Membentuk Kembali Budaya kita volume 3
Masa Pacaran/Masa saling Mengenal dan Pernikahan (Termasuk ‘Surat Terbuka’ bagi pasangan, orang tua dan pemimpin) Victor Hall, Murray Wylie
Membentuk Kembali Budaya Kita
Bagian Satu Surat terbuka bagi pasangan, orang tua dan pemimpin yang berkepentingan Dengan referensi untuk pacaran dari Supervisor mewakili para penatua Sebagai petugas/celebrant pernikahan, kami telah menyiapkan surat ‘formulir’ ini, pertama-tama sebagai sopan santun/etika, kemudian untuk informasi mengenai program masa pacaran, dan dengan tujuan untuk membantu perkembangan komunikasi antara semua yang terlibat dengan masa pacaran ini. Pembahasan ini akan meliputi: •
pendekatan menyeluruh kami mengenai persiapan pernikahan;
•
penjelasan dari tugas-tugas kami sebagai pemimpin-pemimpin Kristen;
•
program yang disarankan untuk konseling dan perkembangan:
•
diskusi mengenai elemen waktu yang terlibat;
•
klarifikasi dari masing-masing peran kita sebagai orang tua, para penatua pengajar, petugas/celebrant, dll.
Bagian 2 buku ini, ‘Pengenalan kepada Masa Pacaran’, merangkumkan isi dari pengajaran yang akan diulas pada bulan-bulan berikut. Yang dimuat dalam buku ini merupakan hal yang memerlukan konsentrasi, dan perlu untuk dicerna dengan baik-baik, karena ini adalah pengenalan kepada ‘Membentuk Kembali Budaya kita’ Volume 3, Bagian B dan C. Bagian B berhubungan dengan masa pacaran yang sebagaimana mestinya, dan Bagian C mengenai upacara pernikahan. 1
Membentuk Kembali Budaya Kita
Ulasan Pendahuluan Pasangan yang menerima materi ini telah datang kepada kami untuk nasihat mengenai pernikahan Kristen. Karena jelas mereka dewasa membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, kami menangani kedatangan mereka dengan sangat serius. Tujuan pertama kami di sini adalah untuk menjelaskan sikap di mana kami seharusnya menerima mereka dan berinteraksi dengan mereka. Dari sudut pandang kami, adalah keduanya, orang Kristen dan kewajiban sipil untuk menerima mereka dalam hak mereka, dan menempatkan mereka sebagai pusat perhatian, katakana demikian. Pengetahuan diri mereka sendiri, kedewasaan, pengertian dan kapasitas perhubungan merekalah yang harus diuji, karena tidak ada latar belakang keluarga yang sehat, atau tidak sehat, mempunyai kaitan secara langsung dengan keberhasilan masa depan. Kami tidak menjamin masa depan yang berhasil, sekalipun kita seharusnya bertujuan untuk hasil yang sebaik mungkin dalam menggambarkan responrespon yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai tujuan. Kita semua tahu bahwa pada akhirnya, keduanya ‘saling menikah satu dengan yang lain’. Para petugas/celebrant hanya menerima janji mereka, sebagai utusan Kristen dan sebagai izin yang sah bagi komunitas Australia. Penelitian bersama kami, pengalaman dan yang kami lakukan terus menerus dalam area-area perhubungan ini, artinya bahwa kami mempunyai model/teladan yang jelas dan pasti untuk masa pacaran dan pernikahan. Kami akan menjelaskan ini, mengajarkannya dan memproses respon-respon dari pasangan dalam hubungan dengan model/teladan ini. Namun, kami tidak akan memaksakan diri kami kepada mereka, dan kami dengan sangat merekomendasikan yang lain supaya yang lain menahan diri juga dari hal memaksakan ini. Kami tidak akan menentukan, atau juga menentang, 2
Membentuk Kembali Budaya Kita
terhadap hubungan pasangan ini. Adalah bagian dari kewajiban kami untuk memastikan bahwa mereka dewasa dalam membuat pilihan yang bertanggung jawab dari mereka sendiri, dan bahwa mereka tidak punya loyalitas kepada peneguhan dari yang lain, tidak juga reaksi terhadap opini dari yang lain. Mereka harus bebas, dan mereka harus tahu apa tanggung jawab yang seharusnya dari kebebasan ini. Mereka harus tahu mengapa mereka tahu apa yang mereka tahu. Inilah tujuannya. Laki-laki harus terlepas dari kedua-duanya, loyalitas dan reaksi yang diwarisi dalam
latar
belakang
mereka,
demikian
juga
dari
kecenderungan/kecondongan dalam laki-laki, yang muncul dari kejatuhan, di mana mereka mendasari kesuksesan atas perasaan, dalam arti kebutuhan yang terpenuhi, dan pada perhubungan yang menggairahkan dari laki-laki dan perempuan. (Alkitab menyebut ini ‘jerat dan jala’ – menunjuk bukan hanya kepada dinamika godaan, tapi juga kepada ‘terbawa’ dorongan yang adalah bagian dari ‘Eros’) Perempuan harus dilepaskan dari semua perasaan bahwa orang tua, para penatua atau calon suami, akan ‘membuat itu terjadi’, seolaholah mereka tidak perlu berdiri dalam identitas dan pertanggungjawaban.
Menyatu – mengenakan kuk – mengikat Poin khusus ini di mana pasangan mengekspresikan keyakinan kepada pernikahan, khususnya dengan petugas/celebrant atau penatua, adalah saat yang cukup menentukan, dan kami meresponi dengan sesuai. Mengapa seperti demikian? Karena mereka bergerak kepada tahap menjadi ‘disatukan’ – mengingat Kitab Suci tentang mereka yang Allah ‘telah persatukan’ (Mat 19:6). Kitab Suci ini juga menunjuk kepada ‘mengenakan kuk’ di mana kuk dapat menjadi sama/seimbang atau tidak sama/seimbang (2 Kor 6:14: unequally yoked together,-NKJV, pasangan yang tidak seimbang-Alkitab Bah. 3
Membentuk Kembali Budaya Kita
Ind). Kita tahu bahwa ini adalah hal yang penting dalam pernikahan. Sesungguhnya, sekalipun menyatakan orang Kristen dapat mengenakan kuk secara tidak sama/seimbang, dalam persekutuan bisnis demikian juga dalam pernikahan – bukan dalam arti bahwa yang satu orang yang tidak percaya, tapi dalam arti bahwa ekspresi iman-identitas dapat sering menjadi berpasangan secara tidak sama/seimbang . Maka tujuan dari masa pacaran, adalah untuk melihat bahwa kita tidak mengenakan kuk secara tidak sama/seimbang – bukan berarti kita harus memilih pasangan yang berbeda, tapi dalam arti bahwa mengikat yang sebagaimana mestinya harus dikerjakan. Kami tidak dapat dan tidak akan melarang orang untuk menikah. Namun, tidak semua yang mengenakan kuk dapat menjadi bangunan yang sebaik mungkin, memberikan beragam respon manusia dan latar belakang, dll. Sesuai dengan itu, upacara pernikahan yang dipilih petugas/celebrant untuk acara pernikahan juga harus berbeda-beda menurut iman dari individu. Kadang-kadang ada situasi-stuasi di mana kami tidak setuju untuk memimpin upacara pernikahan, sekalipun kami tidak melarang atau menyalahkan pasangan yang bermaksud. Maka dalam persiapan pernikahan, kami menyebut tahap kritis menuju pertunangan: ‘tahap mengikat’, karena inilah tahap di mana keduanya disatukan atau mengenakan kuk. Ini adalah tahap penting di mana seluruh dasar, budaya dan ‘tanah’ (bandingkan dengan ‘tanah kudus’) dari yang bermaksud menikah didefinisikan/ditetapkan dan ditegakkan/dibangun. Fondasi untuk apa yang ‘ALLAH telah persatukan’ (Mat 19:6) terletak pada ‘menyatu’ ini atau periode mengikat.
Kekerasan hati – masalah mengubah yang menjadi dasar kemudian
4
Membentuk Kembali Budaya Kita
Ketika cara yang sebagaimana mestinya untuk disatukan tidak dimengerti dan dinegosiasikan dengan sebagaimana mestinya, celah pemisah yang mendasar dalam pengembangan identitas dan kapasitas hubungan, dan sikapsikap dan harapan-harapan yang tidak berproses, dapat menjadi seperti ada penyatuan yang berbeda, dan ‘chemistry’ dasar dari kesatuan menjadi cacat. Bahkan lebih serius lagi, sifat dari perjanjian pernikahan seperti itu, yang memerlukan mujizat (melibatkan ‘kematian’ dan kehidupan kebangkitan) untuk perhubungan akan dinegosiasikan kembali kemudian nanti. Inilah mengapa Yesus mendiskusikan kekerasan hati (tidak berubah) dan perceraian dalam Mat 19. Orang Farisi [berkata] ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’ Jawab Yesus … ‘keduanya itu menjadi satu daging…. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia … cerai [ada] karena ketegaran (kekerasan-NKJV) hatimu’ … Murid-murid berkata kepada-Nya: ‘jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’ (Mat 19:3-10). Seruan para murid, ‘lebih baik jangan kawin’, menyimpulkan dengan baik akhir yang kita semua dapat capai jika itu bukan untuk penyatuan rohani dari suami dan istri dalam satu roh. Para murid menyadari, sebagaimana kita, bahwa tanpa penyatuan yang sesungguhnya dari Allah, kekerasan hati kita adalah sedemikian rupa sehingga kita akan lebih baik jika tidak menikah. Berbicara secara manusia, jika Allah tidak menyatukan kita, kita tidak dapat berhasil. Pada prinsipnya adalah ini. Gambar yang kita ‘namai’ (lihat bagian 2 di bawah poin nomor 6) dan cara dari berhubungan yang kita setujui dalam proses penyatuan kita, menjadi prinsip perjanjian yang kita buat. Jadi kita perlu untuk fokus lebih spesifik dengan apa yang kita maksudkan dengan ‘mengikat’, dan menunjukkan mengapa tahap ini tidak dapat menjadi
5
Membentuk Kembali Budaya Kita
sembarangan/sembrono dan mengapa itu meminta perhatian dengan sangat dari semua yang terlibat.
Dari pernyataan kepada mengikat kepada pertunangan Telah menjadi pendekatan kami selama bertahun-tahun bahwa proses yang normal dari pasangan masa pacaran melewati apa yang kami sebut tahap ‘proposisi/pernyataan’, kepada tahap mengikat. Ini akan menuju kepada pertunangan dan pernikahan. Pada tahap proposisi/pernyataan, pasangan mempertimbangkan, dalam hal sederhana, apakah mereka mempunyai ‘proposisi/pernyataan’ atau tidak – apakah fondasi ada untuk pertemanan yang penting dalam Kristus, dan kelangsungan hubungan dapat diteruskan sampai pada pernikahan. Poin-poin yang perlu di cek pada tahap pernyataan ini termasuk: •
fondasi identitas dan kedewasaan;
•
komitmen Kristen yang umum dan sasaran-sasaran/cita-cita/gol;
•
kapasitas berhubungan dan integritas;
•
pengertian akan kasih sayang, persahabatan, eros, ‘agape’ dan romantis yang sesungguhnya (yaitu kelayakan dan penghargaan dari yang ‘lain’, dll. Lihat lampiran Satu)
Tanda-tanda dari tahap ini adalah pasangan saling menguji satu dengan yang lain, mereka menguji proposisi/pernyataan, dan mereka belajar tentang diri mereka sendiri dalam hal perhubungan. Tanda kunci adalah mereka masih secara fundamental belum memutuskan tentang kepastian masa depan. Setelah tahap ini memimpin kepada satu atau lebih lamaran pernikahan, dan setelah lamaran ini (atau ‘proposisi/pernyataan’) muncul menjadi bersama satu sama lain, pasangan mulai ‘terikat’ atau menjadi ‘disatukan’ dalam arti mereka seharusnya memulai suatu proses yang menuju pada penyatuan Allah 6
Membentuk Kembali Budaya Kita
menyatukan mereka dalam suatu perjanjian pernikahan yang tidak dapat dihancurkan.
Alternatif tradisi Dengan cara membandingkan format ‘pernyataan-mengikat’ ini, kita tahu bahwa secara tradisi, pacaran sering terjadi cukup berbeda. Banyak yang berproses melalui masa pacaran yang romantis kepada tahap ‘akankah kita, tidak akankah kita?’, dan ketika kepastian memimpin kepada ‘lamaran’, pasangan berencana dan berproses kepada pernikahan. Romantis-lamaranpernikahan. Pendekatan ini memimpin kepada kesalahan penyatuan yang sebagaimana mestinya (‘apa yang telah dipersatukan ALLAH …’), karena pernikahan berdasarkan pada optimisme romantis yang ditambahkan dengan beberapa hal yang berbau agama. Pernikahan seperti ini tidaklah ditemukan pada dinamika mengikat yang seharusnya akan membangun kesatuan pada ‘tanah kudus’ dari perjanjian sejak permulaan. Secara tradisi, ada perbedaan sangat kecil antara pernikahan masyarakat pada umumnya dengan pernikahan Kristen – kecuali pada pernikahan Kristen, keduanya menyatakan Kristen. Dengan demikian, kami telah mencari untuk mendefinisikan model yang unik dari ‘pengudusan dan penghormatan’ yang seharusnya menjadi tipe pernikahan Kristen.
Ke mana hubungan ini diserahkan? Telah menjadi observasi kami bahwa hubungan biasanya bergerak minimal 1 tahun dalam tahap ‘proposisi/pernyataan’. Kemudian ada titik yang menentukan dalam hubungan ketika pasangan percaya mereka mempunyai proposisi/pernyataan ‘kelangsungan hubungan untuk dapat diteruskan’. Ini adalah satu dari titik di mana pasangan akan mencari masukan 7
Membentuk Kembali Budaya Kita
pastoral/penggembalaan. Buku ini ada di tangan anda karena pasangan percaya mereka telah mencapai titik itu di mana mereka siap untuk ‘terikat’ dengan pandangan kepada bertunangan dan pernikahan. Inilah titik di mana adalah penting untuk menguji realita ini, dan jika siapapun merasa hubungan ini belum siap untuk diproses, maka ini adalah saatnya untuk berbicara. Jika waktu untuk mengikat telah tiba, maka penting bagi pasangan untuk berdiri dalam komitmen yang bebas dan penuh untuk diuji sepenuhnya dan dibentuk
sebagai
pasangan
dalam
hubungan
langsung
dengan
petugas/celebrant atau penatua. Yang lain mempunyai peran, tapi harus tahu bagaimana
memberi
mereka
kebebasan
untuk
menjalankan
proses
pertanggungjawaban. Sesungguhnya, orang Kristen yang telah ditebus dari kejatuhan dan budaya yang lazim/familiar, harus menerima bahwa beberapa aspek dari masukan keluarga yang sudah ditanamkan pada perhubungan harus tidak dilakukan. Seperti yang anda lihat pada penjelasan di atas, ketertarikan utama kami adalah dalam mengikat yang seharusnya yang menegakkan pernikahan Kristen yang sehat. Yang lain, termasuk anda sendiri, telah terlibat dalam tahap ‘pernyataan’. Peran kita haruslah memeriksa apakah pasangan sudah mengerti perbedaan-perbedaan di atas, dan apakah mereka telah mengerjakan tahap
kelangsungan
‘proposisi/pernyataan’
hubungan
untuk
dapat
diteruskan.
Kerangka waktu Dalam pengalaman kami, pasangan yang mulai menjalankan mengikat membutuhkan periode rata-rata 6-9 bulan menuju kepada pertunangan – dengan 3 bulan awal menjadi tahap kritis untuk menguji dan memproses. (ada banyak variabel yang tidak akan didiskusikan di sini).
8
Membentuk Kembali Budaya Kita
Kami telah mengobservasi bahwa menjalankan mengikat biasanya bergerak melalui 3 tahap sebelum tiba pada istirahat/rest dalam budaya yang dihasilkan, dan pertunangan dengan jelas/nyata diputuskan. (3 tahap ini – mengikat awal, pertengahan, dan mengikat dewasa – diuraikan dalam buklet pendamping). Kami telah merekomendasikan bahwa pertunangan seharusnya pendek (antara 3-6 bulan). Dengan cara ini, memungkinkan bagi kita semua untuk mengantisipasi (tanpa mengosongkan sebelumnya proses yang seharusnya) kemajuan apa yang mungkin terjadi dalam hubungan yang seharusnya. Ini menghilangkan misteri (tanpa menghilangkan hak istimewa dari pasangan) dan menambahkan elemen-elemen kedewasaan dan maksudmaksud yang bertanggung jawab dan interaksi yang penting pada proses mengikat. Sangat sederhana, ketika pasangan percaya mereka mempunyai pernyataan yang dapat diteruskan, mereka dapat menyingkirkan ketidakpastian ‘akankah kita, tidak akankah kita?’, dan memberi diri mereka sendiri kepada proses mengikat yang penting – di mana pada gilirannya adalah satu-satunya ujian yang sesungguhnya dari hubungan adalah dihadapan Tuhan. Sebagai ilustrasi dari keberhasilan pendekatan ini, telah secara khusus membantu di mana pasangan hidup antar negara bagian. Pada kasus ini, komitmen untuk menjadi ‘penyatuan’ yang sebagaimana mestinya telah menjadi dasar untuk yang satu berpindah antar negara bagian, hidup secara lokal, dan kemudian berproses dengan proses mengikat budaya yang sebagaimana mestinya (daripada menunda untuk berpindah sampai setelah menikah).
Petugas/celebrant? Supervisor yang lain? Telah menjadi praktek kami bahwa supervisor utama dari hubungan masa pacaran ini akan mungkin menjadi petugas/celebrant. Ini bukan berarti 9
Membentuk Kembali Budaya Kita
bahwa petugas/celebrant, sebagai supervisor utama, akan berkontribusi semua masukan pada hubungan itu. Dengan jelas, ada bermacam-macam tingkatan masukan: orang tua, pemimpin house group, petugas/celebrant atau penatua, penatua pengajar yang lain. 1. Pasangan perlu untuk berhubungan dengan pengawas utama yang juga bisa menjadi petugas untuk acara pernikahan mereka. Petugas/celebrant seharusnya mengikuti proses yang ada dengan kapasitas sebagai pengawas. 2. Setidaknya satu penatua yang lain seharusnya berpartisipasi dalam peran ‘mengajar’. 3. Masukan orang tua tetap penting seperti sebelumnya, dan didiskusikan detailnya lebih lanjut di bawah. 4. Pemimpin house group dan penatua lokal (group wilayah) sudah menjadi bagian penting dari struktur perhubungan dari masing-masing orang dewasa yang pacaran. Pada kebanyakan situasi, ini berarti setidaknya ada empat bagian yang berkepentingan – dua dari penatua full-time (yang satu sebagai petugas/celebrant atau penatua), dan dua pemimpin house group (atau penatua lokal). Catatan penting! Kita harus mengingat di sini bahwa orang dewasa yang pacaran tidak mempunyai waktu untuk bersekutu dan berkomunikasi pada level yang sama dengan semua yang berkepentingan – faktor yang bisa membawa pada kesalahpahaman. Bagian dari tujuan kami di sini adalah untuk melihat bahwa ‘semua dasar-dasar tercakup’. Semua kita seharusnya berhubungan dengan bebas dan bertanggung jawab dalam hal itu. Di sisi lain, kita harus mendorong dan membebaskan pasangan kepada prioritas interaksi dengan petugas/celebrant atau penatua. Tidak seorangpun merasa ‘ditinggalkan’, karena kita tidak dapat mengharapkan pasangan untuk berproses dalam hubungan 10
Membentuk Kembali Budaya Kita
mereka secara sama/seimbang dengan semua bagian yang berkepentingan. Program masa pacaran yang disusun dengan baik dapat mencegah duplikasi dan juga mencegah kelalaian – khususnya pada akhirnya.
Peranan petugas/celebrant (supervisor utama) Peran ini sangat jelas yaitu yang mengambil tanggung jawab untuk menguji realita dan integritas dari hubungan, seperti yang digambarkan di atas. Dalam peran ini, dia bisa saja kurang sering, tapi lebih strategis, berhubungan dengan pasangan. Tanggung jawabnya adalah untuk melihat semua yang berkepentingan – orang tua, pemimpin lokal dll – telah berpartisipasi secara efektif dan cukup dalam proses. Tugasnya juga adalah untuk melihat perkembangan tidak terlalu berdiam atau tergesa-gesa, dengan hasil dari kerangka waktu yang diadopsi seharusnya memberi perkembangan terbaik dan berkat bagi hubungan.
Peran penatua pengajar Penatua pengajar mempunyai peran yang efektif dalam mengerjakan isinya dalam bentuk yang lebih berhati-hati dan sistematis. Interaksi ini seharusnya melibatkan pekerjaan ‘tugas-tugas’ dengan arahan yang perlu diberikan sehingga waktu itu dicurahkan untuk mencapai pengertian sebaik hasil yang bermanfaat.
Peran orang tua Orang tua menyediakan dasar dari pertemuan budaya, karena mengikat yang sesungguhnya melibatkan pengertian bahwa keseluruhan susunan dan budaya dari masing-masing individu dalam hubungan dengan yang lain.
11
Membentuk Kembali Budaya Kita
(Secara praktek, inilah mengapa rumah-rumah harus menjadi dasar untuk pertemuan dan masa pacaran). Proses Alkitabiah memberi orang muda (‘Siap yang memberikan perempuan ini?) dan memungkinkan ‘meninggalkan dan penyatuan’ yang sesungguhnya, berarti bahwa orang muda harus secara aktif terlibat dalam pengertian secara sadar akan budaya dari yang lain, sementara mereka bergerak pada keputusan kekepalaan untuk membentuk unit yang baru ‘dalam gambar/image’ sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian mereka dapat meneruskan proses ditebus dari semua tradisi-tradisi kejatuhan (1 Pet 1:18) dalam jalan menuju kepada memenuhi kehendak Allah yang tertinggi akan kesatuan yang baru. (Ini tidak berarti bahwa semua latar belakang keluarga semuanya adalah kejatuhan). Untuk penyatuan (atau ‘mengikat’, dengan pandangan untuk ‘disatukan’ oleh Allah) yang sebagaimana seharusnya membutuhkan suatu pengertian akan ‘yang lain’ dalam latar belakang budayanya (laki-laki/perempuan). Langkah berikut adalah laki-laki harus ‘menamai’ atau mendefinisikan tanah kudus dan gambar/image dari hubungan yang baru, di bawah kekepalaan Kristus, ke mana perempuan harus berkomitmen sebagai penolong. (Bagian ROC Vol 2). Dalam hal yang berhubungan dengan, dan menyamakan baptisan, laki-laki akan diharuskan untuk didefinisikan/ditetapkan kembali dalam keberadaan perhubungannya dalam hubungan dengan perempuan khusus ini. Perempuan akan didefinisikan/ditetapkan
kembali
dalam
keberadaan
perhubungannya
terhadap laki-laki ini – karena dia harus menjadi ‘dari laki-laki’, dan laki-laki menjadi ‘melalui perempuan’ berdasarkan interpretasi kerasulan Paulus akan order penciptaan. Orang tua yang sudah mengadopsi sikap yang benar dari proses dalam Kristus (yang berbeda dengan pemikiran ‘posisi’ sebelumnya) hanyalah terlalu menginginkan untuk mengakui bahwa faktor ‘penebusan’ dalam keselamatan 12
Membentuk Kembali Budaya Kita
kita yang penting ini adalah untuk diaplikasikan kepada tradisi yang familiar/lazim dan gaya hidup keluarga (1 Pet 1:18). Orang tua Kristen seharusnya menolong mengenai penebusan ini, dan tidak membingungkan proses bagi orang muda dengan mempertahankan, memaksakan, mengontrol atau bereaksi ketika orang muda mengerjakan jalan mereka kepada kehendak Allah untuk unit yang baru. Rumah orang beriman akan memberikan kesempatan bagi kecenderungan budaya (yang positif juga yang kejatuhan) untuk secara terbuka di identifikasi. Kurangnya keterbukaan ini akan berarti bahwa banyak kebudayaan yang akan terus tidak ditebus – inilah mengapa begitu banyak pernikahan di antara orang Kristen tidak dapat berubah menjadi pernikahan Kristen).
Rumah sebagai pusat Dalam prakteknya, ini berarti bahwa dalam tingkat pertama dari mengikat, laki-laki perlu untuk ‘bertemu’ dan memulai untuk menyatu dengan perempuan dalam konteks keluarganya (perempuan). Dalam tahap awal mengikat ini, ada kecenderungan untuk menjadi prioritas terhadap keduanya bertemu dalam rumah atau pada latar belakang budaya dari perempuan muda. Pada tahap kedua dari mengikat, ketika laki-laki ‘mendekati perempuan’, perempuan meresponi dengan ‘mendekat kepada laki-laki’, dan dibutuhkan bagi perempuan untuk meresponi kepada laki-laki dalam konteks keluarganya (laki-laki) dan latar belakang budayanya. Pada tahap inilah laki-laki muda memberikan perhatian kepada perkembangan dari ekspresi kekepalaan secara spesifik terhadap perempuan, dan perempuan sekarang memberikan perhatian pada meresponi kekepalaan yang diekspresikan ini. Perempuan diharuskan untuk ‘menggunakan identitas’ terhadap laki-laki, bukan menaruh dia pada pencobaan, tapi menguji dan mengembangkan 13
Membentuk Kembali Budaya Kita
kapasitasnya untuk mengekspresikan iman Kristen dalam arahan yang mulai diatur oleh laki-laki. Jika laki-laki gagal untuk mengatur arahan kekepalaan yang sebagaimana mestinya, mengikat akan menjadi sepenuhnya berdasarkan pengalaman dan tidak termasuk suatu jenis budaya tertentu. Dia harus mengatur konteks untuk jalan ke depan, untuk kemudian perempuan dapat meresponi dengan kejelasan, komitmen dan kepastian yang meningkat. Dalam tahap ketiga dari mengikat, keduanya sekarang harus secara aktif ‘mengatur kebudayaan mereka sendiri’ dalam arti telah bergerak dengan kedewasaan dan pertanggungjawaban dari rumah-rumah mereka sendiri, mereka harus mendefinisikan dan menegakkan budaya yang benar-benar Kristen, dan yang adalah kehendak Allah bagi mereka.
Gambaran program 1.
Sebagai petugas/celebrant yang diberi tanggung jawab, kami akan mengerjakan check-list di mana saya percaya pasangan menuju dalam perkembangan, dan menganjurkan mereka kepada isi yang perlu untuk diproses dan langkah-langkah yang sangat penting untuk dikerjakan.
2. Petugas/celebrant juga penatua pengajar yang lain diharapkan untuk mewawancarai pasangan paling tidak sekali sebulan, atau sebagaimana yang dibutuhkan; (yaitu secara keseluruhan sekali 2 minggu). Seperti yang sudah dijelaskan, satu dari penatua akan mengambil pendekatan berdasarkan ‘isi’, untuk melihat bahwa isi sudah tercakup secara sistematis. Dalam tahap mengikat dewasa, isi dari diskusi akan diambil dari ibadah pernikahan itu sendiri, karena ibadah merefleksikan komitmen yang akan dilakukan. 3. Orang tua pasangan diharapkan untuk menjadi penghubung pasangan kepada tingkat yang cukup untuk mencapai tujuan yang dijelaskan di atas. 14
Membentuk Kembali Budaya Kita
4. Sebelum pertunangan, dan kemudian selama pertunangan, komponen konseling ‘profesional’ akan diberikan, dengan tujuan membicarakan suratsurat, keuangan, sosial, mengenai berlibur, kesehatan dan aspek-aspek seksual dari persiapan pernikahan. Aspek-aspek ‘pribadi’ dari persiapan ini tentu saja akan diarahkan kembali kepada orang tua, sebagaimana juga kepada keibuan atau kebapaan dalam gereja sebagaimana yang digunakan. Material yang bermanfaat telah dipersiapkan pada persiapan seksual bagi pernikahan (karena teks terbitannya bermacam-macam dalam pendekatan), dan material ini akan mengarahkan dewasa muda kepada pasal-pasal dan kutipan-kutipan yang bermanfaat.
Kesimpulan Dalam kesimpulan, isi dari buku kedua perlu dipelajari baik-baik, karena formulir-formulir ini dasar untuk dialog-dialog kita selama tahap mengikat. Kami menunggu kelanjutan pengerjaan ini, dan menganggap sebagai suatu kehormatan untuk terlibat dengan mereka yang disatukan Allah dalam tujuan kemuliaan-Nya.
15
Membentuk Kembali Budaya Kita
Bagian Dua Pengenalan kepada Masa Pacaran Gambaran dari isi pengajaran ini akan secara sederhana memperkenalkan persyaratan dan parameter diskusi kita. Mencerna ringkasan ini akan membantu untuk memfasilitasi diskusi bersama kita nanti. Fokus utama kami akan pada perihal identitas dan perhubungan yang dibangun sebagai bagian dari keputraan dalam Kristus. Banyak dari diskusi awal kita akan berpusat pada injil itu sendiri, karena kita perlu untuk mengerti injil dalam hal identitas – ‘perkataan/firman tentang kamu’, sebagaimana kami menyebutnya.
MEMAHAMI KASIH Tinggalkan injil dan perihal identitas-keputraan sebentar, kita akan memulai pada pokok pembahasan mengenai kasih, karena pokok pembahasan dari masa pacaran dan pernikahan dibayang-bayangi oleh pertanyaan klasik: ‘apa itu kasih?’ Bagaimana kita mengasihi dengan sebagaimana mestinya? Apa model untuk kasih dan pernikahan?
‘Empat Macam Kasih’ (CS Lewis) – Lihat lampiran CS Lewis memberi kontribusi pada pertanyaan epic ini dalam bukunya, ‘Empat Macam Kasih’ di mana dia menarik perhatian kepada poin sederhana: tidak semua kasih adalah jenis kasih yang sama. ‘Seperti bukanlah sama,’ dia menekankan. Karena kasih kita berprilaku ‘seperti’ Allah, itu bukan berarti kasih yang sama seperti di dalam Allah. (lihat lampiran: ‘Empat Macam Kasih’ – ringkasan singkat.)
16
Membentuk Kembali Budaya Kita
Sangat sederhana, garis besar yang dibuat Lewis adalah sebagai berikut. Kasih (dalam arti kasih sayang, Bah. Yunani sporge) dapat untuk anjing atau negara seseorang, demikian juga untuk teman yang sudah sedemikian lama dikenal. Kasih (persahabatan, Bah. Yunani philia) memiliki dasar dalam pertemanan atau berbagi kesukaan: (‘Oh, kamu juga!’). Kasih (romantis, Bah. Yunani eros) adalah pengejaran yang spesifik akan misteri komunitas yang ditemukan dalam pernikahan (‘kasih’ ini termasuk apa yang disebut Lewis ‘Venus’, menunjuk kepada perwujudan seksual). Kasih (kemurahan hati yang sesungguhnya, Bah, Yunani agape) adalah kualitas kasih tidak mementingkan diri sendiri dari Allah yang melebihi kebutuhan atau pilihan. Sebagai pendahuluan dari bahan diskusinya, Lewis menyebut tiga yang pertama: kasih ‘manusiawi’. Dia juga membagi antara ‘kebutuhan-kasih’ dan ‘pemberian/karunia-kasih’, dengan tujuan untuk menggarisbawahi panggilan kita untuk menemukan pemberian dari kasih Allah dicurahkan dengan luas ke dalam hati kita – sesuatu yang melampaui kebutuhan kita untuk mengasihi dan dikasihi.
Pernyataan Perjanjian Baru mengenai kasih Poin pertama untuk dicatat adalah kita harus mencari di bawah argumen tentang jenis ‘kasih’ apa, kepada permasalahan keberadaan. Mengapa ini? Karena Allah adalah kasih. Kasih bukanlah sesuatu yang Dia punyai; kasih adalah apa adanya Allah. Kasih menggambarkan keberadaan-Nya, bukan atribut-Nya. Inilah poin di atas semua poin, dan yang telah menerima sedikit perhatian dalam sistem theologia.1
1
Pada kenyataannya, seperti yang kita ketahui, adalah ‘kebaikan’ – faktanya bahwa Allah adalah ‘baik’ – yang telah dinyatakan sebagai fondasi penting; dan karena Allah itu baik, Dia kemudian memanifestasikan kebajikan seperti panjang sabar dan kasih dll. Tidaklah sulit untuk melihat bahwa prinsip ini bahwa Allah adalah baik dan bukan jahat, adalah hasil langsung dari penilaian moral yang datang dari pohon
17
Membentuk Kembali Budaya Kita
Kapasitas untuk kasih adalah setaraf dengan kapasitas untuk identitas. Ini adalah prinsip utama kita. Sesuai dengan itu, berbicara mengenai kasih, kita harus mendiskusikan ‘keberadaan’ bukan perasaan; (tanpa menyarankan bahwa kita tidak punya perasaan). Inilah mengapa kasih diwujudkan dalam pasal terkenal, 1 Kor 13. ‘Kasih itu sabar; kasih itu murah hati.’ (ayat 4). Kasih dan keberadaan harus berhubungan. Untuk ‘memiliki kasih’ adalah untuk menjadi seseorang, bertumbuh dari anak-anak menjadi manusia dewasa. (13:11). Untuk ‘tidak memiliki kasih’ adalah untuk menjadi ‘tidak ada apa-apa’ dan bukan siapa-siapa. (13:2). Jika kita tidak menghubungkan kasih dan keberadaan, fokusnya hanya kepada bagaimana manusia berprilaku, bukan kepada gambar/image dari siapa adanya manusia dalam hubungan dengan Allah. Poin kedua adalah jika Allah adalah kasih, dan kita dilahirkan dari Allah, kita lahir untuk mengasihi. Allah, kasih dan kelahiran kita yang ‘dari Allah’ harus selalu dihubungkan dalam pengertian kita akan injil,. ‘Saudara-saudaraku yang kekasih… sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.’ (1 Yoh 4:7 AV). Dalam perkataan, ‘setiap orang yang mengasihi, lahir ….’ kita mempunyai satu pernyataan yang jelas yang menunjukkan bahwa keberadaan Allah adalah kasih. Dan mereka yang berbagi ‘keberadaan’ ini melalui lahir sebagai anak, berbagi substansi keberadaan yang sama ini.
Pendekatan kita kepada ‘kasih’ Maka dalam hal mendiskusikan ‘kasih’, kita mengetahui bahwa berbicara manusiawi, kualitas ‘kasih sayang’, persahabatan, dan kasih romantis (eros) adalah semua komponen yang dimengerti sebagai ‘kasih’. Atas refleksi pengetahuan yang baik dan jahat. Dan sesuai dengan itu, muncul seluruh sistem theologi yang pertamatama menggarisbawahi perantara moral manusia, kemudian dihubungkan dengan ‘gambar/image Allah’, dan berikut dengan sifat Allah.
18
Membentuk Kembali Budaya Kita
(sebagaimana dalam buku Lewis), kita mengerti bahwa dimensi ini, tanpa perlindungan dari kapasitas pertumbuhan untuk ‘agape’ (kasih Allah sebagai identitas) dapat memotivasi respon positif sekuat yang dapat dilakukan respon negatif, dikarenakan oleh pembawaan mereka yang bertentangan. Kasih sayang (atau kasih) akan negara seseorang dapat menjadi maksud dari pembunuhan, demikian juga persahabatan menjadi munculnya kepahitan, dan eros menjadi pemberontakan yang jahat melawan setiap tuntutan dari Allah dan manusia. ‘Orang yang sedang jatuh cinta tidak dapat diminta supaya jangan mengerjakan sesuatu oleh kebaikan, dan oposisi membuat mereka merasa seperti martir.’2 Kita mengerti bahwa hanya agape, melalui pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan yang diserahkan/diberikan, dapat menegakkan pernikahan pada tanah kudus. Tetapi, kita tidak menikah dengan alasan ‘agape’, sebagaimana juga kita tidak menikah hanya karena kasih sayang, persahabatan atau romantis. Adalah bentuk positif dari masing-masing, dijaga/dilindungi oleh agape dari warisan titik jatuh masing-masing, itulah yang terbaik untuk menggambarkan jalan kepada pernikahan. Ketika kasih Allah dikembangkan sebagai identitas spesifik ‘gambar/image’, adalah kualitas, yang memberi sifat semua yang lain, yang menumbuhkan rasa menghargai (keberhargaan) yang membungkus dirinya sendiri dalam kasih sayang sebagaimana mestinya, persahabatan, dan Eros. Penghargaan yang sesungguhnya akan yang lain menggambarkan dengan baik pertumbuhan yang dapat diukur dari kapasitas sejati untuk pernikahan. Untuk alasan ini, kasih sayang, pertama-tama daripada persahabatan atau eros, memberikan ukuran yang dapat dipercaya dari pertemuan ‘identitas kepada identitas’.
2
19
Membentuk Kembali Budaya Kita
Ulasan mengenai kasih sayang Berbicara manusiawi, kasih sayang adalah yang paling luas dan mencakup ‘kasih’3. Sementara persahabatan dipilih dan kemudian dibangun, eros dipertinggi oleh pengejaran akan kecantikan dan misteri dari yang lain, dan agape adalah ‘dicurahkan dengan luas’ melalui hidup yang diserahkan. Kasih sayang kemudian, lebih sederhana mengindikasikan dan mengukur ‘pengaruh’ yang murni dari yang lain. Itulah pada akhirnya ‘seperti-allah’ dan dimensi berhala, dan adalah indikator terbaik akan fakta dari ‘pertemuan’ kita, ke mana kita menambahkan dimensi komitmen dari kasih. Kasih sayang adalah penghargaan khusus untuk keunikan dari individu itu, dan komitmen kepada yang satu ini dinyatakan dalam kebaikan, kepedulian, koinonia. Dalam dimensi manusiawi akan pilihan dan tanggung jawab, ikatan dengan individu yang satu adalah unik, dan cukup kuat untuk berlangsung seumur hidup. Dalam perhubungan manusia yang murni di mana bisa saja tidak ada kapasitas untuk ‘agape’, kasih sayang adalah ukuran terbaik dari menghargai, ‘keberhargaan’, pertemuan dan komunitas, dari dua individu. Sementara ukuran yang lain dan aspek dari kasih (seperti persahabatan, eros, dan mengorbankan diri sendiri) cenderung lebih kepada ukuran seperti allah, kasih sayang sangat cenderung kepada sisi duniawi dari respon yang satu kepada yang lain, sebab itu hal tersebut dinilai sebagai indikator.
PENGERTIAN ‘GAMBAR/IMAGE’ Analisa kasih, bersama dengan fakta yang jelas/nyata bahwa itu bisa menjadi manusiawi atau seperti-allah, telah mengaburkan perihal ‘keberadaan’ ini, seperti yang sudah kami katakan. Itu juga telah mengaburkan definisi dari 3
Walaupun, seperti yang dikatakan Lewis, kasih sayang hanya menyerupai kasih, dan bukanlah ‘kasih’. Hal 38. Lihat lampiran.
20
Membentuk Kembali Budaya Kita
‘gambar/image’. ‘Gambar/image dari Allah’, yang dimaksud oleh Allah sejak awal, adalah pertanyaan utama berikut untuk kita pikirkan. Apa gambar/image Allah ini? Pendekatan yang populer telah melihat umat manusia dan bertanya, ‘dalam aspek apa manusia seperti Allah?’ Kesimpulan pertama adalah bahwa itu adalah berdasarkan pilihan moral manusia (pengetahuan batin akan baik dan jahat) bahwa dia seperti Allah; termasuk, kapasitasnya untuk menjadi baik, dan mengasihi. Perbandingan-perbandingan yang lain juga dibuat. Manusia adalah kesatuan dari tiga, Allah adalah kesatuan dari tiga. Karena manusia adalah laki-laki dan perempuan: mungkin Allah juga mempunyai sisi laki-laki dan sisi perempuan? Ada dua poin yang jelas untuk memulai. Gambar Allah, ditentukan untuk manusia, sebenarnya adalah ‘keputraan’ – dalam dan melalui Kristus, yang adalah Gambar/image. Kedua, keputraan ini adalah laki-laki dan perempuan dalam gambar/image. Kita harus mengerti gambar/image sebagai keputraanlaki-laki dan keputraan perempuan. Ini akan kita gunakan untuk dua bagian berikut.
Kehidupan dari Anak Poin yang hilang adalah bahwa ‘gambar/image Allah’ berhubungan dengan keputraan. Dalam kepribadian dasar, dalam esensi (substansi) dan dalam atribut-atribut, umat manusia telah ditetapkan untuk berpartisipasi dalam Roh dari Anak. Sesuai dengan itu, Kristus kemudian disebut, ‘gambar/image dari Allah’. (2 Kor 4:4; Kol 1:15) Manusia, dalam gambar/image dari Allah, berbagi gambar/image dari keputraan, kehidupan Anak, dan dari gambar/image ini, memperoleh dan berbagi identitas dan komunitas dalam rumah tangga Yahweh, rumah ‘nama’. Identitas dan komunitas; inilah fitur utama dari gambar/image Allah. 21
Membentuk Kembali Budaya Kita
Sangat sederhana, kita dibaharui dan diubahkan kepada gambar/image yang telah hilang, bersama dengan gambar/image lengkap yang kita warisi dalam Kristus. Melalui salib, gambar/image dari manusia baru telah ‘diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan dan sesungguhnya’ (Ef 4:24). Kita ditaruh pada gambar/image dari ‘manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.’ (Kol 3:10). Ada banyak yang harus dipelajari mengenai gambar/image keputraan, dan kita mempelajari itu melalui memeriksa kapasitas Anak untuk iman, penyembahan, persembahan (melayani) dan perhubungan (koinonia).
Motivasi manusia Karena manusia diciptakan untuk berbagi keputraan ‘dalam gambar/image’, entahkah dia tahu atau tidak, motivasinya adalah untuk ‘menjadi’, kasih dan memberi. Seluruh motivasinya adalah kepada mengenal sebagaimana dia sendiri dikenal.
‘karena sekarang kita melihat …… suatu gambaran yang
samar-samar … tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.’ (1 Kor 13:12). Manusia berkeinginan untuk mengenal dirinya sendiri (dalam identitas) dan dikenal (dalam komunitas). Inilah yang dideklarasikan Paulus, mewakili semua manusia, dalam pasal ini. Semua motivasi manusia memiliki dua tujuan ini sebagai titik akhir mereka. Untuk mengenal dan dikenal; untuk menemukan dan ditemukan; untuk mengasihi dan dikasihi, untuk memberi dan menerima pemberian dari yang lain. Inilah motivasi kita terhadap pernikahan sebagai satu ekspresi yang spesifik dari identitas dan komunitas. Ini juga yang memotivasi dan ketiadaan rumah yang memimpin kita kepada tubuh Kristus sebagai ekspresi lebih besar dari identitas dan komunitas. 22
Membentuk Kembali Budaya Kita
Tetapi! Kita tahu sekarang bahwa pada jalan menuju dua tujuan ini, identitas dapat hilang (anda bisa ‘mendapatkan seluruh dunia’ tapi kehilangan ‘jiwa’ anda sendiri, atau diri sendiri) dan komunitas dapat terkorupsi. Jadi, semua dimensi dari kasih, apakah empat atau lebih, semua dapat berubah, dan dapat menyimpang terhadap itu sendiri, bukannya membawa kita pada gambar/image Allah.
Lahir – keberadaan yang dipertanggungjawabkan – kasih – terang Ketika kita lahir dari Allah, kita lahir sebagai orang-orang; kita berdiri untuk bertanggung jawab – bertanggung jawab bagi ekspresi dan identitas kita terhadap komunitas. Kita mengatakan seseorang itu ‘lahir’ ketika dia berdiri dalam pertanggungan jawab penuh untuk dampak perhubungannya. Kita lahir untuk mengasihi. Kita bertanggung jawab untuk mengasihi. Berjalan seperti itu, adalah berada di dalam terang – terang dari individu dan pertanggungan jawab perhubungan. Sebab itu, pertama kita harus ‘menjadi’ jika kita hendak mengerti kasih dalam hal identitas. Tujuan dari semua perihal menjadi orang tua adalah pengembangan keberadaan yang dipertanggungjawabkan – dari individu yang ‘menghitung’. Perihal menjadi orang tua dari ‘keberadaan’ akan membawa pada
kedewasaan
kasih.
Kita
tidak
lagi
berpikir
(Bah.
Yunani
memperhitungkan) sebagai anak-anak, tapi sebagai ‘manusia dewasa’ yang melepaskan hal-hal yang kekanak-kanakan. (1 Kor 13:11). Ini adalah tujuan dari semua perihal menjadi orang tua. Perkataan/firman Allah membangunkan kita (bandingkan dengan ‘terang’) kepada identitas dan pertanggungjawaban berhubungan.
ANAKNYA YANG KEKASIH 23
Membentuk Kembali Budaya Kita
‘IA telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih’ (Kol 1:13). Dalam kerajaan ‘Anak-Nya yang kekasih’, kita adalah anak, lahir dari benih yang sama. ‘Anak-Nya yang kekasih’ mempunyai arti lebih dari ‘yang kekasih’. Kita telah menjadi anggota kerajaan kasih di mana identitas dari keputraan adalah kasih yang bertanggung jawab yang memberi dan percaya. Kita menemukan bahwa keberadaan dari keputraan, sebagaimana dengan Anak, memotivasi iman, penyembahan, persembahan dan koinonia.
Iman –‘orang lain’ Mari kita bicarakan terlebih dahulu mengenai iman. Hasil pertama-tama dari kasih adalah iman. Kedua adalah harapan; (kita akan mempelajari pengharapan pada studi yang lain). Tidak ada cara untuk memahami tindakan iman tanpa teladan dari Anak, Yang hidup, atau penghidupan, adalah hidup dan penghidupan kita; karena ‘namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam [Bah. Yunani di sini ‘dari’, bukan ‘dalam’] Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.’ (Gal 2:20). Hasil dari berbagi dengan keputraan Kristus, adalah bahwa kita berbagi dan hidup oleh ‘iman dari Anak’; (bukan iman ‘dalam’ Anak). Ini adalah revolusi dalam pengertian kita akan iman, karena iman adalah kualitas aktif keputraan. Dalam ayat Kitab Suci diatas, Paulus mengatakan dari Anak yang mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Mengasihi adalah memberikan. Allah begitu mengasihi sehingga Dia memberikan (Yoh 3:16). Hidup saya, hidup keputraan, adalah kasih yaitu memberi. Karena kasih untuk memberi membutuhkan iman. Secara definisi, memberi adalah iman kepada orang lain, 24
Membentuk Kembali Budaya Kita
dan sebaliknya; iman memberi kepada orang lain. Pekerjaan kasih adalah iman. ‘Kasih percaya segala sesuatu’ (hubungkan dengan mempercayai dengan iman) – bukan dalam arti menjadi tuli dan buta, tapi dalam arti kapasitas yang tidak terbatas untuk mempercayai dan diperhitungkan kepada pengharapan. Iman itu dimotivasi oleh kasih, menghilangkan ‘impian khayal/keinginan’ dan kepercayaan statis dari cara kita berpikir tentang iman. Sebagaimana kasih seharusnya berhubungan dalam pikiran kita, dengan identitas, demikian juga seharusnya iman. Kapasitas untuk mempercayai adalah kapasitas untuk menjadi – dan sebaliknya. Iman adalah keseluruhan dari perkataan/firman mengenai perhubungan – iman ada di dalam yang lain, dan terhadap yang lain. Ukuran iman adalah ‘berpusat pada orang lain’. ‘Iman bekerja oleh kasih’ (Gal 5:6) menggambarkan kelahiran identitas dan berdiri, menurut gambaran Yohanes – yang lahir dari kegelapan kepada terang, dari keberadaan yang tidak ada (tanpa pertanggungjawaban)
kepada
terang
dari
keberadaan
yang
dipertanggungjawabkan untuk kasih. Yang satu ini juga diketahui, menurut Yohanes, yaitu semua kegelapan (tanpa kasih) dapat diampuni dan dibersihkan (1 Yoh 1:9).
Penyembahan – ‘orang lain’ Sebagaimana iman, gambar/image keputraan juga memotivasi penyembahan. Anak yang lahir dan berdiri dapat ‘menghargai’ ‘orang lain’. Penyembahan adalah ‘keberhargaan’ – menghargai ‘orang lain’, di atas diri kita sendiri, di dalam gambar/image dari identitas/komunitas mengenai dengan apa kita diterangi, dan ke mana kita ‘dipindahkan’ (Kol 1:13). Penghargaan adalah esensi dari penyembahan. Lewis mendukung pemikiran bahwa penghargaan adalah benang yang melalui semua bentuk kasih. Ketika 25
Membentuk Kembali Budaya Kita
dia berbicara mengenai ‘kebutuhan-kasih’ dan ‘pemberian-kasih’, dia mengindikasi bahwa penghargaan adalah titik temu dari kedua ini, dan adalah aspek yang menyatukan keduanya dan membawa keduanya berjalan bersama selama itu terjaga. Dengan kata lain, penghargaan menjembatani dari kebutuhan menuju pemberian.
Persembahan-ibadah keimamatan kita Roma 12 dibuka dengan pesan bahwa masing-masing kita dinasehatkan untuk mempersembahkan diri kita sendiri sebagai persembahan yang hidup, yang adalah ibadah kita yang layak [keimamatan] kita’. Paulus menasihatkan kamu mengenai ibadah kamu … dan pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak ALLAH; apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (12:2). Perhatikan penekanan pada ‘kamu’ dan ‘mu’. Benih dari perkataan/firman membaharui pikiran kita kepada gambar/image atau pola yang sudah ditentukan. Kelahiran kita membawa kita kepada identitas dan komunitas. Kita bebas untuk menjadi – dan bebas untuk bertanggung jawab untuk menjadi, di dalam dimensi keimamatan Allah – perhubungan rumah Yahweh. Seseorang yang bebas untuk menjadi, adalah yang bebas untuk percaya, mempersembahkan, menyembah, dan bersekutu. Orang yang dapat membedakan/membuktikan ‘kehendak Allah’ yang terletak dalam benih – yang berarti dia dapat berinteraksi secara bertanggung jawab dalam
ibadah
keimamatan,
ketika
‘perkataan/firman’
(‘tentangmu’)
membaharui pikiran. Ini kemudian bagian dari ibadah keimamatan untuk mempersembahkan dan diperhitungkan kepada penentuan yang sudah diberikan, dan kita diubahkan kepada penentuan ini melalui proses memperhitungkan.
26
Membentuk Kembali Budaya Kita
Pilihan untuk menjadi dan menyerahkan nyawa/hidup Mereka yang lahir dari Allah bebas untuk ‘menjadi’, dan bertanggung jawab untuk ‘menjadi’ bebas. Kebebasan ini untuk memimpin kepada kapasitas untuk memilih, kapasitas pilihan bebas. Apa yang masing-masing anak pilih, adalah kehidupan dari Anak, yang mempunyai kuasa untuk memberikan nyawa dan menerima kembali. Inilah kunci kepada aliran hidup zoe Bapa, kehidupan kekepalaan-Nya, dan kasih-Nya yang memberi. Karena Kristus berkata, ‘Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali’ (Yoh 10:17) Kemudian kita bukan pertama-tama mengajarkan yang lain (misalnya pasangan yang berpacaran) bagaimana ‘mengasihi’. Pertama-tama kita mempromosikan identitas dan komunitas – pengetahuan/mengenal diri sendiri dan menghargai orang lain. Dimensi keputraan dikendalikan oleh kasih adalah iman, penyembahan, persembahan dan koinonia. Ketika ini dikembangkan, mereka meniadakan pemenjaraan hal-hal dari diri sendiri, bersama dengan ketakutan, reaksi, penghukuman, dan semua penyiksaan dari ‘diri sendiri’ dikeluarkan kepada penghakiman Allah dan orang lain. Mari kita menghubungkan pembahasan ini dengan empat macam kasihnya Lewis. Jika kasih adalah identitas yang lahir dari Allah, identitas keputraan ini akan mengendalikan pengembangan kasih sayang yang baik, persahabatan yang setia (sampai kematian) dan eros yang dikuduskan. Kasih ini tidak akan memperhitungkan yang jahat (13:5; Bah. Yunani adalah kata untuk memperhitungkan) dan bertumbuh dari diperhitungkan sebagai anak-anak, kepada diperhitungkan sebagai orang dewasa. Iman-keputraan mempercayai dan diperhitungkan terhadap pengharapan akan ‘mengenal dan dikenal’ (identitas dan komunitas). Keberhargaan menjadi benang pemersatu antara 27
Membentuk Kembali Budaya Kita
macam-macam dimensi interaksi dan perasaan yang sama. Persembahan adalah dimensi keimaman dari memberikan diri saya sendiri; ‘diri sendiri’ adalah identitas yang dipersembahkan. Perhubungan dan persekutuan adalah hasil dari pemberian keimaman ini.
Keberadaan mendasar – kasih atau berpusat pada diri sendiri Keberadaan mendasar kita adalah salah satu dari ‘lahir dari Allah’, dan karena itu ditemukan dalam kasih sebagai dimensi dari keberadaan, atau secara fundamental berpusat pada diri sendiri. Motivasi manusia akan kemudian, berpindah ‘keatas’ yaitu melepaskan hal-hal yang menyangkut dari diri sendiri kepada keberadaan, mengasihi, memberi, dan menghargai; atau tetap berpusat pada diri sendiri, menjadi semakin gelisah, ketakutan, iri hati, mementingkan diri sendiri dll. Dalam kasih menurut Lewis (tiga kasih manusia kurang akan kemurahan hati), kasih sayang akan menjadi: penghargaan dengan kuat atau penolakan dengan kebencian. Persahabatan akan menjadi: termasuk yang setia atau kepahitan yang mengucilkan. Eros akan menjadi: menghargai yang lain atau kehendak dari diri sendiri, pemberontakan yang jahat. ‘Orang yang sedang jatuh cinta tidak dapat diminta supaya jangan mengerjakan sesuatu oleh kebaikan, dan oposisi membuat mereka merasa seperti martir.’ Bahkan pada orang tidak percaya, bayang-bayang dari hal ini hadir dan dapat dinaikkan oleh kemauan kepada gambar/image. Tentu saja ini adalah dusta dari tipu muslihat diri sendiri, seolah-olah manusia dapat mempercayai dia seperti Allah tanpa menjadi ‘dalam gambar/image’
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM GAMBAR/IMAGE
28
Membentuk Kembali Budaya Kita
Dari ‘keberadaan’ – kepada ‘gambar/image’ – mari kita maju pada diskusi mengenai ‘laki-laki dan perempuan dalam gambar/image’. Adalah penting bagi diskusi hidup keputraan untuk mendahului bagian ini, karena itu dari Anak dan ‘gambar/image’ dari hidup-Nya, kita dapat meneruskan pada penciptaan laki-laki dan perempuan ‘menurut gambar/image Kita’. Salah satu dari elemen penting keputraan kita adalah kelelakian dan keperempuanan kita. Ini bukan hal kedua dalam keputraan kita, tapi esensi bagi keputraan kita.4 Bagaimana gambar/image atau ‘model’ untuk kelelakian dan keperempuanan, dan karenanya untuk pernikahan Kristen? Apa artinya menjadi Kristen sebagai suami dan istri? Sebelumnya, apakah itu kita menikah sebagai Kristen atau menjadi Kristen sesudah itu, banyak dari kita merasa bahwa menghadiri gereja, berdoa dan ibadah saat teduh di rumah, dan dengan hati-hati menghindari pengejaran-pengejaran duniawi, adalah penting/esensial. Konsep ‘kekepalaan‘ telah memberi arti bahwa dalam hal-hal pokok kehidupan, lakilaki harus membuat keputusan akhir. ‘Penundukkan’ dilihat sebagai perempuan mengikuti pimpinan laki-laki dalam perihal penting ini. Banyak dari kita merasa bahwa kita mempunyai dasar-dasar pada tempatnya.
‘Krisis kekepalaan’ Kemudian ketika firman mengenai ‘order kekepalaan’ lebih dikuatkan, banyak dari nilai-nilai ini kita berangsur-angsur menjadi lebih baik yaitu sesuatu yang lebih pasti dalam pernikahan dan rumah kita. Sekarang kita mulai menyadari betapa perubahan budaya diperlukan. Datang kepada ke-Tuhanan, dan berpartisipasi dalam order kehidupan Allah, membutuhkan perubahan 4
adalah buah pikiran yang keliru untuk berpikir bahwa aspek ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’ tidak memiliki relevansi dengan langit dan bumi baru. Ingat ALLAH membuat manusia dalam gambarNYA sebagai lakilaki dan perempuan. Kita mengerti dengan jelas bahwa elemen prokreasi/menjadikan, sebab itu ‘menikah dan memberikan dalam pernikahan’, diangkat dalam dimensi yang lebih besar. Bagaimanapun kapasitas keputraan yang kita kembangkan adalah semua bagian dari order kekepalaan – yang bukan order manusia atau sementara belaka
29
Membentuk Kembali Budaya Kita
budaya yang menyeluruh. Bagi setiap kita, ‘kejatuhan’ telah memproduksi seluruh ‘paket’ budaya kejatuhan dalam setiap rumah. Pengertian terbesar kita selama ini adalah bahwa dinamika kejatuhan kembali diberlakukan dari hari ke hari sebagai bagian dari budaya yang lazim/familiar dari setiap rumah. Mekanisme dari ‘tubuh [paket] dosa’ dalam semua keluarga adalah lebih berat dan diluar jangkauan yang kita pertama pikirkan. Kita telah mengerti mengenai kejatuhan dalam pengaruh individunya (hukum yang telah dicuri, menghasilkan rasa malu, pengasingan, kegelisahan/rasa tidak aman, dll) tapi yang lebih penting, kita telah mulai mengerti kejatuhan dalam konteksnya, yaitu dalam konteks yang spesifik dari perhubungan dalam gambar/image. Masing-masing kita telah jatuh dari gambar/image laki-laki (suami dan ayah), atau dari gambar/image perempuan (istri dan ibu), dan lebih jauh lagi masing-masing kita jatuh berkenaan dengan gambar/image perhubungan laki-laki kepada perempuan, atau perempuan kepada laki-laki. Pesan/berita penebusan adalah panggilan kepada laki-laki untuk memperbaiki gambar/image kekepalaan, dan kepada perempuan untuk menjadi ‘dari laki-laki’ dalam gambar/image.
Krisis ‘ke-Tuhanan’ Krisis ‘ke-Tuhanan’ membebaskan saya untuk dinamai, dan bagian dari menamai ini adalah sebagai laki-laki-suami-ayah, atau perempuan-istri-ibu. Sebagian besar dari pertimbangan kita selama bertahun-tahun telah berpusat diantara pertanyaan, ‘Bagaimana kita membuat sejumlah perubahan kepada injil yang sesungguhnya, injil kekepalaan yang ada dalam wajah Yesus Kristus?’ Bagaimana kita membentuk kembali budaya kita sehingga berkat Abraham, hidup keluarga Allah, dapat dipulihkan kepada kita? Kita telah dipanggil kembali untuk ‘memandang kepada Dia yang wajah-Nya [dan Kekepalaan] telah kita tikam’. Setiap keluarga telah dipanggil untuk 30
Membentuk Kembali Budaya Kita
meratapi/berkabung supaya menemukan perubahan budaya. Kita telah berteriak ‘Abba Bapa’, oleh Roh Kristus, mencari/meminta untuk pemulihan mendasar Kekristenan dalam identitas, perhubungan dan struktur. Pertanyaannya adalah: apakah kita membuat kemajuan? Apakah kita hanya tetap berangsur-angsur berubah? Atau adakah krisis ke-Tuhanan di dalam mana kita membuat perubahan mendasar, dan kemudian memanggil nama Tuhan, apakah kita secara progresif diubahkan kedalam kemuliaan penuh oleh Tuhan, Roh? Sesungguhnya, pernyataan yang terakhir adalah jawabannya. Ya, regenerasi adalah sebuah proses; pembersihan adalah proses, pengudusan adalah proses. Tapi respon tanpa ragu-ragu kepada ke-Tuhanan bukanlah proses. Perpindahan kepada tanah kudus ke-Tuhanan, dan oleh karena itu kepada ‘gambar/image’, bukanlah perpindahan tambahan. Dengan respon yang spesifik kepada ke-Tuhanan, dalam konteks perhubungan kekepalaan, kita harus memulihkan tanah kudus menurut gambar/image, rumah Yahweh. Kemudian, berdiri di tanah kudus, berjalan dalam terang, tinggal dalam pokok anggur, hidup dalam Roh, kita diubahkan dari kemuliaan pada kemuliaan.
Membuat perubahan Jadi apa yang menjadi indikasi bahwa kita telah membuat perubahan mendasar ini melalui krisis ke-Tuhanan? Bagaimana seorang suami, seorang istri atau seorang anak meresponi jika dia secara sungguh-sungguh telah berubah dalam order kekepalaan/ke-Tuhanan? Pertama-tama, kita tahu bahwa respon-respon tidak pernah ‘sempurna’, karena jika kita ‘mengatakan kita tidak berdosa’ kita adalah pendusta. Namun, ketika kesalahan ditemukan, respon orang Kristen sesungguhnya akan menunjukkan dirinya sendiri sebagai respek kepada kekepalaan, order dari hidup Bapa; juga sebagai kesediaan untuk mendengar perkataan yang melampaui jangkauan pengertian 31
Membentuk Kembali Budaya Kita
seseorang; sebagai respon pertobatan dari buah dosa yang adalah bukti kepada yang lain, bahkan jika tidak secepatnya jelas bagi kita sendiri; sebagai respon yang dalam dan bertanggung jawab kepada akibat yang berhubungan dengan tindakan seseorang. Petrus cukup jelas dalam suratnya bahwa di mana Roh Kristus hadir, akan terlihat dalam kemampuan untuk menanggung ketidakadilan, dalam roh penundukkan di dalam perempuan, sikap pengertian di dalam laki-laki, belas kasihan kelembutan hati terhadap satu dengan yang lain, kesiapan pikiran untuk menderita dalam daging (1 Pet 3-4) Dalam setiap pernikahan, empat indikator adalah yang terpenting. Keduanya suami dan istri mendengarkan kekepalaan utusan (firman yang keluar dari mulut utusan yang ditetapkan-Nya, siapa saja itu). Keduanya dengan siap meresponi kepada kekepalaan dalam rupa manusia (suami kepada penatua, istri kepada suami). Suami mencari, memohon dan dengan siap meresponi kepada kebapaan, sementara istri mencari dan memohon kepada keibuan (karena di dalam inilah mereka mendemonstrasikan keputraan, tanpa memandang umur). Akhirnya, masing-masing meresponi dengan sungguhsungguh kepada refleksi dari saudara dan saudari; mereka tidak menunjukkan sikap memihak (memilih-milih order) dalam hal untuk mendengar firman, karena mereka tidak hidup pada satu level, dalam kasih mula-mula. Maksudnya adalah, jika kita secara konsisten menunjukkan kekurangan yang jelas dalam kesiapan dan kemurnian respon dalam area ini, maka kita harus menyimpulkan bahwa penundukkan mendasar kepada ke-Tuhanan belum ada. Sebaliknya, kita masih mendua hati/pikiran, bernegosiasi, menampilkan, ‘mengemas’ pohon, dan jatuh kedalam perangkap dari yang jahat.
Kemauan untuk ikut serta dalam proses
32
Membentuk Kembali Budaya Kita
Bagaimana sikap orang Kristen yang tunduk kepada Tuhan, dalam keluarga dan dalam tubuh? Jika kita secara sungguh-sungguh bertemu dengan Tuhan, kita telah di baptis dalam kematian-Nya dan berdiri dalam hidup yang baru. Aspek ‘kematian’ berarti bahwa pada derajat tertentu kita selalu dalam proses ‘mengacaukan/berantakan’, dan tidak seharusnya malu dengan kenyataan ini. Aspek ‘kehidupan’ berarti bahwa kita berdiri dalam tubuh dengan menghasilkan sukacita dari kasih karunia – penebusan, dan kemerdekaan untuk menjadi nyata, dan jujur dengan ketidakmampuan, kelemahan, ketidakdewasaan, dan dosa kita. Kita harus dapat berdiri bertanggung jawab, tapi dengan tanpa berpura-pura atau berpenampilan, dalam keluarga dan dalam gereja – dua konteks yang berproses. Kita tidak seharusnya mengasah tindakan kita dengan hukum dan prinsip-prinsip yang baik. Kita seharusnya hidup sepenuhnya dengan iman dalam ‘firman tentangmu’. Maka pencapaian kita adalah sepenuhnya oleh kasih karunia, dan kemuliaan kita akan di dalam Tuhan, bukan dalam pekerjaan atau pencapaian kita. Kita harus menjadi murni dalam menerima proses yang membukakan kesalahan dan kekurangan kita, ketika kita hidup oleh iman dalam ‘firman tentangmu’, dan diperhitungkan sebagai realisasi kasih karunia. Kita dipilih oleh Allah, karena itu ‘tidak tergantung pada kehendak orang (berpikir positif) atau usaha orang (mencoba dengan keras), tetapi berdasarkan panggilan-Nya.’ (Rom 9:11, 16).
‘GAMBAR/IMAGE’ UNTUK PERNIKAHAN KRISTEN Konsep unik dari pernikahan pertama Tujuan Allah membuat laki-laki dan perempuan dalam gambar-Nya, dibukakan dengan konsep unik dari Adam, diikuti dengan bentuk unik dari Hawa yang diambil dari laki-laki. Dengan jelas tidak ada dua orang yang dibentuk dengan cara ini lagi sejak waktu itu. Tujuan pertama kita adalah untuk memperhatikan yang paling dasar dari semua poin – bahwa 33
Membentuk Kembali Budaya Kita
gambar/image itu, gambar/image yang semula dan sesungguhnya, atau bentuk asli untuk pernikahan, dikembangkan dengan cara yang khusus (laki-laki dalam kekepalaan, pemberian nama ciptaan, ditambahkannya perempuan, pendeklarasian hubungan mereka, dll). Pada kenyataannya, dinamika yang sama ini harus dilibatkan dalam setiap hal-hal sesudah pernikahan untuk memulihkan ‘gambar/image’. Tujuan kedua kami adalah untuk menunjukkan bahwa meskipun bentuk spesial dari Adam dan Hawa dalam gambar/image, semua pernikahan adalah untuk mencita-citakan dimensi yang sama untuk menjadi satu daging dan ‘satu Roh’ dalam gambar/image (Mal 2:155), sebagaimana pasangan pertama yang menikah. Adam dan Hawa dibentuk secara unik dan adalah ekspresi pertama dari ‘dalam gambar Kita’, sebagaimana ditujuankan oleh Allah untuk umat manusia. Allah menginginkan umat manusia akan terus dalam gambar/image yang sama ini.
Bentuk dari gambar/image Mari kita melihat bentuk dari pernikahan pertama dalam hubungan dengan tiga aspek yang dicatat dalam Alkitab. Pertama-tama, Adam disatukan dengan Tuhan dalam apa yang kita sebut perhubungan dan persekutuan ‘kekepalaan’. Dia telah diberikan mandat yang kita akan gambarkan sebagai ‘menamai dan memproklamirkan’ – yaitu, dia menamai binatang-binatang, dan karena itu memproklamirkan dan
5 Arti harfiah ‘Bukankah satu yang Dia buat? Dan saudara/relative [atau ‘bagian’; Bah. Ibrani SHE, AR] dari roh kepada Dia? Dan apakah [tujuan] satu? Dia mencari benih dari Allah’ Yes 18:6 dan Im 18:12-13 adalah ayat-ayat Alkitab yang mengartikan Bah. Ibrani She, AR sebagai ‘saudara/relative’ atau keluarga, sanak/kinsmen’ telah diterjemahkan dengan sebagaimana mestinya oleh penerjemah. Secara jelas kebenaran yang dideklarasikan adalah bahwa Allah telah membuat perempuan ‘saudara/relative’, atau ‘keluarga, sanak/kinsman’ dalam roh bagi laki-laki, bahkan ‘bagian’ seperti yang diterjemahkan oleh yang lain. Untuk diskusi lebih lanjut dari ‘satu’ roh dalam pernikahan, lihat catatan pada ‘Sifat dari Manusia’.
34
Membentuk Kembali Budaya Kita
memperhitungkan
order
kepada
ciptaan yang
adalah
bagian dari
kekuasaannya. Kemuliaan, kreativitas, otoritas dan misteri dari kerjasama dengan Yahweh ini dalam taman warisan manusia tidak dapat dianggap remeh. (Ini berarti bagi kita, karena untuk menyamai langkah-langkah Adam, langkah pertama dalam memulihkan gambar/image melibatkanlaki-laki menegakkan ‘tanah/dasar’ hubungan dengan Tuhan sendiri. Dia harus tahu nama-Nya,
kemudian
menamai
dan
memproklamirkan
keseluruhan
gambar/image dari hubungan ilahi, sebelum dia menamai hubungan dengan istri dan keluarganya.) Kedua, atas penciptaan perempuan dari rusuknya, Adam ‘menamakan dan memproklamirkan’ sifat dan hubungan dari ‘penolong’ yang ‘sepadan bagi dia’ (2:18). Dia memproklamirkan bahwa perempuan adalah ‘dari tulangnya’, dan ‘dari dagingnya’ dan bahwa perempuan diambil dari dia’ (yaitu berasal dari dia). Dalam komentar kerasulannya pada penetapan Allah akan hubungan ‘kekepalaan’ dan ‘penolong’ ini, Paulus menguatkan proklamasi Adam. Paulus berkata bahwa perempuan adalah ‘dari’ laki-laki dan ‘berasal dari’ laki-laki, dan ‘untuk’ laki-laki (1 Kor 11:7, 8, 9). Laki-laki, dia katakan, adalah ‘melalui’ perempuan;6 artinya bahwa sementara perempuan menemukan definisinya sebagai ‘dari’ laki-laki, laki-laki juga dengan sama menemukan definisi dalam hubungan dengan perempuan – yakni bahwa dia adalah ‘melalui’ perempuan. Atas refleksi, peran perempuan sebagai penolong menjelaskan apa arti ‘dilahirkan oleh perempuan (melalui perempuan – NKJV)’. Mandat kekepalaan memfasilitasi ‘melalui perempuan’ – melalui nilai dari
6
Dibaca dari ayat 11-12, tanpa memperhatikan teks Yunani ‘yang dibuat huruf miring’, membuat kita menyimpulkan bahwa dalam hal menjadi saling tergantung dalam pernikahan, sementara perempuan diciptakan ‘dari’ dan ‘berasal dari’ laki-laki, laki-laki digambarkan dengan baik sebagai ‘melalui’ perempuan. Dalam konteks ini, Paulus bukan hanya mengatakan bahwa setiap laki-laki lahir dari perempuan belaka (dan karena itu dalam arti ‘melalui’ atau ‘oleh’ perempuan)
35
Membentuk Kembali Budaya Kita
penetapannya sebagai penolong yang sesuai dengan tepat dan sepadan dalam segala hal. Ketiga, dinyatakan secara profetik7, bahwa ‘karena itu (untuk alasan ini – NKJV) seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging [juga]’. Apa artinya ini? Itu adalah pernyataan secara profetik bahwa semua hal-hal sesudah pernikahan, ketika tidak menyamai bentuk unik dari hubungan pertama-tama ini, maka pada faktanya diarahkan untuk mencita-citakan dibentuk dalam gambar/image yang sama. Semua yang lain dari ini, dideklarasikan, ketika mempunyai ayah dan ibu (tidak seperti Adam dan Hawa), maka pada faktanya ‘meninggalkan’ keluarga ini dan ‘menyatu’ untuk menjadi ‘satu daging’ seperti Adam dan Hawa. ‘Karena itu (untuk alasan ini – NKJV)’, Alkitab menyatakan, untuk alasan ‘ini’ …. alasan apa itu? Untuk tujuan menjadi ‘satu daging’ dalam gambar/image tujuan yang semula dari Allah untuk laki-laki dan perempuan. Ini adalah kunci kita untuk memulai. Adam memproklamirkan bahwa ‘untuk alasan ini ….’, atau haruskan kita katakan: ‘dengan memikirkan ini’, ‘untuk tujuan dan dimensi khusus’, maka laki-laki setelah meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu masing-masing dengan istrinya dalam gambar/image yang sama dengan yang diciptakan untuk Adam dan Hawa.
Dua menjadi satu – apa artinya ini bagi kita?
7
adalah sepenuhnya tepat untuk mengatakan bahwa Adam membuat pernyataan profetik dari ayat 24, yang ditulis oleh Musa, tapi ditulis segera setelah proklamasi Adam mengenai perempuan diambil dari lakilaki. Ketajaman dari pernyataan ini ditinggikan jika kita mengerti bahwa definisi berikut dari semua hal sesudah pernikahan diproklamirkan sesegera mungkin, dan sebagai bagian dari menghidupkan terusmenerus ‘gambar/image’ yang Allah inginkan untuk dibentuk bagi semua hubungan laki-laki dan perempuan – sekalipun bukan dalam sikap unik dari hubungan pertama. Bagaimanapun juga tanpa bentuk pertama-tama ini, kemuliaan yang sebenarnya dari ‘satu daging’ dan satu Roh dalam gambar/image tidak akan pernah termanifestasi.
36
Membentuk Kembali Budaya Kita
Ini terdengar cukup sederhana, tapi masalahnya adalah ini. Apakah kita dapat dibentuk dalam gambar/image yang semula ini? Sebagai laki-laki dan perempuan yang mempunyai ayah dan ibu sendiri, dan yang mencari pernikahan, kita tidak memiliki bentuk unik ini. Istri-istri tidak dibuat dari rusuk suami-suami mereka. Sebelum menikah, laki-laki tidak mempunyai pengalaman mendirikan taman (atau dapat kita katakan, ‘tanah kudus’) di mana mereka dinamakan dan diproklamirkan dengan ekspresi kreativitas yang mengalir dari kekepalaan. Demikian juga, perempuan sebelum menikah, bukanlah ‘dari laki-laki’ dan bukan ‘dari’ laki-laki tertentu siapapun (sekalipun mereka harus diajarkan untuk menjadi ‘kemuliaan laki-laki’ dalam arti umum dari ‘umat manusia’). Jadi tidak laki-laki ataupun perempuan, mencita-citakan untuk menikah, dengan memiliki konsep dari, atau penempatan dengan sendirinya terhadap, gambar/image yang sesungguhnya dari pernikahan.
Gambar/image alternatif – dua menjadi dua Jika kita menambahkan perhatian pada akibat kejatuhan, kita dapat melihat dengan tepat mengapa pernikahan telah berkembang sepenuhnya dalam gambar/image yang lain. Mungkin dengan cara paling singkat untuk menggambarkan alternatif yang sudah biasa dari ‘satu roh’, adalah pernikahan kecocokan – atau pernikahan paralel. Bagaimana kita menjelaskan model ini? Jelas, bagi mereka yang memiliki konteks identitas dan perhubungan yang sudah ditetapkan oleh ‘ayah dan ibu’, model yang paling logis dan diinginkan untuk pernikahan adalah yang tidak menetapkan kembali apa mereka adanya. Masing-masing akan secara logis mencari siapa yang cukup sama, dan juga cukup berbeda – siapa yang tidak bersikap mengancam atau mengecewakan harapan-harapan yang dimiliki yang seorang untuk kehidupan di masa yang akan datang. Inilah yang kami artikan ‘cocok’. Jaminan terbaik untuk 37
Membentuk Kembali Budaya Kita
keberhasilan adalah masing-masing menyatu kepada hubungan yang kelihatannya melengkapi atribut mereka, dan mengimbangi kebutuhan mereka.
Orang Kristen melakukan hal yang sama Tidaklah mengejutkan untuk menemukan bahwa orang Kristen melakukan hal yang sama persis. Kenyataannya bahwa dua orang Kristen yang menikah, dalam pernikahan itu tidak membuat perubahan apapun mengenai model dasar atau ‘gambar/image’ dari pernikahan. Ya, mereka orang Kristen, dan komitmen mereka mungkin lebih menghormati, dan perilaku mereka mungkin lebih saleh. Tapi dasar dari mengikat dalam menyatukan tidaklah ‘dalam gambar/image’. Disetujui, kita tidak dibentuk, dan tidak dapat menjadi, seperti adanya Adam dan Hawa. Tapi lebih dari ini, orang Kristen tidak memiliki pengertian yang cukup mengenai ‘gambar/image’ yang di mana mereka disatukan. Untuk membuat situasi bagi orang Kristen bahkan lebih sulit, asumsi keangkuhan dan kefasihan berbicara yang diizinkan orang Kristen, dapat membuat pernikahan lebih berpusat pada diri sendiri, duniawi dan paralel. Mengapa? Karena agama dan tuntutan yang gegabah/terburu-buru mengenai ‘kehendak Allah’ menjadi obat mujarab bagi kebodohan, dan kertas perak yang membungkus kurangnya substansi yang nyata.
Apa arti dari ‘dalam gambar/image’ Dalam membicarakan ‘gambar/image Kita’, Allah tidak memaksudkan bahwa semua ciptaan akan sebesar dan seberkuasa seperti Dia sendiri, atau bahwa kita bisa mempunyai tiga bagian – tubuh, jiwa dan roh – untuk merefleksikan keberadaan tiga yang adalah satu-nya Dia. Bukan, dalam pelajaran lain mengenai Peraturan Melkisedek, kita telah menyimpulkan bahwa pusat 38
Membentuk Kembali Budaya Kita
kebenaran dari
‘gambar/image’ termasuk nomor dua – dua aspek dari
identitas dan hubungan yang berhubungan dengan rajani dan imamat. Manusia harus berbagi dalam persekutuan identitas, dalam esensi dari Siapa Allah yang sebagai kasih, roh, terang, dll; dan manusia turut serta dalam sifat/kodrat ilahi, atau atribut. Ini adalah isi dari pelajaran yang lain. Cukup dikatakan di sini bahwa dalam pernikahan yang dua (dalam hal identitas) menjadi satu (dalam hubungan) adalah untuk berusaha menyamai ‘gambar/image’ sebagai Allah sendiri – demikian juga pernikahan Kristus dan mempelai-Nya.
MEMAHAMI MENGENAI MASA PACARAN Sekarang kita mengerti ‘gambar/image’ atau model ke mana setiap pernikahan cita-citakan, kita bisa menempatkan pemahaman mengenai masa pacaran. Dalam cara apapun, perjanjian atau budaya dari dua orang adalah disatukan, ketika Allah menyatakan kesatuan dan menyatukan mereka (‘yang disatukan Allah’), pernikahan akan tetap ada. Dasar di mana mereka mendirikan kesatuan, lengkap dengan semua ‘aturan-aturan’, prinsip-prinsip, pengertianpengertian, perjanjian-perjanjian yang tidak diucapkan, dan perjanjianperjanjian yang disembunyikan dll, akan tetap sebagai fondasi. Inilah mengapa kita mengambil waktu untuk mendiskusikan perbedaan antara model ‘paralel’ dari dua tetap menjadi dua, sebagai lawan model ‘satu Roh’ dalam gambar/image. Dalam tahap masa pacaranlah kita harus membuat keputusan mendasar dan perubahan dalam hal ini. Topik berikut akan termasuk dalam semua pengajaran mengenai masa pacaran dan berproses.
39
Membentuk Kembali Budaya Kita
1. Iman bekerja oleh kasih – dasar bagi pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan Ketika iman dimengerti dengan sebagaimana mestinya sebagai ‘iman dari Anak’ (bukan iman ‘dalam’), kita mengetahui bahwa iman bekerja oleh kasih (kasih dari Allah). Kita juga mengetahui bahwa iman harus dihubungkan dengan ‘keberadaan’, dengan identitas. Karena kasih kita mempunyai iman untuk
menjadi,
dan
untuk
membuat
keputusan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, bukannya pilihan berdasarkan pengalaman atau agamawi. Hanya kualitas iman seperti ini yang meratakan jalan untuk pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan, untuk mengikat yang sesungguhnya. Hanya dengan demikian maka Allah dapat menyatukan yang dua, lewat proses yang dia sendiri buktikan dan demonstrasikan bahwa tindakan dari keputraan ini adalah didalam kehendak Allah. Ini mutlak penting. Sebaliknya, kita sekarang tahu bahwa ada banyak yang tidak pernah berkembang dalam iman-identitas yang berfungsi melalui kasih. Oleh karena itu mereka tidak pernah ‘memilih’ untuk menikah (meskipun mereka kemudian menikah). Mereka tidak, dan sekarang adalah tidak, bertanggung jawab di dalam pernikahan. Kita juga mengetahui bahwa alternatif yang ditakutkan mengenai dasar dari ‘kasih-iman-identitas’ bergantung pada romantis sebagai pilihan alternatif.
2. Membuktikan dan memilih kehendak Allah – perihal dasar masa pacaran Mari kita mengekspresikan dasar pendekatan ‘konseling’ yang akan dilakukan.
40
Membentuk Kembali Budaya Kita
•
Pada akhirnya, pasangan akan saling memilih satu dengan yang lain. Orang tua atau pemimpin, tidak mempunyai tempat untuk menengahi pilihan ini.
•
Mereka akan memilih dalam hubungan dengan ‘kehendak Allah’; bukan dalam arti yang salah bahwa Allah telah memilihkan pasangan, tapi dalam arti bahwa tindakan mereka adalah terbukti menjadi baik, berkenan dan sempurna ‘di dalam kehendak ALLAH’, disaat mereka mengurus kehidupan mereka dengan bertanggung jawab dihadapan Allah (Rom 12:2). Itu adalah sifat interaktif yang tepat dari kepengurusan kita akan kehidupan yang mengharuskan proses ‘membuktikan’.
•
Pertama-tama, proses membuktikan akan menunjukkan apakah mereka dengan bebas dapat memberikan prioritas kepada hubungan dan apakah mereka dapat menjadi satu daging, bebas dari asas-asas independen, tradisi keluarga dan ambisi memaksakan.
3. Identitas keputraan yang dapat terus ada –kekepalaan, penolong Di mana keberadaan yang sesungguhnya dikembangkan melalui iman dan kasih, keduanya laki-laki dan perempuan (sebagai kepala dan penolong) akan menjadi dapat terus ada dalam dimensi ‘gambar/image’ ini di mana mereka terus dibaharui dan diubahkan oleh Roh Tuhan. Laki-laki akan dapat mengembangkan kekepalaan yang dapat terus ada dalam gambar/image, dan akan menunjukkan bahwa dia dapat menegakkan konteks (tanah/dasar) untuk pernikahannya. Dalam perempuan akan ada identitas yang sesungguhnya, pertanggungjawaban dan kapasitas untuk memberi dirinya sendiri sebagai penolong, dalam kemuliaan (atau dimuliakan) penundukkan kepada order Allah akan kehidupan.
41
Membentuk Kembali Budaya Kita
4. Realita – integritas Peran kita dalam persiapan pernikahan menjadi jelas. Kita harus membantu pasangan untuk menguji dengan sebagaimana mestinya akan realita dari kedewasaan mereka sendiri dan kapasitas untuk membuat dan meneruskan pilihan yang mereka buat, dan untuk membantu mereka menguji integritas hubungan. ‘Realita’ dan ‘integritas’ adalah dua kunci fokus kita. Keinginan kami adalah untuk melihat masing-masing mereka membuat respon identitas yang sesungguhnya, sebagaimana respon tanggung jawab hubungan. Karena laki-laki dan perempuan harus membuat pilihan ini sendiri, para ayah dalam
kekepalaan
mereka
tidak
dapat
mengesampingkan
pertanggungjawaban membuat keputusan dari orang dewasa yang pada masa pacaran. Tidak juga para ibu mengikis kebebasan dari proses dengan menggunakan pengaruh tersembunyi apapun, baik sebagai individu, atau dalam ‘sub-budaya’ dengan perempuan lain.
5. Model yang mana – ‘paralel’ atau ‘satu roh’ Ada dua model pernikahan, yang kita tunjuk sebagai ‘model paralel’ dan model ‘satu roh’. Keduanya ini ada di dalam pernikahan diantara orang Kristen, di mana hanya model ‘satu roh’ yang adalah Kristen sesungguhnya. Di dalam ‘model paralel’, dua orang saling mendekat dengan identitas yang sudah ditetapkan oleh konteks mereka sebelumnya. Jika mereka mulai terikat karena kecocokan yang hanya luarnya saja dan karena ambisi keharmonisan agamawi, mereka akan memadukan posisi independen mereka, tanpa menyerahkan hidup mereka, dan tanpa perubahan asas-asas dari dasar mereka. Mereka akan menikah sebagai orang Kristen, dan dengan idealnya orang Kristen, tapi tanpa pengertian akan bagaimana menjadi ‘satu roh’ dan ‘satu daging’ dalam gambar/image menurut maksud Allah yang semula. Model 42
Membentuk Kembali Budaya Kita
‘satu roh’ memunculkan pengertian dan komitmen yang sangat spesifik, dan ketika dengan ‘baptisan’, keduanya mempunyai iman untuk menyerahkan hidup kedalam gambar/image Allah. Dalam pernikahan ini, Kristus adalah partner ketiga; mereka bertemu ‘dalam nama’, dan ekspresi identitas mereka dan konteks perhubungan untuk ekspresi itu tidak dipadukan atau paralel, tapi menjadi ditetapkan kembali (‘dari laki-laki’, ‘melalui perempuan’), masingmasing dalam hubungan dengan yang lain.
6. ‘Menamai’ ikatan spesifik anda, mengenakan kuk atau perjanjian Dalam bentuk gambar/image yang pertama-tama (model pernikahan yang semula), kita mengamati dua langkah. Pertama-tama, Adam ditegakkan pada tanah kekepalaannya sendiri dan dengan mandat yang diberikan Allah kepadanya. Yang kedua, dia ‘menamai’ dan memproklamirkan sifat dari ikatan uniknya atau mengenakan kuk dengan penolong yang baru ditemukannya. ‘Inilah dia, tulang dari tulangku …(inilah sekarang tulang dari tulangku – NKJV)’. Kekuatan dari poin ini adalah bahwa masing-masing laki-laki dalam ikatan dengan istrinya (dan ini dimulai dari masa pacaran), adalah sama dengan menamai dan mendeklarasi apa yang dia terima dan percayai untuk menjadi esensi mengenakan kuk yang baru-ditemukannya. Ini adalah poin utama. Apapun yang disetujui atas perjanjian adalah menjadi bagian dari perjanjian itu (termasuk harapan-harapan, aturan-aturan, kondisi-kondisi dll), dan apapun yang diterima sebagai ‘sekarang’ menjadi sifat dari ‘tulangku’ dan ‘dagingku’ (berbicara dari pandangan kekepalaan) tertulis dalam perjanjian. Masing-masing telah ditetapkan kembali dalam hubungan dengan yang lain, dan model dari penyatuan mereka sekarang dinamakan pada titik ini.
43
Membentuk Kembali Budaya Kita
Implikasi dari hal ini adalah yang paling menentukan. Seperti contoh, banyak orang muda saling pacaran satu dengan yang lain dalam sikap independen, meratakan jalan untuk mengenakan kuk dan perjanjian yang tidak mudah dipatahkan. Banyak yang menerima kondisi tertentu, menyikapi hidup, dan ukuran komitmen kepada Kristus dan tubuh-Nya, ketika mereka menikah. Mereka menerima bahwa inilah ikatan mereka, inilah susunan yang mereka inginkan. Di mana pasangan diterima, dalam perjanjian mereka, inilah ‘sekarang’ ….dari tulang dan daging ’ku’, hanya negosiasi kembali mengenai pembaptisan yang lengkap dapat membukakan/melepaskan yang seperti itu. Pada sisi positif, baptisan ‘kamu dan rumahmu’ adalah kesempatan bagi perjanjian pernikahan untuk dinegosiasikan kembali sesuai dengan salib. Pada titik baptisan, kita akan mengerjakan kembali perjanjian sebagaimana mestinya, dan mengkonfirmasikan kembali hal ini pada setiap pertemuan perjamuan kudus, atau membiasakan dan menguasakan, dan tidak akan pernah menyamakan dengan sebagaimana mestinya kepada gambar/image Kristus. Baptisan dapat menghancurkan kuasa dari setiap perjanjian yang salah, dan kita kemudian dapat digabungkan (diperhitungkan) kepada gambar/image yang sesungguhnya bagi keduanya laki-laki dan perempuan. Perjamuan kudus adalah pernyataan kembali secara regular akan realita mengenai pembaptisan, karena melakukan makan roti dari identitas keputraan yang sesungguhnya dan menjadikan ini daging dalam kehidupan kita. Seperti dalam baptisan, kita mati dengan Kristus untuk menunjukkan kematian-Nya dan kehidupan keputraan-Nya, masing-masing kita menurut ‘tulisan’ kita yang sesungguhnya atau nama kita dalam kitab Anak Domba. Pada sisi negatif, jika kita gagal untuk mengerjakan kembali perjanjian kita sebagaimana perihal baptisan, dan kemudian terus membiasakan perjanjian dalam perjamuan kudus – konteks pelayanan kegerejaan), maka kita harus hidup dengan apa yang telah kita namakan, dan menerima kekurangan dalam 44
Membentuk Kembali Budaya Kita
keberhasilan, yang bisa menjadi akibat. Melihat dari sudut pandang petugas/celebrant pada semua pernikahan, kami menerima bahwa pada derajat tertentu setiap mengenakan kuk adalah agak ‘tidak sama/seimbang’. Meskipun demikian, kita tidak dapat menghakimi pernikahan untuk apa yang mereka tidak dapat capai berkenaan dengan perjanjian yang telah mereka namakan. Banyak yang tidak akan pernah mencapai apa yang dapat dicapai, berkenaan dengan hal-hal yang telah mereka namakan dalam perjanjian pernikahan.
7. Laki-laki dan perempuan ‘dalam gambar/image’ Sesuai dengan model yang ilahi ini, gambar/image dan model untuk keduanya laki-laki dan perempuan perlu untuk ditetapkan, diterima dan ditegakkan. Kapasitas ini dimengerti sebagai ‘kepala’ dan ‘penolong’ – penyediaan kapasitas ini dinamai sesuai dengan gambar/image yang diinginkan Allah semula, dan yang mereka tidak ‘terpasang’ karena kejatuhan, terproyeksi paralel. Dengan kata lain, mudah untuk mengubah terminologi kita, tapi hanya melalui kematianlah keduanya akan berpindah kepada ‘gambar/image’ di mana perempuan adalah ‘dari laki-laki’ dan laki-laki adalah ‘melalui perempuan’.
8. Romantis – memberikan kuasa atau penghargaan yang sesungguhnya? Di mana tidak ada pengertian mengenai iman untuk menyerahkan hidup kepada gambar/image ‘satu roh’, pertemuan dua orang ada proses saling memberikan kuasa sebagai dasar, yang diinterpretasikan sebagai romantis. Perempuan membutuhkan laki-laki (‘hasratnya adalah terhadap suaminya’) untuk
memberikan
kuasa
kepada
45
yang
dicita-citakan
dan
yang
Membentuk Kembali Budaya Kita
diharapkannya; dan laki-laki membutuhkan perempuan untuk mendukung dan memberikan kuasa kepadanya dengan melegitimasi aspirasi sekuler dan agamawinya. Perpaduan dua perspektif ditambahkan romantis, dan di manapun kesatuan ini diproyeksikan kepada pelayanan Kristen, hasilnya adalah korupsi dan kehancuran. Apa yang dimengerti sebagai ‘romantis’, dalam hal duniawi, adalah sesungguhnya gambaran dari proses saling memberikan kuasa ini. Karena ikatan ini berdasarkan jerat perangkap (keduanya perangkap perempuan kepada pohon, dan perangkap laki-laki kepada perempuan), hubungan ini terjerat dan cacat pada dasarnya. Hal yang telah membawa mereka berdua bersama, sekarang membuat mereka terpisah, Menyatakan kembali prinsip ‘memberikan kuasa’ ini: pasangan ‘paralel’ mencari saling memberikan kuasa. Perempuan mencari memberikan kuasa menurut pandangannya, pilihan dan hikmat yang datang dari ‘pohon’. Lakilaki kemudian menolak nama yang diberikan Bapa, menolak ‘gambar/image’ yang sesungguhnya atau model untuk hubungan itu, dan berusaha untuk menguasai (mendapatkan kuasa) diluar kehendak Bapa. Laki-laki kemudian memberikan kuasa kepada penilaian dan legitimasi perempuan yang perempuan bawa dari sumbernya sendiri (‘pohon’). Laki-laki ‘men-cap’ posisi parallel perempuan, dan menolong perempuan menyetir roda pernikahan – dalam arti bahwa perempuan mengatur agenda untuk selanjutnya. Sebaliknya, pernikahan ‘satu roh’ berusaha menyamai model kekepalaan Allah di mana hidup/nyawa (kuasa) diserahkan/diberikan, dan hanya kuasa dari kasih (kehidupan ‘zoe’ dari Allah) yang dijalankan. Dalam konteks ini, ‘romantis’ yang sesungguhnya berlaku: yaitu misteri dan ekstasi dari ‘keberhargaan’ di mana pasangan, bebas dari ikatan berpusat pada diri sendiri, memberikan penghargaan satu dengan yang lain dalam kuasa kasih yang tidak terbatas yang mengasihi sampai kematian.
46
Membentuk Kembali Budaya Kita
9. Budaya keluarga Budaya keluarga muncul secara berat dalam persamaan ikatan, karena orang dewasa yang berpacaran harus benar-benar bebas dari keluarga supaya menjadi untuk keluarga. Jika salib dimengerti, bersama dengan pengudusan sebagai
prinsip
kekepalaan
Allah,
salib
menghancurkan
semua
kebencian/permusuhan, dan membiarkan identitas yang sesungguhnya untuk berdiri. Permusuhan/kebencian diakibatkan oleh hukum (dan ‘diisi dalam aturan-aturan’) menunjukkan dirinya sebagai reaksi, melarikan diri, dan kompensasi di sisi lain, sebagaimana ketergantungan, ikatan dan tidak dipertanggungjawabkan di sisi lain. Bahkan dengan keluarga Kristen yang dewasa, kesatuan yang baru dalam orang yang sudah menikah tidaklah untuk diselaraskan dengan struktur ayah atau ibu. Orang tua dari orang muda harus mengetahui bagaimana melepaskan mereka dengan benar; supaya mereka dapat memberikan dengan bebas: (yaitu ‘Siapa yang memberi perempuan ini ….?). Jika mereka dikontrol, mereka tidak akan pernah meninggalkan dengan sebagaimana mestinya. Jika mereka meninggalkan dengan tidak semestinya, mereka tidak akan pernah berdiri dengan bebas dalam identitas. Jika mereka meninggalkan dan bersatu dengan sebagaimana mestinya, mereka harus mengerti apa yang mereka tinggalkan, dan kepada ‘satu roh’ yang baru apa mereka menyatu. Orang tua yang sudah mengadopsi sikap yang sesungguhnya dari proses dalam Kristus (yang berbeda dengan ‘posisi’ berpikir sebelumnya) hanyalah terlalu ingin mengakui bahwa faktor ‘penebusan’ yang penting ini dalam keselamatan kita adalah untuk diaplikasikan terhadap tradisi yang familiar dan gaya hidup keluarga. Orang tua Kristen seharusnya menolong mengenai penebusan ini, dan tidak membingungkan proses bagi orang muda dengan
47
Membentuk Kembali Budaya Kita
mempertahankan, memaksakan, mengontrol atau bereaksi ketika orang muda mengerjakan jalan mereka kepada kehendak Allah bagi unit yang baru.
10. Meninggalkan perjanjian-perjanjian yang lain Keseluruhan arahan dari proses adalah perjanjian pernikahan, di mana janji dibuat dihadapan Allah menjadi dasar bagi tanah kudus dari hubungan. Janji ini hanya kudus jika mereka mengerti ketika meniadakan semua ‘perjanjianperjanjian tersembunyi’ yang lain, karena jika mereka secara tidak sadar meniadakan, mereka akan memunculkan kembali itu sebagai aturan-aturan yang bersumber dari hukum diri sendiri yang mana menyuburkan permusuhan/kebencian.
48
Membentuk Kembali Budaya Kita
Lampiran 4 Macam Kasih –CS Lewis Ringkasan dan komentar pendek Ringkasan dari uraian Lewis adalah seperti ini. Sebelum mendiskusikan ‘agape’, dia menjelaskan ‘kasih sayang’, ‘persahabatan dan ‘eros’, dengan menunjukkan kekuatan dan kelemahan dari macam-macam kasih ‘manusia’ ini. Hal.12 ‘Setiap kasih manusia pada puncaknya mempunyai kecenderungan untuk menuntut bagi dirinya sendiri suatu otoritas ilahi. Suaranya cenderung untuk bersuara seolah-olah itu adalah kehendak Allah sendiri …. masingmasing mencoba untuk menolak semua tuntutan yang lain dan menyindir secara tak langsung bahwa setiap tindakan yang dilakukan ‘untuk kasih’ adalah dengan cara demikian sah dan bahkan berjasa [menyatakan secara tidak langsung dalam tindakan ini bahwa ‘kasih adalah Allah’]; ‘kasih erotis itu dan bahkan kasih akan negara seseorang dapat kemudian mencoba untuk “menjadi allah-allah” yang diakui secara umum. Tapi kasih sayang keluarga dapat melakukan hal yang sama.’ Hal.13 ‘Kita dapat mengatakan, cukup benar dan dapat dimengerti, bahwa mereka yang mengasihi lebih besar adalah ‘dekat’ dengan Allah. Tapi tentu saja itu adalah ‘mendekati seperti/serupa’. Itu tidak akan dari dirinya sendiri menghasilkan ‘mendekati oleh pendekatan’ … itulah sebabnya kita dapat menjadi salah terhadap ‘seperti’ dengan ‘sama’. Kita dapat memberikan kasih manusia kita, kesetiaan/kepatuhan tak bersyarat yang kita berutang hanya kepada Allah. Kemudian mereka menjadi allah-allah; kemudian mereka menjadi yang jahat. Kemudian mereka akan menghancurkan kita; kemudian mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri.
49
Membentuk Kembali Budaya Kita
‘Itu diikuti dari apa yang kita sebut kita harus menyatu baik para penyembah berhala maupun debunkers (orang-orang yang menghilangkan prasangka terhadap orang lain)8 yang dari kasih manusia. Berhala kasih erotis dan “kasih sayang domestic” adalah kesalahan besar ….’
Penghargaan ‘Penghargaan’, menurut Lewis, adalah titik pertemuan penting antara ‘kebutuhan-kasih’
dan
‘pemberian-kasih’.
Penghargaan
kemudian
menegakkan jalan menuju kasih yang dewasa. Seperti yang dia katakan (hal.20), ‘kita tidak hanya menyukai [objek], kita menyatakan mereka, dalam arti sementara seperti-Allah, “sangat baik”. ‘Perhatian ini memberikan [kepada
objek] sejenis utang [bandingkan. Persembahan] …. Hal ini
mengharapkan seperti itu, dan terus menjadi seperti itu, sekalipun kita tidak pernah menikmatinya, dapat keluar bukan hanya pada barang-barang tapi pada orang …. Kebutuhan-kasih berseru kepada Allah dari kemiskinan kita; pemberian-kasih menginginkan untuk melayani, atau bahkan menderita bagi Allah; kasih yang menghargai mengatakan: kita berterima kasih kepada-Nya atas kemuliaan mereka yang besar.’
Komentar mengenai kasih sayang Sebagaimana penghargaan adalah ukuran terbaik dari identitas dan pertemuan, demikian juga kasih sayang ukuran terbaiknya adalah penghargaan. Lewis: Hal.34 ‘Adalah kebutuhan-kasih, tapi apa yang dibutuhkan adalah mengasihi;
adalah
pemberian-kasih,
tapi
itu
membutuhkan
untuk
dibutuhkan. Kenyamanan yang hangat ini, kepuasan dengan kebersamaan ini, 8
debunkers mungkin menggantikan realita dengan tambahan agamawi dari ‘kehendak Allah’, atau dengan pragmatis tanpa kasih.
50
Membentuk Kembali Budaya Kita
membawa semua jenis objek. Itu sesungguhnya pendiskriminasian yang paling kurang dari macam-macam kasih’. Hal 35 ‘Kasih sayang adalah kasih yang paling rendah hati.’ Hal.36 ‘Jadi kasih sayang, selain dari kasih itu sendiri, dapat masuk ke dalam macam-macam kasih yang lain dan mewarnai mereka semua dan menjadi yang paling ditengah dalam operasi keseharian mereka.’ Hal.36 ‘Bagi kasih erotis, saya tidak dapat memikirkan ketidaksetujuan yang lain selain daripada untuk mengalami lebih dari waktu yang sangat singkat tanpa kain tenunan sendiri akan kasih sayang ini …. Sesungguhnya ada daya tarik yang khas, keduanya dalam persahabatan dan dalam eros, mengenai momen di mana kasih yang menghargai ini ada, sebagaimananya dia, membuat kita tertidur, dan yang kesenangan belaka dan aturan-aturan dari hubungan, membungkus sekelilingnya. Tidak perlu bicara. Tidak perlu bercinta. Tidak memerlukan apa-apa kecuali mengobarkan api.’ Hal.37 ‘Saya telah katakan bahwa bukan yang terutama kasih yang menghargai, namun cukup aneh, kenyataan ini berarti bahwa dia [kasih sayang] dapat pada akhirnya membuat kemungkinan penghargaan yang, tetapi karena dia tidak pernah dapat ada.’ Hal.38 ‘Kasih sayang yang meluaskan kita; dari semua kasih natural kita itu adalah yang paling umum, yang terakhir selesai, yang terluas.’ ‘Kasih sayang menyerupai kasih, tapi itu bukan [pada dirinya sendiri, pernyataan penuh dari] kasih.’ Hal.39 ‘Kasih sayang dapat menyebabkan ketidakbahagiaan karena perasaannya yang bertentangan.’ (Mengutip kembali dari bagian awal dalam teks utama); Kita mengambil dari Lewis perasaan yang berbicara secara manusia, kasih sayang adalah yang paling luas dan mencakup ‘kasih’. Sementara persahabatan dipilih dan kemudian dibangun, eros mengejar dan dipertinggi oleh misteri dari yang lain dan pengejaran akan kecantikan; dan agape adalah ‘dicurahkan dengan luas’ 51
Membentuk Kembali Budaya Kita
melalui
hidup
yang
diserahkan.
Kasih
sayang
lebih
sederhana
mengindikasikan dan mengukur ‘kepura-puraan’ asli oleh yang lain. Itulah pada ‘akhirnya seperti-allah’ dan berpotensi berdimensi berhala, dan adalah indikator terbaik akan ‘pertemuan’ kita yang sesungguhnya, ke mana kita menambahkan dimensi komitmen dari kasih. (Dari kami sendiri): Ketika eros gagal, karena kekurangan kualitas sepertiAllah yang dia banggakan, dan persahabatan memincangkan pergumulan untuk menemukan kepentingan bersama, itulah kemudian yang ‘kasih sayang’ dari dirinya sendiri, mengukur dalam penghargaan, kebaikan dan kepedulian, menunjukkan dia sendiri cukup kuat untuk seumur hidup.
Persahabatan Dari persahabatan, kita berhati-hati di mana kelemahannya adalah dasarnya dalam pertemanan, kepentingan-bersama, sasaran-sasaran yang umum – ‘Oh, kamu juga?’ Pada sisi positif, itu akan berakhir pada ‘eros’, sketika itu menjadi pilihan di atas ‘Eros’ seandainya yang satu atau yang lain memberi izin untuk diteruskan. Persahabatan bagaimanapun dengan jelas membutuhkan tambahan hidup yang diserahkan (untuk teman-teman dari seseroang) jika akan dinaikkan kepada status di mana seorang bahkan dapat menjadi ‘sahabat Allah’ – dengan menunjukkan tanah/dasar pokok dari persahabatan, yaitu iman. Dengan demikian persahabatan adalah, oleh Allah, dinaikkan kepada gambar/image akan kasih yang tertinggi, dan dapat seperti itu, walaupun kasusnya juga tidak demikian. Pernikahan tentu saja, bukanlah untuk tujuan persahabatan saja, bahkan ketika itu bukan untuk tujuan satu-satunya dari kasih sayang atau eros.
52
Membentuk Kembali Budaya Kita
Kita berbicara dari kebutuhan akan kasih sayang sebelum dan di atas persahabatan karena itu berbicara murni dari pengaruh manusia – bukan sebagai satu-satunya dasar untuk pernikahan tapi sebagai properti yang tanpanya pernikahan tidak akan memiliki arti apapun, karena kita menikah bukan untuk persahabatan atau agape. ‘Persahabatan dalam Kristus, Yang telah memilih kita untuk masing-masing (dan kita tidak, sebagaimana normalnya, saling memilih dalam kepentingan yang umum) tidak kemudian sebagai upah biasanya untuk membedakan dan merasa baik dalam menemukan satu dengan yang lain. Lebih kepada sebagai alat (konteks dan kendaraan) dengan apa Allah menyatakan kepada masingmasing kecantikan/keindahan dari yang lain. Hal.89 Eros akan berkata: ‘Mengasihimu? Akulah kamu!’ Eros mencari kekasih. Dengan cara ini adalah benar bahwa ‘eros’ mencari identitas dan komunitas, mengenal diri sendiri dalam mengetahui misteri dari yang lain – seolah-olah untuk memiliki misteri dari yang lain akan menjelaskan siapa aku? Namun, hanya dalam gambar/image (di mana ‘agape’ dinyatakan) tujuantujuan ini dicapai. Hal.98 (akhir) ‘….. tidak berguna memisahkan pasangan yang sedang jatuh cinta, sekalipun membujuk mereka dengan mengatakan eros akan membawa ketidakbahagiaan …. tanda dari eros [yaitu eksponennya] adalah lebih baik berbagi ketidakbahagiaan dengan kekasihnya, daripada bahagia tanpa namun sebaliknya. [Diri sendiri: ‘Jadi Eros mengejar yang tidak dapat dicapai, dan bahkan mencari sifat yang sesungguhnya dan kondisi dari yang lain dalam pengejaran akan apa yang seorang percayai adalah tujuan yang diinginkan.] Hal.100 Eros dapat bersatu … sepenanggung kuk yang tidak sesuai … [dan membentuk] ‘kasih yang mencocokkan’. Hal.101 ‘ … di dalam mana [pernikahan] Eros tidak akan pernah cukup’. ‘Bagaimanapun eros yang tanpa syarat dan menaati tanpa syarat menjadi yang 53
Membentuk Kembali Budaya Kita
jahat … benar-benar tidak peduli dengan keegoisan kita; dia (Eros) juga adalah pemberontakan yang jahat pada setiap tuntutan dari Allah pada manusia yang bisa melawan dia. “Orang yang sedang jatuh cinta tidak dapat diminta supaya jangan mengerjakan sesuatu oleh kebaikan; dan oposisi membuat mereka merasa seperti martir.”’
Mengenai ‘eros’ Hal.102 ‘Dari semua kasih, dia (eros) adalah, pada puncaknya, yang paling seperti-Allah – karena itu yang paling cenderung meminta penyembahan kita: dari dirinya sendiri dia selalu cenderung untuk berbalik dari “sedang jatuh cinta” ke dalam sejenis agama..’ [Pernikahan seperti itu mempromosikan berhala, Lewis tidak pasti, memperdebatkan bahwa ‘prosa sederhana dan keintiman seperti-bisnis dari pernikahan mengubah pernyataan ini menjadi tak masuk akal’, sebagaimana ‘kasih sayang di dalam mana eros selalu dipakaikan’ … ‘bahaya yang nyata … adalah bukan orang yang jatuh cinta saling mengidolakan, tapi mereka akan mengidolakan Eros itu sendiri’] Hal.103 Dia lebih jauh memperdebatkan bahwa eros dilihat sebagai memiliki hukumnya sendiri – ‘hukum kasih’; dan bahwa Hal.104 ‘roh Eros menggantikan semua hukum’ seolah-olah menggambarkan ‘ciptaan baru’. ‘Lelucon yang seram adalah bahwa Eros ini, yang suaranya kelihatan berbicara dari alam kekal, bahkan dia sendiri tidaklah permanen. Dia bahkan yang paling terkenal bermoral dari kasih-kasih kita. Namun dunia dikelilingi oleh keluhan akan ke-plin-planan-nya. Dalam satu loncatan tinggi, dia melampaui dinding raksasa dari hal-hal yang dari diri kita sendiri, dia membuat baginya sendiri keinginan yang besar akan mementingkan orang lain, mengesampingkan kebahagiaan pribadi sebagai sepele dan menanamkan kepentingan yang lain dalam pusat keberadaan kita. Secara spontan dan tanpa keahlian, kita telah 54
Membentuk Kembali Budaya Kita
memenuhi hukum (terhadap satu orang) dengan mengasihi saudara kita seperti diri kita sendiri. Itu adalah gambar/image, rasa pendahuluan, dari semua yang kita harus jadi jika Kasih itu Sendiri berkuasa di dalam kita tanpa lawan. Itu bahkan (jika digunakan dengan baik) adalah persiapan untuk itu. Eros dikendalikan untuk menjanjikan apa yang eros sendiri tidak dapat tampilkan.’
Kemurahan hati Hal.107 ‘Sesuatu yang lain, yang digambarkan pertama-tama samar-samar sebagai “kelakuan yang baik dan pikiran sehat’ tapi kemudian dinyatakan sebagai kebaikan [di sini dia mengacu kepada sifat Allah] dan akhirnya sebagai keseluruhan kehidupan Kristen dalam sesuatu yang khusus [aspek], harus datang pada pertolongan ….
Jika perasaan belaka [menyimpulkan
bahwa kasih sayang, persahabatan, dan eros adalah dasar perasaan manusia] jika perasaan itu untuk tetap manis.’ Dia mengartikan bahwa agape harus melindungi dimensi yang lain dari manusia akan kasih sayang dan kasih. Hal.109 ‘Tuntutan dari keilahian dapat dibuat dengan mudah oleh kasih kita, dapat disangkal tanpa pergi sejauh itu. Macam-macam kasih itu membuktikan bahwa mereka tidak layak untuk menggantikan Allah melalui fakta bahwa mereka sendiri bahkan tidak bisa tetap ada dan melakukan apa yang mereka janjikan tanpa pertolongan Allah. [Kita dapat mengatakan bahwa mereka semua menyimpang dan rusak oleh kuasa dosa, atau berpusat pada diri sendiri. Mengingat mereka dapat, secara ideal, mengangkat kita seolah-olah kepada pencapaian yang tertinggi, mereka akan, kecuali kalau mereka ditebus, membawa kita turun pada prilaku bertentangan yang paling serius.] Jadi kita mulai menyimpulkan bahwa kita tidak menikah dari atau untuk kepura-puraan; tapi tidak juga kita menikah untuk kehendak Allah, mengandalkan bahwa hanya agape yang akan menjadi penting. Untuk 55
Membentuk Kembali Budaya Kita
melakukan hal itu adalah untuk menyangkal penciptaan kita, dan menyangkal apa yang sudah Allah berikan kepada kita untuk ‘mengasihi satu dengan yang lain’ dalam arti yang paling total dan sempurna. Kita adalah yang telah dipanggil untuk menjadi ‘dari Allah’, untuk mereka yang mengganggap kasih bukan Allah, walaupun Allah adalah kasih. Dan untuk mereka yang melakukan mengasihi, dalam semua dimensi yang sudah kita diskusikan, adalah bagian dari gambar/image ini (yang Lewis sebut sebagai keserupaan dengan Allah) yang tentu saja tanpa perlu membawa kepada kita ‘dekatnya’ (’hubungan’ dalam teminologi kita) dengan Allah. Masing-masing kasih perlu seperti-Allah, tapi dapat menjadi sama dengan yang jahat jika disalahgunakan, atau tidak pada tempatnya dan dikuduskan oleh kehidupan dan kasih dari Allah untuk menjadi bagian dari persekutuan manusia-ilahi yang terorganisasi dan terintegrasi dalam gambar/image, di mana pernikahan ‘dalam gambar/image’ dapat menjadi dan dipulihkan melalui pekerjaan penebusan.
56