N0N LINEAR MODEL SISTEM TRANSPORTASI DAN PENGENDALIAN KONSUMSI BBM KOTA SEDANG Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, MT Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Semarang, Email:
[email protected]
ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi nasional berpengaruh terhadap kepemilikan kendaraan bermotor yang akhirnya meningkatkan konsumsi BBM. Pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor didominasi oleh pertumbuhan kendaraan jenis sepeda motor. Penelitian ini bertujuan menganalisis dan mengidentifikasi karakteristik konsumsi BBM, sistem transportasi kota dan menganalisis hubungan dan pengaruh sistem transportasi kota sedang terhadap konsumsi BBM. Analisisnya menggunakan multivariable analysis. Teknik analisis data diantaranya: Analisis Korelasi, Regresi Multivariabel dengan menggunakan perangkat lunak R. Hanya 15,67% dari seluruh kota di Jawa dikonsumsi di kotakota sedang (13 kota). Variabel sistem transportasi kota yang berpengaruh kuat terhadap konsumsi BBM adalah Jumlah penduduk, mobil penumpang umum, dan mobil penumpang pribadi. Pengaruh kepadatan penduduk netto tidak terlalu besar, semakin tinggi kepadatan penduduk, semakin tinggi konsumsi BBM. Metode ini dapat dikembangkan untuk mengendalikan konsumsi BBM dengan peningkatan pelayanan angkutan umum berkualitas dan handal, trayek yang efisien, peningkatan potensi kota, mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan penataan land use, transformasi transportasi ke teknologi informasi. Kata kunci: konsumsi, BBM, tipologi kota, sistem transportasi, hubungan
ABSTRACT The national economy development affects the vehicle ownership which ultimately increases fuel consumption. The rise of the vehicle ownership is dominated by the increasing number of motorcycles. This research aims to analyze and identify the characteristics of fuel consumption, the city transportation system, and to analyze the relationship and the effect of the city transportation system on the fuel consumption. A multivariable analysis is used in this study. The data analysis techniques include: a Corelational Analysis, a Multivariate Regression Analysis by using the R software. Only 15,67% of fuel on Java is consumed in moderate cities (13 cities). The city transportation system variables that strongly effect the fuel consumption are population, private vehicles, length of road, vehicles for goodsand land use. This method can be developed to control the fuel consumption by considering the urban transport system and city tipology. The effect can reducing subsidy on the fuel consumption, increasing health, increasing state economic. Keywords : consumption, fuel, city typology, transportation, system
1.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi nasional berpengaruh terhadap kepemilikan kendaraan bermotor yang akhirnya meningkatkan konsumsi BBM (Marcotullio, 2007). Pada tahun 1983, Indonesia mempunyai jumlah kendaraan bermotor 5 juta unit, tahun 2003 tumbuh secara cepat hingga mencapai lebih dari 20 juta unit atau 7,2% per tahun (Departemen ESDM, 2004). Pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor didominasi oleh pertumbuhan kendaraan jenis sepeda motor. Departemen Energi Sumber Daya Mineral (2004) menyatakan bahwa penggunaan BBM untuk transportasi di Indonesia melonjak secara tajam. Jika pada tahun 1993 konsumsi BBM sekitar 200 juta setara barel minyak (sbm), pada tahun 2003 menjadi dua kali lipat yakni 400 juta sbm. Konsumsi BBM sektor industri relatif tetap apabila dibandingkan dengan konsumsi BBM sektor transportasi (Departemen
ESDM, 2004). Hal ini berarti sektor transportasi merupakan konsumen yang paling banyak menggunakan BBM (Official Nebraska Government Website, 2003), yakni sekitar 50% dari konsumsi BBM dunia, transportasi jalan raya di Negara maju mengkonsumsi sekitar 80% dari keseluruhan konsumsi BBM sektor transportasi. Di negara berkembang konsumsi energi 70 % di sektor transportasi (Riley, 2006). Sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar dan dalam status quo, kebutuhan BBM lebih besar dibandingkan kemampuan pemerintah menyediakan subsidi (Tim Pemantau dan Evaluasi Kinerja Transportasi Nasional/ TPEKTN, 2008). Oleh karena itu konsumsi BBM untuk transportasi jalan raya selayaknya mendapat perhatian, seperti contohnya penghematan energi dengan kebijakan yang lebih bermanfaat (Breheny, 1992) atau dengan meningkatkan kesadaran akan masalah konsumsi energi secara berkelanjutan (Regional Office for Europe, 2002). Peningkatan sistem transportasi kota khususnya yang dipicu oleh peningkatan pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi memberikan dampak negatif terhadap kota, seperti: kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, pemanfaatan ruang, kelestarian lingkungan (emisi gas buang, pencemaran udara, eksploitasi sumber energi, dan sebagainya). Hal ini terjadi di kota-kota besar negara maju dan di kota - kota besar negara berkembang, seperti Rio de Jenairo, Mexico City, Jakarta, New Dehli, Bangkok. Dalam penyelenggaraan sistem transportasi kota, kendaraan bermotor adalah pengguna langsung BBM (kecuali pedestrian dan kendaraan tak bermotor). Guna menekan konsumsi BBM perlu dilakukan usaha untuk mengetahui pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM. Stopher dan Meyburg (1987), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sistem transportasi kota dan konsumsi BBM yang belum terungkap faktor-faktor pengaruhnya. Tipologi kota dan sistem transportasi kota saling berpengaruh. Parameter tipologi kota yang ditinjau dalam hal ini berupa permintaan (demand), antara lain: kepadatan penduduk, jumlah penduduk, tata guna lahan dan PDRB. Sedangkan parameter sistem transportasi kota dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu: penawaran (supply): panjang jalan, pola jaringan jalan, kondisi jalan, angkutan umum penumpang, angkutan barang dan panjang trayek angkutan umum. Adapun permintaan (demand): kendaraan pribadi. Suatu hal yang masih langka ditemukan di kota berkembang khususnya di Indonesia adalah penelitian tentang konsumsi BBM dengan mengunakan variabel sistem transportasi kota yang dipresentasikan dengan model. Penelitian yang menghasilkan model pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM di kota berkembang, diharapkan
menghasilkan model makro, yang bermanfaat bagi basis pengambilan keputusan dan kebijakan nasional, berdasarkan penelitian yang memiliki yustifikasi yang kuat. Penelitian ini bermaksud menciptakan perangkat dalam membantu perencana dan perancang sistem transportasi kota untuk mengetahui pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan dalam penelusuran pustaka ini memuat lebih rinci tentang berbagai pengetahuan dengan tiga sasaran. Pertama, mengemukakan pengetahuan dan pengalaman yang memberikan kejelasan dan penguatan pernyataan yang telah diungkapkan di pendahuluan (khususnya penguatan berbagai pernyataan latar belakang dan alasan memilih topik penelitian). Kedua, memuat hasil penelusuran berbagai pengetahuan teoritis dan konseptual yang dianggap relevan dengan penelitian ini, seperti konsep sistem transportasi kota, tipologi kota, konsumsi BBM, faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM. Penelusuran tersebut dimanfaatkan sebagai pengayaan wawasan dan bekal pengetahuan (background knowledge) yang relevan dengan penelitian, menjelaskan pengetahuan teoritis dan pragmatis dari penelusuran sistem transportasi kota, tipologi kota dan konsumsi BBM baik yang dialami dunia (secara global), kota-kota tertentu yang ada di luar negeri maupun kota-kota di Indonesia. Studi pustaka digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang: (a) sumber dan unsur sistem transportasi kota; (b) tipologi kota; (c) konsumsi BBM. Hasil kajian silang tersebut untuk memperoleh pengetahuan tentang parameter, faktor, dan variabel, juga untuk memperoleh informasi dan dukungan (justification of researh) tentang peluang-peluang penelitian dari parameter yang belum banyak disentuh dan belum dilakukan di negara berkembang, seperti model sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM yang dianggap merupakan kunci dari sistem transportasi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 2.1. Konsep Sistem Transportasi Kota Transportasi merupakan usaha
memindahkan,
menggerakkan,
mengangkut,
atau
mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain agar objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tertentu. Pengertian tersebut di atas dapat diartikan bahwa transportasi merupakan proses perpindahan, proses gerakan, proses pengangkutan, dan pengalihan yang tidak dapat dilepaskan dari alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses sesuai dengan waktu yang diinginkan (Miro, 2005).
2.2. Konsep Tipologi Kota Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota yang dipandang sebagai wadah, terdapat manusia yang di dalamnya sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dengan lingkungan. Produk interelasi tersebut menghasilkan pola keteraturan penggunaan lahan yang mengakibatkan munculnya teori struktur kota (Rodrigue, 2004). Kota bisa dibahas dari berbagai sudut pandang. Morpologi kota adalah ruang publik kota, seperti alun-alun, ruang kota, jalan utama. Bentuk kota pada dasarnya terjadi akibat proses interaksi antar penghuninya. Individu dalam masyarakat kota tidak terisolasi dalam kegiatan individual, tetapi terinteraksi dalam bentuk ruang kota. 2.3. Konsep Konsumsi BBM Energi fosil adalah jenis energi yang tak terbarukan (unrenewable), jenis energi tersebut selama ini dikenal sebagai BBM. Sementara ini, cadangan BBM terbatas sifatnya, karena merupakan energi yang tak terbarukan, pada saatnya akan tidak dapat mencukupi kebutuhan atau bahkan habis sama sekali (Departemen Perhubungan Darat, 2008). Oleh karena itu perlu adanya penghematan konsumsi BBM secara nasional terutama sektor transportasi darat. BBM merupakan suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan tujuan untuk mendapatkan energi atau tenaga yang merupakan hasil dari proses distilasi minyak bumi (crude oil) menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Jenis BBM antara lain: avgas, bensin premium, karosen, avtur, solar dan diesel serta minyak bakar. Konsumsi BBM dalam penelitian ini yang ditinjau adalah jenis premium dan solar, karena kendaraan bermotor di Jawa (data tahun 2007 dan 2008) lebih banyak menggunakan BBM jenis premium dan solar.
3.
METODA PENELITIAN
Seperti telah diutarakan dalam studi pustaka bahwa penelitian ini akan melibatkan banyak variabel dan data, maka perhatian tertuju pada teknik analisis variabel multivariate (multivariate analysis) yakni suatu metode aplikasi yang berhubungan dengan jumlah besar pengukuran (variabel) yang dibuat pada setiap objek dalam satu atau lebih data secara simultan. Sedangkan analisis pengembangan model nonlinear dilakukan dengan bantuan perangkat lunak R (nonlinear least square). Untuk menentukan variabel bebas mana yang harus dimasukkan dalam model nonlinear least square (nls), digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, adalah fungsi produksi yang melibatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan. Diagram proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Diagram Proses Penelitian
Lokasi kota penelitian adalah kota-kota sedang ( 13 kota) di Jawa terdiri dari: Magelang, Salatiga, Pekalongan, Tegal, Kediri, Blitar, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Madiun, Sukabumi, Cirebon, Yogyakarta.
Gambar 2. Lokasi Penelitian 4.
PEMBAHASAN
4.1. Data Konsumsi BBM Data konsumsi BBM yang diambil adalah premium dan solar. Data konsumsi BBM diambil pada tahun 2007 dan 2008 berdasarkan pembelian SPBU ke Pertamina tiap kota per tahun. Konsumsi BBM total kota sedang di Jawa berkisar antara 13.568 kl/th 87.898 kl/th dari seluruh kota di Jawa. Perhitungan konsumsi BBM berdasarkan konsumsi BBM kota per tahun, maka konsumsi BBM berdasarkan pembelian SPBU ke Pertamina diharapkan dapat menggambarkan konsumsi BBM kota. Konsumsi BBM tiap kota/tahun (kilo liter/tahun) dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Sumber: Pertamina (2007 dan 2008) Gambar 3. Konsumsi BBM Tiap Kota Per Tahun (kilo liter/tahun) 2007-2008
4.2. Pengembangan Model Konsumsi BBM Total Kota Model awal untuk konsumsi BBM total di kota sedang di Jawa adalah: Lntot= A0 + A1lnpj + A2lnbu + A3lnmpu + A4lnmpp +A5lnbp + A6lnab + A7lnsm + A8lnkpdt + A9lnjp + A10lnpdrb + A11lnptr + A12lnldt Persamaan di atas dianalisis dengan menggunakan program R. Tabel 1 menunjukkan nilai VIF untuk variabel bebas di persamaan model 1. Nilai VIF variabel bebas ada yang lebih 10 dan kurang dari 10, variabel yang memiliki nilai VIF di atas 10 yaitu variabel Lnbp sebesar 13,5703. Proses selanjutnya, yaitu menghilangkan variabel Lnbp, dan mendapatkan model baru yang tidak memuat variabel tersebut. Tabel 1. VIF(model 1) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 1) - BBM Total Sedang lnpj
lnbu
lnmpu
lnmpp
lnbp
lnab
8,5746
6,9849
7,9751
16,2036
13,5703
28,5118
lnsm
lnkpdt
lnjp
lnpdrb
lnptr
lnldt
28,6893
235,8395
272,2499
3,6421
27,3350
238,0670
Setelah variabel Lnbp dihilangkan, didapatkan model baru seperti Tabel 2. Meskipun telah menghilangkan variabel Lnbp terlihat bahwa nilai VIF variabel bebas masih besar walaupun nilainya tidak sebesar sebelumnya (asumsi non multikolinieritas belum terpenuhi). Pada model ke dua, nilai VIF di atas 10 terdapat pada variabel Lnmpp yaitu sebesar 11,0877. Proses selanjutnya, yaitu menghilangkan variabel Lnmpp, dan mendapatkan model baru yang tidak memuat variabel tersebut.
Tabel 2. VIF(model 2) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 2) - BBM Total Kota Sedang lnpj
lnbu
lnmpu
lnmpp
lnab
lnsm
8,4765
5,4317
6,8365
11,0877
28,3722
28,6855
lnkpdt
lnjp
lnpdrb
lnptr
lnldt
188,1695
235,8310
3,0314
24,9735
185,2707
Setelah variabel Lnmpp dihilangkan, didapatkan model baru seperti Tabel 3. Meskipun telah menghilangkan variabel Lnmpp terlihat bahwa nilai VIF variabel bebas masih besar (asumsi non multikolinieritas belum terpenuhi). Pada model ke tiga, nilai VIF di atas 10 terdapat pada variabel Lnptr yaitu sebesar 18,6121. Proses selanjutnya, yaitu menghilangkan variabel Lnptr, dan mendapatkan model baru yang tidak memuat variabel tersebut. Tabel 3. VIF(model 3) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 3) - BBM Total Kota Sedang lnpj
lnbu
lnmpu
lnab
lnsm
6,8726
4,1411
4,8194
20,6119
27,7890
lnkpdt
lnjp
lnpdrb
lnptr
lnldt
164,0413
226,1631
3,0262
18,6121
174,3893
Setelah variabel Lnptr dihilangkan, didapatkan model baru seperti Tabel 4. Meskipun telah menghilangkan variabel Lnptr terlihat bahwa nilai VIF variabel bebas masih besar walaupun nilainya tidak sebesar sebelumnya (asumsi non multikolinieritas belum terpenuhi). Pada model ke empat, nilai VIF di atas 10 terdapat pada variabel Lnsm yaitu sebesar 11,5888. Proses selanjutnya, yaitu menghilangkan variabel Lnsm, dan mendapatkan model baru yang tidak memuat variabel tersebut. Tabel 4. VIF(model 4) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 4) - BBM Total Kota Sedang lnpj
lnbu
lnmpu
lnab
lnsm
3,9662
2,4006
3,0027
16,2112
11,5888
lnkpdt
lnjp
lnpdrb
lnldt
150,9854
226,1618
2,5907
174,1575
Setelah variabel Lnsm dihilangkan, didapatkan model baru seperti Tabel 5. Meskipun telah menghilangkan variabel Lnsm terlihat bahwa nilai VIF variabel bebas masih besar (asumsi non multikolinieritas belum terpenuhi). Pada model ke lima, nilai VIF di atas 10 terdapat pada variabel Lnkpdt yaitu sebesar 150,2622. Proses selanjutnya, yaitu menghilangkan variabel Lnkpdt, dan mendapatkan model baru yang tidak memuat variabel tersebut.
Tabel 5. VIF(model 5) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 5) - BBM Total Kota Sedang lnpj
lnbu
lnmpu
lnab
3,0447
2,1219
1,6896
2,6687
lnkpdt
lnjp
lnpdrb
lnldt
150,2622
225,1332
2,4630
173,6763
Sesuai Tabel 6 (model 6), terlihat bahwa nilai VIF setiap variabel sudah kurang dari 10. Artinya asumsi non multikolinieritas telah terpenuhi, selanjutnya dipilih variabel yang signifikan. Tabel 7 (model 7) menunjukkan JP merupakan variabel yang signifikan dan dapat digunakan dalam model konsumsi BBM total kota sedang. Tabel 6. VIF(model 6) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 6) - BBM Total Kota Sedang lnpj
lnbu
lnmpu
lnab
1,9497
1,8323
1,6890
1,8320
lnjp
lnpdrb
lnldt
2,5695
1,9024
2,9050
Tabel 7. VIF(model 7 ) Konsumsi BBM Total Kota Sedang vif(model 7) - BBM Total Kota Sedang lnjp 2,5695
4.3. Model Pengaruh Sistem Transportasi Kota Terhadap Konsumsi BBM Kota Sedang Dengan menggunakan program R diperoleh out put sebagai berikut: lm(formula = lntot ~ lnjp)
Residuals: Min
1Q
Median
3Q
Max
-0,77217 -0,11178 0,04507 0,21965 0,32059 Coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) (Intercept) -0,9104
1,8885 -0,482 0,635
lnjp
0,1546 5,958
0,9212
7,94e-06 ***
Signif. codes: 0 '***' 0,001 '**' 0,01 '*' 0,05 '*' 0,1 ' ' 1
Residual standard error: 0,2871 on 20 degrees of freedom Multiple R-squared: 0,6396,
Adjusted R-squared: 0,6216
F-statistic: 35,5 on 1 and 20 DF, p-value: 7,939e-06 Berdasarkan output di atas, didapatkan model: Lntotal = -0,9104 + 0,9212 Lnjp Persamaan di atas dapat juga ditulis dengan : Total = e-0,9104 * JP0,9212
Model konsumsi BBM total kota sedang, memiliki kecocokan model sebesar 0,6396 artinya 63,96 % konsumsi BBM total kota sedang dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk. Sedangkan sisanya 36,04% konsumsi BBM total kota sedang dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil pemodelan pengaruh sistem transportasi kota sedangdi jawa terhadap konsumsi BBM: Total BBM = 0,4024 * JP0,9212 Analog : Premium = 519,1018 * MPP1,1840 Solar = 167,670 * PJ-0,2208 *AB0,2276 * LDT1,0833
Keterangan : JP= jumlah penduduk, MPP= mobil penumpang pribadi; JP= jumlah penduduk, LDT= Luas Daerah Terbangun, AB=Angkutan Barang Dapat dijelaskan bahwa kota dengan jumlah penduduk semakin banyak, konsumsi BBM total semakin tinggi. Untuk mengendalikan konsumsi BBM perlu dilakukan pengalihan penggunaan sepeda motor dan mobil penumpang pribadi (kendaraan pribadi) ke angkutan umum. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diinterpretasikan bahwa perubahan satu persen pada JP menyebabkan perubahan pada konsumsi BBM total kota sedang sebesar 0,9212 persen. Jumlah penduduk sangat kuat berpengaruh terhadap konsumsi BBM total di kota sedang di Jawa, hal ini ditunjukkan oleh hasil model yang terdiri dari variabel jumlah penduduk saja dan nilai pangkat mendekati 1 yaitu sebesar 0,9212.
4.4. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Konsumsi BBM Total Kota Sedang Besarnya pengaruh Jumlah Penduduk terhadap konsumsi BBM Total dapat diukur dengan menggunakan elastisitas. Peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 persen, mengakibatkan kenaikkan prediksi konsumsi BBM Total sebesar 0,9212 persen. Gambar 4 menunjukkan simulasi pengaruh jumlah penduduk pada prediksi konsumsi BBM Total kota sedang.
Gambar 4. Simulasi Pengaruh Jumlah Penduduk pada Prediksi Konsumsi BBM Total Kota Sedang 4.5. Pengendalian Konsumsi BBM Dari hasil model di atas, variabel sistem transportasi yang berpengaruh terhadap konsumsi BBM adalah JP. Dengan demikian, Semakin besar suatu kota semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula konsumsi BBM. Konsep perpindahan orang dari tempat satu dengan tempat lain dari kendaraan penumpang, didasari dari kebutuhan orang dalam melakukan perpindahan atau kehadiran orang untuk kepentingan tertentu, bukan perpindahan dari kendaraan.
KESIMPULAN Pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM : a.
Jumlah penduduk mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap konsumsi BBM total.
b.
Kendaraan pribadi dan umum berpengaruh terhadap konsumsi BBM premium. Model pengaruh sistem transportasi kota sedang terhadap konsumsi Total BBM = 0,4024 * JP0,9212
c.
Mengendalikan konsumsi BBM dengan memperpendek panjang perjalanan orang dan barang dengan cara : penataan land use yang kompak, peningkatan potensi kota, mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan meningkatkan pelayanan angkutan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Breheny, M., 1992, Sustainable Development and Form Europiean, Research in Regional Science, vol 2. Departement ESDM, 2004, Konsumsi Energi di Indonesia Departement Perhubungan Darat, 2008, Perencanaan Umum Pengembangan Transportasi Massal di Pulau Jawa, Jakarta. Miro Fidel, Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta, 2005. Mudjiastuti Handajani, Model of the Urban Transport System in Java on City Fuel Consumption,
World Academi of Science, Engineering and Technology, an
International Journal of Science, Engineering and Technology, WASET, Cemal Ardil, Paris, issue November 2011. Mudjiastuti Handajani, 2012, Model Pengaruh System Transportasi Kota di Jawa Terhadap Komsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) (Disertasi), Semarang. Official Nebraska Goverment Website, 2003, Energy Consumption Transportation Sector, Nebraska. Marcotullio, Peter J., 2007, Limited Provision of Roads as Botleneck on Vihecle, Journal Environment and Pollutan vol.30, no 1, Hunter college CUNY, NY, USA. Regional Office for Europe, 2002, Sustainable Consumption and Transport, United Nations Environment Programme. Robert Q. Riley Enterprise, LLC, Energy Consumption and The Environment, Impact and Option for Personal Transportation, Phonix, 2006. Robert, S.P. and Daniel L.R., 2009, Mikroekonomi, Edisi 6, Jilid 1, P.T. Indeks, Jakarta Rodrigue Jean-Paul, 2004, Transportation and The Environment, Dept. of Economics & Geography Hofstra University, Hempstead, NY, 11549 USA. Stopher Peter R. dan Meyburg Armin H., Urban Transportation Modelling and Planning, Lexington books, London, 1987. Tim Pemantau dan Evaluasi Kinerja Transportasi nasional (TPEKTN), 2008, Urgensi Kebijakan dan Program Komprehensif Dalam Penghematan BBM Transportasi.