Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2014 Vol. 3 No.1 Hal : 55-62 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
MODEL PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN PENANGKAPAN DAN BUDIDAYA LAUT DI PULAU PANJANG KABUPATEN SERANG BANTEN (Coastal Management Model for Marine Culture and Capture Fisheries at Panjang Island Serang Regency Banten) Ririn Irnawati1*, Mustahal1, Adi Susanto1, Mohamad Ana Syabana2 1Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta, KM 04. Pakupatan, Serang, Banten. 2Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta, KM 04. Pakupatan, Serang, Banten. *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 11 Januari 2014/ Disetujui: 18 Maret 2014 ABSTRACT Panjang Island has potential coastal area for marine culture and capture fisheries development. It is located at marine traffic area and industries that threaten to environment quality, marine culture and capture fisheries. The aim of this study is to build a model of coastal management for marine culture and capture fisheries in Panjang Island. This research use survey method and geographic information system. The result showed fishing ground zone of lift net and located outside of marine culture zone. Meanwhile, boat seine fishing ground has long distance from coastal. The marine culture zone is about 265 ha and located at south and east of island. The separation of marine culture and capture fisheries is very important aspect to develop and realize the sustainable of coastal management in Panjang Island. Keywords: capture fisheries, marine culture, Panjang Island, zone ABSTRAK Pulau Panjang memiliki wilayah pesisir yang potensial untuk pengembangan budidaya laut dan penangkapan ikan. Letaknya yang berada di sekitar wilayah lalu lintas laut dan diapit oleh berbagai jenis industri yang berpotensi terhadap pencemaran lingkungan menjadi ancaman yang serius bagi keberlanjutan budidaya dan penangkapan ikan di Pulau Panjang. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model pengelolaan kawasan pesisir di Pulau Panjang untuk kegiatan budidaya laut dan perikanan tangkap. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan wawancara dan penyusunan peta zonasi dilakukan dengan sistem informasi geografis. Zona daerah penangkapan bagan tancap berada di luar kawasan budidaya rumput laut, sementara itu zona penangkapan payang berada jauh lebih jauh dari kawasan budidaya dan bagan. Luas perairan yang memiliki kelayakan tinggi untuk kegiatan budidaya laut seluas 265 ha dan berada di sisi sebelah selatan dan timur Pulau Panjang. Zonasi yang dihasilkan mensyaratkan adanya pemisahan yang jelas antara budidaya dan penangkapan sehingga pengelolaan perikanan berkelanjutan dapat tercapai. Kata kunci: budidaya, model, penangkapan, pulau panjang, zonasi
56
IRNAWATI ET AL.
JIPP
PENDAHULUAN
Penelitian mengenai model pengelolaan kawasan pesisir berbasis ekosistem sangat penting untuk dilakukan. Analisis zonasi, kesesuaian pemanfaatan kawasan dan model pengelolaan kawasan yang sesuai dengan potensinya akan menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun peta zonasi pemanfaakan kawasan pesisir Pulau Panjang untuk kepentingan pemanfaatan yang terpadu dan berkelanjutan. Keterpaduan pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah secara seimbang dan selaras akan memberikan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Pengelolaan secara berkelanjutan tersebut bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, sosial inclusiveness dan keberlanjutan sumberdaya perikanan yang sejalan dengan prinsip-prinsip blue economy.
Pulau Panjang merupakan pulau dengan luas 745 ha, terletak di Teluk Banten dan secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Serang Provinsi Banten. Wilayah pulau ini merupakan salah satu jalur laut strategis dan potensial karena dekat dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dan Pelabuhan Niaga Bojonegara. Selain itu, potensi sumberdaya perikanan dan kelautan seperti ikan dan rumput laut, serta jasajasa lingkungan dan wisata alam yang belum dimanfaatkan dengan optimal layak untuk dikembangkan. Sebelum aktivitas penambangan pasir berkembang (sebelum tahun 2009), kegiatan perikanan di pulau ini sangat berkembang. Penangkapan ikan, budidaya rumput laut, kegiatan wisata budaya dan wisata bahari menjadi sektor yang diandalkan masyarakat. Peluang pengembangan kegiatan perikanan, budidaya rumput laut, dan wisata alam di Pulau Panjang kini cenderung mengalami penurunan karena semakin tingginya tekanan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungan. Hal ini diduga tidak terlepas dari adanya pencemaran perairan laut sekitar Pulau Panjang dan Teluk Banten yang cukup tinggi, akibat adanya kegiatan industri di Bojonegara dan penambangan pasir laut di sekitar pulau. Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan usaha perikanan di Pulau Panjang. Padahal keberadaan pulau ini sebagai salah satu wilayah sentra produksi ikan dan rumput laut telah memberikan manfaat yang besar, baik bagi masyarakat setempat maupun Provinsi Banten. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya pengelolaan dan penataan kawasan pesisir Pulau Panjang demi mengembalikan fungsi ekologis dan ekonomis menuju pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Pulau Panjang pada bulan Juli-Oktober 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengukuran langsung di lokasi penelitian. Data primer berupa kondisi terkini aktivitas perikanan tangkap dan budidaya rumput laut, kendala dan permasalahan serta peluang pengembangan diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan dan penduduk setempat. Data kualitas perairan dan kondisi biofisik perairan Pulau Panjang diperoleh melalui pengukuran langsung dan uji laboratorium. Data ini digunakan sebagai acuan dalam pembentukan model pemanfaatan kawasan pesisir Pulau Panjang. Metode yang digunakan dalam penyusunan model pengelolaan adalah metode sistem informasi geografis (SIG) dengan teknik overlay, terhadap kondisi oseanografi dan faktor yang digunakan sebagai kriteria. Data hasil pengukuran dan analisis sample air laut dari tiap stasiun selanjutnya diolah dengan menggunakan software Arc View 3.2
Vol. 3, 2013
Model Pengelolaan Kawasan Pesisir
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Hasil analisis berupa layer data spasial masing-masing stasiun yang selanjutnya digunakan sebagai masukan untuk overlay. Formula yang berupa syarat pembatas untuk hidup dan berkembangnya suatu komoditas budidaya laut, dimasukkan dengan teknik overlay sehingga didapatkan peta lokasi perairan yang layak untuk budidaya laut. Pada lokasi perairan yang layak ini selanjutnya dihitung kisaran luasannya perairannya yang dapat dikembangkan sebagai lokasi budidaya dengan komoditas yang sesuai. HASIL DAN PEMBAHASAN Pulau Panjang memiliki luas 745 ha dengan dominasi perairan digunakan untuk kegiatan perikanan tangkap dan budidaya rumput laut. Meskipun penataan kawasan budidaya rumput laut telah dilakukan sebelumnya oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang, namun dalam kenyataannya di lapangan belum dilakukan. Kawasan pesisir Pulau Panjang perlu ditata dan dikelola dengan baik untuk tujuan keberlanjutan sumberdaya perikanan dan tujuan pembangunan ekonomi lainnya. Posisi strategis Pulau Panjang yang terpengaruh langsung oleh kegiatan lalu lintas kapal dan kegiatan industri di pesisir Serang dan Cilegon tentunya akan memberikan keuntungan dan kerugian. Potensi perikanan di Pulau Panjang akan mudah dipasarkan dengan harga yang bersaing. Namun disisi lain ancaman pencemaran lingkungan perairan oleh berbagai limbah dari kegiatan industri maupun buangan kapal mengancam setiap saat. Potensi pencemaran limbah terutama logam berat dari berbagai kegiatan industri akan berpengaruh terhadap kualitas perairan di Pulau Panjang. Arifin dan Fadhlina (2009) menemukan bahwa kandungan Pb yang tinggi di pesisir Kamal Muara disebabkan oleh adanya
57
pengaruh aktivitas di kawasan industri, pelabuhan/perkapalan dan limbah domestik yang terbawa aliran arus. Zonasi wilayah pengelolaan Pulau Panjang diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan langkah antisipatif terhadap penurunan kualitas perairan dan ekosistem yang telah tercermin pada kandungan logam berat yang tinggi di perairan Pulau Panjang. Adanya kandungan logam berat di sedimen dan air menunjukkan telah terjadi gangguan terhadap kualitas perairan. Kadar Pb sebesar 0,1 – 0,2 ppm dalam air dapat menyebabkan keracunan pada jenis ikan tertentu dan pada kadar 188 ppm dapat membunuh ikan-ikan (Tarigan et al. 2003). Aspek keamanan ikan dan produk perikanan yang dihasilkan dari perairan Pulau Panjang haruslah menjadi perhatian sehingga keberlanjutan usaha perikanan tangkap dan budidaya di kawasan ini akan tetap berlangsung. Model zonasi pengelolaan kawasan pesisir Pulau Panjang difokuskan untuk kegiatan perikanan tangkap dengan alat tangkap yang sudah ada dan perikanan budidaya laut dengan komoditas utama rumput laut. Model zonasi kawasan pesisir yang direkomendasikan untuk diterapkan di perairan Pulau Panjang disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan hasil penentuan zonasi kawasan pesisir Pulau Panjang dalam penelitian ini, terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan yaitu: 1) Luas wilayah perairan yang dapat dipergunakan untuk usaha budidaya baik rumput laut maupun ikan sudah lebih jelas, sehingga diharapkan bisa mengakomodasi jumlah masyarakat nelayan pembudidaya rumput laut dan ikan di Pulau Panjang. 2) Lokasi budidaya rumput laut pada kenyataannya menyebabkan pengkavlingan lokasi perairan secara tidak langsung, karena lokasi yang telah ditanami oleh seseorang, tidak bisa diakses oleh orang lain. Karena itu dalam penelitian ini ditetapkan
58
3)
4)
5)
6)
7)
IRNAWATI ET AL. pula luasan lokasi budidaya untuk rumput laut yaitu seluas 265 ha. Kegiatan perikanan budidaya ikan ke depan diarahkan di luar zona budidaya rumput laut. Hal ini karena untuk budidaya ikan diperlukan kedalaman perairan tertentu sesuai dengan komoditas yang dibudidayakan. Pusat perkampungan masyarakat letaknya tidak terlalu jauh dari zona perikanan tangkap dan budidaya yang ditetapkan dengan mempertimbangan faktor keterlindungan, sehingga memudahkan bagi nelayan untuk mencapai tempat tersebut dalam menangkap ikan dan kegiatan budidaya laut. Hal ini terutama sangat berguna bagi kegiatan budidaya laut, yang memerlukan kontrol lokasi untuk menjamin keamanan kegiatan budidayanya. Lokasi zona penangkapan ikan terletak di daerah yang bukan merupakan lokasi budidaya sehingga tidak berpotensi menimbulkan benturan kepentingan atau gangguan dan menjamin kenyamanan dan keamanan bagi kegiatan budidaya. Penentuan batas zona masingmasing jenis kegiatan pemanfaatan memiliki dasar yang jelas yaitu berdasarkan kondisi biofisik dan sebaran masyarakat nelayan, sehingga memudahkan dalam penandaan kawasan secara ekologi dan secara umum mudah dipahami oleh masyarakat setempat. Penentuan lokasi zona-zona mencerminkan kondisi ekosistem dan sumberdaya sesungguhnya di lapangan sesuai hasil penelitian, sehingga akan memudahkan dalam melakukan evaluasi ekosistem dan sumberdaya serta bagi kepentingan pengaturan pengelolaan jangka panjang.
JIPP Pengembangan perikanan tangkap di Pulau Panjang tidak terlepas dari pengembangan jenis SDI unggulan, disamping jenis dan jumlah unit penangkapan yang akan dikembangkan. Penentuan prioritas SDI unggulan merupakan proses yang sangat penting mengingat keberadaan SDI unggulan dapat menjadi penentu keberlangsungan pengembangan perikanan tangkap. Berdasarkan identifikasi selama proses penelitian, diketahui bahwa sumberdaya ikan unggulan perikanan tangkap di Pulau Panjang adalah teri dengan alat tangkap payang, bagan perahu dan bagan tancap. Meskipun produktivitas penangkapan ikan teri cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun nelayan payang dan bagan di Pulau Panjang tetap setia menggeluti profesi ini. Sampono et al. (2012) menyatakan nelayan akan tetap mencari ikan meskipun harus berpindah lokasi yang relatif lebih jauh karena keahlian inilah yang telah mereka kuasai. Nelayan juga relatif akan tetap bekerja sebagai nelayan meskipun hasil tangkapannya menurun. Pembagian model zonasi pengelolaan pesisir Pulau Panjang juga telah mempertimbangkan kondisi oseanografi, terutama kedalaman perairan dan substrat dasar di sekitar pulau. Lindholm et al. (2001) menyatakan bahwa pembagian perairan berdasarkan kedalaman yang berhubungan pula dengan bentuk dasar perairan, akan berpengaruh terhadap habitat jenis ikan yang menjadi tujuan penangka-pan, sehingga penggunaan dan pengoperasian alat tangkap untuk pemanfaatan sumberdaya ikan juga perlu untuk diselaraskan. Pengaturan ini juga akan memberikan kesempatan bagi ikan-ikan kecil untuk hidup dan berkembang, tanpa terganggu akibat tekanan penangkapan yang berlebihan.
Vol. 3, 2013
Model Pengelolaan Kawasan Pesisir
59
Gambar 1 Model zonasi pengelolaan kawasan pesisir Pulau Panjang Zonasi pengelolaan kawasan pesisir Pulau Panjang pada intinya mengangkut 2 kegiatan utama yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam model pengelolaan Pulau Panjang adalah: 1) Pengelolaan kegiatan penangkapan dengan alat tangkap payang dan bagan di Pulau Panjang harus sesuai dengan aturan jalur penangkapan ikan. Payang yang
2)
bersifat lebih aktif dari bagan tidak boleh dioperasikandi Jalur 1A. Pengoperasian payang dan bagan juga tidak boleh masuk di kawasan budidaya rumput laut. Pengembangan budidaya rumput laut dapat dilakukan di lokasi perairan yang memiliki tingkat kesesuaian tinggi (sangat sesuai/S1). Nelayan sebaiknya menggunakan bibit yang berasal dari luar Banten untuk mendapatkan hasil
60
IRNAWATI ET AL.
yang lebih optimal dan menghindari serangan penyakit ice-ice. 3) Pengembangan budidaya ikan melalui Keramba Jaring Apung (KJA) dapat menjadi mata pencaharian alternatif bagi nelayan dengan lokasi di sebelah luar dari budidaya rumput laut. Komoditas yang dibudidayakan harus disesuaikan dengan kondisi perairan dan pengetahuan nelayan. Pelatihan dan pendampingan yang intensif diperlukan untuk meningkatkan kualitas nelayan dalam budidaya ikan dalam KJA. 4) Budidaya rumput laut dapat dikombinasikan dengan budidaya kerang hijau sebagai salah satu metode untuk mengurangi tingkat cemaran logam berat di perairan Pulau Panjang. Kerang hijau hasil budidaya tidak untuk dikonsumi manusia karena kandungan logam beratnya akan terakumulasi dan berbahaya bagi kesehatan. Model yang dihasilkan dari penelitian telah mempertimbangkan aspek bioekologi perairan, kegiatan pemanfaatan perairan yang ada (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) dan kondisi oseanografi. Hal ini sesuai dengan kriteria atau kategori dalam perencanaan zonasi menurut Douvere and Ehler (2009) yang menyatakan dalam perencanaan zonasi, setidaknya terdapat tiga kategori informasi spasial yang relevan, yaitu: (1) distribusi biologi dan ekologi termasuk area yang penting bagi spesies tertentu atau komunitas biologi; (2) informasi spasial mengenai aktivitas manusia (termasuk identifikasi konflik pemanfaatan yang ada); dan (3) kondisi oseanografi dan lingkungan fisik lainnya, seperti batimetri, arus dan sedimen. Selain itu, Irnawati et al. (2012) mengemukanan bahwa peran serta masyarakat juga harus menjadi aspek yang sangat diperhatikan dalam pengembangan model pengelolaan berbasis zonasi demi tercapaiknya tujuan pengelolaan yang diinginkan.
JIPP Model zonasi pengelolaan kawasan pesisir Pulau Panjang yang diakomodasikan dalam penelitian ini ditujukan untuk: 1) Mempersiapkan dukungan ruang perairan bagi kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya di masa mendatang melalui alokasi perairan dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung perairan dan lingkungan, serta struktur dan pola kegiatan perikanan. 2) Mengurangi disparitas perkembangan dan pertumbuhan antar wilayah di Kabupaten Serang, melalui penguatan setiap wilayah sesuai potensi dan kendala perkembangan yang dihadapi, terutama kawasan pulau-pulau kecil seperti Pulau Panjang. Pengurangan disparitas tidak dimaksudkan sebagai pencapaian perkembangan dengan tingkat yang sama antara seluruh bagian wilayah Kabupaten Serang atau Provinsi Banten, namun ditujukan untuk memperkuat daya saing masingmasing wilayah secara proporsional sesuai potensi sumberdaya alam dan posisi geografis yang dimiliki. 3) Mendorong kemampuan setiap wilayah terutama pulau kecil untuk memenuhi kebutuhan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara berkelanjutan. Keragaman potensi lokal perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan, dengan tetap memperhatikan daya dukung SDA dan lingkungan. 4) Mendorong pertumbuhan sektor perikanan dan sektor lainnya (pariwisata, perhubungan) secara sinergis untuk memperkuat basis perekonomian melalui pembentukan nilai tambah. Jika sektor perikanan menjadi basis pertumbuhan, maka inisiatif perkembangan sektor lainnya sebagai tata kaitan ke depan (forward linkage)
Vol. 3, 2013
Model Pengelolaan Kawasan Pesisir
yang kuat dan tangguh menjadi prasyarat bagi pengembangan Pulau Panjang. 5) Pengembangan industri diarahkan pada industri perikanan dan pengolahan rumput laut menjadi karagenan sebagai potensi terbesar di wilayah Pulau Panjang dan dilaksanakan dalam prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan industri, perdagangan dan investasi. 6) Mempertahankan dan meningkatkan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan melalui pengelolaan dan pelestarian kawa-san pesisir Pulau Panjang yang melibatkan semua sektor dan mengembangkan kebijakan perairan. Penataan wilayah laut menurut Basuki et al. (2009) pada dasarnya diperlukan dalam kaitannya pengaturan pemanfaatan laut secara optimal dengan mengakomodasi semua kepentingan untuk menghindari adanya konflik pemanfaatan ruang laut. Pengertian ini mengarah pada suatu pemahaman, bahwa pemanfaatan suatu sumber daya laut diberikan batas yang jelas antara zona pemanfaatan yang satu dengan zona yang lain. Aspek yang diperhatikan dalam zonasi adalah sifat dinamis laut, penafsiran nilai ekonomi dan nilai beban lingkungan, sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau, dan kepastian hukum pemanfaatan lahan laut. Sifat dinamis laut, dalam hal ini menurut Basuki et al. (2009) dimana air sebagai media penghantar yang baik sehingga sensitif terhadap setiap perubahan. Perubahan suhu akan berpengaruh pada perubahan salinitas dan sifat fisik lainnya. Kondisi ini mengakibatkan laut sangat sensitif terhadap perubahan cuaca. Arus dan gelombang merupakan salah satu bukti gejala dinamika laut. Aspek sifat laut yang dinamis perlu diperhatikan dalam penarikan zona untuk peruntukan tertentu. Sifat-sifat keseimbangan sistem yang
61
terkait pada zona tersebut perlu diketahui, sehingga penetapan zona apakah dapat dilakukan hanya secara spasial atau juga spasial-temporal untuk menjaga keseimbangan yang ada. Prinsip ini dapat dikembangkan sebagai salah satu dasar pemanfaatan sumberdaya laut yang lestari. Penafsiran nilai ekonomi dan nilai beban lingkungan, dalam hal ini kawasan perairan menurut Sulistyo (2004) dan Basuki et al. (2009) mengandung beragam sumber daya. Sumber daya laut ini perlu didata secara seksama meliputi jenis, sebaran dan rekaan kandungan cadangannya. Jika dikaitkan dengan penarikan zona pemanfaatan untuk peruntukan tertentu ada dua unsur utama yang harus diperhatikan yakni: (1) potensi pasokan, merupakan kondisi sumber daya laut baik fisik maupun biologi yang mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya; dan (2) potensi permintaan, yang meliputi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang dalam perkembangannya memerlukan potensi pasokan yang memadai. Tindakan pemanfaatan sumber daya laut, menurut Sulistyo (2004) dapat dipastikan berdampak pada adanya perubahan keseimbangan alam. Tanpa adanya suatu pengaturan yang tegas, keseimbangan baru yang ditimbulkannya merupakan beban lingkungan. Apabila pada akhirnya biaya untuk perbaikan lingkungan lebih besar dari pada nilai ekonomi yang didapatkan, maka tujuan pemanfaatan sumberdaa untuk dapat memberikan nilai tambah tidaklah dapat tercapai. Karenanya penting bahwa selain penilaian terhadap potensi pasoka dan potensi permintaan, penilaian juga dilakukan pada beban lingkungan akibat pemanfaatan sumber daya. Penilaian potensi tersebut dilakukan pada setiap sumber daya yang tersedia pada kawasan perairan untuk menyusun skala prioritas jenis pemanfaatan
62
IRNAWATI ET AL.
sumber daya laut yang akan dikembangkan. Sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau, dimana kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau sangatlah beragam (Basuki et al. 2009). Perkembangan sosial budaya secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh faktor alam di sekitarnya. Perilaku sosial budaya ini memiliki kaitan erat dengan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya. Kondisi demografi menyangkut masalah perkembangan penduduk, taraf pendidikan, suku bangsa, agama serta tingkat arus informasi yang dapat diterima, merupakan faktor-faktor terkait dalam mengkaji permasalahan sosial budaya masyarakat pesisir untuk perumusan kebijakan penataan wilayah laut. KESIMPULAN Model pengelolaan kawasan pesisir Pulau Panjang yang disusun berdasarkan pada parameter osenaografi, kualitas perairan, aksesibilitas, sarana dan prasarana dan aktivitas pemanfaatan eksisiting mengharuskan adanya zonasi perikanan tangkap dan budidaya yang jelas. Tidak boleh ada tumpang tindih pemanfaatan wilayah karena dapat memicu terjadinya konflik perebutan sumberdaya perikanan. DAFTAR PUSTAKA Arifin Z dan Fadhilina D. 2009. Fraksinasi Logam Berat Pb, Cd, Cu dalam Sedimen dan Bioavailabilitasnya bagi Biota di Perairan Teluk Jakarta. Ilmu Kelautan. 14(1): 27-32. Basuki I, E Sembiring, D Safitriani, D Simanjutak. 2009. Sumberdaya Laut Indonesia dan Pengelolaannya. Batam: Kadin Batam. 19 hlm.
JIPP Douvere F and C Ehler. 2009. Marine Spatial Planning: A Step-by-Step Approach Toward Ecosystembased Management. IOC Manual and Guides No. 53, ICAM Dossier No. 6. Intergovernmental Oceanographic Commission and Man and the Biosphere Programme. Paris: UNESCO. 99 hlm. Irnawati R, D Simbolon, B Wiryawan, B Murdyanto, TW Nurani. 2012. Teknik Interpretative Structural Modeling (ISM) untuk Strategi Implementasi Model Pengelolaan Perikanan Tangkap di Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan 2(1): 7586. Lindholm JB, PJ Auster, M Ruth, L Kaufman. 2001. Modeling the Effect of Fishing and Implications for the Design of Marine Protected Areas: Juvenile Fish Responses to Variations in Seafloor Habitat. Conservation Biology 15: 424-437. Sampono N, A Purbayanto, J Haluan, B Wiryawan, A Fauzi. 2012. Strategi Nelayan dalam Menghadapi Dampak Reklamasi di Teluk Jakarta. Buletin PSP 20(4): 423-430. Sulistyo B. 2004. Sebuah Pemikiran Kadaster Laut Sebagai Langkah Menuju Penataan Wilayah Laut [Makalah Seminar]. Pertemuan Ilmiah Tahunan Teknik Geodesi ITS. Surabaya: Teknik Geodesi ITS. 8 hlm. Tarigan Z, Edward dan A Rozak. 2003. Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan ni dalam air laut Dan sedimen di muara sungai membramo, papua dalam Kaitannya dengan kepentingan budidaya perikanan. Makara Sains. 7(3): 119-127.