MODEL EOQ DENGAN KONDISI KEKURANGAN PERSEDIAAN YANG DIPENGARUHI POTONGAN HARGA DAN INFLASI W. Islaimi1*, T. P. Nababan2, E. Lily2 1
Mahasiswa Program S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia *
[email protected] ABSTRACT We discuss an inventory control with shortage affected by discount and inflation. The optimal level of inventory is determined by establishing the discount, and also by establishing the ordering interval. The discount can increase savings when inflation occured. An numerical example is given at the end of discussion. Keywords: shortage, discount, inflation rate ABSTRAK Pada artikel ini disajikan pengendalian persediaan dengan kondisi kekurangan persediaan yang dipengaruhi potongan harga dan inflasi. Tingkat persediaan optimal ditentukan dengan menetapkan diskon, dan juga menetapkan interval waktu pemesanan. Potongan harga dapat meningkatkan penghematan di saat terjadi inflasi. Sebuah contoh diberikan pada akhir pembahasan. Kata kunci: kekurangan persediaan, potongan harga, tingkat inflasi 1. PENDAHULUAN Pada dasarnya semua perusahaan mengadakan perencanaan dan pengendalian bahan dengan tujuan pokok meminimumkan biaya dan untuk memaksimumkan laba dalam waktu tertentu. Untuk meminimumkan total biaya persediaan tersebut dalam suatu inventori atau persediaan dikenal sebuah model yang disebut dengan model economic order quantity (EOQ). EOQ adalah jumlah pengadaan yang paling ekonomis untuk dilakukan pada setiap kali pengadaan. Metode EOQ berusaha mencapai tingkat persediaan yang seminimum mungkin, biaya yang rendah dan mutu barang yang lebih baik. Metode EOQ dalam suatu perusahaan akan mampu meminimalisasi terjadinya shortage, dan apabila pembelian atau pemesanan barang dalam jumlah besar, biasanya harga akan lebih murah karena adanya potongan harga (price break). EOQ dengan faktor diskon ini bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan ekonomis yang dapat meminimumkan total biaya persediaan saat terjadi kenaikan harga barang.
1
Dalam artikel ini dibahas model pengendalian persediaan dengan kondisi kekurangan persediaan yang dipengaruhi potongan harga bila pemesanan dalam jumlah tertentu dan dipengaruhi kenaikan harga barang atau inflasi. Artikel ini merupakan kajian ulang metode yang dibahas oleh Onawumi et al. [3] yang berjudul An Economic Order Quantity Model with Shortages, Price Break and Inflation. Dalam artikel ini ditambahkan penyelesaian untuk nilai T*, dimana T* merupakan interval pemesanan. 2. MODEL EOQ DENGAN SHORTAGE YANG DIPENGARUHI POTONGAN HARGA DAN INFLASI Secara umum pada model persediaan, diperoleh total biaya persediaan sebagai berikut [1]: Total Biaya Persediaan
Biaya Biaya Biaya Biaya Kekurangan . Pengadaan Pembelian Persediaan Penyimpana n
Salah satu model persediaan sederhana adalah model statis produk tunggal atau biasa di sebut economic order quantity (EOQ). Tujuan akhir dari setiap model persediaan adalah untuk menjawab dua pertanyaan, yaitu berapa banyak yang harus dipesan dan kapan harus memesan [2]. Model persediaan yang dibahas pada artikel ini adalah pengembangan dari model EOQ sederhana dengan asumsi bahwa permintaan pada kelajuan D konstan, biaya pembelian C1 dipengaruhi diskon, seluruh komponen biaya dipengaruhi inflasi k konstan, pemesanan dalam jumlah besar dan setiap pemesanan barang dikeluarkan biaya setup sebesar C2. Biaya penyimpanan persediaan sebesar C3 dan shortage dibolehkan sehingga muncul biaya kekurangan persediaan sebesar C4. Salah satu cara sederhana dari model inflasi adalah dengan mengasumsikan bahwa terdapat tingkat inflasi konstan dari biaya tingkat kenaikan harga terhadap biaya keseluruhan per unit waktu, dengan kata lain suatu biaya pada waktu T pada C(T) melewati biaya inflasi untuk C(T + 𝛿) pada waktu T dimana merupakan pertambahan waktu saat terjadi inflasi. Selanjutnya ditulis dalam bentuk [4] sebagai berikut:
C(T ) C(T ) kC (T ) . Kedua ruas persamaan (1) dibagi dengan , lalu diperoleh
C (T ) C (T )
kC(T ).
Kemudian dengan mengambil limit menuju nol, diperoleh lim
0
C T C T
2
kCT ,
(1)
atau
dC T kC(T ) dT dC T k dT . C (T )
(2)
Kedua ruas pada persamaan (2) diintegralkan, sehingga diperoleh
dC T
C (T ) k dT
ln C T kT c.
Pada saat T = 0 syarat awal C T C0 akan menghasilkan c ln C0 , sehingga
ln C T ln C 0 kT
C T kT. C0 Dengan menggunakan sifat logaritma natural, persamaan (3) menjadi ln
C T
(3)
e kT .
C0 Sehingga diperoleh C (T ) C 0 ekT .
(4)
Berdasarkan persamaan (4) akan dibahas komponen total biaya persediaan TIC sebagai berikut. a. Biaya setup Biaya setup selama periode T yaitu C2(T) yang dipengaruhi inflasi adalah kT C 2 T C 2 e .
Jika pemesanan dalam jumlah besar berlaku L= lT, dengan l merupakan jumlah berapa kali pesanan dilakukan setiap satu periode perencanaan L. Biaya setup selama periode (0,L) adalah kT 2 kT ( l 1) kT . C 2 0, L C 2 C 2 e C 2 e ......... C 2 e
3
ekL 1 C 2 0, L C 2 kT . e 1
(5)
b. Biaya holding Biaya pemesanan atau biaya holding selama periode T yang dipengaruhi inflasi adalah
C 3 T
T t 2
D C T , T wdw, 3
w 0
sedangkan selama periode (0,L) l 1 T t 2
C 3 0, L
D C T , T wdw. 3
n 0 w 0
Diketahui bahwa C 3 T , T w = R C 3 (T ) w dengan R adalah suku bunga dan w adalah penambahan waktu T maka C1 DR T t 2 C 3 0, L 2
2
ekL 1 kT 1. e
(6)
c. Biaya shortage Biaya shortage atau biaya kekurangan persediaan selama periode T adalah t2
C 4 T
DC T m dm, 4
n 0
dan selama periode (0,L) l 1 T
C 4 0, L DC 4 T mdm n 0 t1
C 4 0, L
C 4 D T t12 ekL 1 kT 1. 2 e
(7)
T = t2+ t1, dimana t1 merupakan interval waktu ketika persediaan tersedia dan t2 merupakan interval waktu ketika terjadi kekurangan persediaan, maka persamaan (6) menjadi C D t 2 C 4 0, L 4 2
2
4
ekL 1 kT 1. e
(8)
d. Biaya pembelian Biaya pembelian selama periode T yang dipengaruhi inflasi adalah C T DT C1 e kT ,
sedangkan biaya pembelian selama periode (0,L) adalah
e 1 C1 0, L DT C1 kT . kL
(9)
e 1
Sehingga dari persamaan (5), (6), (7) dan (9) diperoleh biaya total persediaan sebagai berikut : 2 C1 DRT t1 ekL 1 2 TICT 2 C 2 C1 TD C 4 Dt 2 . 2 2 2 2kT k T
(10)
Untuk mendapatkan interval pemesanan optimal, persamaan (10) diturunkan terhadap T, sehingga diperoleh kL d TIC T e 21 2 dT 2kT k T
2 C1 DK ( R kRt 2 k )T 2 2
2k 2 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 T 2k 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 . 2
2
2
2
(11)
Nilai minimum dari TIC(T) terjadi pada T yang memenuhi d TIC T 0 dT
(12)
Sehingga dari persamaan (11) dan persamaan (12) diperoleh kL e 1 2kT k 2T 2
2
2 2 C1 DK ( R kRt 2 k )T
2k 2 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 T 2k 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 2
2
2
2
0.
(13)
Misalkan:
M 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 D t 2 N C1 D( R kRt2 k ). 2
5
2
(14) (15)
Maka dengan mensubstitusikan persamaan (14) dan (15) ke persamaan (13) diperoleh 2kNT 2 2k 2 MT 2kM 0.
(16)
Dari persamaan (14) dapat dibentuk menjadi
kM k 2 M 2 4MN T . 2N 4N 2 Interval pemesanan tidak bernilai negatif, maka di ambil interval pemesanan optimal T* yang positif yaitu
kM k 2 M 2 4MN T . 2N
(17)
Jumlah pesanan optimal untuk setiap satu periode adalah
q T * D.
(18)
Faktor diskon berpengaruh pada penentuan harga pembelian. Berikut merupakan batasan diskon untuk setiap pembelian
TIC ( y m) jika y m q1 TIC( 0,L) TIC (q1) jika q1 y m q 2 TIC (q 2) jika q 2 y m . Dari Gambar 1 dapat di jelaskan bahwa q1 dan q2 merupakan jumlah yang mendapatkan potongan harga, sedangkan ym adalah jumlah dimana tidak adanya potongan harga atau diskon. Batas diskon ym ≤ q1 q1 ≤ ym ≤ q2 q2 ≤ ym
Keterangan Dalam hal ini harga persediaan sesuai dengan harga yang ditawarkan atau dengan kata lain tidak mendapatkan potongan harga dan berada digaris TIC (ym). Dalam kasus ini menunjukkan adanya potongan harga dengan jumlah yang meminimumkan TIC yang berkisar antara q1 dan q2 dan berada digaris TIC ( q1). Dalam hal ini potong harga akan lebih rendah dari TIC (q1) jika persediaan di pesan atau ym lebih besar sama dengan q2.
6
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak persediaan dipesan, maka harga akan semakin menurun begitu juga sebaliknya persediaan di pesan lebih kecil dari ym , harga akan semakin tinggi. Grafik dari ketiga fungsi biaya di atas dapat di lihat pada Gambar 1 TIC(0,L)
0
ym
q1
q2
q
Gambar 1. Grafik TIC bila terjadi price breaks
3. CONTOH Sebuah pabrik semen memiliki permintaan sebesar 250 kwintal (kw) per tahun. Jika jumlah semen yang dipesan dibawah 76 kwintal (kw) maka biaya pembelian tidak mendapat potongan harga atau sesuai dengan harga normal yaitu Rp120.000, sedangkan jika jumlah semen yang dipesan mulai 76 kwintal (kw) sampai 105 kwintal (kw) biaya pembelian mendapatkan potongan harga sebesar 12,5% dari harga normal. Bahkan jika semen yang dipesan diatas 105 kwintal (kw) biaya pembelian menjadi semakin hemat karena mendapat tambahan diskon menjadi 20,83% dari harga normal.Biaya pengadaan per kwintal Rp100.000 dan biaya kekurangan persediaan per kwintal Rp50.000. Laju inflasi sebesar 20% dan suku bunga 40%. Tentukanlah jumlah pesanan optimal dan berapa kali pesanan harus dilakukan per tahun sehingga menghasilkan total biaya persediaan yang seminimum mungkin. Diketahui C1 = Rp120.000/kw jika q ≤ 75, C 01 = Rp105.000/kw jika 75< q≤ 105,
C 02 = Rp95.000/kw jika q > 105, C 2 = Rp100.000/kw, C 4 = Rp50.000/kw, t 2 =1 bulan, L = 1 tahun, D = 250 kw, R = 40%, dan k = 25% .
7
Dengan menggunakan persamaan (14) dan persamaan (15) akan ditentukan nilai M dan N. Untuk C 0 = Rp120.000 dan q ≤ 75
M 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 Rp 456.800 N C1 D( R kRt 2 k ) Rp 4.740.000. 2
2
Dengan menggunakan persamaan (17) dan persaman (18) akan ditentukan nilai T optimal dan nilai q optimal. Nilai T optimalnya adalah
T*
kM
kM 2 4MN
2N 0,3 tahun 3,60 bulan 110 hari.
Nilai q optimalnya adalah
q* T * D 75 kw. Karena q* ≤ 75, maka q bisa diterima. Sehingga di dapat q* = 75. Untuk harga C 01 = Rp 105.000 dan 75 q 105
M 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 2
2
Rp 347.200 N C1 D( R kRt2 k ) Rp 4.147.500. Nilai T optimalnya adalah
kM k 2 M 2 4MN T* 2N 0,32 tahun 3,84 bulan 117 hari. Nilai q optimalnya adalah
q* T * D 80 kw. Karena q* > 75, maka q juga bisa diterima. Jadi q1*= 80.
8
Untuk C 02 = Rp 95.000 dan q>105
M 2 C 2 C1 DRt 2 2 C 4 Dt 2 2
2
Rp 340.800 N C1 D( R kRt 2 k ) Rp 3.752.500. Nilai T optimalnya adalah
kM k 2 M 2 4MN T* 2N 0,34 tahun 4,08 bulan 124 hari. Nilai q optimalnya adalah
q* T * D 85 kw. Karena q* < 105, q tidak bisa diterima. Jadi q2* = 85. Terdapat dua jumlah pesanan yang diterima, maka hal yang perlu di lakukan adalah memeriksa TIC untuk q* = 75 dan q1*= 80. Untuk q* = 75 dan T*= 0,3, diperoleh TIC sebagai berikut 2 C DRT t1 ekL 1 2 TICT * 2 C 2 C1 TD C 4 Dt 2 1 2 2 2 2kT k T TIC (0,3) Rp 34.558.658.
Untuk q1*= 80 dan T*= 0,32, diperoleh TIC sebagai berikut 2 C1 DRT t1 ekL 1 2 TICT * 2 C 2 C1 TD C 4 Dt 2 2 2 2 2kT k T
TIC(0,32) Rp 30.323.735,2. TIC minimum diberikan oleh q1*= 80, jadi jumlah pesanan paling ekonomis adalah sebanyak 80kw yang di order setiap 3,125 kali per tahun.
9
Untuk melihat keuntungan dengan adanya potongan harga, akan dihitung TIC tanpa diskon untuk harga C0 = Rp 120.000 dan T* = 0,32 2 C1 DRT t1 ekL 1 2 TICT * 2 C 2 C1 TD C 4 Dt 2 2 2 2 2kT k T
TC 0,32 Rp 35.671.153,56.
Total biaya persediaan tanpa diskon di atas yaitu Rp 35.671.153,56 menunjukan sebuah penurunan sebesar 17,6 %. Hal ini merupakan indikasi dari keuntungan yang signifikan yang di peroleh dari penggunaan model EOQ dengan kondisi kekurangan persediaan yang dipengaruhi potongan harga dan inflasi. 4. KESIMPULAN Model persediaan dengan mempertimbangkan kekurangan stok yang dipengaruhi potongan harga dan inflasi merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih perusahaan untuk mengambil keputusan dalam masalah persediaan. Total biaya persediaan tanpa adanya diskon lebih besar dibandingkan total biaya persediaan dengan adanya diskon, sehingga biaya pembelian lebih ekonomis. Selain itu dalam kondisi shortage yang dipengaruhi perubahan harga (inflasi) perusahaan masih dapat meminimumkan biaya pembelian dengan memanfaatkan adanya potongan harga setiap pembelian dalam jumlah tertentu. DAFTAR PUSTAKA [1]
Buzacott, J. A. 1975. Economic Order Quantities With Inflation. Operations Research Quarterly. 26 (3): 553-558.
[2]
Onawumi, A. S., Oluleye, O. E., & Adebiyi, K. A. 2011. An Economic Order Quantity Model With Shortages, Price Break and Inflation. Int. J. Emerg. Sci. 1 (3): 465-475.
[3]
Taha, H. A. 1997. Riset Operasi edisi kelima, jilid 2. Terj. dari Operations Research, Fifth Edition, oleh Wirajaya. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
[4]
Winston, W. L. 2004. Operations Research: Applications and Algorithms, PWS KENT Publishing Company, Belmont, California.
10