MERTI DUSUN DI DUSUN GINTUNGAN Disusun untuk memenuhi tugas Wawasan Budaya Nusantara (MKK00162) Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam
Oleh : WINDA SETYA MARDIANI NIM.14148128
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga paper ini dapat selesai tepat waktu. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Wawasan Budaya Nusantara bapak Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. yang telah membantu merevisi paper ini sehingga menjadi lebih baik. Tak lupa penulis juga mengucapan terimakasih kepada bapak Imron selaku bekel dusun Gintungan, bapak Marjian sebagai narasumber, orangtua dan teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan paper ini. Paper ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui wujud budaya yang terdapat dalam upacara adat merti dusun. Penulis berharap paper ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari paper ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis berharap ada kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipahami oleh pembacanya. Kami mohon maaf apabila dalam makalah ini masih banyak salah dan kekurangan.
Surakarta, 5 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan
2
1.4 Tinjauan Teori
2
1.5 Metode Penelitian
4
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
6
2.1 Wujud Budaya Konsep
6
2.2 Wujud Budaya Tindakan
7
2.3 Wujud Budaya Artefak
13
BAB III PENUTUP
15
3.1 Kesimpulan
15
3.2 Saran
15
DAFTAR ACUAN
16
LAMPIRAN
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jaranan untuk arak-arakan
8
Gambar 2. Persiapan arak-arakan
9
Gambar 3. Arak-arakan menuju Blumbang
9
Gambar 4. Persiapan Bedah Blumbang
11
Gambar 5. Para pejabat duduk disebelah Blumbang
11
Gambar 6. Prosesi Bedah Blumbang
12
Gambar 7. Pembuatan kapal-kapalan
14
Gambar 8. Peneliti saat Bedah Blumbang
17
Gambar 9. Wawancara dengan kepala dusun
17
Gambar 10. Foto bersama kepala dusun
17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terkenal dengan kebudayaannya yang beragam, terutama di pulau Jawa. Banyak kebudayaan yang dapat ditemukan di pulau Jawa, salah satunya adalah di Jawa Tengah. Setiap daerah memiliki kebudayaan masingmasing yang berbeda-beda. Di zaman yang modern ini, banyak kebudayaan yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat biasanya cenderung memilih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Banyak juga generasi muda yang kurang mengetahui kebudayaan yang ada disekitar mereka. Meskipun begitu, ada beberapa daerah yang masih tetap melestarikan budaya nenek moyang mereka. Salah satu budaya yang sudah jarang ada dimasyarakat adalah kegiatan merti dusun atau biasa disebut Sedekah Desa. Merti Dusun merupakan kebudayaan bersih desa yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan-Nya. Karunia yang diberikan dapat berupa keselamatan, kesejahteraan, rezeki ataupun ketentraman hidup. Merti Dusun juga merupakan wadah bagi masyarakat untuk menyambung tali silaturahmi juga saling menghormati antar masyarakat. Merti Dusun dalam hal ini dapat menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari rutinitas kegiatan mereka sehari-hari. Tata cara dalam pelaksanaan merti dusun disetiap daerahnya memiliki ciri khas masing-masing. Tetapi di beberapa tempat ada yang tata cara pelaksanaannya sama. Biasanya kegiatan merti dusun ini diawali dengan arak-arakan keliling desa dan diakhiri dengan pertunjukan wayang kulit. Pejabat tinggi seperti bupati, walikota pun menghadiri acara merti dusun ini karena merti dusun memang sudah jarang dilakukan di daerah-daerah. Kegiatan merti dusun ini menarik untuk diangkat dengan tata cara pelaksanaannya yang berbeda disetiap daerahnya. Salah satunya yaitu merti dusun yang ada didusun Gintungan. Merti Dusun didusun Gintungan ini memiliki kekhasan tersendiri misalnya dengan adanya acara Bedah Blumbang setelah diadakannya arak-arakan keliling dusun.
Masyarakat dusun Gintungan ini masih tetap melestarikan tradisi upacara adar merti Dusun ini meskipun didaerah-daerah lain sudah jarang diadakan kegiatan seperti ini. Sebelumnya juga belum ada yang melakukan penelitian tentang merti dusun di dusun Gintungan ini.
1.2 Rumusan Masalah Penulisan makalah ini untuk mengetahui wujud budaya pada tradisi merti dusun, dengan rumusan masalah sebagai berikut: -
Bagaimana wujud budaya konsep/ide pada tradisi merti dusun ?
-
Bagaimana wujud budaya tindakan/kegiatan pada tradisi merti dusun ?
-
Bagaimana wujud budaya artefak/fisik pada tradisi merti dusun ?
1.3 Tujuan Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan wujud budaya yang terdapat pada tradisi merti dusun. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai tradisi upacara adat yang ada disekitar dan masih dilestarikan hingga saat ini. 1.4 Tinjauan Teori Kata "kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan. Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban, mengandung pengertian luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor, 1897:19). Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisi adalah adat kebiasaan turuntemurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Jawa merupakan daerah yang masih kental dengan tradisi dan tetap dilestarikan hingga saat ini. Menurut Hanafi, tradisi lahir dari dan dipengaruhi oleh masyarakat, kemudian masyarakat muncul, dan dipengaruhi oleh tradisi. Tradisi pada mulanya merupakan musabab, namun akhirnya menjadi konklusi dan premis, isi dan bentuk, efek dan aksi pengaruh dan mempengaruhi. Menurut Faisal Muchtar dalam artikelnya upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun temurun yang berlaku disuatu daerah. Upacara adat yang ada disetiap daerah tidak lepas dari unsur sejarah. Masyarakat menjelaskan masalalunya melalui upacara. Dengan adanya upacara, kita dapat melacak tentang asal-usul, baik itu tempat, tokoh, suatu benda, kejadian alam, dan lain-lain. Menurut Hamzah Safi’i Saifuddin dalam jurnalnya, merti dusun berasal dari kata merti dalam bahasa Jawa yang artinya memetri atau memelihara. Dengan demikian merti dusun mengandung pengertian memelihara dusun, menjaga dan melestarikan dengan sebaik mungkin. Upacara merti dusun merupakan upacara tradisi warisan budaya leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi memiliki maksud dan tujuan tertentu. Adapun maksud dan tujuannya antara lain sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia berupa keselamatan dan kesejahteraan hidup masyarakat serta memberikan rezeki melalui hasil tanaman. Upacara merti dusun ini juga sebagai wahana pemersatu antar warga dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya upacara merti dusun ini seluruh masyarakat dusun Gintungan dapat berkumpul menjadi satu disuatu tempat tanpamembedakan status sosial, status ekonomi, agama dan lain-lain. Dalam acara ini, masyarakat mengamalkan budi pekerti yang luhur yaitu berdoa bersama kepada Tuhan untuk kebaikan bersama dan juga mendoakan para leluhur.
1.5 Metode Penelitian 1.5.1
Jenis Penelitian Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan penelitian merti dusun di dusun Gintungan ini dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Menurut Arif Furhan dalam penelitiannya pendekatan kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari subyek itu sendiri.
1.5.2
Objek Kajian / Penelitian : Dalam penelitian ini objek yang akan dikaji adalah kegiatan merti dusun atau masyarakat kadang menyebutnya dengan sedekah desa yang dilaksanakan setiap tahun sekali. Kegiatan merti dusun ini biasanya dilakukan menurut perhitungan Jawa yaitu di bulan Rajab di dusun Gintungan, desa Gogik, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Penelitian ini akan membahas tentang tata cara pelaksanaan merti dusun yang ada di dusun Gintungan. Penelitian ini memilih informan-informan yang mengerti dan terlibat langsung dalam kegiatan merti dusun tersebut. Informan tersebut antara lain tokoh agama dan kepala dusun Gintungan yaitu Imron dan warga dusun Gintungan yaitu Marjian.
1.5.3
Metode Pengambilan Data :
a. Observasi Observasi merupakan kegiatan mengamati suatu hal atau objek menggunakan seluruh indera manusia, misalnya penglihatan, pendengaran,dan lain-lain. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi dengan mengamati kegiatan merti dusun yang sedang berlangsung dan mengambil gambar kegiatan merti dusun yang ada di dusun Gintungan. Obyek yang diteliti yaitu kegiatan merti dusun mulai dari tahapan awal hingga akhir.
b. Wawancara Wawancara merupakan salah satu cara yang dipilih oleh peneliti untuk mendapatkan informasi dari narasumber. Dengan menggunakan wawancara langsung dengan narasumber, peneliti bisa mendapatkan data yang valid. Narasumber yang dipilih oleh peneliti merupakan orang yang mengerti betul tentang tata cara pelaksanaan merti dusun ini. Sebelum
melakukan wawancara, peneliti
sudah membuat
daftar
pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Namun, pertanyaan ini bersifat dinamis yaitu dapat berubah sesuai dengan kondisi dilapangan. Dalam penelitian ini, narasumber yang dipilih yaitu tokoh agama dan kepala dusun Gintungan atau ketua pelaksana merti dusun Imron.
c. Instrumen Penelitian 1) Foto kegiatan yang dapat memberikan gambaran atau visual yang mewakili tentang proses upacara merti dusun. Foto-foto ini diambil dengan handphone smartfren G1 dan kamera DSLR. 2) Catatan wawancara. Wawancara diambil menggunakan handphone oppo a11w dan menggunakan perlengkapan alat tulis (kertas dan bolpoint). 3) Untuk melakukan penyatuan data dan penulisan penelitian, peneliti menggunakan laptop asus.
1.5.4
Analisis Data Analisis berarti menguraikan atau memisah-misahkan, maka menganalisis data berarti menguraikan data, sehingga berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan. Setelah data penelitian sudah terkumpul, peneliti melakukan analisis terhadap sumber data yang diperoleh dari informan yaitu dari tokoh agama/kepala dusun dan pelaku dalam upacara merti dusun. Pada tahap ini penulis melakukan penafsiran dan analisis data yang telah diperoleh yang ada hubungannya dengan judul yang diangkat, kemudian melakukan penyatuan data.
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Wujud Budaya Konsep 2.1.1
Tujuan Merti Dusun Merti Dusun merupakan upacara tradisional yang dilakukan setiap satu tahun
sekali oleh masyarakat dusun Gintungan. Upacara ini selalu dilakukan setiap tahunnya sebagai wujud rasa syukur masyarakat dusun Gintungan atas rahmat yang diberikan oleh Tuhan dalam bentuk kesejahteraan, melimpahnya hasil pertanian, keselamatan, maupun ketentraman hidup. Mayoritas penduduk dusun Gintungan memiliki mata pencaharian bertani karena didusun ini memang masih banyak lahan yang dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Hasil tani mereka setiap tahunnya memang cukup baik, tetapi terkadang juga kurang baik karena adanya hama yang membuat mereka gagal panen. Masyarakat Gintungan percaya dengan diadakannya merti dusun, masalahmasalah seperti ini akan berkurang. Selain itu, menurut Imron (wawancara tanggal 6 Desember 2015) merti dusun ini dilakukan rutin setiap satu tahun sekali untuk melestarikan atau nguri-uri kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dulu. Dengan adanya acara seperti merti dusun ini, dapat mempererat tali silarurahmi antar warga, membangun kebersamaan, saling gotong royong dan peduli akan lingkungan dalam hidup bermasyarakat. Pelaksanaan upacara ini juga dapat memberikan hiburan bagi warga dengan adanya pertunjukan wayang kulit yang diadakan pada siang hari dan malam hari. Selama upacara ini tidak melenceng dari agama, maka tradisi ini akan terus dilestarikan.
2.1.2 Filosofi / Makna Upacara Merti Dusun Dalam masyarakat dusun Gintungan, upacara merti dusun merupakan upacara yang sakral. Masyarakat percaya upacara ini dilaksanakan untuk mendoakan nenek moyang yang masih menjaga dan melindungi dusun Gintungan. Tetapi, menurut Imron (wawancara tanggal 6 Desember 2015) mengatakan bahwa upacara ini
dilakukan hanya untuk melestarikan budaya yang ditinggalkan nenek moyang. Upacara ini dilakukan juga untuk mendoakan arwah leluhur dan bukan berdoa kepada leluhur. Imron juga mengatakan dalam tata cara pelaksanaannya pun tidak ada hal yang dikhususkan, semua tahapannya sama seperti merti dusun kebanyakan. Tetapi ada satu tahap yang memang agak berbeda, yaitu bedah blumbang. Dalam tahapan ini ada persyaratan tersendiri bagi masyarakat yang ikut sera dalam bedah blumbang. Persyaratan untuk masyarakat yang berpartisipasi yaitu tidak boleh marah saat bermain lempar lumpur. Karena apabila ada yang marah, konon orang tersebut akan mengalami kesurupan. Menurut Marjian salah seorang warga dusun Gintungan (wawancara tanggal 16 Desember 2015), dahulu blumbang memang ada penunggunya. Didekat blumbang ada pohon besar yang bernama pohon gintung dan disitulah tempat nenek moyang warga dusun Gintungan.
2.2 Wujud Budaya Tindakan 2.2.1 Slametan Tahapan yang pertama dalam upacara merti dusun ini adalah slametan. Pada acara slametan ini warga dusun Gintungan membawa nasi bakul ke rumah pak Imron sebagai bekel atau kepala dusun. Kemudian nasi bakul yang sudah dibawa dimakan bersama oleh warga yang hadir. Sebelum memakan nasi bakul tersebut, salah satu tokoh agama yaitu Imron juga sebagai kepala dusun memimpin doa. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan antar warga. Menurut Imron, acara slametan ini tidak ada tujuan khusus ataupun persyaratan khusus untuk warga yang mengikutinya. Slametan ini diadakan sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan untuk menambah kerukunan dalam hidup bermasyarakat.
2.2.2 Arak-arakan Setelah acara slametan selesai, kegiatan selanjutnya yaitu arak-arakan keliling dusun. Kegiatan arak-arakan ini dimulai dengan berkumpulnya masyarakat dirumah kepala dusun. Para perangkat desa seperti kepala dusun dan kepala desa/lurah juga turut serta dalam acara arak-arakan ini. Setiap RT membuat sebuah karya yang dibawa
pada saat arak-arakan. Barang-barang yang diarak dalam tahapan ini yaitu nasi tumpeng dan ingkung, hasil bumi yang dihias menyerupai tumpeng, gagar mayang dan hasil karya yang sudah dibuat tiap-tiap RT. Nasi tumpeng dan ingkung untuk arakarakan ini dibuat oleh ibu-ibu antar RT. Mereka saling bergotong royong dalam memasak nasi kuning untuk tumpeng dan juga membuat ingkung. Adanya arak-arakan ini dapat membuat warga dusun Gintungan menjadi kreatif dalam memikirkan karya apa yang bisa ditampilkan RT mereka untuk ikut berpartisipasi. Peserta arak-arakan juga mengenakan kostum yang telah mereka sepakati sebelumnya sesuai RT mereka masing-masing. Misalnya ada yang membuat kapal/perahu, reog/jaranan, patung sapi, tiruan orang sedang membajak sawah dan lain-lain. Urutan penempatannya dimulai dari RT 01 runtut kebelakang sampai RT 07. Semua warga pun ikut berpartisipasi dalam tahapan ini mulai dari anak kecil hingga lansia. Tidak hanya warga Gintungan saja yang memeriahkan acra ini, tetapi warga dari desa lain pun ikut meramaikan acara ini. Mereka sengaja berbondong-bondong untuk menonton prosesi upacara merti dusun.
Gambar 1. Jaranan untuk arak-arakan (Foto : Yulianto, 2015)
Gambar 2. Persiapan arak-arakan (Foto : Yulianto, 2015)
Gambar 3. Arak-arakan menuju blumbang (Foto : Yulianto, 2015)
2.2.3 Bedah Blumbang Di dusun Gintungan ini terdapat bendungan seperti danau yang biasa disebut dengan blumbang oleh warga Gintungan. Blumbang ini dimanfaatkan oleh warga sebagai sumber pengairan untuk sawah mereka. Sampai saat ini pun fungsinya masih sama. Terkadang ada beberapa anak-anak kecil yang bermain-main dan berenang disana. Setiap satu tahun sekali, blumbang ini selalu dibedah yaitu pada saat upacara merti dusun. Sebelum acara bedah blumbang dilaksanakan, diadakan acara bancakan atau makan bersama menggunakan daun pisang dan makanan untuk bancakan diletakkan pada daun pisang yang sudah ditata berjejer. Makanan bancakan ini adalah nasi gecok. Nasi gecok merupakan nasi putih biasa dengan lauk yang terbuat dari daun kenikir dicampur dengan sambal kelapa dan ayam bakar yang sudah dicincang. Setelah acara bancakan, blumbang akan diisi dengan ikan yang sudah disiapkan. Kemudian penutup blumbang akan dibuka agar air didalam blumbang berkurang. Air blumbang tersebut dialirkan ke sawah-sawah warga. Setelah blumbang kering airnya atau sudah terlihat dasarnya, kemudian para warga masuk kedalam blumbang untuk menangkap ikan-ikan yang sudah terlebih dahulu dimasukkan ke blumbang. Warga menggunakan berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan. Misalnya dengan jaring, saringan kelapa, serok, dan lain-lain. Pada tahapan ini, semua warga ikut berpartisipasi, mulai dari anak-anak hingga orang tua, laki-laki dan perempuan semuanya dapat membaur. Uniknya dalam acara bedah blumbang ini setiap warga yang berhasil mendapatkan ikan akan terkena semprotan lumpur yang diambil dari blumbang tersebut oleh warga lainnya. Terkadang, bukan ikan yang didapat tapi malah hanya terkena semprotan lumpur. Disitulah keseruan dalam acara bedah blumbang ini. Ada juga yang mendapatkan udang dan kepiting.
Gambar 4. Persiapan Bedah Blumbang (Foto : Winda, 2015)
Gambar 5. Para pejabat duduk disebelah Blumbang (Foto : Yulianto, 2015)
Gambar 6. Prosesi Bedah Blumbang (Foto : Winda, 2015)
2.2.4 Wayangan Acara yang terakhir yaitu wayangan. Acara wayangan ini diadakan pada siang hari dan malam hari. Wayangan bertujuan sebagai hiburan untuk warga dusun Gintungan. Setelah seharian warga melaksanakan arak-arakan hingga bedah blumbang, akhirnya mereka mendapat hiburan berupa pertunjukan wayang yang dilaksanakan semalaman suntuk. Menurut Marjian, wayangan ini memang sudah sejak dulu menjadi acara puncak dari upacara merti dusun. Meskipun saat ini wayang menjadi pertunjukan yang hamper ditinggalkan, tetapi di dusun Gintungan ini masih banyak peminatnya. Dengan adanya pertunjukan wayang ini juga dapat mendatangkan rejeki bagi para penjual yang biasa berjualan di tempat-tempat pertunjukan. Imron juga berkata (wawancara tanggal 16 Desember 2015) bahwa sebisa mungkin upacara merti dusun ini dapat memberikan manfaat bagi warga. Baik itu untuk perekonomian, hiburan, kebersamaan antar warga dan lain-lain. Jadi warga yang menonton wayang dapat membeli berbagai makanan dan barang-barang yang dijual saat pertunjukan wayang dilakukan. Dalang yang didatangkan setiap pertunjukan berbeda-beda. Menurut Imron (wawancara pada tanggal 6 Desember 2015), wayang merupakan seni budaya Jawa. Dengan adanya pertunjukan wayang ini, dimaksudkan untuk
memperingatkan khususnya warga Gintungan dalam bertindak haruslah bertindak yang baik dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Isi dari cerita dalam pertunjukan wayang ini tentang ajakan untuk berbuat kebaikan dalam hidup bermasyarakat.
2.3 Wujud Budaya Artefak 2.3.1 Ubo Rampe Dalam upacara merti dusun di dusun Gintungan ini ada beberapa ubo rampe yang biasanya diletakkan di bawah pohon Gintung. Menurut Marjian ubo rampe tersebut antara lain nasi tumpeng, bebek putih yang dijadikan ingkung, kembang wangi, tape ketan rokok dan beras kuning. Ubo Rampe tersebut kemudian diletakkan dibawah pohon Gintung yang berada didekat blumbang. Dalam tahapan arak-arakan juga ada tumpeng yang terbuat dari hasil tani warga dusun Gintungan. Tumpeng dari hasil tani ini merupakan wujud syukur warga Gintungan atas keberhasilan dalam bercocok tanam. Hasil tani yang biasanya dibuat tumpeng antara lain, padi, kacang panjang, timun, dan palawija. Tumpeng untuk arak-arakan dan tumbeng yang diletakkan dibawah pohon gintung berbeda. Untuk tumpeng arak-arakan menggunakan ingkung dari ayam, sedangkan ingkung pada tumpeng yang diletakkan dibawah pohon gintung menggunakan ingkung dari bebek putih. Imron mengatakan (wawancara tanggal 6 Desember 2015) bahwa ubo rampe ini intinya memiliki nilai luhur kearifan lokal yang dijadikan pedoman pandangan hidup agar tidak salah dalam melangkah. Jadi ubo rampe ini sebenarnya bukan untuk sesaji melainkan hanya sebagai syarat saja karena memang sudah turun temurun pelaksanaannya seperti itu.
2.3.2 Hasil karya yang diarak keliling desa Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pada acara arak-arakan terdapat barangbarang hasil karya yang dibuat oleh tiap-tiap RT. Setiap RT selalu mengeluarkan hasil karya mereka yang unik-unik dan kreatif. Tidak hanya muda mudi saja yang membuat karya ini tetapi juga bapak-bapak pun turut berpartisipasi dalam membuat karya untuk arak-arakan. Menurut Imron, adanya kegiatan ini dapat menjadi sarana untuk mendekatkan antara muda-mudi dengan bapak-bapak RT dan menambah kekompakan
diantara mereka. Adapun kreatifitas yang dihasilkan antara lain kapal-kapalan, miniatur sapi, tiruan petani sedang membajak sawah, jaranan dan lain-lain.
Gambar 7. Pembuatan kapal-kapalan (Foto : Yulianto, 2015)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam kebudayaan. Mulai dari upacara adat, tarian adat dan lain-lain. Salah satu upacara adat yang ada di Indonesia yaitu merti dusun. Seiring perkembangan zaman, upacara ini sudah mulai jarang dilaksanakan. Tetapi didusun Gintungan upacara merti dusun ini masih dilakukan setiap tahunnya. Tradisi ini sudah turun temurun dilakukan sejak dahulu. Merti Dusun ini dilakukan dengan tujuan sebagai wujud syukur masyarakat atas keselamatan dan kesejahteraan yang diberikan Tuhan. Selain itu juga untuk mendoakan arwah para leluhur dusun Gintungan. Merti Dusun ini dapat menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi antar warga.
3.2 Saran Kegiatan seperti merti dusun ini sebaiknya tetap dilestarikan meskipun perkembangan zaman semakin maju. Tradisi yang sudah ditinggalkan nenek moyang tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Sebagai generasi muda seharusnya dapat menjaga dan melestarikan budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Dengan adanya penelitian ini, semoga masyarakat semakin menjaga dan melestarikan budaya yang ada khususnya upacara merti dusun.
DAFTAR ACUAN
Internet
Ramdhani. 2010. Pengertian Kebudayaan http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kebudayaan-definisi-para-ahli.html# Diakses pada hari minggu 14 Desember 2015 pukul 10.00 Faisal Muchtar . 2012. Upacara Adat http://catatansenibudaya.blogspot..co.id/2012/05/definisi-upacara-adat.html?m=1 Diakses pada hari minggu 14 Desember 2015 pukul 10.00 Hamzah Safi’I Saifuddin. 2006. Tradisi Upacara Merti Dusun http://digilip.uinsby.ac.id/370/4/Bab%202.pdf Diakses pada hari kamis 17 Desember pukul 07.00 Abdul Aziz. 2015. Pengertian Kebudayaan http://abdulaziz96.wordpress.com/2015/03/22/pengertian-kebudayaan Diakses pada hari kamis 17 Desember pukul 07.36 Narasumber : Imron, 40 tahun, Kepala Dusun, Gintungan, Ungaran Barat, Semarang Marjian, 40 tahun, petani, Gintungan, Ungaran Barat, Semarang
LAMPIRAN
Gambar 8. Peneliti saat bedah blumbang (Foto : Winda, 2015)
Gambar 9. Wawancara dengan kepala dusun (Foto : Winda, 2015)
Gambar 10. Foto bersama kepala dusun (Foto : Winda, 2015)