1 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2015
MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN COOKING CLASS Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi terhadap permasalahan yang terjadi pada anak kelompok A di TK Ananda Kecamatan Gedebage Kota Bandung. Permasalahan tersebut berkaitan dengan kreativitas anak yang masih rendah. Pada penelitian ini, penulis berusaha meningkatkan kreativitas anak melalui kegiatan cooking class. Kegiatan tersebut dianggap mampu menghadirkan pembelajaran yang bersifat menyenangkan, eksploratif, dan disajikan dalam konteks nyata. Harapannya kreativitas anak meningkat setelah dilakukan beberapa tindakan penelitian. Guru juga mendapat gambaran mengenai pembelajaran cooking class yang mampu meningkatkan kreativitas anak. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas model Elliot. Penelitian ini dilaksanakan pada 3 siklus dengan 3 jenis tindakan pada setiap siklusnya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah format observasi guru dan anak, catatan lapangan, format wawancara, dan skoring rubrik. Data yang didapatkan dianalis melalui tiga teknik analisis data, yaitu teknik analisis data kualitatif, kuantitatif, dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kreativitas anak mampu mengalami peningkatan. Indikator kelancaran, keluwesan, orisinil, dan elaborasi pada setiap siklus menunjukan perkembangan yang positif. Hasil analisis data kuantitatif menunjukan hasil yang sama. Pada skala 1-4 rata-rata skor yang didapatkan anak pada siklus pertama adalah 1,47. Skor tersebut meningkat menjadi 3,24 pada siklus ketiga. Dengan demikian kegiatan cooking class mampu menjadi salah satu alternatif metode pembelajaran dalam meningkatkan kreativitas anak.
Kata kunci : Cooking class, Kreativitas anak usia dini, Topping, Plating.
1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 2 Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class
INCREASING CHILDHOOD CREATIVITY WITH COOKING CLASS ACTIVITY Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 Early Childhood Education Department Faculty Of Educational Sciences Indonesia University Of Education
[email protected]
ABSTRACT This research is studycase about the problems which occure to childhood group A at Kindergarten Ananda, Gedebage Subdistrict, Bandung City. That problems is related to lackness of childhood creativity. In this research, writer want to increase the childhood creativity by cooking class activity. That activity is believed can present the fun and eksplorative learning and present in real context. After do some research measure, prospectivity is the childhood creativity will increase. The teacher also can get ilustration about cooking class which can increase childhood creativity. The method of this research is class measure of Elliot model. This research is applied to 3 cycle with 3 type of measure at each cycle. The Instrument which used is observation of teacher and children form, field note, interview form, and heading scoring. The collected data will analised by three technique, quality, quantity, and triangulation data analysis technique. The research result show that childhood creativity can increase. Fluency, flexibility, originality, and elaboration indicator at each cycle show the positive development. Quantity data analysis show the same result. At 1-4 scale, the average score which got by childhood at first cycle is 1,47. That score increase to 3,24 at third cycle. So, cooking class activity can be one of alternative learning method in increasing childhood creativity.
Key Word : Cooking class, childhood creativity, Topping, Plating.
1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
3 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2015
Pendidikan merupakan salah satu upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Individu dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara maksimal melalui pendidikan. Potensi tersebut telah ada dan berkembang pesat sejak usia dini, yaitu pada rentang usia 0-6 tahun. Montessori menyatakan (dalam Sujiono, 2009, hlm. 135) Seorang anak pada usia 0 sampai dengan usia 6 tahun mengalami periode sensitif, yaitu periode dimana anak memiliki ketertarikan dan keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu, sehingga dalam periode ini anak akan banyak mempelajari hal yang baru yang akan diingatnya sampai ia dewasa dan dijadikan patokan kehidupannya kedepan. Usia dini dengan demikian seringkali disebut sebagai golden age yaitu usia potensial bagi anak untuk belajar dan mengembangkan diri. Pemberian istilah golden age ini bukan tanpa alasan, karena seperti apa yang disebutkan oleh Chatib (2012, Hlm.13) bahwa “Pada usia 8 tahun kinerja otak anak akan berkembang hingga 80% dan akan kembali berkembang menjadi 100% pada usia 18 tahun”. Masa golden age yang tidak dioptimalkan dengan baik akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan suatu bangsa. Potensi yang ada pada anak usia dini dirumuskan dalam sebuah tingkat pencapaian perkembangan. Tingkat pencapaian perkembangan tersebut disusun dalam sebuah kurikulum. Lima aspek yang menjadi bidikan dalam tingkat pencapaian perkembangan anak disusun dalam Peraturan Menteri No 58 tahun 2009. Lima aspek tersebut adalah aspek moral agama, aspek motorik, aspek kognitif, aspek bahasa dan aspek sosial emosional. Pada aspek perkembangan kognitif terdapat salah satu kemampuan yang cukup penting dikuasai oleh anak. Kemampuan 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
tersebut adalah kreativitas. Kreativitas menjadi penting karena merupakan salah satu keterampilan hidup yang berkaitan dengan kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Rachmawati dan Kurniati (2011, hlm. 14) lebih jelasnya mendefinisikan kreativitas sebagai “Suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode, ataupun produk baru yang efektif dan bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah”. Tingkat pencapaian kreativitas pada anak usia dini tercantum dalam Peraturan Menteri No 58 tahun 2009, pada aspek perkembangan kognitif untuk anak usia 4<5 tahun. Tingkat pencapaian perkembangan tersebut adalah anak mampu mengkreasikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri. Dalam hal ini, anak harus mampu mengkreasikan sebuah karya yang dibuat berdasarkan idenya sendiri, artinya anak dituntut untuk melakukan eksplorasi dan berfikir kreatif untuk menciptakan sebuah produk, ide, ataupun gagasan. Pengembangan kreativitas pada anak usia dini ternyata tidak terlepas dari berbagai hambatan yang membuat anak tidak mampu berkreasi secara maksimal. Hal itu tampak pada anak Kelompok A TK Ananda Kecamatan Gedebage Kota Bandung. Mereka mengalami permasalahan kreativitas. Permasalahan ini terlihat ketika anak-anak kelompok A melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan produk kreatif. Kegiatan tersebut adalah kegiatan menggambar pada produk mainan yang dibuat sendiri, menciptakan bentuk baru dari bentukbentuk geometri, dan kegiatan finger painting. Pada proses observasi yang dilakukan, dari enam anak yang diamati hanya satu orang anak yang mampu berkreasi secara mandiri. Anak lainnya cenderung mengikuti hasil karya yang
Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 4 Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class dibuat oleh guru. Beberapa anak menyerupai hasil karya temannya. Bahkan terdapat anak yang terus saja membuat karya yang sama dalam tiga pembelajaran tersebut. Selain itu, tampak beberapa anak yang mengeluh karena merasa tidak dapat membuat hasta karya. Anak tidak banyak bereksplorasi dengan materi yang telah disediakan. Materi yang disediakan oleh guru banyak tersisa diakhir kegiatan. Kondisi ini tentunya tidak sesuai dengan aspek perkembangan yang harus dicapai oleh anak kelompok A, sehingga perlu ada perbaikan terhadap kondisi tersebut. Penulis sebagai pihak yang pernah melakukan observasi dan mengajar di TK Ananda, mengungkapkan bahwa penyebab dari kurangnya kreativitas pada anak kelompok A di TK Ananda adalah berkaitan dengan media yang dipakai. Media tersebut cenderung kurang bervariatif dan tidak mengundang ketertarikan anak untuk bereksplorasi. Selain itu, kurangnya motivasi pada anak untuk berkreasi juga berpengaruh pada terhambatnya kreativitas anak. Melihat keadaan tersebut, maka penulis melakukan sebuah perbaikan melalui sebuah penelitian dengan menerapkan kegiatan memasak (cooking class). Aktivitas memasak ini diharapkan mampu menjadi pendorong bagi anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Pitamic (2013, hlm. 194) berpendapat bahwa “Aktivitas memasak seperti menghias kue jahe dapat membuat imajinasi anak berkembang liar”. Begitupun yang disampaikan oleh Daugherty (2009, Hlm. 2) “Cooking is a terrific way to express your creativity”. Kegiatan Cooking class juga melibatkan banyak fungsi indera, diantaranya indera penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, dan pengecapan. Sternberg (2006) mengungkapkan bahwa sistem kerja otak banyak melibatkan stimulasi yang diterima oleh indera. Artinya semakin 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
banyak pelibatan indera maka semakin baik pula kinerja otak dalam memproses informasi. Pada kegiatan cooking class, ranah eksplorasi anak juga akan semakin luas. Mengingat kegiatan cooking class melibatkan berbagai bahan makanan yang bervariasi. Variasi material tersebut dikreasikan pada proses menghias makanan. Beberapa teknik menghias makanan tersebut adalah top, sprinkle, dan masking. Top merupakan teknik menghias makanan dengan cara membubuhkan hiasan kecil sebagai pemanis. Sprinkle merupakan teknik menghias makanan dengan cara memberi taburan pada beberapa jenis makanan, seperti parutan keju ataupun kacang. Sedangkan masking merupakan teknik menghias makanan dengan cara memberi saus kental di atas makanan. Rhodes (dalam Rachmawati dan Kurniati, 2011, Hlm. 14) menyebutkan ‘Pada umumnya definisi kreativitas dirumuskan dalam istilah person, process, press, product (Four P’s of Creativity)’. Keempat aspek tersebut, memiliki keterkaitan satu sama lain. Seseorang yang memiliki pribadi kreatif, yang dilibatkan pada proses kreatif, dengan didukung oleh dorongan untuk menjadi individu kreatif, pada akhirnya akan menghasilkan sebuah produk yang kreatif pula. Pada penelitian ini dimensi kreativitas yang lebih ditonjolkan adalah dimensi proses dan produk. Adapun dimensi press merupakan unsur pendukung dalam upaya meningkatkan kreativitas anak. Sedangkan dimensi person tidak menjadi fokus utama pada penelitian ini. METODE Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah model penelitian tindakan kelas (PTK). PTK merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mencari solusi atas permasalahan yang
5 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2015
ditemukan dalam proses pembelajaran di suatu kelas. Tahapannya dirancang dalam sebuah siklus yang diharapkan mampu memberikan informasi dan jawaban atas percobaan penggunaan suatu teknik perbaikan pembelajaran. Pada pelaksanaan penelitian ini, desain penelitian tindakan kelas yang dipakai adalah model Elliot. Model Elliot digunakan karena model ini dianggap mampu memberikan rincian atas perkembangan kreativitas. Paizaluddin dan Ermalinda (2013, hlm. 32) mengatakan bahwa “PTK model Elliot tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi, yaitu 3-5 aksi (tindakan)”. Kreativitas merupakan aspek perkembangan yang cukup rumit untuk diukur. Kerincian yang diterapkan pada model Elliot diharapkan mampu memberikan hasil penilaian yang valid terhadap perkembangan kreativitas anak. Pada penelitian ini peningkatan kemampuan kreativitas akan diujikan pada tiga siklus dengan tiga jenis bentuk tindakan pada masing-masing siklusnya. Tiga tindakan pada setiap siklus tersebut, didasarkan pada pertimbangan materi cooking class. Pada Kegiatan memasak terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan. Bartono dan Ruffino (2006, hlm.91) menyebutkan bahwa “Terdapat empat teknik yang dapat digunakan dalam kegiatan memasak, yaitu memasak dengan panas kering (dry heat cooking), memasak dengan panas basah (moist heat cooking), memasak dengan minyak atau lemak (fat cooking), dan memasak dengan gelombang mikro (microwave cooking)”. Peneliti hanya memilih tiga teknik dari keempat teknik memasak tersebut untuk diaplikasikan pada setiap siklus penelitian. Peneliti menggunakan teknik memasak dengan minyak atau lemak (fat cooking) pada tindakan pertama, memasak dengan 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
panas basah (moist heat cooking) pada tindakan kedua, dan memasak dengan panas kering (dry heat cooking) pada tindakan ketiga. Hal ini dikarenakan teknik memasak dengan gelombang mikro dianggap tidak begitu familiar bagi anak. Subjek penelitian pada penelitian ini berjumlah tujuh orang, terdiri dari 2 orang anak perempuan dan 5 orang anak laki-laki. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi anak dan guru, catatan lapangan, lembar wawancara, dan skoring rubrik. Lembar observasi anak dan guru, catatan lapangan serta lembar wawancara digunakan untuk memperoleh data kualitatif dari lapangan, sedangkan skoring rubrik digunakan untuk memperoleh data kuantitatif. Data yang didapatkan kemudian diolah melalui tiga teknik analisis data yaitu teknik analisis data kualitatif, kuantitatif, dan triangulasi. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan adalah teknik analisis data model Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 246) ‘Beberapa aktivitas yang dilakukan dalam analisis data kualitatif model Miles dan Huberman adalah data reduction, data display, dan conclution drawing/verification’. Teknik analisis data kuantitatif dilakukan melalui pencarian skor rata-rata siswa menggunakan statistika deskriptif dengan rumus mean data tunggal. Sedangkan triangulasi merupakan upaya yang dilakukan peneliti untuk melengkapi data penelitian yang diperlukan. Bogdan dan Biklen (dalam Mertler, 2011, hlm. 19) menyebutkan ‘Triangulasi adalah sebuah proses menghubungkan berbagai sumber data agar bisa membangun ketepercayaannya atau verifikasi konsistensi faktanya sambil mencoba menjelaskan bias-bias inherennya’. Triangulasi tentunya akan membantu menguatkan data yang diolah pada proses penelitian.
Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 6 Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
1. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class Pada penelitian ini didapatkan beberapa temuan di setiap tindakannya. Temuan tersebut berkaitan langsung dengan upaya penggunaan kegiatan cooking class sebagai metode dalam meningkatkan kreativitas anak. Peneliti menemukan hambatan pada pengembangan kreativitas anak ketika melakukan kegiatan cooking class. Setelah dilakukan analisis terhadap hambatan tersebut, peneliti menemukan bahwa hambatan bermula pada kegiatan apersepsi. Anak tampak memiliki pengetahuan yang masih terbatas mengenai macam-macam simbol ekspresi. Simbol ekspresi menjadi tema pada kegiatan mengkreasikan produk cooking class hari itu. Pada kegiatan apersepsi peneliti tampak tidak berusaha untuk menggali pengetahuan anak. Hasilnya kreativitas anak belum berkembang pada siklus pertama karena pengetahuan anak mengenai simbol ekspresi masih terbatas. Apersepsi dengan demikian memiliki peranan yang penting dalam proses kegiatan cooking class. Peneliti berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan memperbaiki dan menggali pengetahuan yang telah anak dapatkan. Penulis menyajikannya kembali untuk dipergunakan pada kegiatan membuat produk kreatif. Pengetahuan tersebut didapatkan anak melalui berbagai pengalaman yang pernah ia alami. Upaya tersebut mengacu pada teori mengenai tahapan proses kreatif. Pada tahapan proses kreatif, pengetahuan diperlukan pada tahap persiapan. Pengetahuan awal diperlukan pada tahap persiapan. Pada tahap ini individu berusaha mengumpulkan berbagai 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
informasi yang dimiliki untuk merangsang munculnya sebuah ide kreatif. Pada kasus lain peneliti juga menemukan bahwasanya indikator kelancaran dan keluwesan pada siklus pertama tampak masih rendah. Peneliti berusaha meningkatkan nilai yang dihasilkan indikator tersebut melalui penyediaan media (bahan makanan) yang memiliki warna, bentuk, dan tekstur yang bervariasi. Amabile dkk. (dalam Bharadia, 2013, Hlm. 27) berpendapat bahwa “Orang-orang yang merasa pilihannya terbatas akan berakhir menjadi orangorang yang kurang kreatif dibandingkan mereka yang punya beragam pilihan dalam mengerjakan suatu tugas”. Berdasarkan teori tersebut, maka untuk meningkatkan kreativitas anak pada kegiatan cooking class, peneliti dapat memberikan pilihan topping yang beragam pada setiap menu yang dimasak. Harapannya melalui pengkondisian tersebut kemampuan kreativitas anak mampu berkembang secara maksimal. Peneliti menemukan pula bahwa anak tampak tidak bereksplorasi secara maksimal ketika mengkreasikan menu cooking class yang tidak mereka sukai. Kondisi ini menimbulkan batasan pada anak ketika berkreasi. Peneliti mengatasi permasalahan tersebut dengan menyediakan berbagai jenis topping yang menarik dan disukai oleh semua anak. Tindakan tersebut merupakan salah satu upaya dalam memberikan motivasi pada anak agar ia mau berkreasi secara maksimal. Motivasi merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan kreativitas. Rhodes (dalam Supriadi, 1994, hlm. 7) mengemukakan bahwa “Kreativitas memiliki empat dimensi, dimensi-dimensi tersebut adalah dimensi person, proses, produk, dan press”. Dimensi press meliputi segala bentuk dorongan yang berpengaruh positif terhadap kemampuan kreativitas individu.
7 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2015
Motivasi, apresiasi, dan penguatan merupakan bagian dari dimensi press. Motivasi pada kegiatan cooking class bisa berupa pemilihan menu cooking class yang disukai anak, desain kelas yang nyaman dan menginspirasi, pemberian apresiasi berupa bintang bagi anak yang mampu menyelesaikan tugas dengan baik, ataupun upaya lainnya. Pada siklus awal pelaksanaan kegiatan cooking class anak tampak memiliki keterbatasan pada kemampuan motoriknya. Padahal pengembangan kreativitas pada kegiatan cooking class melibatkan kemampuan motorik halus sebagai kemampuan dasar. Anak banyak dilibatkan dalam kegiatan memotong, merobek, meremas, dan membentuk, Ketika kemampuan motorik anak masih memiliki keterbatasan, maka hal ini dapat menjadi sebuah hambatan bagi pengembangan kreatifitas anak. Hal ini sejalan dengan Munandar (2012) yang menyebutkan beberapa kendala bagi pengembangan kreativitas. Kendala tersebut diantanya adalah Kendala Fisiologis. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisik seseorang, termasuk di dalamnya kemampuan dalam menggunakan otot-otot tangan atau bisa disebut pula dengan kemampuan motorik halus. Peneliti mengatasi permasalahan ini dengan terus melakukan bimbingan secara intensif kepada anak dalam menggunakan motorik halusnya. Harapannya anak akan terbiasa menggunakan berbagai peralatan memasak dengan kekuatan otot-otot motorik halusnya. Kemampuan motorik halus anak seiring berjalannya waktu berkembang pada setiap tindakan cooking class yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Negrin (2012, hlm 6), ia menyatakan bahwa “Anak-anak belajar lebih dari sekedar memasak. Mereka belajar pula tentang banyak aspek ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
tersebut yaitu bahasa, berhitung, penganggaran, berat, urutan, pengukuran, pemecahan masalah, dan motorik halus.” Kegiatan cooking class tidak hanya mampu meningkatkan aspek perkembangan kreativitas saja. Aspek motorik halus juga dapat berkembang melalui kegiatan tersebut. 2. Peningkatan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class Peningkatan kemampuan kreativitas pada anak mampu terlihat, pada hasil analisis data kualitatif maupun data kuantitatif. Pada siklus pertama, peneliti melihat bahwa kreativitas anak masih terhitung rendah. Anak tampak belum mampu memberikan kuantitas teknik dan variasi hiasan yang maksimal pada karyanya. Anak juga mengalami banyak hambatan pada penyelesaian produk cooking class, seperti hambatan pada penggunaan peralatan ataupun keterbatasan kemampuan motorik. Kemampuan anak dalam menuangkan ide juga dianggap cukup lambat. Kondisi ini menunjukan bahwa anak belum mencapai indikator kelancaran dengan maksimal. Pada indikator keluwesan anak tidak banyak menunjukan teknik atau variasi hiasan yang beragam. Anak tampak belum banyak bereksplorasi dengan bahan makanan yang disediakan. Pada tindakan 1 anak tampak membuat bentuk ekspresi yang sama dengan yang dicontohkan oleh peneliti, hanya 1 orang anak saja yang membuat variasi hiasan ekspresi yang berbeda. Begitupun kasus yang terjadi pada tindakan 2, semua karya anak tampak serupa satu sama lain. Pada indikator elaborasi, peneliti seringkali menemukan anak yang memanfaatkan bahan makanan dalam jumlah yang sedikit, sedangkan bahan yang tersedia cukup banyak. Kondisi tersebut menunjukan bahwa anak tidak melakukan elaborasi yang maksimal
Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 8 Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class pada bahan makanan yang disediakan untuk mencari kebaruan pada karyanya. Karya anak seringkali memiliki komposisi yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat pada tindakan 3 siklus 1. Anak tampak menghias permukaan roti bakar dengan proporsi yang tidak seimbang. Tampilan produk makanan yang dihasilkanpun tampak tidak begitu rapih. Data kuantitatif menunjukan hal yang tidak berbeda. Rata-rata nilai kreativitas yang didapatkan anak tampak masih jauh dari harapan. Pada skala 1-4 anak hanya mendapatkan nilai rata-rata pada skala 1. Berikut ini tabel yang mampu menggambarkan kemampuan anak pada siklus 1 di setiap tindakannya. Tabel 1. Rata-Rata Nilai Kreativitas Anak Siklus 1 Tindakan keRata-rata 1 1,5 2 1,25 3 1,67 Rata-rata siklus 1 1,47 Pada siklus kedua peningkatan kemampuan anak mulai terlihat. Terjadi peningkatan pada setiap indikator kreativitas. Anak sudah mulai menunjukan kuantitas teknik dan bentuk variasi hiasan yang baik. Meskipun ketekunan anak dalam menyelesaikan karya masih belum terlihat. Beberapa anak masih belum terampil pula menggunakan alat-alat yang menunjang proses plating. Bentuk potongan bahan makanan yang dikerjakan tampak masih tidak beraturan dan belum berpola. Temuan tersebut dapat dilihat pada tindakan 1 siklus 2, menunya adalah omelet. Mereka mulai memunculkan variasi hiasan yang beragam, meskipun penggunaan teknik menghias masih monoton. Orisinalitas anak tampak meningkat. Anak mulai berani membuat variasi hiasan baru, meskipun kadangkala masih terdeteksi unsur kemiripan variasi 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
hiasan anak dengan variasi hiasan yang dicontohkan oleh peneliti. Pada segi elaborasipun demikian. Anak mampu memanfaatkan bahan makanan dan peralatan secara maksimal, meskipun komposisi yang ditampilkan masih belum proporsional dan belum rapih. Kondisi tersebut menunjukan bahwa terjadi suatu peningkatan kemampuan kreativitas anak dari siklus 1 ke siklus 2. Data kuantitatif menunjukan suatu peningkatan pula pada kemampuan anak. Berikut ini tabel yang menjelaskan ratarata kemampuan anak pada setiap tindakan pada siklus 2. Tabel 2. Rata-Rata Nilai Kreativitas Anak Siklus 2 Tindakan ke1 2 3 Rata-rata siklus 2
Rata-rata 2,46 2,14 3 2,53
Pada siklus ketiga kemampuan anak kembali meningkat. Beberapa anak tampak mendapatkan poin maksimal pada indikator-indikator tertentu. Pada indikator kelancaran, peneliti menemukan bahwa anak sudah menunjukan kemampuan dalam mengolah bahan makanan menjadi karya yang kreatif, tidak banyak hambatan yang dialami oleh anak. Mereka mulai mahir menggunakan peralatan yang diperlukan dalam proses garnishing. Hal ini dapat diamati melalui pembelajaran yang dilakukan pada tindakan 3 siklus 3. Anak tampak terampil menggunakan spatula karet sebagai alat pemotong. Kuantitas variasi hiasan dan teknik tampak berkembang. Penampilan makanan tampak menarik dan mengundang selera. Pada indikator keluwesan anak mampu menghadirkan variasi hiasan yang cukup beragam. Teknik yang digunakan juga mulai beragam meskipun belum maksimal.
9 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2015
Orisinalitas anak tampak mengalami peningkatan. Anak sudah mampu bekerja sendiri ketika melakukan kegiatan menghias makanan. Mereka tidak banyak melirik karya yang dibuat oleh temannya. Komposisi bahan yang ditampilkan pada karya anak tampak semakin baik meskipun beberapa anak belum menunjukan kerapihan pada karya yang dibuatnya. Tampaknya anak memanfaatkan bahan makanan yang tersedia secara maksimal. Hal ini menunjukan elaborasi yang baik pada karya yang dihasilkan oleh anak. Sejalan dengan penjelasan di atas. Data kuantitaif juga menunjukan peningkatan yang signifikan pada kemampuan kreativitas anak. Data kuantitatif tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Rata-Rata Nilai Kreativitas Anak Siklus 3 Tindakan ke1 2 3 Rata-rata siklus 3
Rata-rata 3,33 3,3 3,08 3,24
Peningkatan kemampuan anak pada setiap siklusnya dapat pula digambarkan melalui diagram berikut. 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Tindakan 1
Siklus Siklus Siklus 1 2 3 1.5
2.46
3.33
Tindakan 2 1.25
2.14
3.3
Tindakan 3 1.66
3
3.08
Gambar 1. Grafik perkembangan kemampuan kreativitas anak
1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa secara umum kemampuan kreativitas anak mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Meskipun tampak terjadi penurunan pada beberapa tindakan di dalam masing-masing siklus. Terjadi penurunan pada pemerolehan nilai tindakan 2 pada siklus 1 dan siklus 2. Peneliti beranggapan bahwa penurunan nilai yang terjadi pada tindakan 2 siklus 1 dipengaruhi oleh faktor pemilihan menu masakan yang tidak sesuai dengan selera anak. Tampilannya kurang menarik dan memiliki tekstur yang sulit untuk dibentuk. Menu yang dimasak pada hari itu adalah kue getuk. Pada tindakan 2 siklus 2 menu yang diambil adalah agaragar. Hambatan teknis membuat anakanak tampak tidak maksimal berkreasi dengan menu tersebut. Tekstur agar-agar yang belum mengeras membuat anak tidak mampu berkreasi secara maksimal. Lain halnya dengan penurunan yang terjadi pada setiap tindakan siklus 3. Peneliti beranggapan bahwa penurunan tersebut dipengaruhi oleh kondisi dimana anak mulai merasa bosan dengan kegiatan memasak. Berdasarkan pada analisis tersebut maka penurunan kemampuan yang terjadi pada siklus 1 disebabkan oleh faktor pemilihan menu yang kurang tepat. Hal itu mempersulit anak untuk memaksimalkan kreativitasnya. Pada siklus 2 tampak bahwa tahapan cooking class tidak dijalankan dengan baik, sehingga berdampak tidak baik pula pada proses finishing pembuatan produk cooking class. Sedangkan pada siklus 3 penyebab terjadi penurunan pada motivasi anak di setiap tindakannya adalah faktor motivasi anak yang menurun. Peneliti tidak melakukan variasi kegiatan yang bervariasi pada setiap tindakan cooking class sehingga anak mulai merasa bosan dengan kegiatan tersebut.
Siti Misbahul Ajijah1, Dede Margo Irianto2, Ardiyanto3 10 Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Cooking Class Pada penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa kelebihan dan keterbatasan penelitian. Kelebihan yang ditunjukan pada penelitian ini adalah keterlibatan anak pada setiap tahapan cooking class, seperti pengolahan bahan, proses pematangan bahan, dan proses finishing. Pembelajaran dengan demikian berpusat pada anak karena anak terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Peneliti menghadirkan pula suasana dapur di dalam kelas dan merancang kostum anak layaknya seorang koki. Peneliti melibatkan tiga dimensi kreativitas pada penelitian yaitu dimensi press, proses, dan produk. Hal ini berpengaruh positif terhadap upaya meningkatkan kreativitas anak. Adapun dimensi person merupakan dimensi yang melibatkan unsur psikologis pada anak, perlu keahlian khusus dalam melibatkan dimensi tersebut. Keterbatasan pada penelitian ini terletak pada proses penilaian. Kreativitas merupakan aspek yang cukup sulit untuk diukur. Proses penilaian kadangkala masih dipengaruhi oleh subjektivitas peneliti. Observasi yang dilakukan dianggap tidak menyeluruh sehingga data yang didapatkan tidak begitu maksimal. Peneliti tampak lebih fokus pada penilaian produk anak sehingga penilaian proses tidak begitu teramati dengan baik. Padahal pada dasarnya proses dan produk sangat erat kaitannya dalam perkembangan kreativitas. Pada proses penelitian beberapa anak hadir tidak tepat waktu dan terkadang tidak masuk sekolah. Hal ini mengakibatkan jumlah anak pada setiap tindakan cooking class tidak konsisten sehingga data yang diolah pada setiap tindakannya tidak sama. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan. Maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut : 1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2
1. Proses kegiatan cooking class yang dapat meningkatkan kreativitas pada anak kelompok A TK Ananda Kecamatan Gedebage Kota Bandung adalah kegiatan cooking class yang melibatkan anak secara langsung pada setiap tahapan kegiatan memasak. Dimensi press (dorongan) pada perkembangan kreativitas berusaha dimunculkan pada setiap tindakannya. Peneliti menghadirkan banyak pilihan topping yang disukai anak pada setiap menu cooking class. Hal ini memberikan rangsangan bagi anak untuk membuat kreasi yang bervariatif pada setiap produk cooking class yang mereka buat. Kelas didesain layaknya sebuah dapur yang nyaman dan menginspirasi. Peneliti juga menghadirkan metode memasak yang bervariatif. Antara lain dorongan lainnya adalah berupa penguatan secara mental. Peneliti selalu memberikan keleluasaan pada anak untuk berkreasi sesuai kreativitas mereka. Pemberian apresiasi berupa bintang juga diberikan pada anak yang mampu menyelesaikan tugas dengan baik; 2. Pada penelitian yang telah dilakukan terjadi sebuah peningkatan kemampuan kreativitas anak disetiap siklusnya. Siklus pertama anak tidak banyak menghasilkan unsur kebaruan pada karyanya. Variasi hiasan yang ditampilkan anak masih terbatas pada apa yang dicontohkan oleh peneliti. Pada siklus kedua anak mulai berani menampilkan berbagai variasi hiasan yang berbeda dari yang dicontohkan oleh peneliti, meskipun masih tampak beberapa kemiripan. Siklus ketiga, anak mulai terampil menggunakan peralatan cooking class. Hal ini berpengaruh pula pada peningkatan kualitas produk anak. Produk anak mulai menampilkan unsur kerapihan
11 Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2015
dan penampilan yang baik. Mereka mampu membuat variasi hiasan yang kaya dan tampak banyak bereksplorasi dengan bahan-bahan yang ada. Analisis terhadap data kuantitaif menunjukan bahwa rata-rata nilai yang didapatkan anak mengalami peningkatan. Pada siklus pertama ratarata nilai yang didapatkan anak adalah 1,47 dan pada siklus 3 meningkat menjadi 3,24 pada skala 1-4
Paizaluddin & Ermalinda. (2013). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfabeta. Rachmawati,Y. & Kurniati, E. (2011). Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak. Jakarta: Kencana. Sternberg, R. J. (2006). Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
REFERENSI
Sujiono,Y. N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.
Bartono & Ruffino. (2006). Dasar-Dasar Food Product. Yogyakarta: Andi Offset.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Bharadia, R. (2013). Roots & Wings 1. Jakarta: Gramedia.
Supriadi, D. (1994). Kreativitas, Kebudayaan, & Perkembangan Iptek. Bandung : Alfabeta.
Chatib, M. (2012). Orang Tuanya Manusia. Bandung: Kaifa. Daugherty, S B. (2009). Kitchen Kids. Madison: Wisconsin cheese. Kementrian Pendidikan Nasional, (2009). Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kemendiknas. Pitamic, M. (2013). Teach Me To Do It Myself. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Mertler, C. A. (2011). Action Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Munandar, U. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Negrin, J.(2012). How To Teach Cooking To Kids. New York: All Rights Reserved.
1
penulis penanggung jawab penulis penanggung jawab 3 penulis penanggung jawab 2