MODIFIKASI PEMBIAYAAN SALAM DAN IMPLIKASI PERLAKUAN AKUNTANSI SALAM Wiwik Fitria Ningsih
[email protected] Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember Abstrak Tinjauan teoritis ini bertujuan untuk membangun solusi untuk menjadikan akad salam sebagai salah satu produk pembiayaan yang applicable, bankable, serta marketable untuk diterapkan di industri perbankan syariah. Hasil dari tinjauan teoritis ini menunjukan bahwa masalah tidak diterapkannya akad salam diperbankan syariah diantaranya adalah; (1) Kekhawatiran pihak bank atas kecurangan atau gagal panen petani; (2) Resiko yang melekat pada akad salam cukup besar; (3) Kurangnya sosialisasi mengenai akad salam terhadap petani. Dengan adanya permasalahan tersebut, perlu adanya membangun solusi untuk menjadikan akad salam sebagai salah satu produk pembiayaan yang applicable, bankable, serta marketable untuk diterapkan di industri perbankan syariah. Dengan melakukan modifikasi yang diharapkan dapat mengeliminasi permasalahan yang melekat pada akad salam yaitu; (1) Mendirikan bank pertanian; (2) Memberikan sosialisasi dan edukasi kepada petani; (3) Sistem pembayaran akad salam dengan pilihan sistem tunai atau diangsur; (4) Besarnya piutang petani bukan sebagai dasar harga perolehan hasil panen Dengan beberapa solusi yang dibangun tersebut dalam memodifikasi akad salam, maka implikasi terhadap perlakuan akuntansi yaitu; Akuntansi untuk pembeli; Pengakuan piutang salam diakui pada saat modal dibayarkan kepada penjual, namun besarnya piutang bukan sebagai dasar besarnya harga beli pihak bank, tapi sebagai pembayaran uang muka. Harga perolehan ditentukan setelah diketahui hasil panen pihak petani. Kata Kunci: pembiayaan, salam, modifikasi pembiayaan, akuntansi salam.
1. PENDAHULUAN Bank syariah merupakan sebuah solusi untuk mendapatkan modal usaha tanpa ada bunga pinjaman. Hal tersebut seakan menjadi pemecah kebuntuan di kalangan ummat Islam indonesia untuk mendapatkan modal usaha tanpa harus terlibat ke dalam riba yang meskipun dalam hal ini masih menjadi khilafiyah. Berangkatnya ummat Islam dari bank konvensional menuju bank syariah membuat bank syariah semakin memperbanyak jenis-jenis transaksi. Transaksi- transaksi tersebutlah yang menjadi fasilitator antara bank syariah bersama-sama nasabah terhindar dari unsur-
13
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
14
unsur riba. Dalam kaitan hal ini, transaksi yang digunakan sudah barang tentu tidak terlepas dari aturan-aturan yang terdapat di dalam Islam. Pertumbuhan perbankan syariah semakin pesat dan sudah seharusnya diiringi dengan perkembangan jenis produk dan variasi akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Perkembangan produk yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan transaksi nasabah. Salah satu masalah penting yang dihadapi perbankan syariah adalah masalah variasi produk pembiayaan yang masih didominasi oleh murabahah, musyarakah, dan mudharabah yang dapat dilihat pada tabel 1. Padahal masih ada beragam akad lainnya yang bisa diimplementasikan. Perbankan syariah pun semakin berkembang. Data awal tahun 2014 menunjukkan bahwa bank syariah telah memiliki 1l BUS (sebelas Bank Umum Syariah), diantaranya yaitu BMI, BSM, BSMI, BRI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Victoria Syariah, BPD Jawa Barat Banten Syariah, Bank Panin Syariah, PT. BCA Syariah, dan PT. Mybank Syariah Indonesia serta 23 UUS dan 163 BPRS. Terlihat pula dalam data statistik perbankan syariah pada tahun 2008 total aset bank sebesar 49 triliun dan mengalami meningkat, ditunjukan dengan data bulan april tahun 2014 tercatat total asset bank syariah sebesar Rp 244 triliun. Perjalanan bank syariah semakin mendapat dukungan sejak disahkannya undang- undang perbankan syariah No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pada 17 Juni 2008 lalu. Dari sini pula dapat terlihat bagaimana prospek perbankan syariah di Indonesia sangat bagus sehingga harus diiringi pula dengan kemajuan perkembangan produk perbankan agar mampu bersaing dengan industri perbankan konvensional serta mampu memenuhi kebutuhan transaksi nasabah dewasa ini. Islam sebagai agama universal dan komprehensif pun memahami betul bagaimana kebutuhan manusia. Sejarah menceritakan banyak cara yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW beserta para sahabat hingga tabi’in dalam berniaga. Islam juga memberikan instrumen-instrumen bersifat teknis praktis berupa akad. Diantaranya akad-akad itu adalah jual beli dalam bentuk ”salam”. Pembiayaan dengan akad salam sebenarnya diakui eksistensinya di perbankan syariah. Hal ini ditunjukkan dalam data statistik perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia mulai tahun 2008 hingga sekarang, pembiayaan dengan akad salam selalu ditampakkan dalam setiap laporan tahunannya. Sayangnya data menunjukkan bahwa akad salam sudah tidak lagi diterapkan diperbankan syariah (0,00%). Tidak hanya itu, Bank Indonesia selaku otoritas industri perbankan juga telah menetapkan standarisasi bagi akad salam dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal 12. Disamping itu juga disertai adanya aturan baku tentang penerapan akuntansi akad salam, yang tercantum dalam PSAK No.103 tentang Akuntansi Salam. Sebagaimana disebutkan dalam data BI dari tahun 2008 hingga akhir bulan april tahun 2014, komposisi pembiayaan perbankan syariah berdarkan akad dapat terlihat pada tabel berikut:
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
15
Tabel 1. Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Akad Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2008-2014 Dari trend data di atas dapat dilihat bahwa pembiayaan dengan akad salam di perbankan syariah tidak ada sama sekali. Padahal akad salam yang merupakan jual beli dengan pembayaran dimuka ini cukup applicable jika diaplikasikan sebagai salah satu produk perbankan khususnya di sektor pertanian.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
16
Tabel 2. Komposisi Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sumber diperoleh dan diolah dari: Data Statistik Perbankan Syariah 2008-2014 BPRS juga menerapkan akad salam dengan proporsi pembiayaan yang terus menurun. Menurut data BPRS pada tahun 2008, pembiayaan dengan akad salam sebesar Rp 38 juta dan angka ini fluktuatif di tiap tahunnya, pada april tahun 2014 mengalami penuruan pada angka 21 juta. Meskipun demikian, hal ini haruslah diapresiasikan karena lembaga keuangan mikro ini masih mau menyalurkan pembiayaan dengan akad salam.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
17
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
Banyak faktor yang dapat menyebabkan tidak diterapkannya akad salam di dunia perbankan syariah, diantaranya kurangnya pemahaman para praktisi perbankan tentang aplikasi akad salam, kurangnya pengetahuan serta pengenalan masyarakat akan seluk beluk bank syariah, serta besarnya risiko yang terkandung dalam akad salam itu sendiri.(Abrista, 2011) Menurut BPRS, faktor-faktor yang menjadi kendala ketidakberhasilan dan faktor-faktor pemacu keberhasilan pembiayaan sistem salam pada petani, lembaga keuangan syariah (Bank BPR Syariah) dan usaha/industri khususnya berbahan singkong terletak petani singkong yang kesulitan memasarkan hasil panennya menjadi terbantu. (Roziq, 2014). Minimnya pembiayaan bank syariah terhadap sektor pertanian tak lain disebabkan oleh pengaruh risiko yang terkandung dalam bisnis pertanian (Roziq, 2014).Dengan adanya ketimpangan, dimana akad salam sesuai menurut konsep tapi tidak diaplikasikan di sektor pertanian, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap bagaimana membangun solusi untuk menjadikan akad salam sebagai salah satu produk pembiayaan yang applicable, bankable, serta marketable untuk diterapkan di industri perbankan syariah. 2.Telaah Pustaka 2.1 Pengertian Pembiayaan Salam Dalam PSAK 103, definisi Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) d e n g a n p e n g i r i m a n d i k e m u d i a n h a r i o l e h p e n j u a l (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Dalam penjelasan pasal 3 peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip bank syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bagi bank syariah disebutkan definisi dari salam yaitu “Salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai yang terlebih dahulu dibayar secara penuh.” Sedangkan definisi Salam menurut Muhammad Syafi’i Antonoi (2002:108) yaitu Bai’ As-Salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual-beli yang dalam hal ini pembayaran terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi dikemudian hari dengan waktu yang telah ditentukan.(Roziq, 2014). Pembiayaan salam merupakan pembiayaan yang dengan prinsip syariah dengan menggunakan akad jual bali barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.(Abrista, 2011). Jadi, berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Salam adalah transaksi pembelian barang dengan penyerahan yang ditangguhkan Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
18
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
sedangkan pembayaran dilakukan diawal secara penuh, dengan menentukan syarat-syarat tertentu. 2.2 Karakteristik salam Spesifikasi dan harga barang → disepakati di awal akad - Harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad - Bank sebagai pembeli → bank dapat meminta jaminan untuk menghindari resiko yang merugikan - Barang pesanan disepakati antara penjual dan pembeli - Harus diketahui karakteristiknya secara umum seperti jenis, macam, kualitas, dan kuantitasnya. - jika dikirim tidak sesuai dengan karakteristiknya, penjual harus bertanggung jawab Ketentuan tentang pembayaran - Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa barang, uang, atau manfaat. - Pembayaran harus dilakukan disaat kontrak disepakati - Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang. Ketentuan tentang barang - Harus jelas cirri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang - Harus dapat dijelaskan spesifikasinya - Penyerahan dilakukan kemudian - - Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan bardasarkan kesepakatan - Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya - - Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 2.3 Rukun Bai’ As-Salam: a. Muslam (Pembeli) b. Muslam ilai (penjual) c. Modal atau uang d. Muslam fiih (barang) e. Sighat atau ucapan 2.4 Syarat Bai’ as-Salam: a. Berkaitan dengan modal transaksi bai’ as-salam, maka modal transaksinya harus diketahui dan berbentuk uang tunai serta pembayaran salam harus dilakukan di tempat kontrak. b. Berkaitan dengan barang, maka barang Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang. Harus bisa di identifikasi secara jelas
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
19
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
o o Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari, namun mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan barang segera. Dibolehkan menentukan tanggal waktu dimasa datang untuk penyerahan barangnya. Tempat penyerahan barang harus disepakati pihak-pihak yang berakad. Tidak dibolehkan mengganti barang dengan barang lain yang berbeda. Tetapi jika barang tersebut diganti dengan barang lain yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, hal tersebut dibolehkan.
2.5 Bai’ As-Salam Paralel Salam dalam teknis perbankan syariah berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dengan pembayaran dimuka dengan pihak I (Nasabah I) dan dijual lagi kepada pihak lain (nasabah II) dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Modal/harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang, melainkan dalam bentuk tunai yang dibayarkan segera. Ketentuan umum Salam : Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton cabe merah keriting dengan harga Rp. 10.000-/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang. Apabila hasil produksi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab, dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua). Mekanisme seperti ini disebut dengan salam paralel. 2.6 Aplikasi Pembiayaan Bai’ Al-Salam di Perbankan Syariah Indonesia Dalam dunia perbankan syariah, salam merupakan suatu akad jual beli layaknya murabahah. Perbedaan mendasar hanya terletak pada pembayaran serta penyerahan objek yang diperjualbelikan.. Dalam akad salam, pembeli wajib menyerahkan uang muka atas objek yang dibelinya, lalu barang diserahterimakan dalam kurun waktu tertentu. Salam dapat diaplikasikan sebagai bagian dari pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank kepada nasabah debitur yang membutuhkan modal guna menjalankan usahanya, sedangkan bank dapat memperoleh hasil dari usaha nasabah lalu menjualnya kepada yang berkepentingan. Ini lebih dikenal dengan salam pararel.(Abrista, 2011). Aplikasi akad salam dalam bank, bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai maupun cicilan. Harga beli bank adalah harga pokok ditambah keuntungan (Muhammad, 2005) Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
20
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
Pembiayaan ini pada umumnya dilakukan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditas pertanian. Sekilas pembiayaan ini mirip dengan ijon, namun dalam transaksi ini baik kualitas, kuantitas, harga, waktu penyerahan barang harus ditentukan secara jelas dan pasti. Bay’ al salam (biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung, dan cabai dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, maka dilakukan akad bay’ al salam kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, dan grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam pararel (Antonio, 1999). Berdasarkan kompilasi SOP yang disampaikan oleh bank syariah, tahapan pelaksanaan salam dan salam pararel adalah sebagai berikut (Buchari, et al, 2005 dalam Ascarya, 2006): Tabel 3. Ringkasan Tahapan Akad Salam dan Salam Pararel Menurut SOP Salah Satu Bank Syariah (Abrista, 2011) No Tahapan 1 Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai penjual 2 Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang disepakati 3 Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang yang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah) 4 Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan 5 Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian di awal akad dan sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur) 6 Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen sebagai penjual untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan 7 Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan 8 Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang ditentukan Sejauh ini, skim pembiayaan salam masih belum banyak disentuh khususnya oleh perbankan syariah. Produk yang ditawarkan masih berkisar pada musyarakah, mudharabah, murabahah, dan ijarah. 2.7 Perlakuan Akuntansi (PSAK 103) Akuntansi Untuk Pembeli Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
21
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
nonkas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut. Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut: (a ) jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai nilai yang disepakati; (b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka: (i) baran g pesanan yang diterima diukur ses uai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tinggi dalam akad; (ii) barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad; (c) jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh b a r a n g p e s a n a n p a d a t a n g g a l j a t u h t e m p o pengiriman, maka: a. jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad; b. ji k a a k a d s a l a m d i b a t a l k a n s e b a g i a n a t a u seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi; dan c. j i k a akad sal am dib at alk a n seb agi a n a t a u seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual. Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan. Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual, denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur. Denda dikenakan jika penjual lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
22
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya p erolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. Akuntansi Untuk Penjual kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yan g diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar. K e w a j i b a n s a l a m d i h e n t i k a n p e n g a k u a n n y a (derecognati on) pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan b i a y a p e r o l e h a n b a r a n g p e sanan d i a k u i s e b a g a i keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
2.8 Penelitian Terdahulu Ashari dan Saptana (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian menulis tentang permasalahan utama dalam pengembangan sektor pertanian yang diakibatkan oleh lemahnya permodalan. Pemerintah telah berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan meluncurkan beberapa program untuk sektor pertanian. Kredit program yang berdasarkan sistem bunga menimbulkan masalah baru seperti membengkaknya hutang petani serta kredit macet. Ashari dan Saptana menawarkan kajian solusi pembiayaan alternatif yang sesuai dengan prinsip syariah, salah satunya dengan akad salam. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pembiayaan syariah cukup prospektif untuk memperkuat permodalan di sektor pertanian. Untuk mendukung implementasinya di sektor pertanian diperlukan keberpihakan para pembuat kebijakan serta sosialisasi yang intensif mengenai prinsip-prinsip pembiayaan syariah. Ahmad Roziq, dkk (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Model Pembiayaan Salam Pada Petani Singkong Dan Usaha Kecil Berbahan Singkong Di Kabupaten Jember menulis tentang bagaimana pelaksanaan dan permaslahan operasionalisasi pembiayaan salam pada petani singkong, lembaga keuangan syariah (Bank Syariah, BPR Syariah dan Koperasi Syariah) dan usaha kecil berbahan singkong; apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala ketidakberhasilan dan faktor-faktor pemacu keberhasilan pembiayaan sistem salam dan bagaimana model pembiayaan sistem salam yang sesuai dengan karakteristik petani singkong, lembaga keuangan syariah (Bank Syariah, BPR Syariah dan Koperasi Syariah) dan usaha kecil berbahan singkong. Hasil Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
23
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
penelitian menemukan bahwa tidak ada pembiayaan salam yang diperoleh petani singkong baik dari industri/usaha tape, keripik singkong maupun tepung singkon, BPR Syariah ASRI Madani Nusantara maupun BMT Sidogiri. Permasalahan yang dihadapi petani singkong adalah kekurangan modal, kesulitan memasarkan dan rendahnya kualitas singkong pada saat musim hujan, gagal panen, serangan hama penyakit, waktu stock dan naik turunnya harga serta lamanya periode produksi mulai tanam sampai dengan panen. Permasalahan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan operasionalisasi pembiayaan sistem salam adalah tidak ada modal yang digunakan untuk membayar uang tunai dimuka, adanya risiko hilngnya modal, karakter tidak baik atau hasil panen di jual ke pihak lain karena adanya kenaikan harga. Model pembiayaan salam pada petani singkong, lembaga keuangan syariah (Bank Syariah, BPR Syariah dan Koperasi Syariah) dan usaha kecil berbahan singkong mungkin bisa dilakukan adalah pembiayaan salam pararel dengan models isthisna cara memodifikasi cara pembayaran seperti pembiayaan murabahah. Minimnya pembiayaan bank syariah terhadap sektor pertanian tak lain disebabkan oleh pengaruh risiko yang terkandung dalam bisnis pertanian. Penelitian ini menjelaskan bahwa untuk mengurangi risiko usaha atau meningkatkan peluang keberhasilan dalam implementasi pembiayaan syariah di sektor pertanian ini, salah satu faktor kunci adalah perlunya dibuat model kemitraan usaha yang terintegrasi antara pelaku usaha pertanian dan pihak perbankan syariah. Bentuk kerjasama kemitraan bisa diwujudkan dalam pola hubungan inti plasma, subkontrak, dagang umum, atau kerjasama operasional agribisnis. 3. Modifikasi Pembiayaan Salam Dan Implikasi Perlakuan Akuntansi Salam Berdasarkan hasil kajian literatur, maka masalah tidak diterapkannya akad salam diperbankan syariah diantaranya adalah; 1. Kekhawatiran pihak bank atas kecurangan atau gagal panen petani BPRS ASRI MADANI sampai saat ini belum pernah melakukan pembiayaan salam dikarenakan menurut manajer pemasarannya pembiayaan salam masih rawan terjadi kecurangan. Terutama kecurangan yang disebabkan oleh petani apabila petani tersebut tidak menyerahkan hasil panen sesusai dengan kesepakatan awal. Menurut pendapat BPRS, pembiayaan salam sebenarnya sangat menguntungkan petani, terutama petani singkong yang mengalami kesulitan memasarkan hasil panennya. Bagi BPRS sendiri, pembiayaan salam sebenarnya juga menguntungkan, apabila kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan kesepakatan awal. Kendala yang mungkin akan muncul dalam pembiayaan salam di BPRS adalah apabila petani mengalami gagal panen, maka kuantitas dan kualitas barang tidak akan sesuai dengan apa yang telah disepakati sejak awal. Permasalahan operasionalisasi yang mungkin dihadapi dalam pembiayaan salam adalah sulitnya memberi pemahaman calon nasabah tentang pembiayaan salam, serta mengawasi petani agar supaya tetap menjaga kualitas dan kuantitas hasil panennya. (Roziq, 2014) 2. Resiko yang melekat pada akad salam cukup besar
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
24
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
Musiman seperti cuaca buruk ataupun hama penyakit, antara resiko yang besar dengan cost serta keuntungan tidak sebanding, barang yang dipesan saat jatuh tempo tidak ada dan kualitasnya tidak bagus, Harus memiliki tempat penyimpanan atau gudang, harga tidak bisa ditentukan setelah panen, waktu yang harus menunggu dan hasil panen tidak sesuai dengan harapan (Affandi, 2014) 3. Kurangnya sosialisasi mengenai akad salam terhadap petani Tidak Tahu Akad Salam, hanya mengetahui pembiayaan musiman atau pembiayaan angsuran, pihak bank juga tidak memberikan penjelasan, hanya menjelaskan mengenai pembiayaan angsuran atau musiman (Affandi, 2014). Dengan adanya permasalahan tersebut, perlu adanya membangun solusi untuk menjadikan akad salam sebagai salah satu produk pembiayaan yang applicable, bankable, serta marketable untuk diterapkan di industri perbankan syariah. Dengan melakukan modifikasi yang diharapkan dapat mengeliminasi permasalahan yang melekat pada akad salam yaitu; 1.Mendirikan bank pertanian Dengan mendirikan bank pertanian maka akad salam dapat diterapkan guna menjadi salah satu model pembiayaan untuk pertanian. Menurut kalangan pakar, mereka berpendapat bahwa dalam mendirikan bank pertanian perlu ada masa transisi. Artinya, bank pertanian tidak langsung berdiri sebagai wujud bank yang dalam aspek hukumnya pun harus tunduk dan memenuhi syarat-syarat hukum perbankan. Akan tetapi, bank pertanian dapat dibentuk melalui lembaga- lembaga BUMD. Strategi ini pula yang menjadi prioritas berdasarkan pada data gabungan antara pakar dan praktisi. (Abrista, 2011) 2.Memberikan sosialisasi dan edukasi kepada petani Melalui program sosialisasi, edukasi dan komunikasi baik ke nasabah pada umumnya maupun nasabah petani pada khususnya. Program ini tidak hanya dilakukan oleh perbankan akan tetapi juga dapat dilakukan oleh kalangan Eksternal seperti akademisi, dan sebagainya. (Abrista, 2011) 3.Sistem pembayaran akad salam dengan pilihan sistem tunai atau diangsur Model pembiayaan sistem salam pada petani dengan salam pararel maka lembaga keuangan syariah (Bank Syariah, BPR Syariah dan Koperasi Syariah) akan memperoleh keuntungan dari margin/markup harga. Sistem pembayaran seperti istisna yaitu dengan cara diangsur atau dengan cara murabahah. (Roziq, 2014) 4.Besarnya piutang petani bukan sebagai dasar harga perolehan hasil panen Untuk meminimalisir kerugian pihak bank karena resiko gagal panen, maka besarnya piutang bukan sebagai besarnya harga beli pihak bank, tapi sebagai pembayaran uang muka/DP. Harga perolehan ditentukan setelah diketahui hasil panen dengan menggunakan jasa appraisal atau bekerja sama dengan dinas pertanian, mengingat salah Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
25
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
satu tugas dinas pertanian adalah merumuskan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan dan fasilitasi pengembangan usaha, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, atau dengan cara lain yang tidak menutup kemungkinan untuk melancarkan transaksi ini. Dan menurut pemikiran penulis, petani tidak akan keberatan, selama besarnya piutang sesuai dengan kualitas barang. Dengan berapa solusi yang dibangun tersebut dalam memodifikasi akad salam, maka implikasi terhadap perlakuan akuntansi salam yaitu; Akuntansi untuk pembeli; Pengakuan piutang salam diakui pada saat modal dibayarkan kepada penjual, namun besarnya piutang bukan sebagai dasar besarnya harga beli pihak bank, tapi sebagai pembayaran uang muka. Harga perolehan ditentukan setelah diketahui hasil panen pihak petani.
DAFTAR PUSTAKA Affandi, Anas.2014. Makna Pembiayaan Salam Perspektif Perbankan Syariah Dan Petani Di Probolinggo. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Vol 2, No 2 Antonio, M. S. 1999. Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute. Antonio, M. S. 1999. Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendikiawan. Jakarta: Tazkia Institute. Antonio, Muhammad Syafi’ie, 2001, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press Ascarya, 2007, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Ascarya, et al., 2004, ”Dominasi Pembiayaan Non-Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia: Masalah dan Alternatif Solusi”, PPSK Working Paper Series No: WP/04/02 Ashari dan Saptana, 2005, ”Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian”. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bank
Indonesia. 2014. Komposisi Pembiayaan Syariah Menurut Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 2013. Statistik (Online),(www.bi.go.id).
Bank Indonesia. 2014. Undang-Undang Perbankan Syariah no 21 tahun 2008. (Online), (www.bi.go.id) Devi,
Abrista.2011.Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tidak diterapkannya pembiayaan akad Bay’ As-salam di Bank Syariah Indonesia. Riset Perbankan Syariah ke 4 / FRPS IV
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015
26
MODEL PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL PADA UMKM DI KABUPATEN JEMBER
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2010. PSAK 103 Tentang Akuntansi Salam. FileStandard Akuntansi. (Online), (www.iaiglobal.or.id), Diakses tanggal juni 2015) Roziq, A., dkk.2014. Model Pembiayaan Salam pada Petani Singkong Dan Usaha Kecil Berbahan Singkong di Kabupaten Jember. Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol 12 No.2 Des 2014.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13 No. 2 Desember 2015