12
METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di atas permukaan laut dengan tipe iklim C2 berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman (Nurhayati et al., 2010). Waktu percobaan dimulai pada bulan Februari sampai dengan September 2012. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan antara lain alat tanam, alat panen, alat ukur, SP-36, KCl, pupuk kandang, abu sekam, kapur, brangkasan jagung, benih kedelai, inokulan Rhizobium sp., insektisida, herbisida sistemik, herbisida pra dan purna tumbuh serta perekat pestisida. Metode Percobaan Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor.
Faktor pertama terdiri dari empat taraf
varietas antara lain
V1 (Varietas Anjasmoro), V2 (Varietas Tanggamus), V3 (Galur SP-30-4 (Sibayak x Pangrango) dan V4 (Galur PG-57-1 (Pangrango x Godek). Faktor kedua terdiri dari sepuluh taraf
kombinasi pupuk, yaitu :
P0 (tanpa pupuk), P1 (200 kg/ha SP-36), P2 (200 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl), P3 (200 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl + 1 ton/ha kapur dolomit), P4 (200 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl + 1 ton/ha kapur dolomit + 5 ton/ha pupuk kandang sapi), P5 (200 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl + 1 ton/ha kapur dolomit + 5 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa brangkasan jagung), P6 (200 kg/ha SP-36 + 1 ton/ha abu sekam), P7 (200 kg/ha SP-36 + 1 ton/ha abu sekam + 1 ton/ha kapur dolomit), P8 (200 kg/ha SP-36 + 1 ton/ha abu sekam + 1 ton/ha kapur dolomit + 5 ton/ha pupuk kandang sapi) dan P9 (200 kg/ha SP-36 + 1.2 ton/ha abu sekam + 1 ton/ha kapur dolomit + 5 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa brangkasan jagung).
13 Masing-masing perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 120 satuan percobaan (Lampiran 3). Model linear dalam percobaan ini adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk dimana : μ
= nilai rata-rata umum,
αi
= pengaruh perlakuan varietas ke – i (i=1, 2, 3, 4),
βj
= pengaruh perlakuan kombinasi pupuk ke–j (j=1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10),
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara varietas ke–i dan kombinasi pupuk ke–j, ρk
= pengaruh aditif dari kelompok ke–k (k=1, 2, 3) dan
εijk
= galat umum percobaan.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam pada α = 1 dan 5%, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%. Pelaksanaan Budidaya kedelai yang dilakukan di lahan kering umumnya dilakukan dengan sistem tanam konvensional (Gambar 1A). Kegiatan budidaya tersebut dimulai dari pengolahan lahan, pemupukan, penanaman, perawatan hingga panen. Ketersediaan air di lahan kering sebagian besar bersumber pada curah hujan dan air tanah (Hermantoro, 2011). Adanya fluktuasi curah hujan memungkinkan pada kondisi tertentu ketersediaan air di lahan kering akan berkurang. Dampaknya adalah pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan kering kurang optimal. Salah satu upaya untuk mencegah kehilangan air yang tersedia bagi tanaman adalah melalui penanaman dengan metode alur. Sistem tanam alur telah diuji dalam budidaya kedelai di lahan kering oleh Nofrianil. Sistem tanam ini merupakan inovasi dalam budidaya kedelai di lahan kering masam. Penanaman kedelai pada sistem ini dilakukan pada sebuah alur dengan kedalaman 10 cm (Gambar 1B). Sistem tanam alur teruji lebih baik dibandingkan dengan sistem tanam konvensional (Nofrianil, 2012). Pembentukan alur dalam sistem tanam alur akan menambah biaya tenaga kerja, sehingga meningkatkan biaya produksi. Upaya untuk menekan biaya tersebut dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan alur yang terbentuk dari
14 kegiatan pembumbunan dalam budidaya jagung (Gambar 2). Penanaman kedelai dapat dilakukan pada alur tersebut seperti metode yang dilakukan oleh Nofrianil.
A B Keterangan : Gambar B dimodofikasi dari Nofrianil, 2012 Gambar 1. Sistem tanam konvensional (A) dan sistem tanam alur (B)
Gambar 2. Alur yang terbentuk di lahan tanaman jagung Berdasarkan kondisi yang telah disebutkan di atas, maka percobaan percobaan ini dilakukan pada lahan tanaman jagung. Tanaman jagung yang digunakan adalah tanaman milik petani dengan luas 3,000 m2. Jagung ditanam pada bulan Maret dengan jarak tanam 30 cm x 55 cm dan setiap lubang terdapat 2 benih atau populasi 121,212 tanaman/ha. Pupuk yang diberikan adalah 71.5 kg/ha TSP dan 71.5 kg/ha Urea. Jagung dipanen kering ketika berumur 15 MST. Pemanenan dilakukan dengan cara memangkas tanaman jagung ± 20 cm dari tanah.
15 Persiapan lahan untuk penanaman kedelai dimulai dengan pengendalian gulma ketika umur jagung 11 MST. Lahan jagung dipetakkan dengan ukuran 2.2 m x 5 m atau setiap petak terdapat empat lorong jagung. Petak perlakuan berjumlah 40 buah yang diulang tiga kali sehingga terdapat 120 petak. Penanaman kedelai menggunakan metode tanpa olah tanah. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak dan terbagi dalam tiga kelompok (Lampiran 3). Aplikasi pupuk untuk kedelai dilakukan seminggu sebelum tanam atau ketika jagung berumur 12 MST (Gambar 3A). Pupuk diberikan pada alur tanaman jagung yang kemudian dicangkul ringan. Kedelai ditanam dengan sistem tanam sisip pada alur tanaman jagung saat 2 minggu sebelum jagung dipanen (Gambar 3B). Jarak tanam yang digunakan adalah 9 cm x 55 cm dengan 2 benih per lubang atau populasi 404,040 tanaman/ha. Penyulaman tanaman kedelai dilakukan seminggu setelah tanam.
A
B
C
Gambar 3. Aplikasi pupuk (A),tanam kedelai (B) dan panen jagung (C) Jagung dipanen pada umur 15 MST atau ketika kedelai berumur 2 MST (Gambar 3C). Perlakuan mulsa brangkasan jagung diberikan bersamaan dengan waktu panen jagung. Jumlah tanaman jagung yang dijadikan mulsa adalah 12 brangkasan untuk luasan 1 m2. Brangkasan jagung yang digunakan meliputi batang, daun dan kelobot. Mulsa ditempatkan di antara barisan tanaman kedelai. Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman yang pertama dilakukan saat kedelai berumur 2 MST. Hama yang dikendalikan adalah moluska dan serangga. Moluska dikendalikan dengan moluskasida butiran berbahan aktif metaldehida 6% w/w. Moluskasida diaplikasikan dengan cara ditempatkan di
16 sekeliling lahan percobaan dengan jarak setiap 2 m. Pengendalian serangga menggunakan insektisida berbahan aktif kloroantraniliprol 100 g/l dan tiametoksam 200 g/l. Aplikasi insektisida dibantu dengan bahan perekat yang memiliki bahan aktif alkilfenol etoksilat 400 g/l dan natrium susinik ester sulfonik 400 g/l. Dosis insektisida yang digunakan adalah 60 ml/ha dan perekat 120 ml/ha dengan volume semprot 180 l/ha.
A
B
Gambar 4. Kondisi lahan setelah guludan diratakan (A) dan tanaman menjelang dipanen (B) Pengendalian gulma pertama dilakukan saat tanaman kedelai berumur 3 MST. Permukaan lahan yang bergulud diratakan ke arah tanaman kedelai, sehingga batang tanaman kedelai terkubur hingga sekitar 5 cm (Gambar 4A). Penentuan tanaman contoh dilakukan saat tanaman kedelai berumur 3 MST. Metode yang digunakan adalah pemilihan secara acak untuk tanaman selain tanaman pinggir. Pengamatan tanaman dilakukan pada umur 4, 6, 8 dan 10 MST pada semua tanaman contoh setiap petakan. Pengamatan destruktif meliputi bobot kering akar, bintil akar, batang, daun dan polong dilakukan pada umur 8 MST. Brangkasan tanaman dikeringkan menggunakan oven di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Panen dilakukan ketika 95% populasi mencapai masak dengan ciri-ciri warna polong berubah menjadi kecoklatan (Gambar 4B). Penghitungan hasil panen menggunakan metode ubinan. Luas ubinan yang digunakan adalah 4.4 m2 (Lampiran 8). Tanaman pinggir tidak dimasukkan dalam perhitungan panen ubinan.
17 Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh pada tiap satuan percobaan. Secara umum pengamatan dapat dikelompokkan ke dalam pengamatan vegetatif dan pengamatan komponen produksi. Pengamatan vegetatif meliputi pengamatan jumlah daun dan tinggi tanaman pada 4, 6, 8 dan 10 MST serta pengamatan destruktif umur 8 MST. Pengamatan komponen produksi meliputi pengamatan bobot biji kering per petak dan bobot kering 100 butir serta jumlah cabang, polong isi dan hampa per tanaman. Daun yang diamati adalah daun trifoliet yang telah membuka sempurna. Tinggi tanaman diamati dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman. Pengamatan destruktif meliputi pengamatan bobot kering akar, daun, batang dan polong. Komponen jumlah cabang, polong isi dan hampa tanaman dilakukan pada setiap tanaman contoh saat panen. Bobot biji 100 butir diperoleh dari pengambilan secara acak 100 biji dari 10 tanaman contoh dengan tiga kali pengulangan. Perhitungan hasil per petak diperoleh dari hasil ubinan dengan luas 4.4 m2 (Lampiran 8).