GAMBARAN POLA KONSUMSI DAN STATUS GIZI BADUTA (BAYI 6-24 BULAN) YANG TELAH MENDAPATKAN MAKANAN TAMBAHAN TABURIA DI KELURAHAN KEMENANGAN TANI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012
Mona Sylvia J. Manullang¹, Albiner Siagian², Arifin Siregar² ¹ Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ² Staff Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ABSTRACT Taburia means supplemental food of multivitamin and multimineral to fulfill nutrient needs and the growth for the babies aged 6-24 months. Taburia is as the expansion of local product of micronutrient powder (MNP) and as the strategy to overcome the anemia as the effect of iron deficiency and other micro nutrient deficiencies. The objective of this research was to know the description of consumption pattern and nutrient status of the babies aged 6-24 months getting Taburia in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan, Medan City in 2012. This research was quantitative descriptive with Cross sectional design. The results of research showed that consumption pattern of the babies aged 6-24 months based on the category of food menu was categorized good for 67,7% and consumption pattern of the babies aged 6-24 months based on the category of eating frequency was categorized good for 53,2%, whereas based on the weight per age was categorized normal for 57,6%, nutritional status based on height per age was categorized normal for 68,1% and nutritional status based on weight per height was categorized normal for 73,0%. Taburia administration program may enhance nutritional status of two years old of the babies into normal. Hence, it is expected that Health Department should continue Taburia administration program since it is proved that it may enhance nutritional status of two years old of the babies in Kemenangan Tani area, Medan Tuntungan and also it is expected that Primary Health Center is more active in giving the socialization of information and counseling about good consumption pattern of the baby and Taburia administration. Key words : consumption pattern, Taburia, nutritional status, two years old - babies PENDAHULUAN Latar Belakang : Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.
Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik.Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional (Depkes, 2010). Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin yakni sejak manusia itu masih berada dalam 1
kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan bayi mendapatkan zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berkembang. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada bayi (Sufnidar, 2010). Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) bahwa salah satu provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Utara dengan perevalensi gizi buruk sebesar 7,8% dan prevalensi gizi kurang sebesar 13,5%. Bayi usia 6-24 bulan (baduta) menjadi salah satu kelompok rawan mengalami gizi kurang, hal ini dikarenakan bayi berusia 6-24 bulan memerlukan zat gizi dalam jumlah yang besar. Pola pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi. Dengan pola makan gizi seimbang, bayi usia 6-24 bulan akan mengalami tumbuh optimal termasuk kecerdasannya, apabila dalam periode ini mengalami kekurangan maka pertumbuhan bayi akan terhambat. Tetapi masih banyak terdapat bayi usia 6-24 bulan yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan gizi guna mengatasi permasalahan gizi di Indonesia adalah melalui program Taburia. Taburia merupakan makanan tambahan multivitamin dan multimineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita umur 6-24 bulan. Taburia merupakan pengembangan produk lokal micronutrient powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi anemia kurang zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Kelurahan Kemenangan Tani merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kota Medan yang mendapatkan program pemberian bubuk Taburia dengan alasan bahwa di kelurahan ini dianggap banyak keluarga miskin yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan dibandingkan dengan kelurahan
lain di Kecamatan Medan Tuntungan. Hal ini dapat dilihat data dari Bapeda Kota Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 2747 KK miskin di Kecamatan Medan Tuntungan dan wilayah Kelurahan Kemenangan Tani memiliki distribusi KK miskin sebanyak 111 kepala keluarga (27, 22%) dalam kategori miskin dengan jumlah total penduduk miskin sebanyak 437 orang dan terdapat 228 orang (52,5%) masuk dalam kategori anak-anak. Pemberian Taburia telah terbukti dapat meningkatkan status gizi, meningkatkan HB dan mengurangi kejadian anemia pada bayi sehingga sudah seharusnya setiap ibu memberikan Taburia kepada bayinya. Menurut Depkes (2010), lebih dari 85% balita mau mengonsumsi bubuk Taburia, akan tetapi tidak selamanya pemberian Taburia dapat berjalan dengan lancar, hal ini dapat dillihat dari hasil penelitian Rauf (2010) yang menunjukkan sebanyak 27,5 % balita di Kecamatan Pangkajahe tidak mengonsumsi Taburia dengan rutin dan berkala yang dikarenakan rasa Taburia tidak enak, bosan, minimnya pengetahuan ibu tentang manfaat dan pola konsumsi pemberian Taburia yang baik dan benar. Hasil penelitian Rauf (2010) juga menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian Taburia dapat mempengaruhi kepatuhan ibu dalam memberikan Taburia di Kabupaten Pangkep. Oleh karena itu, peneliti berfikir bahwa perlu ada penelitian tentang” Gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang telah mendapatkan makanan tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian Cross Sectional. Aspek Pengukuran 1. Pola Konsumsi Jenis makanan dan frekuensi makanan diperoleh melalui food recall 24 jam untuk 2
jumlah energi protein dan energy yang dikonsumsi bayi 6-24 bulan Dari hasil food recall 24 jam. 1. Jenis makanan diatur dengan pengkategorian berupa: a. Baik, apabila jenis makanan yang diberikan berupa Umur 6-12 bulan : ASI, Nasi tim/ bubur dan sari buah Umur 13- 24 bulan : ASI, Makanan Keluarga b. Tidak baik, apabila pemberian makanan diluar ketentuan diatas. 2. Jumlah dan frekuensi makan yang diberikan kepada anak untuk memenuhi kebutuhan gizi. a. Baik, apabila Umur 6-12 bulan 210250 ml PASI/ASI sebanyak 3-4 kali sehari, 1 piring kecil Nasi tim/ bubur sebanyak 2-3 kali sehari Konsumsi ASI sebanyak 100-250 ml pada setiap hari atau konsumsi ASI 6 kali per hari. Umur 13- 24 bulan 250 ml PASI/ASI sebanyak 2-3 kali sehari, makan setengah dari yang dimakan orang dewasa sebanyak 3-4 kali sehari. b. Tidak baik, apabila diluar dari ketentuan yang telah ditetapkan. 2. Status Gizi Status gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan menurut umur (BB/U), Panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/PB). Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor sebagai berikut :
Untuk kategori status gizi dan batasanbatasannya, digunakan standar WHO (2005), sebagai berikut : a. Kategori berdasarkan BB/U : 1. BB Normal : -2 SD s/d < 1 SD 2. BB Kurang : -3 SD s/d < -2 SD 3. BB Sangat Kurang : < -3 SD
b. Kategori berdasarkan PB/U : 1. PB Lebih Dari Normal : > 3 SD 2. PB Normal : -2 SD s/d 3 SD 3. PB Pendek : < -2 SD s/d -3 SD 4. PB Sangat Pendek : < -3 SD c. Kategori berdasarkan BB/PB : 1. Sangat Gemuk : > 3 SD 2. Gemuk : > 2 SD s/d 3 SD 3. Resiko Gemuk : 1 SD s/d 2 SD 4. Normal : -2 SD s/d 1 SD 5. Kurus : < -3 SD s/d -3 SD HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun karakteristik ibu meliputi umur dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Ibu di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 No Karakteristik Ibu f % 1 Umur Ibu 20-24 tahun 20 32,3 25-29 tahun 14 22,6 30-34 tahun 27 43,5 35-39 tahun 1 1,6 Total 62 100,0 2 Pekerjaan Ibu IRT 42 67,8 Wiraswata 7 11,2 Petani 13 21 PNS/ TNI/Polri 0 0 Total 62 100,0 3 Pendidikan Tidak tamat SD 6 9,7 Tamat SD 5 8,1 SMP 23 37,1 SMA 28 45,1 Total 62 100,0 Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat karakteristik ibu menurut umur, yang paling banyak adalah pada umur 30-34 tahun sebanyak 27 orang (43,5%) dan paling sedikit pada umur 35-39 tahun sebanyak 1 orang (1,6%). Karakteristik ibu menurut pekerjaan yang paling banyak adalah IRT sebanyak 42 orang (67,8%) sedangkan paling sedikit 3
adalah sebagai Petani sebanyak 13 orang (21%) dan tidak terdapat satu orang pun yang memiliki pekerjaan sebagai PNS/TNI/Polri. Karakteristik ibu menurut pendidikan yang paling banyak adalah tamat SMA sebanyak 28 orang (45,1%) dan yang paling sedikit memiliki tamat SD sebanyak 5 orang (8,1%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Baduta 6-24 Bulan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 No Karakteristik anak 6-24 bulan f % 1 Jenis Kelamin Laki-laki 30 48,4 Perempuan 32 51,6 Jumlah 62 100,0 2 Umur 6-12 Bulan 22 35,5 13-18 Bulan 14 22,6 19-24 Bulan 26 41,9 Jumlah 62 100,0 Berdasarkan tabel 4.2. dapat dilihat bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu berjumlah 32 orang (51,6%) dibandingkan laki-laki yang berjumlah 30 orang (48,4%). Sedangkan karakteristik menurut umur anak, jumlah anak yang paling banyak adalah umur 19-24 bulan yaitu 26 orang (41,9%), dan yang paling sedikit adalah umur 13-18 bulan yaitu 14 orang (22,6%). Tabel 3. Distribusi Tingkat Susunan Makanan Pada Bayi 6-24 Bulan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 No Tingkat Susunan Makanan Jumlah (n) % 1 Baik 42 67,7 2 Tidak Baik 20 32,3 Total 62 100,0
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa ada terdapat 42 bayi (67,7%) dari 62 bayi yang tingkat susunan makanan nya baik, sedangkan 20 bayi (32,3%) dari 62 bayi memiliki tingkat susunan makanan yang tidak baik.
Masih adanya 20 bayi berusia 6-24 bulan (32,3%) memiliki pola konsumsi dengan tingkat susunan makanan yang tidak baik sesudah diberikan taburia dapat terjadi karena pengetahuan ibu yang masih kurang tentang pola konsumsi makanan untuk bayi yang ditambah dengan kebiasaan memberikan makanan yang sebenarnya tidak perlu diberikan kepada bayi yang dapat membahayakan kesehatan bayi. Menurut Suhardjo dalam Sitompul (2010), kebiasaan mengonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik pula, dan keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta keseimbangan antara banyaknya jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh. Tabel 4. Distribusi Tingkat Frekuensi Mengkonsumsi ASI, Nasi Bubur/Nasi Tim, Sumber Protein dan Buah Pada Bayi 6-24 Bulan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 No Tingkat Frekuensi Makanan f % 1 Baik 33 53,2 2 Tidak Baik 29 46,8 Total 62 100,0 Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa ada terdapat 33 bayi (53,2%) dari 62 bayi yang memiliki tingkat frekuensi makanan nya baik, sedangkan 29 bayi (46,8%) dari 62 bayi memiliki tingkat frekuensi makanan yang tidak baik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan masih banyaknya ibu yang memberikan anaknya pola konsumsi ASI dan nasi bubur/ nasi tim dengan frekuensi yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak mereka sesuai dengan umurnya. Padahal setiap anak yang berada pada kelompok umur tertentu sudah memiliki ketentuan dalam mengkonsumsi makanan yang termasuk juga ketentuan dalam frekuensi makanan. Ketentuan ini diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pada bayi berdasarkan kebutuhan zat gizi pada kelompok umurnya. 4
Menurut Aminah (2005) pada kelompok umur bayi 6-12 bulan misalnya membutuhkan ASI dengan frekuensi 3-4 kali dalam sehari dan kebutuhan akan bubur/nasi tim dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari sedangkan untuk bayi berusia 13-24 bulan membutuhkan ASI dengan frekuensi yang lebih sedikit yaitu hanya 2-3 kali dan kebutuhan akan bubur/nasi tim pada bayi 1324 bulan harus diberikan dengan frekuensi 3 kali dalam sehari. Hal yang tidak jauh berbeda juga diutarakan oleh Ramadhani (2008), makanan yang ideal harus mengandung cukup zat gizi esensial dan bahan bakar yang harus dalam jumlah yang cukup sesuai dengan keperluan sehari-hari yaitu pemberian ASI hendaknya kapan saja diminta hingga berusia 2 tahun, pemberian makanan lembek seperti bubur sebanyak 1 piring sedang dengan frekuensi 3-4 kali dalam sehari. Pada saat usia bayi 6-24 bulan pemberian makanan harus seimbang yang dikarenakan masa pertumbuhan diusia ini sangat pesat sehingga harus diperhatikan kecukupan gizinya sehingga jika pola konsumsi makanan tidak diperhatikan maka akan dapat membuat berbagai permasalahan pertumbuhan bayi kedepannya. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks BB/U dan Kelompok Umur di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2013 No
Kelompok Umur
1 2 3
6-12 bulan 13-18 bulan 19-24 bulan
BB/U Normal Kurang f % f % 11 50 11 50 7 50 7 50 15 57,6 11 42,3
Total f % 22 100,0 14 100,0 26 100,0
Berdasarkan tabel 5. dapat dilihat indeks BB/U dalam kategori normal pada kelompok umur bayi berusia 6-12 bulan sebanyak 11 bayi (50,0%), kelompok umur bayi berusia 13-24 bulan sebanyak 7 bayi (50,0%) dan 15 bayi (57,6%) dalam kelompok umur 19-24 bulan berada dalam
kategori normal. Bayi dalam kategori kurang pada kelompok umur bayi berusia 6-12 bulan dan kelompok umur bayi berusia 19-24 bulan masing-masing terdapat sebanyak 11 bayi. Mengenai status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) jika dilihat lebih lanjut setelah pemberian taburia bahwa terdapat sebahagian besar bayi dengan kelompok umur 19-24 bulan memiliki kategori berbadan normal dan status gizi dengan kategori badan kurang. Hal ini dikarenakan pola konsumsi berdasarkan frekuensi makan bayi tidak baik yang dapat dilihat dari pola konsumsi bayi yang mengkonsumsi nasi bubur/nasi tim yang mayoritas hanya 1-2 kali dalam sehari sebagai salah satu sumber energi sehingga bayi tidak memiliki kebutuhan zat gizi yang cukup. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Alim (2011) bahwa terdapat fenomena tingginya prevalensi kejadian status gizi kurang dan buruk yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur pada bayi yang mendapatkan Taburia disebabkan karena konsumsi makanan yang mengandung energi masih rendah yang semakin diperparah dengan konsumsi Taburia yang tidak teratur. Rendahnya tingkat konsumsi bayi 1324 bulan semakin diperparah dengan masih banyaknya ibu yang tidak memberikan taburia secara rutin dan berkala kepada anaknya padahal mereka telah mendapatkan taburia sehingga tidak tercapainya hasil yang optimal terhadap peningkatan berat badan bayi. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Berdasarkan Indeks PB/U di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2013 Status Gizi PB/U Kelompok Sangat No Normal Pendek Umur Pendek n % n % n % 1 6-12 bulan 15 68,1 7 31,8 0 0 2 13-18 bulan 6 42,8 5 35,7 3 21,4 3 19-24 bulan 7 26,9 9 34,1 10 38,4
Total n % 22 100,0 14 100,0 26 100,0
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat indeks PB/U dalam kategori normal yang terdapat pada kelompok umur bayi berusia 612 bulan sebanyak 15 bayi (68,1%) dan dalam kategori sangat pendek pada kelompok umur 5
bayi berusia 6-12 bulan tidak terdapat ada bayi yang tergolong kategori sangat pendek. Adanya bayi berusia 6-12 bulan yang memiliki panjang badan dengan kategori pendek dapat disebabkan karena bayi berusia 6-12 bulan memiliki susunan pola konsumsi yang kurang baik khususnya dalam hal mengkonsumsi ASI yang diketahui mengandung protein yang tinggi. Menurut Winarno dalam Ramadhani (2008) bahwa semakin bertambahnya usia maka pertambahan panjang badan pun akan semakin tinggi namun, hal ini tidak lepas dari asupan zat gizi (protein, kalsium) yang cukup sesuai dengan usia anak. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Menurut Solihin (2003) dalam Nadeak (2011) bahwa seorang bayi akan membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup tinggi untuk memenuhi pertumbuhannya sehingga bayi tersebut memiliki pertumbuhan yang baik khususnya pertumbuhan panjang badan yaitu sebanyak 15 gram protein untuk bayi berusia 7-12 bulan dan 23 gram protein untuk bayi berusia 13-36 bulan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh maka seorang bayi akan memerlukan makanan yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi 6-24 Bulan Berdasarkan BB/PB di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2013 Status Gizi (BB/PB) Kelompok Normal Kurang Umur n % n % 1 6-12 Bulan 15 68,1 7 31,8 2 13-18 Bulan 10 1,4 4 28,5 3 19-24 Bulan 19 73,0 7 26,9
No
Total n % 22 100,0 14 100,0 26 100,0
Berdasarkan tabel 7 yaitu pada kelompok umur bayi berusia 19-24 bulan dengan kategori normal terdapat sebanyak 19 bayi (73,0%) dan dalam kategori kurang (kurus) pada kelompok umur bayi berusia 6-
12 bulan dan bayi berusia 19-24 bulan masing-masing berjumlah 7 bayi. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah anak baduta yang masih perlu perhatian khusus sebanyak 18 bayi, jumlah ini dihitung dari jumlah anak kategori kurus pada kelompok umur 6-24 bulan. Hasil penelitian Wahyuni (2011) menunjukkan bayi yang mendapatkan taburia dan menjaga pola konsumsi makan baik protein dan karbohidrat dengan baik membuat bayi memiliki mayoritas berat badan menurut panjang badan dengan kategori normal sebanyak 139 bayi (96,5%). Oleh karena itu, keberlanjutan program pemberian makanan tambahan berupa pemberian taburia agar masalah gizi baduta dapat diatasi ditambah dengan pemberian informasi yang benar tentang taburia harus diperhatikan agar tidak terjadi salah persepsi tentang pemberian taburia kepada anak. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan susunan makanan berada dalam kategori baik sebanyak 67,7% sedangkan pola konsumsi dengan kategori tingkat susunan makanan dalam kategori tidak baik sebanyak 32,3%. Pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan frekuensi makan berada dalam kategori baik sebanyak 53,2% sedangkan pola konsumsi dengan tingkat frekuensi makan dalam kategori tidak baik sebanyak 46,8%. Status gizi bayi dari hasil penelitian ini menunjuk kan ada peningkatan setelah mendapatkan makanan tambahan Taburia. Adapun peningkatan nya dapat dilihat dari pertambahan berat badan, panjang badan serta tidak ada terdapat bayi dalam keadaan status gizi buruk. Namun masih adanya bayi tergolong dalam status gizi kurang, sangat pendek maupun kurus, hal dikarenakan kader masih kurang dalam mensosialisasikan manfaat pemberian taburia dan pola konsumsi yang baik kepada ibu.
6
Saran Diharapkan Kementerian Kesehatan harus lebih memperhatikan program pemberian Taburia oleh karena masih kurang efektifnya proses pemberian taburia pada anak yang diharapkan dapat meningkatkan status gizi. Puskesmas Tuntungan dan kader posyandu diharapkan lebih aktif untuk melakukan sosialisasi informasi dan penyuluhan mengenai pola konsumsi makan bayi yang baik dan pemberian Taburia sehingga dapat memperbaiki tindakan ibu dalam memberikan pola konsumsi kepada bayi dan pemberian Taburia. Ibu baduta di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan harus memperhatikan pola konsumsi anak baik itu susunan makanan yang diberikan dan frekuensi makan sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian taburia dapat meningkatkan pola konsumsi dan status gizi yang lebih baik, sehingga program pemberian taburia harus dilanjutkan dan disosialisasikan kembali. DAFTAR PUSTAKA Alim,
A. 2011. Evaluasi Program Pemberian Bubuk Taburia Di Kota Makasar. Unhas. Makasar.
Aminah, S. 2005. Gambaran Konsumsi Makanan Dan Status Gizi Baduta Di Kelurahan Tanjung Leidong Kecamatan Kualuh Leidong Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. USU Depkes,
2010. Taburia. http://www.gizikia.depkes.go.id diakses tanggal 3 Mei 2011.
Ramadhani, I. (2008). Pola Konsumsi Protein dan Panjang Badan Anak Umur 6-24 Bulan di Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2008. Skripsi USU. Rauf,
F,
2010. Pengaruh Pemberian Taburia Terhadap Perubahan Status Gizi Anak Gizi Kurang Umur 12-24 Bulan Di Kecamatan Pangkajahe Kabupaten Pangkep Tahun 2010. Media Gizi Pangan Vol XIII, Edisi 1. Poltekkes Kemenkes Makasar.
Riskesdas, 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta.Badan Penelitian dan Pengenbangan Kementrian Kesehatan RI. Sitompul, N. 2010. Konsumsi Pngan dan Status Gizi Anak Peserta Program Pendidik Anak Usia Dini di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010. Skripsi USU. Sufnidar. 2010. Pola Makan dan Status Gizi Bayi Di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh Tahun 2010. Skripsi. USU. Wahyuni, K. 2012. Pengaruh Taburia Terhadap Status Anemia Dan Status Gizi Balita Gizi Kurang Di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. UGM.
Nadeak, M, 2011. Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga Di Kelurahan Pekan Dolok Marsihul Tahun 2011. Skripsi. USU.
7