WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
MANAJEMEN OBSOLENSI SISTEM KONTROL PADA PEMBANGKIT LISTRIK CONTROL SYSTEM OBSOLESCENCE MANAGEMENT IN ELECTRICAL POWER PLANT Estiko Rijanto Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik – LIPI Komplek LIPI, Jl. Cisitu No.21/154D, Bandung 40135, Indonesia
[email protected]
Abstrak Sistem kontrol untuk pembangkit listrik di Indonesia banyak yang sedang menghadapi masalah obsolensi. Diperlukan manajemen obsolensi sistem kontrol agar dapat menambah umur operasi pembangkit dan menurunkan total ownership cost. Makalah ini bertujuan melakukan ulasan terhadap manajemen obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik. Petama, penanganan obsolensi pada industri pertahanan dan industri nuklir disajikan. Kedua, dibahas siklus hidup komponen elektronik. Ketiga diulas dan dikaji tentang manajemen obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik. Kesimpulan yang diperoleh adalah: (1) rantai obsolensi untuk sistem kontrol pada pembangkit listrik meliputi: produsen komponen (software, hardware, komputer), produsen sistem kontrol, dan pemilik/ operator pembangkit listrik; (2) mitigasi obsolensi secara proaktif dapat dilakukan memakai 7 cara yaitu: FFF equivalent, life time buy, last time buy, substitusi, after market supplier, cloning, dan rancang ulang (retrofit); (3) peta obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik memiliki 2 dimensi yaitu hardware dan software dengan fokus kajian antara lain meliputi: kontroler boiler, unit terminal, stasiun operator di ruang kontrol terpusat, kontroler electro hydraulic, dan eksitasi; (4) perlu dibuat rencana strategis obsolensi diantaranya meliputi: prediksi obsolensi teknologi, perencanaan siklus hidup sistem kontrol, perencanaan design refresh, dan perencanaan penyisipan teknologi (retrofit); (5)mengacu pada rencana strategis obsolensi yang telah dibuat, pada level operasional dapat dilaksanakan manajemen obsolensi yang meliputi: identifikasi obsolensi, assessment resiko, analisis dan mitigasi, serta penelusuran obsolensi. Kata Kunci: sistem kontrol, pembangkit listrik, manajemen obsolensi, total owenership cost, assessment, mitigasi.
I.
PENDAHULUAN
Dua industri yang paling terkena masalah obsolensi (obsolensence) adalah industri pertahanan dan industri nuklir. Oleh karena itu diulas terlebih dahulu masalah obsolensi pada ke dua industri tersebut. Obsolesence dimaknai sebagai Diminishing Manufacturing Sources and Material Shortage (DMSMS) dan telah menjadi perhatian besar bagi NATO karena Department of Defense (DoD) USA telah terlebih dahulu melakukan gerakan mitigasinya menggunakan solusi Commercial of the Shelf (COTS) [1]. Istilah DMSMS berarti hilangnya sumber produk atau sumber komponen. DMSMS muncul ke permukaan ketika sumber atau Original Equipment Manufacturer (OEM) mengumumkan pemberhentian sebuah produk atau ketika pengadaan produk gagal dilakukan karena tidak tersedia di pasar. DMSMS mengancam dukungan siklus hidup sebuah sistem. Sebuah program DMSMS yang efektif akan membawa manfaat sebagai berikut: menjamin tersedianya komponen untuk membuat atau memperbaiki sistem, mengurangi total ownership cost (TOC), mengurangi penanganan DMSMS yang reaktif, dan mitigasi resiko, serta manfaat lainnya. Contoh best practices untuk menerapkan program managemen DMSMS dijelaskan oleh
misalnya Defense Standardization Program Office [2]. Banyak pembangkit listrik tenaga nuklir di dunia yang telah beroperasi antara 20 sampai 30 tahun. Dengan perpanjangan lisensi pembangkit listrik tersebut masih dapat memberikan manfaat umur operasi 30 sampai 40 tahun lagi. Pada umumnya sistem instrumentasi dan kontrol pada pembangkit tersebut memakai teknologi lama sehingga menghadapi masalah obsolensi, umur (aging) dan kinerja yang rendah serta biaya yang meningkat untuk mempertahankan kinerjanya. Obsolensi menjadi masalah lebih besar di industri nuklir dibandingkan industri lain. Hal ini karena biasanya industri nuklir memiliki tuntutan spesifikasi lebih ketat terhadap produk yang berpengaruh kepada keamanan. Di lain pihak, jumlah komponen yang dibutuhkan oleh industri nuklir pada periode tertentu tidak besar sehingga tidak cukup memotifasi produsen untuk melakukan produksi dan dukungan dalam jangka panjang. Lebih jauh, sekali sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir selesai dibangun, peralatan instrumentasi dan kontrol akan bekerja dengan baik dalam waktu yang lama dan tidak muncul kebutuhan penggantian yang meluas. Kombinasi antara tuntutan spesifikasi yang ketat dan volume pasar yang kecil membuat produsen tidak tertarik untuk memproduksi komponen terkait aplikasi di 1
Manajemen Obsolensi Sistem Kontrol Pada Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
industri nuklir dan untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan. Kenyataan ini telah mendorong industri nuklir mengambil tanggung jawab untuk menggunakan komponen komersial dan mengesahkannya untuk aplikasi nuklir. Gerakan ini dikenal dengan sebutan “commercial dedication” yang menggunakan produk COTS [3].IAEA memberikan panduan untuk melakukan modernisasi sistem instrumentasi dan kontrol pada pembangkit listrik tenaga nuklir [4]. Pengetahuan yang didapat dari ulasan obsolensi di atas dapat diterapkan untuk manajemen obsolensi pembangkit listrik di Indonesia. Saat ini pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia berupa pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Kebanyakan dari pembangkit listrik tersebut juga sedang menghadapi masalah obsolensi khususnya pada sistem kontrolnya. Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan ulasan manajemen obsolensi (obsolescence) sistem kontrol pada pembangkit listrik.
II. SIKLUS HIDUP KOMPONEN ELEKTRONIK. Kebanyakan komponen elektronik melewati tahapan siklus hidup sesuai dengan perubahan jumlah penjualannya. Gambar 1 menunjukkan kurva siklus hidup yang diekspresikan dalam jumlah penjualan per waktu (units shipped per time) [5][6]. Siklus hidup ini memiliki 6 tahapan yaitu: (1) tahap pengenalan, (2) tahap pertumbuhan, (3) tahap matang/jenuh/saturasi, (4) tahap penurunan, (5) tahap pengumuman pengunduran diri, dan (6) tahap penghentian
produksi (obsolescence). Tabel 1 menunjukkan ringkasan karakteristik masing-masing tahap dalam siklus hidup komponen elektronik.
Gambar 1. Kurva siklus hidup komponen elektronik [5][6].
Tidak semua komponen elektronik mengalami siklus hidup seperti pada gambar 1. Beberapa komponen mengalami permulaan yang gagal dan kemudian mati, dan beberapa komponen fokus pada niche market. Permulaan yang gagal dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: lahirnya komponen pesaing yang lebih unggul, disempurnakannya komponen pesaing, ditemukannya masalah pada komponen tersebut, gagal mencapai critical mass yang memungkinkan realisasi skala ekonomis, dan kurang adanya ciri khas pada komponen tersebut. Komponen niche umumnya memiliki beberapa aplikasi yang khusus sehingga dapat mempertahankan volume penjualan yang konstan meskipun dalam jumlah yang sedikit. Contoh niche market adalah industri pertahanan, industri nuklir, dan industri ruang angkasa.
Tabel 1. Ringkasan karakteristik tahapan pada siklus hidup komponen elektronik[5][6] . Karakteristik Volume Penjualan
Meningkat lambat
Meningkat cepat
Harga
Termahal
Pemakaian Modifikasi komponen Pesaing Keuntungan produsen
Pengenalan
Pertumbuhan
Saturasi
Penurunan
Pengunduran
Tinggi
Menurun
Penawaran lifetime buys
Menurun
Rendah
Terendah
Rendah
Sedikit Perubahan cetakan dan mask Sedikit
Bertambah
Banyak
Berkurang
Berkurang
Hanya dijual oleh after market source Sangat mahal jika dijual oleh aftermarket source Sedikit
Perubahan cetakan
Perubahan cetakan
Sedikit atau tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Banyak
Banyak
Berkurang
Berkurang
Sedikit
Rendah
Bertambah
Tinggi
Menurun
Menurun
Menurun
III. MANAJEMEN OBSOLENSI SISTEM KONTROL PEMBANGKIT LISTRIK Tujuan manajemen obsolensi adalah untuk memastikan bahwa masalah obsolensi diantisipasi (diprediksi), diidentifikasi, dianalisa, dimitigasi, dilaporkan dan ditangani secara
Obsolensi
efektif, efisien dan tepat waktu. Untuk menjalankan aktivitas manajemen obsolensi diperlukan 3 aspek yaitu: organisasi, proses bisnis dan teknologi pendukung berupa metodologi serta sarana.
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
Pada makalah ini rantai obsolensi sistem kontrol pembangkit listrik diilustrasikan oleh gambar 2. Fokus perhatian obsolensi berbedabeda bagi pemilik/operator pembangkit listrik (tier 1), produsen sistem kontrol (tier 2) dan produsen komponen (tier 3). Umur
Teknologi
Produsen komponen
Regulasi
Produsen software
Pesaing
3)
4)
Produsen komputer (WS)
5) Produsen sistem kontrol
6) Pemilik/operator pembangkit listrik
Pembeli daya listrik
7)
Gambar 2. Rantai obsolensi sistem kontrol pembangkit listrik.
Pada level produsen (sistem kontrol, komponen, software, komputer), dapat diterapkan ide dasar manajemen obsolensi yang proaktif sebagai berikut [7][8][15]. 1) Rancangan produk (alat, subsistem, sistem) harus menawarkan arsitektur yang fleksibel dan terbuka, yang memungkinkan merubah sebuah blok fungsi tertentu tanpa merubah arsitektur keseluruhan. 2) Arsitektur terbuka yang digunakan tersebut harus dapat memfasilitasi setiap perubahan rancangan ke dalam blok fungsi yang ada
No 1
2
3
8)
(disebabkan oleh masalah obsolensi), hal ini dimungkinkan karena dipakai standarisasi antarmuka tingkat tinggi. Sebuah konfigurasi produk untuk jangka waktu yang ditetapkan akan mendapat layanan pembelian komponen termasuk dukungan logistik dan suku cadang. Ditentukan rencana penyempurnaan produk secara periodik yang memungkinkan disusun rencana kegiatan penggantian produk obsolete dan kegiatan perubahan rancangan yang relevan. Menyediakan kompatibilitas ke belakang (backward compatibility) pada level tinggi antara konfigurasi sistem yang dimutahirkan (updated) dengan sistem sebelumnya. Teknologi yang mendukung penyempurnaan produk akan dikonsolidasikan dan diterapkan pada saat level resiko dianggap tepat (masalah obsolensi). Di dalam rencana strategis produsen didefinisikan rute penerapan teknologi yang disinkronkan dengan permintaan konsumen dan kecenderungan pasar. Kegiatan penggantian produk obsolete tidak bersifat “just in case” tetapi perlu diantisipasi dan disinkronkan dengan tahapan penerapan teknologi baru dan/atau dengan langkah-langkah penyempurnaan produk.
Solusi untuk menangani obsolensi berbeda-beda tergantung masalah obsolensinya. Beberapa solusi dapat diklasifikasin seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Solusi penanganan masalah obsolensi [7]. Deskripsi Penerapan Mengganti dgn komponen yang Komponen multi sumber, berubah ke sumber memiliki kesesuaian FFF (Form, lain, bukan merupakan obsolensi sebenarnya, Fit, Function). masalah dapat muncul ketika kualitas yang sama tidak dapat diadakan maka diambil langkah substitusi. Life Time Seluruh komponen untuk program Terdapat resiko yang tinggi ketika hanya ada Buy produksi seri tersebut (termasuk satu supplier/sumber bagi komponen yang suku cadang, stok perbaikan) dibeli relevan. Sebisa mungkin dihindari. Hanya pada saat awal produksi. dapat diterapkan jika item tersebut sdg diproduksi dan siklus hidupnya diketahui dan disetujui bersama. Last Time Setelah diumumkan obsolensi oleh Solusi ini hanya cocok untuk produk yang Buy supplier, dilakukan pembelian berada pada tahap saturasi/matang dan pada komponen termasuk seluruh kondisi terisolasi, nanum bukan untuk produk kebutuhan di masa depan dari baru atau rancangan ulang. proyek/program termasuk suku Solusi ini hanya dapat diterapkan jika semua cadang dan stok perbaikan. komponen obsolensi di modul dapat digantikan melalui last time buys, jika tidak Strategi FFF equivalent
3
Manajemen Obsolensi Sistem Kontrol Pada Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
4
Subsitusi
Mengganti dengan komponen yang bisa diterima meskipun tidak sesuai (acceptable non-compliance).
5
Aftermarket supplier
6
Emulasi/ Cloning
7
Rancangulang (Redesign)
Membeli dari supplier yang telah membeli hak dan fasilitas untuk melanjutkan produksi komponen dari original manufacturer. Merancang ulang FFF dari produk yang obsolete memakai teknologi saat ini. Merancang ulang modul untuk mengganti komponen obsolete memakai teknologi saat ini. Tujuan utama adalah untuk menghilangkan dan menhindari obsolensi di masa depan.
Untuk memudahkan penulisan, sistem kontrol untuk PLTU dipilih sebagai fokus pembahasan. Sistem kontrol PLTU berdasarkan objek yang dikontrol dapat diklasifikasikan menjadi: (1) sistem eksitasi, (2) sistem governor, dan (3) sistem produksi uap (boiler). Untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan, sistem kontrol dibangun memiliki arsitektur distributed control system (DCS). Oleh karena jumlah sinyal yang dikelola berkisar 4000 sinyal maka dibuat sejumlah unit pengontrol plant (kontroler lokal) masing-masing tersusun oleh modul prosesor pengendali, modul I/O, modul catu daya, dan modul komunikasi. Komunikasi antar unit pengontrol plant dilakukan secara waktu nyata
No
maka diperlukan rancangan ulang. Dapat diterapkan jika tidak ditemukan komponen alternative/persamaan dan deviasinya diterima oleh konsumen. Tidak diperlukan rancang-ulang. Dapat diterapkan hanya untuk produk pada tahap saturasi dan terisolasi, namun tidak untuk rancangan baru atau rancang ulang. Dapat diterapkan untuk ASICs dan komponen rancangan berbasis customized. Dapat diterapkan jika diprediksi akan muncul obsolensi dalam jumal besar.
melalui bus komunikasi kontrol proses. Antar muka antara pengontrol plant dengan manusia dilakukan di ruang kontrol terpusat dimana operator dapat memonitor dan mengatur proses pembangkitan listrik melalui Human Machine Interface (HMI). HMI biasanya direalisasikan memakai komputer (work station) yang dilengkapi dengan prosesor dijital, memory, hard disk, mother board, modul komunikasi, display (monitor), keyboard dan mouse. Berdasarkan deskripsi sistem kontrol di atas, dapat dibuat peta klasifikasi obsolensi sistem kontrol pembangkit seperti ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Peta klasifikasi obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik. Item Hardware Software
1
Unit pengontrol plant (kontroler boiler). Terletak di relay room.
Modul prosesor; modul I/O; modul catu daya; modul komunikasi;
Operating system; algoritma kontrol; algoritma komunikasi; protokol komunikasi;
2
Unit terminal, terletak berdampingan dengan unit pengontrol plant di relay room.
Konektor; kabel;
-
3
HMI di ruang pusat kontrol (Central Control Room/CCR).
4
Digital Electro Hydraulic Control (DEHC).
5
Sistem Eksitasi
Workstation (Personal Computer/PC): CPU, memory, hard disk, modul komunikasi, monitor display, key board, mouse. Governor: modul prosesor; modul I/O; modul catu daya; modul komunikasi; AVR: modul pengontrol; modul I/O; modul catu daya; modul komunikasi. Unit penyalaan: Firng Angle Regulator (FAR). Jembatan Thyristor.
Operating system; software aplikasi HMI; Operating system; algoritma kontrol;algoritma komunikasi; protokol komunikasi; Operating system; algoritma kontrol; algoritma komunikasi; protokol komunikasi;
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
Pada umumnya sistem kontrol boiler dan governor masuk di dalam organisasi pemeliharaan Control & Instrumentation (C&I, conin) sedangkan sistem eksitai masuk di dalam organisasi pemeliharaan listrik. Gambar 3 menunjukkan contoh aktivitas prediksi obsolensi dan perencanaan strategis obsolensi [9]. Agar obsolensi dapat diatur, pertama masalah obsolensi harus diprediksi. Prediksi obsolensi dapat dilakukan memakai cara yang mudah sampai cara yang kompleks. Prediksi obsolensi dapat dilakukan memakai model siklus hidup komponen elektronik [10][11]. Model yang lebih luas berbasis kecenderungan teknologi juga dapat digunakan seperti metodologi prediksi berbasis estimasi
kurva penjualan komponen [5], metodologi memakai leading indicators [12], dan metodologi memakai data mining [13] serta metodologi yang mengkonsolidasikan permintaan dan persediaan di gudang yang kemudian dikombinasikan dengan prediksi resiko obsolensi [14]. Banyak organisasi memakai prediksi obsolensi untuk melakukan audit Bill of Material (BOM) untuk menghindari pemilihan komponen yang dekat dengan obsolensi. Namun berbagai strategi dapat ditempuh untuk melakukan mitigasi obsolensi seperti telah ditunjukkan pada tabel 2.
Gambar 3. Rencana strategis obsolensi [9].
Setelah prediksi obsolensi selesai dilakukan, maka dapat disusun perencanaan manajemen obsolensi. Design partitioning dapat dilakukan yaitu membagi hardware menjadi beberapa bagian (modul) untuk memudahkan penanganan. Jika mungkin dilakukan estimasi biaya pemeliharaan selama siklus hidup sistem agar dapat diambil keputusan untuk menghindari biaya pemeliharaan yang membengkak di masa yang akan datang. Dua tipe pendekatan perencanaan strategis digunakan untuk mengelola obsolensi teknologi yaitu: material risk indices (MRI) dan design refresh planning. MRI dipakai untuk mengkombinasikan prediksi resiko (yang diperoleh dari prediksi obsolensi terkait pemakaian spesifik di perusahaan) dan pengetahuan rantai pasok guna memperkirakan besarnya biaya untuk pemeliharaan (sustainment
dollars put at risk) [16]. Oleh karena umur teknis yang panjang biasanya sistem kontrol disegarkan (refreshed) atau dirancang-ulang satu atau beberapa kali selama siklus hidupnya untuk meningkatkan fungsi dan mengelola obsolensinya. Penyegaran teknologi (“technological refresh”) berarti perubahan sistem “yang harus dilakukan” agar fungsi sistem tetap bermanfaat. Perancangan ulang (“redesign”) berarti perubahan sistem “yang ingin dilakukan” termasuk teknologi baru untuk menjawab perkembangan fungsi sistem dan juga teknologi baru untuk mengganti dan meningkatkan fungsi sistem yang telah ada [17]. MOCA (mitigation of obsolescence cost analysis) adalah sebuah metodologi optimasi perencanaan refresh yang mengoptimalkan perencanaan beberapa kali refresh dan beberapa mitigasi obsolensi [18]. Metoda ini menentukan 5
Manajemen Obsolensi Sistem Kontrol Pada Pembangkit Listrik; Juni 2012 ©Estiko Rijanto
jumlah berapa kali penyegaran teknologi dilakukan, isi penyegarannya dan waktu pelaksanaannya yang meminimalkan biaya pemeliharaan selama siklus hidup sistem kontrol. Peta jalan penyisipan teknologi menentukan bagaimana fungsi dan kinerja sistem harus diperbaharui sepanjang waktu. Peta jalan teknologi ini merefleksikan sasaran teknologi dan siklus anggaran. Integrasi informasi peta jalan teknologi ke dalam metoda MOCA memastikan perencanaan refresh memenuhi batasan waktu dan anggaran pada peta jalan [19][20]. Berdasarkan perencanaan strategis obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik, kemudian dibuat standar operasi proses bisnis manajemen obsolensi. Pada makalah ini ilustrasi manajemen obsolensi ditunjukkan pada gambar 4. Identifikasi obsolensi
Assessment resiko
Analisis & Mitigasi Penelusuran obsolensi Gambar 4. Proses manajemen obsolensi. Pada tahap identifikasi obsolensi dilakukan identifikasi produk/komponen yang akan menjadi kandidat assessment resiko obsolensi berdasarkan informasi dan/atau berbagai kondisi yang telah diverifikasi. Beberapa atribut dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi resiko obsolensi yang mungkin, misalnya: assessment tahapan siklus hidup, trends industri, market share forcasting, jumlah produsen, kehandalan, mean time between failure (MTBF), dan lainnya. Pada tahap assessment resiko dibuat indikator resiko berdasarkan 2 faktor kunci yaitu tingkat kerawanan dan probabilitas terjadinya obsolensi. Pada tahap mitigasi dicari alternative solusi untuk mempertahankan kemampuan dan kinerja sistem saat ini. Beberapa alternatif solusi telah ditunjukkan pada tabel 2. Penelusuran obsolensi dipastikan dengan cara dokumentasi secara disiplin dan proses pengelolaan obsolensi dimulai lagi dari tahap identifikasi.
IV.
KESIMPULAN
Dari ulasan obsolensi sistem kontrol pembangkit listrik pada makalah ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1) Obsolensi merupakan masalah mendesak bagi sistem kontrol pada beberapa pembangkit listrik di Indonesia. 2) Siklus hidup komponen elektronik meliputi 6 tahap yaitu: (1) pengenalan, (2) pertumbuhan, (3) saturasi, (4) penurunan, (5) pengunduran diri, dan (6) obsolensi. Setiap tahap memiliki karakteristik yang khas untuk dipahami sebagai dasar untuk perencanaan manajemen obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik. 3) Rantai obsolensi untuk sistem kontrol pada pembangkit listrik meliputi: produsen komponen (software, hard ware, komputer), produsen sistem kontrol, dan pemilik/ operator pembangkit listrik. 4) Mitigasi obsolensi secara proaktif dapat dilakukan memakai 7 cara yaitu: (1)FFF equivalent, (2)Life time buy, (3) Last time buy, (4) substitusi, (5) After market supplier, (6) Cloning, dan (7) Rancang ulang (retrofit). 5) Peta obsolensi sistem kontrol pada pembangkit listrik memiliki 2 dimensi yaitu hardware dan software dengan fokus kajian antara lain meliputi: kontroler boiler, unit terminal, stasiun operator di ruang kontrol terpusat, kontroler electro hydraulic, dan eksitasi. 6) Rencana strategis obsolensi dapat dibuat diantaranya meliputi: prediksi obsolensi teknologi, perencanaan siklus hidup sistem kontrol, perencanaan design refresh, dan perencanaan penyisipan teknologi (retrofit). 7) Mengacu pada rencana strategis obsolensi, pada level operasional dapat dilaksanakan manajemen obsolensi yang meliputi: identifikasi obsolensi, assessment resiko, analisis dan mitigasi, serta penelusuran obsolensi.
DAFTAR PUSTAKA [1]
RTO - NATO, 2001, "Strategy to mitigate obsolesence in defense systems using commercial component s", ISBN. 92-837-0020-1, St.Joseph Corporation, Quebec, Canada. [2] Gregory E.,Saunders, 2009,"Diminishing Manufacturing and Material Shortages: A Guidebook of Best Practices and Tools for Implementing a DMSMS Management Program", Defense Standardization Program Office. [3] IAEA, 2004, "Management of life cycle and ageing at nuclear power plants", ISBN.92-
WGD on Supercritical Boiler, Control Systems and Obsolescence Management for Power Plant; Kerjasama LIPI & PT.Indonesia Power, Bandung 19-22 Juni 2012
0-108804-3, IAEA, Austria. [4] IAEA, 2004, "Managing modernization of nuclear power plant instrumentation and control systems", ISBN.92-0-116103-4, IAEA, Austria. [5] Solomon, R., Sandborn, P., and Pecht, M., 2000, "Electronic Part Life Cycle Concepts and Obselence Forecasting", IEEE Trans. on Components and Packaging Technologies, 23 (4), 707-713. [6] -, "Product Life Cycle Data Model", American Standard ANSI/EIA-724, September 19, 1997. [7] Marco Buratti and Daniele Del Brusco, 2000,"The Obsolesence Management Based on a "Pro-Active" Approach in Conjuction with a "Pre-Planned" Technology Insertion Route", Proceedings of the RTO SCI Symposium on "Strategies to mitigate obsolesence in defense systems using commercial components", Hungary, 23-25 Oct 2000. [8] Rahul Rai and Janis Terpenny, 2008, "Principles for managing technological product obsolesence", IEEE Trans. on components and packaging technologies, Vo.31, No.4, Dec.2008. [9] Peter Sandborn, 2007, "Designing for Technology Obsolesence Management", Proceedings of the 2007 Industrial Engineering Research Conference. [10] Henke, A.L., and Lai, S., 1997, "Automated Parts Obsolence Prediction", Proceedings of the DMSMS Conference, San Antonio, TX. [11] Josias, C., Terpeny, J.P., and McLean K.J., 2004, "Component Obsolence Risk Assessment", Proceedings of the Industrial Engineering Research Conference (IERC), Houston, TX. [12] Meixel, M., and Wu, S.D., 2011,"Scenario Analsysis of Demand in a Technology Market Using Leading Indicators", IEEE Trans. on Semiconductor Manufacturing, 14 (1), 65-78. [13] Sandborn, P., Mauro, F., and Knox, R., 2007, "A Data Mining Based Approach to Electronic Part Obsolence Forecasting", IEEE Trans.on Components and Manufacturing Technology. [14] Tilton, J.R., 2006, "Obsolence Management Information System (OMIS)", http://www.dmsms.org/ [15] Feng, D., Singh, P., and Sandborn, P., 2007, "Optimizing Lifetime Buys to minimize life
cycle cost", Proceedngs of the Aging aircraft conference, Palm Springs, CA. [16] Robbins, R.M., 2003, "Proactive component obsolesence management", A-B Journal, 10, 49-54. [17] Herald, T.E., 2000, "Technological refreshment strategy and plan for application in military systems-a how-to systems development process and linkage with CAIV", Proceedings of the national aerospace and electronics conference, 729736, Kansas City. [18] Singh, P., and Sandborn, P., "Obsolesence driven design refresh planning for sustainment dominated systems", The engineering economist, 51(2), 115-139. [19] Sandborn, P., Herald, T., Houston, J., and Singh, P., 2003, "Optimum Technology Insertion in systems based on the assessment viability", IEEE Trans. on components and packaging technolgies, 26 (4), 734-738. [20] Myers, J., and Sandborn, P., 2007, "integration of technology roadmapping information and business case development into DMSMS-driven design refresh planning of the V-22 advanced mission computer", Proceedings of the aging aircraft conferenece, Palm Springs, CA.
7