1|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2016
MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN KREATIF 1
Euis Fahmi Fatonah, 2Nenden Ineu Herawati, 3Endah Silawati S1-Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya rasa percaya diri anak usia dini di TK Mekar Arum. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini untuk menggambarkan (1) proses meningkatan rasa
percaya diri anak usia dini melalui penerapan permainan kreatif di kelompok B TK Mekar Arum, dan (2) hasil perkembangan rasa percaya diri anak usia dini di kelompok B TK Mekar Arum setelah mengikuti permainan kreatif.. Penelitian ini menunjukan bahwa (1) proses meningkatkan rasa percaya diri anak usia dini penerapan melalui permainan kreatif mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perolehan nilai persentase rata-rata capaian perkembangan pada setiap siklunya terdiri dari antusias mengikuti permainan 47,62% pada siklus I, 71,67 % pada siklus II dan 84,25% pada siklus III. Selanjutnya, perolehan persentase aktivitas anak mampu mengikuti aturan permainan 39,29% pada siklus I, 64,66% pada siklus II, dan 77,56% pada siklus III. Sedangkan keberanian anak mengikuti permainan diperoleh persentase 49,40% pada siklus I, 71,63% pada siklus II, dan 88,85% pada siklus III. (2) hasil perkembangan rasa percaya diri anak usia dini melalui permainan kreatif mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai yang dapat dilihat pada setiap siklusnya. Siklus pertama nilai persentase pada indikator anak mampu menceritakan pengalamannya pada teman dan guru diperoleh persentase 6,55 % pada siklus I, 21,84% pada siklus II, dan 53,19% pada siklus III. Sedangkan pada indikator kedua yaitu anak mampu tampil di depan kelas diperoleh persentase 15,20% pada siklus I, 33,77 pada siklus II, dan 56,86% pada siklus III. Kemudian, pada indikator ketiga, yaitu anak mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan lantang diperoleh persentase 15,50% pada siklus I, 32% pada siklus II, dan 59,88 % pada siklus III. Nilai persentase tersebut menunjukan bahwa peningkatan rasa percaya diri anak mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan permainan kreatif dapat digunakan untuk meningkatkan rasa percaya diri anak usia dini dan permainan kreatif ini dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan rasa percaya diri anak usia dini. Kata Kunci: permainan kreatif, rasa percaya diri, anak usia dini
1
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2
Euis Fahmi Fatonah¹, Nenden Ineu Herawati², Endah Silawati³ Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Usia Dini Melalui Permainan Kreatif
ENHANCING CONFIDENCE OF EARLY CHILDREN USING CREATIVE GAMES 1
Euis Fahmi Fatonah, 2Nenden Ineu Herawati, 3Endah Silawati S1-Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected] ABSTRACT
This research is based on the low confidence of early childhood in Mekar Arum kinder garten.. The purposes of the research are to describe (1) the process of increasing the confidence of early children using the application of creative games in group B1 Kindergarten (TK) Mekar Arum, and (2) the result of the development of confidence early children in group B1 kindergarten (TK) Mekar Arum using the application of creative games. This research shows that (1) the process of increasing the confidence of early children using the application of creative games is increased. It was proved with the acquisition value of the percentage of the average achievement of development on each cycle consist of an enthusiastic following the games 47.62% in cycle I, 71.67% in cycle II and 84.25% in cycle III. Furthermore, the acquisition value of the percentage of activity the children is activity able to follow the rules of the games 39.29% in cycle I, 71.3% in cycle II and 88.85% in cycle III. (2) the result of the development of confidence early children using the application of creative games is increase. It was proved with the acquisition value can be seen in each cycle. The first indicator, the percentage value on indicator of children was able to tell their experience to friends and teacher obtained by percentage 6.55% in cycle I, 21.84% in cycle II and 53.19% in cycle III. While in the second indicator, the children were able to perform in front of the classroom obtained by percentage 15.20% in cycle I, 33.77% in cycle II and 56.86% in cycle III. Then on the third indicator, the children were able to answer questions correctly and loud obtained by percentage 15.30% in cycle I, 32% in cycle II and 59.88% in cycle III. The percentage value indicated that the confidence of early children increase in each cycle. It can be concluded that creative games are effective to increase confident of early childhood and this creative games can be used by teachers to improve the confidence of early children. Keyword: creative games, confidence, early children
1 2
3
Penulis Penulis Penanggung Jawab
Penulis Penanggung Jawab
3|Antologi UPI
Volume
Berdasarkan peraturan menteri no. 137 dan 146 tahun 2014 Kurikulum Nasional memuat program – program pengembangan yang mencakup nilai moral dan agama, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, seni dan kreativitas. Salah satu aspek pengembangan di PAUD yang akan diteliti adalah sosial emosional yaitu meningkatkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri adalah salah satu sikap yang harus ditanamkan dan dikembangkan kepada anak sedini mungkin. Sejalan yang dikemukakan oleh Hakim (dalam Thoyibah, 2015, hlm.1) bahwa percaya diri adalah memahami dan meyakini tentang kelebihan yang dimiliki sehingga mampu mencapai tujuan yang ingin diraih dalam hidupnya. Setelah peneliti melakukan observasi di TK Mekar Arum, pada anak-anak kelompok B, peneliti menemukan beberapa masalah yang berhubungan dengan rasa percaya diri anak, diantaranya (1) anak tidak berani ketika disuruh berbicara di depan temantemannya, (2) anak terlihat malu-malu ketika menjawab pertanyaan, (3) anak kurang antusias ketika kegiatan pembelajaran, (4) anak kurang percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya, (5) anak masih ragu-ragu untuk mengungkapkan sesuatu , dan (6) rendahnya rasa ingin tahu anak. Ketika bermain anak dapat mengeluarkan emosinya berupa tekanan, ketegangan yang mereka alami di kehidupannya dengan bermain. Begitu pun dipertegas oleh Martuti (2008 : 46) bahwa ketika anak bermain dengan temannya mereka merasa senang, puas, mereka menilai bahwa mereka mempunyai kelebihan yang menjadikan mereka percaya diri sehingga mampu menunjukan eksistensinya di depan orang lain. Karena itu, dalam penelitian ini saya akan menggunakan permainan kreatif. Permainan kreatif yang dimaksud adalah berupa permainan-
Edisi No.
Juni 2016
permainan dimulai permainan tradisional, modern, dan hasil kombinasi dari permainan tradisional dengan permainan modern, maupun permainan yang diciptakan semenarik mungkin baik dari peraturan permainan maupun dari alat atau media yang digunakan dalam permainan tersebut. Dengan menggunakan kegiatan permainan kreatif di sini anak-anak akan belajar bersosialisasi dengan teman- temannya, mereka akan berekspresi dan bermain sesuai tahap perkembangannya. Menurut Hughes (dalam Musbikin, 2010, hlm. 98), seorang ahli perkembangan anak menyebutkan lima unsur yang harus ada dalam kegiatan permainan. Pertama, dilihat dari tujuan permainan itu sendiri. Jadi ketika anak melakukan permainan tersebut, anak mendapat kepuasan tersendiri setelah melakukan permainan tersebut, namun bukan kepuasan dalam bentuk materi. Seperti yang diterangkan oleh Freud ( dalam Alfiyatul, 2013 : hlm. 85) ketika anak bermain, sebenarnya anak sedang melepaskan emosi. Jadi anak merasa puas karena dengan bermain emosinya tersalurkan lewat permainan. Kedua, permainan dapat dipilih bebas sendiri oleh anak. Anak dapat bermain dengan kehendaknya sendiri tanpa ada suruhan atau paksaan dari orang lain. Ketiga, permainan harus menyenangkan. Tentu saja, permainan yang diberikan kepada anak haruslah menyenangkan agar anakanak menikmati permainannya. Apalagi permainan yang diberikan sebagai stimulus perkembangan anak, haruslah menyenangkan agar dapat menarik anak untuk aktif dalam kegiatan. Keempat, permainan harus mampu meningkatkan daya khayal dan imajinasi anak agar anak mampu mengembangkan ide dan pikirannya ke dalam kegiatan. Kelima, permainan harus dilakukan secara sadar dan aktif. Anak-anak yang bermain atau
Euis Fahmi Fatonah¹, Nenden Ineu Herawati², Endah Silawati³ Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Usia Dini Melalui Permainan Kreatif terlibat dalam permainan mengikuti dengan aktif.
harus
METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Reserch). Penelitian tindakan kelas adalah salah satu jenis penelitian mix method yang menggabungkan antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut Wiriaatmaja (2009, hlm. 13) penelitian tindakan kelas adalah upaya para guru untuk dapat mengkondisikan pembelajaran dari berbagai pengalaman sendiri agar dapat memberikan ide, gagasan dalam proses pembelajaran agar mendapatkan perbaikan atas permasalahan yang ada di dalam kelas. Selanjutnya dibahas oleh Elliot (dalam Kunandar, 2012, hlm. 43) penelitian tindakan merupakan kajian dari sebuah keadaan atau situasi yang memungkinkan perlu sebuah tindakan untuk memperbaiki keadaan atau situasi tersebut. Berdasarkan metode yang telah dijelaskan bahwa penelitian ini akan menggunakan penelitian tindakan kelas. Selanjutnya peneliti memilih desain penelitian yang dianggap sesuai dengan kemampuan yang akan ditingkatkan yaitu dengan menggunakan model Elliot. Penelitian Tindakan kelas ini akan dilaksanakan di TK Mekar Arum Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Penelitian dilaksanakan pada anak kelas B TK Mekar Arum dengan jumlah Siswa 19 Orang, yang terdiri dari 9 orang Perempuan dan 10 orang lakilaki. Penelitian dilaksanakan di TK Mekar Arum karena memiliki kesesuaian dengan penelitian yang dilaksanakan. Teknik analisis data digunakan peneliti adalah
yang teknik
kuantitatif, teknik kualitatif dan triangulasi. Teknik kuantitatif adalah teknik analisis data berupa bilangan dan merupakan hasil dari perhitungan dan pengukuran yang diperoleh dari lembar evaluasi sebagai hasil belajar. Analisis kuantitatif diperoleh melalui hasil belajar. Teknik kualitatif adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap data-data yang bersifat kualitatif. Data kualitatif berupa informasi yang disajikan dalam bentuk deskripsi atau kalimat. Teknik yang digunakan dalam triangulasi ini yaitu berupa observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Proses peningkatan rasa percaya diri melalui permainan kreatif yang dilaksanakan di TK Mekar Arum dilakukan sebanyak 3 siklus, masingmasing siklus terdiri dari 3 tindakan. Proses peningkatan rasa percaya diri anak usia dini dipandu oleh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH). Pada siklus I tindakan I tema yang digunakan adalah Tanah Airku dengan sub tema Ibu Kartini. Kegiatan yang dilaksanakan adalah bercakap-cakap tentang pahlawan-pahlawan di Indonesia, mengenalkan Ibu Kartini melalui video animasi, permainan kotak perintah, dan mencocok gambar Ibu Kartini. Permainan kotak perintah adalah permainan yang dilakukan anak dengan cara menempelkan tangannya ke tangan teman sambil bernyanyi, ketika nyanyiannya selesai maka anak yang terakhir mendapat tepukan temannya harus mengambil kartu perintah dari dalam kotak. Ketika permainan, masih ada anak yang belum berani ke depan untuk melakukan perintah tersebut karena malu. Sebagaimana dijelaskan oleh Deliana (dalam Nugraha, &
5|Antologi UPI
Volume
Rachawati, 2000 : hlm. 4.22) bahwa salah satu yang dapat menghambat perkembangan sosial anak prasekolah yaitu pemalu. Biasanya rasa malu itu muncul ketika kita berhadapan dengan orang yang memberikan penilaian terhadap perilaku kita. Rasa malu biasanya muncul berupa rasa cemas dan ketakutan. Pada siklus I tindakan 2 tema yang digunakan adalah Tanah Airku dengan sub temanya adalah kota tempat tinggalku dan sub-sub temanya Bandung. Kegiatan yang dilakukan pada sub tema ini adalah bernyanyi cingcangkeling sebagai salah satu kaulinan barudak dan lagu Hallo-Hallo Bandung, mengenalkan Kota Bandung dengan menonton video Alun-alun Bandung dan Gedung Sate, permainan pesan berantai, dan menggunting, menempel dan melengkapi gambar gedung sate. Permainan yang dilakukan pada tindakan 2 adalah pesan berantai yang dilakukan dengan cara berkelompok. Anak-anak disetiap kelompok harus menyampaikan pesan secara berantai ke temannya. Anak yang terakhir mendapatkan pesan harus menyampaikannya ke semua anak. Kelompok yang paling banyak dan benar menyampaikan pesan kelompok tersebut pemenangnya. Anak-anak terlihat senang dan bersemangat ketika melakukan permainan pesan berantai. menurut Desmita (2012, hlm. 141) permainan adalah suatu kegiatan yang sangat disukai dan menyenangkan bagi anak-anak. Anak-anak sangat menyukai permainan, selain mempunyai tantangan bermain juga memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi. Pada siklus I tindakan 3 peneliti melaksanakan penelitian dengan tema Tanah Airku, sub tema makanan khas Indonesia dan sub-sub temanya nasi goreng. Kegiatan yang digunakan adalah bercakap-cakap mengenai makananmakanan khas Indonesia, mengenalkan nasi goreng sebagai makanan khas
Edisi No.
Juni 2016
Indonesia, permainan estapet puzzle, dan mewarnai. Ketika guru mengenalkan nasi goreng, anak-anak sangat senang. Mereka ingin mencoba nasi goreng yang dibawa oleh guru. Peneliti sengaja mengenalkan nasi goreng untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air melalui makanan khas Indonesia. Permainan kreatif yang digunakan pada siklus I tindakan 3 yaitu estapet puzzle. Permainan estapet puzzle dilakukan dua kelompok. Tiap kelompok harus membawa serpihan puzzle dengan cara engkle. Puzzle yang dibawa harus tersusun menjadi sebuah puzzle bergambar nasi goreng. Pada siklus II tindakan 1 tema yang digunakan adalah Binatang. Kegiatan yang dilakukan adalah bernyanyi lagu “bapak tani”, permainan memory, menempel dan menggunting. Permainan kreatif yang dilakukan adalah permainan memory. Permainan memory adalah permainan yang dilakukan dengan cara mengingat pasangan dari setiap kartu yang nantinya harus dipasangkan. Anak yang tidak berhasil memasangkan kartu maka harus mendapat hukuman seperti menyanyi di depan teman-temannya. Ketika bermain, terdapat anak yang sedih karena tidak berhasil memasangkan kartu. Anak tersebut menunjukan emosinya dengan cara tidak mau melanjutkan permainan. Goleman (dalam Nugraha dkk. 2007, hlm. 1.3) emosi adalah suatu perasaan yang dialami seseorang menyangkut keadaan biologis atau psikologis yang menyebabkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Emosi yang diperlihatkan anak tersebut dengan cara tidak mau melanjutkan permainan dan menunjukan wajah yang cemberut. Setiap anak berbeda-beda cara menyampaikan emosinya tergantung dari keadaan yang sedang dialaminya. Pada siklus II tindakan 2 kegiatan yang dilakukan adalah senam binatang, permainan tebak gaya, dan mewarnai.
Euis Fahmi Fatonah¹, Nenden Ineu Herawati², Endah Silawati³ Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Usia Dini Melalui Permainan Kreatif Pada permainan tebak gaya, anak-anak akan bermain secara berpasangan. Setiap pasangan ada yang bertugas untuk memperagakan dan ada yang menebak gaya yang diperagakan. Setiap pasangan akan memilih satu kartu untuk ditebak. Media yang digunakan dalam permainan tebak gaya adalah flashcard. Gaya yang harus diperagakan adalah gerakan binatang yang terdapat pada flashcard. Pada tindakan 2 ini masih terdapat anak yang belum berani mengikuti permainan tebak gaya, mereka tidak mau memperagakan gerakan binatang. Anak yang belum berani disebabkan karena rasa malu dan tidak percaya diri dengan dirinya sendiri. Percaya diri menurut Salirawati (2012, hlm. 218) “diartikan sebagai sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya”. Adanya rasa percaya diri akan memberikan keberanian terhadap diri sendiri maupun lingkungan yang sedang dihadapinya Pada siklus II tindakan 3 sub tema yang digunakan adalah kucing. Kegiatan yang dilakukan adalah meniru kata binatang dan kucing dalam bahasa Inggris, mengenalkan kucing, permainan cing-ciripit, dan melipat bentuk kucing dari kertas origami. Pada tindakan 3 peneliti melakukan permainan cingciripit untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri yang ditanamkan pada permainan ini adalah ketika harus menempelkan telunjuk di telapak tangan temannya. Ketika nyanyian cing-ciripit berhenti, maka anak-anak harus cepat-cepat mengangkat telunjukanya. Telunjuk yang terjepit, maka akan kebagian menjadi kucing. Anak yang menjadi kucing harus mengingat nama binatang yang digunakan teman-temannya untuk ditanggkap. Pada permainan ini maasih terdapat anak yang belum mengikuti aturan dengan baik dan belum berani
mengikuti permainan karena takut kebagian menjadi kucing. Pada hakekatnya mereka yang memiliki perasaan tidak percaya diri menurut Komang, dkk ( 2014, hlm. 52), mereka akan selalu merasa takut, ragu dan merasa tidak nyaman ketika mereka bertindak atau melakukan suatu hal, merasa malu untuk menyampaikan pendapat maupun berinteraksi dalam lingkungan sosial. Pada siklus III tindakan 1 peneliti melakukan refleksi dengan melihat kekurangan dan hambatan yang ditemukan pada saat pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan yaitu bernyanyi, mengenalkan ayam sebagai binatang ternak, dan permainan boyboyan. Pada siklus III peneliti melakukan kegiatan permainan di luar ruangan (outdoor). Pemilihan luar ruangan adalah salah satu untuk meningkatkan antusias anak untuk mengikuti permainan. Pada saat pelaksanaan permainan boy-boyan, antusias anak untuk mengikuti permainan semakin meningkat. Permainan boy-boyan adalah salah satu permainan tradisional yang dipakai untuk meningkatkan rasa percaya diri anak usia dini. Abidin (2009, hlm. 71) permainan tradisional merupakan warisan dari leluhur yang harus dilestarikan oleh kita sebagai generasi penerus.Alat yang digunakan dalam permainan boy-boyan yaitu 1 bola karet dan 10 balok kayu dan kapur. Cara memainkannya yaitu pertama-tama memilih satu anak yang menjadi sebagai penjaga dengan cara hompimpah. Kemudian anak yang lainnya harus berbaris di belakang garis yang sudah dikasih tanda. Anak – anak harus melempar bola ke susuan balok kayu. Ketika susunan balok kayu dikenai bola, maka anak yang berbaris harus berlari karena akan dikenai bola oleh si penjaga. Anak yang pertama terkena lemparan
7|Antologi UPI
Volume
bola, maka harus menjaga susunan balok kayu. Pada saat pelaksanaan permainan boy - boyan terdapat anak yang terkena bola dan tidak mau menjaga susunan balok. Anak tersebut belum bisa mengikuti aturan permainan dengan baik dan masih mempunyai rasa ragu dan takut. Maka ketika ada anak yang tidak mau menjaga, teman-temannya langsung tidak setuju dan memaksa anak tersebut untuk bermain. Sebagaimana disampaikan oleh Yusuf (dalam Mashar, 2005, hlm. 27), bahwa pada fase anak sekolah (6-12 tahun) masa ini adalah puncaknya emosi dimana akan mmenunjukan sifat yang sensitif dan tempramental seperti mudah tersinggung. Meskipun pada hakekatnya anak yang berusia 6 sampai 12 tahun mudah tersinggung, tetapi mereka harus tetap mendapatkan bimbingan dari orang tua maupun pendidik. Pada siklus III tindakan 2 peneliti masih melaksanakan permainan di outdoor. Apabila melihat perkembangan anak-anak ketika bermain di luar ruangan, mereka lebih senang, aktif dan dapat bergerak secara bebas dan luas. Permainan yang dilakukan adalah tendang bowling. Alat yang digunakan adalah 2 bola dan 10 botol. Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok, setiap kelompok memiliki 5 botol. Cara memainkannya yaitu dengan menendang ke arah botol. Kelompok yang banyak menjatuhkan bola maka itulah pemenangnya. Ketika guru mengajak anak-anak untuk bermain, antusias anak sudah terlihat dengan bertanya tentang permainan apa yang akan dimainkan. Antusias anak-anak terus meningkat setelah beberapa kali diberikan permainan. Menurut Huda (2015, hlm. 103) permianan kreatif mampu memenuhi kebutuhan anak secara aktif dengan cara terlibat langsung untuk berinteraksi baik dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.
Edisi No.
Juni 2016
Permainan yang dilakukan secara berkelompok ini membuat anak-anak sangat senang dan dapat berinteraksi dengan temannya dengan bekerja sama agar dapat memenangkan permainan. Pada siklus III tindakan 3 kegiatan yang dilakukan adalah tanya jawab, bercakap-cakap, bernyanyi “kelinciku”, permainan menyusun huruf dan mozaik. Permainan menyusun huruf dilakukan di luar ruangan, karena memerlukan tempat yang luas untuk bergerak. Alat yang digunakan yaitu 2 piring berwarna, kartu huruf dan kapur. Cara memainkannya anak anak harus berlari dari garis strart, kemudian mencari huruf di piring sesuai huruf yang diperintahkan oleh guru, kemudian setelah semua huruf terkumpul maka anak-anak harus menyusun huruf-huruf yang dikumpulkan menjadi sebuah kata sesuai gambar yang ditunjukan. Berdasarkan serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan, secara umum aktivitas anak dalam meningkatkan rasa percaya diri melalui permainan kreatif mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya. Peningkatan aktivitas anak dalam pembelajaran dapat dilihat dari gambar 1.1 di bawah ini. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
ya
tidak
Gambar 1.1 Diagram Persentase Nilai Skor Aktivitas Pembelajaran
Euis Fahmi Fatonah¹, Nenden Ineu Herawati², Endah Silawati³ Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Usia Dini Melalui Permainan Kreatif Berdasarkan gambar 1.1 di atas, dapat dilihat nilai presentase setiap aktivitas pembelajaran anak mengalami peningkatan dari siklus kesatu sampai siklus ketiga. Hal ini dapat dilihat dari pemerolehan nilai presentase dari sikus kesatu samapi ketiga yaitu sebesar 45,28%, pada siklus kedua mengalami peningkatan yaitu sebesar 69,34%, dan pada siklus ketiga mengalami peningkatan kembali yaitu sebesar 83,55%. Hal ini dilatarbelakangi dari kekurangan dan hambatan yang diperbaiki agar proses dan tujuan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Kekurangan dan hambatan yang diperbaiki agar anak lebih semangat dan antusias dalam mengikuti kegiatan yaitu merancang permainan yang lebih menarik dari segi media maupun peraturan permainan, pengkondisian anak, dan pemberian reward.
Gambar 1.2 Diagram Presentase Aktivitas Pembelajaran Menggunakan Permainan Kreatif
cukup drastis. Namun, aktivitas yang menunjukan peningkatan paling tinggi yaitu keberanian mengikuti permainan. Hal ini dikarenakan karena guru terus memberikan motivasi kepada anak-anak. Motivasi tersebut diberikan berupa katakata maupun penghargaan berupa stiker, maupun gambar bintang. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa (Nurani, 2012, hlm: 2) motivasi, penguatan, dan penghargaan adalah alat pendidikan yang dapat digunakan untuk mendorong keberhasilan proses pendidikan. Pemberian motivasi (dorongan) dapat dilakukan kepada anak dari luar maupun dari dalam. Pemberian penguatan diberikan kepada anak setiap mengikuti kegiatan permainan. Sedangkan reward (penghargaan) diberikan kepada anak setelah anak melakukan kegiatan permainan dengan memberikan acungan jempol, mengajak untuk adu tos, dan memberikan tanda bintang. Adapun ketika anak yang tidak antusias biasanya dikarenakan anak yang terlambat datang ke sekolah, berangkat dalam suasana hati yang tidak senang karena rewel ketika di rumah, sedang tidak enak badan, dan tidak antusias karena beretengkar dengan temannya. Biasanya peneliti melakukan pendekatan kepada anak tersebut dengan bercakapcakap dan tanya jawab, atau dengan membujuk anak tersebut supaya mau mengikuti proses pembelajaran. Peneliti melakukan pengulangan untuk memotivasi atau menstimulus saat kegiatan pembelajaran agar anak semakin antusias, semangat dan rasa percaya dirinya meningkat sejalan dengan mengikuti permainan.
Berdasarkan gambar 1.2 diketahui bahwa aktivitas anak memiliki peningkatan yang berbeda. Apabila dilihat dari diagram di atas, semua aktivitas mengalami peningkatan yang
Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan peneliti, secara umum rasa percaya diri anak kelompok B1 di TK Mekar Arum setelah diterapkannya permainan kreatif ,
siklus 1 84.25% 71.67% 47.62%
siklus 2
siklus 3 88.85%
77.56% 64.66%
71.63%
49.40% 39.29%
anak anak keberanian antusias mampu mengikuti mengikuti mengikuti permainan permainan aturan permainan
9|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
mengalami peningkatan pada setiap sikluasnya. Peningkatan yang terjadi dari siklus pertama sampai dengan siklus ketiga, dapat dilihat dari peningkatan capaian pada setiap indikator. Adapun perolehan skor presentase setiap indikator dapat dilihat pada gambar 4.3 60.00% 50.00% 40.00% A
30.00%
B
20.00% 10.00% 0.00%
C siklus 1siklus 2
siklus 3
Gambar 1.3 Diagram Presentase Rasa Percaya Diri Anak Siklus I sampai Siklus III Keterangan : A : Anak mampu menceritakan pengalamannya kepada teman dan guru B : Anak mampu untuk tampil didepan teman-temannya C : Anak mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan lantang Dilihat gambar 1.3 di atas, dapat dilihat bahwa perolehan skor persentase setiap indikator pada setiap siklusnya mengalami peningkatan. Pada siklus pertama, nilai nilai persentase pada indikator pertama yaitu menceritakan pengalamannya kepada teman dan guru diperoleh persentase 6,55 %. Sedangkan pada indikator kedua yaitu anak mampu tampil di depan teman-temannya diperoleh persentase sebesar 15,20 %. Pada Indikator ketiga yaitu anak mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan lantang diperoleh persentase 15,50 %. Pada siklus kedua, skor presentase pada indikator pertama yaitu anak menceritakan pengalamannya diperoleh persentase sebesar 21,84%. Sedangkan
Juni 2016
pada indikator kedua anak mampu tampil di depan teman-temannya diperoleh persentase sebesar 33,77 % dan pada indikator ketiga anak mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan lantang diperoleh persentase sebesar 32 %. Pada siklus ketiga, skor persentase pada indikator pertama, anak mampu menceritakan pengalamannya di depan teman dan guru diperoleh persentase sebesar 53,19 %. Pada indikator kedua, anak mampu tampil di depan temantemannya diperoleh persentase sebesar 59,86, sedangkan pada indikator ketiga, anak mampu menjawab pertanyaan dengan lantang diperoleh persentase sebesar 59,88%. Berdasarkan data di atas, indikator yang menujukan skor persentase yang paling meningkat terdapat pada indikator anak mampu untuk tampil di depan teman-temannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh kegiatan permainan yang dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan inti. Permainan yang diberikan melatih anak untuk berani serta terbiasa berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Pada indikator ketiga, anak mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan lantang juga menunjukan peningkatan yang cukup baik. Pelaksanaan untuk melihat capaian anak pada indikator ketiga, dilakukan di kegiatan penutup, karena di kegiatan penutup anak-anak akan` mampu menjawab pertanyaan setelah melakukan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan tema. Kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan tema dan sub tema. Pada indikator anak mampu menceritakan pengalamannya kepada teman dan guru mengalami peningkatan yang cukup. Dengan menyediakan kegiatan dan media yang mampu menstimulus agar anak percaya diri, maka anak berani menceritakan pengalamannya kepada teman dan guru.
Euis Fahmi Fatonah¹, Nenden Ineu Herawati², Endah Silawati³ Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak Usia Dini Melalui Permainan Kreatif Perolehan skor presentase yang diperoleh dalam peningkatan rasa percaya diri anak dapat ditingkatkan melalui kegiatan permainan kreatif. Permainan kreatif memberikan kepuasan tersendiri kepada anak, karena permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan penuh dengan tantangan sehingga rasa ingin tahu anak meningkat dan anak lebih berani mengungkapkan perasaannya ketika mengikuti permainan. Namun, permainan yang diberikan haruslah sesuai dengan tumbuh kembang anak dan juga menarik. Sejalan degan yang dikemukakan oleh Hughes (dalam Musbikin, 2010, hlm. 98) permainan yang diberikan sebagai stimulus perkembangan anak, haruslah menyenangkan agar dapat menarik anak untuk aktif dalam kegiatan. KESIMPULAN Proses meningkatkan rasa percaya diri anak usia dini melalui permainan kreatif mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perolehan nilai persentase rata-rata capaian perkembangan pada setiap siklunya terdiri dari antusias mengikuti permainan 47,62% pada siklus I, 71,67 % pada siklus II dan 84,25% pada siklus III. Selanjutnya, perolehan persentase aktivitas anak mampu mengikuti aturan permainan 39,29% pada siklus I, 64,66% pada siklus II, dan 77,56% pada siklus III. Sedangkan keberanian anak mengikuti permainan diperoleh persentase 49,40% pada siklus I, 71,63% pada siklus II, dan 88,85% pada siklus III. Selanjutnya untuk hasil perkembangan rasa percaya diri anak usia dini melalui permainan kreatif mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai yang dapat dilihat pada setiap siklusnya. Siklus pertama nilai persentase pada indikator anak mampu menceritakan
pengalamannya pada teman dan guru diperoleh persentase 6,55 % pada siklus I, 21,84% pada siklus II, dan 53,19% pada siklus III. Sedangkan pada indikator kedua yaitu anak mampu tampil di depan kelas diperoleh persentase 15,20% pada siklus I, 33,77 pada siklus II, dan 56,86% pada siklus III. Kemudian, pada indikator ketiga, yaitu anak mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan lantang diperoleh persentase 15,50% pada siklus I, 32% pada siklus II, dan 59,88 % pada siklus III. Nilai persentase tersebut menunjukan bahwa peningkatan rasa percaya diri anak mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. REFERENSI Abidin, Y. (2009). Bermain, pengantar bagi penerapan pendekatan beyond Centers. Bandung: Rizqi Press Abidin, Y. (2009). Bermain, pengantar bagi penerapan pendekatan beyond Centers. Bandung: Rizqi Press Alfiyatul, L. J. (2013). Kesalahankesalahan guru PAUD yang sering dianggap sepele. Yogyakarta: Diva Press. Huda, N. (2015). Permainan Kreatif untuk Perkembangan Fisik Motorik Anak (Kajian Integratif berbasis APE). 22 (3), hlm. 101110. Komang, N. (2014). Pengaruh Teori Gestalt dengan Teknik Pembalikan untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa melalui Konseling kelompok. Jurnal Bimbingan Konseling, 2 (1), hlm. 50-60. Martuti, A. (2008). Mengelola PAUD dengan aneka permainan meraih
11 | A n t o l o g i U P I
Volume
kecerasan majemuk. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Mashar, R. (2011). Emosi anak usia dini dan strategi pengembangannya. Jakarta: Kharisma Putra Utama. Nugraha, A. dkk. (2007). Metode pengembangan sosial emosional. Jakarta: Universitas Terbuka. Nurani, (2012). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks Musbikin, I. (2010). Buku pintar PAUD (dalam perspektif Islami). Yogyakarta: Laksana. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini Standar Isi tentang Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Salirawati, D. (2012). Percaya diri, keingintahuan, dan berjiwa wirausaha: Tiga karaktrer terpenting bagi peserta didik. Jurnal Pendidikan Karakter, (2), hlm. 218-219.
Edisi No.
Juni 2016