Maret 2014
Tinjauan
Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan
1
STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 Maret 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta mengendalikan defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat. Perkembangan sejauh ini menunjukkan inflasi yang terkendali dan defisit transaksi berjalan yang menurun. Ke depan, Bank Indonesia tetap mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendorong perekonomian bergerak ke arah yang lebih seimbang sehingga dapat mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar keuangan, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperbaiki struktur perekonomian. Hasil evaluasi Bank Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi dunia masih berlanjut, namun dengan akselerasi yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Pemulihan terutama ditopang oleh perbaikan ekonomi negara maju, sejalan dengan masih berlanjutnya stimulus moneter dan menurunnya hambatan fiskal, sementara pertumbuhan ekonomi China belum kembali meningkat terkait dengan kebijakan rebalancing yang sedang ditempuh. Perkembangan ini pada gilirannya menyebabkan kenaikan harga komoditas primer dunia masih terbatas. Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko dari perekonomian global, terutama terkait dengan normalisasi kebijakan moneter the Fed, kemungkinan pemulihan ekonomi global yang tidak sekuat perkiraan akibat perlambatan ekonomi China, dan kerentanan eksternal yang dapat muncul di beberapa negara emerging markets. Bank Indonesia memandang bahwa moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan berlanjut dengan komposisi yang lebih seimbang. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan semula, akibat lebih terbatasnya pengaruh pelaksanaan Pemilu dibandingkan dengan dampak di periodeperiode Pemilu sebelumnya, serta berjalannya transmisi kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan investasi, termasuk investasi non-bangunan, diperkirakan kembali naik terutama mulai semester II 2014. Ekspor riil juga lebih berada dalam tren meningkat, meskipun tidak sekuat perkiraan sebelumnya, akibat pertumbuhan ekonomi dunia yang belum kuat dan dampak temporer implementasi UU Minerba. Dengan asesmen ini, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 berada pada kisaran 5,5-5,9%. Pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang menopang berlanjutnya perbaikan kinerja sektor eksternal Indonesia, baik dari neraca pedagangan maupun neraca finansial. Neraca perdagangan Indonesia yang pada Januari 2014 mencatat defisit sebesar 0,43 miliar dolar AS, lebih dipengaruhi pola musiman yang menurunkan ekspor komoditas nonmigas utama dan dampak penerapan UU Minerba yang diperkirakan temporer. Sementara itu, ekspor manufaktur seperti mesin dan mekanik, produk kimia, dan produk dari logam pada Januari 2014 tumbuh cukup tinggi. Ke depan, Bank Indonesia
| 1
memperkirakan neraca perdagangan akan kembali mencatat surplus, bersumber dari membaiknya ekspor yang didorong oleh naiknya permintaan dari negara mitra dagang, serta terkendalinya impor sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Bank Indonesia berkeyakinan bahwa defisit transaksi berjalan 2014 dapat ditekan di bawah 3,0% dari PDB. Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing diperkirakan terus membaik dipengaruhi prospek ekonomi domestik yang semakin sehat. Hingga Februari 2014, aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai Rp 34,6 triliun. Dengan perkembangan positif tersebut, cadangan devisa Indonesia pada Februari 2014 meningkat menjadi 102,7 miliar dolar AS, yang setara 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Fundamental ekonomi yang semakin sehat yang kemudian mendorong perbaikan kinerja sektor eksternal tersebut berdampak pada menguatnya nilai tukar rupiah. Pada Februari 2014, rupiah ditutup di level Rp11.609 per dolar AS, menguat 5,18% dibandingkan dengan level akhir Januari 2014. Secara rata-rata, rupiah Februari 2014 tercatat Rp11.919 per dolar AS, menguat 2,02% dibandingkan dengan rata-rata rupiah pada Januari 2014 sebesar Rp12.160 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya dan didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar valas. Inflasi Februari 2014 berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi IHK Februari 2014 tercatat cukup rendah yakni 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy), menurun tajam dibandingkan dengan inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) atau 8,22% (yoy) dan juga lebih rendah dari rata–rata inflasi dalam 5 tahun terakhir. Inflasi inti juga tetap terkendali pada 0,37% (mtm) atau 4,57% (yoy). Perkembangan positif tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam meminimalkan dampak lanjutan bencana alam sehingga inflasi volatile food Februari 2014 tercatat cukup rendah. Inflasi yang menurun juga dipengaruhi oleh terkendalinya nilai tukar rupiah sehingga dapat meminimalkan dampak kenaikan harga komoditas global. Dengan perkembangan inflasi sampai dengan Februari 2014 tersebut maka inflasi 2014 diperkirakan masih dalam kisaran sasaran. Bank Indonesia akan tetap mencermati sejumlah risiko inflasi ke depan, termasuk potensi tekanan terkait dengan penyesuaian administered prices, dan akan terus memperkuat bauran kebijakan dan berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan inflasi tetap terkendali sesuai sasaran yang ditetapkan. Stabilitas sistem keuangan terjaga ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan perbaikan kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan ketahanan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit perbankan melambat dari 21,4% (yoy) pada Desember 2013 menjadi menjadi 20,9% (yoy) pada Januari 2014, sejalan dengan arah moderasi permintaan domestik. Bank Indonesia akan berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sejalan dengan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Sementara itu, kinerja pasar modal pada Februari 2014 semakin membaik. IHSG menguat dan yield SBN menurun terutama didorong oleh meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian domestik seiring dengan menurunnya inflasi dan defisit transaksi berjalan.
| 2
2
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Perkembangan Ekonomi Global Perkembangan ekonomi global masih berada pada tren yang meningkat, namun dengan akseleserasi yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Tren kenaikan ditopang negara-negara maju yang menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia didorong oleh berlanjutnya stimulus moneter dan menurunnya hambatan fiskal. Sementara itu, ekonomi di negara-negara berkembang mencatat pertumbuhan yang juga membaik, namun dengan risiko perlambatan yang cukup besar. Risiko yang dihadapi negara-negara berkembang tersebut antara lain dipengaruhi oleh perubahan kebijakan The Fed (Fed Exit Policy), perlambatan ekonomi China dan fundamental ekonomi yang kurang kuat di beberapa negara seperti Turki, Brazil, Argentina dan Afrika Selatan. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan perekonomian global pada tahun 2014-2015 masih diperkirakan membaik namun dengan kecepatan yang lambat. Perbaikan ekonomi global, khususnya di negara-negara maju, mendorong terjadinya peningkatan volume perdagangan internasional. Perkembangan yang menggembirakan, terutama di AS dan Eropa, dapat mendorong kenaikan transaksi perdagangan internasional sehingga ekspor dari negara-negara berkembang meningkat. Rata-rata volume perdagangan dunia sampai dengan Desember 2013 tumbuh sebesar 2,71% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata sampai dengan bulan sebelumnya sebesar 2,54% (yoy). Namun, struktur kenaikan pertumbuhan ekonomi dunia yang belum solid mendorong harga komoditas global masih rendah. Moderasi pertumbuhan ekonomi China sejalan dengan program rebalancing ekonomi China menyebabkan tertahannya kenaikan harga komoditas global. Sementara itu, harga minyak meskipun sempat meningkat pada awal triwulan I 2014, masih berada pada level yang lebih rendah dari tahun 2013 didorong pasokan yang meningkat. Dengan perkembangan itu, Bank Indonesia memperkirakan harga komoditas ekspor Indonesia akan tetap membaik pada tahun 2014 meskipun tidak setinggi perkiraan semula.
Pertumbuhan Ekonomi Berbagai indikator dini dan indikator penuntun sampai Februari 2014 mengindikasikan akselerasi pertumbuhan ekonomi masih berlanjut pada triwulan I 2014, meskipun lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia sebelumnya. Akselerasi perekonomian terutama bersumber dari peningkatan konsumsi rumah tangga seiring belanja Pemilu yang diperkirakan mencapai puncaknya pada triwulan I 2014. Namun demikian, pengaruh pelaksanaan pemilu terhadap konsumsi rumah tangga ini tidak sekuat pengaruh yang terjadi pada periode-periode sebelumnya. Investasi, di tengah sikap menunggu dunia usaha terhadap hasil pemilu 2014, diprakirakan mulai meningkat. Sementara itu, akselerasi ekspor diprakirakan sedikit tertahan sebagai dampak temporer
| 3
pemberlakuan peraturan pemerintah terkait izin ekspor mineral mentah, meskipun ekspor manufaktur tetap kuat. Impor diprakirakan meningkat sejalan kenaikan konsumsi rumah tangga dan investasi. Akselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 didorong oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang meningkat sejalan dengan peningkatan belanja Pemilu. Berdasarkan data historis pada Pemilu tahun 2004 dan 2009, peningkatan konsumsi rumah tangga terutama berasal dari konsumsi partai politik dan calon anggota legislatif. Namun demikian, peningkatan konsumsi rumah tangga sebagai dampak kegiatan Pemilu 2014 diprakirakan tidak sekuat prakiraan sebelumnya. Prakiraan ini antara lain dipengaruhi oleh aturan pembatasan wilayah pemasangan alat peraga kampanye pada kegiatan Pemilu 2014. Peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 juga dipengaruhi oleh keyakinan konsumen yang tetap kuat. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa keyakinan konsumen, menurut beberapa lembaga survei, berada dalam tren yang meningkat. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) BI tetap kuat hingga Februari 2014. Peningkatan keyakinan konsumen juga terindikasi pada IKK Danareksa dan ANZ Roy Morgan. Bahkan, IKK Danareksa mencapai posisi tertinggi sejak akhir tahun 2012 seiring naiknya keyakinan akan kinerja ekonomi saat ini dan ekspektasi ke depan (Grafik 2.1). Beberapa indikator terkini mendukung prakiraan meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014. Pada Januari 2014, penjualan eceran meningkat disumbang oleh penjualan kelompok makanan, sandang dan perlengkapan rumah tangga. Ekspektasi kenaikan harga yang meningkat hingga pertengahan tahun 2014 juga dapat menjadi insentif bagi konsumen untuk segera melakukan konsumsi (Grafik 2.2). Selain itu, ekspektasi pendapatan konsumen juga masih tinggi seiring kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan daya beli PNS dari remunerasi lanjutan 14 Kementerian/Lembaga pada tahun 2014. Kenaikan peningkatan konsumsi rumah tangga sedikit tertahan karena pada sisi lain dampak pass through depresiasi rupiah mulai mengurangi daya beli konsumen. Kondisi ini tercermin pada penurunan pasokan barang konsumsi dari impor sejak triwulan IV 2013, dipengaruhi depresiasi rupiah dan dampak kebijakan perpajakan terkait impor yang diberlakukan Pemerintah.
Grafik 2.1 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 2.2 Indeks Ekspektasi Harga
Ekspor pada triwulan I 2014 diprakirakan tumbuh terbatas dipengaruhi penurunan beberapa ekspor komoditas nonmigas utama. Berdasarkan realisasi perdagangan Januari 2014, perlambatan ekspor terjadi pada komoditas pertambangan dan pertanian (Grafik 2.3). Ekspor pertambangan tumbuh melambat karena ekspor batubara yang tumbuh negatif seiring target pemerintah untuk produksi batubara yang lebih rendah dari
| 4
tahun 2013. Selain itu, ekspor mineral mentah terhenti sejak 12 Januari 2014 karena kendala perizinan. Aturan teknis terkait perizinan tersebut akan diselesaikan oleh Kementerian ESDM pada awal Maret 2014. Sementara itu, ekspor pertanian tumbuh melambat akibat penurunan ekspor kakao dan teh. Perkembangan berbeda terlihat pada ekspor manufaktur yang masih tumbuh kuat. Kinerja ekspor manufaktur meningkat didukung tren kenaikan harga komoditas global serta perbaikan ekonomi negara maju seperti Amerika dan Jepang yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Peningkatan ekspor manufaktur terjadi pada komoditas TPT, alas kaki, kimia, makanan olahan dan logam dasar. Selain itu, indeks harga ekspor nonmigas membaik pada Desember 2013, meskipun masih berada pada zona negatif. Ekspor manufaktur yang masih kuat tersebut diperkirakan mendorong kinerja investasi pada triwulan I 2014. Meskipun dunia usaha menunggu hasil Pemilu 2014 prospek ekspor yang positif berpotensi memengaruhi perilaku pelaku usaha tersebut. Berdasarkan data historis, pertumbuhan investasi meningkat sejalan dengan peningkatan prospek ekspor pada periode sekitar Pemilu tahun 2004. Tren pergerakan investasi yang sama dengan ekspor di tahun politik juga terjadi pada tahun Pemilu 2009 yakni saat ekspor mengalami perlambatan tahun 2009 maka pertumbuhan investasi juga melambat (Grafik 2.4). Namun demikian, respons pelaku usaha untuk melakukan investasi diprakirakan masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh tingkat utilisasi kapasitas industri pengolahan pada triwulan IV 2013 yang masih berada di batas bawah historis (Grafik 2.5). Dari sisi pembiayaan, tren depresiasi rupiah masih berlanjut dan suku bunga yang lebih tinggi memicu kenaikan biaya investasi juga menahan kenaikan investasi lebih lanjut.
Grafik 2.3 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Grafik 2.4 Pertumbuhan Investasi dan Ekspor
Berdasarkan komponennya, peningkatan pertumbuhan investasi diperkirakan didorong meningkatnya investasi nonbangunan, sedangkan peran investasi bangunan diperkirakan melambat. Indikasi ini terlihat pada mulai pulihnya pertumbuhan impor barang modal pada Januari 2014. Investasi alat angkutan berpotensi tumbuh lebih baik, seiring permintaan kendaraan bermotor yang tetap tinggi, serta tambahan permintaan mobil LCGC (Low Cost Green Car). Prospek ekspor yang membaik menjadi pendorong pulihnya investasi nonbangunan. Sementara itu, investasi bangunan diprakirakan tumbuh melambat. Pada awal tahun, realisasi belanja modal pemerintah masih terbatas sehingga menyebabkan realisasi pembangunan infrastruktur masih terbatas. Indikasi perlambatan ditunjukkan oleh penjualan semen yang melambat dan indeks produksi industri semen yang cenderung stabil.
| 5
Pertumbuhan impor pada triwulan I 2014 diprakirakan meningkat dipengaruhi kenaikan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi, serta prospek kenaikan ekspor, khususnya ekspor manufaktur. Pada Januari 2014, perbaikan impor berasal dari impor nonmigas yang meningkat, sementara impor migas tumbuh stabil. Perbaikan impor nonmigas didorong oleh impor barang modal yang meningkat sejalan dengan prakiraan mulai membaiknya investasi nonbangunan (Grafik 2.6). Impor bahan baku juga meningkat seiring perbaikan ekspor manufaktur. Di sisi lain, impor barang konsumsi melambat sejalan dengan moderasi konsumsi rumah tangga..
Grafik 2.5 Utilisasi Kapasitas
Grafik 2.6 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 diprakirakan meningkat didorong oleh aktivitas Pemilu. Pertumbuhan sektor-sektor terkait Pemilu, seperti sektor industri pengolahan, PHR, pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasajasa diprakirakan meningkat. Namun demikian, kinerja sektor pertambangan diprakirakan tumbuh terbatas seiring dengan menurunnya produksi migas dan terbatasnya produksi subsektor nonmigas terutama batubara. Untuk keseluruhan tahun 2014, Bank Indonesia memandang bahwa moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan berlanjut dengan komposisi yang lebih seimbang. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan semula, akibat lebih terbatasnya pengaruh pelaksanaan Pemilu dibandingkan dengan dampak di periode-periode Pemilu sebelumnya, serta berjalannya transmisi kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan investasi, termasuk investasi nonbangunan, diperkirakan kembali naik terutama mulai semester II 2014. Ekspor riil juga lebih berada dalam tren meningkat, meskipun tidak sekuat perkiraan sebelumnya, akibat pertumbuhan ekonomi dunia yang belum kuat dan dampak temporer implementasi UU Minerba. Dengan asesmen ini, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 berada pada kisaran 5,55,9%.
Neraca Pembayaran Indonesia Pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang diperkirakan menopang berlanjutnya perbaikan kinerja sektor eksternal Indonesia ke depan, baik dari neraca perdagangan maupun neraca finansial. Pada Januari 2014, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit sebesar 0,43 miliar dolar AS (Grafik 2.7). Defisit tersebut akibat
| 6
ekspor yang terkontraksi cukup dalam. Kontraksi ekspor yang mencapai 5,8% (yoy) pada gilirannya mendorong neraca perdagangan mencatat defisit, meskipun pada saat yang sama impor turut terkontraksi sebesar 3,5% (yoy). Berdasarkan asesmen, defisit neraca perdagangan pada Januari 2014 lebih dipengaruhi pola musiman dan dampak penerapan UU Minerba yang diperkirakan temporer. Pola musiman tersebut karena pola ekspor bulan Januari 2014 yang selalu tercatat lebih rendah dibandingkan dengan ekspor bulan Desember. Berdasarkan kelompok ekspor, kontraksi ekspor yang cukup dalam pada bulan laporan terjadi pada komoditas migas dan komoditas nonmigas utama yang berbasis sumber daya alam. Ekspor komoditas migas mengalami penurunan yang cukup dalam sesuai dengan pola musimannya akibat pengaruh berakhirnya puncak permintaan ekspor bahan bakar untuk musim dingin. Pada komoditas nonmigas, ekspor batubara dan minyak nabati, yang memiliki pangsa 26,7% dari total ekspor nonmigas, menurun dipengaruhi oleh masih berlangsungnya proses negosiasi kontrak baru di tiap awal tahun. Ekspor bijih, kerak, dan abu logam, yang memilik pangsa 2,43% dari total ekspor nonmigas, seperti tembaga dan nikel, juga menurun sebagai dampak implementasi UU Minerba. Indikasi bahwa defisit neraca perdagangan bersifat musiman juga terlihat dari kinerja ekspor produk manufaktur yang tetap positif. Beberapa komoditas yang meningkat tersebut antara lain mesin/pesawat mekanik, produk kimia, pakaian jadi, dan barang-barang rajutan (pangsa 13,8% dari total ekspor nonmigas) yang masing-masing meningkat 31,92% (mtm), 1,43% (mtm), 3,41% (mtm), dan 0,38% (mtm). Kenaikan ekspor manufaktur tersebut antara lain didorong kenaikan permintaan dari negara maju seperti Jepang dan AS. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan neraca perdagangan kembali mencatat surplus. Perkiraan tersebut bersumber dari prospek membaiknya ekspor yang didorong oleh naiknya permintaan dari negara maju dan kembali meningkatnya ekspor produk tambang mineral pasca-tercapainya kesepakatan penerapan UU Minerba. Selain itu, impor juga tetap terkendali sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Bank Indonesia berkeyakinan bahwa defisit transaksi berjalan 2014 dapat ditekan di bawah 3,0% dari PDB. Di sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF), aliran masuk dana asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio masih berlanjut. Perkembangan ini dipengaruhi fundamental ekonomi yang makin sehat tercermin pada melambatnya tekanan inflasi dan membaiknya perkembangan di neraca transaksi berjalan. Pada Februari 2014, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik terlihat meningkat (Grafik 2.8). Net beli asing tercatat sebesar 2,3 miliar dolar AS, melanjutkan net beli sebesar 774,5 juta dolar AS pada bulan Januari 2014. Akumulasi kepemilikan asing terjadi di semua instrumen Rupiah baik SUN, saham, dan SBI. Net beli di SUN mencapai 1,4 miliar dolar AS, sementara itu net beli di saham dan SBI masing-masing tercatat sebesar 655,84 juta dolar AS dan 240,97 juta dolar AS. Masuknya aliran dana nonresiden ke aset keuangan domestik tersebut ditopang pula oleh strategi front loading pembiayaan oleh Pemerintah. Dengan perkembangan tersebut, neraca TMF diperkirakan mencatat surplus pada triwulan I 2014.
| 7
saham
Grafik 2.7 Neraca Perdagangan Indonesia
Grafik 2.8 Aliran Dana Nonresiden di Aset Rupiah Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Februari 2013 tercatat 102,74 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut meningkat sebesar 2,09 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya sebesar 100,65 miliar dolar AS. Pada level tersebut, cadangan devisa dapat membiayai 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah pada Februari 2014 mengalami penguatan seiring dengan perbaikan fundamental ekonomi domestik dan membaiknya persepsi risiko investor global terhadap Indonesia. Secara rata-rata, nilai tukar pada Februari 2014 menguat 2,02% (mtm) ke level Rp11.919 per dolar AS dari level Rp12.160 per dolar AS pada bulan sebelumnya. Sejalan dengan itu, secara point-to-point rupiah terapresiasi sebesar 5,18% dan ditutup di level Rp11.609 per dolar AS pada akhir bulan laporan (Grafik 2.9). Penguatan rupiah tersebut sejalan dengan apresiasi mayoritas mata uang di kawasan (Grafik 2.10).
rata‐rata
Rp/USD Harian Rata2 Bulanan
Grafik 2.9 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.10 Apre/Depre Mata Uang Regional dan Euro
| 8
Perbaikan persepsi risiko investor global terhadap Indonesia yang kemudian mendorong aliran masuk modal asing dipengaruhi faktor eksternal maupun internal. Dari eksternal, persepsi risiko investor tidak terlepas dari pengaruh kebijakan the Fed yang kembali mengurangi pembelian obligasi bulanan sebesar 10 miliar dolar AS menjadi 65 miliar dolar AS per bulan pada 28-29 Januari 2014. Namun pada pertemuan tersebut, The Fed juga menegaskan bahwa kenaikan suku bunga belum akan dilakukan selama proyeksi inflasi ke depan masih di bawah target 2%, meskipun tingkat pengangguran telah turun ke level di bawah 6,5%. Perkembangan tersebut memperbaiki risk-appetite investor terhadap aset berisiko dengan yield yang lebih tinggi seperti aset keuangan negara berkembang. Di samping itu, perkembangan positif global juga dipengaruhi oleh disetujuinya penundaan pembahasan batas pagu hutang (debt ceiling) sampai dengan Maret 2015 oleh Parlemen AS. Dari sisi internal, penguatan rupiah didukung oleh perbaikan kondisi fundamental ekonomi domestik sehingga mendorong aliran masuk dana nonresiden. Perbaikan kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia pada triwulan IV 2013 yang lebih baik dibandingkan dengan negara kawasan lainnya merupakan salah satu faktor yang menopang perbaikan sentimen investor global terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
Inflasi Inflasi Februari 2014 berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi Februari 2014 tercatat cukup rendah yakni mencapai 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) atau 8,22% (yoy) (Grafik 2.11). Perkembangan inflasi Februari 2014 tersebut juga lebih rendah dari rata–rata inflasi dalam 5 tahun terakhir. Rendahnya inflasi pada bulan laporan dikontribusi oleh seluruh komponennya, baik inflasi inti, volatile food maupun administered price. Inflasi volatile food pada Februari 2014 cukup rendah. Inflasi volatile food tercatat hanya sebesar 0,32% (mtm) atau 9,85% (yoy), turun tajam dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,89% (mtm) atau 11,91% (yoy) (Grafik 2.11). Rendahnya inflasi volatile food Februari 2014 tidak terlepas dari berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam meminimalkan dampak lanjutan bencana alam terhadap inflasi pada kelompok volatile food. Koreksi harga terutama terjadi pada komoditas bawang merah dan cabai merah yang masing-masing menyumbang deflasi sebesar 0,10% (Tabel 2.1). Hal tersebut dipengaruhi oleh pulihnya pasokan bawang merah dan cabe di dalam negeri serta cukup besarnya pasokan dari impor untuk komoditas bawang merah dari Filipina, Thailand, dan India. Selain itu, penurunan harga juga terjadi pada komoditas daging ayam yang didorong oleh kembali normalnya pasokan pasca-banjir.
| 9
Tabel 2.1 Penyumbang Inflasi kelompok Volatile Food Februari 2014
Tabel 2.2 Penyumbang Inflasi kelompok Administered Price Februari 2014
Inflasi administered prices pada Februari 2014 juga tercatat rendah. Inflasi administered prices tercatat sangat rendah yakni sebesar 0,01% (mtm) atau 17,37% (yoy), menurun dibandingkan dengan level bulan sebelumnya yakni 1% (mtm) atau 18,27% (yoy) (Grafik 2.11). Hal itu terutama dikontribusi oleh koreksi harga bahan bakar rumah tangga (LPG 12 kg) yang terjadi pada akhir bulan Januari 2014, namun baru tercatat pada bulan Februari. Harga LPG 12 kg semula mengalami kenaikan sebesar Rp4.000/kg, namun kemudian dikoreksi menjadi hanya sebesar Rp1.000/kg dan akhirnya berdampak pada menurunnya barang administered price untuk bahan bakar rumah tangga (Tabel 2.2). Komoditas penyumbang inflasi lainnya pada kelompok ini antara lain rokok kretek filter dan angkutan udara yang masing-masing menyumbang inflasi sebesar 0,02% (mtm). Kenaikan tarif angkutan udara didorong oleh permintaan yang meningkat terutama di sejumlah daerah antara lain terkait perayaan tahun baru Cina (Imlek). %, yoy
IHK
10.0
9.0
8.6 7.7
8.0 6.0
5.3
5.7
I
II
7.2 4.7
4.9
4.9
5.1
III
IV
I
II
4.0 2.0 0.0 III
IV
I
II
2013
2014
2015
Quarterly Consencus Forecast, Desember 2013
Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi
Grafik 2.12 Ekspektasi Inflasi
Inflasi yang rendah juga dipengaruhi oleh inflasi inti pada Februari 2014 yang menurun. Pada bulan laporan, inflasi inti tercatat 0,37% (mtm) atau 4,57% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,57% (mtm) atau 4,53% (yoy) (Grafik 2.11). Perkembangan ini dipengaruhi moderasi permintaan domestik sehingga tidak memberikan tekanan berlebih pada permintaan. Inflasi inti yang menurun juga dipengaruhi oleh terkendalinya nilai tukar rupiah sehingga dapat meminimalkan dampak kenaikan harga komoditas global terhadap inflasi inti. Inflasi inti yang terkendali juga dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari beberapa hasil survei baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun lembaga lain, seperti Consensus Forecast. Hasil survei penjualan eceran dan survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan ekspektasi harga pedagang maupun konsumen membaik. Survei Consensus Forecast juga menunjukkan ekspektasi inflasi akhir
| 10
tahun 2014 berada pada kisaran sasaran inflasi (Grafik 2.12). Namun, ekspektasi inflasi jangka pendek (3 bulan) perlu dicermati karena relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasi inflasi jangka panjang (6 bulan) yang dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan baku dan kondisi cuaca yang kurang baik. Secara spasial, tekanan inflasi di berbagai daerah juga terpantau mereda. Sebagian besar daerah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi bahkan mencatat deflasi seiring dengan membaiknya pasokan pangan yang ditandai oleh terjadinya koreksi harga pada beberapa komoditas pangan strategis seperti aneka bumbu, daging ayam, dan sayuran (Gambar 1). Meskipun demikian, beberapa daerah mencatat kenaikan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya seperti di Kalimantan Barat, NTT, Banten, Papua Barat, dan Jakarta. Kenaikan inflasi di beberapa daerah tersebut antara lain bersumber dari tarif angkutan udara, dampak penerapan pajak daerah untuk rokok kretek, dan kenaikan harga ikan segar.
Gambar 2.1 Peta Inflasi Daerah Februari 2014 (%, mtm)
Dengan perkembangan inflasi sampai dengan Februari 2014 tersebut maka inflasi 2014 diperkirakan masih dalam kisaran sasaran yakni 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015. Bank Indonesia akan tetap mencermati sejumlah risiko inflasi ke depan, termasuk potensi tekanan terkait dengan penyesuaian administered prices, dan akan terus memperkuat bauran kebijakan dan berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan inflasi tetap terkendali sesuai sasaran yang ditetapkan.
Perkembangan Moneter Suku bunga PUAB O/N pada Februari 2014 cenderung stabil dan bahkan sedikit menurun. Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N tercatat sebesar 5,85% atau sedikit turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 5,90% (Grafik 2.13). Sementara itu, volume PUAB total turun menjadi Rp9,1 triliun dari Rp9,9 triliun (Grafik 2.14). Volume DF O/N juga turun menjadi Rp92,5 triliun dari Rp112,8 triliun pada bulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisi keketatan likuiditas di pasar uang pada bulan Februari relatif mereda terlihat dari selisih (spread) suku bunga tertinggi dan terendah di semua tenor yang menurun dibandingkan bulan sebelumnya.
| 11
10
%
rPUAB O/N
9
%
rLending rate
rDF O/N
10 9
rBI Rate
8
8
7.5 7.0
Jul‐13
Oct‐13
Jan‐13
Apr‐13
4.0
Jul‐12
3 Oct‐12
3 Jan‐12
4.5
Apr‐12
4
Jul‐11
4
Oct‐11
5.0
Jan‐11
5
Apr‐11
5
Jul‐10
5.5
Oct‐10
6.0
6
Jan‐10
7
6
Vol DF O/N (RHS)
Vol PUAB O/N (RHS)
Rp T
rBI Rate
rPUAB O/N
120
rDF O/N
6.5
7
Apr‐10
%
100
rPUAB : 5.88% 80 60
Avg Vol DF: Rp 86,5 T RRT Vol PUAB : Rp 10,4 T
20
3.5 Jan‐12 Apr‐12 Jul‐12
Grafik 2.13 Suku Bunga PUAB O/N
40
‐ Oct‐12 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐13
Oct‐13
Grafik 2.14 Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N
Perkembangan suku bunga perbankan pada Januari 2013 masih berada dalam tren meningkat sejalan dengan arah kebijakan moneter ketat yang ditempuh Bank Indonesia. Suku bunga deposito dan kredit masih meningkat, sedangkan suku bunga di pasar uang (PUAB O/N) cenderung stabil. Pada Januari 2014, transmisi kenaikan BI Rate di tahun 2013 kepada kenaikan suku bunga perbankan masih berlanjut. Suku bunga kredit meningkat 8bps menjadi 12,47% sedangkan suku bunga deposito naik 14bps ke level 7,83% (Grafik 2.15). Namun demikian, suku bunga deposito jangka pendek (1 bulan) tercatat turun 3bps. Sebagai dampaknya, spread suku bunga kredit dengan suku bunga deposito 1 bulan melebar menjadi 458bps dari 447bps di bulan sebelumnya (Grafik 2.16). Meskipun turun di tenor 1 bulan, suku bunga deposito tercatat naik pada tenor 3 bulan dan 6 bulan masing-masing sebesar 34bps dan 37bps menjadi 7,95% dan 7,86%. 17
%
%
%
15
16
12.47
13
15
13.17
9
12.47 5 12.23
7
7.89
4 3
r Credit
r Credit : Work Cap
r Credit : Investment
r Credit : Consumption
Grafik 2.15 Suku Bunga KMK, KI dan KK
2 1 0
Jul‐13
Jan‐14
Jul‐12
BI rate
Jan‐13
Jul‐11
Jan‐12
Jul‐10
Sb Dep 1 bln
Jan‐11
Jul‐09
Jan‐10
Jul‐08
Sb Kredit
Jan‐09
Jul‐07
Jan‐08
Jul‐06
Spread‐rhs
Jan‐07
Jul‐05
Jan‐06
5 Jan‐05
11.92
Jan‐08 Mar‐08 Mei‐08 Jul‐08 Sep‐08 Nop‐08 Jan‐09 Mar‐09 Mei‐09 Jul‐09 Sep‐09 Nop‐09 Jan‐10 Mar‐10 Mei‐10 Jul‐10 Sep‐10 Nop‐10 Jan‐11 Mar‐11 Mei‐11 Jul‐11 Sep‐11 Nop‐11 Jan‐12 Mar‐12 Mei‐12 Jul‐12 Sep‐12 Nop‐12 Jan‐13 Mar‐13 Mei‐13 Jul‐13 Sep‐13 Nop‐13 Jan‐14
11
Data Per Jan 2014
7 5
Selisih rKredit ‐ rDepo1: 458 bps
13 12
8 6
11
14
9
Sb LPS
Grafik 2.16 Spread Suku Bunga Perbankan
Tren kenaikan suku bunga perbankan dan berlanjutnya moderasi permintaan domestik kemudian berpengaruh pada menurunnya likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2). Pada Januari 2014, pertumbuhan M2 melambat menjadi 11,6% (yoy) dari 12,7% (yoy) di bulan sebelumnya. Perlambatan ini disebabkan oleh turunnya uang kuasi di tengah meningkatnya pertumbuhan M1 (Grafik 2.17 dan Grafik 2.18). Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, melambatnya M2 dipengaruhi oleh menurunnya NDA (Net Domestic Asset) khususnya tagihan ke sektor swasta (kredit) dan operasi keuangan Pemerintah. Turunnya tagihan ke sektor swasta sejalan dengan penyaluran kredit melalui perbankan yang melambat dari 21,4% (yoy) pada Desember 2013 menjadi 20,9% (yoy) pada Januari 2014. Perlambatan M2 pada Januari 2014 juga dipengaruhi oleh pola operasi keuangan Pemerintah Pusat yang mengalami kontraksi seperti tercermin pada meningkatnya simpanan Pemerintah Pusat baik di BI maupun di bank umum.
| 12
25
% Kontribusi Pertumbuhan M2
20 15 10 5 0 Jan‐11 Mei‐11 Sep‐11 Jan‐12 Mei‐12 Sep‐12 Jan‐13 Mei‐13 Sep‐13 Jan‐14
M2
Grafik 2.17 Pertumbuhan M1 (Kontribusi)
M1
Uang Kuasi
Grafik 2.18 Pertumbuhan M2 (Kontribusi)
Industri Perbankan Industri perbankan masih memiliki daya tahan yang cukup baik di tengah moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun pertumbuhan kredit dalam tren melambat, kinerja perbankan tetap didukung oleh risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar yang masih tetap terjaga. Ketahanan industri perbankan juga terpelihara, ditopang oleh ketahanan modal yang masih kuat. Pada Januari 2014, pertumbuhan kredit masih dalam tren melambat sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Kredit pada Januari 2014 tumbuh 20,9% (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 21,4% (yoy). Perlambatan kredit disumbang utamanya oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK), yang memiliki pangsa hingga 48% dari total kredit, menjadi 19,5% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya 20,2% (yoy). Pertumbuhan Kredit Investasi (KI) juga turun menjadi 34,1% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 34,4%. Sementara itu, pertumbuhan Kredit Konsumsi (KK) cenderung stabil sebesar 13,8% (yoy) (Grafik2.19).
%
% yoy
39
12 11
32
10
Jan‐14 (%yoy)
Des‐13 (%yoy)
Lainnya Jasa Sosial Jasa Dunia Usaha
25 9
Pengangkutan
8
Perdagangan
7
Listrik, Air dan Gas
6
Industri Pengolahan
18 11
Konstruksi
4
per Jan 2014
‐3
Total
KMK
KI
KK
BI Rate (RHS)
Jan‐08 Mar‐08 Mei‐08 Jul‐08 Sep‐08 Nop‐08 Jan‐09 Mar‐09 Mei‐09 Jul‐09 Sep‐09 Nop‐09 Jan‐10 Mar‐10 Mei‐10 Jul‐10 Sep‐10 Nop‐10 Jan‐11 Mar‐11 Mei‐11 Jul‐11 Sep‐11 Nop‐11 Jan‐12 Mar‐12 Mei‐12 Jul‐12 Sep‐12 Nop‐12 Jan‐13 Mar‐13 Mei‐13 Jul‐13 Sep‐13 Nop‐13 Jan‐14
‐10
Jan‐14 (Kontribusi %yoy)
Grafik 2.19. Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan
Pertambangan
5
Pertanian
%
0
10
20
30
40
Grafik 2.20. Kontribusi Pertumbuhan Kredit
| 13
Secara sektoral, perlambatan kredit utamanya dipengaruhi oleh perkembangan kredit sektor pertambangan, sektor listrik, air dan gas serta sektor jasa dunia usaha. Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut melambat menjadi masing-masing 16,5% (yoy), 28,3% (yoy) dan 19,5% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit ke sektor utama seperti sektor perdagangan dan sektor industri masih mencatat peningkatan, masing-masing tumbuh sebesar 29,3% (yoy) dan 29,5% (yoy), lebih tinggi daripada bulan sebelumnya yang sebesar 28,6% (yoy) dan 24,5% (yoy) (Grafik 2.20). Pertumbuhan DPK juga masih tumbuh melambat pada bulan Januari 2014. DPK tumbuh 11,4% (yoy), turun dari 13,0% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan terjadi pada seluruh jenis DPK. Pertumbuhan tabungan, giro, dan deposito masing-masing tercatat 10,6% (yoy), 7,8% (yoy), dan 13,8% (yoy), melambat dari 12,5% (yoy), 12,2% (yoy), dan 13,9% (yoy) (Grafik 2.21). 16
12
25
%yoy
Kontribusi Pertumbuhan (%)
14
DPK (%, yoy) RHS
Giro (Pangsa 22.6%)
Tab (Pangsa: 32.7%)
Depo (Pangsa 44.6%)
20
10
15
8 10
6 4
5
2 ‐ Jan‐14
Jul‐13
Okt‐13
Jan‐13
Jul‐12
Okt‐12
Jan‐12
Apr‐12
Jul‐11
Okt‐11
Jan‐11
Apr‐11
Jul‐10
Okt‐10
Jan‐10
Apr‐10
‐
Apr‐13
Per Jan 2014
Grafik 2.21. Kontribusi Pertumbuhan DPK Di tengah tren perlambatan kredit tersebut, modal perbankan masih meningkat dan daya tahan masih terjaga. Pada Januari 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,63%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini juga meningkat dibandingkan dengan CAR akhir Desember 2013 yang sebesar 18,36%. Hal ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat terhadap gejolak termasuk tren kenaikan suku bunga. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 1,9% (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Kondisi Umum Perbankan
Indikator Utama Jan Total Aset (T Rp) 4,211.0 DPK (T Rp) 3,204.5 Kredit * (T Rp) 2,688.1 LDR* (%) 83.89 NPLs Bruto* (%) 2.01 CAR (%) 19.18 NIM (%) 5.53 ROA (%) 3.12
2013 Feb
Mar
Apr
Mei
4,237.1 4,313.8 4,367.8 4,418.7 3,207.3 3,243.1 3,299.4 3,349.7 2,718.7 2,768.4 2,824.2 2,887.5 84.77 85.36 85.60 86.20 2.03 1.97 1.96 1.95 19.15 18.92 18.61 18.39 5.34 5.41 5.42 5.41 2.89 2.99 2.92 2.96
Juni 4,461.8 3,374.4 2,959.1 87.69 1.88 17.98 5.43 2.98
Juli 4,510.3 3,392.9 3,021.1 89.04 1.87 17.95 5.46 3.00
Agt 4,581.1 3,440.2 3,067.4 89.20 2.00 17.90 5.50 3.00
Sep 4,737.3 3,526.2 3,147.2 89.25 1.86 18.00 5.48 3.01
Okt 4,717.0 3,520.9 3,159.5 89.74 1.91 18.36 5.50 3.03
Nov 4,817.8 3,563.4 3,214.4 90.21 1.88 18.60 5.51 3.04
Des 4,954.5 3,664.0 3,292.9 89.70 1.77 18.36 4.89 3.08
2014 Jan 4,880.5 3,594.7 3,258.4 90.65 1.90 19.63 4.69 2.85
* tanpa channeling
Pembiayaan NonBank Pembiayaan perbankan nonbank juga menurun sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Total pembiayaan Januari - Februari 2014 melalui penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes, promissory notes dan
| 14
instrumen keuangan lainnya mencapai Rp6,0 triliun, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp11,3 triliun. Penurunan pembiayaan nonbank ini terutama dipengaruhi oleh penurunan pembiayaan dari saham dan obligasi, sedangkan pembiayaan dari MTN dan Promissory Notes tercatat meningkat dibandingkan kinerja yang periode yang sama pada tahun 2013 (Tabel 2.4). Tabel 2.4. Pembiayaan NonBank Rp, Triliun 2009 2010 2011
2012
2013
2014
Total Total Total TW I TW II TW III TW IV Total Jan Feb TW I TW II TW III TW IV Total Jan Feb Total Non Bank Saham
47,5 123,5 120,0 13,6 47,3 10,8 37,2 108,9 0,8 10,5 16,3 58,3 3,6 34,7 112,9 1,2 4,9 12,4 78,0 62,8 2,4 5,6 1,8 11,2 21,0 0,7 1,4 2,8 29,3 2,8 22,7 57,5 0,5 0,0
6,0 0,5
o/w Emiten Sektor Keuangan
6,6
Obligasi
25,8 34,7 51,3 9,6 41,0 7,1
20,1 77,7 0,0 8,7 12,7 27,7 0,3
o/w Emiten Sektor Keuangan
17,5
26,2
4,8
14,4
0,0
7,5
30,8
3,2
3,2
MTN dan Promissory Notes + NCD
3,9 10,8 5,9 1,6 0,8
1,9
5,9 10,1 0,1 0,4 0,8 1,3 0,6
2,2
4,9 0,6 0,1
0,7
0,6
0,1
1,1
3,2
0,7
20,6 27,0
o/w Emiten Sektor Keuangan
3,2
20,4
0,0
41,4
8,3
1,9
1,3
2,3
0,7
0,1
0,0
3,1 53,7 2,1
0,0 0,0 0,0
0,0
0,3
7,3
9,9
0,4
0,7
6,0 13,5 1,3
1,2
9,1
0,1
0,0
0,4
9,9 50,5 0,0 4,8
16,6
0,4
4,8
0,0 0,6
0,1
Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara Pasar saham domestik menguat selama Februari 2014, didukung oleh sejumlah sentimen positif. Kinerja IHSG mencapai level 4.620,22 (28 Februari 2014) atau naik 4,6% dibandingkan dengan level akhir Januari 2014 sebesar 4,418,76 (30 Januari 2013). Penguatan saham terjadi di seluruh sektor ekonomi dengan penguatan terbesar terjadi pada sektor pertanian sebesar 11,2%, diikuti oleh sektor aneka industri yang menguat sebesar 7,5%. Sementara itu, sektor lainnya menguat di kisaran 1,1 hingga 7,4% (Grafik 2.22). Bila dibandingkan dengan pasar saham kawasan, kinerja bursa saham domestik tercatat lebih baik dibandingkan dengan kinerja bursa Malaysia dan Singapura, namun masih di bawah kinerja bursa saham Thailand, Vietnam dan Filipina (Grafik 2.23). Dinamika pasar saham selama Februari 2014 dipengaruhi oleh perilaku investor asing. Selama Februari 2014, investor asing membukukan net beli lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya. Sentimen positif di tingkat global dan optimisme terhadap perekonomian domestik telah mendorong investor asing untuk menambah kepemilikannya di pasar saham. Investor asing tercatat melakukan net beli sebesar Rp7,82 triliun pada Februari 2014, meningkat signifikan dibandingkan kondisi Januari 2014 yang mengalami net beli sebesar Rp2,33triliun (Grafik 2.24). Property
World EM ASIA US (Dow Jones) Japan (Nikkei) ‐1,1% England (FTSE) India (SENSEX) Hong Kong (Hang Seng) Shanghai (SHCOMP) Strait Times (STI) Kuala Lumpur (KLCI) Philippine Thailand (SET) Vietnam Indonesia (IHSG)
7,4%
Agriculture
11,2%
Trade
5,2%
Consumption
3,8%
Misc. Industry
7,5%
Basic Industry
2,7%
Finance
4,9%
Mining
1,1%
Infrastructure
Monthly Changes 2,5%
IHSG
4,6% ‐5%
0%
5%
10%
15%
Grafik 2.22. Indeks Sektoral Februari 2014
‐2%
3,4% 2,6% 3,0% 4,1% 3,0% 3,6% 1,1% 2,8% 1,8% 6,4% 4,8% 5,4% 4,6% 0%
2%
4%
6%
8%
Grafik 2.23. IHSG dan Indeks Bursa Global Februari 2014
| 15
Perkembangan positif bursa domestik ini dipengaruhi faktor global dan faktor domestik. Dari global, penguatan IHSG terjadi seiring dengan meredanya kekhawatiran akan percepatan laju tapering oleh the Fed dan adanya perbaikan pada rilis data ekonomi global dan regional. Sementara itu, dari domestik, kinerja IHSG didukung oleh meningkatnya optimisme terhadap prospek ekonomi domestik. 6.000
20 15
5.000 10 4.000
5 0
3.000 ‐5 2.000
‐10 ‐15
1.000
Net Beli/Jual (RHS)
IHSG
‐20
0
‐25 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.24. Kinerja IHSG dan Net Beli/Jual Asing Faktor pendukung dari global dan domestik tersebut juga meningkatkan kinerja pasar surat berharga negara (SBN). Pada Februari 2014, yield SBN di seluruh tenor mengalami penurunan dibandingkan yield Januari 2014. Secara keseluruhan, yield turun 37,06 bps menjadi 8,23% dibandingkan yield Januari 2014 yang sebesar 8,60% (Grafik 2.25). Yield jangka pendek, menengah dan panjang menurun masing-masing sebesar 12,63 bps, 45,60 bps dan 52,57 bps menjadi 7,64%, 8,22% dan 9,05%. Penurunan yield SBN ini tercatat lebih besar dibandingkan dengan penurunan yang terjadi di negara-negara lain di kawasan. Penguatan pasar SBN didukung oleh berlanjutnya tren pembelian oleh investor asing. Selama Februari 2014, investor asing membukukan net beli SBN sebesar Rp16,49 triliun, meningkat signifikan dibandingkan kondisi Januari 2014 yang membukukan net beli sebesar Rp4,82 triliun (Grafik 2.26). Pada periode yang sama, kepemilikan SBN oleh perusahaan asuransi dan Bank Indonesia mengalami peningkatan, sementara kepemilikan oleh bank dan dana pensiun menurun. Dengan perkembangan tersebut, kepemilikan investor asing di SBN pada Februari 2014 tercatat sebesar 31,93%, meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 31,01%. Pembelian SBN oleh investor asing terjadi di seluruh tenor. bps
%
9
20
6 Jan 2014 ‐ Feb 2014 (mtm) Jan‐14 Feb‐14
5
15,0 13,0
2
3
4
5
6
7
9
10
15
20
Tenor
Grafik 2.25. Perubahan Yield Bulanan (mtm)
30
9,0
(5)
‐40
(15)
‐50
(25)
3,0
(35)
1,0
‐70 8
11,0
5
‐30
‐80 1
%
15
‐60
4
Yield SUN (RHS)
0 ‐20
7
Net Foreign Buy/Sell
25
‐10
8
Rp. Trillion
10
7,0 5,0
Jan Feb Mar Apr May June July August Sept Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Dec Jan Feb
10
2011
2012
2013
2014
Grafik 2.26. Yield SBN dan Net Jual/Beli Asing Bulanan
| 16
3
RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 Maret 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta mengendalikan defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat. Perkembangan sejauh ini menunjukkan inflasi yang terkendali dan defisit transaksi berjalan yang menurun. Ke depan, Bank Indonesia tetap mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendorong perekonomian bergerak ke arah yang lebih seimbang sehingga dapat mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar keuangan, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperbaiki struktur perekonomian.
| 17
INDIKATOR TERKINI SEKTOR KEUANGAN SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 9 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln Suku bunga deposito 3 bln JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3)
2012 Des
2013 Mar
Juni
2014 Sep
Des
Jan
Feb
4.80 5.58 5.76 4.32 4,317
4.87 5.51 5.64 4.28 4,941
5.28 5.60 5.72 4.46 4,819
6.96 6.73 6.58 5.89 4,316
7.22 7.92 7.64 6.99 4,274.18
7.23 7.91 7.96 6.44 4,419
BESARAN MONETER (miliar Rp) Uang Primer M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Surat Berharga Selain Saham (S)
704,843 841,721 361,967 479,755 3,305,744 2,453,602 10,420
664,935 810,112 331,226 478,886 3,322,586 2,500,342 12,132
691,678 858,557 347,204 511,353 3,413,437 2,543,285 11,594
715,662 867,721 360,085 507,636 3,584,017 2,691,903 24,394
821,679 887,064 399,589 487,475 3,727,696 2,817,826 22,805
781,500 842,669 380,061 462,608 3,649,270 2,784,379 22,223
-
Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat Tagihan Kepada Sektor Lainnya
3,307,577 965,442 2,342,135 389,827 2,917,452
3,322,586 947,362 2,375,225 366,902 2,973,874
3,413,437 833,821 2,579,616 330,871 3,180,790
3,584,017 972,110 2,611,907 342,434 3,382,424
3,727,696 1,011,361 2,716,334 406,612 3,525,435
3,649,270 1,036,071 2,613,199 345,714 3,490,575
-
14.89 16.42 17.61 15.54 14.89 14.66 -27.58
13.46 13.42 15.39 12.10 14.10 14.54 -17.86
10.25 10.15 10.34 10.03 11.87 12.77 -30.20
12.02 9.08 10.60 8.02 14.63 16.05 112.91
16.58 5.39 10.39 1.61 12.76 14.84 118.85
17.69 6.95 16.27 0.34 11.64 12.72 105.22
-
14.96 5.84 19.19 11.01 22.39
14.01 2.29 19.47 23.49 20.61
11.81 -9.91 21.26 16.37 20.03
14.57 -0.36 21.34 14.57 22.79
12.70 4.76 15.98 4.31 20.84
11.64 7.90 13.19 -8.63 20.60
-
0.54 4.30
0.63 5.90
1.03 5.90
-0.35 8.40
0.55 8.38
1.07 8.22
0.26 7.75
9,670 12,313 11,715
9,718 12,727 10,971
9,925 11,970 12,029
11,580 12,248 11,811
12,170 13,672 11,313
12,210 12,051 11,372
11,609 -
2) 2)
PERTUMBUHAN BESARAN MONETER (%,YOY) Uang Primer M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Surat Berharga Selain Saham (S) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat Tagihan Kepada Sektor Lainnya
4,620
HARGA Inflasi bulanan (%, mtm) Inflasi tahunan (%, yoy) SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (%, yoy) Konsumsi Investasi (PMTDB) Perubahan Stok Ekspor Impor 1) minggu terakhir
2012 Tw.IV 6.11 3.91 6.72 91.34 0.50 6.79
Tw.I 6.00 4.77 5.54 16.50 3.58 -0.03
Tw.II
2013 Tw.III
5.80 4.78 4.47 4.04 4.82 0.69
5.62 5.89 4.54 -8.01 5.25 5.09
Tw.IV 5.70 5.44 4.37 -8.63 7.40 -0.60
2014 Tw I -
2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 4402/6836 Fax: +62 21 345 2489 Email:
[email protected] Website: www.bi.go.id
Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior Halim Alamsyah – Deputi Gubernur Ronald Waas – Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur
| 18