http://jurnal.fk.unand.ac.id
Laporan Kasus
Mastoidektomi Revisi pada Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya Jacky Munilson, Tuti Nelvia
Abstrak Operasi mastoid berkembang sebagai penanganan terhadap Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Mastoidektomi revisi dilakukan bila tujuan operasi pertama tidak tercapai. Kegagalan operasi mastoid bisa disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya penanganan air cell yang tidak adekuat, facial ridge yang tinggi, kegagalan membuang semua kolesteatom, meatoplasti yang tidak adekuat dan ketidakpatuhan pasien untuk kontrol setelah operasi. Operasi mastoid revisi biasanya lebih sulit dan berbahaya karena anatomi telinga tengah menjadi tidak jelas, landmark dapat hilang dan struktur berbahaya sudah terpapar. Dilaporkan satu kasus operasi mastoid revisi pada seorang laki-laki berumur 25 tahun, yang ditatalaksana dengan timpanomastoidektomi dinding runtuh. Kata kunci: otitis media supuratif kronik, mastoidektomi revisi, kolesteatom, meatoplasti
Abstract Surgery of the mastoid developed as a treatment for chronic suppurative otitis media. Revision mastoid surgery done if the aim of first surgery not achieved. Failure of mastoid operation may caused by many things, including handling of air cells are not adequate, high facial ridge, failure to remove all cholestetoma meatoplasty in adequate and non adherence of patient to control after surgery. Revision
mastoid surgery is usually more difficult and
dangerous, because anatomy of the middle ear may be altered, some of the important landmarks can be loss and dangerous structure has been exposed. It was reported one case revision mastoid surgery in a man aged 25 years old, management with canal wall down tympanomastoidectomy . Keywords: chronic suppurative otitis media, revision mastoidectomy, cholesteatoma, meatoplasty Affiliasi penulis: Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Unand Korespondensi: Jacky Munilson, E-mail :
penanganan air cell yang tidak adekuat, tidak berhasil membuang semua kolesteatom, facial ridge yang
[email protected]. Telp : 0751-37194
tinggi
media
supuratif
kronik
dengan
kolesteatom adalah penyakit yang sering ditemukan, terutama
di
meatoplasti
yang
tidak
adekuat.1,4,5
Mastoidektomi revisi biasanya lebih sulit dari operasi
PENDAHULUAN Otitis
dan
negara
berkembang.
Kolesteatom
pertama, karena anatomi dari telinga tengah bisa tidak jelas
landmark
berbahaya sudah
bisa
hilang
dan
struktur
yang
terpapar.1,4
secarahistologis bersifat jinak, tetapi dapat bersifat destruktif secara lokal, yaitu dapat menyebabkan destruksi tulang dan menimbulkan komplikasi seperti meningitis, abses otak, labirintitis dan kelumpuhan
Indikasi dilakukan mastoidektomi revisi adalah tujuan
Seorang pasien laki-laki, berumur 25 tahun, datang ke poliklinik THT-KL pada tanggal 15 Juni 2011, dengan keluhan: telinga kanan berair sejak
saraf fasialis.1-3
apabila
LAPORAN KASUS
operasi
pertama
Penyebab kegagalan operasi
tidak
tercapai.
mastoid diantaranya
kecil, warna cairan kekuningan dan berbau, cairan yang keluar hilang timbul terutama bila batuk pilek. Riwayat operasi telinga kanan 2 tahun yang lalu di rumah sakit daerah. Telinga yang dioperasi ini tidak Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
996
http://jurnal.fk.unand.ac.id
berair selama 2 bulan setelah operasi, setelah itu kembali berair. Pasien sudah berobat tetapi tidak sembuh. Pendengaran telinga kanan menurun, tidak ada sakit kepala hebat, tidak ada
pusing berputar,
tidak ada muntah proyektil, tidak ada wajah mencong. Pada
pemeriksaan
fisik
status
generalis,
keadaan umum sedang, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80x/menit, suhu afebris. Pada pemeriksaan regio mastoid kanan tampak sikatrik bekas insisi operasi, pada aurikula dekstra (AD), liang telinga lapang, sekret mukopurulen berwarna kekuningan, membran
Gambar 1. Rontgen mastoid posisi Schuller sebelum
timpani perforasi atik. Pada aurikula sinistra (AS), liang
operasi pertama 18/9/2009.
telinga lapang, tidak ada sekret, membran timpani utuh dan reflek cahaya positif. Pada pemeriksaan hidung yaitu rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior dalam batas normal. Tenggorok dalam batas normal. Pada test penala didapatkan kesan tuli konduktif pada telinga kanan (Tabel 1). Pasien didiagnosis dengan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe bahaya. Dilakukan pengambilan sekret liang telinga untuk kultur
dan
tes
sensitifitas.
Diberikan
terapi
siprofloksasin 2x500 mg, H2O2 3% 2x5 tetes dan
Gambar 2. Rontgen mastoid posisi Schuller setelah
ofloksasin 3% 2x5 tetes di telinga kanan.
operasi pertama 25/4/2011.
Tabel 1. Tes penala didapatkan tuli konduktif di telinga kanan.
Pada
Rinne
pemeriksaan
Computer
Tomografi
Kanan
Kiri
Scanning
(-)
(+)
pneumatisasi air cell mastoid kanan tampak sangat
(CT
Scan)
mastoid
didapatkan
hasil
berkurang dengan gambaran perselubungan pada Weber
mastoid kanan, tampak destruksi tulang mastoid
Lateralisasi ke kanan
kanan dan sklerotik, tidak tampak abses. Mastoid kiri Swabach
memanjang
Rontgen
Mastoid
posisi
Sama dengan
baik. Kesannya mastoiditis aurikula dekstra (AD)
pemeriksa
dengan kolesteatom (Gambar 3 dan 4).
Schuller
pasien
sebelum operasi pertama yaitu tanggal 18 September 2009 di rumah sakit daerah, memperlihatkan air cell mastoid sklerotik (Gambar 1). Pada rontgen mastoid posisi Schuller 2 tahun setelah
operasi
yaitu
tanggal
25
April
2011,
didapatkan pada telinga kanan terlihat air cell mastoid sklerotik
dan
terlihat
destruksi
tulang
mastoid,
kemungkinan bekas operasi pertama (Gambar 2).
Gambar 3. CT Scan mastoid potongan koronal. Kesan destruksi tulang mastoid, mastoiditis dan kolesteatom.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
997
http://jurnal.fk.unand.ac.id
retroaurikula. Dilakukan insisi tegak lurus terhadap kulit dan tangensial terhadap liang telinga. Dilakukan pengambilan graft dari fasia temporalis profunda. Insisi kulit diperdalam sampai terlihat korteks mastoid, dibuat insisi T untuk meluaskan lapangan operasi, dipasang retraktor, tampak tulang mastoid destruksi atau
karena
kolesteatom.
operasi
sebelumnya
Dilakukan
dan
pengeboran,
terlihat tampak
kolesteatom memenuhi antrum, semua kolesteatom dibersihkan. Facial ridge direndahkan. sinodural angle
Gambar 4. CT Scan mastoid potongan aksial.
dibersihkan. Didapatkan tegmen intak, sinus sigmoid Pasien didiagnosis dengan OMSK AD tipe
intak, kanalis semisirkularis intak dan kanalis fasialis
bahaya dan dipersiapkan untuk timpani-mastoidektomi
intak. Dinding posterior liang telinga diruntuhkan,
dinding runtuh. Hasil pemeriksaan laboratorium darah,
korda timpani intak, tampak kolesteatom di kavum
Hb 15 gr/dl, leukosit 5600/mm3, hematokrit 47%,
timpani dan tulang pendengaran telah hancur dan
trombosit 295.000/mm3,
PT 11,5 detik,
APTT
semua kolesteatom dibersihkan. Graft diletakkan
41,5
pemeriksaan
audiometri
membentang diatas kavum timpani dan difiksasi
detik.
Pada
hasil
didapatkan tuli konduktif derajat sedang-berat di
dengan spongostan.
Dilakukan meatoplasti dengan
telinga kanan dengan ambang dengar 61,25 dB
membuang sebagian kartilago konka, sehingga liang
(Gambar 5).
telinga sangat lapang menyesuaikan dengan dinding posterior liang telinga yang diruntuhkan. Dilakukan obliterasi kavitas operasi dengan menggunakan flap jaringan lunak sekitar lapangan operasi dan luka operasi dijahit lapis demi lapis. Setelah operasi diberikan terapi injeksi seftriakson 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg, pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg 2x1 kapsul, Ambroksol 3x30 mg, drip tramadol dalam infus ringer laktat.
Follow up hari pertama pasca operasi Anamnesis didapatkan, pasien tidak demam, tidak ada sakit kepala, tidak ada pusing berputar, tidak ada wajah mencong, nyeri pada lapangan operasi. Gambar didapatkan
5.
Hasil tuli
audiometri
konduktif
sebelum
sedang
berat
operasi dengan
ambang dengan 61,25 dB.
Telinga kanan tertutup perban, tidak ada darah merembes dan tidak bau. Hidung dan tenggorok dalam
batas
normal.
Diagnosis
post
timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari pertama Operasi dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011, dengan prosedur operasi, pasien di meja operasi posisi supine dalam anestesi umum dengan kepala miring ke kiri. Dilakukan tindakan septik antiseptik di lapangan operasi. Liang telinga kanan dievaluasi
atas indikasi OMSK AD tipe bahaya. Diberikan terapi injeksi seftriakson 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg, pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5mg 2x1 kapsul, Ambroksol 3x30 mg, drip tramadol dalam ringer laktat 3x1 ampul.
dengan mikroskop, tampak membran timpani perforasi atik, ditemukan
sekret
mukopurulen,
dibersihkan
dengan H2O2 3% dan Povidone Iodine. Selanjutnya dilakukan penandaan insisi 3 mm retroaurikular.
Follow up hari ke-3 pasca operasi Dari anamnesis didapatkan, pasien tidak demam, tidak ada sakit kepala, tidak ada pusing
Dilakukan infiltrasi dengan epinefrin 1:200.000 di regio Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
998
http://jurnal.fk.unand.ac.id
berputar,
tidak
ada
nyeri
timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-7.
lapangan operasi berkurang. Pada telinga kanan
Dilakukan ganti perban, jahitan retroaurikula dibuka
terpasang tampon sofratul, tidak ada darah merembes
semuanya dan luka operasi tenang. Pasien boleh
dan tidak bau. Pada regio retro aurikula dekstra, luka
pulang. Terapi siprofloksasin 2x500 mg, ofloxasin
operasi tenang dan tidak ada pus. Hidung dan
tetes telinga 2x5 tetes AD, asam mefenamat bila nyeri.
tenggorok
Pasien dianjurkan kontrol ke poliklinik THT 3 hari
dalam
wajah mencong
batas
normal.
dan
Diagnosis
post
timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-3
setelah pulang.
dan dilakukan ganti perban luar. Hasil
kultur
sekret
telinga
didapatkan
kuman
Kontrol pasca operasi hari ke-14
Pseudomonas spp, yang sensitif terhadap gentamisin,
Dari anamnesis didapatkan, tidak ada telinga
siprofloksasin, ceftazidim, netilmisin dan cefoperazon.
berair, tidak ada demam, tidak ada batuk, tidak ada
Terapi pasien diganti sesuai kultur yaitu injeksi
pilek, tidak ada cairan keluar dari telinga. Pada AD
seftazidime 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg,
setelah dibuka tampon dalam didapatkan liang telinga
pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5mg 2x1 kapsul,
sangat lapang, tidak ada sekret, debris ada, graft
ambroksol 3x30 mg, ofloxasin tetes telinga 2x5 tetes
masih sukar dinilai.
AD, drip tramadol diganti asam mefenamat 3x500 mg.
batas normal. Pada pasien ini dilakukan tes penala
Hidung dan tenggorok dalam
dan didapatkan hasil, tuli konduktif di telinga kanan. Follow up hari ke-5 pasca operasi
Hasil
tes
penala
(Tabel
2).
Diagnosis
post
Anamnesis didapatkan tidak ada demam, tidak
timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-14.
ada sakit kepala, tidak ada wajah mencong, tidak ada
Diberikan terapi siprofloksasin 2x500 mg, ofloxasin
pusing berputar dan nyeri lapangan operasi minimal.
tetes telinga 2x5 tetes AD.
Liang telinga kanan tertutup tampon sofratul, tidak ada
Tabel 2. Tes penala pasien post operasi hari ke-14,
darah merembes, tidak bau, Regio Aurikula dekstra
kesan tuli konduktif di telinga kanan
luka bekas insisi tenang dan tidak ada pus. Hidung
kanan
kiri
Rinne
(-)
(+)
Weber
Lateralisasi
dan tenggorok dalam batas normal. Diagnosis post timpano-mastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-5. Dilakukan ganti perban luar, jahitan retroaurikula AD
kanan
dibuka selang seling, dan luka operasi tenang. Diberikan terapi injeksi seftazidime 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg, ofloxasin tetes telinga
ke
Swabach
memanjang
Sama dengan pemeriksa
2x5
tetes AD pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg 2x1 kapsul, ambroksol 3x30 mg, asam mefenamat 3x500
Kontrol hari ke-24 pasca operasi Dari anamnesis didapatkan tidak ada telinga
mg bila nyeri.
berair, tidak ada demam, tidak ada batuk, tidak ada pilek, tidak ada cairan keluar dari telinga. Pada
Follow up hari ke-7 pasca operasi Dari anamnesis didapatkan tidak ada demam,
pemeriksaan THT telinga kanan, didapatkan liang
tidak ada sakit kepala, tidak ada wajah mencong, tidak
telinga sangat lapang, tidak ada sekret, ada debris,
ada pusing berputar dan nyeri lapangan operasi
graft tampak tumbuh. Telinga kiri, hidung dan
minimal. Pada liang telinga kanan tertutup tampon
tenggorok dalam batas normal. Pada tes penala
sofratul, tidak ada darah merembes dan tidak bau.
didapatkan tuli konduktif di telinga kanan (Tabel 3).
Luka bekas insisi tenang. Hidung dan tenggorok
Diagnosis post timpanomastoidektomi AD hari ke-24.
dalam
Diberikan terapi ofloksasin tetes telinga 2x5 tetes AD.
batas
normal.
Diagnosis
post
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
999
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Tabel 3. Tes penala pasien post operasi hari kedua
DISKUSI
puluh empat, kesan tuli konduktif di telinga kanan.
Pasien datang ke poli THT Dr. M.Djamil
kanan
kiri
Padang dengan keluhan telinga kanan masih berair,
Rinne
(-)
(+)
dengan riwayat pasien sudah pernah operasi telinga 2
Weber
Lateralisasi
tahun yang lalu di rumah sakit daerah, tidak berair selama 2 bulan, setelah itu berair lagi. Pasien sudah
ke kanan Schwabach
berobat, tetapi masih tetap berair. Pada penelitian Cho
memanjang
Sama
dengan
pemeriksa
et
al
tahun
1997-2004,
mendapatkan
keluhan
terbanyak dari operasi mastoid yang membutuhkan mastoidektomi revisi adalah telinga berair yaitu
Hasil pemeriksaan histopatologi didapatkan, gambaran
mikroskopis
epitel
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
berlapis gepeng, dengan massa keratin, debris dan
penunjang yaitu rontgen mastoid posisi Schuller,
nekrotik,
terdapat gambaran berkurangnya pneumatisasi di
gambaran
tampak
sesuai
potongan
72,6%.8
dengan
kolesteatom
(Gambar 6).
telinga kanan. merupakan
Rontgen mastoid posisi Schuller
pemeriksaan
standard
untuk
menilai
mastoid, disini dapat dilihat luasnya pneumatisasi sel mastoid, lempeng tegmen, lempeng sinus dan daerah epitimpanum.7,8 CT Scan mastoid pasien ini memperlihatkan gambaran
kolesteatom
dan
destruksi
tulang.
Pemeriksaan penunjang ini penting, meski bukan Gambar 6. Gambaran histopatologi sesuai dengan kolesteatom.
Kemudian pasien meminta untuk kembali ke Jakarta, karena harus masuk kembali bekerja dan kontrol ke rumah sakit di Jakarta. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan audiometri ulang, didapatkan perbaikan ambang dengar yaitu tuli konduktif telinga kanan derajat sedang, dengan ambang dengar 46, 25 dB (Gambar 7)
suatu keharusan, terutama dengan kecurigaan adanya kolesteatom. Kelebihan CT scan mastoid adalah dapat memperlihatkan
lebih
jelas
ada
atau
tidaknya
erosi/destruksi dinding lateral atik, erosi aditus ad antrum, erosi osikel, fistula labirin dan erosi tegmen timpani.4,8 Penyebab tersering kegagalan operasi adalah 1. facial ridge yang tinggi, 2. Meatoplasti yang tidak adekuat dan 3. Tulang yang bergaung. Skema penyebab tersering dari kegagalan operasi mastoid 4 (Gambar
8).
Operasi
mastoid
yang
adekuat
diharapkan akan mengurangi kekambuhan akibat adanya kolesteatom, operasi membutuhkan peralatan, operator yang terlatih dan kepatuhan pasien dalam kontrol setelah operasi.4,9 Pasien ini di rumah sakit daerah dilakukan operasi simple mastoidectomy, karena waktu itu hanya ditemukan jaringan granulasi. Atallah melaporkan angka kejadian timbulnya kolesteatom setelah operasi mastoid adalah 7,6%-57%.1 Menurut Faramarzi et al pada pasiennya yang dilakukan operasi mastoidektomi Gambar 7. Audiometri setelah operasi, dengan hasil
revisi pada tahun 2004-2006, dari 116 telinga,
tuli konduktif sedang berat 46,25 dB.
kolesteatom ditemukan pada 71 telinga(61,20%).10
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
1000
http://jurnal.fk.unand.ac.id
untuk terkena saraf fasialis adalah besar, tetapi ini dapat dikurangi dengan penggunaan mikroskop yang baik dan keahlian dari operator.14 Pada
pasien
ini
dilakukan
meatoplasti.
Penyebab mekanik yang mengakibatkan tertahannya debris pada 23% kasus adalah meatoplasti yang tidak adekuat. Meatoplasti dapat dikerjakan dengan teknik membuang kartilago konka, atau dibuat insisi vertikal Gambar 8. Skema penyebab tersering kegagalan operasi
adalah
1. facial ridge
yang
tinggi,
2.
Meatoplasti yang tidak adekuat, dan 3. Tulang yang bergaung.4
pada celah antara rim heliks anterior dan tragus menuju
ke
liang
telinga
dan
dilebarkan,
ini
menyesuaikan dengan bentuk tulang yang dinding posterior liang telinga yang diruntuhkan.5,9,10 Pada pasien ini meatoplasti dilakukan dengan
Kolesteatom
terbentuk
karena
proses
invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya
tekanan
negatif
di
tengah.11,12
telinga
Meruntuhkan dinding posterior liang telinga adalah pilihan untuk kasus dengan adanya kolesteatom.
membuat insisi dan membuang kartilago konka, menyesuaikan dengan dinding posterior liang telinga yang diruntuhkan. Teknik lain untuk mendapatkan meatoplasti
antrum mastoid. Pada penelitian Faramarzi et al kolesteatom ditemukan terbanyak pada sinodural angle (28,28%), di atik(23%), tip mastoid (13%) dan di hipotimpani(5%).10 Menurut penelitian Bercin et al12 2005-2008 mendapat-kan kegagalan
operasi pada mastoidektomi dinding runtuh adalah kolesteatom dan meatoplasti yang tidak adekuat pada 80,9% kasus, air cell di sinodural angle dan resesus supra tuba yang tertutup pada 71,4% kasus, facial ridge yang tinggi, air cell yang tidak bersih di apex mastoid pada 52,4% kasus.
yang tinggi, facial ridge yang tinggi dikenal sebagai “beginner hump”. Hal ini dapat menyebabkan higiene lokal yang tidak baik, merupakan obstruksi mekanik, menyebabkan akumulasi debris, dan juga mencegah antara
kavum
mastoid
dan
telinga
tengah.10,13,14
Pada pasien ini juga dilakukan obliterasi kavitas
Beberapa ahli menganjurkan obliterasi kavitas operasi dengan menggunakan kartilago, graft dari lemak perut dan jaringan lunak lokal.13 Strategi mastoidektomi revisi adalah, identifikasi nervus fasialis, membuang tulang
yang bergaung,
menipiskan
tulang
yang
menutupi sinus sigmoid, memperluas sinodural angle, merendahkan
facial
ridge,
membuang
anterior/posterior buttress dan membuat meatoplasti yang adekuat.2,4 Kegagalan kemungkinan
operasi
tidak
pertama
bersihnya
pasien
seluruh
ini
jaringan
bergaung, yang menyebabkan sulitnya drainase juga kemungkinan
terlambat
kontrol
pasca
operasi
pertama. Setelah operasi kedua, pada pasien ini secara subjektif ada perbaikan pendengaran setelah operasi, dari pemeriksaan audiometri didapatkan peningkatan ambang dengar 15 dB, padahal tulang pendengaran sudah hancur, ini dimungkinkan karena
Pada pasien ini dilakukan mastoidektomi revisi, dengan landmarks operasi yang sudah tidak jelas. Mastoidektomi revisi lebih banyak komplikasi dan lebih beresiko dibandingkan operasi pertama.13 Perlu untuk membersihkan
endaural
patologis, atau karena ditemukan ada tulang yang
Pada pasien ini juga ditemukan facial ridge
hubungan
adalah
plasti.5,15,16
operasi yaitu dengan flap jaringan sekitar operasi.
Pada pasien ini kolesteatom ditemukan pada
pada tahun
adekuat
meatoplasti, Z plasti dan Y
Tujuan meruntuhkan dinding posterior dari liang telinga adalah eradikasi total dari kolesteatom.2
yang
semua
kelainan
pada
air
cell,
merendahkan facial ridge, dinding lateral epitimpani, perhatian khusus pada tip mastoid, sinodural angle,
adanya graft yang dibentangkan di kavum timpani. Penelitian Atallah et al didapatkan adanya peningkatan pendengaran secara subjektif pada 71% pasien. 1 Setelah dilakukan operasi mastoid terutama dengan adanya
kolesteatom,
setelah operasi.
sangat
penting
perawatan
Idealnya pasien setelah operasi
mastoid tetap kontrol selama bertahun-tahun.4,17
sel tegmental dan hipotimpanum. Kecenderungan Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
1001
http://jurnal.fk.unand.ac.id
DAFTAR PUSTAKA 1. Atallah SM, Al Anazy F, Al Dousary S. Surgical findings in revision radical mastoidectomy. Bahrain Medical Bulletin. 2010;32(4):1-4. 2. Ajalloueyan M. Modified radical mastoidectomy techniques to decrease failure. Medical Journal of
9. Helmi. Otitis media supuratif kronis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. 10. Faramarzi
A,
Zarandi
MM,
Khorsandi
MT.
Intraoperative findings in chronic otitis media Surgery. 2008; 11(2):196-9. 11. Raynov AM, Choung YH, Park HY, Choi SJ.
the Islamic Republic of Iran. 1999;13(3):179-83.
Establishment and characterization of an in vitro
3. Telian SA, Cecelia, Scmalbach E. Cronic otitis
model of cholesteatoma. Clinical and experimental
media. Dalam: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003. hlm.261-91. 4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Edisi ke-6. Jakarta:FKUI; 2007. hlm.64-74. 5. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of mastoid and Petrosa. Dalam: Byron JB. Head & Neck surgery Otolaryngology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. hlm. 2093-4.
otorhinolaryngology. 2008;1:86-91. 12. Bercin M, Kutluhan A, Bozdemir K, Yalciner G, Sari N,Karamese O. Results of revision mastoidectomy. Acta Oto-Laryngologica. 2009;129:138-41. 13. Salami A, Mora R, Dellepiane, Crippa B, Guastini L.
Result
of
revision
mastoidectomy
with
Piezosurgery. Acta oto-laryngologica. 2010;130: 1119-24. 14. Martin MS, Raz Y. Mastoid surgey. Springer. 2008: 50-9.
6. Sanna M, Sunose H, Mancini F, Russo A, Taibah
15. Murray DP, Jassar P, Lee MS. Z meatoplasty
A. Revision surgey after open technique. Dalam:
technique in endaural approach mastoidectomy.
Middle Ear And Mastoid Microsurgery. New York:
The journal of laryngology & otology. 2000;114:
Thieme; 2009. hlm.324-32.
526-7.
7. Patil S, Ahmed J, Patel N. Endaural meatoplasty:
16. Suskind DL, Bigelow CD, Knox GW. Y modification
the whipps cross technique. The Journal of
of meatoplasty. Otolaryngol Head Neck surgery.
Laryngology & Otology. 2011;125:78-81.
2009;121:126-7.
8. Cho YS, Hong SD, Chung KW, Hong SH, Chung
17. Kim MY, Yeo SG. Long term clinical efficacy of
WH, Park SH. Revision surgery for chronic otitis
lokal
care
of
post
media: and outcomes in comparison with primary
cholesteatomas.
surgery. Auris Nasus Larynx. 2010;13(3):179-83.
Research. 2007;2:43-8.
Journal
surgical Of
Medical
lokalized Science
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
1002