ISSN 1410-1939 MASA INKUBASI BAKTERI PATOGENIK Ralstonia solanacearum RAS 3 PADA BEBERAPA KLON KENTANG [INCUBATION TIME OF PHYTOPATHOGENIC BACTERIAL Ralstonia solanacearum ON SOME POTATO CLONES] Dodo Rusnanda Sastra1 Abstract Bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum is the most important bacterial disease of a number of crop plant, especially potato crop. The wilt disease is a serious constraint to potato production in Indonesia, causing yield losses until 75%. In vitro research was carried out on 19 clones of potato to detect incubation time of bacterial wilt disease. The result showed the variation of incubation time Ralstonia solanacearum on potato clones 6,5 – 21,3 days. The incubation time on Ruset burbank, Red pontiac, Katahdin, Nooksack, Kennebec, Aminca, Nicola, Cardinal, BF15, A18B1 and A12 is faster than Granola.. The incubation time on some clones (AD9, PAS3063, PAS3064, Cina 1 and A5) is longer than Granola. Kata kunci: Kentang, Ralstonia solanacearum, masa inkubasi,
PENDAHULUAN Tanaman kentang (Solanum tuberosum) berasal dari Amerika Selatan, dan telah lama dibudidayakan di dataran tinggi di Indonesia. Awalnya umbi kentang digunakan sebagai sayuran, kini banyak digunakan sebagai makanan pokok pengganti beras, bahan baku industri makanan ringan dan bahan baku industri olahan lainnya. Sejalan dengan perubahan gaya hidup dan pertumbuhan industri maka kebutuhan umbi kentang meningkat terus. Pada tahun 1991 komsumsi kentang sebesar 2,21 kg/kapita/tahun dan meningkat menjadi 3,35 kg/kapita/tahun (Badan Agribisnis, 1998). Menurut laporan FAO pada tahun 1995 konsumsi kentang Indonesia menjadi 4,3 kg/kapita/tahun konsumsi ini masih tergolong rendah dibadingkan dengan rata – rata konsumsi kentang Asia yang mencapai 10 kg/kapita/tahun (wattimena, 2000). Luas pertanaman kentang di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 44,930 ha dengan produksi 628.727 ton. Pada tahun 1994 meningkat menjadi 56.057 ha dengan produksi 877.346 ton. Jika setiap hektarnya memerlukan bibit 1 ton maka 1
budidaya kentang di Indoenesia memerlukan bibit sebanyak 56.057 ton. Untuk mencukupi kebutuhan bibit tersebut dilakukan oleh Balai Benih Utama Pengalengan. Namun bibit kentang yang dihasilkan di dalam negeri tidak dapat menjamin mutu yang baik. Sertifikasi bibit hanya didasarkan pengamatan visual sehingga tidak menjamin terbebas dari kontaminasi panyakit virus, hawar daun, layu bakteri dan busuk umbi (Wattimena, 2000). Konsekwensinya adalah produktivitas kentang Indonesia masih rendah, yaitu rata – rata nasional hanya sebesar 14,63 ton.ha. Disamping itu setiap tahunnya masih banyak bibit kentang impor yang masuk ke Indonesia, sekalipun harganya lebih mahal. Pada tahun 1991 impor bibit kentang Indonesia tercatat sebesar 673,6 ton atau US $ 537,1 ribu, kemudian naik menjadi 886 ton atau US $ 872,6 ribu pada tahun 1994 (Badan Agribisnis, 1998). Sebagian besar petani ternyata menggunakan bibit yang dibuat sendiri, karena harganya mahal dan sulit meperolehmya. Sejak ditemukan oleh F.F Smith pada tahun 1896, bakteri Ralstonia solanacearum masih mendominasi sebagai salah satu bakteri patogenik yang menyerang tanaman pertanian yang mampu
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian, BPPT. Jl. M.H. Thamrin No. 8, Gedung II, Lantai XVII, Jakarta.
63
Jurnal Agronomi 8(1): 63-67
menurunkan produksi secara nyata, terutama pada tanaman Solanaceae (Kelman, Hartman, Cook dan Hayward, 1994). Laporan Cook dan Squiera (1994) dapat dijadikan ukuran betapa bahayanya bakteri ini dalam menyerang tanaman, di beberapa negara mampu menurunkan produksi sampai 75 persen. Lebih menakjubkan lagi bakteri ini ternyata dapat menyerang semua jenis tanaman (Kelman di dalam Hayward 1990). Namun yang paling banyak diperbincangkan adalah serangan pada tanaman kentang, pisang, kacang tanah, cabe, tembakau dan tomat. Penyebarannya sangat luas mencakup daerah tropik dan subtropik di seluruh dunia (Mehan dan Mc Donald, 1995). Di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Van Breda de Haan pada tahun 1995 ketika mengamati gejala layu pada kacang tanah di Cirebon. Dari Cirebon bakteri patogen ini menyebar ke berbagai daerah dan negara lain serta menimbulkan kerusakan yang serius pada tanaman kacang tanah (Machmud, 1993). Tetapi pertanian kacang tanah yang paling berat menderita kerusakannya adalah di Indonesia dan Cina (Hayward, 1990), dengan tingkat kerusakan yang bervariasi yakni 10 - 35 % pada kultivar resisten, dan 60 – 90% pada kultivar rentan (Machmud, 1993; Mehan et.al. 1994). Bakteri patogen ini terdiri atas banyak strain atau ras yang berbeda, dengan kisaran inang yang sangat luas. Sebanyak lima ras R. Solancearum telah diidentifikasi, yang berbeda dalam kisaran inang, distribusi geografi, dan kemampuan survive dalam kondisi lingkungan berbeda. Karakteristik bakteri R. Solanacearum adalah memliliki gram negatif, berbentuk batang lurus atau bengkok, ukuran (0,5 – 1,0 µm) x (1,5 – 4,0 µm) memiliki satu atau lebih flagela polar, katalase positif dan bersifat aerobik. Namun identifikasi bakteri ini sangat sulit dan memerlukan kombinasi uji fisiologi-biokimia, media selektif dan uji patogenetitas. Sedangkan bakteri patogen lain relatif lebih sederhana dan hanya memerlukan beberapa pengujian (Mehan, 1995). Bakteri yang termasuk dalam genus ini dapat menyebabkan sejumlah peyakit dengan gejala yang berbeda, seperti layu, kanker, busuk lunak, hawar pada bunga dan ranting, bercak daun, tumor atau gall dan mushroom blight. Tetapi yang paling populer adalah penyakit layu (Hayward, 1990). Dalam cuaca lembab penyakit ini menyerang lebih dahsyat, dan jika cuaca kembali kering dan panas tanaman terinfeksi tiba – tiba menjadi layu. Jika hanya beberapa pembuluh yang diserang maka tanaman hanya memperlihatkan gejala layu pada sebagian pertumbuhan tanaman. Layu vascular
64
selalu berkembang dengan lambat, kebalikan dari gejala dieback yang berkembang dengan cepat (Klement, et.al 1990). BAHAN DAN METODA Penelitian masa inkubasi bakteri R. solanacearum dilakukan pada 19 kultivar/klon tanaman kentang yang berasal dari hasil pemuliaan konvensional dan non konvensional serta introduksi, yaitu: Russet Burbank, BF15, A5, Aminca, PAS3604, Katahdin, Granola, Nooksack, AD9, S. Stenotonum, Kennebec, PAS3603, Red Pontiac, Atlantik, A12, Nicola, Cina 1, Cardinal dan A18B1. Kultivar Atlantik digunakan sebagai kontrol rentan, S. Stenotonum digunakan sebagai kontrol resisten dan Granola sebagai kultivar standar yang umum dibudidayakan petani. Klon A5 dan A18B1 adalah klon hasil fusi protoplas antara BF15 dan S.Stenotenum; Cina 1 adalah klon introduksi dari Cina yang belum teridentifikasi, PAS3063 dan PAS3064 adalah hasil seleksi dari biji PAS (Potato American Seed). Isolasi dan pembiakan bakteri Inokulum bakteri R. solanacearum virulen diperoleh dengan mengisolasi bakteri dari umbi kentang terinfeksi. Umbi kentang dibersihkan dan dilakukan sterilisasi pernukaan dengan natrium hipoklorit selama 5 menit, kemudian dibilas dengan air steril 2-3 kali. Umbi dipotong – potong dengan pisau steril, lalu ditrendam dalam air steril selama 10 – 15 menit dan akan keluar oze dari jaringan terserang. Larutan yang mengandung bakteri tersebut kemudian digoreskan dengan jarum ose pada media NDA (Nutrient Dextrose Agar) dan diinkubasikan selama 2-3 hari pada suhu ruang. Bakteri R. Solanacearum akan tumbuh membentuk koloni. Ciri-ciri koloni bakteri berbentuk bulat cembung, pinggir rata, berwarna putih susu kebasah – basahan. Bakteri yang tumbuh dipastikan adalah R. Solanacearum ras 3. selanjutnya dilakukan uji virulensi bakteri dengan menggunakan media TZCA (Tetrazolium Chrolide Agar) dalam cawan petri dan diinkubasikan pada suhu 28-30oC, selama 48 jam. Pada media TZCA isolat bekteri virulen berbentuk bulat tidak teratur, fluidal, dan berwarna merah muda. Bakteri virulen kemudian diperbanyak pada media NDA yang diinkubasikan pada suhu ruang selama 48-72 jam. Selanjutnya dibuat inokulum dengan cara memindahkan koloni bakteri menggunakan jarum
Dodo Rusnanda Sastra: Masa Inkubasi Bakteri….
ose ke dalam 10 ml air steril lalu divorteks. Suspensi bakteri steril kemudian diencerkan dengan kepekatan 1,2 x 109 sel per ml. Selanjutnya suspensi bakteri tersebut siap diinokulasikan pada tanaman in vitro dengan metode siram. Pananaman dan inokulasi Pembuatan media Media perbanyakan yang digunakan adalah media MS (Murashige dan Skoog, 1962) dengan penambahan 30 gr per 1 sukrosa, 7 gr per 1 agar, pH 5,6 – 6,8 tanpa zat pengatur tumbuh. Selanjutnya media dimasukan dalam botol kultur 150 ml sebanyak 20 – 25 ml per botol dan disterilisasi dengan otoklap selama 25 – 30 menit. Penanaman eksplan Perbanyakan tanaman dilakukan dengan menanam stek satu buku pada media MS sebanyak 5 eksplan per botol. Selanjutnya tanaman diinkubasikan di ruang kultur pada suhu 19 - 23 0 C selama 4 – 5 minggu. Inokulasi Setelah tanaman berumur 4 - 5 minggu, kemudian diinokulasi dengan suspensi bakteri yang telah disiapkan dengan metode siram ke dalam botol kultur. Pengamatan Pengamatan waktu inkubasi dilakukan setiap hari dan dimulai satu hari setelah inokulasi. Cara pengamatan dengan melihat gejala serangan pada tanaman kentang dan menghitung jumlah tanaman yang terserang penyaki layu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak inokulasi bakteri sampai mulai menunjukan gejala layu, Hasil pengamatan pada 19 kultivar/klon kentang menunjukkan hasil yang bervariasi. Gejala layu pada tanaman disebabkan bakteri ini menyerang sistem vascular, terutama pada tanaman herbaceus. Sistem transportasi ait dan nutrien diblok dalam pembuluh xylem sehingga tanaman kekurangan air dan nutrisi ahirnya mengakibatkan layu atau kadang – kadang kerdil. Oleh karena itu terjadinya layu mungkin bukan disebabkan secara langsung oleh toksin bekteri, tetapi karena pertumbuhan bakteri secara masif dalam xylem dan produksi lendir
polisakarida ekstraseluler yang menyumbat sistem vascular. Koloni bakteri ini banyak dijumpai dalam xylem baik pada bagian batang, akar atau tangkai. Masa inkubasi R. solanacearum atau waktu antara inokulasi dan munculnya gejala lebih lama dibandingkan penyakit bakteri lain, sering lebih dari dua minggu (Main dan Walker, 1971; Van Alpen dan Turner, 1975). Masa inkubasi dipengaruhi oleh umur tanaman, konsentrasi bakteri, virulensi inokulum dan faktor lingkungan, dalam percobaan ini semua faktor yang memperngaruhi masa inkubasi dibuat relatif sama, sehingga perbedaan yang terjadi merupakan hasil interaksi faktor genetik ketahanan masing – masing klon dan daya patogenisitas dari bakteri Ralstonia solanacearum ras 3. Masa inkubasi umumnya berkorelasi positif dengan kejadian penyakit pada tiap klon yang diuji. Semakin lama masa inkubasi bakteri patogen pada suatu klon tertentu maka semakin kecil kejadian panyakit pada klon tersebut. Hasil pengamatan menunjukan masa inkubasi tercepat terjadi pada kultivar Atlantik yaitu 6,50 hari. Kultivar ini dikenal sangat rentan terhadap bakteri layu dan dalam penelitian ini berfungsi sebagai kontrol rentan. Masa inkubasi terlama adalah S. stenotonum yaitu 21,30 hari. Spesies kentang liar ini bersifat resisten dan digunakan sebagai kontrol resisten. Kultivar budidaya Granola memiliki masa inkubasi antara kontrol rentan dan kontrol resisten yaitu selama 15,36 hari. Semula kultivar ini dikenal resisten terhadap bakteri R. solanacearum namun sekarang telah banyak yang terserang atau resistennya telah menurun. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mendapatkan klon kentang resisten guna menghindari serangan bakteri layu di lapangan. Klon yang lebih resisten dari kultivar standar Granola adalah yang memiliki masa inkubasi lebih lama kultivar Granola. Sedangkan yang paling resisten adalah klon yang memiliki masa inkubasi sama atau lebih lama dari S. stenotonum. Dari 16 klon yang diuji, ternyata tidak ada klon yang mempunyai masa inkubasi lebih lama dari kontrol resisten. S. stenotonum. Granola sebagai kultivar yang umum dibudidayakan petani dan dianggap resisten terhadap penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum ternyata masa inkubasinya lebih cepat dibandingkan kontrol resisten, yaitu Granola 15,36 hari dan kontrol resisten 21,30 hari. Sebanyak 5 klon ternyata menunjukan masa inkubasi lebih lama dibandingakn dengan Granola sekalipun lebih singkat dari klon resisten, yaitu AD9 (18,30 hari), PAS3063 (19,63 hari), PAS3064 (20,30 hari),
65
Jurnal Agronomi 8(1): 63-67
Cina I (16,75 hari dan A5 (16,73 hari). Klon ini diduga lebih resisten dibandingkan dengan Granola (15,36 hari). Sisanya sebanyak 11 klon memiliki masa inkubasi labih lama dibandingkan dengan klon rentan Atlantik (6,50 hari) tetapi lebih cepat dibandingkan dengan Granola (15,36 hari), yaitu: Ruset Burbank (12,53 hari), Red Pontiac (11,30 hari), Katahdin (11,27 hari), Nooksack (11,53 hari ), Kennebeck (9,57 hari), Aminca (8,93 hari), Nicola (8,43 hari), Cardinal (8,02 hari), BF15 (7,82 hari ), A18B1 (14,42 hari) dan A12 (11,73 hari). Klon tersebut diduga lebih rentan dari Granola. Tabel 1. Masa inkubasi R. Solanacearum ras 3 pada 19 kultivar/klon/spesies liar kentang. Kultivar/klon/spesies Waktu inkubasi (hari) liar kentang Ruset Burbank 12,53 ± 3,55 Red Pontiac 11,30 ± 2,45 Katahdin 11,27 ± 3,33 Nooksack 11,23 ± 3,21 Kennebec 9,57 ± 1,55 Aminca 8,93 ± 2,44 Nicola 8,43 ± 1,11 Cardinal 8,02 ± 2,44 BF15 7,82 ± 3,41 Atlantik 6,50 ± 3,22 Granola 15,36 ± 2,71 AD9 18,30 ± 4,22 PAS3063 19,63 ± 3,13 PAS3064 20,30 ± 3,44 Cina 1 16,75 ± 3,41 A18B1 14,42 ± 4,59 A5 16,73 ± 3,66 A12 11,73 ± 2,55 S. stenotonum 21,30 ± 5,23 Keterangan: klon/kultivar Atlantikadalah kultivar kontrol rentan, Granola adalah kultivar standar yang umum dibudidayakan di Indonesia dan S. stenotonum adalah kultivar kontrol resisten.
KESIMPULAN Penelitian masa inkubasi bakteri R. solanacearum pada 19 kultivar/klon kentang secara in vitro dapat disimpulkan sebagai berikut:
66
1. Masa inkubasi bakteri R. solanacearum ras 3 pada 20 klon kentang sangat bervariasi, yaitu sekitar 6,5 – 21,3 hari. 2. Masa inkubasi bakteri R. Solanacearum ras 3 tercepat terjadi pada kontrol rentan Atlantik yaitu selama 6,5 hari. 3. Masa inkubasi bakteri R. Solanacearum ras 3 terlama terjadi pada kontrol resisten S. stenotonum yaitu selama 21,3 hari. 4. Masa inkubasi bakteri R. Solanacearum pada kultivar budidaya Granola adalah selama 15,36 hari. 5. Masa inkubasi R. Solanacearum ras 3 pada Ruset Burbank, Red Pontiac, Katahdin, Nooksack, Kennebec, Aminca, Nicola, Cardinal, BF15, A18B1, dan A12. lebih cepat dari Granola atau klon tersebut diduga lebih rentan dari Granola 6. Masa inkubasi R. Solanacearum ras 3 pada klon AD9, PAS3063, PAS3064, Cina I dan A5 lebih lama dari Granola atau diduga kultivar tersebut lebih resisten dari Granola. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Didy Supandie M.Agr dan Dr. Ir. Agus Purwito, M,Sc atas kerjasamanya dalam penelitian masa inkubasi bakteri pada kultivar kentang di Laboratorium Biotektologi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. DAFTAR PUSTAKA Badan Agribisnis. 1998. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura Kanisius. Jakarta. Cook,D. and L. Squera. 1994. Strain Differentiation of Pseudomosa solanacearum by molecular genetic Methodes. In: A.C. Hayward and G.L. Hartman (eds). Bacterial Disease and Its Causative Agent, Psedomonas solanacearum. CAB, International. Hayward, A.C. 1964. Characteristic Pseudomonas solanacearum, Journal Applied Bacteriology, 27:265-277.
of of
Hayward, A.C. 1990. Diagnosis, distribution and status of groundnut bacterial wilt. In: K.J. Middleton and A.C. hayward (eds). Bacterial Wilt of Groundnut. ACIAR Proceddings 31.
Dodo Rusnanda Sastra: Masa Inkubasi Bakteri….
Klement Z., Stall R.E, Novacky A.J., Ersek,T., Fett, W.F., Huang, J.S., Beckman, C.H. 1990. Mechanism of resistance. In: Klement, Z., Rudolp,K. and Sand D.C.(Eds). Methode in Phytobacteriology. Akademiai Kiado. Budapest, P: 269-290. Kelment, A., G.I. Hartman and A.C. Hayward. 1994. Introduction. In: A.C. Hayward and G.L. Hartman (Eds). Bacterial Wilt: The Disease and its Causative Agent, Pseudomonas solanacearum. CAB, Internasional. Machmud, M. 1993. Present status of groundnut bacterial wilt research in Indonesia, In: Groundnut Bacterial Wilt. Proceding of The Second Working Group Meeting. ICRISAT. Main, C.E. and Walker, J.C. 1971. Physiological response of succeptible and resistance cucumber to Erwinia trachephyla. Phytopathology. 61:518-522. Mehan V.K. 1995. Isolation and identification of Pseudomonas solanacearum. In: Mehan V.K..and D.Mc. Donald. Techniques for
Diagnosis of Pseudomonas solanacearum and for Resistances Screening Against Groundnut Bacterial Wilt. ICRISAT, Andhra Pradesh. Mehan V.K. and D.Mc Donald. 1995. Techniques for diagnosis of Pseudomonas solanacearum and for resistance screening Against Groundnut Bacterial Wilt. ICRISAT. Andhara Pradesh. Mehan, V.K., B.S. Liao, Y.J. Tan, A. RobinsonSmith, D.Mc Donald and A.C. Hayward. 1994. Bacterial Wilt of Groundnut ICRISAT No. 35. Wattimena,G.A. 2000. Pengembangan Propagul Kentang Bermutu dan Kultivar Kentang Unggul dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Van Alfen, N.K. and Turner, N.C. 1975. Changes in alfalfa stem conductance induced by Corynebacterium insidiosum toxin. Planr Physiol. 55:559-561.
67