MATERI WORKSHOP RKDM:
STRATEGI PEMENUHAN AIR BERSIH UNTUK KAWASAN INDUSTRI DAN PEMUKIMAN TAHUN 2015 dengan TEKNOLOGI BERSIH DAN BEBAS BAHAN KIMIA TERLARUT
Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. Departemen Teknik Kimia – FTUI Kampus UI, Depok 16424
Disajikan dalam Workshop BALITBANGDA JABAR 2006 “Strategi Penerapan Teknologi untuk Penyediaan Air Bersih dan Pengolahan Limbah untuk Pemukiman Penduduk dan Industri” Bandung, 7 September 2006
PROGRAM RISET KEBUTUHAN DASAR MASYARAKAT (RKDM)
KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2004 – 2005
RINGKASAN PENELITIAN RKDM 2004 - 2005
Makalah ini menyajikan secara ringkas prinsip-prinsip dari beberapa teknologi modern yang berhubungan dengan pengolahan-pengolahan air bersih dan air minum, secara lebih khusus dalam kaitannya dengan topik penelitian RKDM 2004 – 2005, dengan judul: “STRATEGI PEMENUHAN AIR BERSIH UNTUK KAWASAN INDUSTRI
DAN
PEMUKIMAN TAHUN 2015“. Tulisan ringkas
ini, selain mengacu pada teori-teori dasarnya, bahan-bahan yang disajikan disini juga mengacu pada hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh oleh berbagai peneliti di Indonesia, terutama yang terkait erat dengan penelitian-penelitian RUT (Rset Unggulan Terpadu) dan kemudian disinergikan dalam RKDM (Riset Kebutuhan Dasar Masyarakat). Dalam kaitannya dengan hasil penelitian RKDM 2004-2005, teknologi-teknologi pengolahan air yang disajikan pada tulisan ini memiliki masa depan menjanjikan untuk Perlindungan Lingkungan, yaitu: teknologi membran, teknologi zeolit, dan teknologi ozon, yang secara filosofis akan lebih diarahkan pada teknik-teknik dan strategi penyediaan air bersih, baik untuk kawasan pemukiman (common society) ataupun untuk kawasan industri. Secara umum, kajian-kajian tersebut merupakan telaahan yang lebih bersifat aplikasi teknologi yang dapat dijadikan bahan atau masukan bagi para penelitia atau pun praktisi air (air bersih mau pun air minum) untuk melakukan studi dalam hal mengatasi masalah kelangkaan air bersih bagi bangsa yang besar ini di masa mendatang. Dengan melakukan kajian dan telaahan yang lebih mendalam tentang hasil-hasil penelitian tersebut, diharapkan juga akan dicapai sasaran penanganan yang spesifik, tepat serta berbasis pada sumberdaya yang tersedia di daerah tertentu. Pada bagian pertama dari tulisan ini akan dibahas tentang aplikasi teknologi zeolit untuk pengolahan air. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Prof. Roekmijati W.S. pada RUT V yang lalu, dengan judul: “Pemanfaatan Zeolit Alam Indonesia sebagai Adsorben Amonia dan Turunannya dalam Limbah Cair”, akan dijadiakan acuan dalam penulisan makalah ini. Walaupun secara spesifik penelitian ini menggunakan zeolit alam Klinoptilolit dari daerah Campang Tiga – Sidomulyo (Lampung Selatan) untuk pengolahan air limbah yang mengandung senyawa amoniak dan turunannya, namun manfaat lain dari zeolit untuk teknologi pengolahan air modern telah banyak dikembangkan sehingga diharapkan menjadi sinergis dengan teknologiteknologi pengolahan air lainnya. Pembahasan tentang aplikasi teknologi membran akan disajikan pada paragraf kedua. Aplikasi teknologi membran secara spesifik, yaitu teknologi membran mikrofiltrasi dari bahan polimer polysulfone, telah diteliti dan dilaporkan hasilnya oleh Dr. Tjandra Setiadi dari Departemen Teknik Kimia FTI-ITB pada RUT VI, dengan judul: “Pengembangan Sistem Kombinasi Lumpur Aktif dan Membran dengan Teknik Backflushing untuk Pengolahan Limbah Cair Industri”. Penelitian Dr. Tjandra Setiadi ini lebih difokuskan pada sistem pengolahan limbah yang menggunakan Bio-reaktor.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[2]
Pada paragraf ketiga, akan dibahas tentang teknologi ozon dan ozonasi baik untuk prosesproses pengolahan air maupun untuk penyediaan air bersih dan untuk penyediaan air minum. Rekayasa dan rancang bangun berbagai alat pembangkit ozon (ozonator) telah dikembangkan oleh Dr. Setijo Bismo pada RUT VI yang lalu, dengan judul: “Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Senyawa Fenol dan Turunannya dengan Ozon dalam Kolom Sistem Injeksi Berganda”. Walaupun secara khusus, penelitian tentang teknik ozonasinya lebih diarahkan untuk pengolahan air limbah yang mengandung senyawa fenolik (fenol dan turunannya), namun secara umum sistem peralatan yang dikembangkan memiliki kemampuan yang sangat memadai untuk sistem penyediaan air bersih, bahkan untuk teknologi produksi air minum.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[3]
BAGIAN I:
PERANAN ZEOLIT DALAM PROSES PENYEDIAAN AIR BERSIH
Kata zeolit berasal dari kosakata Yunani, yaitu ‘zein’ yang berarti membuih dan ‘lithos’ yang berarti batu. Secara utuh, zeolit berarti batua-batuan mineral yang ditemukan di alam sebagai hasil aktivitas vulkanik (gunung berapi) purbakala. Mineral zeolit pertama kali ditemukan oleh mineralogis berkebangsaan Swedia, yaitu A.F. Cronstedt pada tahun 1976. Zeolit yang ditemukan oleh tersebut adalah dari jenis ‘Stilbit’, yang dimanfaatkan menjadi bahan ‘penyaring molekular’ dari bahan dasar zeolit yang pertamakali. Penemuan zeolit alam oleh Cronstedt kemudian disusul oleh penemuan-penemuan berbagai jenis zeolit lainnya, seperti Heulandite (HEU), Clinoptilolite (CLI), Mordenite (MOR), Chabasite (CHA), Analsime (ANA), Thomsonite (THO), dan lain-lainnya. Sampai saat ini telah ditemukan sekitar 45 macam atau jenis struktur dari zeolit alam di dunia ini. Hasil-hasil penemuan yang dilakukan oleh Cronstedt telah memicu berbagai penemuan dan rekayasa tentang manfaat zeolit oleh berbagai peneliti di seluruh dunia, termasuk juga rekayasa dan rancang bangun molekul dan struktur rangka dari zeolit-zeolit sintetis. Sampai saat ini, telah dihasilkan lebih dari 150 jenis zeolit sintetik (tiruan) beserta tiruannya oleh para ahli dan peneliti mineral zeolit ini di dunia. Rekayasa dan rancang bangun molekul ataupun struktur rangka zeolit didasarkan atas pengetahuan tentang mineral zeolit sebagai senyawa tektosilikat yang terdiri atas unit-unit pembentuk dasar ‘silikat’ [–SiO 4 –] dan ‘aluminat’ [–AlO 4 –] yang dihubungkan oleh atom O sat sama lainnya, sehingga terbentuk struktur 3-D yang bersifat mikropori, termasuk di dalamnya memiliki struktur rongga (cave) sehingga zeolit ini, baik sebagai mineral maupun sebagai bahan sintetis memiliki sifat-sifat yang dominan sebagai: 1. Penyaring molekular (molecular sieve), yang memiliki ukuran pori dalam orde angstrom (Å), yaitu sebesar orde sepersepuluh nanometer. 2. Bahan atau material penjerap (adsorbent), yaitu suatu bahan yang memiliki sifat aktif permukaan (surface active) yang mampu melakukan jerapan dalam ukuran molekul ke dalam pori-porinya sedemikan rupa sehingga akan terjadi perubahan fasa di daerah jerapan tersebut. Dalam hal ini, mekanisme difusi sangat dominan dalam menetukan terjadinya adsorpsi tersebut. 3. Material penukar kation (cation exchanger), karena di dalam struktur rangkanya banyak terdapat kation-kation (terutama logam-logam alkali dan alkali tanah, seperti Na, K, Ca, Mg, Ba, dll.) yang sangat mudah bergerak sedemikian rupa sehingga dapat mempertukarkan kation-kation tersebut dengan kation lain yang ada di dalam fasa larutan.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[4]
4. Katalis (catalyst), yaitu sebagai suatu material yang sangat aktif berperan mendorong terjadinya suatu reaksi sintesis bahan kimia, baik karena mekanisme reaksi yang bersifat redoks (reduksi-oksidasi) maupun sebagai reaksi yang mengikuti mekanisme reaksi asam-basa.
Gambar 1. Sistematika penyusunan struktur rangka dari zeolit. Salah satu jenis zeolit alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah zeolit Klinoptilolit (Clinoptilolite), keluarga dari jenis zeolit Heulandite yang banyak ditemukan di daerah Semenanjung Balkan pada tahun 1890. Di samping klinoptilolit, jenis zeolit alam lain yang juga sangat banyak ditemukan di persada Nusantara adalah Mordenit (Mordenite).
Gambar 2. Struktur dari berbagai zeolit alam yang ada di Indonesia. Potensi zeolit alam di Indonesia sebenarnya sangatlah besar, namun karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan dari sumberdaya manusia yang ada serta keterpaduan dengan pemerintah atau pun pengguna lainnya masih relatif rendah, maka sampai saat ini mineral zeolit alam di Indonesia belum banyak dikembangkan atau diteliti lebih jauh lagi kemanfaatannya. Sebagai contoh, di daerah Campang Tiga, Sidomulyo – Lampung Selatan telah lama ditemukan dan bahkan diteliti struktur kristal, kemampuan serta fungsi-fungsi lainnya baik sebagai penyaring
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[5]
molekul, adsorben, penukar kation ataupun sebagai katalis. Kemurnian zeolit klinoptilolit yang berasal dari lampung Selatan tergolong cukup tinggi, yaitu sekitar 75 % yang tercampur dengan struktur-struktur zeolit alam lainnya seperti mordenit, analsim, dan erionit. Telah lama dikenal tentang keunggulan zeolit klinoptilolit sebagai material yang sangat potensil sebagai penukar kation dan adsorben untuk proses-proses pengolahan air, termasuk juga sebagai bahan penjerap unsur-unsur radioaktif yang sangat ampuh (misalnya: Cs), termasuk juga di bidang pertanian. Sifat-sifat fisika dan kimiawi dari zeolit klinoptilolit yang terpenting dapat disenaraikan seperti di bawah ini:
Rumus Empiris :
Ukuran Pori :
Luas permukaan :
47 - 60 m2/g
Keasaman (pH) :
5,6 - 6,7
Deret selektivitas :
K > NH4 > Ca Na > Mg
(Na 4 K 4 )(Al 8 Si 40 O 96 ). 24 H 2 O
2,4 - 5,6 Å
Dari sifat-sifat fisika dan kimiawi zeolit klinoptilolit di atas, dapat disimpulkan bahwa zeolit klinoptilolit tersebut memiliki kation-kation logam alkali (K dan Na) di permukaan strukturnya yang sangat mudah bertukaran dengan kation amonium (terutama ion K+ atau ion H+ yang diperoleh dari proses pengasaman zeolit ini menjadi H-zeolit). Sifat-sifat yang menonjol inilah yang dimanfaatkan oleh Prof. Roekmijati W.S. dalam penelitannya di RUT V yang lalu, yaitu sebagai adsorben senyawa amoniak dan turunannya yang terdapat dalam limbah cair. Selain penelitian yang dilakukan oleh Prof. Roekmijati W.S. di atas, sebenarnya para peneliti di Departemen TGP-FTUI juga melakukan penelitian-penelitian lainnya, di antaranya adalah sebagai berikut: Meningkatkan luas permukaan yang sangat berarti, sampai ± 250 % dengan menerapkan metode-metode baru yang dikembangkan sendiri (1996 – 1997). Menghasilkan suatu produk modifikasi (H-Zeolit) yang aktif dan efektif sebagai material adsorben gas dan senyawa kimia polutan: NH 3 , H 2 S, CO 2 dan Fenol (C 6 H 5 OH), pada tahun 1997 - 1999. Menghasilkan suatu bahan padatan penukar kation logam-logam berat dan beracun : Hg, Pb dan Fe, pada tahun 1997 - 2000. Mendapatkan material atau bahan unggulan sebagai katalis reaksi-reaksi oksidasi dan asam-basa, pada tahun 1997 - 2001. Meningkatkan penelitian-penelitian yang berkaitan langsung dengan masalah pengolahan limbah cair dan pengolahan air, semenjak tahun 1998 sampai kini. Bekerjasama dengan instansi lain (baik swasta ataupun pemerintah) untuk penelitian tentang masalah-masalah pertanian dan peternakan, misalnya: dengan CV. Minatama
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[6]
Mineral Perdana – Bandar Lampung (1994 – kini), dengan Politeknik Negeri Lampung (1999 – kini), dengan PT. Pupuk Kujang – Dawuan, Cikampek (1999 – 2000), dan lainlain. Karakteristik sifat-sifat fisika dan kimiawi zeolit alam klinoptilolit lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai penjerap amoniak, secara umum sangat berkaitan dengan 5 hal berikut (Boles, 1972; Belitski dkk., 1973; Chelischev dkk., 1974): Rasio Si/Al, Ukuran bukaan pori (pore aperture) dan luas permukaan (surface area), Keasaman zeolit (solid acidity), terutama yang berhubungan dengan kekuatan asam (inti aktif asam-asam Brønstëd dan Lewis), Kestabilan asam (acid stability), dan Kestabilan zeolit terhadap panas (thermal stability).
Gambar 3. Kesetimbangan struktur antara Asam Brønstëd dan Asam Lewis. Ke lima faktor di atas, sebenarnya saling terkait satu dengan lainnya. Sebagai contoh: rasio antara Si : Al sebenarnya juga berkaitan dengan kesetimbangan struktur asam-basa Brønstëd dan Lewis di dalam (permukaan) padatan zeolit tersebut. Di samping itu juga, kesetimbangan asam-asam Brønstëd dan Lewis tersebut (gambar 3.) sebenarnya juga sangat menentukan keaktifan permukaan zeolit dan seterusnya berhubungan dengan sifat katalis dari zeolit tersebut. Sampai saat ini, pengembangan aplikasi zeolit dalam bidang industri air bersih dan atau air minum masih sangat terbatas baik sebagai adsorben, penukar kation ataupun sebagai katalis. Jika dilihat dari konstelasi pengolahan air di dunia industri pengolahan air, maka aplikasi teknologi zeolit dapat direalisasikan pada: Pengolahan primer (primary treatment) ataupun Pengolahan Sekunder (secondaray treatment), dalam hal ini dimanfaatkan baik sebagai penyaring, adsorben partikel-partikel koloid hasil proses koagulasi dan flokulasi secara kimiawi (umumnya menggunakan alum atau Al 2 (SO 4 ) 3 , poly alumunum chloride atau PAC, FeSO 4 , atau koagulan sejenisnya), maupun sebagai penukar kation dari zat-zat berbahaya (radioaktif atau material B3 lainnya). Dalam banyak hal, penggunaan zeolit sebagai penukar kation memberikan kendala pada waktu penjenuhan zeolit yang terlalu cepat, sehingga memerlukan siklus periode regenarsi
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[7]
yang sangat singkat. Ada juga beberapa industri yang memanfaatkan zeolit untuk bahan membran mikrofiltrasi.
(a)
(b)
Gambar 4. Aplikasi kolom unggun isian zeolit: (a). unggun diam dan (b). unggun terfluidisasi. Teknik dan aplikasi dari zeolit alam yang paling banyak digunakan adalah dalam bentuk kolom unggun isian (packed column), baik yang memiliki unggun isian diam (fixed bed) ataupun sebagai unggun bergerak terfluidisasi (fluidized bed). Unggun diam memiliki keunggulan baik sebagai penyaring maupun sebagai penukar kation, namun memiliki kendala jatuh tekanan yang besar dan kesulitan dalam tahap regenerasinya. Unggun fluidisasi unggul dalam hal penukar kation, penggunaan energi tekanan yang rendah, dan efektifitas kontak aerasi dari air yang diolah, namun memiliki kelemahan dalam hal investasi peralatan yang mahal serta kehilangan yang relatif besar akibat terbawa arus air.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[8]
BAGIAN II:
TEKNOLOGI MEMBRAN DALAM PROSES PENYEDIAAN AIR BERSIH
Teknologi membran bekerja berdasarkan suatu “tabir penghalang” yang selektif, yang memungkinkan suatu proses pemisahan dari suatu spesi atau spesi-spesi tertentu dalam suatu fluida dengan mekanisme kombinasi antara metode “penyaringan” dan “difusi serapan”. Peristiwa penyaringan memerlukan gaya penggerak (driving force) berupa tekanan (p), sedangkan peristiwa difusi memerlukan gaya penggerak konsentrasi zat terlarutnya (c). Secara fundamental, prinsip pemisahan yang ada dapat dibagi atas 2 bagian besar, yaitu: (a).
Operasi penyaringan yang memanfaatkan penyaring (membran atau tapis) secara maksimal sedemikian rupa sehingga semua partikel yang lebih besar dari ukuran pori filter tidak akan lolos, sedangkan seluruh fluida dipaksa melewati saringan. Dalam hal ini, arah aliran fluidanya benar-benar tegak lurus terhadap bidang saringan, oleh karenanya, prinsip penyaringan konvensional seperti ini disebut dead-end filtration atau perpendicular filtration. Prinsip penyaringan seperti ini hanya memiliki dua arah aliran saja, yaitu aliran umpan (masukan) dan aliran produk (keluaran), seperti dapat dilihat pada gambar 5.
(b).
Jika aliran dalam arah tangensial sepanjang membran dimanfaatkan untuk membersihkan secara kontinyu permukaan tapis sehingga dapat mengurangi dampak pembentukan lapisan kerak atau kotoran lainnya (fouling) akibat aliran umpan yang mengandung molekul-molekul makro dan partikel besar lainnya, disebut filtrasi aliran silang (cross flow filtration). Membran aliran silang memberikan keuntungan dalam hal umur pemakaian yang lama dan ukuran alat yang minimal. Prinsip filtrasi aliran silang memiliki tiga arah aliran, yaitu aliran umpan (masukan), aliran produk encer (permeat), dan aliran konsentrat atau produk kental (retentate atau reject), seperti dapat dilihat pada gambar 6. Untuk selanjutnya, pembahasan tentang terminologi membaran akan lebih difokuskan pada jenis filtrasi aliran silang ini.
Gambar 5. Skematisasi Filtrasi Dead-End.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[9]
Gambar 6. Skematisasi Filtrasi Membran (Aliran Silang). Ditinjau dari energinya, pemisahan dengan membran memiliki keunggulan dibandingkan evaporasi dan distilasi: tidak ada perubahan fasa yang diperlukan (tidak ada energi dalam bentuk panas yang diperlukan, termasuk untuk panas laten). Oleh karena itulah, dalam dunia industri kimia, teknologi membran sangat tepat digunakan untuk proses-proses pemurnian, pemekatan, fraksionasi, dan produksi bahan-bahan dan atau produk-produk dengan kualitas utama dibandingkan dengan proses-proses konvensional (seperti: distilasi, evaporasi, ekstraksi, dll.). Penyaringan dengan teknologi membran secara selektif dapat memisahkan komponenkomponen dari campuran induknya dalam rentang ukuran partikel dan berat molekul yang sangat bervariasi, mulai dari material-material makromolekul, seperti kanji dan protein, sampai ion-ion + + monovalen seperti Na , K dan lain-lain. Secara umum, membran yang akan digunakan
sebaiknya dipilih berdasarkan ukuran porinya yang lebih kecil dari ukuran ukuran partikel yang terkecil (yang ada dalam aliran di umpan) yang akan disaring oleh membran. Berdasarkan ukuran pori dari membran yang digunakan, secara umum spektrum kerja membran dapat dibagi atas 4 kategori seperti dijelaskan di bawah ini (lihat juga tabel 1.). (a). Membran Mikrofiltrasi (MF) Secara umum, membran MF dijumpai dalam 2 (dua) bentuk atau mode filtrasi, yaitu filtrasi aliran silang (cross-flow separation) dan filtrasi konvensional (dead-end filtration). Dalam pemisahan secara aliran silang, terjadi graduasi perbedaan tekanan (pressure differential) sepanjang membran. Fenomena tersebut mengakibatkan sejumlah (kecil) fluida menembus membran, sementara fluida sisanya terus mengalir di sepanjang permukaan membran sambil membersihkannya. Di sisi lain, filtrasi dead-end paling sering dijumpai di pasaran dalam bentuk cartridge filter, yang umur operasinya jauh lebih singkat dibandingkan dengan filtrasi membran. Ukuran pori dari membran MF ini adalah dalam rentang 0,03 – 10 m sehingga dapat menghambat ukuran partikel-partikel (seringkali disebut molecular weight cutting off atau MWCO) yang lebih besar dari 100.000 dalton, dan beroperasi pada tekanan yang relatif rendah, yaitu antara 0,3 – 3,5 bar dan kecepatan aliran silang (cross-flow velocity) sebesar 3 – 6 m/detik dalam modul tubular. Dalam skala industri, membran MF banyak dijumpai dalam konfigurasi operasi multi-tahap atau multistage (stages-in-series) terutama untuk proses prapemisahan material-material makro, suspensi-suspensi terlarut (koloid), pasir, endapan, lempung, Giardia lamblia, Cryptosporidium cysts, algae, beberapa jenis spesi bakteri, dan
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[10]
juga proses-proses pemisahan fluida dari aliran umpan. Konfigurasi membran MF ini tidak dapat menyisihkan baik prokursor-prekursor maupun produk-produk reaksi samping dari zatzat disinfektan (disebut DBP, disinfectant by products) seperti klor, hipoklorit, kloramin, dan ozon (b). Membran Ultrafiltrasi (UF) Membran UF lebih banyak digunakan untuk pemisahan campuran berbagai macam fluida dan ion-ion (macromolekular). Membran UF bekerja pada tekanan relatif rendah untuk proses fraksionasi, oleh karena itu disebut juga low-pressure fractionation (berdasarkan ukuran komponen yang akan dipisahkan). Membran UF memiliki ukuran pori efektif sekitar 10 kali lebih besar dari nanofiltrasi (NF), yaitu sekitar 1,5 – 7,0 bar, sehingga energi yang dibutuhkan untuk pengoperasian membran UF lebih kecil dibandingkan membran NF. Salah satu contoh umum dari penggunaan membran UF di industri adalah proses pemisahan dan penggunaan ulang (recovery) pigmen cat dari resin cat. Membran UF dapat digunakan untuk berbagai tujuan lainnya, seperti: pemekatan koloni bakteria, produksi beberapa jenis protein makromolekul, zat-zat pewarna (dyes), dan konstituen-konstituen lainnya yang memiliki MWCO antara 10,000 – 100.000 dalton. Ukuran pori membran UF adalah sekitar 0,002 – 0,1 mikron (m atau mikrometer) sehingga konfigurasi sebesar ini tidak tepat digunakan untuk pemisahan garam-garam terlarut (terutama monovalen dan divalen) dan molekulmolekul senyawa organik (proteinm asam humat, dan prekursor-prekursor reaksi samping dari disinfektan atau DBP). (c). Membran Nanofiltrasi (NF) Hampir serupa dengan membran UF, membran NF digunakan untuk pemisahan campuran berbagai macam fluida dan ion-ion (terutama divalen), dengan energi tekanan yang dibutuhkan sekitar 3 kali lebih besar dari membran UF (yaitu sekitar 4,0 – 10,0 bar). Energi tersebut digunakan untuk pemisahan partikel-partikel dan atau ion-ion dengan rentang MWCO sebesar 1000 – 100.000 dalton melalui pori yang lebih halus dari membran UF (yaitu sekitar 0,001 mikron). Sistem membran NF mampu menyisihkan polutan-polutan dalam bentuk kista (cyst), bakteria, virus, ion-ion divalen, zat-zat pewarna (dyes), protein, material-material asam humat, dan prekursor-prekursor ataupun produk reaksi samping dari disinfektan (DBP), tetapi tidak mampu menyisihkan molekul-molekul organik dengan berat molekul kecil seperti metanol dan formaldehida (formalin). Di samping itu juga, sisi lain yang menjadi penyebab jenis membran ini relatif tidak terlalu banyak dikembangkan (sebagai proses pengolahan alternatif di industri dibandingkan membran-membran MF dan UF) adalah karena kebutuhan energinya yang relatif besar. Pengguna terbanyak dari membran NF ini adalah industri-industri pengolahan air minum di daerah pemukiman (municipal drinking water plants), untuk menurunkan alkalinitas sampai ambang batas alkalinitas 50 ppm dan regulasi tentang THM (senyawa trihalometana). Kemampuan membran NF ini yang dapat menyisihkan ion-ion divalen dan polivalen (muatan ion yang lebih besar dari 2), yang berarti juga mampu menyisihkan alkalinitas, dapat
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[11]
berdampak pada meningkatnya korosivitas pada air produk (permeat). Salah satu cara penanggulannya adalah mengamati harga alkalinitas sekaligus pH dari cairan produk tersebut. Membran NF ini juga mampu menyisihkan kesadahan air sehingga seringkali membran ini disebut juga membran pelunak (softening membrane). Di sisi lain, produk pekatan (konsentrat) dari membran NF ini perlu diperhatikan tau diperlakukan lebih teliti karena dampaknya yang dapat memberikan presipitasi (fouling) pada dinding membran. (d). Membran osmosis-balik atau reverse osmosis (RO) Membran RO, yang sering juga disebut sebagai hiperfiltrasi (hyperfiltration), merupakan teknologi penyaringan yang paling halus yang dikenal sampai saat ini. Sistem RO menerapkan teknik-teknik yang paling kompleks, sehingga mampu menyisihkan partikelpartikel yang memiliki rentang ukuran sebesar ion-ion monovalen (seperti Na+ dan K+) dari larutan air. Tekanan yang dibutuhkan proses ini relatif paling tinggi dibandingkan sistem membran sebelumnya, yaitu antara 5 – 70 bar, yang sebanding dengan tekanan osmotik untuk menembus dinding membran semi-permeabel tersebut. Teknik membran RO mampu menyisihkan polutan-polutan dalam bentuk bakteria, virus, garam, gula, protein, zat warna, dan partikel-partikel lainnya yang memiliki MWCO lebih besar dari rentang 150 – 250 dalton. Proses pemisahan atau penyisihan ion dengan teknik RO dibantu juga oleh jumlah muatan dalam partikel yang akan diproses, yang berarti bahwa garam atau ion-ion bermuatan akan lebih mudah ditolak (rejected) oleh membran dibandingkan senyawa-senyawa organik yang tidak bermuatan. Makin besar muatan dan ukura partikel, makin besar daya tolek membran terhadap partikel tersebut. Teknik RO banyak digunakan untuk proses-proses pemurnian air, karena secara teoretis mampu menyisihkan hampir semua polutan yang ada. Polutan-polutan air yang dianggap pang mengganggu adalah: polutan garam-garam (termasuk monoionik dan radium), zat-zat organik natural, pestisida, kista, bakteria, dan virus, disamping juga kemampuannya yang baik dalam memperbaiki warna (kejernihan) dan rasa atau sifat-sifat estetis air lainnya. Walaupun demikian, proses disinfeksi tetap dianjurkan untuk menjamin keamanan atau kesehatan dalam mengkonsumsi air. Dalam industri kimia, membran RO dapat digunakan untuk proses pemurnian fluida-fluida organik dalam industri kimia (dihasilkan dalam aliran konsentrat atau retentat), seperti etanol, glikol (etilen-glikol), dan gliserol (gliserin). Beberapa keuntungan potensial dari penggunaan membran RO ini adalah sebagai berikut:
Menyisihkan hampir semua ion kontaminan dan juga zat-zat terlarut non-ionik lainnya,
Relatif tidak sensitif terhadap kuantitas aliran dan kualitas TDS dari air, sehingga cocok untuk sistem berukuran kecil yang memiliki fluktuasi kebutuhan air berdasarkan musim,
Sistem RO beroperasi secara spontan, tanpa kesenjangan minimum proses yang berarti,
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[12]
Memungkinkan mendapatkan konsentrasi efluen yang sangat rendah, bahkan sampai nihil (jika dalam konfigurasi seri).
Tabel 1. Karakteristik umum dari keempat jenis teknologi pemisahan dengan membran. Membran
RO
NF
UF
MF
Komponen tertolak Tekanan (MWCO) transmembran
lebih besar dari 150250 dalton
lebih besar dari 1000 dalton
lebih besar dari 10.000 dalton
Partikel-partikel tersuspensi halus dengan ukuran lebih besar dari 0,1 meter
Aplikasi proses
10 - 70 bar
Desalinasi, penghilangan garam (desalting), pemurnian air umpan ketel, pralakuan untuk proses pertukaran ion, produksi air ultramurni (ultrapure water production).
9 - 16 bar
Penyisihan kesadahan, depolusi mikrobiologi dan zat organik, penyisihan zat warna dan warna ir (dye desalting and color removal).
1.5 – 7.0 bar
Pralakuan awal/akhir untuk pertukaran ion, pemurnian minuman, pemekatan zat organik dan enceran minyak tersuspensi, penyisihan pirogena, bakteria, virus, dan koloid.
0.3 – 3.5 bar
Proses-proses pralakuan awal dalam industri air minum, penyisihan Giardia lamblia, Cryptosporidium cysts, algae, beberapa spesi bakteri, dan proses pemisahan fluida.
Di sisi lain, beberapa hal yang dapat dianggap kelemahan dari penggunaan sistem membran RO ini adalah sebagai berikut:
Memerlukan investasi yang tinggi,
Memerlukan biaya operasi dan perawatan yang tinggi,
Pengelolaan produk pekat atau air limbah (retentat) merupakan problem tersendiri,
Seringkali memerlukan proses-proses pralakual awal yang cukup kompleks agar supaya sistem RO ini dapat beroperasi dengan baik.
Bahan atau material membran yang digunakan dalam dunia industri cukup banyak ragamnya, terutama dari jenis-jenis membran keramik, membran zeolit, dan membran polimer. Material-material polimer yang banyak digunakan sebagai membran dapat dibagi atas 6 (enam) golongan seperti di bawah ini.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[13]
(a). Membran Selulosa Nitrat (CN Membrane) Membran selulosa nitrat paling banyak digunakan pada laboratorium dan analisis filtrasi. Membran ini memiliki sifat-sifat kebasahan (wetting properties) yang sangat baik dan memberikan laju alir terbesar untuk larutan air. (b). Membran Ester Selulosa Campuran (Mixed Cellulose Ester Membrane) Jenis membran yang memiliki keseragaman dan kehalusan lebih baik dibandingkan dengan membran ester-selulosa murni. Membran ini secara khusus banyak digunakan untuk analisis partikel yang dikandung dalam cairan atau tangkapan aerosol. (c). Membran Selulosa Asetat (Cellulose Acetate Membrane) Suatu bahan campuran dari selulosa triasetat dan diasetat yang membentuk kekuatan membran yang baik pada arah lateral dan longitudinal. Membran ini juga memiliki muatan statik yang rendah, ekstrabililitas larutan air yang sangat rendah, dan daya tahan yang baik terhadap pelarut-pelarut alkohol dengan berat molekul rendah. (d). Membran Nilon (Nylon Membrane) Merupakan membran yang kuat, secara intrinsik hidrofilik, dan sangat kompatibel terhadap berbagai macam pelarut (air, alkohol, dan pelarut-pelarut untuk HPLC). (e). Membran Polietersulfon (Polyethersulfone atau PES Membrane) Merupakan membran hidrofilik dan memiliki daya ikatan yang rendah dengan protein. Tidak memerlukan zat-zat pembasah eksternal sehingga memiliki ekstrabililitas larutan air yang sangat rendah. Membran PES ini secara umum memiliki laju alir yang tinggi dan memiliki ketahanan yang baik terhadap bahan-bahan kimia (baik asam maupun basa) dibandingkan dengan jenis membran selulosa asetat.
(f). Membran TEFLON (PTFE, Poly Tetra-Fluoro Ethylene Membrane) Merupakan membran yang sangat kuat dengan porositas yang tinggi, dan inert terhadap berbagai macam pelarut kimia (baik asam, basa ataupun netral) dan relatif tahan terhadap panas. Sampai saat ini, pengembangan aplikasi teknologi membran yang terbanyak adalah dalam bidang industri air bersih dan atau air minum. Jika dilihat dari segmentasi pengolahan air di industri, maka aplikasi teknologi membran dapat direalisasikan pada posisi-posisi: (a). Pengolahan primer (primary treatment), sebagai tahapan dalam penyisihan limbah lumpur dan atau partikel-partikel besar dan koloid hasil proses koagulasi dan flokulasi secara kimiawi (umumnya menggunakan alum, PAC, FeSO 4 , atau koagulan sejenisnya). Jenis membran yang digunakan dalam tahap ini adalah mikrofiltrasi. (b). Pengolahan sekunder (secondary treatment), yang hampir serupa dengan aplikasi pada tahap sebelumnya, yaitu menggunakan teknik mikrofiltrasi untuk menyisihkan partikel-partikel (halus) dan kesadahan yang dapat menyebabkan kerak (scaling) pada proses selanjutnya. Selain itu juga, teknik ultrafiltrasi sudah mulai banyak diterapkan
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[14]
untuk proses-proses penyisihan mikroorganisme berukuran besar, seperti bakteria, virus, pirogen, dan lain sebagainya.
Gambar 8. Skematis aplikasi membran MF/UF di bagian pengolahan primer atau sekunder.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[15]
Gambar 7. Spektrum kerja keempat jenis membran (Mikro Ffiltrasi, Ultra Filtrasi, Nano Filtrasi, dan Reverse Osmosis).
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[16]
(c).Pengolahan tahap lanjut (anvanced treatment), umumnya menerapkan teknik-teknik lebih kompleks dan canggih menggunakan nanofiltrasi dan osmosis balik (reverse osmosis) untuk diarahkan pada produksi air minum (potable water atau drinking water). Aplikasi pada tahap akhir ini lebih banyak digunakan untuk menurunkan kadar TDS, kesadahan, garam-garam, bakteria, virus, rasa, dan bau (estetika air).
Gambar 9. Skematis unit membran keramik yang digunakan di industri pengolahan air.
Gambar 10. Aplikasi unit operasi membran di industri air minum.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[17]
BAGIAN III:
TEKNOLOGI OZON DALAM PROSES PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN AIR MINUM
Dalam kondisi ambien, ozon (O 3 ) berbentuk gas yang berwarna biru, berbau amis menyengat sebagai bentuk molekul alotropik oksigen (O 2 ) yang tidak stabil (meta-stable) sehingga keberadaannya di udara relatif singkat, hanya sekitar 5 sampai 30 menitan saja. Ketidakstabilan ozon ini yang menyebabkan molekul ozon tidak dapat disimpan ataupun ditransportasikan dengan mudah dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga gas ozon umumnya diproduksi di daerah dekat ia diaplikasikan (in situ). Karakteristik fisik dari ozon adalah sebagai berikut: – massa molar : 48 g/mol – kerapatan relatif terhadap udara : 1,657 – berat jenis pada O ºC dan 760 mmHg : 2,143 kg/m3 – panas pembentukan pada volum tetap : 143 kJ/mol (34,2 kkal/mol). Keberadaan ozon di alam diakibatkan oleh dua hal, yang pertama adalah karena peristiwa alamiah, yaitu adanya ionisasi udara oleh petir (pada saat udara mendung, banyak hujan dan banyak petir). Keberadaan ozon yang kedua adalah karena pembuatan (secara artifisial) ozon oleh tegangan listrik tinggi (coronna discharge) ataupun oleh adanya pancaran gelombang UV. Pembuatan ozon dengan tegangan listrik jauh lebih efektif dan disukai, karena produktivitasnya yang tinggi walaupun energi yang diterapkan relatif cukup besar. Proses pembuatan senyawa ozon pada umumnya menggunakan bahan baku udara dan atau oksigen murni yang dilewatkan di antara 2 elektroda yang saling berdekatan yang dialiri arus listrik tegangan tinggi (antara 10 sampai 25 kilovolt). Korona energi tinggi yang terbentuk di antara kedua elektroda tersebut memicu terurainya O 2 menjadi dua molekul oksigen tunggal (radikal oksigen) yang kemudian bergabung dengan 2 molekul O 2 lainnya untuk membentuk 2 molekul ozon, seperti disajikan secara sederhana pada gambar 11. di bawah ini.
Gambar 11. Proses pembentukan ozon (O 3 ) dari molekul oksigen (O 2 ). Ozon pertama kali digunakan sebagai senyawa disinfeksi dalam distribusi air minum di negara Perancis pada awal 1900-an. Pada saat ini pemakaiannya telah berkembang dengan sangat pesat, yaitu hampir sekitar 1000 instalasi disinfeksi dengan ozon telah dibangun (pada umumnya untuk pengolahan air minum), terutama di Eropa dan Amerika Utara. Penggunaan ozon pada instalasiStrategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[18]
instalasi pengolahan tersebut pada umumnya ditujukan untuk pengendalian rasa air, bau dan zatzat yang menimbulkan warna. Ozon banyak dipakai sebagai disinfektan dan proses depolusi air dalam pengolahan air bersih dan air minum karena sifatnya sebagai oksidator yang sangat kuat, hampir 6 kali lebih kuat dari gas klor (tabel 2.). Ozon juga dapat digunakan dalam pengolahan air bersih dan air minum untuk pengendalian bau dan dalam pengolahan lanjut untuk penyisihan zat-zat organik berbahaya yang terlarut dalam air limbah, sebagai pelengkap yang potensial dari proses pengolahan dengan adsorben karbonaktif dan atau zeolit alam. Kemampuan ozon sebagai disinfektan juga jauh lebih baik dibandingkan dengan gas klor, sebagai ilustrasi pada tabel 3. di bawah ini diberikan data hasil penelitian tentang kemampuan ozon dalam menonaktifkan kista Giardia Lamblia, yang dinyatakan dalam orde ‘waktu kontak’ (CT, contact time dengan satuan mg*min/L) untuk bebagai jenis disinfektan yang banyak dipakai dalam industri pengolahan air, sedangkan pada tabel 4. diberikan harga-harga CT untuk inaktivasi virus oleh berbagai disinfektan. Tabel 2. Kekuatan oksidasi relatif dari beberapa spesi oksidator(*). Spesi Oksidator Ozone
Rumus Molekul
Petensial Oksidasi (Volt)
Kekuatan Relatif Oksidator(*)
O3
2,08
5,2481
Hidrogen Peroksida
H2O2
1,78
2,6303
Asam Hipoklorit
HOCl
1,48
1,3183
Cl 2
1,36
1,0000
HOBr
1,33
0,9333
Oksigen
O2
1,23
0,7413
Brom
Br 2
1,09
0,5370
Klordioksida
ClO 2
0,95
0,3890
I2
0,54
0,1514
Gas Klor Asam Hipobromit
Iodium
(*) Dihitung berdasarkan kekuatan oksidasi dari Cl 2 sebagai acuan (= E r ), yaitu sebesar: 10(E – Er) Sumber:
Water Quality Association Ozone Task Force. 1997. Ozone for Point-of-Use, Point-of-Entry, and Small System Water Treatment Applications: A Reference manual Water Quality Association. Lisie, IL, 2 - 4.
Tabel 3.
Nilai CT dari berbagai disinfektan untuk menonaktifkan 99,9 % (3-logs) dari kista Giardia Lamblia.
Disinfektan
pH
Harga CT pada suhu kontak dalam larutan (mg·min/L) < 1 ºC
5 ºC
10 ºC
15 ºC
20 ºC
25 ºC
6
165
116
87
58
44
29
7
236
165
124
93
62
41
8
346
243
182
122
91
61
9
500
353
265
177
132
88
O3
6–9
2,9
1,9
1,43
0,95
0,72
0,48
ClO 2
6–9
63
26
23
19
15
11
NH 2 Cl
6–9
3.800
2.200
1.850
1.500
1.100
750
Cl 2 (2 mg/L)
Sumber: Rice, R.G. dan P.K. Overbeck, GDT Corp., 1998.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[19]
Tabel 4. Nilai CT dari berbagai disinfektan (germisida) untuk inaktivasi virus. Disinfektan
pH
Harga CT untuk inaktivasi virus pada suhu 10 ºC (mg·min/L) atau (mW·s/cm2 untuk UV) 2-log
3-log
4-log
O3
6–9
0,5
0,8
1,0
Cl 2 (0,2 – 0,5 mg/L)
6–9
3
4
6
ClO 2
6–9
4,2
12,8
25,1
NH 2 Cl
8
643
1,067
1,491
UV
–
21
36
tak ada data
Sumber: AWWA, 1991.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sampai saat ini pengembangan aplikasi teknologi ozon yang paling dominan adalah dalam bidang pengolahan air bersih dan atau air minum. Jika dilihat dari segmentasi pengolahan air di industri, maka aplikasi teknologi ozon ini dapat direalisasikan pada posisi-posisi berikut: (a). Pengolahan primer (primary treatment), sebagai coagulant aid pada proses sedimentasi dan koagulasi, selain juga untuk membantu proses penyisihan warna. Dengan dosis ozon sekitar 0,3 – 1,0 mg/L, proses pre-ozonasi ini dapat menghemat koagulan alum sampai sekitar 30 – 50 persen (dari sekitar 25 mg/L alum menjadi 14 mg/L). Selain itu juga, pre-ozonasi ini juga dapat digunakan untuk menurunkan turbiditas dari air baku sekaligus memperbaiki performa pengendapan floc pada dosis alum yang rendah. Pada tahan ini juga, pro-ozonasi sangat membantu dalam menurunkan nilai TDS (total dissorlve solid) dari air baku yang digunakan, dan hasilnya akan lebih ekonomis lagi jika menggunakan pre-ozonasi dengan katalis (karbon aktif atau senyawa-senyawa silikaalumina seperti zeolit). (b). Pengolahan sekunder (secondary treatment), yang digunakan secara efektif untuk menekan pertumbuhan bakteri, virus, kista, alga, lumut, warna, dan bau. Ozonasi pada tahap sekunder ini akan sangat ekonomis bila digunakan proses ozonasi katalititik, yaitu proses ozonasi dengan menggunakan katalis-katalis alumina, zeolit, dan GAC (karbon aktif dalam bentuk granul). (c). Pada tahap “Pengolahan lanjut”, ozon digunakan untuk proses-proses disinfeksi sterilisasi air produk menggantikan peranan gas klor. Selain itu juga, ozonasi dalam tahap ini berperan dalam memperbaiki estetika air (rasa dan bau) sedemikian rupa sehingga kualitas air minum yang dihasilkan berada dalam kondisi terbaik. Bila diperhatikan semua peranan ozon secara umum, dimulai dari proses pengolahan primer sampai ke proses tahap lanjut, maka keuntungan-keuntungan yang dapat dipeoleh dari aplikasi teknologi ozon ini adalah sebagai berikut: Memiliki daya oksidasi yang sangat besar sehingga hanya memerluka waktu kontak (CT)
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[20]
yang relatif sangat pendek untuk menginaktifkan semua zat-zat renik (germs), yaitu dalam orde 5 – 15 detik saja,
Tidak meninggalkan bau ataupun rasa,
Meningkatkan kelarutan oksigen dalam air (DO semakin besar), Hampir tidak membutuhkan bahan-bahan kimia, kecuali yang mutlak dibutuhkan dalam proses sedimentasi (koagulasi dan flokulasi), Mampu mengendapkan besi (Fe2+) dan mangan (Mn2+) terlarut melalui proses reaksi oksidasi, sedemikian rupa sehingga kualitas air (termasuk TDS) dapat meningkat secara signifikan,
Mampu menghancurkan dan sekaligus menyisihkan algae dan lumut,
Bereaksi dan sangat efektif dalam penyisihan senyawa-senyawa organik yang terlarut dalam air (TOC, total organic compounds), Terurai dengan cepat dalam air (dalam orde 1 – 15 menit), sehingga efek residu dari ozon relatif mudah diatasi, Mampu menyisihkan warna, rasa dan bau sebagai parameter-parameter estetika air. Disisi lain, beberapa kelemahan atau kendala dari aplikasi teknologi ozon ini di antaranya adalah sebagai berikut: Ozon merupakan gas atau senyawa kimia yang beracun (TLV dari OSHA adalah 0,1 ppm), yang tingkat peracunannya berbanding lurus dengan konsentrasi dan waktu paparan. Biaya ozonasi lebih tinggi dari klorinasi. Instalasi peralatan umumnya relatif lebih kompleks dari klorinasi. Suatu katalis perusak ozon sangat disarankan untuk dipasang pada bagian keluaran, untuk mencegah terjadinya keracunan dan kebakaran akibat ozon. Dapat menghasilkan senyawa-senyawa karbonil (aldehida dan keton) yang tidak diinginkan, terutama bila waktu kontak terlalu pendek. Untuk sistem distribusi, masih diperlukan klorinasi atau sanitasi lanjut (post-chlorination) karena sifat ozon yang tidak meninggalkan residu. Ozon memiliki kelarutan dalam air yang jauh lebih rendah dari klor, sehingga diperlukan peralatan khusus untuk melarutkan ozon dalam air (dapat menggunakan diffuser, dengan efektivitas pelarutan maksimal sebesar 70 %; atau dapat juga menggunakan venturi injection dengan efektivitas pelarutan sampai sebesar 90 %). Cenderung tidak menyisihkan atau melumat beberapa jenis senyawa organik yang sulit diuraikan dalam air (refractory organics), sehingga perlu difikirkan menggunakan katalis dari bahan-bahan silika-aluminat ataupun GAC. Masih ada banyak lagi kegunaan dan peranan ozon dalam pengolahan air dan limbah cair, karena kelebihannya sebagai zat pengoksidasi yang sangat kuat, baik di berbagai industri maupun sistem pengolahan air kota. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan secara garis besar manfaat dan aplikasi ozon (Rice dan Browning, 1981) : – disinfeksi bakteri – inaktivasi virus – oksidasi besi/mangan terlarut
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[21]
– dekompleksikasi ikatan mangan-organik (oksidasi) – penghilangan warna (oksidasi) – penghilangan rasa (oksidasi) – penghilangan bau (oksidasi) – penyisihan algae (oksidasi) – penyisihan senyawa-senyawa organik (oksidasi), seperti : pestisida, deterjen, dan fenol – penyisihan sianida (oksida) – penyisihan padatan tersuspensi, SS (oksidasi) – menaikkan biodegradabilitas dari senyawa organik terlarut – sebagai proses pendukung dari penyisihan amonia dan zat organik terlarut dengan proses GAC (granular activated carbon). Unit pembangkit ozon atau generator ozon (ozonator) yang banyak dipakai di industri dan unit-unit pengolahan air dan air limbah umumnya dapat dikategorikan dalam 2 bagian besar, yaitu : A.
Ozonator jenis pelat (plate-type ozonizer), yang terdiri dari dielektrik dan elektroda metal yang berbentuk lempeng. Secara keseluruhan, unit ini terbungkus secara aman pada suatu ruangan isolasi yang digabungkan dengan unit air pendingin. Secara skema-tis digambarkan pada gambar 5 sebagai berikut :
Gambar 12.. Skematis ozonator jenis pelat (Rice dan Browning, 1981). B.
Ozonator jenis tabung (tube-type ozonizer), yang pada dasarnya mempunyai konfigurasi konsentris antara elektroda dan tabung dielektrik. Berdasarkan posisi elektroda dan dielektriknya sebagai saluran air pendingin, ozonator jenis tabung ini dibagi atas 2 bagian besar, yaitu : jenis horizontal dan jenis vertikal.
Gambar 13. Skematis ozonator jenis tabung (Rice dan Browning, 1981).
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[22]
Gambar 14. Ozonator industri hasil rancangan Ozonia Inc. (IOA, 2000).
Ozonator jenis pelat dewasa ini sudah semakin berkurang pemakainya karena efektivitas dan produktivitasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis tabung. Sebaliknya, ozonator jenis tabung horizontal semakin banyak dikembangkan oleh beberapa produsen, seperti Ozonia di Perancis (gambar 14.), dan Wedeco, Jerman (gambar 15.).
Gambar 15. Ozonator hasil rancangan Wedeco., Jerman (IOA, 2000).
Dalam ozonator-ozonator skala industri seperti di atas, gas ozon dihasilkan dengan cara melewatkan aliran oksigen atau udara di antara 2 elektroda (tegangan tinggi dan massa) yang diberi tegangan tinggi dengan arus bolak-balik. Untuk mencegah terjadinya bunga listrik (arc) yang berlebihan, salah satu atau kedua elektroda dimaksud dilapisi oleh suatu dielektrik dengan ketebalan tertentu yang seragam (uniform) sehingga diperoleh permukaan yang bertegangan listrik seragam (equipotential surface). Sebagai contoh, beberapa penggunaan ozon secara spesifik dalam sistem pengolahan air limbah pada berbagai industri (industri petrokimia, industri plastik, pengilangan minyak, industri pengolahan batubara, industri farmasi dan industri kimia lainnya) disajikan secara skematis, masing-masing pada gambar 18. (bersama dengan sinar UV untuk penyisihan kloro-aromat) dan gambar 19. (untuk penyisihan sianida dan senyawa-senyawa organik tertentu yang sulit didegradasi secara biologis, biorefractory). Sedangkan penggunaan ozon secara spesifik di dunia
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[23]
industri disenaraikan pada tabel 5. di bawah ini.
Gambar 16. Ozonator rancangan OZONIA Corp., sedang menjalani perawatan rutin.
Gambar 17.
Sistem pelarutan ozon dalam air: (a). sistem injeksi venturi (atas kiri) dan (b) proses pelarutan secara difusi dengan bubbler (bawah kanan).
Gambar 18. Diagram alir penggunaan ozon/UV untuk penyisihan kloro-aromat (Prengle & Mauk, 1977).
Dari uraian peralatan ozonator di atas, secara umum perbedaan tegangan listrik di antara kedua elektroda yang digunakan sangat bergantung pada jenis dan ketebalan dielektrik dan lebar Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[24]
jarak (gap) ruang ionisasi; dalam prakteknya berkisar antara 8 – 20 kilovolt. Tegangan sebesar ini dapat dibangkitkan melalui transformator tegangan tinggi ataupun secara elektronik, atau kombinasi dari keduanya. Tabel 5.
Pemanfaatan Ozon untuk Pengolahan Limbah Cair (Besselievre & Schwartz, 1976; Eckenfelder, 1989; Metcalf & Eddy, 1991). No.
Sumber/Pengguna
Penggunaan O 3
1.
British-American Oil Co., Kanada (Pengilangan minyak)
Penghilangan senyawa ± 85 kg/j ozon fenol dalam limbah cair kilang minyak
50 mg O 3 /l effl. 1150 liter/menit limbah cair
2.
Czech Technical Digest
Penghilangan senyawa 1,5 – 2,7 sulfur organik dan fenol mg/mgkontaminan
waktu kontak : 3 – 15 menit
3.
Welsbach Co., Philadelphia
4.
Industri pesawat terbang, automotif dan farmasi
Penghilangan sianida
5.
Industri Kimia, Instalasi air pendingin dan ketel uap
Pengolahan (recovery) kromat
Oksidasi-reduksi
6.
Industri pelapisan logam, industri pengolahan air
Penghilangan Fe dan Mn terlarut
Fe(II) Fe(III)
-
Kapasitas
Keterangan
35 kg O 3 /hari
industri generator ozon di AS.
2 mg O 3 /mg sianida
oksidasi menjadi sianat
Mn(IV) Mn(VII)
Secara menyeluruh, reaksi pembentukan ozon dapat dijelaskan melalui reaksi endotermis berikut :
3 O2 2 O3 ,
H1 atm 284,5 kJ / mol
Demikian pula entropi pembentukan ozon ini cukup besar dan tidak menguntungkan :
S1 atm 69,9 ( J / mol ) / K
Gambar 19. Diagram alir penggunaan ozon/UV untuk penyisihan sianida dan senyawa organik yang sulit dioksidasi secara biologis (Prengle & Mauk, 1977).
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[25]
Jadi, sudah jelas bahwa ozon tidak mungkin diproduksi melalui aktivasi termis dari oksigen, karena energi bebas standar dari pembentukan ozon mempunyai positif yang besar, yaitu
G1 atm 161,3 kJ / mol . Dapat disimpulkan pula bahwa ozon hanya dapat terdekomposisi secara mudah dengan pemanasan, dan pengendalian temperatur yang memadai dari gas proses adalah suatu faktor terpenting dari efisiensi pembentukan ozon. Untuk suatu perbedaan tegangan yang diberikan, produksi atau ozon yang dihasilkan bergantung terutama pada geometri komponen peralatan, sifat dielektrik dari insulator, frekuensi arus listrik, derajat kekeringan dari udara (oksigen), tekanan dan konsentrasi ozon yang diinginkan dalam udara atau oksigen. Produktivitas ozon tersebut juga bergantung pada suhu air pendingin dalan ozonator. Konsentrasi ozon dalam udara yang diozonasi umumnya berkisar di antara 10 sampai 20 gram/m3. Pada konsentrasi ini, dengan menganggap penggunaan udara kering yang selalu terjaga (dengan cara mengumpankan udara pada suhu –40 sampai –60 ºC), kapasitas produktif dari alat ozonator yang ada saat ini bervariasi, bergantung pada jenisnya, yaitu antara 50 sampai 100 gram perjam setiap m2 luas permukaan dielektrik dengan frekuansi arus listrik sekitar 50 - 60 Hz. Untuk suatu keperluan yang lebih spesifik, produktivitas ozon dapat ditingkatkan dengan penggunaan frekuensi arus listrik yang lebih tinggi (Dégremont, 1979). Bergantung pada jenis dan dimensinya, total kebutuhan energi dari suatu instalasi ozonator secara lengkap adalah sekitar 20 sampai 30 Watt-jam per gram ozon yang diproduksi. Peralatan ozonator itu sendiri mengkonsumsi sekitar 14 sampai 18 Watt-jam per gram ozon. Adanya kehilangan yang sangat berarti dari energi listrik pada ozonator, sebagian besar porsinya adalah karena adanya konversi energi menjadi panas yang berakibat akan menaikan suhu gas pada ruang ionasasi secara berarti (Dégremont, 1979). Karena ozon yang dihasilkan akan terdekomposisi secara berarti bila suhu gas menaik, untuk itulah diperlukan suatu sistem pendinginan yang biasanya berupa sirkuit air pendingin sistem tertutup (radiator coolant). Di Indonesia, sampai saat ini penggunaan ozon sebagai senyawa oksidator dalam industri masih sangat terbatas dan pada umumnya hanya digunakan sebagai senyawa disinfeksi/sterilisasi pada industri pengolahan air minum kemasan. Alasan keterbatasan penggunaan ozon ini secara umum dapat dikatakan adalah besarnya biaya investasi dan kepraktisan instalasinya, seperti suhu produksi ozon yang terlalu rendah sehingga energi yang dibutuhkan akan sengan tinggi. Rekayasa dan rancang bangun ozonator yang telah dilakukan Dr. Setijo Bismo telah berhasil membangun suatu unit pembangkit ozon yang dapat beroperasi pada suhu ambien, yaitu antara 28 – 30 ºC. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, diperoleh hasil-hasil yang paling menarik untuk alat ozonator hasil rancangan, seperti digambarkan pada grafik di bawah ini.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[26]
y = 6E-05x3 - 0.0518x2 + 15.993x - 1643.2 2 R = 0.9728
0.65
POzon (g/jam)
0.6 0.55 0.5
Data 0.45 0.4 290
Pers. Regresi
295
300
305
310
TWBR (K)
Gambar 20. Kinerja produksi ozonator hasil rancang bangun sebagai fungsi dari suhu. (S. Bismo, 1999).
Dari gambar 20. di atas terlihat dengan jelas bahwa kinerja produksi ozon yang optimum sekitar suhu 28 – 30 ºC. Hal yang cukup menarik untuk dicatat, adalah bahwa kinerja dari elektroda yang digunakan tidak berbeda dengan elektroda yang digunakan oleh ozonator-ozonator hasil rancangan perusahaan-perusahaan besar.
PUSTAKA ACUAN Dégremont, “Water Treatment Handbook”, edisi 5, John Wiley and Sons, New York 1979. Eckenfelder Jr., W.W. : “Industrial Water Pollution Control”, , McGraw-Hill Book Co., New York, 1989. Fan, Liang Shih, “Gas-Liquid-Solid Fluidization Engineering”, Butherworth, New York, 1989. Fishbein, L., “Chromatography of Environmental Hazards”, Vol. II Metals, Gaseous, and Industrial Pollutans. Elsevier Scientific Publishing Company. New York: 517pp, 1973. Freeman, H.M. (editor) : “Standard Handbook of Hazardous Waste Treatment and Disposal”, McGraw-Hill Book Co., New York, 1989. Hutzinger, O., Van Lelyveld, I. H., and Zoeteman, B. C. J., “Aquatic Pollutants: Transformation and Biological Effects. Proceeding of the Second International Symposium on Aquatic Pollutants”, Pergamon Press. New York. 519pp, 1978. Jorgensen, S. E., “Industrial Waste Water Management”, Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 388pp, 1979. LaGrega, M. D. and Long, D. A., “Toxic And Hazardous Wastes”, Proceedings of the Sixteenth MidAtlantic Industrial Waste Conference. Technomic Publishing Company, Inc. Lancaster, Pennsylvania, 587pp, 1984. LaGrega, M. D., Buckingham, P. L., and Evans, J. C., “Hazardous Waste Management”, McGrawHill, Inc. Singapore. 1146pp, 1994. Langlais, B., D.A. Recklow, dan D.R. Brink : “Ozon in Water Treatment, Application and Engineering” (Cooperative Research Report), Lewis Publishers, 1991. Laporan Utama, “Pembangunan Sektor Air Bersih, Sebuah Peta Buta”, Majalah Air Minum, ISSN 0126-2785, Edisi 104, Mei 2004, halaman 5 – 7. Laporan Utama, “Pencapaian Air Minum dan Penyehatan Lingkungan pada Millenium Development Goals: Target Baru Masalah Klasik”, Majalah Percik, Februari 2004, halaman 3 – 11. Major, D. W. and J. Fitchko, “Hazardous Waste Treatment On-Site and In Situ”, ButterworthHeinemann. London: 253pp, 1992. Metcalf & Eddy, Inc.(Tchobanoglous, G., dan F.L. Burton) : “Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse”, McGraw-Hill Book Co., Singapore, 1991. Nemerow, N. L. and Dasgupta, A., “Industrial and Hazardous Waste Treatment”, 2nd ed. Van
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[27]
Nostrand Reinhold. New York. 743pp, 1991. Nemerow, N. L., “Industrial Water Pollution Origins, Characteristics, and Treatment”, AddisonWesley Publishing Company. Massachusetts: 738pp, 1978. Potter, C., Soeparwadi, M., Gani, A.,”Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia - Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu”, Project of the Ministry of State for the Environment, Republic of Indonesia and Dalhousie University, Canada. EMDI Jakarta. 220 hal, 1994. Rice, R.G., dan M.E. Browning : “Ozone Treatment of Industrial Waste Water”, Notes Data Corroration, Park Ridyl, 1981. Wentz, C. A., “Hazardous Waste Management”, McGraw-Hill Book Company. Singapore. 461pp, 1989.
Strategi Pemenuhan Air Bersih untuk Kawasan Industri dan Pemukiman dengan Teknologi Bersih dan Bebas Bahan Kimia Terlarut
[28]