BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini memberikan banyak manfaat bagi manusia dalam menjalani kehidupan, namun juga menimbulkan berbagai permasalahan yang semakin kompleks sehingga menjadi tantangan tersendiri yang
membutuhkan
keterampilan
berpikir
yang
baik
untuk
dapat
menyelesaikannya. Keterampilan berpikir kritis (Critical thinking skills) telah menjadi
fenomena
penting
dalam
dunia
pendidikan
maupun
dalam
penerapannya menghadapai tantangan. Komunitas berpikir kritis (Critical thinking community) mendefinisikan berpikir kritis sebagai kedisiplinan proses intelektual yang secara aktif, kemahiran konsep, mengaplikasi, menganalisis dan atau merefleksi, penalaran atau komunikasi yang menuntun kepada sebuah keyakinan dan tindakan (Scriven dan Paul, 2007). Shakirova (2007) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan hal yang penting sebab dapat memampukan peserta didik untuk dapat beradaptasi secara efektif dengan masalah sosial, masalah ilmiah dan masalah praktis. Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan yang memiliki keterkaitan dalam mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan permasalahan sehingga menghasilkan pertimbangan dan keputusan yang tepat.
1
2
Dunia kesehatan saat ini juga mengalami berbagai tantangan tersendiri, tuntutan
masyarakat
terhadap
pelayanan
kesehatan
yang
bermutu,
perkembangan pola penyakit dan kemajuan teknologi menjadi tantangan yang menuntut para pekerja kesehatan khususnya para dokter untuk dapat memiliki keterampilan berpikir kritis yang tinggi. Institusi pendidikan khususnya pendidikan kedokteran dituntut untuk dapat mengembangkan kemapuan berpikir kritis, sehingga dapat beradaptasi terhadap berbagai tantangan di masa depan. Untuk merespon hal ini berbagai lembaga pendidikan telah banyak melakukan perubahan dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, berbagai inovasi dalam mengajarkan, menilai berpikir kritis dan reformasi terhadap kurikulum pembelajarannya. Pada laporan yang disampaikan General medical council (1993) pada topik Tommorow’s doctors merekomendasikan untuk melakukan revisi kurikulum yang bertujuan untuk menyelenggarakan pengembangan berfikir kritis, keterampilan profesionalisme dan pembelajaran sepanjang hayat. Beberapa fakultas kedokteran di Indonesia telah melakukan perubahan kurikulum pendidikan dari strategi pembelajaran konvensional (Student centre learning) menjadi strategi pembelajaran Problem-based Learning (PBL) yang diketahui merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengembangkan
dan
mempercepat
keterampilan
berpikir
kritis
mahasiswa (Tiwari et al, 2006). Beberapa lembaga pendidikan seperti Accreditation council for pharmacy eduacation, Association of America collages and universities, American dental
3
education association, American association of collages of nursing, Council on podiatric medical education dan Accreditation council for occupational therapy education menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap lulusan (Rowles et al, 2013). Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI,2012) terdiri dari 7 area kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Berpikir kritis, metodologi penelitian dan statistika merupakan kompetensi dalam area kompetensi mawas diri dan pengembangan diri. Seorang dokter diharapkan memiliki keterampilan berpikir kritis yang tinggi sehingga dapat membuat keputusan yang tepat berhadap setiap kasus penyakit yang dialami oleh pasien. Di dalam SKDI kompetensi metodologi penelitian dan satatistika terdiri dari kompetensi konsep dasar penulisan proposal dan hasil penelitian, konsep dasar pengukuran, konsep dasar disain penelitian, konsep dasar uji hipotesis dan statistik inferensia, telaah kritis dan prinsip-prinsip presentasi ilmiah. Berpikir kritis selama dekade terakhir ini telah menjadi subjek perdebatan di dunia pendidikan. Beberapa kajian ilmiah mengenai berpikir kritis yang sering dilakukan oleh para peneliti diantaranya mengenai definisi (terminologi), komponen-komponen berpikir kritis, strategi pengajaran, inovasi dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, metode pengukuran dan hambatan dalam berpikir kritis. Definisi berpikir kritis sangat banyak disebutkan oleh para pakar dengan berbagai pendapat dan tidak jarang menimbulkan berbagai kontroversi dan kesalahpahaman baik itu kepada para pengajar, praktisi maupun peneliti yang
4
berdampak pada implementasinya. John Dewey (1933, disitasi oleh (Gupta et al,2012) menyatakan berpikir kritis merupakan sebuah proses pengaturan diri (Self-regulatory process) dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan. Ennis (1986, disitasi oleh (Saadati et al, 2010) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Halpern (1998) menyatakan bahwa berpikir kritis mengacu pada bagaimana seseorang menggunakan keterampilan dan strategi kognitif dalam mencapai tujuan. Berpikir kritis adalah menentukan tujuan (purposeful), mempertimbangkan (reasoned) dan mengacu langsung kepada sasaran. Konsensus American Philosophical Association (1990) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis terdiri dari dispositions dan ability. Komponen dispositions terdiri dari 7 komponen yaitu truth seeking, openmidedness, analyticity, systematicity, self-confidance, inquisitiveness, dan maturity of judment sedangkan komponen inti dalam keterampilan berpikir kritis (ability) terdiri dari 6 komponen yaitu interpretation, analysis, inference, explanation, evaluation dan self-regulation. Beberapa pakar pendidikan meyakini bahwa berpikir kritis merupakan fenomena umum dalam semua disiplin ilmu, beberapa lagi meyakini bahwa beberapa aspek dalam berpikir kritis seharusnya menjadi lebih spesifik untuk setiap disiplin ilmu (McCarthy, 2003). Scheffer & Rubenfeld (2000) menyatakan bahwa berpikir kritis terdiri dari 10 kebiasan dalam berpikir (habits of mind) dan 7 keterampilan berpikir kritis. Para pakar pendidikan kesehatan
5
(Keperawatan) berpendapat bahwa selama belum adanya definisi yang spesifik yang dapat digunakan untuk menjelaskan berpikir kritis bagi keperawatan, hal ini berpotensi untuk dapat menimbulkan kebingungan. Chan (2013) dalam studi litearatur yang dilakukan (systematic review) mengenai berpikir kritis, menyatakan bahwa sebagian besar literatur yang digunakan dalam penalitian ini berasal dari nagara-negara barat dan hanya beberapa literatur yang berasal dari Asia. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk dapat melakukan kajian ilmiah terkait berpikir kritis di negara-negara Asia hal ini dapat dipahami karena adanya perbedaan budaya yang dapat mempengaruhi
dan sangat baik untuk dipahami secara global mengenai
berpikir kritis. Di Indonesia penelitian mengenai berpikir kritis mulai berkembang sejak beberapa institusi pendidikan, khususnya di fakultas kedokteran menggunakan strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. FK UGM yang berdiri sejak tahun 1946 merupakan pelopor pelaksanaan PBL di Indonesia. Pembelajaran PBL di FK UGM dilaksanakan sejak tahun 1992 (hybrid PBL) dan sejak tahun 2002 FK UGM menggunakan PBL secara menyeluruh. Pembelajaran PBL di FK UGM dapat di indentifikasi melalui proses pembelajaran tutorial dengan seven-jump. Penelitian sarjana di FK UGM atau yang lebih dikenal dengan karya ilmiah skripsi merupakan salah satu strategi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam SKDI. Di dalam
6
berbagai kajian literatur mengenai penelitian sarjana (Undergraduate research) menyatakan bahwa penelitian sarjana memiliki berbagai manfaat yaitu kemampuan mengumpulkan data, kemampuan analisis, berpikir kritis, kemampuan menulis, kepercayaan diri, kreativitas, kemampuan verbal dan kemampuan kemampuan persuasif (Seymour et al, 2004). Dari berbagai kajian literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun karya ilmiah skripsi merupakan penelitian awal, namun dengan banyaknya manfaat yang diperoleh dapat
menjadi
salah
satu
sarana
yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Black (2012) melakukan kajian ilmiah mengenai bagaimana kegiatan penelitian dapat berkontribusi menjadi sarana penilaian yang valid dalam mengukur kemampuan berpikir kritis. Berbagai pandangan mengenai definisi berpikir kritis berdampak pada pemahaman mengenai konsep berpikir kritis dan implementasi metode pengajaran yang dilakukan oleh para pengajar. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis berasal dari mahasiswa, pengajar, sistem pendidikan dan lingkungan (Chan, 2013 dan Kowalczyk et al, 2012). Berpikir kritis dan kemampuan penelitian sebagai keluaran kompetensi yang harus dimiliki membutuhkan pemahaman yang baik dalam pengajaran maupun dalam penilaian. Metode penilaian yang valid dan reliabel sangat dibutuhkan sehingga dapat dinilai tingkat keberhasilannya dan dapat digunakan sebagai evaluasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dalam proses belajar. Berdasarkan berbagai latar belakang dan permasalahan
7
yang telah disampaikan sebelumnya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai berpikir kritis melalui karya ilmiah skripsi di FK UGM. I.2. Perumusan Masalah Penelitian mengenai berpikir kritis
dan penelitian sarjana telah banyak
dilakukan, berbagai kajian mengenai definisi dan penilian terhadap berpikir kritis memiliki berbagai pandangan dari banyak ahli yang seringkali menimbulkan kebingungan dan perdebatan. Zygmont & Schaefer (2006) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman para pengajar terhadap berpikir kritis dan kemampuan dalam memaksimalkan keterampilan berpikir siswa. Dari penelitian ini diperoleh bahwa para pengajar dapat menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang tinggi tetapi kurang memiliki keterampilan dalam memaksimalkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Krupat et al. (2011) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana para pengajar menjabarkan definisi berpikir kritis dan secara konsisten menjabarkan definisi tersebut di lingkungan pembelajaran klinik. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa para pengajar menjelaskan berpikir kritis sebagai sebuah kemampuan (ability) namun tidak konsisten menggunakan definisi tersebut dalam penilaian berpikir kritis. Rowles et al. (2013) melakukan penelitian survey dengan tujuan mengetahui persepsi tenaga pengajar mengenai berpikir kritis dan cara mengajarkannya kepada peserta didik. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa para pengajar memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenai berpikir kritis, dan kurang memiliki keterampilan dalam mengajarkan berpikir kritis.
8
Dari hasil penelitian ini direkomendasikan kepada institusi untuk memberikan penjelasan
dan
kesepakatan
mengenai
pemahaman
berpikir
kritis,
mempersiapkan para pengajar untuk mengajarkan berpikir kritis, dan melakukan perbaikan sistem pendidikan dan lingkungan pembelajaran yang mendukung pembelajaran berpikir kritis. Perbedaan definisi dan pemahaman mengenai berpikir kritis menyebabkan perbedaan dalam metode pengajarannya, dan penilaian keterampilan berpikir kritis sebagai kompetensi yang harus dimiliki membutuhkan instrumen penilaian yang valid dan reliabel (Facione et al, 2002 ; Turner n.d, 2006) ; Chan, 2013). Sebagai kompetensi yang harus dicapai kesepakatan yang terstandar mengenai definisi, metode pengajaran dan komponen dalam penilaian masih membutuhkan kajian yang mendalam. Berdasarkan hal-hal tersebut, masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pendapat pengajar di FK UGM dalam mengajarkan dan menilai berpikir kritis melalui karya ilmiah skripsi?”
9
I.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pendapat pengajar FK UGM tentang cara mengajar dan menilai berpikir kritis. 2. Tujuan khusus 1. Mengetahui definisi berpikir kritis di kedokteran. 2. Mengetahui komponen-komponen keterampilan berfikir kritis yang dapat dinilai melalui penulisan kaya ilmiah skripsi. 3. Mengetahui bagaimana mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi mahasiswa kedokteran melalui penulisan karya ilmiah skripsi. 4. Mengetahui bagaimana menilai keterampilan berpikir kritis mahasiswa melalui penulisan karya ilmiah skripsi.
I.4. Keaslian Penelitian Telah banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan tema berpikir kritis.
Dari
penelitian-penelitian
yang
telah
dilakukan
baik
terkait
pemahaman, implementasi dalam proses belajar mengajar dan metode penilian masih banyak mengundang pertanyaan. Beberapa penelitian mengenai berpikir kritis yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain: 1. Paul (2014)) yang melakukan penelitian dengan judul “Assessment of critical thinking : A Delphi study”. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan metode Delphi (3 putaran) dengan sampel penelitian adalah 10 orang pengajar yang
10
memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mengukur keterampilan berpikir kritis mahasiswa keperawatan di lingkungan klinik. Penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menilai berpikir kritis membutuhkan waktu yang cukup dan instrumen yang tepat untuk menilai berpikir kritis dalam lingkungan klinik 2. Scheffer dan Rubenfeld (2000) yang melakukan penelitian dengan judul “A Concensus Statement on critical Thinking in Nursing”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode Delphi (5 putaran). Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah para pakar di bidang keperawatan yang berasal dari 9 negara sebanyak 72 orang. Tujuan penelitian ini adalah membuat definisi berpikir kritis di keperawatan dan komponen-komponen berpikir kritis. Hasil peneilitian ini diperoleh 10 komponen habits of mind (affective components) yaitu confidence, contextual
perspective,
creativity,
flexibility,
inquisitiveness,
intellectual integrity, intuition, open-mindedness, perseverance, dan reflection dan 7 keterampilan berpikir kritis yaitu analyzing, applying standards, discriminating, information seeking, logical reasoning, predicting dan transforming knowledge. 3. APA (1990) dalam peneltiannya yang berjudul “A statement of expert consencus for purposes educational assessment and instruction. Research findings and recomendations”. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan metode Delphi (6 putaran) terhadap 46
11
ahli. Dari penelitian ini dihasilkan sebuah konsensus mengenai definisi berpikir kritis dan komponen dispositions dan skills berpikir kritis. 4. Black (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “An overview of a programme of research to support the assessment of Critical Thinking” tujuan penelitian ini adalah bagaimana aktivitas penelitian dapat dengan valid berkontribusi dalam penilaian berpikir kritis. Kesamaan dari penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama-sama ingin mengkaji definisi berpikir kritis. Perbedaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah: 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui komponen berpikir kritis yang dapat dinilai dengan tulisan karta ilmiah (skripsi), keterampilan yang dibutuhkan seorang pengajar untuk dapat mengajarkan keterampilan berpikir kritis, cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis dan cara menguji keterampilan berpikir kritis bagi mahasiswa kedokteran di Indonesia. 2. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan metode Delphi sebanyak 2 putaran. Pengumpulan data akan dilakukan dengan semi struktural kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan literatur. 3. Sampel penelitian adalah para pakar yang berasal dari Indonesia (FK UGM) berjumlah 20 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan tempat penelitian yang dilakukan di Indonesia.
12
Tabel 1. Keaslian penelitian Perbedaan
Paul (2014)
Tujuan Penelitian
Penilaian berpikir kritis mahasiswa keperawatan di lingkungan klinik
Metode penelitian
Kualitatif, kuantitaif dengan metode Delphi (3 putaran)
Populasi
Dosen keperawatan berjumlah 10 orang pakar, purposive sampling
Black (2012)
1.
Definisi dan taxonomy komponen berpikir kritis 2. Survey masalah praktis mengajarkan berpikir kritis 3. Menguji prediktif validiti tes penerimaan Kualitatif dan kuantitatif
Dosen mahasiswa
dan
Scheffer dan Rubenfeld (2000) Komponen berpikir kritis di keperawatan
APA (1990)
Penelitian ini
Definisi dan komponen berpikir kritis
Cara menilai dan mengajar berpikir kritis mahasiswa kedokteran
Kualitatif dan kuantitatif dengan metode Delphi (5 Putaran)
Kualitatif , kuantitatif dengan metode Delphi (6 Putaran)
Dosen keperawatan dari 9 negara berjumlah 72 pakar, purposive sampling
Dosen dari berbagai latar belakang di Amerika yang berjumlah 45 orang pakar, purposive sampling
Kualitatif dan kuantitatif dengan metode Delphi (2 Putaran) Dosen FK UGM (Indonesia) berjumlah 15 orang pakar dari latar belakang klinisi, medical education dan psikologi pendidikan, purposive sampling
13
I.5. Manfaat Penelitian Teoritis : Memberikan tambahan pemikiran mengenai cara mengajarkan dan menilai berpikir kritis di kedokteran. Praktis : 1. Memperoleh definisi berpikir kritis di kedokteran. 2. Memperoleh komponen-komponen keterampilan berpikir kritis yang dapat dinilai melalui penulisan karya ilmiah skripsi. 3. Memperoleh pandangan para pakar mengenai cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi mahasiswa kedokteran melalui pembimbingan penulisan karya ilmiah skripsi. 4. Memperoleh pandangan para pakar dalam menguji keterampilan berpikir kritis bagi mahasiswa kedokteran melalui penulisan karya ilmiah skripsi.