Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG SUKSES MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS LEARNING MODELS SUCCESFULLY TO TRAIN CRITICAL THINKING SKILL Muchlis Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761 Email :
[email protected] Abstrak. Telah dilakukan penelitian penerapan model-model pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis. Subyek penelitian terdiri dari siswa SMA di beberapa kabupaten di Jawa Timur. Bertindak sebagai guru adalah para mahasiswa semester akhir Jurusan Kimia Prodi Pendidikan Kimia FMIPA Unesa. Kesuksesan model pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis didasarkan atas ketuntasan hasil belajar siswa dalam satu kelas. Ketuntasan tercapai jika jumlah siswa yang mencapai KKM lebih atau sama dengan 80%. Ketuntasan hasil belajar siswa didasarkan atas kemampuan siswa menyelesaikan soal post test. Soal post test merupakan soal dengan level berpikir kritis yang sudah tervalidasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran yang sukses untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah pembelajaran dengan strategi POGIL, inkuiri, dan CTL. Kata kunci: Keterampilan berpikir kritis, POGIL, inkuiri dan CTL
Abstract. It has been conducted a research of applying learning models successfully to train critical thinking skill. Research subyek consist of high school student in some regency of East Java. Teacher Is roled by final semester student on Chemistry department of Chemistry Education program on Mathematics and Science faculty of Surabaya State University. Successfulness of learning model to train critical thinking skill based on learning result mastery of student in one class. Mastery is reached if number student reached Minimum Mastery Criterion is equal to or more 80%. Learning result mastery based on ability of student finish post test. Problem of Post test is problem with critical thinking level which have been validated. Result of research show learning models successfully to train critical thinking skill are learning with POGIL strategy, inquiry, and CTL. Keywords: critical thinking skill, POGIL, inquiry and CTL. ketidakseimbangan dalam mengolah alam menjadi faktor makin sulitnya memprediksi masa depan. Oleh karena itu keterampilan berpikir kritis menjadi urgen dimiliki siswa. Besarnya harapan agar siswa memiliki keterampilan berpikir kritis tidak sejalan dengan fakta di lapangan. Berdasarkan penelitian awal tahun pelajaran 2013-2014, tidak lebih dari 40% siswa kelas XI-MIA 1, 2 dan 4 SMAN 1 Tuban yang dapat menyelesaikan soal kategori C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi) dan C6 (mengkreasi), yakni soal yang merepresentasikan keterampilan berpikir kritis [3]. Fakta senada dari hasil penelitian awal untuk tahun pelajaran 2013-2014 bahwa jumlah
PENDAHULUAN Tujuan Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) untuk SMA yaitu harus menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan[1]. Keterampilan berpikir kritis menjadi salah satu kemampuan urgen yang harus dimiliki peserta didik. Berpikir kritis, membuat keputusan dan memecahkan masalah yang kompleks secara lintas bidang keilmuwan merupakan kebutuhan kompetensi masa depan yang diperlukan oleh siswa [2]. Masa depan adalah misteri. Kemajuan teknologi dan informasi, meningkatnya populasi penduduk, makin kompleks-nya kebutuhan hidup dan
B - 153
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
siswa kelas XI-MIA 1-5 SMAN 2 Magetan yang dapat menyelesaikan soal jenis analisis, eksplanasi, dan inferensi hanya berkisar 10-35% [4]. Demikian pula hasil penelitian awal dari 3 kelas XI-MIA 1, 2, dan 3 SMAN 1 Puri Mojokerto tahun pelajaran 2014-2015 menunjukkan jumlah siswa yang mampu menyelesaikan soal analisis, eksplanasi dan inferensi berkisar antara 17-50% [5]. Hasil penelitian awal pada siswa SMAN 18 Surabaya tahun pelajaran 2014-2015 menunjukkan bahwa rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis siswa untuk kelas XI-MIA 1 hingga 5 berkisar 1,48 – 2,08 dengan menggunakan skala 4 [6]. Siswa dapat memiliki keterampilan berpikir kritis jika dilatih. Latihan ini memerlukan strategi, pendekatan atau model pembelajaran yang sesuai hakekat dari pengertian keterampilan berpikir kritis. Beberapa ahli memberikan pengertian berpikir kritis berdasarkan penekanan aspek tertentu. Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan [7]. Senada dengan pengertian ini, ahli lain berpendapat keterampilan berpikir kritis adalah proses menggunakan pemikiran untuk melihat mana yang benar dan mana yang salah dari informasi dan berita yang kita dengar sehari-hari [8]. Secara lebih rinci keterampilan berpikir kritis meliputi interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan dan regulasi diri [9] sedangkan menurut Bloom keterampilan berpikir kritis mencakup kemampuan menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi [10]. Berdasarkan pengertian keterampilan berpikir kritis di atas, ada beberapa pilihan strategi, pendekatan atau model pembelajaran yang dapat diterapkan pada siswa untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis. Pertama, pembelajaran dengan strategi POGIL (Process Oriented Guided Inqury Learning). Penerapan strategi POGIL akan terjadi proses pemerolehan informasi, analisis situasi terhadap informasi, dan pengetahuan awal untuk memperoleh konsep yang tepat secara keilmuan [11]. Kedua, Inkuiri. Model pembelajaran ini merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan sehingga menempatkan siswa sebagai subjek belajar [12]. Ketiga, pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Pendekatan CTL menekankan pada keterlibata siswa dalam proses pembelajaran secara penuh sehingga mampu menguasai materi pelajaran dan dapat menghubungkannya dengan situasai nyata dalam kehidupan, yang pada akhirnya kelak dapat membekali siswa untuk diterapkan dalam kehidupan nyata mereka [13]. Tentu saja ada beberapa strategi atau pendekatan atau model pembelajaran lain yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, namun di sini dibatasi sebagaimana tersebut di atas. METODE PENELITIAN Subyek penelitian terdiri dari siswa SMA di beberapa kabupaten di Jawa Timur. Bertindak sebagai guru adalah para mahasiswa semester akhir Jurusan Kimia Prodi Pendidikan Kimia FMIPA Unesa. Kesuksesan model pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis didasarkan atas ketuntasan klasikal hasil belajar siswa dalam satu kelas. Ketuntasan klasikal tercapai jika jumlah siswa yang mencapai KKM lebih atau sama dengan 80%.
Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa didasarkan atas kemampuan siswa menyelesaikan soal posttest. Soal posttest merupakan soal dengan level berpikir kritis yang sudah tervalidasi. Kesuksesan model pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis dapat juga didasarkan atas peningkatan nilai posttest terhadap pretest yang dinyatakan dengan gain score (g). Perhitungan gain score yang dinormalisasi digunakan persamaan sebagai berikut [14]:
Keterangan: ⟨g⟩ = peningkatan kemampuan berpikir kritis ⟨Sf⟩ = rata-rata skor tes akhir ⟨Si⟩ = rata-rata skor tes awal
B - 154
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 pembelajaran inkuiri. Jika POGIL pelaksanaannya bisa diintegrasikan ke dalam model pembelajaran tertentu, maka model pembelajaran inkuiri memiliki langkah-langkah tersendiri. Penerapan model pembelajaran inkuiri dilakukan di 1) SMAN 9 Surabaya, kelas XI IPA 3 pada tahun pelajaran 2011-2012, 2) SMAN 1 Tuban, kelas XI-MIA 4 tahun pelajaran 2014-2015, dan 3) SMAN 2 Magetan, kelas XI MIA tahun pelajaran 2014-2015. Rancangan penelitian adalah one group pretest-posttest. Berdasarkan hasil penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 9 Surabaya, menunjukkan rata-rata hasil tes berpikir kritis meningkat dari 10,94 (pretest) menjadi 78,05 (posttest) [18]. Hasil penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 1 Tuban, menunjukkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan gain score 0,73 (artinya tinggi) dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 100% [3]. Adapun hasil penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 2 Magetan, menunjukkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan gain score 0,66 (artinya sedang) [4].
Hasil gain score yang didapatkan diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 1 Interpretasi Gain Score yang dinormalisasi Interpretasi Nilai ⟨g⟩ Tinggi ⟨g⟩≥ 0,7 0,7 >⟨g⟩ ≥ 0,3 Sedang Rendah ⟨g⟩<0,3 [14] HASIL DAN PEMBAHASAN Subyek penerapan pembelajaran strategi POGIL adalah 28 siswa kelas XI IPA SMAN 1 Sooko Mojokerto dengan rancangan penelitian one group pretest-posttest. Siswa diberikan suatu pemodelan berkaitan dengan materi yang kemudian diberi pertanyaan level berpikir kritis. Selanjutnya siswa berlatih menyelesaikan soal-soal latihan level berpikir kritis. Pertanyaan level berpikir kritis digunakan dalam aktivitas POGIL untuk mengeksplorasi model oleh siswa [15]. Ekplorasi sangat berguna untuk menuntun siswa mencapai jawaban hipotesis atau kesimpulan yang terintegrasi dengan konsep kimia. Keterampilan berpikir kritis siswa terbukti meningkat dengan gain score sebesar 0,7155 dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 89,28% melalui penerapan pembelajaran dengan strategi POGIL ini [16]. Angka ini diinterpretasikan tinggi menurut Hake [14]. Tingginya gain score ini tidak lepas dari keaktivan siswa dalam pembelajaran dengan strategi POGIL. Pengetahuan itu bersifat personal, siswa lebih menikmati dirinya sendiri dan berkembang lebih bagus dalam penguasaan materi pelajaran jika diberi kesempatan membangun pengetahuan mereka sendiri [17]. Mengeksplorasi model, menjawab pertanyaan level berpikir kritis, dan segala upaya hingga mencapai kesimpulan yang dilakukan siswa merupakan kesempatan yang disediakan oleh guru dalam penerapan pembelajaran dengan strategi POGIL. Pemberian kesempatan ini dengan sendirinya akan menuntut siswa aktif belajar dan mendorong terbentuknya keterampilan berpikir kritisnya. Dengan demikian pembelajaran dengan Strategi POGIL sukses melatihkan keterampilan berpikir kritis. Selain POGIL, alternatif melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah model
Model pembelajaran inkuiri dimulai dari observasi menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, merencanakan pemecahan masalah (melalui eksperimen atau cara lain), melaksanakan eksperimen, melakukan pengamatan dan pengumpulan data, analisis data dan penarikan kesimpulan atau penemuan [19]. Aktivitas dalam model pembelajaran inkuiri akan menumbuhkan kemampuan interpretasi, analisis, eksplanasi dan inferensi yang merupakan bagian dari keterampilan berpikir kritis [4]. Interpretasi dapat dilakukan dalam langkah observasi sampai pengumpulan data. Eksplanasi dilakukan siswa pada langkah orientasi, merumuskan hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Analisis digunakan saat langkah merumuskan masalah, menguji hipotesis menganalisis data. Keterampilan inferensi digunakan pada saat merumuskan kesimpulan. Keterampilan berpikir kritis juga mencakup kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal kategori C4 (analisis), C5 (evaluasi) dan C6 (kreasi). Siswa dilatih menganalisis ketika merumuskan masalah, menguji hipotesis, dan menganalisis data hasil eksperimen. Siswa
B - 155
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 1.
dilatih mengevaluasi saat merancang eksperimen, dan menafsirkan data. Siswa dilatih mengkreasi saat merumuskan masalah, mengajukan hipotesis maupun menyimpulkan hasil eksperimen. Melibatkan siswa secara aktif dan pemberian kesempatan dalam pembelajaran inkuiri sekali lagi menjadi kesuksesan model pembelajaran ini melatihkan keterampilan berpikir kritis. Namun perlu ada pengontrolan waktu saat menerapkan model pembelajaran inkuiri. Siswa sering terlalu asyik saat bereksperimen dan diskusi.
2.
Keterampilan berpikir kritis juga dapat dilatihkan melalui pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan peningkatan gain score sebesar 0,86 (artinya tinggi) [6]. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA SMAN 18 Surabaya tahun pelajaran 2014-2015. Rancangan penelitian adalah one group pretestposttest. CTL adalah pendekatan pembelajaran yang terdiri dari tujuh komponen yaitu konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, asesmen autentik dan refleksi [13]. Aktivitas konstruktivisme dalam penerapan CTL akan melatih siswa dalam melakukan interpretasi dan eksplanasi. Aktivitas bertanya akan melatihkan kemampuan analisis. Aktivitas inkuiri akan melatihkan interpretasi, eksplanasi, dan analisis. Aktivitas masyarakat belajar akan melatihkan analisis. Pemodelan akan melatihkan siswa melakukan interpretasi. Refleksi akan melatihkan siswa melakukan analisis dan eksplanasi.
3.
pembelajaran dengan strategi POGIL dengan peningkatan gain score 0,7155 (tinggi) dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 82,89%. model pembelajaran inkuiri di SMAN 9 Surabaya, dengan rata-rata hasil tes berpikir kritis meningkat dari 10,94 (pretest) menjadi 78,05 (posttest). Penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 1 Tuban, dengan peningkatan keterampilan berpikir kritis gain score 0,73 (tinggi) dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 100%. Penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 2 Magetan, dengan peningkatan gain score 0,66 (sedang). CTL dengan peningkatan gain score 0,86 (tinggi).
DAFTAR PUSTAKA 1.
Depdikbud. 2006. Permendikbud no 23 tahun 2013 tentang SKL. Jakarta: Depdikbud.
2.
Depdikbud. 2014. Permendikbud no 61 tahun 2014 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasa .Depdikbud. Agustin, Uswatun Hasanah dan Muchlis. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Laju Reaksi Kelas XI SMA Negeri Tuban. Surabaya: UNESA Journal of Chemical Education, Vol. 4, No. 1, Januari 2015. Herjinda, Windha dan Muchlis. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Pokok Asam Basa Kelas XI SMAN 2 Magetan. Surabaya: UNESA Journal of Chemical Education, Vol. 4, No. 2, May 2015 Hardinita, Ewing dan Muchlis. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7-E untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Pokok Larutan Penyangga Kelas XI-MIA SMA Negeri 1 Puri Mojokerto. Surabaya: UNESA Journal of Chemical Education, Vol. 4, No. 3, September 2015. Suwiton dan Muchlis. 2015. Implementation Of Contextual Teaching
3.
4.
CTL menuntut pembelajaran yang terkait dengan masalah kehidupan nyata. Hal ini menambah motivasi siswa dalam pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis akan sangat membantu siswa dalam menghadapi permasalahan sehari-hari. Sekali lagi CTL merupakan pendekatan pembelajaran suskses melatihkan ketermpilan berpikir kritis.
5.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penerapan strategi, model dan pendekatan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi, model dan pendekatan pembelajaran yang sukses melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah:
6.
B - 156
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
7.
8. 9.
10.
11.
12.
18. Hanifah, Nurika dan Agustini, Rudiana. 2012. Peningkatan Self Efficacy dan Berpikir Kritis
And Learning Approach To Improve Student Critical Thinking Skills On Salt Hydrolysis Materials In Class XI MIA SMAN 18 Surabaya. Surabaya: UNESA Journal of Chemical Education, Vol. 4, No. 2, May 2015. Ennis, R.H. 1991. Goals for a Critical Thinking. Illinois Critical Thinking Project: University Illinois. Wood, Robin. 2002. Critical Thinking. Document for personal use. Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Duron, R., dkk. (2006). Critical Thinking Framework for Any Discipline. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education Vol. 17: Zawadzki, Rainer. 2010. Is ProcessOriented Guided-Inquiry Learning (POGIL) Suitable As A TeachingMethod In Thailand’s Higher Education?. Asian Journal On Education and Learning. 1(2). Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa.
melalui Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Materi Pokok Asam Basa Kelas XI SMAN 9 Surabaya. Surabaya: UNESA Journal of Chemical Education, Vol. 1, No. 1, May 2012. 19. Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach : Belajar Untuk Mengajar.(terjemahan Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Suetjipto). Edisi ketujuh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
13. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. 14. Hake, R.R.. 1998. Interactive Engagement
Versus Traditional Methods: A Six Thousand Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. American Journal Physics. Vol. 66, No. 1, Hal. 64-74. 15. Hanson, David M. 2006. Instructor’s Guide to Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. Lisle: Pacific Crest . 16. Rohmah, Yanuarin N dan Muchlis. 2013. Penerapan Pembelajaran dengan Strategi POGIL pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMAN 1 Sooko Mojokerto. Surabaya: UNESA Journal of
Chemical Education, Vol. 2, No. 3, September 2013. 17. Moog, Rick, et. al. 2015. Why Use ProcessOriented Guided-Inquiry Learning?. http://serc.carleton.edu/sp/pkal/pogil/index .html. Diakses tanggal 1 Oktober 2015.
B - 157