SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT
IKA DAMAYANTI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK IKA DAMAYANTI. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Endofit untuk Menekan Kejadian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Tanaman Tomat. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH. Ralstonia solanacearum merupakan salah satu bakteri penyebab layu pada tanaman tomat. Tanaman yang terserang menunjukkan gejala layu mendadak bahkan dapat menimbulkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis bakteri endofit yang ada dalam batang tanaman tomat sehat dan menseleksi bakteri endofit tersebut sebagai kandidat agens hayati dan pemacu pertumbuhan tanaman tomat. Bakteri endofit diisolasi dari batang tanaman tomat sehat yang berasal dari wilayah Bogor, Cipanas dan Lembang, kemudian diseleksi keefektifannya dalam menghambat populasi R.solanacearum dengan metode dual culture berdasarkan pembentukan zona penghambatan. Isolat bakteri endofit yang tidak menghasilkan zona hambatan kemudian diuji kemampuan penekanannya dalam media cair. Masing-masing tiga jenis isolat bakteri endofit yang memberikan penekanan terbaik berdasarkan kedua pengujian tersebut, yaitu yang memiliki diameter zona hambatan terbesar dan penekanan populasi R.solanacearum hingga dibawah 104 cfu/ml digunakan dalam pengujian secara in planta di rumah kaca. Agens biokontrol diaplikasikan ke tanaman dengan cara perendaman akar bibit tomat selama 12-14 jam sebelum pindah tanam. Dari hasil pengujian diketahui bahwa kejadian penyakit pada tanaman yang diberi bakteri endofit asal Cipanas yaitu BC4 dan BC10 pada pengamatan minggu ke-6 setelah tanam masing-masing sebesar 33,33% dan 40%. Sedangkan, kejadian penyakit pada tanaman kontrol (yang tidak diberi bakteri endofit) mencapai 83,33%. Bakteri endofit yang diuji tidak dapat memacu tinggi tanaman karena hasil yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tanaman kontrol yang tidak diberi bakteri endofit.
SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT
IKA DAMAYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian di Insitut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul
: Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Endofit untuk Menekan Kejadian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Tanaman Tomat
Nama
: Ika Damayanti
NRP
: A34050855
Menyetujui Pembimbing
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP 19650621 198910 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP 19640204 199002 1 002
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 7 Agustus 1988. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Joko Susilo (alm) dan Neneng Masani. Penulis memulai pendidikan formalnya di TK Elsyifa Ciganjur, lalu melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar di MI Hidayatul Anam Jakarta pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 218 pada tahun 1999 – 2002 dan menamatkan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 38 Jakarta pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasisawa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun 2006, penulis menjadi mahasiswa pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Endofit
untuk
Menekan
Kejadian
Penyakit
Layu
Bakteri
(Ralstonia
solanacearum) pada Tanaman Tomat” ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Orang tua penulis, ibunda Neneng Masani serta ayahanda Joko Susilo (alm) dan Suparman yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah telah banyak meluangkan waktunya memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Dadan Hindayana sebagai dosen penguji yang telah memberikan tambahan masukan untuk menyempurnakan isi skripsi ini. 4. Nenek dan kakek tercinta serta keluarga besar lainnya yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis. 5. I Made Rajiv Permadi yang telah memberikan semangat dan bantuan mulai dari pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 6. Teman-teman satu bimbingan yaitu Methy, Fitriani, Hakim serta temanteman dalam satu laboratorium bakteriologi tumbuhan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 7. Seluruh staf dan rekan-rekan di lingkungan Departemen Protesi Tanaman. 8. Damar, Memes, Yanti, Uli Khusna, Hardi, Triva, Tety, Farah, Kadek, kak Ujang, Huda, pak Mput serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya dalam bidang proteksi tanaman.
Bogor, Februari 2010
Ika Damayanti
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xi
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Hipotesis ................................................................................................. Manfaat Penelitian ...................................................................................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
4
Arti Penting Tanaman Tomat .................................................................. Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum........... Pengendalian Biologi (Biological control) .............................................. Rhizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) .......................... Bakteri Endofit sebagai Agens Hayati ....................................................
4 4 6 7 8
BAHAN DAN METODE .................................................................................
11
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. Bahan dan Alat ......................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................... Isolasi dan pemeliharaan bakteri endofit ....................................... Isolasi bakteri patogen (R. solanacearum) .................................... Peremajaan bakteri endofit, patogen dan PGPR ........................... Penyiapan suspensi dan penentuan konsentrasi bakteri endofit, patogen dan PGPR ........................................................... Uji hipersensitif ............................................................................... Uji antagonis secara in vitro ............................................................ Uji in planta..................................................................................... Karakterisasi bakteri endofit............................................................ Analisis data ....................................................................................
11 11 11 11 13 13 14 14 14 15 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
19
Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas dan Lembang ................... Uji Reaksi Hipersensitif .......................................................................... Uji Penghambatan Pertumbuhan R. solanacearum secara in vitro ......... Metode dual culture ....................................................................... Uji penghambatan pertumbuhan R. solanacearum pada media cair ................................................................................................. Keefektifan Bakteri Endofit dalam Menekan Kejadian Penyakit Layu Bakteri dan Kemampuan Pemacu Pertumbuhan Tanaman ........... Kejadian penyakit (KP) ................................................................... Tinggi tanaman tomat......................................................................
19 20 22 22 24 27 27 29
Karakterisasi Bakteri Endofit ................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
31 33
Kesimpulan .............................................................................................. Saran .......................................................................................................
33 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
34
LAMPIRAN ......................................................................................................
37
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari tanaman tomat sehat dan mekanisme antibiosis yang dihasilkan ............................ Daftar kode isolat bakteri endofit ..................................................... Sifat patogenisitas isolat-isolat bakteri endofit asal Bogor, Cipanas dan Lembang ...................................................................... Rerata diameter zona hambatan yang dihasilkan oleh isolat-isolat kandidat agens hayati pada media King’s B agar.............................. Karakteristik isolat-isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian kemampuan penghambatan populasi R. Solanacearum pada King,s B cair ............................................................................ Pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap kejadian penyakit layu bakteri R. Solanacearum pada tanaman tomat .................................. Pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap tinggi tanaman tomat .... Karakter fisiologi dan biokimia beberapa jenis bakteri endofit yang digunakan dalam aplikasi secara in planta ...............................
19 20 21 23 26 27 30 32
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Hasil pengujian keefektifan sterilisasi permukaan dengan cara menggulirkan potongan batang pada permukaan medium NA; sterilisasi belum sempurna dengan adanya pertumbuhan bakteri (a), sterilisasi sudah sempurna (b) ........................................................
2
12
Biakan murni R. solanacearum pada medium TZC; koloni tunggal yang virulen (tanda panah) bagian tengah berwarna merah muda dikelilingi lendir berwarna putih .....................................................
3
Gejala uji HR positif, bagian daun yang disuntik mengalami nekrosis (tanda panah) ......................................................................
4
13 22
Berbagai macam zona hambatan (tanda panah) yang dihasilkan oleh beberapa bakteri endofit; isolat BC4 (a), isolat AC8 (b), isolat BC5 (c) dan isolat BC10 (d)............................................................................
5
Grafik hubungan antara log populasi R. solanacearum dengan isolat bakteri endofit ..................................................................................
6
24 25
Gejala penyakit layu bakteri pada tomat, perbandingan tanaman sehat dan sakit (a), daun bagian bawah layu dan terkulai (b), terbentuk akar adventif (tanda panah) (c) serta batang tanaman tumbuh tinggi dan kurus (d) ............................................................................
7
29
Bentuk pertumbuhsn isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian secara in planta; AC1 (a), BC4 (b), BC5 (c), BC10 (d), BL10 (e) dan BL17 (f) ......................................................................
31
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat pada pengamatan 4 - 6 MST ...................................................
2
Hasil analisis ragam pertumbuhan tinggi tanaman tomat pada pengamatan 2 - 6 MST .....................................................................
3
38
Karakter morfologi isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian secara in planta ................................................................
4
37
39
Persiapan media tanam; tanah dan kompos dicampur sebelum disterilisasi (a), sterilisasi media tanam (b) dan (c), pencampuran media tanam steril dengan suspensi R. solanacearum (d).................
5
40
Penyemaian benih tomat pada pot tray (a), bibit tanaman yang direndam dalam suspensi bakteri endofit (b).....................................
41
6
Keadaan pertanaman tomat di rumah kaca........................................
42
7
Pertumbuhan tanaman tomat setelah diaplikasikan dengan bakteri endofit................................................................................................
8
42
Gejala penyakit layu bakteri : terbentuk akar adventif (a) dan tanaman layu dengan pemanjangan ruas batang (b)..........................
42
PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Buahnya dapat dikonsumsi dengan berbagai cara, antara lain dimakan secara langsung, diolah menjadi jus buah, sebagai pelengkap bumbu dapur dan sebagainya. Tomat kaya akan vitamin C, vitamin A, zat besi (Fe) dan potasium (Supriati & Siregar 2009). Tanaman ini dapat ditanam di berbagai daerah dengan ketinggian tempat yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Menurut BPS (2006) dari data Dirjen Bina Hortikultura, produksi tomat nasional meningkat dari 594.022 ton pada tahun 2002 menjadi 629.743 ton pada tahun 2006. Selama masa pertumbuhannya, tanaman yang termasuk dalam famili Solanaceae ini banyak mendapatkan gangguan baik dari hama maupun patogen tanaman yang dapat menurunkan tingkat produksinya. Penyakit penting yang sering menyerang adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (Djafruddin 2004; Semangun 2004; Pracaya 2007). Penyakit layu telah lama dikenal sebagai penyakit yang paling merugikan tanaman cabai dan tomat yang dilaporkan pada tahun 1921 dan 1922 di Madiun dan Kediri (Van Hall 1922; 1923 dalam Semangun 2004) serta Irian Jaya (Anonim 1987, 1988 dalam Semangun 2004). Patogen ini merupakan bakteri penyebab penyakit yang cukup penting di daerah tropis, subtropis dan daerah bersuhu hangat (Jeung et al. 2007) serta menyerang lebih dari 50 famili tanaman (Denny & Hayward 2001), seperti tomat, kentang, lada, tembakau, terung, pisang, jahe dan kacang (Jeung et al. 2007; Walker 1957; Aeny 2001; Handayani 2005). R. solanacearum menyebar melalui air tanah, benih yang terinfeksi atau terkontaminasi, luka yang terbentuk pada saat pemindahan tanaman, melalui alatalat pertanian yang terkontaminasi (Denny & Hayward 2001), dengan bantuan nematoda penghuni akar dalam penetrasinya (Walker 1957) serta lubang alami atau stomata (Handayani 2005). Patogen menginfeksi pada bagian akar, bergerak secara sistemik melalui xylem, berpindah menuju ruang antar sel (Walker 1957) dari parenkim di dalam korteks dan jaringan gabus, kemudian merusak dinding sel
dengan menghasilkan polimer sakarida yang dapat menyumbat jaringan hingga menyebabkan tanaman menjadi layu (Walker 1957). Tanaman tomat yang terinfeksi patogen ini menyebabkan daun menjadi terkulai ke bawah (layu) dan sistem pembuluh menjadi coklat, batang tanaman akan terus tumbuh tinggi dan kurus (Walker 1957), terbentuk lebih banyak akar adventif di permukaan batang (Walker 1957) sampai pada ruas tempat terbentuknya bunga pertama (Semangun 2004). Berbagai pengendalian yang telah dilakukan antara lain kimia seperti penggunaan bakterisida, penggunaan varietas yang resisten dan prosedur sanitasi lahan (Sigee 1993), pengapuran pada lahan terinfestasi, rotasi tanaman dengan tanaman non-Solanaceae (Wiryanta 2002 dalam Khoirunnisya 2009), menanam tanaman dari varietas yang resisten terhadap penyakit layu bakteri dan mencabut tanaman terserang (Tim Bina Karya Tani 2008 dalam Khoirunnisya 2009) serta pengendalian
hayati
menggunakan
Bacillus
subtilis
(Nawangsih
2006),
Pseudomonas fluorescens (Nawangsih 2006; Ratdiana 2007). Selain pengendalian di atas, pada dasawarsa terakhir diketahui bahwa bakteri endofit yang biasa bersimbiosis dengan tanaman juga dapat menjadi sumber strain yang menjanjikan dibandingkan dengan bakteri rizosfer karena kurangnya kompetisi dengan bakteri lain dalam apoplast (Sigee 1993). Hubungan simbiosis antara bakteri endofit dengan tanaman dapat bersifat netral, mutualisme atau komensalisme (Bacon & Hinton 2006). Bakteri endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman dalam melawan patogen, sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya ( Tanaka et al. 1999 dalam Simarmata et al. 2007). Cara kerja bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati antara lain : memproduksi bahan campuran anti mikroba; kompetisi ruang dan nutrisi; kompetisi mikro nutrisi seperti zat besi dan produksi siderofor; serta dapat menyebabkan tanaman inang menjadi resisten (Bacon & Hinton 2006). Keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut (Bacon & Hinton 2006). Selain sebagai agens pengendali hayati, hampir semua spesies
bakteri endofit juga dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, terutama yang menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin dan sitokinin (Bacon & Hinton 2006). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis bakteri endofit yang ada dalam batang tanaman tomat sehat dan menseleksi bakteri endofit tersebut sebagai kandidat agens hayati untuk menekan populasi Ralstonia solanacearum penyebab layu bakteri secara in vitro dan in planta, serta mengetahui peranannya sebagai pemacu pertumbuhan tanaman tomat. Hipotesis Bakteri endofit dapat menekan populasi Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu bakteri pada tomat dan dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Manfaat Sebagai salah satu teknik penendalian hayati dalam menekan penyakit layu bakteri, Ralstonia solanacearum pada tanaman tomat yang ramah lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas hortikultura yang penting di Indonesia dan merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak digemari orang karena rasanya enak, segar dan sedikit asam (Sihotang 2008) serta multiguna karena banyak digunakan sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, bahan kosmetik, obat-obatan (Pudjiatmoko 2008), makanan yang diawetkan (saus tomat) dan minuman (jus) (Sihotang 2008). Menurut BPS (2006) dari data Dirjen Bina Hortikultura, produksi tomat nasional meningkat dari 594.022 ton pada tahun 2002 menjadi 629.743 ton pada tahun 2006. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Supriati & Siregar 2009). Sebagai sumber vitamin, tomat kaya akan vitamin C yang berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta mengobati berbagai macam penyakit, seperti sariawan; vitamin A untuk mencegah dan mengobati xeropthalmia pada mata; zat besi (Fe) untuk pembentukan sel darah merah; serat untuk membantu penyerapan makanan dalam pencernaan; serta potasium yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah tinggi (Supriati & Siregar 2009). Tomat termasuk jenis tanaman perdu semusim, berbatang lemah dan basah, daunnya berbentuk segitiga, bunganya berwarna kuning, hijau waktu muda dan kuning atau merah waktu tua, berbiji banyak, berbentuk bulat pipih, putih atau krem serta kulit biji berbulu (Sihotang 2008). Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0 sampai 1.250 m di atas permukaan laut dengan suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah 23°C pada siang hari dan 17°C pada malam hari, menyukai tanah dengan tingkat keasaman netral terutama yang mengandung humus, gembur, sarang dan berdrainase baik (Sihotang 2008). Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum Ralstonia solanacearum sebelumnya dikenal dengan Pseudomonas solanacearum
merupakan
bakteri
tular tanah
nonflouresen
dari famili
Pseudomonas (Denny & Hayward 2001) dan mampu hidup dalam tanah untuk periode yang lama (Walker 1957). Bakteri ini merupakan salah satu bakteri penyebab penyakit layu yang penting di wilayah tropis, subtropis, dan daerah beriklim hangat (Jeung et al. 2007). R. solanacearum menyerang ratusan spesies tanaman (Kaur & Mukerji 1999; Denny & Hayward 2001) dan lebih dari 50 famili (Denny & Hayward 2001), termasuk famili Solanaceae dan tanaman pertanian lainnya yang bernilai ekonomi, seperti tomat, kentang, lada, tembakau, terung, pisang, jahe, dan kacang (Jeung et al. 2007; Walker 1957; Aeny 2001; Handayani 2005). Patogen ini bahkan tidak jarang dapat menyebabkan kematian pada inangnya (Denny & Hayward 2001). Penyakit layu telah lama dikenal sebagai penyakit yang paling merugikan tanaman cabai dan tomat yang dilaporkan pada tahun 1921 dan 1922 di Madiun dan Kediri (Van Hall 1922, 1923 dalam Semangun 2004) serta Irian Jaya (Anonim 1987, 1988 dalam Semangun 2004). Kerugian mencapai 80% pada pertanaman jahe atau bahkan dapat menggagalkan panen (Aeny 2006). Di Taiwan dilaporkan kehilangan hasil oleh Ralstonia solanacearum berkisar antara 5% sampai 55% pada musim panas, bahkan di India kehilangan hasil mencapai 10% sampai 100% (AVRDC 2005 dalam Sasmito 2007). Sebagai patogen tular tanah, Ralstonia solanacearum menginfeksi pada bagian akar, bergerak secara sistemik melalui xylem, bersifat nonmotil pada tanaman, namun pada media pertumbuhan bersifat motil (Kersten et al. 2001) dan menyebabkan gejala layu yang seringkali hingga letal (Denny & Hayward 2001). Bakteri menyebar melalui air tanah, benih yang terinfeksi atau terkontaminasi, luka yang terbentuk pada saat pemindahan tanaman, melalui alat-alat pertanian yang terkontaminasi (Denny & Hayward 2001), dengan bantuan nematoda penghuni akar dalam penetrasinya (Walker 1957) serta lubang alami atau stomata (Handayani 2005). Agrios (2005) mengemukakan bahwa bakteri masuk dalam pembuluh xylem dan menyebar ke seluruh bagian tanaman. Dari jaringan xylem bakteri berpindah menuju ruang antar sel (Walker 1957) dari parenkim di dalam korteks dan jaringan gabus, kemudian merusak dinding sel dengan menghasilkan polimer sakarida yang dapat menyumbat jaringan hingga menyebabkan tanaman menjadi
layu (Walker 1957). Sel-sel tanaman yang rusak tersebut kemudian terisi dengan masa lunak bakteri (ooze) dan sisa-sisa sel tanaman sehingga menyebabkan terhambatnya translokasi hara dan mineral dari dalam tanah. Respon fisiologi dari perubahan inang tergantung tingkat serangannya (Walker 1957). Tanaman tomat yang terinfeksi patogen ini menyebabkan daun menjadi terkulai ke bawah (layu) dan sistem pembuluh menjadi coklat, batang tanaman akan terus tumbuh tinggi dan kurus (Walker 1957), terbentuk lebih banyak akar adventif di permukaan batang (Walker 1957) sampai pada ruas tempat terbentuknya bunga pertama (Semangun 2004). Jika batang, cabang, atau tangkai daun dibelah akan tampak berkas pembuluh berwarna coklat, empulur sering juga berwarna kecoklatan (Anonim 1976 dalam Semangun 2004). Pada stadium penyakit yang lanjut, bila batang dipotong, dari berkas pembuluh akan keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu. Lendir akan lebih banyak keluar bila potongan batang ditaruh di tempat yang lembab. Jika potongan batang sakit dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air jernih, setelah ditunggu beberapa menit akan terlihat benang-benang putih halus, yang akan putus bila gelas digoyang. Benang putih tersebut adalah massa bakteri. Adanya massa lendir ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu fusarium. Karena adanya lendir ini penyakit layu bakteri sering juga disebut “penyakit lendir” (Semangun 2004). Pengendalian Biologi (Biological control) Menurut Cook & Baker (1974 dalam Yudiarti 2007) pengendalian biologi adalah pengurangan inokulum atau aktivitas patogen penghasil penyakit atau parasit baik dalam bentuk dorman dengan satu atau banyak organisme yang dilakukan secara alami atau dengan cara memanipulasi lingkungan, inang, atau antagonis. Aktivitas penghasil penyakit yang dimaksud yaitu : pertumbuhan, kemampuan menginfeksi, keganasan patogen atau akivitas penghasil penyakit, atau dapat pula berupa proses dari infeksi, perkembangan gejala dan reproduksi patogen. Sedangkan menurut Subagiya (2006 dalam Sasmito 2007), pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami
sebagai
pengendali
populasi
patogen
yang
merugikan,
dengan
memanfaatkan hubungan antagonis antara patogen dan inang baik secara langsung (antibiosis, kompetisi, parasitisme) maupun secara tidak langsung (introduksi mikroorganisme) (Janse 2005). Di dalam pengendalian secara biologi terdapat beberapa komponen antara lain : organisme patogen, organisme antagonis, agen biologi yang berpotensi untuk mengganggu proses kehidupan dari patogen tanaman; Inang, berperan secara langsung untuk menekan atau mengakhiri patogenesis atau reproduksi dari patogen dengan berbagai mekanisme ketahanan tanaman (Cook & Baker 1974 dalam Yudiarti 2007). Berbeda dengan pengendalian kimia, pengendalian secara biologi sangat potensial dengan sasaran yang spesifik, yaitu patogen, tidak merusak lingkungan, dan tidak menimbulkan efek fitotoksisitas (Sigee 1993). Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang agresif menduduki (mengkolonisasi) rizosfer (lapisan tanah tipis dengan ketebalan 1-2 mm di sekitar zona perakaran) (Husein at al. 2007), berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Podile & Kishore 2006), perlindungan hasil panen, meningkatakan kesuburan lahan (Wahyudi 2009), sebagai tambahan bagi kompos serta mempercepat proses pengomposan (Irmawan 2008). Secara langsung, PGPR merangsang pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan, kelarutan fosfat anorganik (Podile & Kishore 2006) dan meningkatkan asupan nutrisi (Wahyudi 2009). Pertumbuhan tanaman ditingkatkan secara tidak langsung karena PGPR menghasilkan senyawa anti mikroba yang menekan pertumbuhan populasi patogen penyebab penyakit tumbuhan dan mikroorganisme lain yang dapat merusak lingkungan rizosfer (Wahyudi 2009; Podile & Kishore 2006). Strain PGPR yang telah dikenal secara luas yaitu Pseudomonas sp dan Bacillus sp. (Wahyudi 2009). Menurut Irmawan (2008), Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan penyakit. Beberapa bakteri PGPR yang diinokulasikan pada benih sebelum tanam dapat memberi pertahanan pada tudung akar tanaman. Hal inilah
yang membuat bakteri PGPR mampu mengurangi keparahan dari penyakit dumping-off (Pythium ultimum) di tanaman. Beberapa bakteri PGPR mampu memproduksi racun bagi patogen tanaman, misalnya bakteri Bacillus subtilis mampu melawan cendawan patogen. Kelebihan lain dari PGPR diantaranya : menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang-kacangan; memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas; meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan tembaga; memproduksi hormon tanaman; menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan, mengontrol hama dan penyakit tumbuhan dengan memproduksi siderofor, kitinase, selulase, antibiotika, sianida (Soesanto 2008). Penerapan PGPR pada rizosfer sangat dikaitkan dengan kemampuannya mengkoloni perakaran tanaman. PGPR harus mampu menyelubungi sepanjang permukaan akar. Karena keaktifan pengkolonian akar tersebut, akar menyerap produk mikroba yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan fisiologi akar, disamping mempengaruhi invasi patogen (Soesanto 2008). PGPR juga memiliki beberapa kekurangan, seperti : kekonsistenan pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan di lapangan kadang-kadang berbeda, bakteri ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam bentuk yang optimum baik vialibilas maupun biologinya selama diaplikasikan di lapangan, dan beberapa bakteri PGPR harus dilakukan reinokulasi setelah diaplikasikan di lapangan seperti Rhizobia. Tantangan lainnya berkaitan dengan regulasi atau kebijakan suatu negara. Di beberapa negara, kontrol terhadap produksi agens antagonis ini sangat ketat, walaupun produk tersebut tidak berefek negatif pada manusia (Irmawan 2008). Bakteri Endofit sebagai Agens Hayati Menurut Bacon & Hinton (2006), bakteri endofit adalah bakteri yang mengkolonisasi jaringan tanaman sehat tanpa menyebabkan gejala atau luka pada inangnya. Bakteri ini juga dapat hidup pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan buah (Simarmata et al. 2007; Bacon & Hinton 2006). Keberadaannya terjadi secara alami, dapat berasosiasi dengan tanaman dalam jangka waktu yang lama, akan tetapi bukan berupa organ spesifik dari tanaman (Bacon & Hinton
2006). Oleh karena itu, bakteri endofit hanya dapat dideteksi dengan mengisolasi pada media agar, namun jumlahnya tidak dapat ditentukan secara pasti (Bacon & Hinton 2006). Bakteri endofit dapat bersifat obligat ataupun fakultatif dalam mengkolonisasi inangnya. Meskipun bakteri ini memiliki kisaran inang yang luas, namun ada beberapa bakteri endofit yang hanya dapat berasosiasi dengan inang dari famili tertentu (Bacon & Hinton 2006). Simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit bersifat netral, mutualisme atau komensalisme (Bacon & Hinton 2006). Simbiosis mutualisme antara bakteri endofit dan tanaman, dalam hal ini bakteri endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman dalam melawan patogen, sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya ( Tanaka et al. 1999 dalam Simarmata et al. 2007). Bakteri endofit mengkolonisasi relung hidup yang sama dengan patogen tetapi tidak menimbulkan kerusakan pada inangnya (Sigee 1993). Bakteri ini dapat berperan sebagai agens pengendali hayati jika bakteri endofit telah berasosiasi dengan tanaman sebelum patogen menyerang tanaman tersebut (Bacon & Hinton 2006). Cara kerja bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati antara lain : memproduksi bahan campuran anti mikroba; kompetisi ruang dan nutrisi; kompetisi mikro nutrisi seperti zat besi dan produksi siderofor; serta dapat menyebabkan tanaman inang menjadi resisten (Bacon & Hinton 2006). Keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut (Bacon & Hinton 2006). Selain sebagai agens pengendali hayati, hampir semua spesies bakteri endofit juga dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, terutama yang menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin dan sitokinin (Bacon & Hinton 2006). Bakteri ini juga dapat meningkatkan kandungan zat besi dalam tanah, fosfor dan nitrogen bagi tanaman (Bacon & Hinton 2006). Menurut Xu, Griffith, Patten, & Glick (1998 dalam Bacon & Hinton 2006), efek dari pertumbuhan tanaman tidak terjadi secara langsung. Jika ada patogen yang menyerang tanaman, bakteri endofit lebih fokus untuk mengendalikan penyakit
daripada memacu pertumbuhan. Mekanisme kerja seperti ini juga terjadi jika terjadi tekanan abiotik pada tanaman seperti saat musim kering atau musim dingin. Lazarovits et al. (1997 dalam Bacon & Hinton 2006) menambahkan, bakteri endofit secara tidak langsung dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan menambah jumlah produksi fitohormon dan ketersediaan mineral. Beberapa contoh bakteri endofit yang bersifat antagonis terhadap patogen diantaranya : Bacillus subtilis, mampu menekan penyakit layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum; Pseudomonas fluorescens; Pseudomonas putida, mampu menekan pertumbuhan patogen tular tanah; Agrobacterium radiobacter, mampu mengendalikan Agrobacterium tumifaciens secara efektif; Erwinia Herbicola, untuk mengendalikan penyakit pascapanen; Serratia marcescens, menghasilkan prodigiosin yang efektif untuk mengendalikan nematoda Caenorhabditis elegans (Soesanto 2008).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Mei sampai Desember 2009. Bahan dan Alat Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari batang tanaman tomat sehat yang berada di wilayah Bogor, Cipanas dan Lembang. Sebagai pembanding dalam pengujian, digunakan isolat PGPR antara lain Pseudomonas fluorescens RH4003, Bacillus cereus L32 dan Bacillus Subtilis AB89,
yang
merupakan
koleksi
Laboratorium
Bakteriologi
Tumbuhan,
Departemen Ptoteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, digunakan pula bakteri patogen Ralstonia solanacearum yang diisolasi dari tanaman tomat yang terserang layu bakteri pada areal pertanaman tomat di Bogor. Benih tomat yang digunakan untuk pengujian di lapangan yaitu varietas Arthaloka, yang disemai pada pot tray berukuran 30 cm x 50 cm dengan 50 lubang tanam, selanjutnya dipindah tanam pada polybag berdiameter 20 cm. Media tanam yang digunakan yaitu campuran antara pupuk kompos dan tanah steril dengan perbandingan 1:1. Metode Penelitian Isolasi dan pemeliharaan bakteri endofit Sumber bakteri endofit berasal dari tanaman tomat sehat yang berada di daerah Bogor, Cipanas dan Lembang. Sampel tanaman sehat yang dipilih yaitu yang berada diantara tanaman tomat yang terserang parah layu bakteri. Selanjutnya tanaman dibersihkan dengan air mengalir hingga bersih, dipotongpotong sepanjang 5 cm dengan memisahkan batang bagian bawah dan atas. Potongan batang tersebut kemudian disterilisasi permukaan dengan merendamnya dalam alkohol 70% selama satu menit, larutan NaOCl 2% selama tiga menit,
alkohol 70% selama tiga puluh detik, lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak dua kali dan dikeringkan menggunakan kertas saring steril. Setelah batang kering, ujung-ujung batang dibakar dengan spirtus dan dipotong masing-masing sepanjang satu sentimeter pada kedua ujungnya. Bagian tengah dihaluskan pada mortar steril dan diencerkan dengan larutan buffer fosfat (PBS) sebanyak 5 ml. Suspensi kemudian diencerkan secara berseri hingga 10-5 dan dilakukan pencawanan (plating) secara duplo masing-masing sebanyak 50 μl pada media NA (Nutrient Agar). Setelah diinkubasikan pada suhu ruang selama 24-48 jam, koloni bakteri yang terbentuk masing-masing dipisahkan dan dipindahkan pada media cawan agar yang baru sehingga diperoleh isolat yang murni. Isolat bakteri endofit yang telah murni kemudian disimpan pada aquades steril pada suhu ruang untuk penyimpanan jangka pendek dan pada gliserol 20% dengan suhu -40C untuk penyimpanan jangka panjang. Sebagai kontrol, batang yang belum dihaluskan digulirkan pada bagian tengah media NA dalam cawan petri dan diinkubasikan selama 24-48 jam. Hal ini dilakukan untuk menguji keefektifan sterilisasi permukaan. Jika terdapat kontaminasi maka bakteri hasil plating tidak dapat digunakan dan sterilisasi permukaan harus diulang (Gambar 1). a
Gambar 1
b
Hasil pengujian keefektifan sterilisasi permukaan dengan cara menggulirkan potongan batang pada permukaan medium NA; sterilisasi belum sempurna dengan adanya pertumbuhan bakteri (a), sterilisasi sudah sempurna (b)
Isolasi bakteri patogen (Ralstonia solanacearum) Bakteri patogen yang digunakan berasal dari areal pertanaman tomat yang terserang layu bakteri. Hal ini dimaksudkan agar bakteri patogen masih memiliki tingkat virulensi yang tinggi, karena masih fresh sehingga dapat memberikan hasil yang nyata pada saat pengujian. Ooze yang berasal dari bagian batang bawah (akar) yang dipotong kemudian disebar pada media TZC dalam cawan petri dan diinkubasikan selama 48 jam. Bakteri patogen kemudian disimpan pada suhu ruang dalam aquades steril dan dalam gliserol 20% pada suhu -40C. Koloni patogen yang digunakan yaitu koloni tunggal berwarna merah muda dan dikelilingi lendir yang berwarna keputihan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Biakan murni R. solanacearum pada medium TZC; koloni tunggal yang virulen (tanda panah) bagian tengah berwarna merah muda dikelilingi lendir berwarna putih Peremajaan bakteri endofit, patogen, dan PGPR Sebelum digunakan untuk pengujian, bakteri endofit, patogen, dan PGPR diremajakan terlebih dahulu pada media King’s B Agar. Penandaan bagi tiap calon bakteri endofit didasarkan atas daerah asal tanaman diambil dan bagian batang yang diambil ekstraknya. Bakteri PGPR berperan sebagai pembanding bagi bakteri endofit pada pengujian terhadap bakteri patogen. Agens pembanding ini berasal dari koleksi ketua peneliti yang diisolasi dari perakaran tomat dan disimpan dalam gliserol 20%. Bakteri-bakteri PGPR tersebut antara lain Pseudomonas fluorescens RH4003, Bacillus cereus L32 dan Bacillus subtilis AB89.
Penyiapan suspensi dan penentuan konsentrasi bakteri endofit, patogen, dan PGPR Bakteri yang disimpan dalam stok diremajakan pada media King’s B Agar (KBA) dan diinkubasikan selama 24 jam. Setelah 24 jam, dibuat suspensinya dan dilakukan pengenceran berseri. Masing-masing hasil pengenceran diambil 100µl untuk diplating secara duplo pada media King’s B Agar dan diinkubasikan selama 24
jam.
Sisa
hasil
pengenceran
diukur
nilai
absorbansinya
dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 560-660 nm. Hasil plating yang telah diinkubasikan dihitung populasinya (jumlah koloni tunggal) agar diketahui kerapatan populasinya. Uji hipersensitif Uji hipersensitif bakteri endofit dilakukan untuk mengetahui patogenesitas bakteri endofit dengan menggunakan daun tembakau sehat. Suspensi bakteri endofit disuntikkan pada daun tembakau masing-masing sebanyak 2 ml dengan tiga kali ulangan untuk setiap bakteri endofit. Kemudian diinkubasi selama 24 jam sampai 48 jam dan dilakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada daun tembakau. Bakteri yang menunjukkan reaksi negatif yaitu tidak timbul gejala nekrosis dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya. Uji antagonis secara in vitro Pengujian dilakukan dengan metode ”dual culture” dan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu dengan melihat zone hambatan yang dihasilkan bakteri endofit pada media King’s B Agar yang mengandung Ralstonia solanacearum. Tahap kedua, bakteri endofit yang tidak menghasilkan zone hambatan diuji pada media King’s B cair 10% yang mengandung Ralstonia solanacearum. Pada tahap pertama, media KBA yang belum padat dengan suhu 500C sampai 550C dicampurkan dengan 1 ml suspensi Ralstonia solanacearum lalu divortex dan dituang pada cawan petri. Setelah padat, kertas saring steril yang telah dicetak berbentuk bulatan kecil diletakkan pada bagian tengah media, ditetesi dengan suspensi bakteri endofit sebanyak 20 ul dengan kerapatan 108-109 cfu/ml. Tiap isolat bakteri endofit diuji sebanyak dua kali (duplo). Sebagai
kontrol, di atas kertas saring diteteskan aquades steril sebanyak 20 ul. Sedangkan untuk pembanding, diteteskan bakteri PGPR masing-masing sebanyak 20 ul. Kemudian diinkubasikan selama 24 jam sampai 48 jam. Zona bening yang terbentuk lalu diukur panjang diameternya. Bakteri endofit yang tidak menghasilkan zona bening kemudian diuji dengan King’s B cair (KBB) 10%. Sebanyak 50 ml KBB 10% ditambahkan 1 ml suspensi bakteri endofit dan 1 ml suspensi Ralstonia solanacearum. Sebagai kontrol, dicampurkan 1 ml aquades steril dan 1 ml suspensi Ralstonia solanacearum. Kemudian, diinkubasikan pada suhu ruang dan digoyang pada rotary shaker selama 24 jam. Hasil inkubasi diencerkan secara berseri dengan metode ”longkang”, yaitu hanya pengenceran genap saja (10-4, 10-6, 10-8) yang diplating secara duplo pada media KBA dan diinkubasikan selama 24 jam. Setelah masa inkubasikan, dilakukan perhitungan populasi Ralstonia solanacearum. Bakteri endofit yang mampu melakukan penekanan paling baik terhadap Ralstonia solanacearum dan membentuk zone hambatan paling besar akan digunakan pada pengujian secara in planta. Uji in planta Pengujian secara in planta untuk melihat peran bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman (PGPR) dan kemampuannya menekan kejadian penyakit layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum (sebagai agens antagonis). Pada pengujian pertama, media tanam pada polybag tidak diinfestasikan R.solanacearum. Digunakan satu tanaman untuk tiap bakteri endofit dan diulang sebanyak sepuluh kali. Sedangkan pada pengujian kedua, media tanam pada polybag diinfestasikan R. solanacearum sebanyak 50 ml untuk tiap polybag dan digunakan 10 tanaman uji untuk setiap pelakuan dengan tiga kali ulangan. Terdapat tujuh macam perlakuan, enam diantaranya menggunakan bakteri endofit dan sebagai kontrol menggunakan aquades steril. Adapun tahapannya sebagai berikut : 1.
Persiapan media tanam dan tanaman uji Media tanam berupa tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 disterilisasi terlebih dahulu. Tanaman tomat varietas Arthaloka ditanam
pada pot tray berukuran 30 cm x 50 cm dengan jumlah lubang tanam sebanyak 60 lubang. Media tanam yang sudah steril diisikan ke dalam pot tray untuk kemudian ditanami benih tomat Arthaloka sebanyak empat benih (biji) per lubang tanam. Bibit yang telah berumur satu minggu setelah tanam (MST) kemudian dicabut, dibersihkan akarnya, dan direndam pada suspensi bakteri endofit dan aquades steril untuk kontrol selam 12-14 jam untuk kemudian dipindahtanamkan ke
polybag
berukuran 1 kg. Polybag diisi dengan media tanam steril sekitar 500 gr atau kira-kira ½ dari tinggi polybag, 250 gr di atasnya media tanam yang terinfestasi patogen Ralstonia solanacearum, dan ditimbun dengan 250 gr media tanam steril setelah dilakukan pindah tanam. 2.
Persiapan suspensi bakteri patogen dan endofit Bakteri patogen yang digunakan dalam pengujian kejadian penyakit (KP) berjumlah enam bakteri dan aquades steril sebagai kontrol. Tiga macam bakteri dari hasil pengujian zona bening dengan kriteria panjang diameter zona bening yang lebih besar, pertumbuhan bakteri yang baik dan cepat, serta berwarna khas. Ketiga bakteri yang lainnya berasal dari pengujian penghambatan patogen dengan media cair. Adapun kriteria yang dipilih yaitu mampu memberi penekanan yang besar terhadap pertumbuhan patogen, berwarna khas, dan bakteri endofit tersebut tumbuh sangat baik dan cepat. Suspensi bakteri endofit dan Ralstonia solanacearum yang digunakan untuk perlakuan memiliki kerapatan 1091010 cfu/ml. Suspensi patogen yang telah dishaker kemudian diencerkan sebanyak 10-1 dan dicampurkan pada tanah steril secara merata sebanyak 50 ml untuk tiap polybag. Sedangkan suspensi bakteri endofit digunakan untuk perendaman bibit sebelum pindah tanam masing-masing direndam dalam suspensi bervolume 50 ml/bakteri endofit, serta untuk penyiraman sesaat setelah pindah tanam dengan volume masing-masing 50 ml/tanaman. Suspensi ini sebelumnya diencerkan terlebih dahulu sebanyak 10-1. Bakteri endofit yang digunakan antara lain AC 1, BC 4, BC 5, BC 10, BL 10, dan BL 17.
3.
Perlakuan dan pindah tanam Bibit yang berumur kurang lebih satu minggu setelah tanam (MST) direndam dengan suspensi bakteri endofit masing-masing 50 ml/bakteri endofit selama 12-14 jam kemudian dipindahtanamkan pada media tanam yang berada pada polybag. Media tanam steril digunakan untuk perlakuan tinggi dan bobot tanaman, sedangkan media tanam yang mengandung R. solanacearum untuk pengujian kejadian penyakit (KP). Bibit yang telah dipindahtanamkan lalu disiram dengan suspensi bakteri endofit sesuai perlakuan masing-masing sebanyak 50ml/tanaman. Setelah itu, dilakukan pengamatan kejadian penyakit (KP) dan pemacu pertumbuhan (tinggi tanaman dan bobot basah) setiap minggunya. Jika kejadian penyakit pada salah satu perlakuan sudah menduduki posisi teratas (paling banyak) untuk ketiga ulangannya maka pengamatan dihentikan dan pada saat itu bobot basah tanaman pada pengujian pemacu pertumbuhan ditimbang. Jumlah tanaman yang digunakan pada pengujian kejadian penyakit yaitu 10 tanaman/perlakuan dengan tiga kali ulangan dan satu tanaman untuk perlakuan pemacu pertumbuhan dengan ulangan sebanyak sepuluh kali. Kejadian penyakit (KP) dapat dihitung dengan rumus : KP = (n/N) x 100%
Keterangan : KP = kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat n
= jumlah tanaman yang terserang patogen
N
= jumlah tanaman uji untuk tiap ulangan
Karakterisasi bakteri endofit Pengujian terhadap sifat-sifat fisiologi dan biokimia dilakukan pada empat macam bakteri endofit (AC1, BC4, BL10 dan BL17) sampai tingkat genus dan spesies di Laboratorium Bakteriologi Hewan, Departemen Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan kelompok sebagai ulangan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (anova) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.0 dan dilanjutkan uji DMRT dengan taraf nyata 5%. Nilai dugaan untuk data hilang diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Gomez & Gomez 1995). X = rBo + tTo – Go (r-1)(t-1)
Keterangan : X
= dugaan data yang hilang
t
= banyaknya perlakuan
r
= banyaknya ulangan
Bo
= jumlah nilai pengamatan dari ulangan dimana terdapat data yang hilang
To
= jumlah nilai pengamatan dari perlakuan dimana terdapat data yang hilang
Go
=
jumlah umum dari semua pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor, dengan ketinggian tempat antara 190 m hingga 330 m dpl (Pemkot Bogor 2009) mewakili area pertanaman tomat dataran rendah; Cipanas dengan ketinggian 850 m dpl (Pemkot Bogor 2009) mewakili area pertanaman tomat dataran menengah; dan Lembang dengan ketinggian antara 1.300 m sampai 2.084 m dpl (Pemda Bandung 2009) mewakili area pertanaman tomat dataran tinggi. Bakteri endofit yang berhasil diisolasi diberi kode berdasarkan daerah asal sampel tanaman diambil dan bagian batang yang diisolasi. Sebagai contoh, ”AB” merupakan isolat bakteri endofit yang diisolasi dari bagian batang atas tanaman tomat asal Bogor dan ”BB” sebaliknya. Jumlah bakteri endofit yang berhasil diisolasi sebanyak 49 isolat, 17 diantaranya diisolasi dari tanaman asal Bogor, 18 isolat dari Cipanas, dan 14 isolat dari Lembang. Masing-masing bakteri endofit memiliki ciri fisik yang berbeda satu sama lain (Tabel 1). Masing-masing bakteri endofit memiliki ciri fisik yang berbeda satu sama lain. Tabel 1 Jumlah bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari tanaman tomat sehat dan mekanisme antibiosis yang dihasilkan Asal isolat
Jumlah isolat
Zona hambatan
Tidak ada zona hambatan
Bogor
17
7
10
Cipanas
18
8
10
Lembang
14
2
12
Total
49
17
32
Tabel 2 Daftar kode isolat bakteri endofit Kode Isolat Bogor
Cipanas
Lembang
Aa)Bb)1
AB10
AC1
BC2
AL2
BL30
AB2
BB1
AC2
BC3
AL4
BL31
AB3
BB2
AC3
BC4
AL5
BL32
AB4
BB3
AC4
BC5
AL7
BL34
AB5
BB4
AC5
BC6
AL11
BL38
AB6
BB5
AC6
BC7
BL5
AB7
BB6
AC7
BC8
BL10
AB8
BB7
AC8
BC9
BL14
BC1
BC10
BL17
AB9
a) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). b) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor.
Uji Reaksi Hipersensitif Untuk mengetahui sifat patogenisitas dari tiap isolat maka dilakukan uji hipersensitif (HR). Bakteri endofit yang tidak menimbulkan gejala nekrosis manandakan reaksi negatif atau non patogen dan dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya yaitu uji zona bening dan uji penghambatan pertumbuhan patogen pada media cair. Tabel 3 menunjukkan hasil uji HR bahwa terjadi reaksi positif pada bakteri asal Bogor dengan kode isolat AB7 dan BB2. Bagian daun yang disuntik dengan isolat AB7 dan BB2 warnanya berubah menjadi kuning dan akhirnya mengering (nekrosis). Sedangkan 15 bakteri endofit lainnya tidak menimbulkan gejala apapun setelah diaplikasikan sehingga dapat digunakan kembali untuk pengujian selanjutnya. Berbeda dengan isolat asal Bogor, isolat asal Cipanas lebih banyak menimbulkan reaksi positif pada uji HR, antara lain isolat dengan kode AC4, AC5, AC6, AC7, dan BC2. Gejala nekrosis terjadi pada isolat AC5, AC6, dan AC7. Sedangkan AC4 dan BC2 menimbulkan pengubingan pada area yang disuntik. Gejala yang sama juga muncul pada daun tembakau yang disuntik
dengan isolat BL38. Dengan demikian, 13 isolat asal Lembang lainnya dapat digunakan pada pengujian berikutnya. Tabel 3 Sifat patogenisitas isolat-isolat bakteri endofit asal Bogor, Cipanas dan Lembang
a)
Kode
Hasil uji
Kode
Hasil uji
Kode
Hasil uji
isolat
HR
isolat
HR
isolat
HR
Aa)Bb)1
-
AC1
-
AL2
-
AB2
-
AC2
-
AL4
-
AB3
-
AC3
-
AL5
-
AB4
-
AC4
+
AL7
-
AB5
-
AC5
+
AL11
-
AB6
-
AC6
+
BL5
-
AB7
+
AC7
+
BL10
-
AB8
-
AC8
-
BL14
-
AB9
-
BC1
-
BL17
-
AB10
-
BC2
+
BL30
-
BB1
-
BC3
-
BL31
-
BB2
+
BC4
-
BL32
-
BB3
-
BC5
-
BL34
-
BB4
-
BC6
-
BL38
+
BB5
-
BC7
-
BB6
-
BC8
-
BB7
-
BC9
-
BC10
-
Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). b) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor.
Gambar 3 Gejala uji HR positif, bagian daun yang disuntik mengalami nekrosis (tanda panah) Uji Penghambatan Pertumbuhan R. solanacearum secara in vitro Metode Dual Culture Uji penghambatan pertumbuhan Ralstonia solanacearum dengan metode dual culture dengan pembentukkan zona bening dimaksudkan untuk mengetahui besarnya penghambatan bakteri endofit terhadap pertumbuhan bakteri patogen berdasarkan panjang diameter zona bening yang terbentuk. Semakin panjang diameter zona bening yang terbentuk, semakin besar pula tingkat penekanannya terhadap pertumbuhan patogen. Pengujian dilakukan secara duplo untuk tiap bakteri endofit, sehingga diameter yang didapat merupakan rata-rata dari hasil penjumlahan duplo tersebut. Isolat asal Bogor yang memiliki diameter terpanjang yaitu AB10 dengan panjang diameter 0,3 cm, disusul AB9 dan BB1 sepanjang 0,2 cm, dan AB2, AB4, BB5, serta BB7 dengan panjang 0,1 cm, sedangkan bakteri lainnya tidak menghasilkan zona bening sama seperti kontrol. Pada Tabel 4 terlihat bahwa delapan isolat asal Cipanas membentuk zona bening (zona hambatan) dengan diameter rata-rata terpanjang sebesar 0,5 cm pada isolat BC4; 0,45 cm pada isolat AC8 dan BC5; AC3, BC7 dan BC10 sebesar 0,4 cm; serta AC2 dan BC9 dengan panjang diameter sebesar 0,3 cm. Dari hasil yang didapat isolat asal Cipanas memiliki zona hambatan yang lebih besar dibandingkan isolat asal Bogor dan Lembang. Isolat asal lembang hanya berjumlah dua yang membentuk zona hambatan yaitu BL14 sebesar 0,2 cm dan BL32 sebesar 0,15 cm. Dengan kata lain, isolat asal Cipanas lebih besar penghambatannya terhadap pertumbuhan R. solanacearum dan lebih berpotensi
untuk dijadikan sebagai bakteri antagonis untuk melawan patogen dalam menekan penyakit layu bakteri di areal pertanaman tomat. Berbagai bentuk zona hambatan yang dihasilkan oleh isolat bakteri endofit disajikan pada Gambar 4. Tabel 4 Rerata diameter zona hambatan yang dihasilkan oleh isolat-isolat kandidat agens hayati pada media King’s B agar Cipanas
Bogor
Lembang
Kode
Diameter zona
Kode
Diameter zona
Kode
Diameter zona
isolat
hambatan (cm)
isolat
hambatan (cm)
isolat
hambatan (cm)
Aa)Bb)1
0
AC1
0
AL2
0
AB2
0,1
AC2
0,3
AL4
0
AB3
0
AC3
0,4
AL5
0
AB4
0,1
AC4
0
AL7
0
AB5
0
AC5
0
AL11
0
AB6
0
AC6
0
BL5
0
AB7
0
AC7
0
BL10
0
AB8
0
AC8
0,45
BL14
0,2
AB9
0,2
BC1
0
BL17
0
AB10
0,3
BC2
0
BL30
0
BB1
0,2
BC3
0
BL31
0
BB2
0
BC4
0,5
BL32
0,15
BB3
0
BC5
0,45
BL34
0
BB4
0
BC6
0
BL38
0
BB5
0,1
BC7
0,4
BB6
0
BC8
0
BB7
0,1
BC9
0,3
BC10
0,4
a)
Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). b) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor.
a
b
c
d
Gambar 4 Berbagai macam zona hambatan (tanda panah) yang dihasilkan oleh beberapa bakteri endofit; isolat BC4 (a), isolat AC8 (b), isolat BC5 (c) dan isolat BC10 (d) Uji Penghambatan Pertumbuhan R. solanacearum pada Media Cair Isolat bakteri endofit yang tidak menghasilkan zona hambatan pada metode dual culture kemudian digunakan dalam uji penghambatan pertumbuhan patogen pada media cair. Namun, hanya lima isolat bakteri dari tiap wilayah yang memiliki kriteria tertentu saja yang akan diuji. Kriteria tersebut antara lain bakteri harus tumbuh dengan cepat dan jumlah koloninya banyak pada media agar, memiliki warna yang khas dan mencolok, bentuk yang unik, dan ciri khas tertentu yang berbeda dengan isolat lainnya. Adapun isolat-isolat yang diuji antara lain : AB6, AB8, BB2, BB3, BB6, AC1, AC4, BC1, BC6, BC8, BL5, BL10, BL17, BL38 dan AL2. Tiap isolat yang diuji memperlihatkan penekanan yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi R. solanacearum. Berdasarkan hasil yang diperoleh, bakteri endofit yang mampu menekan populasi R. solanacearum dengan kerapatan dibawah 104 cfu/ml antara lain AB6, AB8, BB2, BB3 dan BB6. Kemampuan penekanan yang sama juga terjadi pada bakteri endofit asal Cipanas, yaitu AC1 dan AC4, diikuti oleh bakteri endofit asal Lembang, BL10 dan BL17.
Meskipun
isolat
asal
Bogor
mampu
menekan
pertumbuhan
R.
solanacearum populasi dibawah 104 cfu/ml, namun bakteri endofit ini tumbuh sangat sedikit pada media agar sehingga tidak memenuhi syarat fisik yang telah ditentukan
sebelumnya.
Penekanan
paling
baik
terhadap
populasi
R.
solanacearum terjadi pada isolat asal Cipanas dengan kode isolat AC1. Bakteri endofit ini mampu menekan populasi patogen hingga dibawah 104 cfu/ml dan dapat tumbuh sangat baik pada media agar. Isolat asal Cipanas lainnya seperti AC4 tidak tumbuh sedikitpun pada media agar, BC1 tumbuh sangat sedikit, BC6 dan BC8 kurang baik dalam memberikan penekanan terhadap pertumbuhan R. solanacearum, karena patogen masih dapat tumbuh bersamaan dengan kedua isolat ini masing-masing dengan kerapatan 5.104 cfu/ml pada isolat BC6, 2.108 cfu/ml pada isolat BC8 dan 9,85.106 cfu/ml pada isolat BL38. Hubungan antara log populasi R. solanacearum dengan bakteri endofit yang diuji disajikan pada Gambar 5. 8 7
6.993
6
6.301
5
4.698
4 3 2 1 0
0 A
B
C
D
Gambar 5 Grafik hubungan antara log populasi R. solanacearum dengan isolat bakteri endofit
Tabel 5
Karakteristik isolat-isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian kemampuan penghambatan populasi R. solanacearum pada King’s B cair
Kode Isolat
Karakteristik koloni Permukaan Tepian Bentuk Ukuran Warna
Bogor BB3
Cembung
Rata
AB6
Cembung
Rata
BB2
Rata
BB6
Sedikit Cembung Datar
AB8
Datar
Rata
Cipanas BC1 Cembung
Rata
Rata
BC8
Cembung
Rata
AC1
Cembung
Rata
AC4
Cembung
Rata
BC6
Cembung
Rata
Lembang BL38 Cembung
Rata
BL17
Datar
Rata
BL10
Cembung
Rata
BL5
Cembung
Rata
AL2
Cembung
Tidak rata, tajam
Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Oval, kasar Bulat Licin
Kecil
Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Kering Bulat Licin Bulat Licin Oval Licin
Ciri Lain Tidak Lengket, IIIa) Tidak Lengket, III
Sedang
Kuning Tua Putih Susu Putih
Sedang
Putih
Tidak Lengket, III
Kecil
Putih Susu
Tidak Lengket, III
Besar
Putih
Tidak Lengket, III
Besar
Kuning Tidak Lengket, III
Sedang
Kuning Tidak Lengket, III
Sedang
Putih Tidak Lengket, II Kusam Kuning Tidak Lengket, II Muda
Kecil
Kecil
Tidak Lengket, III
Kecil
Kuning Tidak Lengket, III
Besar
Putih
Sedang
Merah
Sedang
Kuning Tidak Lengket, III Terang Putih Tidak Lengket, III
Sedang
Sangat Lengket, III Tidak Lengket, III
a) Pertumbuhan pada medium King’s B : cepat (III), sedang (II), lambat (I)
Keefektifan Bakteri Endofit dalam Menekan Kejadian Penyakit Layu Bakteri dan Kemampuan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kejadian Penyakit (KP) Masing-masing tiga isolat bakteri endofit hasil pengujian dengan metode dual culture dan dengan media cair digunakan untuk pengujian penekanan kejadian penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum. Sebagai kontrol digunakan aquades steril dalam perendaman bibit dan penyiraman tanaman. Tabel 6 Pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap kejadian penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada tanaman tomat Kode isolat
Kejadian penyakit (%) 4 MSTa)
5 MST
6 MST
3,33ae)
70,0a
83,33a
A C 1
0,00a
50,0ab
53,33ab
BC 4
0,00a
33,33ab
33,33b
BC 5
0,00a
50,00ab
53,33ab
BC 10
10,00a
23,33b
40,00b
BL 10
6,67a
36,67ab
43,33ab
BL 17
6,67a
36,67ab
46,67ab
Kb) c) d)
a) MST = Minggu Setelah Tanam. b) K = Kontrol. c) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). d) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. e) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05).
Berdasarkan Tabel 6, kejadian penyakit tidak berbeda nyata pada pengamatan 4 MST. Namun, pada pengamatan 5-6 MST perbedaan yang nyata terjadi pada tiap perlakuan, dengan persen kejadian penyakit pada tanaman kontrol berturut-turut sebesar 70% dan 83,33%. Pada 5 MST bakteri BC10 memberikan penekanan yang baik terhadap serangan patogen R. Solanacearum dengan persen kejadian penyakit sebesar 23,33%, sedangkan pada minggu berikutnya BC4 yang memberikan penekanan terbaik dan diikuti oleh BC 10
dengan kejadian penyakit berturut-turut sebesar 33,33% dan 40%. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa telah terjadi simbiosis antara bakteri endofit dan tanaman tomat dengan mekanisme yang berbeda satu sama lain dalam melawan patogen R. Solanacearum. Menurut Bacon & Hinton (2006), keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut. Menurut Sigee (1993), agens pengendali hayati sanggup untuk membatasi pertumbuhan dan aktifitas bakteri fitopatogen dengan dua langkah, yaitu dengan memproduksi substansi anti mikrobial serta berkompetisi atas ruang dan nutrisi yang spesifik pada permukaan tanaman. Gejala penyakit layu bakteri yang muncul pada tanaman bervariasi, beberapa tanaman memperlihatkan layu pada daun dan tanaman hingga daun berwarna coklat dan terkulai ke bawah yang dimulai dari daun paling bawah. Tanaman lainnya tidak langsung menunjukkan gejala layu dengan daun yang terkulai ke bawah, akan tetapi batang memanjang dan kurus, serta munculnya banyak akar adventif di permukaan batang sampai pada ruas tempat terbentuknya bunga pertama (Semangun 2004; Walker 1957). Sebagai patogen tular tanah, Ralstonia solanacearum menginfeksi pada bagian akar, bergerak secara sistemik melalui xylem, bersifat nonmotil pada tanaman, namun pada media pertumbuhan bersifat motil (Kersten et al. 2001) dan menyebabkan gejala layu yang seringkali berlanjut pada kematian tanaman (Denny & Hayward 2001). Pada stadium penyakit yang lanjut, bila batang dipotong, dari berkas pembuluh akan keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu. Lendir akan lebih banyak keluar bila potongan batang ditaruh di tempat yang lembab. Jika potongan batang sakit dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air jernih, setelah ditunggu beberapa menit akan terlihat benang-benang putih halus, yang akan putus bila gelas digoyang. Benang putih tersebut adalah massa bakteri. Adanya massa lendir ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu fusarium (Semangun 2004).
a
b
c
d
Gambar 6 Gejala penyakit layu bakteri pada tomat, perbandingan tanaman sehat dan sakit (a), daun bagian bawah layu dan terkulai (b), terbentuk akar adventif (tanda panah) (c) serta batang tanaman tumbuh tinggi dan kurus (d) Tinggi Tanaman Tomat Selain kejadian penyakit, pengaruh bakteri endofit juga diamati terhadap tinggi tanaman untuk mengetahui potensi bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap tinggi tanaman tomat Kode isolat
Tinggi tanaman tomat (cm) 2 MSTa)
3 MST
4 MST
5 MST
Kb)
5,29abce)
12,32ab
28,58c
53,90a
58,30a
Ac)Cd)1
5,68a
13,00ab
34,70a
54,75a
58,25a
BCS4
4,92bc
12,73ab
32,15ab
56,92a
60,35a
BC5
4,82c
12,11ab
31,17bc
49,00a
53,90a
BC10
5,48ab
13,25a
34,29ab
55,75a
58,55a
BL10
5,70a
11,30b
28,90c
51,95a
56,25a
BL17
5,35abc
11,70ab
25,08cd
38,50b
41,58b
6 MST
a) MST = Minggu Setelah Tanam. b) K = Kontrol. c) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). d) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. e) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05).
Aplikasi bakteri endofit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini terlihat dalam Tabel 7, pertumbuhan terbaik tidak terjadi secara kontinu pada satu jenis bakteri endofit dan bersifat tidak berbeda nyata satu sama lain, terlebih dengan tanaman kontrol yang hanya diaplikasikan dengan aquades steril. Pada pengamatan 2 MST, tanaman yang diaplikasikan dengan isolat BL10 memiliki ukuran yang lebih tinggi dibadingkan dengan perlakuan yang lainnya, disusul dengan perlakuan BC10 pada 3 MST dan perlakuan AC1 pada 4 MST. Pada 5-6 MST, tinggi tanaman antar perlakuan tidak berbeda nyata, kecuali pada tanaman yang diaplikasikan dengan BL 17 justru terhambat pertumbuhannya sejak 4-6 MST dan tinggi maksimum terjadi pada tanaman yang diaplikasikan dengan bakteri endofit BC4. Dengan demikian, keenam jenis bakteri endofit tersebut tidak dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman karena tidak ada perbedaan yang nyata antara tanaman yang diaplikasikan dengan bakteri endofit dan tanaman tanpa apliksi bakteri endofit.
Karakterisasi Bakteri Endofit Karakterisasi bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian di lapangan dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri hingga tingkat genus ataupun spesies. Dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, diketahui bahwa isolat AC1, BC4, BL10 dan BL17 memiliki karakter fisiologi dan biokimia seperti pada Tabel 9. Selain karakter fisiologi dan biokimia, isolat-isolat bakteri endofit juga dapat dibedakan berdasarkan karakter morfologi koloni seperti pada Tabel 8 dan Gambar 7. a
c
e
b
d
f
Gambar 7 Bentuk pertumbuhan isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian secara in planta; AC1 (a), BC4 (b), BC5 (c), BC10 (d), BL10 (e) dan BL17 (f)
Tabel 8 Karakter fisiologi dan biokimia beberapa jenis bakteri endofit yang digunakan dalam aplikasi secara in planta Kode isolat
Karakter bakteri endofit BL17
BL10
AC1
BC4
+
+
+
+
+ + + + + + Dubius
+ + + + + + Dubius
+ + + + + + Dubius
+ + + + + + Dubius
+ Batang Tidak berspora
Batang
Batang
tidak berspora
tidak berspora
non-motil
non-motil
Aerob/anaerob Katalase Oksidase
dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + -
Batang tidak berspora Motilitas dubius dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + -
dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + +
dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + +
Genus/spesies
Listeria murrayi
Acetobacter Methylococcus Methylococcus sp sp sp
Karakter biokimia Katalase Pertumbuhan anaerob Urea VP Reduksi nitrat Strach Glukosa Manitol Laktosa Maltosa Trehalosa Xylosa Salicin Gelatin Aesculin Karakter fisiologi Gram Bentuk Spora Motilitas
Motil
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bakteri endofit yang berhasil diisolasi berjumlah 49 isolat, 17 diantaranya isolat dari Bogor, 18 dari Cipanas dan 14 dari Lembang. Penekanan terbaik terhadap kejadian penyakit layu bakteri ditunjukkan oleh isolat asal Cipanas dengan kode BC4 dan BC10 dengan penekanan terhadap kejadian penyakit sebesar 66,67% dan 60%. Keduanya merupakan isolat hasil pengujian metode dual culture dengan diameter zona hambatan berturut-turut sebesar 0,5 cm dan 0,4 cm. Seluruh bakteri endofit yang diuji tidak menunjukkan kemampuan dalam memacu tinggi tanaman karena hasilnya tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi kombinasi antar bakteri endofit atau kombinasi dengan bakteri PGPR serta frekuensi aplikasinya pada berbagai usia tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Aeny TN. 2001. Patogenisitas bakteri layu pisang (Ralstonia sp) pada beberapa tanaman lain. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman Tropika 1(2): 60-62 [jurnal on-line]. http://www.google.com/Ralstonia/jhpt/titikurae. [29 Oktober 2009]. Aeny TN. 2006. Pengaruh perlakuan bibit terhadap perkembangan penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) pada jahe (Zingiber officinale). http://digilib.itb.ac.id/gdl. [29 Oktober 2009]. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. Florida: Academic Press. Bacon CW, Hinton DM. 2006. Bacterial andophytes : the endophytic niche, its occupants, and its utility. Di dalam : Gnanamanickam SS, editor. PlantAssociated Bacteria. Netherland : Springer. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Data Produksi Tomat BPS dan Dirjen Bina Produksi Hortikultura. www.deptan.go.id. [30 Desember 2009]. Denny TP, Hayward AC. 2001. Gram negative bacteria. Di dalam : Schaad NW, Jones JB, Chun W, editor. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria Third Edition. Minnesota : APS Press. Djafruddin. 2004. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Ed ke-2. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Handayani T. 2005. Penampilan ketahanan penyakit layu bakteri pada hibrida seksual dan somatik Solanum khasianum Clarke dan Solanum capsicoides All. Zuriat 16(2) : 181-191 [jurnal on-line]. http://www.google.com/layubakteri. [29 Oktober 2009]. Husein E, Saraswati R, Hastuti RD. 2007. Rizobakteri pemacu pertumbuahan tanaman. http://www.google.com/pgpr/pupuk9. [29 Oktober 2009]. Irmawan DE. 2008. Bakteri rhizosfer pemacu pertumbuhan http://www.pertaniansehat.or.id. [29 Oktober 2009].
(PGPR).
Janse JD. 2005 . Phytobacteriology : Principles and Practice. London : CABI Publishing.
Jeung Y, Kim J, Kang Y. 2007. Genetic diversity and distribution of Korean isolates of Ralstonia solanacearum. Plant Disease 91(10) : 1277-1287. Kaur S, Mukerji KG. 1999. Biological control of bacterial plant disease. Di dalam : Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK, editor. Biotecnological Approaches in Biological Control of Plant Pathogens. New York : Plenum Publisher. Kersten JT, Huang H, Allen C. 2001. Ralstonia solanacearum Needs Motility for Invasive Virulence on Tomato. Madison: Department of Plant Pathology University of Wisconsin. Khoirunnisya. 2009. Potensi bakterisida senyawa metabolit Penicillium spp. terhadap Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu bakteri pada cabai [Skripsi]. Bogor : Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya. [Pemda] Pemerintah Daerah Bandung. 2009. www.id.wikipedia.org/wiki/kota bandung. [03 Januari 2010]. [Pemkot] Pemerintah Kota Bogor. 2009. www.id.wikipedia.org/wiki/kota bogor. [03 Januari 2010]. Podile AR, Kishore GK. 2006. Plant growth promoting rhizobacteria. Di dalam : Gnanamanickam SS, editor. Plant-Associated Bacteria. Netherland : Springer. Pudjiatmoko. 2008. Budidaya tomat (Lycopersicon http://www.nusaku.com/forum. [02 Oktober 2009].
esculentum
Mill.).
Ratdiana. 2007. Kajian pemanfaatan air kelapa dan limbah cair peternakan sebagai media alternatif perbanyakan Pseudomonas fluorescens serta uji potensi antagonismenya terhadap Ralstonia solanacearum [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sasmito EE. 2007. Penggunaan guano kelelawar pemakan serangga untuk pengendalian penyakit layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum pada tanaman tomat [skripsi]. Bogor, Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor. Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta : UGM Press. Sigee DC. 1993. Bacterial Plant Pathology : Cell and Molecular Aspect. Manchester : Cambridge University Press. Sihotang B. 2008. Tomat. Benidiktus Sihotang Site. http://www.google.com/tomat/Benidiktus Sihotang. [02 Oktober 2009]. Simarmata R, Lekatompessy S, Sukiman H. 2007. Isolasi mikroba endofitik dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procumbens) dan analisis potensinya sebagai antimikroba. Berk Penel Hayati 13 : 85-90. Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Supriati Y, Siregar FD. 2009. Bertanam Tomat dalam Pot dan Polybag. Jakarta : Penebar Swadaya. Wahyudi AT. 2009. Rhizobacteria pemacu pertumbuhan tanaman : prospeknya sebagai agen biostimulator dan biokotrol. Nano Indonesia. http://www.google.com/pgpr. [29 Oktober 2009]. Walker JC. 1957. Plant Pathology. Ed ke-2. New York : Book Company, Inc. Yudiarti T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat pada pengamatan 4 - 6 MST Sumber
DB
JK
KT
6
295,238
49,206
14
1.200,000
85,714
20
1.495,238
6
4.161,905
693,651
14
7.866,667
561,905
20
12.028,571
6
4.695,238
782,539
14
6.200,000
442,857
20
10.895,238
F hit
Pr > F
4 MST Perlakuan Galat
0,57
0,7449
Total terkoreksi 5 MST Perlakuan Galat
1,23
0,3466
1,77
0,1781
Total terkoreksi 6 MST Perlakuan Galat Total terkoreksi
Lampiran 2 Sumber
Hasil analisis ragam pertumbuhan tinggi tanaman tomat pada pengamatan 2 - 6 MST DB
JK
KT
F hit
Pr > F
2 MST Perlakuan
6
7,114
1,186
Galat
63
27,578
0,438
69
34,692
Perlakuan
6
29,602
4,934
Galat
63
189,771
3,012
69
219,373
Perlakuan
6
705,302
117,550
Galat
63
731,707
11,614
69
1,437,009
Perlakuan
6
2.392,035
398,672
Galat
63
4.853,951
77,047
69
7.245,986
Perlakuan
6
2.448,675
408,112
Galat
63
6.665,576
105,803
69
9.114,251
2,71
0,021
1,64
0,152
10,12
< 0,0001
5,17
0,0002
Total terkoreksi 3 MST
Total terkoreksi 4 MST
Total terkoreksi 5 MST
Total terkoreksi 6 MST
Total terkoreksi
3,86
0,0024
Lampiran 3 Karakter morfologi isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian secara in planta Kode
Karakteristik koloni
Isolat
Permukaan
Tepian
AC1
Cembung
Rata
Bentuk Bulat
Ukuran
Warna
Sedang
Kuning
Licin
Ciri Lain Tidak Lengket, IIIa)
BL17
Datar
Rata
Bulat
Besar
Putih
Kering
Sangat Lengket, III
BL10
Cembung
Rata
Bulat
Sedang
Merah
Licin
Tidak Lengket, III
BC4
Cembung
Rata
Bulat
Sedang
Kuning
Licin
Tidak Lengket, III
BC5
Cembung
Rata
Bulat
Sedang
Putih
Licin
Tidak Lengket, III
BC10
Datar
Bergerigi
Bulat
Kecil
Kuning
Tidak Lengket, II
a) Pertumbuhan cepat pada medium King’s B : cepat (III), sedang (II) dab lambat (I).
a
b
c
d
Lampiran 4
a
Persiapan media tanam; tanah dan kompos dicampur sebelum disterilisasi (a), sterilisasi media tanam (b) dan (c), pencampuran media tanam steril dengan suspensi R. solanacearum (d)
b
Lampiran 5 Penyemaian benih tomat pada pot tray (a), bibit tanaman yang direndam dalam suspensi bakteri endofit (b)
Lampiran 6 Keadaan pertanaman tomat di rumah kaca
Lampiran 7 Pertumbuhan tanaman tomat setelah diaplikasikan dengan bakteri endofit a
Lampiran 8
b
Gejala penyakit layu bakteri : terbentuk akar adventif (a) dan tanaman layu dengan pemanjangan ruas batang (b)