Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) 2012, 7 Desember 2012, ISSN 2302 – 9080
MODEL KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) AKIBAT PENGARUH SISTEM TRANSPORTASI KOTA DI JAWA Mudjiastuti Handajani Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Semarang, Email:
[email protected]
ABSTRAK Pertumbuhan konsumsi BBM kota metropolitan lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi BBM kota sedang dan besar, hal ini dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan jumlah penduduk dan PDRB kota metropolitan. Ada keselarasan antara jumlah kendaraan dan konsumsi BBM. Jumlah sepeda motor > 82% dari total kendaraan. Semakin besar PDRB/penduduk, jumlah sepeda motor/total kendaraan, akan menurun. Tipologi kota (tata guna lahan, jumlah penduduk (JP), kepadatan penduduk, PDRB) dan sistem transportasi kota: (jumlah kendaraan pribadi: mobil penumpang pribadi (MPP), bus pribadi dan sepeda motor (SM) ), kendaraan umum (bus umum dan mobil penumpang umum (MPU) ), truk (angkutan barang), panjang jalan (PJ), panjang trayek menjadi pengaruh yang besar bagi konsumsi BBM. Penelitian ini bertujuan menganalisis dan mengidentifikasi karakteristik konsumsi BBM, sistem transportasi kota, tipologi kota dan menganalisis hubungan tipologi kota dan sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM, serta membuat model pengaruh sistem transportasi kota untuk kota-kota di Jawa. Analisis dengan menggunakan multi variate multivariable analysis yaitu, metode aplikasi yang berhubungan dengan jumlah besar. Teknik analisis data diantaranya: Analisis Korelasi, Regresi Multivariabel, program R. Lebih dari 70% BBM dikonsumsi kota metropolitan, kota besar 14,2% dan kota sedang 15,67%. Jumlah sepeda motor, mobil penumpang umum, dan truk adalah variabel sistem transportasi kota yang berpengaruh kuat terhadap konsumsi BBM. Pengaruh luas daerah terbangun juga kuat. Pengaruh kepadatan penduduk netto tidak terlalu besar, semakin tinggi kepadatan penduduk, tidak selalu menurunkan konsumsi BBM/kapita. Model pengaruh sistem transportasi kota di Jawa terhadap konsumsi BBM = 0,1441 * MPU0.1590 * MPP0,2148 * JP0,7659. Kota efisien BBM jika sistem transportasi menggunakan angkutan umum kapasitas besar dan land use yang kompak. Kata kunci: konsumsi, BBM, tipologi kota, sistem transportasi, hubungan
1.
PENDAHULUAN
Faktor-faktor sistem transportasi kota yang mempengaruhi konsumsi BBM antara lain: panjang perjalanan (Andry, 2003; Xiao et al., 2007), jumlah kendaraan (Kenworthy dan Laube, 2002; Andry, 2003; Hayashi, 1996; Dephubdat, 2008; Fwa, 2005), perilaku pengguna jalan (Dephubdat, 2008), panjang jalan (Andry, 2003), kondisi jalan (Dephubdat, 2008), pola jaringan jalan (Goro, 2003: Stead dan Marshall, 2001), kecepatan kendaraan (Sutandi, 2007; Nanang et al., 2008; Rodrigue, 2004; Sukarto, 2006; Taylor dan Linsay, 2004), jenis/teknik mesin (Taylor, 2005; Dephubdat, 2008). Konsumsi BBM kota dipengaruhi oleh sistem transportasi kota (Goro, 2003; Sukarto, 2006). Konsumsi BBM kota juga dipengaruhi oleh tata guna lahan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk (Rodrigue, 2004; Kenworthy dan Laube, 2002; Varameth et al., 2007; Andry, 2003). Variabel-variabel sistem transportasi dimaksudkan untuk menganalisis dan memodelkan konsumsi BBM kota-kota di Jawa. Belum banyak pakar meneliti fenomena tersebut karena bersifat lintas sektoral dan memiliki variabel sangat banyak serta belum diidentifikasi keterkaitannya. Setelah mempelajari konsepsi model dan segala bentuknya, dibutuhkan model yang mampu mendeskripsikan dunia nyata secara lebih sederhana melalui gagasan-gagasan (model abstraksi) dan dituangkan lebih rinci dalam bagan alir (model diagram), kemudian disusun menjadi model
Tr - 83
matematis agar variabel-variabelnya dapat dianalisis secara terukur (model kuantitatif atau model matematis), sehingga lebih mudah dioperasionalkan. Model matematis dalam banyak hal dianggap superior dibandingkan dengan model-model lain, meskipun sebenarnya model-model lain juga memiliki nilai sendiri, bahkan model kualitatif sering menjadi landasan bagi pengembangan model matematis (Meyer, 1999). Pendapat Hensher dan Kenneth (2005), pengembangan model transportasi kota terhadap konsumsi BBM terkait dengan sistem transportasi kota adalah sesuatu yang masih langka. Penelitian dan pemodelan sangat dibutuhkan untuk tujuan yang lebih luas sebagai basis pengambilan keputusan, bagian dari kebijakan yang memerlukan dukungan politis dan pemangku kebijakan terkait. Indonesia pada saat ini belum memiliki model makro yang dikembangkan untuk tujuan seperti tersebut di atas. Untuk pertama kalinya di Indonesia penelitian ini dilakukan. Model pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM ini sangat bermanfaat bagi pemegang kebijakan, berkaitan dengan penyempurnaan sistem transportasi berkelanjutan pada masa akan datang. Guna menekan konsumsi BBM perlu dilakukan usaha untuk mengetahui pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM. Stopher dan Meyburg (1987), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sistem transportasi kota dan konsumsi BBM yang belum terungkap faktorfaktor pengaruhnya. Tipologi kota dan sistem transportasi kota saling berpengaruh. Parameter tipologi kota yang ditinjau berupa permintaan (demand), antara lain: kepadatan penduduk, jumlah penduduk, tata guna lahan dan PDRB. Sedangkan parameter sistem transportasi kota dibagi 2 (dua) bagian yaitu: penawaran (supply): panjang jalan, pola jaringan jalan, kondisi jalan, angkutan umum penumpang, angkutan barang dan panjang trayek angkutan umum. Permintaan (demand): kendaraan pribadi. Penelitian konsumsi BBM mengunakan variabel sistem transportasi kota yang dipresentasikan dengan model adalah suatu hal yang masih langka bagi kota berkembang khususnya di Indonesia. Penelitian bermaksud menciptakan perangkat untuk mengetahui pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM, yang menghasilkan model pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM, menghasilkan model makro, bermanfaat bagi basis pengambilan keputusan dan kebijakan nasional, memiliki yustifikasi yang kuat.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Studi pustaka digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang: (a) sumber dan unsur sistem transportasi kota; (b) tipologi kota; (c) konsumsi BBM; (d) pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM. Hasil kajian silang tersebut untuk memperoleh pengetahuan tentang parameter, faktor, dan variabel, informasi dan dukungan (justification of researh) tentang peluangpeluang penelitian dari parameter yang belum banyak disentuh dan belum dilakukan di negara berkembang. Model sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM, dianggap kunci dari sistem transportasi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konsep Sistem Transportasi Kota Transportasi kota: transportasi yang dilakukan di dalam kota, dalam hal ini jalan raya. Jadi, sistem transportasi yang dimaksudkan adalah mengenai pengguna, sarana dan prasarana. Pengguna diterangkan sebagai jumlah penduduk, sarana diterangkan oleh kendaraan bermotor, dan prasarana dipresentasikan dengan jalan (Mudjiastuti, 2010). Konsep Tipologi Kota Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota bisa dibahas dari berbagai sudut pandang. Morpologi kota adalah ruang publik kota, seperti alun-alun, ruang kota, jalan utama. Bentuk kota pada dasarnya terjadi akibat proses interaksi antar penghuninya. Individu dalam masyarakat kota tidak terisolasi dalam kegiatan individual, tetapi terinteraksi dalam bentuk
Tr - 84
ruang kota. Ada 3 model utama dalam mengkaji tipologi kota, yaitu: Model Pemusatan Burgess (1925), Sektor Hoyt (1939), dan Multi-Pusat Ullman-Harris (1945) (dalam Rodrigue, 2004). Konsep Konsumsi BBM Konsumsi BBM yang ditinjau adalah jenis bensin, premium dan solar, karena kendaraan bermotor di Jawa (data tahun 2007 dan 2008) lebih banyak menggunakan BBM jenis premium dan solar. Konsumsi BBM dalam transportasi sangat penting dan strategis. Hal ini sebagai upaya dalam pengelolaan atau manajemen lalu lintas dan transportasi agar terjadi penghematan BBM, juga bagi pengelolaan perekonomian negara dan pembangunan berkelanjutan (Mudjiastuti, 1998 dan Sukarto, 2006). Penurunan konsumsi BBM akibat transportasi yang menghasilkan emisi gas buang kendaraan juga di kampanyekan secara aktif oleh Cities for Climate Protection Campaign (CCP), ada 6 kota di Jawa yang mengikuti program penurunan konsumsi BBM yaitu Surabaya, Semarang, Bandung, Bogor, Cilegon, Yogyakarta (International Council for Local Environmental Initiatives, 2004).
3.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini akan melibatkan banyak variabel dan data. Teknik analisis data diantaranya: Analisis Korelasi, Regresi Multi variable, Bi-Plot, program R. Perhatian tertuju pada teknik analisis variabel multivariate multivariable (multivariate multivariable analysis) yakni suatu metode aplikasi yang berhubungan dengan jumlah besar pengukuran (variable dependent dan undependent) yang dibuat pada setiap objek dalam satu atau lebih data secara simultan. Sedangkan analisis pengembangan model nonlinear dilakukan dengan bantuan perangkat lunak R (nonlinear least square). Untuk menentukan variabel bebas mana yang harus dimasukkan dalam model nonlinear least square (nls), digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu fungsi produksi yang melibatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan.
4.
PEMBAHASAN
Menurut Xiao et al. (2007) penduduk berpenghasilan tinggi (penduduk kota metropolitan dan kota besar) mempunyai rata-rata panjang perjalanan per hari hampir 3 kali lebih tinggi (14,2 km) dibandingkan dengan penduduk dengan penghasilan rendah (6 km). Menurut Gordon et al. (1989) di Amerika tidak ada hubungan antara jumlah penduduk dengan pemilihan moda. Populasi yang besar (> 250.000 jiwa) memperlihatkan panjang perjalanan yang rendah dan kota dengan penduduk sedikit, lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi (ECOTEC, 1993). Gradien jumlah penduduk dengan konsumsi BBM yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Gradien Jumlah Penduduk - Konsumsi BBM Total Sumber: Hasil Analisis, 2010
Berdasarkan analisa di atas, hubungan jumlah penduduk sangat kuat terhadap konsumsi BBM. Mengendalikan konsumsi BBM dari variabel jumlah penduduk: dengan cara penataan land use yang campact dan peningkatan potensi kota serta memberikan aksessibilitas terhadap pusat kota
Tr - 85
sehingga panjang perjalanan penduduk menjadi lebih pendek (Mudjiastuti, 2011). Hubungan antara jumlah kendaraan terhadap konsumsi BBM mempunyai trend yang berbeda. Hubungan sepeda motor dengan konsumsi BBM adalah linear. Y=-9E-14X2+2e-07X+0,139 R2= 0,424
%
Gambar 4.2. Hubungan Jumlah Kendaraan – Konsumsi BBM Total(kl/th)
Gambar 4.3 Hubungan Mobil Penumpang/ Total Kendaraan-Konsumsi BBM/Kapita
Sumber: Hasil Analisis, 2011
Sumber: Hasil Analisis, 2011
Hubungan jenis kendaraan lainnya dengan konsumsi BBM adalah non linear. Hubungan kendaraan barang truk dengan konsumsi BBM adalah non linear dengan sudut paling besar, karena truk merupakan kendaraan yang mengkonsumsi BBM per kendaraan paling besar pula, sedangkan grafik hubungan dengan sudut paling kecil adalah sepeda motor, hal ini sesuai konsumsi BBM sepeda motor per kendaraan mengkonsumsi BBM terkecil. Trend hubungan jumlah kendaraan pribadi (MPP dan SM, BP) dan kendaraan umum (MPU dan BU) serta AB (truk) dengan konsumsi BBM total kilo liter/tahun, dapat dilihat pada Gambar 4.2. Kenworthy (2003), Andry (2003), Hayashi (1996), Departemen Perhubungan Darat (2008) dan Fwa (2005) berpendapat bahwa jumlah kendaraan berhubungan dengan konsumsi BBM. Sedangkan menurut Manuel et al. (2005), kendaraan kapasitas mesin yang berbeda, membutuhkan BBM berbeda pula. Konsumsi BBM tiap jenis kendaraan kebutuhan BBM km/liter, panjang perjalanan km/hari, kebutuhan BBM liter/tahun berbeda. Menurut Boedoyo (2007), konsumsi BBM kendaraan MPP sebesar 700 liter/tahun, bus 9.780 liter/tahun, sepeda motor 420 liter/tahun. Jumlah mobil pribadi mempunyai hubungan kuat dengan konsumsi BBM (R2=0,92). Semakin besar jumlah kendaraan pribadi, semakin tinggi konsumsi BBM. Kendaraan pribadi terdiri dari: BP, MPP dan SM, dengan jumlah SM mempunyai persentase paling tinggi di tiap kota di Jawa hingga lebih dari 80%, paling sedikit persentasenya adalah jumlah bus pribadi (kurang dari 1%). Surabaya mempunyai jumlah mobil pribadi paling tinggi, konsumsi BBM paling tinggi pula. Mobil pribadi Bandung lebih sedikit dari Bekasi dan Semarang. Bandung mempunyai MPP tinggi (5.986 unit) konsumsi BBM tinggi. Tegal mempunyai MPP paling sedikit, konsumsi BBM kecil, kota Surabaya (metropolitan) mempunyai penonjolan karakter jumlah kendaraan MPP, SM, MPU truk tertinggi dan Tegal (sedang) mempunyai ukuran (jumlah, panjang) kecil (Mudjiastuti, 2012). Hubungan MPP/total kendaraan terhadap konsumsi BBM/kapita pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa, dengan meningkatnya persentase MPP, akan meningkatkan konsumsi BBM/penduduk. PDRB/penduduk semakin tinggi, persentase jumlah MPP semakin besar, konsumsi BBM/penduduk semakin meningkat. Hubungan MPP/total kendaraan - konsumsi BBM/penduduk agak kuat (R2 = 0,424) dengan persamaan Y=-9E-14X2+2e-07X+0,139, ini menunjukkan semakin besar PDRB, jumlah persentase MPP terhadap total kendaraan semakin besar dan konsumsi BBM semakin tinggi. Menurut Kantor Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Pusat Statistik, persentase jumlah kendaraan mobil penumpang, bus, truk dan sepeda motor di seluruh Indonesia adalah 15% MPP, 3,64% bus, 8,39% truk, 72,63% SM. Persentase jumlah kendaraan di Jawa hampir sama dengan persentase jumlah kendaraan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat
Tr - 86
m mempresentassikan jumlahh kendaraan dan d sistem transportasi t k kota di Indonesia. Terjaddi hubungan n yaang sangat kuuat antara juumlah MPU terhadap t konnsumsi BBM M premium (R R2 = 0,880) ddan total (R2 = 0,858). Gaambar 4.4. menunjukkaan hubungaan kuat expponensial teerjadi antaraa persentasee M MPU/total kenndaraan umuum dengan konsumsi k BB BM total/tahuun (R2=0,63 3) dengan perrsamaan y = 4,274x 55548,e , seemakin besaar jumlah MPU/total M keendaraan um mum, semakiin besar pulla konsumsii BB BM. Kondisi ini menuunjukkan baahwa MPU bukan alaat transportaasi umum yang y ramah h linngkungan attau unsustaainable. Gam mbar 4.5 menunjukkan m hubungan po ower antaraa persentasee keendaraan um mum bus per total kendarraan umum dengan d konsu umsi BBM/ttahun adalahh kuat (R² = 0,677) dengan n persamaan y = 18593x-1,18 . 700001
y = 5548.7e4.2741x R² = 0.63
Konsumsi BBM total/th (kl/th)
600001
SBY07-08 BDG07-08
500001
TGR08
400001
BKS07-08
SMG07 7-08
300001
TGR07
200001
SKB 07--08
BGR07-08 MLG07-08 SKT 07-08 TSK 07-08 T 07-08 SLT MJK 07-08 8 YGY 07-08 PKL 07-08 CRB 07-08 07-08 MDN 07-08 0 KDRBLT 07-08 TGL 07-08 PBR 07-08
100001 1 0
0.2
0..4
0.6
0.8
1
Prosentase Keendaraan MPU/Totall Kend.Umum (%)
Gambar 4.4 Hubungan M MPU/ Total Kenndaraan Umum m- Konsumsi BBM Total/thh
Gambaar 4.5. Hubunggan Bus Umum m/Total Kend.U Umum-Konsum msi BBM Total/tahun
Sum mber: Hasil Annalisis, 2011
Sumber : Hasill Analisis, 20111 2
Jikka dilihat daari hubungann kepadatan netto (orangg/km ) terhad dap konsumssi BBM per kapita (kilo o litter/tahun), unntuk kota-koota di Jawa menunjukkan m n penambahhan kepadataan penduduk tidak selalu u m menurunkan konsumsi k BB BM/penduduuk. Hubungann kepadatan penduduk netto n terhadapp konsumsii BB BM/kapita leemah (R² = 0,149) 0 dengaan persamaann y = 7E-10xx2 - 2E-05x + 0,260, sepeerti apa yang g daapat dilihat pada p Gambarr 4.6 di bawaah ini. Gambbar 4.7 menuunjukkan hubbungan antarra kepadatan n peenduduk dann konsumsi BBM/kapita B k kota-kota di dunia dan kota-kota k di Jawa. J Kota-kkota di Jawaa (Inndonesia) mempunyai keepadatan pennduduk yangg berbeda-beda, dari kepaadatan penduuduk rendah h (66.007 orang/kkm2) sampaii kepadatan penduduk p tinnggi (22.936 6 orang/km2). ) Hampir seemua kota dii Jaawa, jika dim masukkan kee dalam graffik Kenwortthy (1999), posisinya p beerada di sebelah bawah,, arrtinya konsum msi BBM/kaapita di Jawaa lebih rendaah dari konsuumsi BBM/kapita di negaara maju, hall inni sesuai denggan pendapatt Mudjiastutii (2012). 0.3 350 BBM Per Kapita (kl/th)
0.3 300 0.2 250 200 0.2 0.150 0.100
SMG'07--08
TGR'08
07-08 SBY'0 CRB'08 KDR'07-08 SKT08 BKS07-08 BDG'07-08 PKL'0 08 YGY'07-08 TSK'07 7-08 8 TGR07 BGR07-08 S SLT07-08 SKT'07 PRB007-08 PSR'07-08 BLT07-08 MLG08 MG GL07-08 PSR08 CRB'07 PKL07-088MJK'07-08 MDN'07-08 MLG'07 TGL'077-08
0.0 050 0.0 000 0.00
y = 7E-10x2 - 2E-05x + 0.2608 R² = 0.1499 00 5000.0
10000.00 15000.00 Kepadatan Netto o (org/km2)
20000.000
Gaambar 4.6 Hubbungan Kepaddatan Pendudu uk – Koonsumsi BBM M Per Kapita Suumber: Mudjiaastuti 2012
25000.00
Gambar 4.7. Grafik Hubunngan antara Keepadatan K BBM M/kapita Kotaa di Dunia Penduduk - Konsumsi dan di Jawa Sumber: Ken nworthy,1999 9; Hasil Analissis,2011
Tr - 8 87
Pengembangan Model Pemodelan yang digunakan untuk menjelaskan hubungan nonlinear antarvariabel dan beberapa prosedur pengujian untuk mendeteksi adanya keterkaitan nonlinear telah mengalami perkembangan yang sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini (Terasvirta dan Grager, 1993). Analisis pengembangan model dilakukan dengan bantuan perangkat lunak R. Pada bagian ini, secara ringkas dibahas teori dan implementasi model nonlinear dalam R (Venables dan Smith, 2007) yaitu nls (nonlinear least square). Kerangka model yang digunakan adalah: Asumsi konsumsi BBM terdiri dari premium dan solar dipengaruhi oleh variabel bebas kepadatan penduduk (KPDT), jumlah penduduk (JP), luas daerah terbangun (LDT), PDRB berlaku (PDRB), panjang jalan (PJ), mobil penumpang umum (MPU), bus umum (BU), mobil penumpang pribadi (MPP), bus pribadi (BU), angkutan barang (AB), sepeda motor (SM). Kondisi jalan baik, sedang, rusak dan sangat rusak sudah diwakili oleh panjang jalan. Kemudian dimodelkan seperti berikut ini: BBM
A ∗
A ∗
………………………………………
A ∗
(1)
dengan BBM= variabel dependen; Y1 , Y2 , Yn = variabel independen; A0= konstanta atau intercept; A1 sampai A9 = koefisien variabel independen. Jadi secara umum persamaan konsumsi BBM dapat ditulis seperti berikut ini:
∗
(2)
dengan BBM= Bahan bakar minyak (kl/th); PJ= panjang jalan; BU = bus umum; BP = bus pribadi; AB = angkutan barang truk; SM= sepeda motor; PTr = panjang trayek; KPDT = kepadatan penduduk; JP = jumlah penduduk; LDT = luas daerah terbangun; PDRB = produk domestik regional bruto. Dari pembahasan di atas, untuk menentukan variabel bebas mana yang harus dimasukkan dalam model nonlinear least square (nls), dalam artikelnya Theory of Production. Fungsi produksi CobbDouglas, adalah fungsi produksi yang melibatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan. Pendugaan menggunakan ekonometrika (Ekonomi, Matematik, Statistik). Sebelum data diolah dan dianalisis, data-data yang diperoleh harus terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma Natural (Ln). Kemudian diolah kembali untuk mendapatkan persamaan regresi Y= a + bX, atau dikembalikan lagi pada variabel aslinya Y= Ln Q dan X = Ln I. Maka persamaan regresi menjadi Ln Q = a + b (Ln I). Selanjutnya regresi linear ditransformasikan ke fungsi Cobb-Douglas sebagai berikut:
;
;
(3)
a
Persamaan Cobb-Douglas mendapatkan e yang merupakan indeks efisiensi dari proses transformasi, serta a dan b merupakan elastisitas input yang digunakan (Robert dan Daniel, 2009). Model Pengaruh Sistem Transportasi Kota Terhadap Konsumsi BBM Seluruh Kota Hasil pemodelan pengaruh sistem transportasi kota, kota-kota di Jawa terhadap konsumsi BBM total seluruh kota dapat dilihat pada Persamaan 4 s/d Persamaan 6 (Model 4 s/d 6)
0,1441 ∗ MPU
,
∗ MPP
,
∗ JP
6,7621 ∗ MPU
,
∗ MPP
,
∗ PTr
0,0217 ∗ AB
,
∗ JP
,
,
(4) ,
(5) (6)
dengan MPU= mobil penumpang umum; MPP= mobil penumpang pribadi; JP = jumlah penduduk; PTr = panjang trayek; AB= angkutan barang truk. Model (4) : MPU mempunyai elastisitas 0,1590 (perubahan 1% MPU dengan menganggap nilai MPP dan JP tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM total seluruh kota di Jawa 0,1590 %).
Tr - 88
MPP mempunyai elastisitas 0,2148 (perubahan 1% MPP dengan menganggap nilai MPU dan JP tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM total seluruh kota di Jawa 0,2148%). JP mempunyai elastisitas 0,7659 (perubahan 1% JP dengan menganggap nilai MPP dan MPU tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM total seluruh kota di Jawa 0,7659 %). Jumlah penduduk mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi BBM total di seluruh kota, elastisitas jumlah penduduk 0,7659. Pengaruh MPU terhadap konsumsi BBM total lemah, elastisitas MPU 0,1590 dan Pengaruh MPP terhadap konsumsi BBM total agak lemah, elastisitas MPP 0,2148. Model (5): MPU mempunyai elastisitas 0,3158 (perubahan 1% MPU dengan menganggap nilai MPP dan PTr tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM premium seluruh kota di Jawa 0,3158 %). MPP mempunyai elastisitas 0,5772 (perubahan 1% MPP dengan menganggap nilai MPU dan PTr tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM premium seluruh kota di Jawa 0,5772%). PTr mempunyai elastisitas 0,2265 (perubahan 1% PTr dengan menganggap nilai MPU dan MPP tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM premium seluruh kota di Jawa 0,2265 %). Pengaruh MPP terhadap konsumsi BBM premium di seluruh kota di Jawa agak kuat, elastisitas MPP 0,5772, sedangkan MPU dan PTr mempengaruhi konsumsi BBM premium agak lemah, ditunjukkan oleh besarnya elastisitas MPU sebesar 0,3158 dan PTr sebesar 0,2265. Model (6): AB mempunyai elastisitas 0,1697 (perubahan 1% AB dengan menganggap nilai JP tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM solar seluruh kota di Jawa 0,1697 %). JP mempunyai elastisitas 0,9420 (perubahan 1% JP dengan menganggap nilai AB tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM solar di seluruh kota di Jawa 0,9420 %). Jumlah penduduk sangat kuat mempengaruhi konsumsi BBM solar seluruh kota di Jawa, elastisitas jumlah penduduk 0,9420. Variabel AB berpengaruh lemah terhadap konsumsi BBM solar, ditunjukkan elastisitas AB 0,1697. Model pengaruh sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM seluruh kota di Jawa (Model 4 s/d Model 6) dibentuk oleh variabel sistem transportasi (MPU, MPP, AB, dan PTr) dan variabel dari tipologi kota (JP). Variabel bebas tipologi kota (JP) berpengaruh sangat kuat terhadap konsumsi BBM total dan solar. Model Pengaruh Sistem Transportasi Kota Terhadap Konsumsi BBM Kota Metropolitan dan Kota Besar Menurut Mudjiastuti (2012), hasil pemodelan pengaruh sistem transportasi kota metropolitan dan kota besar di Jawa terhadap konsumsi BBM seperti pada Persamaan 7 s/d Persamaan 9 (Model 7 s/d Model 9)
0,0058 ∗ JP
,
(7)
20,4575 ∗ MPU 0,0012 ∗ BP
,
,
,
∗ ∗ JP
,
(8) (9)
dengan MPU= mobil penumpang umum; MPP= mobil penumpang pribadi; BP= bus pribadi; JP= jumlah penduduk Model (7): JP mempunyai elastisitas 1,2507 (perubahan 1 % JP, menyebabkan perubahan konsumsi BBM total kota metropolitan dan kota besar 1,2507%). Jumlah penduduk sangat kuat berpengaruh terhadap konsumsi BBM total di kota metropolitan dan kota besar. Jumlah penduduk sebagai satusatunya variabel dengan elastisitas lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,2507. Model (8): MPU mempunyai elastisitas 0,3726 (perubahan 1 % MPU dengan menganggap nilai MPP tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM premium kota metropolitan dan kota besar 0,3726 %). MPP mempunyai elastisitas 0,5631 (perubahan 1% MPP dengan menganggap nilai MPU tetap, perubahan pada konsumsi BBM premium kota metropolitan dan kota besar 0,5631 %. MPU berpengaruh agak lemah terhadap konsumsi BBM premium, elastisitas MPU 0,3726. Sedangkan variabel MPP mempunyai pengaruh agak kuat terhadap konsumsi BBM premium, elastisitas MPP 0,5631.
Tr - 89
Model (9): BP mempunyai elastisitas 0,4055 (perubahan 1 % BP dengan menganggap nilai JP tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM solar kota metropolitan dan kota besar sebesar 0,4055 %). JP mempunyai elastisitas 1,0696 (perubahan 1 % JP dengan menganggap nilai BP tetap, perubahan konsumsi BBM solar kota metropolitan dan kota besar sebesar 1,0696 %. Jumlah penduduk berpengaruh sangat kuat tehadap konsumsi BBM solar di kota metropolitan dan kota besar. Ditunjukkan oleh elastisitas 1,0696. Sedangkan BP berpengaruh agak kuat terhadap konsumsi BBM solar. Ditunjukkan dengan elastisitas BP sebesar 0,4055. Model Pengaruh Sistem Transportasi Kota Terhadap Konsumsi BBM Kota Sedang Hasil pemodelan pengaruh sistem transportasi kota sedang di Jawa terhadap konsumsi BBM seperti pada Persamaan 10 s/d Persamaan 12 (Model 10 s/d Model 12) 0,4024 ∗ JP , (10) (11) 519,1018 ∗ MPP , ∗ AB , ∗ LDT , (12) 167,670 ∗ PJ , dengan JP= jumlah penduduk; LDT= luas daerah terbangun; MPP= mobil penumpang pribadi; PJ= panjang jalan; AB= angkutan barang truk. Model (10): JP mempunyai elastisitas 0,9212 (perubahan 1% JP menyebabkan perubahan konsumsi BBM total kota sedang 0,9212%). JP sangat kuat berpengaruh terhadap konsumsi BBM total di kota sedang di Jawa, ditunjukkan oleh hasil model terdiri dari variabel jumlah penduduk saja dan elastisitas yang tinggi yaitu 0,9212. Model (11): MPP mempunyai elastisitas 1,1840 (perubahan 1% MPP menyebabkan perubahan konsumsi BBM premium kota sedang sebesar 1,1840%). MPP sangat kuat berpengaruh terhadap konsumsi BBM premium kota sedang di Jawa, ditunjukkan olah hasil model yang terdiri dari MPP dengan elastisitas 1,1840. Model (12): PJ mempunyai elastisitas 0,2276 (perubahan 1% PJ dengan menganggap nilai AB dan LDT tetap, menyebabkan penurunan konsumsi BBM solar 0,2208%). AB mempunyai elastisitas 0,2276 (perubahan 1% pada AB dengan menganggap nilai PJ dan LDT tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM solar kota sedang sebesar 0,2276%). LDT mempunyai elastisitas 1,0833 (perubahan 1% LDT dengan menganggap nilai AB dan PJ tetap, menyebabkan perubahan konsumsi BBM solar kota sedang 1,0833%). PJ berpengaruh agak lemah terhadap konsumsi BBM solar di kota sedang, elastisitas PJ -0,2208. AB berpengaruh agak lemah terhadap konsumsi BBM solar, elastisitas AB 0,2276. LDT mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap konsumsi BBM solar kota sedang, elastisitas LDT 1,0833. Model konsumsi BBM kota sedang (Model 7.7 s/d Model 7.9) secara umum dibentuk oleh variabel sistem transportasi (MPP, PJ, AB) dan variabel dari tipologi kota (LDT, JP). Variabel sistem transportasi kota (MPP) dan variabel tipologi kota (JP dan LDT) mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap konsumsi BBM yang ditunjukkan oleh elastisitas JP yang mendekati 1 dan pangkat LDT lebih dari 1. Ringkasan Model Persamaan Konsumsi BBM di Jawa dapat dilihat pada Tabel 7.1 di bawah ini. Tabel 7.1 Ringkasan Model Persamaan Konsumsi BBM TSK PSK SSK TMB PMB SMB TS PS
= = = = = = = =
0,1441 * MPU 0,1590 * MPP0,2148 * JP0,7659 6,7621 * MPU0,3158 * MPP0,5772 * PTr0,2265 0,0217 * AB0,1697 * JP0,9420 0,0058 * JP1,2507 20,4575 * MPU0,3726 * MPP0,5631 0,0012 * BP0,4055 * JP1,0696 0,4024 * JP0,9212 519,1018 * MPP1,1840
Tr - 90
Pers. 4 Pers. 5 Pers. 6 Pers. 7 Pers. 8 Pers. 9 Pers. 10 Pers. 11
SS
=
167,670 * PJ
,
* AB
,
* LDT
,
Pers. 12
dengan TSK= konsumsi BBM total seluruh kota; PSK= konsumsi BBM premium seluruh kota; SSK= konsumsi BBM solar seluruh kota: TMB= konsumsi BBM total kota metropolitan dan kota besar; PMB= konsumsi BBM premium kota metropolitan dan kota besar; SMB= konsumsi BBM solar kota metropolitan dan kota besar; TS= konsumsi BBM total kota sedang; PS= konsumsi BBM premium kota sedang; SS= konsumsi BBM solar kota sedang.
5.
KESIMPULAN
Kota efisien BBM adalah sistem transportasi kota dengan pelayanan angkutan umum menggunakan kendaraan kapasitas besar, trayek efisien, persentase dan jumlah kendaraan (pribadi dan barang) sedikit, pola jaringan jalan grid, land use kompak (contoh; Surakarta, Tegal, Yogya, Malang). Kota boros BBM adalah sistem transportasi menggunakan angkutan umum kapasitas kecil, trayek tidak efisien, persentase dan jumlah kendaraan (pribadi dan barang) tinggi, pola jaringan jalan radial, land use tidak kompak (Contoh: Semarang, Bandung, Tangerang).
DAFTAR PUSTAKA Boedoyo Sidik, (2007), Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Bahan Bakar Minyak di Sektor Transportasi di Propinsi Gorontalo, Perencanaan Energi Propinsi Gorontalo 2000-2015, Gorontalo. Burgess, E.W., (1925), The Growth of The City: An Introduction to a Research Project, Form Robert Park et al., The City Cichago Press, Chicago. Departement Perhubungan Darat, 2008, Perencanaan Umum Pengembangan Transportasi Massal di Pulau Jawa, Jakarta. ECOTEC, (1993), Reducing Transport Emission Trough and Land use Planning. HMSO, London. Fwa T. F., (2005), Sustainable Urban Transportation Planning and Development Issues and Chalenges for Singapore. Dept of Civil Engineering of Singapore. Gordon, P., A. Kumar, and W.H. Richardson, (1989), Congestion, Changing Metropolitan Structure and City Size in the United States, International Regional Science Review 12. 45-56. Goro O. M., (2003), The Indicators of Minority Transportation Equity (TE), Sacramento Transportation & Air Quality Collaborative Community Development Institute. Hayashi, (1996), The Process of Motorisation. Hensher David A. dan Button Kenneth J., (2005), Hand Book of Transport Modelling, Pergamon, London. International Council for Local Environmental Initiatives, 2004, Emisi CO2 di 9 Kotaa Anggota dan Program Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Transportasi, International Council for Local Environmental Initiatives, USA. Inc. Berkeley, California,USA. Juanita, and Haldiano Bintang, (2010), The Study Of Service Quality Trans Jakarta Bus, Department of Civil Engineering, Muhammadiyah University of Purwokerto, Purwokerto. Kenworthy J. dan Fellix Laube, (2002), Urban Transport Patterns in a Global Sample of Cities and Their Linkages to Transport Infrastructure, Land-use, Economics and Environment. Kenworthy J., (1999), Sustainability and Cities. Kenworthy J., (2003), Transport Energy Use and Greenhouse Gases in Urban Passenger Transport System: A Study of 84 Global Cities, Presented to the international Third Conference of the Regional Government for Sustainable Development, Notre Dame University, Fremantle, Western Autralia. Manuel Jose D.C., Ricardo GS, Karl NV, Aura CM, Louis Angelo, (2005), Development of Emission and Engine Testing Prosedures and Standard Sidecar Design Prototype For Tricycle, Journal of the Eastern Asia Society for transportation Studies, vol 6, pp 3151-3166. Meyer Peter B, (1999), Introducing Environmenttal Factor Into the Land Cost Transport Cost Trade off Logic: A Critical Step Toward Sustainable Urban Planning, Center for Environment an Sustainable Development University of Louisville, Louisville.
Tr - 91
Mudjiastuti Handajani, (1998), Evaluasi Ukuran Kendaraan Angkutan Umum di Semarang Ditinjau Dari Sisi Teknis-Ekonomi dan Lingkungan (Studi Kasus Pedurungan-Mangkang), Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Mudjiastuti Handajani, (2010), Analisis Hubungan Sistem Transportasi Kota Terhadap Pola Konsumsi BBM (kota metropolitan, kota besar, kota sedang di Jawa), Dirjen Dikti-Universitas Diponegoro. Mudjiastuti Handajani, (2011), Model Of The Urban Transport System in Java on Fuel Consumption, World Academy of Science, Engineering and Technology International Journal of Science, Engineering and Technology, Issue Vol. 59 Hal. 526-5311. Mudjiastuti Handajani, (2011), The Influence Of The Urban Transport System In Java on City Fuel, Proceeding The 4th ASEAN Civil Engineering Conference. Mudjiastuti Handajani, (2011), Model Pengaruh Sistem Transportasi Kota di Jawa Twehadap BBM, Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil. Mudjiastuti Handajani, (2011), Analisis Hubungan Sistem Transportasi Kota Terhadap Pola Konsumsi BBM (kota metropolitan, besar, sedang di Jawa), Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil. Mudjiastuti Handajani, (2012), Fuel Consumption and Non Linear Model Metropolitan and Large City Transportation System, World Academy of Science, Engineering and Technology International Journal of Science, Engineering and Technology, Issue Vol. 69 Hal. 1279-1286. Mudjiastuti Handajani, (2012), Non Linear Model City Transportation System and Control of Fuel Consumption, International Journal of Computational Engineering Research (IJCER), Vol. 2, Issue 2 Hal. 228-235. Mudjiastuti Handajani, (2012), Non Linear Model Sistem Transportasi dan Pengendalian Konsumsi BBM Kota Sedang, Prosiding Seminar Nasional Jembatan Panjang Universitas Semarang. Mudjiastuti Handajani, (2012), Pengaruh Populasi Jenis Kendaraan Terhadap Faktor Kekuatan Emisi Gas Buang (CO) (Jl. Gajah Sukun Semarang), Prosiding Seminar Nasional Jembatan Panjang Universitas Semarang. Nanang P. Muhammad, Corry Jacub, R Driejana, Ofyar Z. Tamin, (2008), Background For Optimization Of Fuel Consumtion At Congested Network Using Hydrodynamic Traffic Theory, Proceeding FSTPT International Symposium. Newman, P.W.G dan Kenworthy J., (1989), Gasoline Consumption and Cities : a comparison of us cities with global survey, Journal of The American Planning Association, 55: 24-37. Robert, S.P. and Daniel L.R., (2009), Mikroekonomi, Edisi 6, Jilid 1, P.T. Indeks, Jakarta Rodrigue Jean-Paul, (2004), Transportation and The Environment, Dept. of Economics & Geography Hofstra University, Hempstead, NY, 11549 USA. Stead Dominie and Marshall Stephen, (2001), The Relationships Between Urban Form and Travel Pattern. An International Review and Evaluation, EJTIR, 1no2, pp 113-141. Stopher Peter R. dan Meyburg Armin H., (1987), Urban Transportation Modelling and Planning, Lexington books, London. Sukarto Haryono, (2006), Transportasi Perkotaan dan Lingkungan, Jurnal Teknik Sipil vol.3 Sutandi Caroline, (2007), Advanced Traffic Control System Impacts on Environmental Quality in A Large City in A Developing Country, Journal of The Eastern Asia for Transportation Studies, vol 7. Tanara Andry, (2003), Estimasi Permodelan Kebutuhan BBM Untuk Transportasi Darat (Studi Kasus Palembang), Program Pasca Sarjana MSTT, UGM, Jogya. Taylor Bridget dan Brook Linsay, (2004), Public Attitudes to Transport Issue: Finding from The British Social Attitudes Surveys. Taylor Michael A. P., (2005), A Non EC Perspetice an LUTR Issues, Transport Systems Centre University of South Australia. Terasvirta, T., Grager, C.W.J., (1993), Power of Neural Network Linearity Test, Journal of Time Series Analysis, 14, 159-171. Varameth V., Kazuaki Miyamoto, Viroj Rujopakarn, (2007), An Empirical Study of Land Use/Transport Interaction in Bangkok With Operational Model Applicaion, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 7, 1250-1265. Venables, W.N. and Smith, D.M., (2007), An Introduction to R. The R Development Core Team. Xiao Luo, Hajime Daimon, Akinori Marimoto, Hirotaka Koike, (2007), A Study on Traffic Behavior on High Income People in Asia Developing Countries, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 7, pp. 1222-1235.
Tr - 92