Mempertebal Persatuan Sejak Dini dalam Keluarga Ditinjau dari Sila ke-3 Pancasila Tugas Akhir Kuliah Pendidikan Pancasila
Oleh : Febi Lutfiana / 11.11.4663 Kelompok C S1 - Teknik Informatika
Dosen Pembimbing : Drs. Tahajudin Sudibyo
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER “AMIKOM” YOGYAKARTA 2011/2012
Mempertebal Persatuan Sejak Dini dalam Keluarga Ditinjau dari Sila ke-3 Pancasila Abstrak
Pancasila merupakan hasil dari suatu proses pemikiran yang cukup panjang, sebagaimana yang dimaksud oleh para pendiri bangsa sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk memberikan gambaran yang utuh Pancasila tentang persatuan khususnya pada sila ketiga Pancasila, hendaknya Pancasila harus menjadi alat yang mampu untuk menjauhi munculnya konflik suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) di Indonesia. Sehingga kita dapat menanamkan nilai persatuan dan kesatuan serta mempertebalnya sejak dini (yang dapat dimulai dari lingkup keluarga) kepada masyarakat Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis (suku bangsa) dan keyakinan agama. Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain, pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu munculnya konflik suku, agama, ras dan antara golongan (SARA). Dalam perjalanan pertumbuhan dan perkembangan kebangsaan Indonesia, sikap tidak mengindahkan Pancasila sebagai ideologi negara sudah menjadi cerita lama bagi bangsa Indonesia. Banyak warga di pelosok Indonesia yang tidak tahu lambang, paham, arti, dan makna setiap sila Pancasila. Jangankan paham, bahkan mereka mengaku tidak hafal dengan kelima sila Pancasila. Sehingga perpecahan, pertikaian, konflik, saling tidak menghormati, tidak adanya rasa toleransi antar sesama manusia yang memiliki hakikat dasar makhluk sosial merupakan bentuk lunturnya salah satu nilai sila Pancasila khususnya sila ketiga Pancasila tentang persatuan Indonesia. Peristiwa konflik antar warga desa yang menyebabkan kekhawatiran berkepanjangan, konflik antar sesama kelompok warga, maupun perlawanan turun temurun antara kelompok mayoritas dengan kelopok minoritas di suatu daerah mengakibatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia seakan-akan terpecah dengan sendirinya. Hal ini dikarenakan lunturnya pemahaman terhadap nilai-nilai sila-sila Pancasila bagi rakyat Indoneisa, khususnya sila ketiga Pancasila. Sehingga perlulah kita menanamkan nilai persatuan dan kesatuan sejak dini kepada masyarakat Indonesia. Melalui pendidikan Pancasila di lembaga formal maupun menanamkan nilai persatuan dan kesatuan sejak dini di dalam kehidupan keluarga agar tidak mudah luntur.
B. Rumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang diatas, munculah beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila?
2.
Apa sajakah usaha mempertebal persatuan menurut Pancasila ketiga Pacasila sejak dini dalam arti bila dimulai dari keluarga?
C. Pendekatan Historis
Pendekatan historis ialah pendekatan yang menyatakan bahwa Pancasila ada bukan karena hasil terima jadi dari ideologi instan yang ada. Namun Pancasila khususnya sila ketiga maupun keempat sila yang lainnya lahir karena setiap perumusan Pancasila melalui jalan yang panjang dan selalu dirumuskan secara keseluruhan bersama-sama. Sehingga sebelum disahkan, perumusan Pancasila lebih terkenal dirumuskan oleh tiga tokoh yaitu : Ir. Soekarno mengusulkan rumusan Pancasila pada 1 Juni 1945 dan Soekarno pula lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) dalam pidatonya dan kemudian tanggal tersebut dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Prof. Dr. Supomo pada tanggal 31 Mei 1945 merumuskan pokok pikiran
Pancasila
contohnya
untuk
sila
ketiga
Pancasila
sebagai
berikut : ”Negara Indonesia Merdeka hendaknya merupakan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter atau integralistik.” Muhamad Yamin dalam pidatonya pada 29 Mei 1945 mengusulkan lima sila dasar negara sebagai berikut : “Ketuhanan YME, kebangsaan persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikamt kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Kemudian seluruh perumusan sila tersebut tercantum dalam rancangan pembukaan UUD yang diserahkannya setelah pidatonya usai, tetapi rumusannya sedikit berbeda namun hampir sama dengan rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 yang sudah disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, seperti berikut :
“... Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam satu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam satu susunan negara Repuplik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan persatuan Indonesia dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Sehingga dapat dijadikan patokan bahwa bila Pancasila lahir sebagai dasar negara dan ideologi negara Indonesia itu memang benar adanya. Selain itu, semua sila-sila yang terkandung khususnya sila ketiga Pancasila, telah berjasa besar menjadi pengingat kita pada persatuan di Indonesia. Akan sangat disayangkan bila kita sebagai bangsa yang memiliki dasar negara seperti Pancasila masih sering bertikai karena masalah perbedaan dan pluralisme. Maka untuk mempelajari sejak dini nilai-nilai persatuan seperti yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila “Persatuan Indonesia” itu sangatlah penting. Pembelajaran seperti ini dapat diterapkan dalam kehidupan kelompok kecil sebelum masuk ke kehidupan kelompok yang lebih besar. Dan kelompok paling kecil tersebut ialah kelompok dalam kehidupan keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN Sila “Persatuan Indonesia” menjadikan Indonesia bersama-sama bersatu demi kemajuan, kemakmuran bangsa dan negara (agar tercapainya kelengkapan sila pertama dan kedua). Karena sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan sila “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” telah menjiwai dan mendasari sila ketiga. Sehingga sila ketiga nantinya mampu mendasari dan menjiwai kedua sila Pancasila selanjutnya. Diambil dari letak sila “Persatuan Indonesia” yang berada ditengahtengah sila yang lainnya, sila ini seolah-olah mampu tidak hanya menyatukan atau menengahi seluruh sila Pancasila namun seharusnya mampu menyatukan seluruh masyarakat bangsa Indonesia. Sila ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia” memiliki dasar hukum yang apabila diartikan secara umum tercemin pada : 1.
Pembukaan UUD 1945 alinea II : “... mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”
2.
Pembukaan UUD 1945 alinea IV : “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada … persatuan Indonesia.”
3.
Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 : “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.”
4.
Pasal 36A UUD 1945 : “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.”
5.
Tap MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN : i.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan publik.
ii.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya.
iii.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi.
iv.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu pertahanan dan keamanan.
Kemudian dari dasar-dasar yuridis tersebut, dapat diambil nilai-nilai penting sebagai berikut : 1.
Sila “Persatuan Indonesia” mampu membawa manusia menjadi mahkluk individu dan sosial untuk berperan aktif sebagai elemen yang membentuk suatu bangsa, bernegara, suku, ras, kelompok, golongan, tempat, wilayah (yang menimbulkan interaksi sosial) sehingga terbentuk negara Indonesia yang memegang teguh konsekuensi semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang membuat segala keanekaragaman unsur berkumpul menjadi satu, yaitu persatuan Indonesia.
2.
Nilai sila ketiga Pancasila memaknai keanekaragaman unsur yang berkumpul dan diikat oleh Pancasila, sehingga munculah tujuan negara yang dimuat dalam Undang Undang Dasar tahun 1945 yaitu “Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, mampu tercapai.
3.
Tidak lepas dari kedua sila sebelumnya, sila ketiga yang dijiwai kedua sila tersebut mengandung nilai nasionalisme religious (dimana manusia yang bermoral ketuhanan Yang Maha Esa
akan hancur bila moral itu menghilang) dan
nasionalisme humanistik (menjunjung harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa).
Bangsa Indonesia yang memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan. Sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya. Tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, negara nasional Sriwijaya, negara nasional Majapahit. Semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna. Gotong royong membangun negara Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
Namun disamping semua hal tersebut, bila persatuan bangsa Indonesia tidak dijaga dengan baik. Bisa saja muncul dampak yang merambat dengan cepat kepada masyarakat, seperti akibat dari dampak etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang normanorma dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme menyebabkan adanya prasangka dalam setiap etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir dan tidak mempunyai peradaban. Etnosentrisme dapat membangkitkan sikap “kami” dan “mereka”, lebih khusus dapat membentuk subkultural– subkultural yang bersumber dari suatu kebudayaan yang besar etnosentrisme sangat berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, misalnya meningkatkan kecenderungan untuk memilih dengan siapa anda berkomunikasi (Liliweri, 2004 : 138). Dalam hal ini, Bahrudin Soerjobroto (1986 : tanpa halaman) mengemukakan : “Pemasyarakatan dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu pelanggar hukum dengan pribadinya sebagai manusia, antara pelanggar dengan sesama manusia, antara pelanggar dengan masyarakat serta alamnya, kesemuanya dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.” Dalam ajaran agama Islam, Allah SWT juga berfirman : “Hai, manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujarat : 13). Berdasarkan firman tersebut, kebhinekaan bangsa memang sudah kehendak Tuhan Yang Maha Esa yang harus diterima oleh manusia. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008 : 1273) bersatu ialah berkumpul atau bergabung menjadi satu. Persatuan ialah gabungan (ikatan, kum-pulan, dsb) beberapa bagian yang sudah bersatu. Menyatu ialah menjadi satu, berpadu, ma-nuunggal. Menyatukan ialah menjadikan satu, mengumpulkan (menggabungkan dsb) menjadi satu, memusatkan (mengarahkan) kepada satu tujuan. Kesatuan memiliki sifat tunggal.
Arti bersatu mengandung pengertian sesuai dengan pernyataan kemerdekaan dimana “bangsa” sebagai kebulatan kesatuan, yang merupakan kebulatan kesatuan bangsa Indonesia. Menurut Notonagoro (tanpa tahun : 3437), sifat mutlak dari bentuk susunan negara kesatuan adalah pertalian kesatuan tritunggal antara bangsa, wilayah dan negara. Sehingga dapat dianalisa bahwa persatuan Indonesia memiliki pengertian bahwa sifat rakyat Indonesia terdiri atas aneka suku bangsa dan bermacam-macam jenis kebudayaan daerah. Persatuan Indonesia memiliki arti yang sangat besar bagi kita semua, karena kita akan jadi kokoh dan kuat dengan persatuan. Corak dasar ciri khas kehidupan masyarakat Indonesia adalah kekeluargaan, gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. Gotong royong muncul dari pengamalan sila ketiga Pancasila yang merupakan kebiasaan hidup bangsa Indonesia, bersama saling bahu membahu bantu membantu dan tolong menolong. Gotong royong yang dinamis merupakan bentuk kerjasama secara gotong royong yang telah melembaga dan terorganisir masyarakat. Contoh sederhana dalam lingkungan masyarakat ialah adnya arisan, koperasi maupun kerja bakti. Banyak sekali usaha yang dimulai sejak dini untuk mempertebal persatuan dan mencegah perpecahan atau konflik negara Indonesia di dalam lingkup keluarga. Menumbuhkan kasih sayang, tenggang rasa dan saling tolong menolong serta gotong royong dalam keluarga ialah kunci utamanya. Memberi contoh antar anggota keluarga untuk saling percaya dan selalu menjaga keharmonisan. Menjaga keharmonisan tersebut dapat berupa saling merawat sesama anggota keluarga. Memberi peluang untuk berkumpul berlibur bersama maupun memusyawarahkan sebuah masalah agar tercipta putusan yang mufakat. Menghormati setiap jabatan anggota keluarga dan menjaganya tetap utuh. Selalu mengutamakan kesabaran dan dapat membagi emosi antara amarah dan ketegasan. Dan itulah cara-cara yang dapat dilakukan kita sebagai rakyat Indonesia untuk mempertebal persatuan sejak dini ditinjau dari sila ke-3 Pancasila di dalam keluarga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa persatuan yang tercermin dari semboyan negara Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika dan sila ketiga Pancasila memiliki tujuan dan makna dari awal sampai akhir yang mengatakan Indonesia tidak boleh tercerai berai persatuannya.
B. Saran
Adapun beberapa hal yang menjadi saran dari penulis untuk mempertebal persatuan menurut sila ketiga Pancasila sejak dini antara lain : 1. Mempertebal
persatuan
seharusnya
menjadi
langkah
utama
memperbaiki citra bangsa Indonesia, karena dewasa ini bangsa Indonesia lebih terkenal dengan konflik-konflik yang terjadi di provinsi-provinsi besar Indonesia. 2. Cara mempertebal persatuan sejak dini (dalam ruang lingkup keluraga) harus disampaikan secara menyenangkan, tidak terkesan kaku dan terbuka. Karena dengan penyampaian-penyampaian tersebut, akan lebih mudah tertanam di dalam hati setiap manusia tentang apa arti persatuan yang sebenarnya. 3. Tidak hanya memerlukan penyampaian. Contoh-contoh yang telah tumbuh dalam masyarakat dan kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai acuan yang baik untuk pemahaman dan kejelasan dari penyampaian persatuan. 4. Dan jangan pernah melupakan bahwa Pancasila khususnya sila ketiganya, adalah dasar yang baik untuk mempertebal persatuan sejak dini.
REFERENSI
Q.S. Al-Hujarat : 13
Redaksi. 2008. Kamus Besar Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa.
Soerjobroto, Bahrudin. 1986. Ilmu Pemasyarakatan (Pandangan Singkat). Jakarta : AKIP.
Notonagoro. 1957. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta : Pantjoran tujuh.
Liliweri, Alo. 2004. Wacana Komunikasi Organisasi. Bandung : Mandar Maju.
Kaelan. 1996. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta : Paradigma.
Bakry, Noor. 1997. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta : Liberty.
Muslimin dan Suryountoro, S. 1979. 1550 Tanya Jawab Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Surabaya : Amin.