tinggi terutama jika seorang perempuan yang memiliki jabatan atau pekerjaan maharnya akan lebih tinggi lagi dan biasanya perkawinan antar etnis ini dapat dirasakan pada etos kerja dari kedua pasangan tersebut. Dengan adanya perkawinan antar etnis jika seorang laki-laki Jawa menikah dengan seorang perempuan Gorontalo akan mengerjkan pekerjaan sama-sama karena seorang laki-laki akan merasa malu jika ada seorang perempuan bekerja dan seorang perempuan Gorontalo menikah dengan laki-laki Jawa maka akan berubah, yang tadinya seorang perempuan Gorontalo manja akan lebih rajin dalam bekerja namun jika seorang laki-laki Gorontalo dan seorang perempuan Jawa tetap perempuannya akan dimanja 12.
Dengan menikah, akan banyak hal baru yang akan ditemukan oleh individu pada diri pasangannya. Individu harus mulai belajar untuk saling menyesuaikan diri agar dapat menerima pasangannya apa adanya. Bila tidak maka akan timbul konflik. Kita berbagi hidup dengan pasangan. Setiap tindakan kerap diilhami oleh subjektifitas diri apa yang dianggap normal oleh satu pihak, mungkin tidak normal bagi pihak lain. Bagi seseorang, melalui hidup secara rutin dengan cara tertentu tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi bagi pasangan yang berbeda budaya, situasi tadi, jadi baru dan melaluinya dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Keadaan masyarakat Kecamatan Wonosari yang majemuk serta didukungnya oleh perubahan pola pikir yang menjadi lebih terbuka, membuat perkawinan antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo pun menjadi lazim terjadi. Perbedaaan nilai-nilai, bahasa, agama, adat, 12
Drs. Tuan Moh. Muchlis Wawancara Tanggal 18 Maret 2 013 Tentang Hambatan-hambatan dalam Perkawinan Antar Etnis Jawa dan Etnis Gorontalo
istiadat, karakteristik dan identitas yang dianut oleh kedua mempelai tak ayal menimbulkan permasalahan antar golongan yang bila tidak diselesaikan akan menimbulakan konflik. Upacara perkawinan merupakan suatu ritual peralihan bagi setiap pasangan. Setiap pemuda dan pemudi dewasa secara ritual memasuki kedudukan kedewasaan dengan hak-hak dan kewajiban baru.
Di dalam menghadapi kehidupan rumah tangga terutama rumah tangga yang berlatar belakang berbeda etnis diharuskan selalu mengedepankan sikap saling mengerti, menghargai, dan saling membantu satu sama lain sehingga semua masalah yang muncul dapat dihadapi dan diselesaikan dengan baik.
Dalam perkawinan antar etnis Jawa dan etnis Gorontalo terjadi proses assimilasi, assimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorang atau kelompokkelompok dan juga meliputi usaha-usaha untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Assimilasi sebagai proses sosial yang timbul bila ada kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayannya, individu-individu sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu relative yang lama, kebudayan-kebudayan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaian diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses assimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.
Proses assimilasi ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat diantara perorangan atau kelompok-kelompok. Bila individuindividu melakukan assimilasi dalam suatu kelompok, berarti budaya individu-individu atau
kelompok melebur dan dalam satu proses assimilasi ini tercermin pada perkawinan antar etnis di mana terjadi suatu proses penyatuan.
Menurut aspek sosial budaya faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan terletak dalam hal saling memberi dan menerima, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta kemampuan menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagiaan dalam hidup berumah tangga akan tercapai. Sedangkan menurut aspek sosial budaya faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan terletak dalam hal baik suami maupun istri tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal pernikahan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya diantara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam rumah tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan, perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan, yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga, sehingga masing-masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan antar etnis yaitu suatu proses menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada antara pasangan yang berlatar belakang berbeda etnis baik berupa kebudayaan, pandangan hidup serta penyesuaian terhadap hidup atau hal-hal baru serta penyesuaian terhadap komunikasi agar mencapai kebahagaian dan harapan-harapan dalam perkawinan dapat terpenuhi. DAFTAR PUSTAKA Abu, Ahmad. 1986. Antropologi Budaya. Surabaya. Pelangi
Anshary, H. M. 2010. Hukum Perkawinan Di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Asri, Ayu. 2011. Kehidupan Anak Dari Hasil Perkawinan Campuran (Studi Kasus: Status dan Hak Waris Anak Dari Perkawinan Laki-Laki Minangkabau dengan wanita Batak di Jorong Pasar Rao Pasaman. Universitas Andalas. Padang : Skripsi Dewi, P.S. 2012. Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya (Studi In Depth Interview Tentang Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya Dalam Mendidik Anak. Skripsi Evalina. 2007. Perkawinan Pria Batak Toba dan Wanita Jawa di Kota Surakarta Serta Akibat Hukumnya Dalam Pewarisan. Alumni, Semarang : Skripsi Diakses 28 Desember 2012 http://eprints.undip.ac.id/17269/1/EVALINA.pdf Garna, Judistira K. 1999. Metoda Penelitian: Pendekatan Kualitatif, Bandung: Primaco Akademika Habib, Achmad. Dinamika Hubungan Antara Etnik di Pedesaan. Diakses 28 Desember 2012 (http://elka.umm.ac.id/artikal.16.htm) Koentjaraningrat. “Beberapa Dasar metode Statistik dan Sampling Dalam Penelitian Masyarakat” dalam Koentjaraningrat (Redaksi). 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Edisi ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama -------------------------. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. PT. Rineka Cipta Maran, Rafel. R. 2007. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta. PT Rineka Cipta Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya Nana, Fitriana. 2012. Masalah Pencatatan Beda Agama. Jakarta. Universitas Indonesia. Tesis
Prabowo, MR. 2009. Penyesuaian Perkawinan Pada Pasangan Yang Berlatar Belakang Etnis Batak Dan Etnis Jawa. Universitas Gunadarma : Artikel. Diakses 28 Desember 2012 http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2006/Artikel_10500 255.pdf Rusidi, 2000. Metodologi Penelitian Masyarakat (Kumpulan Materi Kuliah). Bandung : Program Pascasarjana Unpad Saragih, E.F. 2008. Dinamika Etnosentrisme Pria Etnis Tionghoa Yang Menjalani Perkawinan Campur. Universitas Sumatera Utara. Medan : Skripsi Soekanto, Soejono . 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudjarwo. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Mandar Maju Suprayogo Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta --------------.2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D ). Bandung. Alfabeta Syani, Abdul. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Bandar Lampung. PT Pustaka Jaya Tan, Mely G. 1984. Segi-Segi Sosial Budaya Kebiasaan Pangan di Indonesia, dalam: Maluku dan Irian Jaya, Jakarta: Buletin Leknas, Vol. III. No.1. Undang-undang No 1 Tahun 1994 Tentang Perkawinan Walgito, Bimo. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta. Andi Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung. PT Refika Aditam