Sambutan Ketua Umum PWI Pusat/ Penangungjawab HPN 2016 H. Margiono Sambutan Ketua Panitia HPN 2016 Teguh Santosa Catatan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat: Ujung Tombak Kebudayaan Nasional Yusuf Susilo Hartono
DAFTAR ISI
Pemikiran dan Langkah 8 Bupati/Walikota Penerima Anugerah Kebudayaan PWI Pusat:
Meski Metropolitan, Tetap Nyunda M. Ridwan Kamil, Walikota Bandung–Jawa Barat, Periode 2013–2018
Gau Satoto Wakatobi Hugua, Bupati Wakatobi–Tenggara, Periode 2006–2011, dan 2011–2016
Metamorfosa Sawahlunto Ali Yusuf, Walikota Sawahlunto–Sumatera Barat, 2013- 2018
Berbudaya Dimulai dari Bumi yang Dipijak Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta–Jawa Barat, Periode 2008–2013 dan 2013–2018
Menjadi Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Periode 2010–2015,dan 2015-2020
Belu: Kuan Meto Sman Kase Wilhelmus Foni, Penjabat Bupati BeluNusa Tenggara Timur, Periode 2013-2015
Katakan dengan Bunga Tomohon Jimmy F. Eman, Walikota Tomohon–Sulawesi Utara, Periode 2011–2015, dan 2015-2020
Wayang Santri, dan Empat Cinta Enthus Susmono, Bupati Tegal-Jawa Tengah, Periode 2014–2019
ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
1
Sambutan Ketua Umum PWI Pusat
Bupati/Walikota yang Pro Kebudayaan Assalamualaikum Wr.Wb Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, HPN 2016, berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat 7-9 Februari 2016. Kali ini, selain Anugerah Adinegoro yang selalu ditunggu para penulis tajuk, penulis berita, fotografer, dan karikaturis, HPN diramaikan oleh berbagai acara, diantaranya workshop jurnalistik, lomba penulisan pariwisata, hingga Konvensi Nasional Media Massa “ Refleksi Pers Nasional (Menjawab Tantangan Pembangunan Poros Maritim dan Menghadirkan Kesejahteraan)”.
2
atau lambat akan bisa diatasi. Akan tetapi jika yang bangkrut itu kebudayaannya, maka hal itu akan sulit diatasi.” Hal ini patut menyadarkan kita, betapa pentingnya arti kebudayaan bagi suatu bangsa. Sayangnya kebudayaan kita sampai hari ini belum mempunyai UU, yang bisa dijadikan landasan hukum dan pegang an bersama. Akibatnya, individu dan masyarakat yang tuna acuan itu berjalan sendiri-sendiri. Ketika serbuan globalisasi begitu massif, dan era kebebasan tumbuh dan berkembang lebih pesat dari yang diperkirakan, banyak orang menjadi asing dengan dirinya sendiri, juga menjadi asing dengan kebudayaan nasional dan kebudayaan lokalnya sendiri. Hal ini yang sekarang terjadi di negeri tercinta ini, dan menjadi pekerjaan rumah bagi “orang-orang yang sadar”.
Disamping itu ada Anugerah Kebudayaan yang diberikan oleh PWI Pusat kepada 8 Bupati/Walikota : Bandung, Purwakarta, Tegal, Banyuwangi, Wakatobi, Tomohon dan Sawahlunto. Dengan penjelasan, bahwa anugerah ini sedianya digelar tahun lalu. Oleh karena sesuatu hal, seremoninya baru bisa dilakukan sekarang, dalam puncak HPN 2016, dengan tetap menyebut Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2015. Oleh karena itu, Penjabat Bupati Belu yang telah habis masa kerjanya tahun 2015, setelah terpilih Bupati baru hasil Pilkada serentak, tetap saja berhak menerima. Selain itu, bagi Walikota Tomohon dan Bupati Banyuwangi, yang terpilih kembali, diucapkan selamat dan tetap patut menerima penghargaan ini.
Akhirnya, kami ucapkan selamat kepada para bupati/walikota terpilih. Semoga terus terpacu menjadi ujung tombak Kebudayaan Nasional dengan cara memajukan kebudaya an lokal di daerahnya masing-masing. Dengan harapan, di depan bisa diteladani, di tengah menggerakkan, dan di belakang terus mendorong” , atau dalam bahasa Ki Hadjar Dewantoro, “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Kita semua berharap, semoga langkah kecil ini, mendapat ridho dari Tuhan, menjadi awal menuju langkah yang besar. Amien.
Anugerah Kebudayaan dilatari oleh kesadaran bahwa kebudayaan merupakan ruh suatu bangsa.Jika bupati/walikota melek dan pro kebudayaan, sudah barang tentu akan dapat menjaga ruh kebudayaan tersebut. Seorang professor pernah mengatakan, “Jika suatu bangsa bangkrut ekonominya, cepat
Jakarta, 9 Februari 2016
ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
Wassalamualaikum Wr.Wb
H.Margiono Ketua Umum PWI Pusat
Sambutan Ketua Panpel HPN 2016
Tokoh-Tokoh Formal yang Inspiratif Puji syukur kita panjatankan ke hadirat Tu han Yang Maha Esa, Allah SWT. Atas izin-Nya juga kita bi sa menyelenggarakan Hari Pers Nasional (HPN) pada 7-9 Februari 2016, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). NTB adalah salah satu negeri impian wisatawan. Tak berlebihan bila NTB dikatakan sebagai surga tersembunyi di Nusantara. Secara faktual, kecantikan, pesona, dan keindahan NTB adalah modal besar dalam upaya pemerintah mengembangkan sektor wisata nasional. Laut NTB yang indah juga ikut menopang gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Kalau Indonesia itu ibarat sebuah tasbih, maka NTB hanya salah satu dari 34 butir mutu manikam (provinsi), yang masing-masing juga memiliki kecantikan, pesona, keindahan dan keunikan budaya yang khas, yang tersembunyi/ berada di masing-masing daerah kabupaten/ kotamadya bahkan hingga berbagai pelosok. Untuk melestarikan dan mencemerlangkan masing-masing butir mutu manikam tersebut, diperlukan tokoh-tokoh yang memiliki wawasan kebudayaan yang memadai, agar bisa memimpin, menggerakkan, mendorong, dan diteladani .
pendekatan kebudayaan, kita ti dak akan tercerabut dari akar, meskipun kita sedang dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ataupun era kesejagatan/globalisasi. Akhirnya, Panitia HPN mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran acara ini maupun acara HPN secara keseluruhan. Secara khusus terima kasih kepada Dewan Pers, Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Seuruh Indonesia (ATVSI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Per satuan Radio Siaran Nasional Indonesia (PRSSNI), Serikat Grafika Pers (SGP), Serikat penerbit Suratkabar (SPS), Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI), Kementerian Pariwisata, dan TNI Angkatan Laut. Salam hormat, Jakarta, 9 Februari 2016 Teguh Santosa Ketua Panitia HPN 2016
Di sinilah penghargaan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat untuk 8 bupati/walikota, di tengah-tengah HPN 2016 menjadi sangat relevan dengan tantangan kita saat ini, yaitu perlunya kita memiliki tokoh-tokoh formal yang inspiratif. Dalam hal ini, tokoh formal, yang memiliki wawasan kebudayaan, sekaligus pendekatan kebudayaan da lam membangun masyarakat dan daerahnya. Hanya dengan ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
3
ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 Penghargaan ini diberikan kepada 8 bupati / walikota, di tengah perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Untuk apa? Oleh:
Yusuf Susilo Hartono Panpel AK-PP 2015
P
ada era otonomi daerah, bupati/walikota merupakan ujung tombak Kebudayaan Nasional. Bagamaimana tidak, ketika era sentralisasasi, otoritas berada di tangan pusat termasuk dalam hal Kebudayaan Nasional, maka kini dengan bergantinya era desentra lisasi, otoritas itu suka tidak suka berpindah ke tangan daerah (kabupaten dan kota) se Indonesia. Maka yang kita butuhkan hari ini dan ke depan adalah bupati/ walikota yang “melek dan pro kebudayaan”. Wajah Kebudayaan Nasional pada hakekatnya adalah himpunan dari berbagai kebudayaan daerah, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, kalau kebudayaan di masing-masing daerah itu maju, maka majulah wajah Kebudayaan Nasional kita. Sebaliknya, kalau kebudayaan di masing-masing daerah banyak yang “sakit”, otomatis Kebudayaan 4
ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
(Kika) Sekjen PWI Pusat Hendry Ch.Bangun dan Yusuf Susilo Hartono
Nasional kita juga sakit. Sementara itu UUD 1945 menyebutkan bahwa yang negara bertanggungjawab memajukan Kebudayaan Nasional, maka representasi di lapangan (daerah) secara otomatis adalah pimpinan daerah, dalam hal ini bupati/walikota. Karena, bupati/walikota yang memiliki wilayah, penduduk, dan aset kebudayaan (baik yang bendawi/tangible maupun bukan bendawi/intangible). Seperti kita tahu, negara maju seperti Jepang dan China, meski globalisasi mendera, hingga saat ini mereka tetap hidup dengan kebudayaannya yang terus dijaga, dirawat, dilindungi, diaktualisasikan, sehingga laras dan bisa untuk menjawab tantangan zaman yang ada, tanpa harus kehilangan karakter dan jatidirinya. Bahkan mereka tidak ketinggalan zaman, berada dalam kemajuan dengan karakter budayanya sendiri, dan mewarnai kebudayaan dunia. Dengan kebudayaan Indonesia yang kara raya, sudah seharusnya kita bisa juga seperti itu! Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2015, kepada 8 bupati/ walikota, yang diberikan dalam puncak HPN 2016, ini adalah upaya awal bagi PWI Pusat mencari, menemukan dan mengapresiasi para tokoh-tokoh formal di daerah yang melek dan pro kebudayaan tersebut. Rencana kedepan, anugerah ini akan dilanjutkan secara berkala, dengan tujuan agar memotivasi para bupati/ walikota berlombalomba memajukan pembangunan di daerahnya berbasis kebudayaan. Untuk keperluan memilih ke-8 bupati/walikota ini, PWI Pusat membentuk sebuah tim, yang terdiri dari para pengurus dengan memanfaatkan “mata dan telinga” PWI yang ada di berbagai daerah di Tanah Air. Tim tersebut terdiri dari : Margiono (Ketua Umum PWI Pusat), Hendry Ch. Bangun (Sekretaris Jenderal PWI Pusat), Yusuf Susilo Hartono (Departemen Wartawan Film, Kebudaya an dan Pariwisata), Priambodo RH (Ketua Bidang Multi media, Teknologi Informasi/ Kepala Sekretariat), Banjar Chaeruddin (Anggota Penasihat PWI Pusat), E.Subekti (Komisi Pendidikan), Mohamad Ihsan (Wakil Bendara Umum), Rudy Novrianto ( Wakil Sekretaris Jenderal). Sejak bulan Juni 2015, tim ini bekerja, mengumpulkan informasi, melakukan seleksi, hingga mengundang/ bertemu para calon untuk di wawancarai, dikonfirmasi, hingga diklarifikasi secara langsung. Aspek penilaiannya,
terdiri dari 1). Konsep personal bupati/walikota tentang kebudayaan, dan aplikasinya pada pembangunan daerah; 2). Pencapaian kinerja pembangunan berbasis kreativitas dan karakter kebudayaan lokal. 3). Pengaruh/ sumbangannya pada Indonesia dan Kebudayaan Nasional. Anugerah Kebudayaan untuk bupati/walikota ini tanpa rangking, sebab masing-masing daerah mempunyai kebudayaan dan tantangan khasnya sendiri-sendiri. Dalam penilaiannya, tim membuat pengkatagorian, misalnya metropolitan, maritim, perbatasan, dll, yang dipergunakan sebagai “basis” untuk membandingkan dengan daerah pada kategori sejenis. Sehingga menghasilkan pilihan sebagai berikut: Mochamad Ridwan Kamil, Walikota Bandung – Jawa Barat, Periode 2013 – 2018. Dengan alasan: Yang bersangkutan berhasil membangun Kotamadya Bandung menjadi kota metropolitan baru berkelas internasional, dengan pendekatan kebudayaan berbasis metropolis berpadu dengan tradisi lokal. Didukung dengan iptek, disertai dengan penghormatan, pelestarian dan pengembangan memori kolektif kultural Sunda, sehingga akan tetap melindungi tatanan moral warganya. Misalnya dengan program hari : Rabu “nyunda” , Sabtu cinta produk lokal, Kamis (berbahasa Inggris) dll. Kesemuanya itu diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2012, sebagai upaya memelihara dan menanamkan kembali budaya Sunda. Hugua, Bupati Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Periode 2006 – 2011, dan 2011 – 2016 Dengan alasan: Menggunakan pendekatan kebudayaan berbasis maritim (berikut nilai-nilai kearifan di dalamnya) dan lingkungan hidup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gerak hidup diabdikan pada keluhuran manusia, seperti yang diajarkan dalam foklor mereka, tradisi lisan, nyanyian, tarian, hingga guci. Dilandasi falsafah lokal Gau satoto ( jalan lurus: menyatunya kata dengan perANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
5
buatan). Dengan memanfaatkan media sosial dan teknologi informasi, fokus mewujudkan surga nyata bawah laut di Pusat Segi Tiga Karang Dunia, dengan visi 2025 yakni, “Wakatobi sebagai Pusat Biodiversitas Bumi”. Ali Yusuf, Walikota Sawahlunto – Sumatera Barat, Periode 2013- 2018 Dengan alasan: Menggunakan pendekatan budaya berbasis kearifan warisan bangunan-bangunan cagar budaya, dan mengubah sisa-sisa peninggalan tambang, seperti terowongan, gedung-gedung tua sebagai obyek wisata budaya. Selain melestarikan songket Selungkang sebagai ikon lokal yang sudah mendunia, memelihara kearifan budaya suku-suku yang ada ( Jawa yang telah 4 generasi, Minang, Batak,Bugis, Cina) dengan budaya partisipatif meraih kesejahtera an dan kedamaian bersama. Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta – Jawa Barat, Periode 2008 – 2013 dan 2013 – 2018. Dengan alasan: Secara total melakukan pendekatan kebudayaan urang Sunda berbasis keteladan yang partisipatif. Kebudayaan Sunda “leluhur” digunakan mengelola karakter diri dan masyarakat, dan merevitalisasi kebudayaan tradisional Sunda dalam kehidupan sehari-hari masa kini. Sedangkan sejarah masa lalu (warisan leluhur) dengan segala kebesarannya, dijadikan sebagai aset kultural , dan digunakan secara praktik menjawab tantangan era global saat ini, sesuai dengan kepentingan, situasi kondisi lokal. 6
ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, Periode 2010 – 2015, dan 2015-2020 Dengan alasan: Berhasil melenyapkan stigma Banyuwangi seba gai kota santet, dengan pendekatan budaya berbasis karakter lokal, berbagai macam festival lokal - internasional, dan pariwisata. Rasa percaya diri yang kuat untuk mewujudkan budaya lokal yang tidak mengkopi kabupaten lain, ditambah dengan modal keunikan alam, buah-buahan (durian berbiji merah), kekayaan kesenian (musik, tari), tradisi Osing, batik, telah mengangkat perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Sekaligus menjadi sarana menjawab globalisasi. Wilhelmus Foni, Penjabat Bupati Belu-NTT, Periode 2013- 2015 Dengan alasan: Sebagai kabupaten yang berbatasan dengan Timor Timur dan Australia, Plt. bupati ini dengan sadar menjaga dan menampilkan identitas keindonesiaan, utamanya melalui tenun (moti-motifnya menyimpan kearifan lokal), pemeliharaan adat istiadat, kuliner, tradisi lisan dan bahasa. Dengan keteladanan partisipatif yang dikuatkan oleh nilai lokal yang berperspektif martabat kebangsaan “kuan meto sman kase’’, perilaku tubuh boleh kampung, tapi ruh dan pola pikir tetap moderen. Jimmy F. Eman, Walikota Tomohon – Sulut, Periode 2011 – 2015, dan 2015 - 2020 Dengan alasan:
Mengaktualisasi falsafah orang Minahasa Si Tou Timou Tumou Tou (manusia hidup, untuk memanusiakan orang lain), terutama dalam meningkatkan kesejahteran warganya, melalui festival bunga tahunan Tomohon International Flower Festival. Kegiatan ini, men-trigger aktualisasi warisan budaya lokal, diantaranya budaya mapalus (gotong royong), musik Kolintang ( sangat terkenal tapi belum mendapat pengakuan Unesco), musik Bambu Klarinet, tari-tarian Maengket, Kabasaran, dansa Katrili, industri rumah adat,dll. Enthus Susmono, Bupati Tegal - Jawa Tengah, Periode 2014 – 2019. Dengan alasan: Dengan menggunakan pendekatan kebudayaan berbasis kesenian ( khususnya wayang santri), da’wah, dan keteladan yang egaliter, dapat menciptakan komunikasi sosial politik maupun komunikasi “aku pejabat dan kalian rakyat” menjadi cair. Namun dalam kecairannya itu, ia memba ngun ketegasan, pelayanan, aturan main, yang tunduk pada kearifan tradisi, hukum formal, dan yang lebih penting hukum Illahi. Sehingga menjadi modal menggerakkan partisipasi pejabat dan rakyat, melakukan pembangunan.
Kabupaten/Kota sebagai Ujung Tombak Kebudayaan Nasional, Berbasis Kearifan Lokal, Demokratisasi dan Teknologi Informasi”. Menampilkan 21 tokoh nasional/lokal sebagai nara sumber. Mereka itu, selain 8 bupati/walikota penerima penghargaan, tampil Dirjen Kebudayaan Kemdikbud, Dirjen Otonomi Daerah Kemdagri, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, Ketua Komisi X DPR-RI / Panja RUU Kebudayaan. Dari institusi pers tampil Dewan Pers, dan PWI. Dari akademisi tampil Prof Wiendu Nuryanti (UGM/mantan Wamendikbud), Dr. Pudentia MP SS (UI/ Ketua ATL). Dari lokal NTB tampil Kepala Dinas Dikbud NTB, Kepala Dinas Pariwisata NTB, Dinas Kominfo NTB, Bupati Bima dan wartawan/budayawan senior NTB H. Khaerul Anwar. Selaku moderator Yusuf Susilo Hartono, Panitia Pelaksana Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2015. Melibatkan kalangan mahasiwa, dosen, wartawan budaya, seniman hingga budayawan lokal, sebagai peninjau. Semoga suasana bumi Mataram, Lombok, NTB, membuka kesadaran kita bersama bahwa sangat penting dan sudah saatnya setiap pemimpin di negeri ini, melek dan pro kebudayaan. Betapa eloknya jika kebudayaan dijadikan dasar pembangunan. Bukankah kebudayaan selain sebagai way of life, adalah ruh suatu bangsa? Dan ruh itu Pancasila! Kebon Sirih Jakarta, Desember 2015
Untuk memaparkan gagasan dan kinerjanya, masing-masing bupati/walikota membuat tulisan, dilengkapi foto-foto, yang akan dapat And a baca dan lihat setelah ini. Nah, mengiringi Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2015 ini , digelar acara Focus Group Discussion (FGD), di Hotel Lombok Raya, 7 Februari 2016, dengan tema“Menjadikan ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA
7
8
ANUGERAH KEBUDAYAAN PWI PUSAT 2015 UNTUK 8 BUPATI/WALIKOTA