Model Distribusi Keuntungan Rantai Pasok Produk Pertanian Berkelanjutan 1
Rachman Jaya, 2Machfud, 2Marimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh: Jl. T. Nyak Makam No.27 Lampineung Banda Aceh, Email:
[email protected] 2) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Jl. Lingkar Kampus IPB Dramaga, Bogor. E-mail:
[email protected]
1)
Abstrak Dalam penentuan harga kopi Gayo, umumnya petani berada pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan aktor lainya, seperti penggumpul, distributor dan eksportir. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan harga kopi Gayo untuk semua aktor yang terlibat, model dikembangkan dari analisis risiko masing-masing pelaku melalui mekanisme kontrak. Model dibangun berdasarkan fungsi utilitas melalui pembobotan factor risiko yang dianalisis dengan Fuuzy-Analytical Hierarchy Process (F-AHP). Untuk menentukan harga kopi Gayo dilakukan dengan pendekatan interpolasi non-linear yang dihitung berdasarkan harga kopi Gayo pada pelaku eksportir. Validasi model dilakukan pada manajemen ratai pasok kopi Gayo pada semua aktor yang terlibat. Setelah dilakukan verifikasi, secara umum keluaran model dapat menjelaskan tujuan dari penelitian, dalam hal ini model mampu mereduksi keuntungan dari pelaku eksportir kepada petani melalui mekanisme revenue-sharing. Kata Kunci: Kopi Gayo, Rantai pasok berkelanjutan, Revenue-Sharing Pendahuluan Rantai pasok berkelanjutan merupakan pengembangan dari rantai pasok konvensional yang di dalamnya mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan tujuan agar rantai pasok yang dikelola dapat memenuhi keinginan konsumen (responsiveness) dalam hal kualitas, kuantitas, jenis, tempat dan time delivery secara lestari (Cuthberson, 2011; Ageron et al.,2011; Seuring 2012). Berdasarkan hasil kajian empiris peneliti, terdapat beberapa kendala dalam pengembangan rantai pasok berkelanjutan, dalam hal ini pada komoditas pertanian diantaranya adalah proporsi marjin keuntungan yang belum mencerminkan keadilan (unfairness profit business) untuk masing-masing pelaku, dalam setiap tingkatan pelaku internal rantai pasok (Suharjito dan Marimin, 2012; Nasution 2015). Sebagai ilustrasi, pada sistem rantai pasok kopi Gayo proporsi marjin keuntungan 60% berada dieksportir, 30% petani dan sisanya pedagang pengepul (Jaya et al., 2014). Untuk mencapai rantai pasok komoditas pertanian yang berkelanjutan, yang salah satunya adalah dengan mengembangkan distribusi keuntungan berkeadilan dari satu pelaku ke pelaku lainnya, dalam hal ini basis analisis adalah pelaku yang memiliki keuntungan tertinggi, yaitu agroindustri/eksportir ke petani yang memiliki keuntungan jauh lebih kecil walaupun dengan risiko usaha yang jauh lebih besar (Suharjito dan Marimin, 2012). Chopra dan Meindl (2007), menyatakan bahwa, salah satu cara untuk menjamin pasokan adalah dengan membangun coordination yang adil, dalam sistem rantai pasok yang salah satu wujudnya dapat berbentuk model berbasis distribusi keuntungan (revenue sharing) pada skala bisnis yang dilakukan oleh masing-masing pelaku.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1465
Penelitian dengan topik distribusi keuntungan yang berkeadilan, dalam struktur rantai pasok dengan pendekatan desentralisasi kontrak melalui negosiasi risk sharing dan risk balancing telah berkembang, diantaranya dilakukan oleh Giannoccaro dan Pontrandolfo (2004); Cachon dan Lariviere (2005),Yang dan Chiang (2008); serta Suharjito dan Marimin, 2012. Beberapa contoh kontrak yang telah dikembangkan secara desentarilisasi antara lain melalui harga diskon dan Revenue sharing (Cachon dan Lariviere 2005), risk balancing (Suharjito dan Marimin 2012) dan Nasution (2015). Pada kajian ini mekanisme kontrak yang dibangun melalui pemodelan distribusi keuntungan secara desentarilisasi dengan pendekatan revenue sharing yang fokus kepada level efisiensi masing-masing pelaku pada rantai pasok. Untuk mencapai suatu kondisi keuntungan berkeadilan pada skala bisnis masing-masing pelaku dalam struktur rantai pasok komoditas pertanian, diperlukan suatu model yang dapat mengakomodir perbedaan yang sangat besar terhadap distribusi keuntungan pada masing-masing pelaku, yang saat ini cenderung lebih besar kepada agroindustri dan eksportir. Moon et al. (2011) dan Zailani et al. (2012) menyatakan bahwa untuk mencapai kondisi tersebut, masing-masing pelaku harus memperoleh keuntungan yang adil sesuai dengan skala bisnisnya, yang diaplikasikan melalui mekanisme kontrak. Kajian ini bertujuan untuk membangun mekanisme distribusi keuntungan berkeadilan pada rantai pasok komoditas pertanian dengan pendekatan penyeimbangan risiko (risk balancing), sehingga proses bisnis dalam rantai pasok komoditas pertanian dapat berkelanjutan. Metodologi Penggelolaan rantai pasok produk pertanian memiliki kompleksitas yang tinggi, karena objek yang dikelola bersifat mudah rusak (perishable), musiman (seasonal), kamba (bulky) dan sentra produksi yang tersebar serta volume produksi yang kecil (Verdouw et al. 2010; Marimin dan Maghiforh, 2011), selain itu kompleksitas rantai pasok pertanian juga menggambarkan keterlibatan multi-aktor ( internal dan eksternal). Arsinder (2007) mengilustrasikan bahwa keterkaitan antar aktor dalam sistem rantai pasok dapat dipetakan berdasarkan hirarki vertical dan horizontal (Gambar 1).
Gambar 1. Ilustrasi kompleksitas antar aktor pada sistem rantai pasok (Arshinder et al. 2007)
1466
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Kerangka pikir dari penelitian ini mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan oleh Suharjito dan Marimin (2012), akan tetapi dikembangkan melalui penentuan nilai jual (harga referensi). Pada penelitian tersebut, penentuan harga jual berbasis kepada pelaku petani, sedangkan pada penelitian ini penentuan harga jual pada pelaku eksportir. Pendapat ini mengacu kepada Giannoccaro dan Pontrandolfo (2004), yang melakukan pemodelan risk-sharing berdasarkan optimasi pasokan dari pelaku hilir (eksportir). Di lain pihak, pengukuran bobot risiko rantai pasok dilakukan secara hirarki pada masing-masing pelaku. Tahap selanjutnya adalah bagaimana menentukan harga referensi yang digunakan dalam model. Harga referensi merujuk kepada harga terkini dari nilai jual komoditi pertanian pada pelaku eksportir. Setelah itu baru kemudian dilakukan pencarian (optimasi non-linear) dari harga kesepakatan untuk masing-masing pelaku. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah aktivitas bisnis melalui kajian rantai pasok produk pertanian dapat lestari, karena pada masingmasing pelaku telah mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan proposi bisnis yang dilakukan, melalui koordinasi antar pelaku dalam bentuk kontrak. Model distribusi keuntungan yang dihasilkan pada penelitian ini diverifikasi dalam komoditas kopi arabika Gayo, yang merupakan komoditas utama bagi masyarakat dataran tinggi Gayo pada khususnya dan Provinsi Aceh pada umumnya.
Hasil dan Pembahasan Pemodelan Distribusi Keuntungan Basis analisis ini adalah indeks risiko pada pelaku petani, pedagang pengepul dan agroindustri yang merupakan hasil dari analisis risiko. Model dibangun berdasarkan besaran risiko yang ditanggung oleh pelaku, sehingga diharapkan semakin besar risiko yang ditanggung, maka semakin besar revenue yang didapatkan (Gambar 1), yang dimaksud dengan revenue pada penelitian ini adalah revenue-sharing pada kerangka koordinasi rantai pasok (supply chain coordination). Model dibangun dengan pendekatan stakeholder dialog dengan menggunakan optimasi non linear (Suharjito 2011). Sebelum masuk ke dalam pemodelan sistem distribusi keuntungan, asumsi yang digunakan adalah: 1.
Utilitas nilai risiko petani meningkat pada saat panen raya (pasokan meningkat), begitu juga sebaliknya. Namun, pada tingkatan yang lain seperti agroindustri atau pedagang pengepul memiliki nilai utilitas risiko yang cenderung turun.
2.
Harga referensi yang digunakan berbasis pada harga jual ditingkat eksportir, pada saat penelitian ini dilaksanakan.
Inti dari model ini adalah adanya kesepakatan antar pelaku terhadap harga jual produk masing-masing, sehingga tidak ada salah satu pelaku yang menerima harga jual terlalu rendah yang menyebabkan kerugian. Tahap awal pemodelan adalah dengan menentukan fungsi utilitas risiko yang dirumuskan dalam bentuk fungsi regresi non linear sebagai berikut: Uk(x) = Keterangan:
...........................................................................................................
(1)
Uk(x): fungsi utilitas risiko pada pelaku k dalam rantai pasok X : harga cherry
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1467
Karena pada masing-masing pelaku memiliki beberapa faktor risiko, maka fungsi utilitas risiko masing-masing pelaku didapat dengan menggabungkan faktor-faktor risiko, dengan persamaan: Uk(x) = ∑ ∑
.......................................................................................... (2) .............................................................................................................. (3)
Keterangan: Rik(x): nilai utilitas risiko faktor ke i, pada pelaku ke k dalam rantai pasok Wi: bobot masing-masing faktor risiko didapat dari analisis F-AHP (Jaya et al., 2014) Nilai utilitas faktor risiko didapat dari nilai rata-rata utilitas variabel risiko untuk masingmasing pelaku dengan menggunakan mean geometric, dengan persamaan sebagai berikut: Rik(x) = √∏
........................................................................................... (4)
Keterangan: Vjik(x): nilai utilitas dari variabel ke j risiko ke i untuk pelaku ke k dalam rantai pasok kopi pada harga (x) Utilitas nilai variabel risiko didapat dengan mengalikan nilai kemungkinan dan dampak dari variabel risiko tersebut yang dijabarkan dengan persamaan: Vjik(x)= Pijk(x)Sijk(x) .................................................................................................. (5) Keterangan: Pijk(x): kemungkinan risiko Sijk(x): dampak risiko variabel j pada faktor risiko ke i pada pelaku ke k dalam rantai pasok Nilai dampak dan kemungkinan risiko didapatkan berdasarkan wawancara dengan narasumber, dengan tujuan untuk melihat tingkat risiko berdasarkan perubahan harga cherry di tingkat petani. Berdasarkan persamaan 2, 3, 5 dapat diketahui bahwa fungsi risiko utilitas sebagai berikut: Uk(x)= ∑
( √∏
) .............................................................. (6)
Dengan mensubtitusi persamaan 6 ke persamaan 1, maka didapatkan: ∑
1468
( √∏
)=
........................................................... (7)
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Mulai
Menginputkan bobot risiko masing-masing pelaku
Menenentukan Nilai referensi harga jual komoditas
Fuzzy-AHP
ARIMA
Menghitung koefisien eksponen pada masing-masing tingkatan
Interpolasi non linear
Inputkan harga tertinggi dan terendah pada pelaku
Tidak
Konsensus tercapai Ya Distribusi keuntungan tercapai
Selesai
Gambar 2 Diagram alir pemodelan distribusi keuntungan Harga kesepakatan antara petani dengan pedagang pengepul diwujudkan pada fungsi utilitas risiko petani dalam rantai pasok yaitu: Up(x) = ........................................................................................................... (8) Sedangkan fungsi utilitas risiko pada pelaku pedagang pengepul dalam rantai pasok dirumuskan: Updg(x)= Keterangan: X :
.........................................................................................................
(9)
parameter harga kesepakatan
Up(x)
:
fungsi utilitas risiko petani yang didapat dari faktor-faktor risiko berdasarkan pendekatan preferensi tingkat petani
Updg(x)
:
fungsi utilitas risiko pedagang pengepul yang didapat dari faktor-faktor risiko
berdasarkan pendekatan preferensi tingkat pedagang pengepul Tahap selanjutnya adalah membuat suatu fungsi konjoint (H(x)) antara pihak petani dengan pedagang pengepul. Fungsi tersebut merupakan fungsi optimasi yang dicari penyelesaiannya melalui interpolasi non linear. Fungsi konjoint tersebut adalah:
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1469
H(x)=Up(x)-Updg(x) .................................................................................................... (10) Keterangan: Up(x) Updg(x)
: :
fungsi regresi non linear dari risiko petani fungsi regresi non linear dari risiko pedagang pengepul
Selanjutnya, untuk menentukan harga kesepakatan antara pedagang pengepul dengan agroindustri diwujudkan pada fungsi utilitas risiko pedagang pengepul yaitu: Updg(x)= ....................................................................................................... (11) Sedangkan fungsi utilititas risiko pada pelaku agroindustri dalam rantai pasok dirumuskan: Uagr(x)= .......................................................................................................... (12) Keterangan: X : parameter harga kesepakatan Updg(x)
:
fungsi utilitas risiko pedagang pengepul yang didapat dari faktor-faktor risiko berdasarkan pendekatan preferensi tingkat pedagang pengepul
Uagr(x):
:
fungsi utilitas risiko agroindustri yang didapat dari faktor-faktor risiko berdasarkan pendekatan preferensi tingkat agroindustri
Secara teknis, proses interpolasi dilakukan berdasarkan harga tertinggi dan harga terendah pada masing-masing pelaku, sehingga didapatkan harga kesepakatan yang telah mengakomodir tingkat risiko pelaku. Untuk mendapatkan harga yang sesuai diperlukan harga referensi yang didapat dari perkiraan harga di pada masing-masing pelaku petani dalam dua tahun terakhir. Teknik yang digunakan dalam penentuan perkiraan harga referensi adalah Autoregresive Moving Average (ARIMA) atau yang umum dikenal dengan metode Box-Jenkins (Nochai dan Nochai 2006). Data yang digunakan adalah harga penjualan kopi Gayo pada kurun waktu 2010-2012. Implementasi Model Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendapatan sistem, karena substansi penelitian yaitu rantai pasok komoditas pertanian pada kondisi faktual melibatkan beberapa aktor dan aktivitas untuk mencapai tujuan yaitu memujudkan rantai pasok komoditas pertanian yang berkelanjutan (Wasson, 2006; Parnell et al., 2011). Model diimplementasikan pada komoditas kopi Gayo. Justifikasi pemilihan komoditas ini didasarkan pada perannya yang sangat penting bagi perekonomian dataran tinggi Gayo (Jaya et al., 2014a; Jaya et al., 2014b), serta bagi Provinsi Aceh. Dengan menggunakan input harga referensi kopi cherry saat ini, yang merupakan hasil perkiraan harga dengan menggunakan teknik ARIMA, didapatkan bahwa harga referensi untuk cherry adalah sebesar Rp.7.471/kg. Berdasarkan hal ini dapat diketahui persamaan fungsi utilitas risiko untuk petani, yakni: Up(x)=
................................................................................................ (13)
Fungsi utilitas risiko untuk pelaku pedagang pengepul adalah: Updg(x)=
1470
............................................................................................ (14)
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tahap selanjutnya adalah proses penentuan harga kesepakatan antar pelaku pedagang pengepul dengan petani, yaitu dengan mengembangkan fungsi konjoin antara pelaku agroindustri dengan petani yang diformulasikan sebagai berikut: H(x)=
-
........................................................................ (15)
Dengan menggunakan harga penawaran tertinggi untuk kopi cherry yaitu Rp.12.000/kg dan terendah Rp.7.000/kg, maka didapatkan harga kesepakatan sebesar Rp.8.218/kg. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa model telah mampu melakukan negosiasi harga jual cherry antara pedagang pengepul dan petani, dengan kata lain model mampu menyeimbangkan risiko yang ditanggung kedua pelaku melalui insentif harga. Harga kesepakatan ini juga jauh lebih baik dari harga jual cherry rata-rata dalam dua tahun terakhir, yaitu sebesar Rp.7.896/kg. Ageron et al. (2012) berpendapat bahwa untuk mencapai keberlanjutan dalam sistem rantai pasok, diperlukan keberlanjutan produksi masing-masing yang salah satunya dapat dicapai dengan pencapaian keuntungan yang dapat mempertahankan bisnis pelaku. Tahap selanjutnya adalah menentukan harga kesepakatan antara pelaku pedagang pengepul dengan agroindustri. Basis dari tahap ini adalah, pada pedagang pengepul asumsi yang digunakan adalah harga jual kopi HS kepada pedagang pengepul yang juga merupakan harga beli bagi agroindustri, sehingga semakin tinggi harga jual kopi HS, maka risiko pedagang pengepul semakin menurun, sebaliknya semakin tinggi harga beli kopi HS, maka risiko agroindustri semakin meningkat. Dengan menggunakan input harga referensi kopi HS saat ini yang merupakan hasil perkiraan harga dengan menggunakan teknik ARIMA, didapatkan bahwa harga referensi untuk kopi HS adalah sebesar Rp.19.507/kg. Maka diketahui persamaan regresi non linear untuk masingmasing pelaku, yakni: Updg(x)=
............................................................................................ (16)
Kemudian fungsi regresi non linear untuk pelaku agroindustri adalah sebagai berikut: Uagr(x)= ........................................................................................... (17) Tahap selanjutnya adalah proses penentuan harga kesepakatan antar pelaku secara bilateral, yaitu dengan mengembangkan fungsi konjoin antara pelaku agroindustri dengan pedagang pengepul yang dirumuskan sebagai berikut: H(x)=
-
.................................................................. (18)
Dengan menggunakan harga penawaran tertinggi untuk kopi HS adalah sebesar 000/kg dan terendah Rp.15.000/kg, maka didapatkan harga kesepakatan sebesar
Rp.26.
Rp. 24.711/kg.
Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa model telah mampu melakukan negosiasi harga jual kopi HS, dengan kata lain model mampu melakukan penyeimbangan risiko antar pelaku sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh masing-masing pelaku. Jika dilihat dari harga berdasarkan hasil prakiraan harga dengan menggunakan teknik ARIMA, model jauh lebih baik. Dimana berdasarkan rata-rata harga jual kopi HS yang hanya sebesar Rp.18.937/kg. Dengan kata lain model telah mampu menyeimbangkan risiko yang diterima oleh masing-masing pelaku. Di lain pihak, bagi agroindustri, dengan model ini, harga jual green bean kualitas ekspor menjadi sebesar Rp.52.260, nilai ini dapat dikatakan cukup baik, walaupun berdasarkan prakiraan harga jual green bean Rp.53.454/kg. Hal ini telah sesuai dengan yang telah disampaikan oleh Chopra dan Meindl (2007) yang menyatakan bahwa untuk menjamin keberlanjutan rantai pasok, dalam hal ini pada kasus adanya persaingan antar eksportir kopi Gayo, pihak KBQ. Baburayyan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1471
tentunya harus dapat menjaga loyalitas pemasoknya yaitu melalui penyeimbangan risiko pada rantai pasok yang diwujudkan dalam insentif harga kepada pedagang pengepul dan petani. Kesimpulan Kontribusi nyata dari penelitian adalah bahwa model yang dikembangkan mampu mereduksi ketidakadilan keuntungan bisnis dalam sistem rantai pasok komoditas pertanian, dalam hal ini adalah kopi Gayo. Secara faktual proporsi marjin keuntungan bisnis kopi Gayo 60% dimiliki oleh eksportir, walaupun risiko usaha yang ditanggung lebih besar pelaku petani. Model dikembangkan berdasarkan mencakup tiga level tingkatan sehingga memberikan kebaharuan bagi penelitian ini, karena umumnya model telah dikembangkan berbasis dua level tingkatan. Titik kritis dari hasil penelitian ini adalah bagaimana mengaplikasikan model pada sistem nyata. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan pihak asosiasi eksportir atau pengusaha komoditas pertanian, sedangkan pemerintah daerah hanya sebagai regulator, dilain pihak pengawasan pelaksanaan dapat dilakukan LSM dan perguruan tinggi. Daftar Pustaka Ageron B, Gunasekaran A, Spalanzani A. 2011. Sustainable supply management: an empirical study. Int. J. Production Economics, Article in press. Arshinder, Kanda A, Deshmukh SG. 2007. An Integrative Framework for Coordination in Supply chain. POMS 18th Annual Conference, Dallas USA: May 4 to 7. Cachon G, Laviere M. 2001. Contracting to Assure Supply: How to Share Demand Forecasts in a Supply Chain. Management Science 47(5): 629-646. Chopra S, Meindl P. 2007. Supply chain management: strategy, planning, and operation [third edition]. New Jersey: Prentice Hall. Cuthbertson R. 2011. The need for sustainable supply chain management di dalam Sustainable Supply Chain Management: Practical Ideas for Moving towards Best Practice. SpringerVerlag Berlin Heidelberg. Giannoccaro I, Pontrandolfo P. 2004. Supply chain coordination by revenue sharing contracts. Int. J. Production Economics, 89: 131–139. Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2013. Sustainability analysis for Gayo Coffee supply chain. Int. Journal Advances on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 3 (2): 24-28. Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2014 a. Analisis dan mitigasi risiko rantai pasok kopi Gayo berkelanjutan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 24 (1): 61-71. Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2014 b. Prediction of Sustainable Supply Chain Management for Gayo Coffee Using System Dynamic Approach. Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 70 (2): 372-380. Marimin, Magfiroh N. 2010. Aplikasi teknik pengambilan keputusan dalam manajemen rantai pasok. Bogor: IPB-Press. Marimin, Djatna T,Suharjito, Hidayat S,Utama DN, Astuti R, Martini S. 2013. Teknik dan analisis pengambilan keputusan fuzzy dalam manajemen rantai pasok. Bogor:IPB-press. Moon Y, Yao T, Park S. 2011. Price negotiation under uncertainty. Int. J. Production Economics, 134: 413–423.
1472
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Nochai R, Nochai T. 2006. Arima Model for Forecasting Oil Palm Price. Proceeding of the 2 nd IMT-GT Regional Mathematics, Statistic and Application. University Penang Malaysia, June 13-15. Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System Engineering and Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey. Seuring S. 2012. A review of modeling approaches for sustainable supply chain management. Decision Support Systems, Article in Press. Suharjito, Marimin. 2013. Risks balancing model of agri-supply chain using fuzzy risks utility regression. Journal of Theoretical and Applied Information Technology, 41 (2): 13-23. Verdouw CN, Beulens AJM, Trienekens JH, Wolfert J. 2010. Process modeling in demand-driven supply chain: A references model for the fruit industry. Computers and Electronic in Agriculture,73: 174-187. Wasson CS. 2006. System analysis, design, and development concepts, principles, and practices. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Yang YI, Chiang CC. 2008. Risk-Sharing aspects of supply chain coordination with revenuesharing contracts. 5th International Conference on Enterprise Systems, Accounting and Logistics (5th ICESAL’ 08). 7-8 July 2008, Crete, Greece. Zailani S, Jeyaraman K, Vengadasan G, Premkumar R. 2012. Sustainable supply chain management (SSCM) in Malaysia: A Survey. Int. J. Production Economics, Article-inpress.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1473