TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana) Balai Konservasi Borobudur METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL (Ir. A. Kriswandhono, M. Hum) STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP )
MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
..2015..
Balai Konservasi Borobudur MODUL PELATIHAN Jalan Badrawati, Borobudur, Magelang Jawa Tengah Indonesia 56553 TENAGA TEKNIS Telp. (0293) 788225, 788175PEMUGARAN Fax. (0293) 788367 TINGKAT MENENGAH E-mail :
[email protected] 2013
[email protected] website : www.konservasiborobudur.org Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II
1
2
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................
3
KATA PENGANTAR .............................................................................
4
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELAMATAN DAN EVAKUASI AKIBAT BENCANA LETUSAN GUNUNG API..........
7
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELAMATAN DAN EVAKUASI AKIBAT GEMPA BUMI.............................................. 15 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN AKIBAT BENCANA.......................... 23 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMASANGAN PELINDUNG CANDI............................................................................ 31 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGKAJIAN CEPAT.................................................................................................. 43 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMANTAUAN PERKEMBANGAN AKIBAT BENCANA LETUSAN GUNUNG API...... ............................................................................................................. 51 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMANTAUAN PERKEMBANGAN BENCANA GEMPA BUMI..................................... 59
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
3
KATA PENGANTAR
Candi Borobudur merupakan karya agung nenek moyang Indonesia masa Dinasti Syailendra abad VIII masehi, dan diakui sebagai warisan budaya dunia (World Heritage List) nomor 348 tanggal 13 Desember 1991, kemudian diperbarui menjadi nomor 592 tahun 1991. Candi Borobudur sebagai warisan dunia mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap popularitas di dalam dan luar negeri. Candi Borobudur menjadi tujuan wisata utama di Indonesia sehingga dari tahun-ke tahun jumlah kunjungan semakin meningkat. Oleh karena itu kelestariannya harus terus dijaga, termasuk ancaman kerusakan oleh bencana. Sebagai situs warisan dunia, Borobudur harus memiliki sistem manajemen bencana. Candi Borobudur yang dikelilingi oleh gunung api muda menjadikannya rawan terhadap bencana gunung api. Selain bencana gunung api, Kawasan Borobudur juga rawan terhadap bencana gempa bumi karena berada di garis sesar. Oleh karena itu, apabila terjadi bencana pada saat jam kunjungan, dapat berpotensi menimbulkan dampak bencana terhadap manusia. Selain itu, struktur Candi Borobudur yang besar dan cukup kompleks, diperlukan pengaturan khusus agar dapat meminimalkan terjadinya dampak bencana. Manajemen bencana merupakan hal yang harus diperhatikan karena tidak hanya menyangkut keselamatan jiwa, tetapi juga kelestarian cagar budaya. Walaupun belum dapat dipastikan kapan bencana tersebut mengancam, sebagai situs warisan dunia, diperlukan adanya SOP Manajemen Bencana. Balai Konservasi Borobudur yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanmempunyai tugas melaksanakan kajian konservasi, pelestarian Borobudur. Dalam salah satu fungsinya terdapat pelaksanaan pengamanan, pemeliharaan dan pemugaran Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon. Oleh karena itu, untuk melaksanakan fungsinya tersebut, dibuatlah Standar Operasional Prosedur (SOP) Manajemen Bencana untuk sebagai pedoman dan 4
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
petunjuk untuk meminimalisir resiko terjadinya dampak bencana di Candi Borobudur sebagai upaya pengamanan Candi Borobudur. SOP Manajemen Bencana ini terdiri dari SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung Api, SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Gempa Bumi, SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana, SOP Pemasangan Pelindung Candi, SOP Pengkajian Cepat, SOP Pemantauan Perkembangan Akibat Bencana Letusan Gunung Api, dan SOP Pemantauan Perkembangan Bencana Gempa Bumi. Semoga, dengan adanya SOP Manajemen Bencana ini, manajemen bencana di Candi Borobudur dapat terwujud sehingga dalam pengelolaan Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur dapat menerapkan manajemen bencana pada saat terjadi bencana di kawasan Candi Borobudur dan juga dapat mempertahankan state of preservation Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia.
Penyusun
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
5
6
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PENYELAMATAN DAN EVAKUASI AKIBAT BENCANA LETUSAN GUNUNG API STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
7
8
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN BENCANA
JUDUL
: PENYELAMATAN DAN EVAKUASI AKIBAT BENCANA LETUSAN GUNUNG API
AREA
: CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung api adalah : 1. Mengantisipasi adanya bencana letusan Gunung Merapi yang berdampak negatif terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya. 2. Menyiapkan peralatan antisipasi bencana abu vulkanik. 3. Agar dapat cepat tanggap dalam menghadapi situasi terjadinya bencana letusan Gunung api. 4. Koordinasi dan kerja sama dengan instansi maupun organisasi penanggulangan bencana di sekitar lingkungan Candi Borobudur. B. RINGKASAN Secara umum keletakan kawasan Borobudur di antara gunung api membuat Kawasan Borobudur menjadi kawasan rawan bencana gunung api. Salah satu gunung yang masih sangat aktif yaitu Gunung Merapi, pernah meletus November 2010 silam dan menyebabkan Candi Borobudur terkena dampak dari abu Merapi. Tidak hanya Gunung Merapi yang letaknya dekat, Candi Borobudur pernah juga terkena dampak abu vulkanik dari Gunung Kelud bulan Februari tahun 2014. Tindakan pengamanan dan tanggap darurat dalam hal ini sangat diperlukan jika suatu saat bencana letusan dari gunung apiterjadi lagi. Pengunjung masih diperbolehkan melakukan kunjungan di Candi Borobudur namun dengan pembatasan pada situasi yang dinyatakan dengan status waspada, Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
9
status siaga, dan status awas. Pada situasi-situasi tersebut Tim Tanggap Darurat harus selalu siap siaga dalam menghadapi kemungkinan yang dapat terjadi dan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan harus pula telah disediakan. SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung api diperlukan jika bencana letusan terjadi saat jam kunjungan di Candi Borobudur, yang membutuhkan langkah cepat dan tanggap dalam melakukan penyelamatan dan evakuasi terhadap pengunjung maupun aset Candi Borobudur. Penyelamatan dan evakuasi dilakukan dengan hati-hati, cepat, dan aman. C. RUANG LINGKUP SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung api berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP ini meliputi: 1. Pemasangan papan informasi dan papan petunjuk arah sebagai tindakan antisipasi. 2. Koordinasi dengan instansi terkait. 3. Cepat tanggap saat situasi berubah menjadi sangat rawan. 4. Penanganan darurat terhadap Candi Borobudur. 5. Evakuasi pengunjung. 6. Pemantauan perkembangan situasi dan kondisi.
10
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP SOP/MB.01/BKB/2015 Tanggal Desember 2015 Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Januari 2016 Kepala Balai Konservasi Borobudur KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur
Disahkan oleh
Nama SOP
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung api
DASAR HUKUM :
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
1. Mengetahui tugas dan fungsi melakukan penyelamatan dan evakuasi akibat letusan gunung api
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992
2. Mengetahui teknik evakuasi
3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN : 1. Alat komunikasi (HT, telepon, telepon genggam)
1. SOP Pemasangan Pelindung Candi
2. Papan informasi
2. SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana
3. Peralatan p3k
PERINGATAN : SOP ini dilakukan saat terjadi bencana letusan gunung api
4. Peralatan evakuasi
PENCATATAN DAN PENDATAAN : 1. Laporan
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
11
12
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
AKTIVITAS/KEGIATAN
Menerima laporan kondisi terkini penyelamatan dan evakuasi bencana letusan gunungapi
Laporan
Laporan
Melaporkan kondisi terkini mengenai evakuasi 6 penyelamatan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur
7
Alat Komunikasi
Alat Komunikasi
Melakukan evakuasi pengunjung candi dan memasang 5 pelindung candi serta melaporkan keadaan evakuasi kepada komandan tim tanggap darurat
4
Menjalin koordinasi dengan pihak Polres Magelang, TNI, BPBD Kabupaten Magelang, PMI Cabang Kabupaten Magelang, SAR Kabupaten Magelang, TAGANA, maupun instansi lainnya
Laporan
2
Laporan
Alat Komunikasi
10 menit
10 menit
3 jam
30 menit
10 menit
10 menit
10 menit
Waktu
MUTU BAKU
Kelengkapan
Memberi instruksi kepada Kepala Seksi Konservasi dan/atau Koordinator Pokja Pengamanan untuk 3 berkoordinasi dengan pihak terkait serta memerintah anggota tim tanggap darurat untuk melakukan evakuasi dan penyelamatan
Anggota Tim Tanggap Darurat
Menutup kunjungan, mengevakuasi pengunjung, dan menyediakan tempat penampungan sementara
Koordinasi dengan Pengelola Obvitnas Taman Wisata Candi Borobudur untuk menutup kunjungan, mengevakuasi pengunjung, dan menyediakan tempat 1 penampungan sementara serta menginstruksikan kepada komandan tim tanggap darurat untuk berkoordinasi dengan pihak terkait dan melakukan tindakan penyelamatan
NO
PELAKSANA Ka. Seksi Pengelola Layanan Komandan tim Obvitnas Taman Konservasi/Ko. tanggap Kepala BKB Wisata Candi Pokja darurat Borobudur Pengamanan
ALUR KEGIATAN
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan, Disposisi
Laporan
Laporan
Output
SOP Pemasangan Pelindung Candi, SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana
SOP Pengkajian Cepat
KETERANGAN
PENJELASAN PROSEDUR DAN TANGGUNG JAWAB
A. Pada Situasi Normal dilakukan pemasangan papan informasi alur evakuasi pengunjung yang akan memudahkan proses penyelamatan dan evakuasi pengunjung jika terjadi bencana letusan abu vulkanik yang diakibatkan oleh gunungapi; B. Pada Situasi Awas, anggota Tim Tanggap Darurat segera mengambil tindakan yang cepat tanggap terhadap situasi yang sedang terjadi; 1. Jika terdapat tanda-tanda akan adanya letusan gunung api, misal hujan abu maupun serangkaian gempa bumi yang dapat membahayakan jiwa pengunjung Candi Borobudur, Kepala Balai Konservasi Borobudur berkoordinasi dengan Pengelola Obvitnas Taman Wisata Candi Borobudur untuk a. menutup kunjungan Candi Borobudur; b. memerintahkan agar para pengunjung di Zona II segera dievakuasi dari Candi Borobudur menuju tempat yang aman; c. menyediakan lokasi yang dapat dipergunakan sebagai tempat penampungan sementara dengan segala kebutuhan yang diperlukan; 2. Komandan Komando Tim Tanggap Darurat dapat memberikan instruksi kepada Kepala Seksi Konservasi dan/atau Koordinator Pokja Pengamanan untuk segera berkoordinasi dengan pihak Polres Magelang, TNI, BPBD Kabupaten Magelang, PMI Cabang Kabupaten Magelang, SAR Kabupaten Magelang, TAGANA, maupun instansi lainnya; 3. Pelindungan terhadap Candi Borobudur dapat dilihat pada SOP Pemasangan Pelindung Candi Borobudur; 4. Tim Tanggap Darurat yang berjaga di Pos Keamanan Utama (Pos Kenari) menyiarkan pengumuman perintah evakuasi dan meminta pengunjung untuk tetap bersikap tenang serta tidak panik; 5. Tim Tanggap Darurat menutup pintu gerbang Timur dan pintu gerbang Utara agar pengunjung tidak terpencar dan memudahkan proses evakuasi; Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
13
6. Tim Tanggap Darurat yang berjaga di setiap sisi pintu monumen Candi Borobudur mengarahkan pengunjung untuk segera turun dari monumen guna menghindari adanya pengunjung yang saling berdesakan; 7. Tim Tanggap Darurat yang berada di area halaman Candi Borobudur mengarahkan pengunjung untuk keluar dari keempat pintu monumen yang ada, kemudian pengunjung dikumpulkan di lapangan sebelah Barat Candi Borobudur sesuai dengan prioritas penyelamatan (berdasarkan warna bendera) guna menunggu penjemputan; 8. Tim Tanggap Darurat Balai Konservasi Borobudur: a. memberikan masker, topi, jas hujan, dan/atau kacamata kepada pengunjung selama menunggu penjemputan; b. membantu personil PMI dalam melakukan pertolongan pertama kepada pengunjung, dapat dilihat pada SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana; 9. Dilakukan penjemputan segera sebagai tindakan evakuasi pengunjung ke tempat penampungan sementara yang dipusatkan Zona II Candi Borobudur; 10. Tetap menjalin koordinasi dengan pihak Polres Magelang, TNI, BPBD Kabupaten Magelang, PMI Cabang Kabupaten Magelang, SAR Kabupaten Magelang, TAGANA, maupun instansi lainnya dalam melakukan kegiatan pengamanan dan pemantauan perkembangan situasi maupun kondisi selanjutnya di area Candi Borobudur.
14
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PENYELAMATAN DAN EVAKUASI AKIBAT GEMPA BUMII STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
15
16
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN BENCANA
JUDUL
: PENYELAMATAN DAN EVAKUASI AKIBAT GEMPA BUMI
AREA
: CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Gempa Bumi adalah : 1. Mengantisipasi adanya bencana gempa bumi yang dapat berdampak negatif terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya. 2. Tim Tanggap Darurat cepat tanggap menghadapi situasi saat terjadi bencana gempa. 3. Menyelamatkan pengunjung saat terjadi bencana gempa bumi. 4. Koordinasi dan kerja sama dengan instansi maupun organisasi penanggulangan bencana di sekitar lingkungan Candi Borobudur. B. RINGKASAN Candi Borobudur rentan terhadap bencana alam yang bisa terjadi kapan saja. Bencana beresiko tinggi yang dapat terjadi dan berdampak terhadap Candi Borobudur adalah bencana letusan Gunung Merapi dan gempa bumi. Kondisi struktural Candi Borobudur yang terdiri dari susunan batu dengan sambungan-sambungannya rentan terhadap setiap gerakan maupun getaran dengan intensitas yang tinggi misalnya saja saat terjadi gempa. Batu-batu penyusun Candi Borobudur dapat jatuh bahkan melesak, yang dapat berdampak buruk terhadap struktur Candi Borobudur maupun pengunjung jika gempa terjadi saat jam kunjungan wisata, oleh karena itu diperlukan SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Gempa Bumi di Candi Borobudur.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
17
C. RUANG LINGKUP SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Gempa Bumi berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP ini meliputi : 1. Pemasangan papan informasi dan papan petunjuk arah sebagai tindakan antisipasi. 2. Koordinasi dengan instansi terkait. 3. Cepat tanggap saat situasi berubah menjadi sangat rawan. 4. Evakuasi pengunjung. 5. Penanganan darurat terhadap Candi Borobudur. 6. Pemantauan perkembangan situasi dan kondisi.
18
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP SOP/MB.02/BKB/2015 Tanggal Desember 2015 Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Januari 2016 Disahkan oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur Nama SOP
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Gempa Bumi
DASAR HUKUM :
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
1. Mengetahui tugas dan fungsi melakukan penyelamatan dan evakuasi gempa bumi
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992.
2. Mempunyai pengetahuan tentang penanganan P3K 3. Mengetahui teknik evakuasi
3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN :
1. SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana. 2. SOP Pemasangan Pelindung Candi Borobudur.
1. Alat komunikasi (HT, telepon, telepon genggam) 2. Perlengkapan P3K 3. Perlengkapan Evakuasi 4. Perlengkapan Pengamanan/Peyelamatan Obyek Candi Borobudur 5. Papan informasi/larangan
PERINGATAN : SOP ini dilakukan saat terjadi bencana gempa bumi
PENCATATAN DAN PENDATAAN : 1. Laporan
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
19
20
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
AKTIVITAS/KEGIATAN
Alat Komunikasi
Alat Komunikasi
Laporan Laporan
Menjalin koordinasi dengan pihak Polres Magelang, TNI, BPBD 4 Kabupaten Magelang, PMI Cabang Kabupaten Magelang, SAR Kabupaten Magelang, TAGANA, maupun instansi lainnya
Melakukan evakuasi pengunjung candi dan melaporkan keadaan evakuasi kepada komandan tim tanggap darurat
Melaporkan kondisi terkini mengenai evakuasi penyelamatan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur
5
6
Menerima laporan kondisi terkini penyelamatan dan evakuasi 7 bencana gempa bumi
Laporan
Memberi instruksi kepada Kepala Seksi Konservasi dan/atau Koordinator Pokja Pengamanan untuk berkoordinasi dengan pihak terkait serta memerintah anggota tim tanggap darurat untuk melakukan evakuasi dan penyelamatan
3
Alat Komunikasi
10 menit
10 menit
1 jam
30 menit
10 menit
10 menit
10 menit
Waktu
MUTU BAKU
Kelengkapan
Laporan
Anggota Tim Tanggap Darurat
Menutup kunjungan, mengevakuasi pengunjung, dan menyediakan tempat penampungan sementara
Ka. Seksi Layanan Komandan tim Konservasi/Ko. tanggap darurat Pokja Pengamanan
2
Koordinasi dengan Pengelola Obvitnas Taman Wisata Candi Borobudur untuk menutup kunjungan, mengevakuasi pengunjung, dan menyediakan tempat penampungan 1 sementara serta menginstruksikan kepada komandan tim tanggap darurat untuk berkoordinasi dengan pihak terkait dan melakukan tindakan penyelamatan
NO
Pengelola Obvitnas Taman Kepala BKB Wisata Candi Borobudur
PELAKSANA
ALUR KEGIATAN
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan, Disposisi
Laporan
Laporan
Output
SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana
KETERANGAN
PENJELASAN PROSEDUR DAN TANGGUNG JAWAB
A. Pada Situasi Normal dilakukan pemasangan papan informasi alur evakuasi pengunjung yang akan memudahkan proses penyelamatan dan evakuasi pengunjung jika terjadi bencana gempa bumi; B. Pada Situasi Awas, anggota Tim Tanggap Darurat segera mengambil tindakan yang cepat tanggap terhadap situasi yang sedang terjadi; 1. Komandan Komando Tim Tanggap Darurat berkoordinasi dengan Pengelola Obvitnas Taman Wisata Candi Borobudur untuk : a. menutup kunjungan Candi Borobudur; b. memerintahkan agar para pengunjung di Zona II segera dievakuasi dari Candi Borobudur menuju tempat yang aman; c. menyediakan lokasi yang dapat dipergunakan sebagai tempat penampungan sementara dengan segala kebutuhan yang diperlukan; 2. Komandan Komando Tim Tanggap Darurat dapat memberikan instruksi kepada Kepala Seksi Konservasi dan/atau Koordinator Pokja Pengamanan untuk segera berkoordinasi dengan pihak Polres Magelang, TNI, BPBD Kabupaten Magelang, PMI Cabang Kabupaten Magelang, SAR Kabupaten Magelang, TAGANA, maupun instansi lainnya; 3. Tim Tanggap Darurat yang berjaga di Pos Keamanan Utama (Pos Kenari) menyiarkan pengumuman perintah kepada pengunjung untuk tetap bersikap tenang dan tidak panik, serta meminta pengunjung untuk menjauhi dinding stupa atau menuju tempat yang lapang; 4. Tim Tanggap Darurat yang berada di area stupa Candi Borobudur mengarahkan pengunjung yang berada di area teras stupa untuk segera turun ke area plateau guna mencari tempat yang lebih lapang; 5. Jika gempa bumi berhenti (sementara), Tim Tanggap Darurat mengarahkan pengunjung yang berkumpul di plateau untuk segera turun dengan hati-hati kemudian turut berkumpul di Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
21
lapangan sebelah Barat Candi Borobudur guna menunggu penjemputan; 6. Tim Tanggap Darurat yang berjaga di lorong-lorong candi mengarahkan pengunjung yang berada di lorong-lorong candi untuk segera turun dengan hati-hati menuju halaman sebelah barat Candi Borobudur guna mencari tempat yang lebih lapang ; 7. Tim Tanggap Darurat membantu personil PMI dalam melakukan pertolongan pertama kepada pengunjung sesuai dengan prioritas penyelamatan (berdasarkan warna bendera), dapat dilihat pada SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana; 8. Dilakukan penjemputan segera sebagai tindakan evakuasi pengunjung ke tempat penampungan sementara yang dipusatkan Zona II Candi Borobudur; 9. Tim Tanggap Darurat tetap menjalin koordinasi dengan pihak Polres Magelang, TNI, BPBD Kabupaten Magelang, PMI Cabang Kabupaten Magelang, SAR Kabupaten Magelang, TAGANA, maupun instansi lainnya dalam melakukan kegiatan pengamanan dan pemantauan perkembangan situasi maupun kondisi selanjutnya di area Candi Borobudur.
22
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN AKIBAT BENCANA STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
23
24
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN BENCANA
JUDUL
: PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN AKIBAT BENCANA
AREA
: CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana adalah : 1. Menyelamatkan jiwa penderita (pengunjung) saat terjadi bencana letusan gunungapi maupun bencana gempa bumi. 2. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan. B. RINGKASAN Pada Situasi Normal disediakan peralatan pertolongan pertama di Pos Keamanan (Kenari) Candi Borobudur agar dapat dimanfaatkan sewaktuwaktu. Saat terjadi letusan gunungapi maupun gempa bumi, pengunjung dikumpulkan di lapangan Barat Candi Borobudur untuk menunggu penjemputan. Evakuasi yang dilakukan oleh Tim Tanggap Darurat Balai Konservasi Borobudur dilakukan berdasarkan prioritas (triage) penyelamatan terhadap pengunjung atau korban. Prioritas yang dimaksud ditandai dengan pemasangan bendera di lapangan sebelah barat Candi Borobudur sebagai berikut : 1. Merah : Pengunjung dalam keadaan kritis, namun masih bisa diatasi. 2. Kuning : Pengunjung membutuhkan pertolongan, namun tidak ada ancaman nyawa. 3. Hijau
: Pengunjung masih mampu berjalan.
4. Hitam : Pengunjung meninggal. Selama proses tersebut, pengunjung yang mengalami luka, syok, pingsan, dan/atau sakit diberikan pertolongan pertama pada kecelakaan akibat bencana yang dialami. Tim Tanggap Darurat membantu personil Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
25
PMI dalam memberikan pertolongan pertama terhadap pengunjung. Jika personil PMI belum datang, maka Tim Tanggap Darurat Balai Konservasi Borobudur memberikan pertolongan pertama. Tim Tanggap Darurat memberikan masker, topi, jas hujan, dan/atau kacamata kepada pengunjung selama menunggu tim penjemput. Setelah pengunjung dijemput dan dikumpulkan di penampungan sementara Zona II Candi Borobudur, di sana pengunjung akan memperoleh perawatan yang lebih baik lagi bagi pengunjung yang sakit. C. RUANG LINGKUP SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP ini terdiri dari : 1. Peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan akibat bencana. 2. Pertolongan pertama bagi pengunjung yang luka perdarahan. 3. Pertolongan pertama bagi pengunjung yang syok.
26
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP SOP/MB.03/BKB/2015 Tanggal Desember 2015 Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Januari 2016 Disahkan oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur Nama SOP Teknis
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana
DASAR HUKUM :
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
1. Mengetahui tugas dan fungsi melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN :
1. Pemantauan perkembangan akibat gempa bumi 2. Pemantauan perkembangan akibat letusan gunung api
Alat :
1. Penutup luka; 2. Pembalut; 3. Cairan antiseptik; 4. Cairan pencuci mata; 5. Peralatan stabilisasi; 6. Gunting pembalut; 7. Pinset; 8. Senter;
10. Selimut; 11. Kartu penderita; 12. Alat tulis; 13. Oksigen; 14. Tensimeter dan stetoskop; 15. Tandu; 16. Masker; 17. Topi; 18. Jas hujan; dan 19. Kacamata.
9. Kapas;
PERINGATAN : SOP ini dilakukan setelah adanya dampak dari bencana
PENCATATAN DAN PENDATAAN : 1. Laporan
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
27
28
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR Kelengkapan
Alat Komunikasi
Laporan Laporan
Melakukan evakuasi pengunjung candi dan membantu PMI memberi pertolongan pertama pada korban bencana, serta melaporkan keadaan evakuasi kepada komandan tim tanggap darurat
Melaporkan kondisi terkini mengenai evakuasi penyelamatan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur
Menerima laporan kondisi terkini penyelamatan dan evakuasi bencana
3
4
5
Alat Komunikasi
Anggota Tim Tanggap Darurat
Memberi instruksi kepada anggota tim tanggap darurat untuk 2 melakukan evakuasi dan pertolongan pertama pada korban bencana untuk membantu PMI
Komandan tim Kepala BKB tanggap darurat
PELAKSANA
Alat Komunikasi
AKTIVITAS/KEGIATAN
Menginstruksikan kepada komandan tim tanggap darurat untuk 1 berkoordinasi dengan pihak terkait dan melakukan tindakan penyelamatan
NO
ALUR KEGIATAN
10 menit
10 menit
1 jam
10 menit
10 menit
Waktu
MUTU BAKU
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan, Disposisi
Laporan
Output
SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung api, SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Gempa Bumi
KETERANGAN
PENJELASAN PROSEDUR DAN TANGGUNG JAWAB
A. PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PENGUNJUNG YANG LUKA PERDARAHAN 1. Menjauhkan pengunjung yang sakit dari keramaian pengunjung/ mencari tempat yang teduh bagi pengunjung. 2. Membaringkan dan mengistirahatkan pengunjung. 3. Membuka jalan napas dan mempertahankan pernapasan. 4. Memeriksa pernapasan pengunjung secara berkala dan denyut nadinya. 5. Tidak diperbolehkan memberi makan dan minum kepada pengunjung. 6. Memberikan perawatan terhadap luka. B. PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PENGUNJUNG YANG SYOK 1. Membawa pengunjung yang syok ke tempat yang teduh dan aman. 2. Menidurkan pengunjung dengan telentang, dengan tungkai yang ditinggikan 20-30 cm. 3. Melonggarkan pakaian pengunjung. 4. Memberi selimut dan menenangkan pengunjung. 5. Mamastikan jalan napas dan pernapasan pengunjung dengan baik. 6. Mengontrol perdarahan dan merawat cidera lain yang diderita pengunjung. 7. Memberi oksigen. 8. Tidak diperbolehkan memberi makan dan minum.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
29
30
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PEMASANGAN PELINDUNG CANDI STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
31
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN BENCANA
JUDUL
: PEMASANGAN PELINDUNG CANDI
AREA
: CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Pemasangan Pelindung Candi adalah : 1. Mengantisipasi adanya bencana alam letusan gunung api yang berdampak negatif terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya terutama akibat abu vulkanik. 2. Menyiapkan alat dan bahan antisipasi bencana letusan gunung api. 3. Sebagai panduan tindakan tanggap darurat dalam menghadapi situasi terjadinya bencana alam khususnya apabila terjadi bencana letusan gunung api. 4. Mempermudah dalam koordinasi dan kerjasama antar kelompok kerja di Balai Konservasi Borobudur serta tidak menutup kemungkinan dengan Instansi maupun masyarakat yang peduli akan kelestarian Candi Borobudur. B. RINGKASAN Borobudur sebagai salah satu obyek vital nasional diperlukan tindakan – tindakan sebelum, selama, serta sesudah terjadi bencana. Salah satu yang dilakukan adalah SOP Pemasangan Pelindung Candi. Tindakan sebelum bencana dilakukan sebagai tindakan pencegahan yang dilakukan guna meminimalisir resiko terjadinya kerusakan batu maupun ormen yang lebih parah. Tindakan selama bencana dilakukan sebagai tindakan untuk memperkirakan kerusakan yang terjadi maupun tindakan yang diperlukan guna memperbaiki pada saat setelah terjadi bencana. Tindakan sesudah bencana dilakukan sebagai tindakan memperkirakan luas perbaikan, waktu yang dibutuhkan, serta tindakan yang diperlukan guna memulihkan ke keadaan semula seperti keaadaan sebelum bencana. 32
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
Setelah masa darurat bencana letusan gunung api,maka langkah yang harus dilakukan adalah pembersihan abu vulkanik diseluruh permukaan batu Candi Borobudur. Kegiatan pemasangan pelindung dilakukan secepat mungkin sebaiknya dilakukan ketika status awas mulai diberlakukan oleh pihak yang berkompeten, guna menghindari keterlambatan dalam pemasangan pelindung candi. Kegiatan ini harus segera dimulai ketika status awas karena jika menunggu sampai status awas diberlakukan maka ditakutkan akan mengalami keterlambatan dalam pemasangan pelindung candi. C. RUANG LINGKUP SOP Pemasangan Pelindung Candi berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP Teknis ini meliputi : 1. Pemasangan pelindung candi 2. Pencopotan pelindung candi
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
33
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP Tanggal Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Disahkan oleh KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur Nama SOP
SOP/MB.04/BKB/2015 Desember 2015 Januari 2016 Kepala Balai Konservasi Borobudur Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Pemasangan Pelindung Candi
DASAR HUKUM :
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentangCagarBudaya.
1. Mengetahui tugas dan fungsi melakukan pemasangan pelindung candi
2. Mempunyai keberanian untuk memanjat stupa induk 2. PeraturanPemerintahNomor 10 tahun candi 1993 tentangPelaksanaanUndang3. Mempunyai kemampuan teknik pemasangan UndangRepublik Indonesia Nomor 5 tahun pelindung candi 1992 3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN :
1. Prosedur teknis pemantauan perkembangan bencana letusan gunung api
Alat :
2. Prosedur teknis pengkajian cepat
a. Terpal (bahan khusus) penutup candi b. Tali pengencang penutup c. Sling pencang penutup candi d. Besi pengait huruf “S” e. Tangga
f. Sarung tangan g. Kaca mata safety h. Masker i. Sepatu boot j. Helm/topi k. Kunci pas l. HT
Sarana Angkut :
1. mobil dengan bak terbuka 2. sepeda motor roda tiga
PERINGATAN : SOP ini dilakukan sebelum atau pada terjadinya dampak letusan gunung api
34
PENCATATAN DAN PENDATAAN : 1. Laporan
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
35
cover pelindung 30 menit candi cover pelindung 4 jam candi
Memasang cover pelindung candi dibantu dengan sumberdaya manusia yang ada
5
1o menit
Mempersiapkan cover pelindung candi dan mencari tenaga bantuan untuk memasang cover candi
Laporan
Komando tim tanggap darurat memerintahkan anggota tim 3 tanggap darurat dan pokja pemeliharaan untuk mempersiapkan cover pelindung candi
10 menit
4
Laporan
10 menit
Output
Stupa terlindungi
Stupa terlindungi
Laporan, Disposisi
Laporan, Disposisi
Laporan
PELAKSANA MUTU BAKU Anggota Tim Pokja Sumber daya tanggap Kelengkapan Waktu Pemeliharaan manusia Darurat
Kepala Balai Konservasi Borobudur menginstruksikan kepada 2 komando tim tanggap darurat untuk segera memasang pelindung candi
Komando tim tanggap Kepala BKB darurat Laporan
AKTIVITAS/KEGIATAN
Setelah keadaan mengarah pada status awas gunung berapi, 1 Komando tim tanggap darurat melaporkan keadaan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur
NO
ALUR KEGIATAN
SOP Pengkajian Cepat
KETERANGAN
URUTAN PEKERJAAN TEKNIS PEMASANGAN PELINDUNG CANDI
1. SURVEI LAPANGAN Lakukan survey lapangan untuk mengetahui kondisi lapangan terutama dalam keadaan status siaga dan awas gunung api. 2. PENGUMPULAN DATA. Catatlah setiap permasalahan yang ada dilapangan yang akan berguna untuk melaksanakan proses selanjutnya. 3. PENDOKUMENTASIAN Dokumentasikan hasil survei lapangan yang digunakan sebagai bukti tentang kondisi riil dilapangan. Pendokumentasian juga harus bekerja dari sebelum kegiatan berjalan sampai dengan kegiatan pemasangan pelindung selesai dilaksanakan. 4. ANALISIS DATA KONDISI CANDI JIKA TERJADI LETUSAN TERHADAP CANDI Lakukan Analisis ini untuk mengetahui kondisi lokasi yang akan dipasang pelindung candi apakah bisa dilakukan dalam satu hari atau dilakukan dengan skala prioritas. 5. PEMASANGAN PELINDUNG CANDI Pemasangan pelindung candi dilakukan setelah dilakukan analisa serta status awas mulai diberlakukan, mengingat keadaan yang mulai mengarah pada akan terjadinya letusan sehingga status awas Prosedur pemasangan pelindung candi adalah sebagai berikut ; a. Persiapan
36
•
Siapkanlah sumber daya yang ada, jika dipandang perlu meminta bantuan dari pihak lain seperti keamanan candi, staff balai konservasi, keamanan taman wisata serta pihak lain yang bisa dimintai bantuan dan berkemampuan fisik memadai agar kegiatan ini bisa lebih cepat.
•
Siapkanlah pelindung candi yang tersimpan di bengkel kerja,
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
dan segera keluarkan dari bengkel kerja. •
Siapkanlah mobil bak terbuka dan sepeda motor roda tiga untuk mengangkut pelindung candi ke halaman candi.
•
Utamakan dahulu pelindung candi yang digunakan untuk menutup stupa induk.
•
Setelah semua terangkut baru diikuti dengan pengangkutan pelindung stupa teras lantai 8,9,10.
•
Siapkan semua peralatan dan perlengkapan untuk di bawa ke struktur candi.
•
Sampai dihalaman candi bawalah sampai kelantai 10 candi dengan cara berantai dari halaman ke lantai1, 2, 3 sampai dengan lantai 10.
•
Lakukan hal yang sama untuk pelindung stupa teras, dan pelindung lantai disesuaikan dengan peruntukannya.
b. Pemasangan pelindung candi pada stupa induk dan stupa teras •
Setelah semua sampai pada lantai 10, tim yang telah ditunjuk melakukan pemanjatan sampai puncak stupa induk.
•
Siapkan tangga sampai puncak stupa induk.
•
Siapkan tali untuk memperkuat tangga.
•
Tim yang dibawah stupa induk, lakukan penyiapan untuk pemasangan pelindung candi dengan memilih bagian puncak kemudian ditalikan agar pelindung bisa segera diangkat ke puncak.
•
Lakukan penarikan pelindung candi bagian puncak satu persatu dengan hati-hati, perhatikanlah arah angin yang bertiup.
•
Setelah sampai dipuncak segeralah lakukan pemasangan bagian perbagian dengan hati- hati dan cermat kemudian satukanlah sampai rapat, perkuatlah dengan tali yang telah disiapkan.
•
Ceklah kembali tali dan posisi pelindung, segeralah perbaiki jika ada yang tali kendur atau kurang rapi.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
37
•
Setelah bagian puncak terpasang, lakukan hal yang sama untuk pemasangan pelindung bagian tengah dilanjutkan bagian kaki stupa induk.
•
Gunakanlah sling sebagai pengait agar tidak melorot keliling tubuh candi, kaitkan dengan besi “S” pada sling yang sudah terpasang.
•
Kencangkan kawat sling dengan baut, dengan menggunakan kunci pas nomor 8.
•
Setelah kaitan besi “s” terpasang maka pasangkan pada terpal, cek kerapian dan kerapatan terpal.
•
Setelah selesai, pasanglah tali pengaman terpal.
•
Sementara petugas memasang terpal stupa induk petugas lain menyiapkan pelindung stupa teras 8,9,10.
•
Siapkan pelindung pada sekeliling stupa teras untuk lantai 8,9,10.
•
Pasang pelindung pada stupa teras, lakukan dengan memanjat.
•
Petugas yang dibawah menyiapkan dengan untuk membuka perekat/ sambungan pelindung stupa teras.
•
Petugas yang dibawah mengangkat sisi puncak pelindung dan berikan pada petugas yang berada di bawah.
•
Petugas yang diatas pasanglah pelindung pada bagian puncak, tubuh, kaki, rekatkanlah sambungan pelindung candi.
•
Setelah terpasang, petugas menyiapkan tali, pasang pada mengelilingi stupa teras dan kencangkan.
•
Ceklah kembali kerapian dan kekencangan tali.
•
Petugas berpindah ke stupa yang lain lakukanlah hal yang sama sampai semua terpasang pada stupa teras.
c. Pemasangan pelindung lantai 8,9,10
38
•
Setelah pemasangan pelindung untuk stupa induk berjalan,stupa teras selesai, segeralah lakukan pemasangan pelindung lantai 8,9,10.
•
Gunakanlah sumber daya yang ada untuk memasang pelindung lantai teras.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
•
Apabila lakukan dengan cepat, rapi dan tepat.
•
Lakukan pengecekan terhadap pemasangan, segeralah dirapikan jika menemukan bagian lantai yang terbuka atau tidak rapat dan rapi.
•
Jika sudah selesai, kosongkan area dari segala aktifitas dan tarik semua tim tanggap darurat.
d. Pemasangan pelindung lantai 3,4,5,6,7 •
Lakukanlah hal yang sama seperti pemasangan pelindung lantai 8,9,10.
e. Finishing
Setelah semua terpasang, semua petugas, peralatan turun dan candi ditutup.
6. PEMBONGKARAN PELINDUNG CANDI Pembongkaran pelindung candi dilakukan setelah dilakukan analisa serta status awas selesai diberlakukan, keadaan sudah berlangsung normal setelah status gunung api diturunkan statusnya menjadi siaga. Sudah tidak turun lagi debu abu vulkanik. Prosedur pembongkaran pelindung candi adalah sebagai berikut ; a. Persiapan •
Siapkanlah sumber daya yang ada, jika dipandang perlu meminta bantuan dari pihak lain seperti keamanan candi, staff balai konservasi, keamanan taman wisata serta pihak lain yang bisa dimintai bantuan agar kegiatan ini bisa lebih cepat.
•
Siapkanlah mobil bak terbuka dan sepeda motor roda tiga untuk mengangkut pelindung candi ke halaman candi.
•
Candi Borobudur dibuka untuk dilakukan proses recovery/ pemulihan kembali -
Hanya petugas yang dapat masuk pada area Candi Borobudur
-
Bersihkan dahulu pelindung stupa dari debu abu vulkanik yang melekat Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
39
b. Pembongkaran pelindung candi pada stupa induk dan stupa teras
40
•
Setelah semua sampai pada lantai 10, tim yang telah ditunjuk melakukan pemanjatan sampai puncak stupa induk.
•
Bukalah tali yang mengelilingi tubuh candi.
•
Buka pelindung candi pada bagian kaki pelindung candi
•
Buka pelindung pada bagian tubuh candi.
•
Siapkan tangga sampai puncak stupa induk.
•
Siapkan tali untuk memperkuat tangga.
•
Tim yang dibawah stupa induk, lakukan penyiapan untuk pembongkaran pelindung candi dengan memilih bagian kaki, tubuh,puncak kemudian bukalah rekatan antar pelindung.
•
Bukalah pengait besi huruf “s” dan dikumpulkan.
•
Bukalah seling pengikat dan dirapikan.
•
Lakukan penurunan pelindung candi bagian puncak satu persatu dengan hati-hati, perhatikanlah arah angin yang bertiup.
•
Setelah sampai dibawah dilipat, segera dirapikan dan disimpan dalam kotak.
•
Ceklah kembali tali, seling dan posisi pelindung kemudian tutuplah kotak.
•
Setelah selesai, bawa turun semua.
•
Sementara petugas memasang terpal stupa induk petugas lain menyiapkan pelindung stupa teras 8,9,10.
•
Kemudian pelindung stupa teras untuk lantai 8,9,10.dibuka.
•
Perekat sambungan antar pelindung dibuka.
•
Tali pengencang pelindung stupa juga dikendurkan.
•
Petugas yang diatas bukalah pelindung pada bagian puncak, tubuh, kaki, berikan pada petugas yang berada dibawah.
•
Petugas yang dibawah menyiapkan dengan merekatkan sambungan pelindung stupa teras.
•
Petugas yang dibawah melipat dan merapikan kembali pelindung stupa teras.
•
Ceklah kembali kerapian dan kekencangan tali.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
untuk
•
c.
d.
Petugas berpindah ke stupa yang lain lakukanlah hal yang sama sampai semua pelindung pada stupa teras sampai terbuka seluruhnya.
Pembongkarann pelindung lantai 8,9,10 •
Lakukanlah pembersihan abuvulkanik.
pelindung
lantai
dari
debu
•
Gunakanlah sumber daya yang ada untuk membongkar pelindung lantai teras.
•
Lipatlah pelindung lantai dengan rapi kemudian.
•
lakukanlah dengan cepat, rapi.
•
cek kembali semua peralatan dan pelindung dan pastikan sudah tidak ada yang tertinggalJika sudah selesai, kosongkan area dari segala aktifitas dan tarik semua tim tanggap darurat
Pemasangan pelindung lantai 3,4,5,6,7 •
Lakukanlah hal yang sama seperti pemasangan pelindung lantai 8,9,10.
e. Finishing Setelah semua terpasang, semua petugas , peralatan turun dan candi ditutup.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
41
42
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PENGKAJIAN CEPAT STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
43
44
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN BENCANA
JUDUL
: PENGKAJIAN CEPAT
AREA
: CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Pengkajian Cepat adalah : 1. Mengetahui perkembangan status bencana secara aktual (real time). 2. Koordinasi dan kerja sama dengan instansi maupun organisasi penanggulangan bencana di sekitar lingkungan Candi Borobudur. 3. Pembentukan tim reaksi cepat. 4. Memprediksi dampak-dampak yang dapat terjadi. 5. Agar dapat cepat tanggap dalam menghadapi situasi terjadinya bencana letusan Gunung Merapi. 6. Bahan acuan kepala Balai Konservasi Borobudur dalam menentukan status keadaan darurat di Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon. B. RINGKASAN Secara umum keletakan Kawasan Borobudur di antara gunung api membuat Kawasan Borobudur menjadi kawasan rawan bencana gunung api. Salah satu gunung yang masih sangat aktif yaitu Gunung Merapi, yang meletus November 2010 dan menyebabkan Candi Borobudur terkena dampak dari abu Merapi. Tidak hanya Gunung Merapi yang letaknya dekat, Candi Borobudur pernah juga terkena dampak abu vulkanik dari Gunung Kelud pada Februari 2014. Maka pembentukan tim reaksi cepat dirasa perlu guna mengantisipasi keadaan jika terjadi letusan sewaktu-waktu. Melalui komunikasi dan koordinasi dengan instansi dan organisasi penanggulangan bencana yang ada di lingkungan Borobudur. Atas usulan dan pertimbangan tim reaksi cepat, kepala Balai Konservasi Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
45
Borobudur sebagai komando tim tanggap darurat memutuskan keadaan status darurat pada Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon. Setelah peningkatan status darurat ditetapkan maka situasi tersebut Tim Tanggap Darurat harus selalu siap siaga, serta siap bergerak sewaktuwaktu dalam menghadapi kemungkinan yang dapat terjadi dan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan harus pula telah disediakan. Prosedur pengkajian cepat diperlukan guna memprediksi kemungkinan yang terjadi dan mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari bencana ini. Atas rekomendasi dari tim reaksi cepat maka status darurat candi bisa segera ditetapkan dan diberlakukan agar dilakukan tindakan selanjutnya. C. RUANG LINGKUP SOP Pengkajian Cepat berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP ini meliputi : 1. Koordinasi dengan pihak terkait. 2. Pembentukan tim reaksi cepat. 3. Pemantauan perkembangan situasi dan kondisi. 4. Cepat tanggap saat situasi berubah menjadi sangat rawan. 5. Penanganan darurat terhadap Candi Borobudur.
46
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP SOP/MB.05/BKB/2015 Tanggal Desember 2015 Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Januari 2016 Disahkan oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur Borobudur KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur Borobudur
Nama SOP
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Pengkajian cepat
DASAR HUKUM :
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
1. Mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tentang bencana yang terjadi
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992
2. Mempunyai kemampuan untuk menganalisa dan mengambil tindakan cepat tentang bencana yang terjadi
3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN :
1. SOP Pemasangan Pelindung Candi 2. SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunungapi 3. SOP Pertolongan Pertama Akibat Bencana
1. Alat komunikasi (HT, telepon, telepon genggam, pengeras suara) 2. PC Unit/Laptop 3. Jaringan internet 4. Data-data riwayat tentang kebencanaan 5. Data-data teknis obyek
PERINGATAN :
PENCATATAN DAN PENDATAAN :
SOP ini dilakukan pada saat terjadi bencana letusan gunung api
1. Catatan pengamatan 2. Catatan penelitian 3. Laporan
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
47
48
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR Laporan
Laporan
Jika situasi menjadi awas, tim tanggap darurat mengambil tindakan cepat 3 tanggap terhadap situasi yang terjadi serta melaporkan keadaan kepada Kepala BKB
Menerima laporan keadaan yang sedang terjadi dan segera memberi 4 instruksi untuk segera melakukan tindakan selanjutnya
Agenda Kerja
10 menit
10 menit
Waktu
MUTU BAKU Kelengkapan
Laporan
Membentuk tim pengkajian cepat yang bertugas untuk mencari informasi terkini dan teraktual secara terus menerus
1
Kepala BKB
PELAKSANA Tim Tim Pengkajian tanggap Cepat darurat
Mencari informasi terkini dan teraktual, serta melaporkan kepada pimpinan 2 komando tim tanggap darurat jika situasi mengarah pada keadaan darurat
AKTIVITAS/KEGIATAN
NO
ALUR KEGIATAN
Laporan, Disposisi
Laporan
Laporan, Disposisi
SK dan Disposisi
Output
SOP Pemasangan Pelindung Candi, SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunungapi, SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana
Status Awas
Status siaga
Status Normal, waspada dan/ siaga
KETERANGAN
PENJELASAN PROSEDUR DAN TANGGUNG JAWAB
A. Melihat situasi yang berkembang, maka kepala balai melakukan koordinasi dengan membentuk tim pengkajian cepat, tim ini bisa terdiri dari staf Balai Konservasi Borobudur dan jika diperlukan bisa personil dari pihak lain. B. Tim pengkajian cepat bertugas untuk mencari informasi terkini dan teraktual secara terus menerus, sehingga tim memperoleh informasi yang jelas dan terpercaya, serta disegerakan memprediksi kejadian yang mungkin terjadi. C. Segera informasikan dengan saling berkoordinasi, serta laporkan pada pimpinan komando tim tanggap darurat jika situasi sudah mengarah pada keadaan darurat. D. Jika keadaan darurat segera dikoordinasikan kepada pimpinan komando tim tanggap darurat agar segera dilakukan tindakan selanjutnya. E. Pada Situasi Normal dilakukan pemasangan papan informasi alur evakuasi pengunjung yang akan memudahkan proses penyelamatan dan evakuasi pengunjung jika terjadi bencana letusan abu vulkanik yang diakibatkan oleh Gunung Merapi; F. Pada Situasi Awas, lihat SOP Pemasangan Pelindung Candi dan SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunung api.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
49
50
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PEMANTAUAN PERKEMBANGAN AKIBAT BENCANA LETUSAN GUNUNG API STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
51
52
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
MANAJEMEN BENCANA
JUDUL :
PEMANTAUAN PERKEMBANGAN AKIBAT BENCANA LETUSAN GUNUNG API
AREA
CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
:
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Pemantauan perkembangan Akibat Bencana Letusan Gunung Api adalah : 1. Mengantisipasi adanya bencana letusan gunung api yang berdampak negatif terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya. 2. Menyiapkan peralatan antisipasi bencana abu vulkanik. 3. Agar dapat cepat tanggap dalam menghadapi situasi terjadinya bencana letusan gunung api. 4. Koordinasi dan kerja sama dengan instansi maupun organisasi penanggulangan bencana di sekitar lingkungan Candi Borobudur. B. RINGKASAN Secara umum keletakan Kawasan Borobudur di antara gunung api membuat Kawasan Borobudur menjadi kawasan rawan bencana gunung api. Salah satu gunung api yang masih sangat aktif adalah Gunung Merapi, pernah meletus pada November 2010 dan menyebabkan Candi Borobudur terkena dampak dari abu vulkanik Gunung Merapi. Tidak hanya Gunung Merapi yang letaknya dekat, Candi Borobudur pernah juga terkena dampak abu vulkanik dari Gunung Kelud pada bulan Februari tahun 2014. Tindakan pengamanan dan tanggap darurat dalam hal ini sangat diperlukan jika suatu saat bencana letusan dari gunung api terjadi lagi. Pengunjung masih diperbolehkan melakukan kunjungan di Candi Borobudur namun dengan pembatasan pada situasi yang dinyatakan dengan status waspada, status siaga, dan status awas. Pada situasi-situasi tersebut Tim Tanggap Darurat harus selalu siap siaga dalam menghadapi kemungkinan yang dapat terjadi dan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan harus pula telah disediakan. Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
53
SOP Pemantauan perkembangan Akibat Bencana Letusan gunung api diperlukan jika bencana letusan sudah terjadi peningkatan status gunung api. Status siaga tim tanggap darurat sudah bekerja untuk memantau perkembangan kejadian secara berkelanjutan mengenai kejadian yang terjadi pada gunung api serta melaporkannya pada pimpinan komando tanggap darurat. Jika status gunung api sudah dinaikkan menjadi awas maka tim pemantau segera menginformasikan ke pada pimpinan komando tanggap darurat untuk segera mengambil langkah untuk segera memberlakukan keadaan darurat, selama keadaan darurat tim pemantau terus menginformasikan mengenai segala kejadian yang terjadi apakah masih dalam kondisi darurat atau sudah mengalami penurunan status, dari awas menjadi siaga. Pemantauan terus dilakukan sampai pada kondisi normal. C. RUANG LINGKUP SOP Pemantauan perkembangan akibat Bencana Letusan Gunung Api berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP ini meliputi: 1. Koordinasi dengan instansi terkait. 2. Pemantauan perkembangan situasi dan kondisi. 3. Penanganan darurat terhadap Candi Borobudur.
54
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP SOP/MB.06/BKB/2015 Tanggal Desember 2015 Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Januari 2016 Disahkan oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur
DASAR HUKUM :
Nama SOP
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Pemantauan perkembangan akibat Bencana Letusan Gunung Api
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-Undang Republik Indonesia 1. Mempunyai kemampuan untuk berkoordinasi Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar dengan pihak yang berkompeten. Budaya. 2. Mempunyai kemampuan untuk menganalisa 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun tentang bencana gunung api. 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992. 3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN :
1. SOP pengkajian cepat
1. Alat komunikasi (HT, telepon, telepongenggam)
2. SOPpemantauan perkembangan akibat bencana gempa
2. PC Unit / Lap top 3. Jaringan Internet 4. Media Informasi
PERINGATAN :
PENCATATAN DAN PENDATAAN :
SOP ini dilakukan sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana letusan gunung api
1. Laporan
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
55
56
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
Melaporkan kondisi terkini mengenai status perkembangan letusan gunungapi kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur
Menerima laporan status terkini perkembangan letusan 5 gunungapi dan kondisi di lapangan untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya
4
Laporan
Laporan
Alat Komunikasi dan media informasi
Kelengkapan
Memantau perkembangan yang terjadi pada gunung api, melihat situasi yang terjadi di lapangan dan berkomunikasi dengan PVMBG, SAR, BPBD, Kepolisian, Koramil, serta 3 Muspika setempat, jika terdapat peningkatan status, selama berlangsung, setelah terjadi penurunan untuk segera melaporkan pada pimpinan komando tanggap darurat.
Instansi terkait
Alat Komunikasi
Anggota Tim Tanggap Darurat
Memberi instruksi kepada anggota tim tanggap darurat untuk 2 melakukan pemantauan perkembangan bencana letusan gunungapi dan melihat kondisi di lapangan.
Komandan tim Kepala BKB tanggap darurat
PELAKSANA
Alat Komunikasi
AKTIVITAS/KEGIATAN
Menginstruksikan kepada komandan tim tanggap darurat untuk 1 tetap melakukan pemantauan perkembangan bencana letusan gunungapi
NO
ALUR KEGIATAN
Laporan, Disposisi
Laporan, Disposisi
Output
10 menit
10 menit
Laporan
Laporan
Sampai Laporan status normal
10 menit
10 menit
Waktu
MUTU BAKU
SOP Pembersihan Pasca Bencana Gunung Berapi, SOP Perbaikan Candi Akibat Letusan Gunung Berapi
KETERANGAN
PENJELASAN PROSEDUR DAN TANGGUNG JAWAB
A. Tim tanggap darurat letusan gunung api bertugas memantau perkembangan yang terjadi pada gunung api, jika terdapat peningkatan status, selama berlangsung, setelah terjadi penurunan segera melaporkan pada pimpinan komando tanggap darurat. B. Pemantauan perkembangan bisa melalui alat komunkasi, seperti telepon genggam, handy talkie, radio dan juga media televisi. C. Tim tanggap darurat berkomunikasi dengan pihak yang berkompeten, seperti PVMBG, SAR, BPBD, Kepolisian, Koramil, serta Muspika setempat. D. Jika situasi meningkat berstatus Awas, lihat SOP Pemasangan Pelindung Candi, SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Letusan Gunungapi, serta SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana E. Jika situasi sudah normal kembali, tim tanggap darurat melihat kondisi di lapangan serta memperkirakan kerusakan yang terjadi dan segera melaporkan kepada pimpinan untuk tindakan selanjutnya.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
57
58
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL ( SOP M.) Hum) (Ir. A. Kriswandhono,
PEMANTAUAN PERKEMBANGAN BENCANA GEMPA BUMI STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
1
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
59
60
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MANAJEMEN BENCANA
JUDUL
: PEMANTAUAN PERKEMBANGAN BENCANA GEMPA BUMI
AREA
: CANDI BOROBUDUR, BALAI KONSERVASI BOROBUDUR
A. TUJUAN Tujuan dibuatnya SOP Pemantauan perkembangan Bencana Gempa Bumi adalah: 1. Mengantisipasi adanya bencana gempa bumi yang berdampak negatif terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya. 2. Menyiapkan peralatan antisipasi bencana gempa bumi. 3. Agar dapat cepat tanggap dalam menghadapi situasi terjadinya bencana gempa bumi. 4. Koordinasi dan kerja sama dengan instansi maupun organisasi penanggulangan bencana di sekitar lingkungan Candi Borobudur B. RINGKASAN Candi Borobudur rentan terhadap bencana alam yang bisa terjadi kapan saja. Bencana beresiko tinggi yang dapat terjadi dan berdampak terhadap Candi Borobudur adalah bencana gempa bumi. Kondisi struktural Candi Borobudur yang terdiri dari susunan batu dengan sambungansambungannya rentan terhadap setiap gerakan maupun getaran dengan intensitas yang tinggi misalnya saja saat terjadi gempa. Batu-batu penyusun Candi Borobudur dapat jatuh, bahkan melesak, yang dapat berdampak buruk terhadap struktur Candi Borobudur sendiri maupun pengunjung jika gempa terjadi saat jam kunjungan. Diperlukan SOP Pemantauan perkembangan Akibat Gempa Bumi di Candi Borobudur. SOP Pemantauan Perkembangan Bencana Gempa Bumi diperlukan jika bencana gempa sudah terjadi. Koordinasi dan komunikasi pada pihak Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
61
berkompeten sangat diperlukan guna memperoleh informasi dengan cepat dan tepat. Sehingga dapat diputuskan sebagai tindakan darurat yang akan diambil. Pemantauan terus dilakukan sampai pada kondisi normal, pemantauan juga dilakukan dilokasi, apakah berdampak buruk pada candi dengan melihat kondisi lapangan saat itu. Dalam pemantauan dapat juga digunakan berbagai media seperti telepon genggam, HT dan media cetak serta elektronik mengenai sumber gempa. C. RUANG LINGKUP SOP Pemantauan perkembangan Bencana Gempa Bumi berlaku dan digunakan di Balai Konservasi Borobudur, khususnya di Candi Borobudur. SOP ini meliputi : 1. Koordinasi dengan instansi terkait 2. Pemantauan perkembangan situasi dan kondisi
62
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Nomor SOP SOP/MB.07/BKB/2015 Tanggal Desember 2015 Pembuatan Tanggal Revisi Tanggal Efektiv Januari 2016 Disahkan oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Balai Konservasi Borobudur Nama SOP
Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199103 1 001 Pemantauan perkembangan akibat Bencana gempa bumi
DASAR HUKUM :
KUALIFIKASI PELAKSANA :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
1. Mengetahui tugas dan fungsi melakukan penyelamatan dan evakuasi akibat letusan gempa bumi.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992
2. Mempunyai kemampuan berkoordinasi dengan pihak berkompeten dalam kegempaan
3. Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan.
3. Mempunyai kemampuan menganalisa dan menyimpulkan tentang kejadian gempa
4. Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur.
KETERKAITAN :
PERALATAN / PERLENGKAPAN :
1. SOP pengkajian cepat
1. Alat komunikasi (HT, telepon, HP)
2. SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana
2. Peralatan tulis menulis 3. PC Unit/Laptop 4. Jaringan Internet 5. Media Informasi
PERINGATAN : PENCATATAN DAN PENDATAAN : SOP ini dilakukan saat dan setelah terjadi 1. Laporan pada komando tanggap darurat bencana gempa bumi
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
63
64
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR Alat Komunikasi dan media informasi
Laporan
Laporan
Memantau perkembangan yang terjadi dan melihat situasi yang terjadi di lapangan, serta berkomunikasi dengan instansi terkait yang selanjutnya segera melaporkan situasi yang terjadi di lapangan pada pimpinan komando tanggap darurat.
Melaporkan kondisi terkini mengenai status gempa bumi dan kondisi di lapangan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur
Menerima laporan status terkini gempa bumi dan kondisi di lapangan untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya
4
5
Kelengkapan
3
Instansi terkait
Alat Komunikasi
Anggota Tim Tanggap Darurat
Memberi instruksi kepada anggota tim tanggap darurat untuk 2 melakukan pemantauan perkembangan bencana gempa bumi dan melihat kondisi di lapangan.
Komandan tim Kepala BKB tanggap darurat
PELAKSANA
Alat Komunikasi
AKTIVITAS/KEGIATAN
Menginstruksikan kepada komandan tim tanggap darurat untuk 1 tetap melakukan pemantauan perkembangan bencana gempa bumi
NO
ALUR KEGIATAN
Laporan, Disposisi
Laporan, Disposisi
Output
10 menit
10 menit
Laporan
Laporan
Sampai status Laporan normal
10 menit
10 menit
Waktu
MUTU BAKU
SOP Perbaikan Candi Akibat Gempa
KETERANGAN
PENJELASAN PROSEDUR DAN TANGGUNG JAWAB
A. KOORDINASI DENGAN INSTANSI TERKAIT ·
Tim Tanggap darurat mencari infomasi yang benar mengenai gempa yang terjadi.
·
Tim Tanggap darurat melakukan koordinasi dengan lembaga/ pihak yang berkompeten dalam kegempaan.
·
Tim Tanggap darurat menerjunkan tim ke zona I candi, serta melihat kondisi saat itu.
·
Dalam keadaan darurat tim yang diterjunkan melaporkan pada pimpinan komando tanggap darurat dengan memberikan gambaran situasi yang terjadi untuk dilakukan tindakan selanjutnya sesuai yang terjadi dilapangan.
·
Mengkategorikan tingkat gempa yang terjadi agar segera diambil tindakan perlu tidaknya evakuasi pengunjung jika terjadi pada saat jam kunjungan.
B. PEMANTAUAN PERKEMBANGAN DAN KONDISI Pada Situasi darurat, anggota Tim Tanggap Darurat segera mengambil tindakan yang cepat tanggap terhadap situasi yang sedang terjadi (lihat SOP Penyelamatan dan Evakuasi Akibat Bencana Gempa Bumi, SOP Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Akibat Bencana) Pada situasi normal, tim tanggap darurat memantau kondisi candi serta menerjunkan tim untuk melakukan pengkajian serta penelitian untuk dibandingkan sebelum dan sesudah terjadi gempa. Agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
65
66
Standar Operasional Prosedur ( SOP ) MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR
LAMPIRAN
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana)
PEDOMAN
METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL (Ir. A. Kriswandhono, M. Hum)
PENANGGULANGAN DAN MANAJEMEN BENCANA CANDI BOROBUDUR STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG1 Candi Borobudur merupakan kekayaan Bangsa Indonesia yang memiliki nilai penting tinggi. Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai warisan dunia (World Heritage) UNESCO No. 592 tahun 1991. Oleh karena itu kelestariannya harus terus dijaga, termasuk ancaman kerusakan oleh bencana. Sebagai situs warisan dunia, Borobudur harus memiliki sistem manajemen bencana. Candi Borobudur berada di dataran rendah Kedu, yang dikelilingi oleh gunung-gunung api, salah satu gunung api tersebut adalah Gunung Merapi yang sangat aktif. Secara geografis Candi Borobudur juga berada di daerah rawan gempa karena ada di Pulau Jawa yang dekat dengan zona subduksi dan adanya rangkaian vulkanik cincin api (Ring of Fire). Secara umum Candi Borobudur berada di kawasan yang rawan bencana. Candi Borobudur dikunjungi oleh pengunjung dalam jumlah yang besar. Apabila terjadi bencana pada saat jam kunjungan, dapat berpotensi menimbulkan dampak bencana terhadap manusia. Candi Borobudur memiliki struktur yang besar dan cukup kompleks. Dalam kondisi terjadi bencana perlu pengaturan khusus agar dapat meminimalkan terjadinya dampak bencana. B. DASAR Landasan Hukum: •
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
•
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
•
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
Ref. World Heritage Operational Guideline UNESCO rev. 2012, article. 118
1
•
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
2008
tentang
•
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana;
•
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana;
•
Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
•
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana.
Referensi: •
Convention Concerning the Protection of The World Cultural and Natural Heritage, UNESCO, 1972;
•
Risk Preparedness; A Management Manual or World Cultural Heritage, ICCROM, 1998;
•
Perka BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana;
•
Perka BNPB Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana;
•
Managing Disaster Risk for World Heritage, UNESCO, 2010;
•
World Heritage Operational Guideline, UNESCO rev. 2012.
C. BATASAN OPERASIONAL2, 3 Dalam prosedur ini, yang dimaksud dengan; 1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2
Ref. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Ref. Undang-Undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
3
2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 3. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 4. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. 5. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 6. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 7. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 8. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 9. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah bencana.
aspek yang utama aspek pasca
10. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama
tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. 11. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. 12. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 13. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. 14. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. 15. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 16. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. 17. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
18. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. 19. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. 20. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. 21. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya. 22. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. 23. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan. 24. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari. 25. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. 26. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.
BAB II. GAMBARAN KAWASAN
A. KONDISI GEOGRAFIS Candi Borobudur adalah sebuah kuil nenek moyang, sebagaimana disebutkan dalam prasasti Sri Kahulunan 842 M yang menyebut Borobudur sebagai “…Kamulan I bhumi sambhara…”. Kamulan dapat diartikan sebagai kuil atau tempat suci nenek moyang (J. G. de Casparis,1950). Satu – satunya candi bercorak keagamaan Buddha berukuran raksasa dengan struktur batu andesit sebagai penyusunnya, tidak lain adalah Candi Borobudur. Bernet Kempers (1970:152), dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa “Borobudur is a complicated building with a very special caracter of its own. There is no possibility of adopting any of the system known from literature and of using this as a simple blue print for its interpretation. Borobudur’s buliders impresius with the originality of their ideas which make this great monument as a religious document in its own right”. Dari pernyataan tersebut, sepertinya Kempres beranggapan bahwa Candi Borobudur lahir dari kreatifitas pembuatnya, sebab tidak ada satu monumenpun di dunia yang mempunyai kemiripan dengan candi ini. Kreativitas dan originalitas pemikiran para ahli arsitektur abad VIII– X M tersebut telah disadari merupakan konsep pemikiran yang berpusat pada pemahaman konsep Buddhis yang diselaraskan dengan budaya asli Indonesia. Konsep agama Buddha Mahayana yang diusung, diterjemahkan dengan mempesona menjadi bangunan raksasa berstruktur batu andesit yang di bangun pada sebuah lansekap yang eksentrik, yakni di atas sebuah bukit alam yang dimodifikasi dengan di pangkas pada puncaknya. Pendapat Kempers di atas juga telah mengingatkan kita bahwa dalam hal persentuhan budaya antara manusia Indonesia dengan budaya luar khususnya budaya Hindhu/Buddha dari India akan menghasilkan suatu hasil budaya yang baru. Sifat asli manusia Indonesia yang aktif, selektif, dan kreatif telah menghasilkan ciri khas yang tidak dijumpai di negara lain. Kawasan Borobudur yang merupakan lingkungan Candi Borobudur juga terdapat cagar budaya budaya lainnya seperti Candi Mendut dan Candi Pawon yang merupakan bagian warisan budaya dunia (world culture
heritage) yaitu kompleks cand Borobudur (Borobudur coumpounds) yang terdiri dari Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon. Selain itu di Kawasan Borobudur juga terdapat banyak peninggalan purbakala yang tersebar di seluruh kawasan, Berdasarkan data pemetaan yang dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur, di Kawasan Borobudur terdapa sekitar 35 situs arkeologi yang merupakan peninggalan kerajaaan Mataram Kuna (abad VIII – X M). Kawasan Borobudur dikelilingi oleh gunung api. Secara alamiah gunungapi memainkan peran krusial dalam sejarah geologi dan manusia. Namun, pada era modern ini peran manusia dalam merubah kawasan sangat besar. Pertumbuhan manusia yang cepat di kawasan itu telah mempengaruhi kondisi ekosistem alami. Beberapa kawasan alami telah dikonversi menjadi ekosistem binaan, seperti sawah, kebun, dan pemukiman. Berbagai tipe ekosistem yang ditemukan di Kawasan Borobudur selain memiliki nilai-nilai eksistensi/intrisik juga memiliki nilainilai lain yang belum banyak dikaji. Berdasarkan skala mikro Kawasan Borobudur merupakan cekungan yang dikelilingi dataran kaki Gunungapi Sumbing Muda (3135 m) di sebelah Barat Laut, dataran Gunung Tidar (505 m) di sebelah Utara, lereng bawah Gunungapi Merbabu Muda (3142 m) di sisi Timur dan lereng Gunungapi Merapi Muda (2911 M) di bagian tenggara. Ekosistem yang ditemukan di kawasan ini dipengaruhi oleh empat buah induk Gunungapi Sindoro, Sumbing dan Merbabu di sisi Barat Laut sampai Timur laut serta Merapi di sisi Timur sampai Tenggara, beserta dua puluh dua anak gunungapi dengan ketinggian daerah antara 208-1.378 meter dpal (Direktorat Geologi, 1975). Secara alamiah gunungapi memainkan peran krusial dalam sejarah geologi dan manusia. Namun, pada era modern ini peran manusia dalam merubah kawasan sangat besar. Pertumbuhan manusia yang cepat di kawasan itu telah mempengaruhi kondisi ekosistem alami. Beberapa kawasan alami telah dikonversi menjadi ekosistem binaan, seperti sawah, kebun, dan pemukiman. Berbagai tipe ekosistem yang ditemukan di Kawasan Borobudur selain memiliki nilai-nilai eksistensi/intrisik juga memiliki nilai-nilai lain yang belum banyak dikaji. Berdasarkan skala makro, Kawasan Borobudur yang berlokasi di Dataran Kedu Selatan bentuk lahannya terdiri dari dataran aluvial dan dataran kaki gunung api muda, dengan ketinggian berkisar antara 250-350 meter
dari permukaan air laut (m dpal) menempati areal seluas ± 500 km2. Fenomena alamnya sangat mempesona karena Dataran Kedu ke arah Selatan dibatasi oleh Pegunungan Menoreh, lerengnya sangat curam dan memanjang. Deretan puncak-puncaknya menonjol menyerupai bentuk menara segitiga “Triangular Facet”, sepanjang ±20 km ke arah BaratTimur dengan ketinggian hampir mencapai 1000 m dpal. Dataran Kedu Selatan ke arah Utara dibatasi oleh rangkaian gunung api muda, sebagian besar menyerupai bentuk kerucut, puncak-puncaknya menjulang tinggi ke angkasa, dilerengnya tergurat indah oleh alur-alur lembah sungai yang mengalir menuju Dataran Kedu Selatan. Rangkaian gunung api tersebut adalah Gunung Sumbing (3371 m dpal), Gunung Sindoro (3135 m dpal) membatasi Dataran Kedu Selatan sisi Barat-Barat Laut, kubah lava tidar (505 m dpal) di sisi Utara, Gunung Telomoyo (1894m dpal), Gunung Andong (1710 m dpal), Gunung Merbabu (3142 m dpal) dan Gunung Merapi (2911 m dpal) membatasi Dataran Kedu Selatan di sisi Timur-Timur laut. Posisi geografis Dataran Kedu Selatan, terletak di antara 110°05’ BT sampai 110°20’BT dan 7°30’ LS sampai 7°38’LS. Penamaan Kedu Selatan didasarkan kepada wilayah administrasi pada waktu pemerintah Hindia Belanda, bentuk lahan Dataran Kedu Selatan berada di wilayah bagian Selatan dari Karesidenan Kedu, Propinsi Jawa Tengah (Murwanto, 2011)
Gambar 1. Keletakan Kawasan Borobudur di antara gunung-gunung (sumber : Ancient History)
Keletakan Kawasan Borobudur di antara gunung api membuat Kawasan Borobudur menjadi kawasan rawan Bencana Gunung api. Hal yang paling dikhawatirkan dengan posisi Kawasan Borobudur yang terletak di antara gunung api adalah jika terjadi Erupsi / letusan Gunung api yang dapat berdampak pada pelestarian candi Borobudur. Sebelum tahun 2014, Ancaman dari gunung api pada kelestarian Candi Borobudur masih terfokus pada gunung-gunung api yang terletak di dataran Kedu yang mengeliling Candi Borobudur. Hal ini menyebabkan banyak para ahli dan kalangan purbakalawan tidak menduga bahwa ancaman gunung api terutama hujan abu bisa datang dari gunung api yang jauh letaknya dari Candi Borobudur. Pada tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.30 WIB, Gunung Kelud yang terletak di Blitar, Jawa Timur meletus dengan hebat. Selain lahar panas, Gunung ini juga mengakibatkan hujan abu, Hujan abu ini tidak hanya terjadi di sekitar Jawa Timur tetapi juga menyebar ke propinsi langsung lain yaitu ke Jawa Tengah, Yogyakarta hingga Jawa Barat. Akibat letusan gunung Kelud ini, candi Borobudur terkena dampak berupa hujan abu yang menutupi bangunan candi yang bisa berdampak pada kelestarian candi Borobudur.
Gambar 2. Kondisi bagian stupa yang tertutup abu Vulkanik 2010 (Sumber : BK Borobudur)
Dilihat dari keletakan, Kawasan Borobudur merupakan daerah berbentuk lembah yang di keliling oleh gunung-gunung seperti Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Pegunungan Manoreh dan beberapa gunung lainnya. Kawasan Borobudur juga rawan terhadap gempa bumii mengingat Kawasan Borobudur terdapat garis sesar yang direka yang ditunjukan pada peta geologi Kawasan Borobudur
Gambar 3. Peta Geologi dan sebaran cagar budaya di Kawasan Borobudur, terlihat adanya garis sesar yang direka yang masuk dalam wilayah zona 4 dan zona 5
Penampakan garis sesar / patahan ini, dapat dilihat pada daerah perbukitan di tepi sungai di desa Candirejo, Kecamatan Borobudur. Adanya garis yang diperkirakan sesar di Kawasan Borobudur menunjukkan bahwa Kawasan Borobudur termasuk daerah yang rawan gempa bumi, yang sewaktu-waktu dapat terjadi di kawasan ini.
Gambar 4. Kondisi bagian tebing di tepi sungai Sileng desa Candirejo, terlihat adanya garis yang diperkirakan sebagai patahan
B. KONDISI FISIK Berdasarkan bentuk fisiknya Candi Borobudur memiliki denah berbentuk persegi dengan ukuran 121,66 meter x 121,38 meter dan tinggi 35,40 meter. Susunan bangunan berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6 teras berdenah persegi dan 3 teras berdenah lingkaran. Pembagian vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Terdapat tangga naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah Timur dengan ber-pradaksina. Candi Borobudur memiliki 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Berdasarkan corak keagamaannya, Candi Borobudur memiliki 504 arca Buddha, dengan rincian keletakannya sebagai berikut : •
Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca, ukuran semakin ke atas semakin kecil dan diletakkan pada relung
•
Pada tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran sama dan diletakkan di dalam stupa
Salah satu keunikan Candi Borobudur adalah pada bagian stupa terasnya. Candi Borobudur memiliki stupa 73 buah dengan 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar I, 24 stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III. Stupa induk tidak berlubang terawang, sedangkan stupa pada teras melingkar berlubang terawang. Lubang terawang pada stupa teras melingkar I dan II berbentuk belah ketupat, sedangkan pada stupa teras melingkar III berbentuk segi empat. Kompleks Candi Borobudur dan Sekitarnya yang selanjutnya disebut Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur adalah Kawasan Strategis
Nasional yang mempunyai pengaruh sangat penting terhadap budaya yang berada dalam radius paling sedikit 5 (lima) kilometer dari pusat Candi Borobudur dan Koridor Palbapang yang berada di luar radius 5 (lima) kilometer dari pusat Candi Borobudur, yang terdiri atas Zona 1, Zona 2, Zona 3, Zona 4, dan Zona 5 yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia dalam Dokumen Daftar Warisan Dunia Nomor 592 (UNESCO). Wilayah 5 Zona tersebut sekarang sudah menjadi Kawasan Staregis Nasional Borobudur yang terbagi dalam Subkawasan Pelestarian 1 (luas 1344 Ha) dan Subkawasan Pelestarian 2 (luas 6779 Ha) berdasarkan Perpres No. 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya. Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur yang termasuk dalam Satuan Pelestarian SP-1 merupakan bagian wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, meliputi: a. Desa Bojong, Desa Paremono, Desa Pabelan, Desa Ngrajek, dan Kelurahan Mendut di Kecamatan Mungkid; dan b. Desa Wanurejo dan Desa Borobudur di Kecamatan Borobudur. Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur yang termasuk dalam SP-2: a.
Berada dalam lingkaran dengan batas koordinat terluar: 1. A1 412.163,24 Meridian Timur, 9.164.071,51 Meridian Utara; 2. A2 408.670,73 Meridian Timur, 9.162.509,39 Meridian Utara; 3. A3 407.083,23 Meridian Timur, 9.158.977,19 Meridian Utara; 4. A4 408.631,05 Meridian Timur, 9.155.445,00 Meridian Utara; 5. A5 412.163,24 Meridian Timur, 9.153.936,87 Meridian Utara; 6. A6 415.854,19 Meridian Timur, 9.155.405,31 Meridian Utara; 7. A7 417.203,56 Meridian Timur, 9.158.897,82 Meridian Utara; dan 8. A8 415.695,44 Meridian Timur, 9.162.509,39 Meridian Utara;
b.
Merupakan bagian wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, meliputi: 1. Desa Wringin Putih, Desa Bumiharjo, sebagian Desa Tegalarum, sebagian Desa Kebonsari, Desa Kembanglimus, Desa Karangrejo, sebagian Desa Ngadiharjo, Desa Karanganyar, sebagian Desa Giripurno, Desa Giritengah,
Desa Tanjungsari, Desa Tuksongo, Desa Majaksingi, Desa Ngargogondo, Desa Candirejo, sebagian Desa Sambeng, dan sebagian Desa Kenalan di Kecamatan Borobudur; 2. Kelurahan Sawitan, Desa Progowati, dan sebagian Desa Rambeanak di Kecamatan Mungkid; 3. Desa Deyangan, sebagian Desa Pasuruhan, sebagian Desa Donorojo, dan sebagian Desa Kalinegoro di Kecamatan Mertoyudan; 4. sebagian Desa Ringinanom dan sebagian Desa Sumberarum di Kecamatan Tempuran; dan 5. sebagian Desa Menayu, sebagian Desa Adikarto, sebagian Desa Tanjung, dan sebagian Desa Sukorini di Kecamatan Muntilan; dan c. Merupakan bagian wilayah di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi: 1. sebagian Desa Sidoharjo dan sebagian Desa Gerbosari di Kecamatan Samigaluh; dan 2. sebagian Desa Banjaroyo di Kecamatan Kalibawang.
Gambar 5. Kawasan Strategis Nasional Borobudur Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum (2013)
C. POTENSI KUNJUNGAN Pasca pemugaran II, Candi Borobudur semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan, baik dari dalam maupun manca negara yang ingin secara langsung melihat keindahan Candi Borobudur yang konon lebih tersohor sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia dan menjadi ikon pariwisata Indonesia. Rata-rata setiap tahunnya jumlah wisatawan yang berkunjung menembus angka di atas 2.000.000, dan rata-rata setiap harinya sekitar 5 ribu wisatawan. Saat peak season (liburan sekolah, hari raya) pengunjung dapat mencapai 48.000 orang dalam sehari.
BAB III. ANALISIS RISIKO
A. KAJIAN BAHAYA (HAZARD) Candi Borobudur berada di kawasan rawan bencana. Kawasan Borobudur berada di cekungan Kedu yang dikelilingi oleh gunung-gunung, termasuk adanya gunungapi yang sangat aktif. Gunung api yang ada di sekitar Kawasan Borobudur adalah Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Andong, Telomoyo, dan Ungaran. Dari semua gunung api tersebut, Merapi merupakan gunung api yang paling aktif. Secara periodik Gunung merapi mengalami erupsi dengan skala yang bervariasi. Gunung api yang erupsi akan menghasilkan material erupsi yang dapat berdampak negatif pada Kawasan Borobudur. Dampak yang paling nyata adalah terjadinya hujan abu vulkanik yang dapat menyebabkan Candi Borobudur dan kawasannya tertutup lapisan abu vulkanik yang cukup tebal. Selain abu vulkanik, lahar hujan juga berpotensi menjadi ancaman melalui jalur aliran sungai. Selain gunung api yang ada di sekitar Kawasan Borobudur, gunung api lain yang berada cukup jauh juga dapat menjadi ancaman. Salah satu contoh peristiwa erupsi gunung api yang berdampak ke Kawasan Borobudur adalah erupsi Gunung Kelud pada tahun 2014. Meskipun jarak Borobudur-Kelud cukup jauh, abu vulkanik dapat melayang di udara dan terbawa angin hingga ke daerah jawa tengah, termasuk Borobudur. Kepulauan Indonesia, secara umum merupakan daerah rawan bencana gempa. Pulau Jawa merupakan pulau yang berdekatan dengan zona subduksi, akibat bertemunya lempeng Euroasia dan Australia. Lempeng Australia bergerak ke Utara menekan lempeng Euroasia, menghasilkan kondisi yang menyebabkan terakumulasinya energi yang dapat lepas dan menyebabkan terjadinya gempa. Secara khusus, geologi Kawasan Borobudur memiliki kerawanan aktivitas gempa tektonik, karena adanya sesar dan kekar yang dapat aktif sewaktu-waktu jika terjadi gempa.
B. KAJIAN KERENTANAN (VULNERABILITY) 1. Kerentanan Candi Struktur bangunan Candi Borobudur besar, kompleks dan bertingkattingkat. Mobilitas manusia yang berada di atas candi tidak leluasa karena kondisi candi yang berlorong-lorong dan bertingkat-tingkat tersebut. Tangga untuk naik turun berjumlah 4 di masing-masing sisi candi, dengan ukuran yang tidak terlalu lebar (sekitar 2 meter), serta tingkat kecuraman yang tinggi. Candi Borobudur tersusun atas batu-batu andesit tanpa menggunakan perekat sehingga batu-batu candi dapat lepas dari posisinya. Beberapa bagian ornamen candi, antara lain puncak stupa, puncak pagar langkan, antefik, dan lain-lain dapat terjatuh atau runtuh oleh adanya gaya yang besar. Susunan batu Candi Borobudur tidak rapat, sehingga apabila abu vulkanik mengenai Candi Borobudur dapat masuk ke dalam struktur batu melalui celah-celah batu. Pada bagian lantai abu vulkanik yang masuk ke celah-celah batu lantai dapat menganggu saluran drainase di bawah lantai. Terganggunya saluran drainase dapat menyebabkan resiko lebih lanjut. 2. Kerentanan Manusia Sebagai tujuan utama pariwisata, Candi Borobudur seringkali dikunjungi orang dalam jumlah yang sangat besar (rata-rata 2.0007.000 orang per hari, dan dapat mencapai puluhan ribu pada hari libur tertentu). Struktur candi berada di atas bukit kecil, sehingga untuk mencapai Candi Borobudur harus naik ke atas bukit tersebut. Kondisi ini menyebabkan kerentanan karena pengunjung candi terkonsentrasi di sekitar candi, yaitu di halaman atas bukit Candi Borobudur. Evakuasi yang dilakukan apabila terjadi bencana juga harus mempertimbangkan naik turunnya manusia pada bukit Candi Borobudur ini. Candi Borobudur merupakan atraksi utama di kawasan wisata Borobudur, sehingga pengunjung akan terkonsentrasi di atas candi dan lingkungan sekitarnya. Pengunjung Candi Borobudur berasal dari berbagai negara dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Kemampuan bahasa pengunjung Borobudur juga tidak seragam, sehingga menjadi
perhatian dalam memberikan komando dalam keadaan darurat. Keragaman latar belakang dan perilaku pengunjung Candi Borobudur juga harus dipertimbangkan. Jumlah petugas di Candi Borobudur terbatas, dan pada kondisi tertentu tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang naik ke atas candi. Kondisi ini dapat menjadi kerentanan, sehingga perlu penambahan petugas pada saat libur tertentu dengan jumlah pengunjung sangat banyak. 3. Kerentanan Lingkungan Lingkungan sekitar Candi Borobudur berupa taman dengan pohonpohon yang sebagian berukuran besar dan cukup rapat. Area yang terbuka yang dapat digunakan untuk area evakuasi cukup terbatas. Pada kondisi tertentu seperti angin topan dan bencana erupsi Merapi yang parah dapat menyebabkan tumbangnya pohon-pohon yang dapat menyebabkan bencana lain. Lokasi candi berada di tengah taman yang berpagar (pagar zona 1 dalam dan pagar zona 2), sehingga untuk menjauh dari candi harus melalui jalur-jalur tertentu. Hal ini merupakan kerentanan tersendiri yang harus dipertimbangkan dalam menyusun jalur evakuasi. C. KAJIAN KAPASITAS (CAPACITY) 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dapat dilibatkan dalam penanggulangan bencana di Candi Borobudur terutama berasal dari Balai Konservasi Borobudur, yang secara langsung bertanggung jawab terhadap pelestarian. Jumlah tenaga di Balai Konservasi Borobudur saat ini adalah 132 orang, yang terdiri dari 78 PNS dan 54 Non-PNS/ Pramubakti. 132 orang pegawai di Balai Konservasi Borobudur terdiri dari staf teknis dan administasi. Staf teknis yang secara langsung bertugas di lapangan dan merupakan tenaga inti pada saat terjadi bencana adalah staf pokja pengamanan sejumlah 44 orang (13 PNS dan 31 Pramubakti) dan staf pokja pemeliharaan sejumlah 27 orang (16 PNS dan 11 Pramubakti). Selain staf Balai Konservasi Borobudur, beberapa instansi juga dapat menjadi tenaga tambahan sesuai dengan bidang kerja dan keahlian
masing-masing. Staf instansi yang dapat dilibatkan adalah personilpersonil dari : a. PT. Taman Wisata candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko b. Hotel Manohara c. PAM Obvit Polres Magelang d. Polres magelang e. Polsek Borobudur f. Koramil g. Kodim h. BPBD Kab. Magelang i. SAR Kab Magelang j. Pemadam Kebakaran Kab. Magelang k. PMI Kab. Magelang l. Tanker m. Jasa Raharja n. LSM o. Puskesmas Borobudur p. Masyarakat 2. Sarana Prasarana Sarana dan prasarana yang berperan dalam penanggulangan bencana secara bertahap disediakan oleh Balai Konservasi Borobudur. Dampak negatif abu vulkanik yang dapat masuk ke dalam struktur candi dan saluran drainase perlu dicegah, sehingga diadakan pelindung (cover) untuk beberapa bagian penting candi. Karena cover yang digunakan dibuat dengan bahan dan disain khusus, maka pengadaan dilakukan secara bertahap. Selain itu sarana untuk penanggulangan bencana seperti peralatan evakuasi (tandu, rambu-rambu, dan lain-lain), P3K, dan sarana lainnya juga diadakan secara bertahap.
D. KAJIAN RISIKO (RISK) Berdasarkan kondisi geografis, situasi sekitar candi, kondisi struktural candi, serta beberapa pengalaman/kejadian bencana yang telah terjadi, bencana yang dapat timbul di Candi Borobudur adalah; 1. Risiko tinggi a. Dampak erupsi gunung api Probabilitas tinggi atau hampir pasti dengan frekuensi ratarata 4-5 tahun sekali dan dampak yang ditimbulkan cukup berbahaya b. Gempa bumi Probabilitas tinggi yang dapat terjadi akibat gempa vulkanik atau tektonik dan dampak yang ditimbulkan bisa cukup parah (tergantung intensitasnya) 2. Risiko rendah a. Tanah longsor Probabilitas rendah karena berdasar data pengukuran stabilitas bukit, selama ini bukit Candi Borobudur masih stabil. Adanya sabuk Rooseno si sekeliling candi juga dapat mencegah terjadinya resiko ini dan dampak yang mungkin ditimbulkan jika terjadi sedang. b. Angin topan/ puting beliung Probabilitas sedang tetapi dampak yang ditimbulkan rendah, karena Candi Borobudur tersusun oleh balok-balok batu yang berat sehingga stabil oleh adanya angin. 3. Risiko sangat rendah a. Banjir Probabilitas sangat rendah atau tidak pernah terjadi, karena sungai yang ada di sekitar Candi Borobudur cukup dalam dan selama ini tidak ada riwayat banjir di sekitar Candi Borobudur, dampak yang mungkin ditimbulkan sedang b. Kebakaran Probabilitas sangat rendah atau tidak pernah terjadi karena material penyusun Candi Borobudur adalah batu yang tidak
mudah terbakar, dampak yang mungkin ditimbulkan jika terjadi juga rendah c. Tsunami Probabilitas sangat rendah atau tidak pernah terjadi karena posisi Kawasan Borobudur yang cukup jauh dari garis pantai dan berada di dataran yang cukup tinggi, meskipun dampak yang mungkin ditimbulkan jika terjadi cukup besar d. Petir Probabilitas rendah, meskipun pernah terjadi pada tahun 1989, namun saat ini telah dipasang penangkal petir yang cukup memadai dan sampai saat ini belum ada kejadian kembali. Dampak yang mungkin ditimbulkan jika terjadi juga rendah Skema analisis risiko :
Gambar 5. Skema Analisis Risiko
Pada prosedur ini, pembahasan akan lebih ditekankan pada dua bencana yang berisiko tinggi, yaitu dampak erupsi gunungapi dan gempa bumi. Bencana yang bersifat non-alam, antara lain penanganan terorisme, vandalisme, atau konflik sosial akan diatur tersendiri dalam prosedur standar operasional (SOP) Pengamanan.
BAB IV. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PRA BENCANA A. KEBIJAKAN PRA BENCANA Penanggulangan bencana yang dilaksanakan berasaskan4: 1. Kemanusiaan; 2. Keadilan; 3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; 4. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian; 5. Ketertiban dan kepastian hukum; 6. Kebersamaan; 7. Kelestarian lingkungan hidup; dan 8. Ilmu pengetahuan dan teknologi. Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana yang dilaksanakan5, yaitu: 1. Cepat dan tepat; 2. Prioritas; 3. Koordinasi dan keterpaduan; 4. Berdaya guna dan berhasil guna; 5. Transparansi dan akuntabilitas; 6. Kemitraan; 7. Pemberdayaan; 8. Nondiskriminatif; dan 9. Nonproletisi.
4
Ref. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 3
Ref. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 3
5
Penanggulangan bencana pada Candi Borobudur bertujuan untuk6: 1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; 2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; 3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; 4. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; 5. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; 6. Menjamin upaya pelestarian cagar budaya candi borobudur berupa fisik dan nilai-nilai penting yang terkandung secara optimal; Kelestarian Cagar Budaya Candi Borobudur penting untuk dijaga. Namun demikian dalam kondisi darurat bencana, keselamatan manusia lebih penting dan harus diutamakan. Penanganan bencana di Candi Borobudur harus mengutamakan keselamatan manusia, baru selanjutnya menjaga kelestarian Candi. Dalam rangka memberikan arahan yang jelas dalam penanganan, maka pelaksanaan penanggulangan bencana Candi Borobudur dituangkan dalam dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP). Standar Operasional Prosedur memuat pedoman umum penanggulangan bencana dan petunjuk teknis pelaksanaan penanganan bencana. Standar Operasional Prosedur disusun dengan memperhatikan masukan dari narasumber ahli dan para pemangku kepentingan yang relevan. Standar Operasional Prosedur secara periodik dievaluasi, dan dilakukan perbaikan jika diperlukan. Manajemen penanggulangan bencana yang dilakukan mengutamakan tindakan pencegahan, minimalisasi resiko dan kerentanan, serta peningkatan kesiapsiagaan. Berbagai tindakan preventif harus dilakukan agar dampak yang timbul jika terjadi bencana dapat ditekan sekecil mungkin. Manajemen penanggulangan bencana di Candi Borobudur harus dilaksanakan dengan memaksimalkan kerjasama dan sinergi antar lembaga. Pada saat terjadi bencana umumnya akan terjadi darurat panik, 6
Ref. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 4
sehingga personil yang menangani langsung membutuhkan waktu untuk persiapan dan bertindak. Penanganan bencana harus dilakukan dengan cepat dan efektif, sehingga diperlukan personil dan sumber daya lain yang cukup banyak. Kerjasama dan sinergi antar lembaga dapat dioptimalkan agar penanganan dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, efektif, dan efisien. B. STRATEGI DAN PROGRAM PRA BENCANA 1. Peningkatan SDM Sumber daya manusia (SDM) merupakan aktor utama dalam manajemen bencana, oleh karena itu harus terus dilakukan peningkatan. Peningkatan SDM meliputi peningkatan kuantitas dan kualitas. a. Peningkatan Kualitas Peningkatan kualitas SDM dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan, yang meliputi; 1) Pendidikan (formal atau nonformal), 2) Bimbingan teknis/ diklat/ workshop, 3) Pelatihan Siaga/Simulasi, •
Pelatihan siaga/ simulasi harus dilaksanakan secara berkala untuk meningkatkan kesiapsiagaan tim komando tanggap bencana dan seluruh unsur yang terlibat dalam pelestarian Candi Borobudur.
•
Pelatihan siaga/ simulasi harus melibatkan seluruh anggota tim komando tanggap bencana, dan seluruh pemangku kepentingan lain yang berkaitan dengan pengelolaan Candi Borobudur, dan instanti terkait lain yang dapat membantu tanggap bencana di Candi Borobudur.
•
Pelatihan siaga/ simulasi dilakukan dengan skenario apabila terjadi bencana dan bagaimana tim komando tanggap darurat melakukan tugas-tugasnya untuk usaha mitigasi. Pelatihan siaga ini bertujuan terutama untuk mengasah kesiapan, keterampilan dan kerjasama tim dalam menghadapi situasi tanggap bencana.
•
Pelatihan siaga/ simulasi ini juga melibatkan masyarakat umum/ pengunjung untuk mengetahui efektivitas metode evakuasi yang dirumuskan. Dengan simulasi ini maka dapat diketahui apakah evakuasi dapat dilakukan dengan lancar dan adanya kendala-kendala di lapangan untuk perbaikan metode ke depan.
4) Studi banding, dan lain-lain. Peningkatan kualitas SDM harus direncanakan dan dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. b. Peningkatan Kuantitas Peningkatan kuantitas SDM dilakukan dengan cara ; 1) Penambahan SDM internal yang dapat dilibatkan dalam penanganan bencana, 2) Kerjasama dengan institusi lain yang dapat menyediakan SDM sebagai anggota tim komando tanggap bencana Candi Borobudur, 3) Pelibatan masyarakat terutama masyarakat sekitar sebagai anggota tim komando tanggap bencana Candi Borobudur Peningkatan SDM diperlukan untuk kesiapsiagaan bencana. Dalam situasi tanggap bencana tertentu yang memerlukan SDM dalam jumlah lebih besar, pelibatan masyarakat dapat yang lebih banyak dapat dilakukan. Pada tahap pemulihan pasca bencana pelibatan masyarakat dapat diperluas lagi untuk melaksanakan berbagai program yang direncanakan. 2. Perkuatan Fisik Candi a. Perkuatan ornamen yang ber-risiko jatuh7; Struktur Candi Borobudur setelah pemugaran 1973-1983 pada dasarnya sudah cukup kuat karena telah ditopang dengan susunan beton bertulang. Perkuatan beton bertulang ini telah mampu menjaga stabilitas candi, termasuk terhadap pengaruh gempa. Namun ornamen-ornamen Candi Borobudur, antara 7
Prosedur teknis pelaksanaan metode perkuatan candi dijabarkan dalam dokumen tersendiri
lain; puncak stupa, puncak pagar langkan, antefik, dan ornamen lainnya dapat terjatuh atau runtuh oleh goncangan gempa. Oleh karena itu perlu dilakukan perkuatan terhadap ornamen yang beresiko terjatuh. Perkuatan dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1) Identifikasi ornamen yang tidak stabil 2) Pengecekan dan perbaikan sistem purus 3) Pemasangan angkur 4) Penyambungan dengan perekat b. Penyempurnaan pagar langkan; Sebagian pagar langkan Candi Borobudur terutama lorong 1, memiliki struktur kaki yang tidak lengkap. Hal ini dapat berpotensi bahaya, karena mudah runtuh oleh goncangan gempa yang besar. Perlu penyempurnaan pagar langkan dengan melengkapi stuktur yang tidak lengkap, agar menjadi lebih stabil. c. Perbaikan lantai; Lantai candi merupakan tempat berpijak pengunjung, sehingga harus dibuat agar datar dan nyaman untuk dilalui. Resiko terjadinya cedera pada pengunjung yang berjalan di lantai atau tangga (misalnya terantuk cekungan lantai atau batu yang menonjol dan terperosok cekungan/lubang), baik pada saat terjadi darurat bencana maupun kondisi sehari-hari harus dihindari. Oleh karena itu perlu perbaikan lantai yang cekung, atau adanya batu yang menonjol, sela-sela batu yang terlalu lebar, atau lubang akibat adanya batu yang pecah. 3. Penyiapan Sarana Tanggap Bencana Dalam kondisi tidak terjadi bencana, penyiapan sarana tanggap bencana sangat penting untuk dilakukan, sehingga jika terjadi bencana di masa yang akan datang menjadi lebih siap. Sarana tanggap bencana yang perlu disiapkan meliputi: a. Peralatan keselamatan terhadap kecelakaan.
dan
pertolongan
pertama
Peralatan evakuasi, obat-obatan, dan peralatan pertolongan apabila terjadi cedera harus disiapkan dan mudah dijangkau.
b. Sarana pelindung batu candi Sarana lain yang harus disiapkan adalah sarana untuk melindungi permukaan batu candi dari abu vulkanik pada bencana letusan gunung api. Pelindung yang disiapkan harus cukup kuat dan tahan lama pada penyimpanan. Pelindung harus tahan terhadap air, asam, dan cuaca, sekaligus kuat namun cukup fleksibel. Bahan yang dugunakan harus didesain sesuai bentuk dan ukuran bagian candi yang dilindungi. Sebagai sarana yang dipasang pada situasi menjelang bencana, pelindung harus mudah dan cepat dipasang.8 c. Sarana Evakuasi Sarana evakuasi sebagai bagian penting mitigasi bencana harus disiapkan. Sarana evakuasi meliputi rambu-rambu petunjuk arah evakuasi, peta evakuasi, area berkumpul evakuasi, dan sarana informasi lain yang diperlukan. 4. Pengkajian dan Perencanaan Pengkajian/ penelitian merupakan aktivitas penting dalam mitigasi bencana, sehingga harus dilakukan dalam kondisi tidak terjadi bencana. Kajian-kajian yang perlu dilakukan adalah: a. Kajian stabilitas struktur dan bagian-bagian atau ornamenornamen candi terhadap gempa. Hal ini untuk mengetahui tingkat kerentanan candi dan bagian-bagiannya terhadap bencana terutama gempa. b. Pengkajian dampak abu vulkanik terhadap pelapukan batu-batu candi juga harus dilakukan untuk mengetahui kemungkinan dampak lebih lanjut dari bencana erupsi gunung api. c. Pengkajian perilaku pengunjung dalam menghadapi kondisi bencana juga perlu dikaji. Kajian ini untuk mengetahui bagaimana kondisi psikologis pengunjung candi saat terjadi bencana dan bagaimana mengendalikannya. Lebih lanjut perlu diketahui latar belakang pengetahuan dan kewaspadaan rata-rata pengunjung terhadap bencana.
8
Pengadaan pelindung dilakukan secara bertahap, dan telah dilakukan mulai tahun 2012.
d. Kajian pengaturan pengunjung (visitor management) perlu dilakukan dengan memperhatikan manajemen bencana. Alur pengunjung dan pengaturan lainnya harus mempertimbangkan jika suatu saat terjadi bencana. Pertimbangan yang harus diambil antara lain kaitan jalur kunjungan dengan jalur evakuasi, pintu-pintu untuk keluar-masuk dalam kondisi biasa maupun darurat, persebaran pengunjung dan kedekatannya dengan lokasi berkumpul saat evakuasi. Selain pengkajian, perencanaan juga merupakan aktivitas yang sangat penting untuk meningkatkan manajemen bencana agar semakin baik. Perencanaan meliputi perencanaan langkahlangkah pada saat mengahdapi bencana, mapun perencanaan penguatan manajemen bencana. Untuk penguatan manajemen bencana maka perencanaan dalam hal peningkatan SDM, peningkatan sarana prasarana, sosialisasi, dan pengembangan kerjasama serta sinergi antar lembaga harus dilakukan. Perencanaan bersifat jangka pendek dan jangka panjang. 5. Sosialisasi dan Peningkatan Kewaspadaan Manajemen bencana yang telah disusun harus disosialisasikan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Sosialiasi bertujuan untuk menginformasikan manajemen bencana Candi Borobudur dan bagaimana peran serta dari masyarakat dan pemangku kepentingan dalam manajemen bencana tersebut. Sosialisasi bencana untuk peningkatan kewaspadaan juga harus dilakukan untuk seluruh staf yang berhubungan langsung dengan pengelolaan Candi Borobudur sehari-hari. Masyarakat sekitar dan pemangku kepentingan lainnya juga harus mendapatkan sosialisasi yang bertujuan untuk peningkatan kewaspadaan. Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung dengan penyampaian informasi kebencanaan dan manajemen penanganannya, atau secara tidak langsung dengan memasukkan penyampaian informasi kebencanaan dalam materi sosialisasi lain. Pada berbagai kesempatan pertemuan, rapat-rapat, atau kegiatan pelayanan lainnya, informasi kebencanaan dan peningkatan kewaspadaan dapat disampaikan secara proporsional dan kreatif. Sosialisasi kepada pengunjung Candi Borobudur harus dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi kepada
pengunjung bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dan menginformasikan apa yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Pada kondisi darurat bencana dan pemulihan pasca bencana, sosialisasi harus dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai bencana yang terjadi dan tindakan apa yang sedang dan akan diambil. 6. Kesiapsiagaan Bencana a. Mobilisasi Sumber Daya Untuk kesiapsiagaan bencana maka diperlukan data sumber daya yang dimiliki, baik oleh Balai Konservasi Peninggalan Borobudur maupun institusi lain yang dapat didayagunakan apabila terjadi bencana. Data sumber daya diinventaris, agar sewaktu-waktu diperlukan telah diketahui keberadaan dan prosedur penggunaannya. Data sumber daya yang diperlukan meliputi ; 1) Personil (jumlah dan adanya personil yang memiliki kemampuan khusus penanganan bencana) di Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dan instansi terkait lainnya 2) Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Balai Konservasi Borobudur untuk pelaksanaan tanggap bencana. 3) Sarana dan prasarana yang dimiliki instansi lain yang dapat dipergunakan atau dipinjam jika terjadi bencana 4) Instansi yang memiliki unit kesiapsiagaan bencana yang dapat menyediakan bantuan jika diminta Dalam kondisi siap siaga berbagai sumber daya dipersiapkan agar mudah dan cepat apabila akan dimobilisasi untuk melakukan tindakan tanggap bencana.Apabila terjadi bencana maka Kepala Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dapat segera melakukan langkah-langkah mobilisasi sumber daya untuk menghadapi tanggap bencana.
b. Komando Tanggap Bencana Tim komando tanggap bencana Candi Borobudur merupakan tim yang dibentuk pada saat tidak terjadi bencana oleh Balai Konservasi Borobudur yang terdiri dari berbagai unsur dan institusi. Tim inti komando tanggap bencana adalah pimpinan dan staf Balai Konservasi Borobudur, dengan dibantu oleh personil dari institusi lain yang ditunjuk sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya. Pada saat terjadi bencana anggota tim ini harus siap untuk dipanggil dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan untuk penanganan darurat bencana, sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya. Dalam kondisi tidak terjadi bencana, tim komando tanggap bencana perlu mengadakan pertemuan berkala untuk konsolidasi dan peningkatan kemampuan serta kesiapsiagaan. 7. Inventarisasi dan Dokumentasi Inventarisasi dan dokumentasi yang dilakukan juga merupakan bagian dari pekerjaan monitoring evaluasi Candi Borobudur oleh Balai Konservasi Borobudur. Data Monitoring evaluasi, terutama data stabilitas struktur candi dan bukit dan data keterawatan batu candi merupakan data dasar penting penting untuk kesiapsiagaan bencana. Apabila terjadi bencana, maka data ini menjadi pembanding untuk mengetahui sejauh mana tingkat kerusakan yang terjadi akibat bencana. Sebagai contoh untuk mengetahui perubahan struktur candi berupa deformasi, kemiringan, kemelesakan, dan lain-lain maka dapat dilakukan dengan membandingkan data pengukuran setelah terjadi bencana dengan data dasar dari monitoring dan evaluasi stabilitas struktur candi yang telah rutin dilakukan sebelum bencana. Data pendukung lain seperti data klimatologi, catatan pemeliharaan dan perbaikan candi, data pengamanan dan pemanfaatan, serta data pendukung lainnya yang mungkin diperlukan juga harus diinventarisasi. Data utama maupun pendukung tersebut di atas harus diinventarisasi secara baik dan mudah diakses. Sehingga apabila sewaktu-waktu diperlukan untuk mitgasi dan pemulihan dampak
bencana dapat dengan mudah diperoleh. Rekaman CCTV juga merupakan dokumen penting untuk penanggulangan bencana. Oleh karena itu data rekaman harus disimpan dengan baik dan mudah diakses. 8. Penyusunan Rencana Kontijensi Kontijensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontijensi adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. Rencana kontinjensi disusun dari proses perencanaan kontinjensi. Proses perencanaan tersebut melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan Candi Borobudur yang bekerjasama secara berkelanjutan untuk merumuskan dan mensepakati tujuan-tujuan bersama, mendefinisikan tanggung jawab dan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh masing-masing pihak. Jika terjadi bencana maka rencana ini dioperasionalkan, dan dokumen ini menjadi dasar dalam memobilisasi seluruh sumber daya dari berbagai pemangku kepentingan Rencana kontijensi memuat gambaran umum resiko bencana yang dapat terjadi serta kebijakan dan langkah-langkah mitigasi. Selanjutnya rencana kontijensi memuat simulasi kejadian dan skenario penanganannya. Simulasi kejadian didasarkan pada analisis resiko bencana yang dapat terjadi. Skenario yang dibuat terdiri dari kebijakan, strategi dan langkah-langkah mitigasi. Langkah-langkah mitigasi dilakukan oleh semua stakeholder dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang dijelaskan dalam rencana kontijensi tersebut. Oleh karena itu rencana kontijensi harus disepakati oleh semua stakeholder tersebut.
BAB V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA A. TANGGAP DARURAT BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI 1. Kebijakan Saat Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunungapi a. Pengkajian Bencana secara Cepat dan Tepat Pengkajian cepat dilakukan oleh tim reaksi cepat yang ditunjuk oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur. Tim reaksi cepat dibentuk dari staf Balai Konservasi Borobudur dan dapat dibantu oleh personil dari luar Balai Konservasi Borobudur jika diperlukan.9 Pengkajian cepat bencana letusan gunungapi bertujuan untuk mengetahui perkembangan status bencana secara aktual (real time). Selain itu juga untuk memprediksi dampak-dampak yang dapat terjadi. Hasil kajian cepat ini dilaporkan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur selaku komandan tim komando tanggap darurat, sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. b. Penentuan Status Keadaan Darurat Bencana Selama pemantauan status bencana dari letusan gunungapi, komandan tim komando tanggap darurat juga menentukan status keadaan darurat di Candi Borobudur. Status keadaan darurat berhubungan dengan mobilisasi sumber daya, pengaturan pengunjung, dan langkah-langkah yang dilakukan terhadap candi. Status keadaan darurat bencana di Candi Borobudur menyesuaikan status bencana gunungapi yang ditetapkan, serta kajian cepat dari tim reaksi cepat. Tahapan status tersebut adalah waspada, siaga, dan awas. Masing-masing tahapan ini mencerminkan langkah-langkah apa yang harus sudah dilakukan.
9
SOP pengkajian cepat dijabarkan dalam dokumen tersendiri
Status waspada ; •
Ketua tim komando tanggap darurat menghubungi seluruh anggota untuk bersiap-siap jika sewaktu-waktu diperlukan
•
Pengecekan data sumber daya yang dapat dikerahkan sewaktu-waktu
•
Pengunjung masih bisa mengunjungi candi seperti hari kunjungan biasa, namun sudah diberikan informasi.
Status siaga ; •
Tim komando tanggap darurat dikumpulkan untuk apel siaga dan pengarahan sekaligus mengecek kesiapan setiap tim
•
Sumber daya yang dibutuhkan dipersiapkan. Sarana dan peralatan tanggap bencana disiapkan
•
Pengunjung masih bisa mengunjungi candi, namun dilakukan pembatasan untuk naik candi untuk menghindari dampak bencana yang mungkin dapat terjadi
Status awas ; •
Komandan tim komando dibantu oleh wakil komandan tim bersiaga secara bergantian selalu berada di lokasi untuk pengambilan keputusan yang diperlukan
•
Seluruh anggota tim diminta untuk siap jika sewaktuwaktu diperlukan
•
Penutup Candi Borobudur dipasang untuk melindungi candi dari abu vulkanik
•
Kunjungan ke candi dibatasi hanya dari halaman bawah candi
Setelah letusan terjadi, maka anggota tim komando tanggap darurat dipanggil untuk datang ke lokasi. Jika abu vulkanik jatuh ke Borobudur, maka kunjungan ke Candi Borobudur ditutup sepenuhnya sampai berakhirnya darurat bencana. Sarana dan peralatan pembersihan dipersiapkan.
2. Strategi dan Program Saat Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunungapi a. Pelindungan terhadap Candi Pelindungan terhadap candi dilakukan berdasar pengkajian cepat dari tim reaksi cepat. Tujuan pelindungan ini adalah untuk meminimalkan dampak yang dapat terjadi akibat bencana letusan gunung api tersebut. Pelindungan bersifat preventif dengan memaksimalkan sumber daya yang ada. Langkah pelindungan utama yang dilakukan untuk pencegahan dampak abu vulkanik yang jatuh di permukaan candi adalah dengan memasang penutup pada bagian-bagian Candi Borobudur. Penutup candi dipasang per bagian sesuai dengan disain dari penutup tersebut. Untuk bagian yang belum ada penutupnya, dapat ditutup dengan bahan lain yang tersedia, misalnya terpal atau plastik tebal.10 Pelindungan lain dapat dilakukan berdasar rekomendasi pengkajian cepat dari tim reaksi cepat. Pelindungan lain terhadap lingkungan juga harus dilakukan untuk meminimalkan dampak terhdap lingkungan di sekitar Candi Borobudur. Pelindungan lingkungan yang dapat dilakukan misalnya pengurangan tajuk pohon-pohon di sekitar candi untuk menghindari robohnya pohon jika terkena abu vulkanik. b. Penyelamatan dan Evakuasi Penyelamatan dan evakuasi akibat bencana letusan gunung api ini diperlukan jika dampak letusan berupa jatuhnya abu vulkanik terjadi pada jam kunjungan dan masih ada pengunjung atau petugas di atas candi. Jika peningkatan status bahaya di Candi Borobudur berjalan dengan baik, maka pada saat terjadi dampak letusan kondisi candi sudah dalam keadaan kosong kerena sudah ditutup dari kunjungan. Untuk memudahkan proses penyelamatan dan evakuasi, maka setelah penetapan status awas, dilakukan monitoring terhadap letusan dengan lebih intensif. Monitoring dilakukan dengan cara komunikasi dengan pihak yang berkompeten, dan pengamatan dari Candi Borobudur. 10
SOP pemasangan pelindung dijabarkan dalam dokumen tersendiri
Setelah terjadi letusan, maka proses penyelamatan dan evakuasi harus segera dilakukan. Berdasarkan pengalaman letusan gunung merapi terdahulu, masih ada waktu cukup untuk evakuasi sebelum abu vulkanik jatuh di daerah Borobudur. Evakuasi dilakukan dengan hati-hati, cepat, dan aman. Seluruh tim komando tanggap bencana turut dalam kegiatan penyelamatan dan evakuasi ini sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selama proses evakuasi harus dihindari terjadinya kepanikan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan yang tidak dikehendaki.11 Selama kegiatan penyelamatan dan evakuasi, peralatan CCTV dapat difungsikan secara optimal untuk mengamati kondisi candi dan keberadaan pengunjung di atas candi. Operator CCTV berkoordinasi dengan komandan tanggap darurat untuk memperlancar proses evakuasi. c. Pengendalian selama Bencana Selama bencana koordinasi dan komando dilaksanakan oleh komandan tim komando tanggap bencana Candi Borobudur. Oleh karena itu komandan atau wakil komandan atau yang ditugaskan sebagai penanggung jawab komando harus ada di lokasi selama 24 jam sehari. Komandan tim komando tanggap bencana Candi Borobudur bertanggung jawab untuk mengendalikan seluruh kegiatan penanggulangan bencana, dengan cara mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada. Komandan tim berkoordinasi dengan semua pihak yang berkompeten dalam pengelolaan cagar budaya Borobudur, instansi terkait lainnya, dan masyarakat. Tahapan pelaksanaan pengendalian selama bencana adalah sebagai berikut12 ; 1) Setelah terjadi letusan gunung api, tim komando tanggap bencana melakukan penyelamatan dan evakuasi, dan memastikan sudah tidak ada pengunjung atau petugas di atas candi. 11
SOP penyelamatan dan evakuasi dijabarkan dalam dokumen tersendiri
12
SOP pemantauan perkembangan bencana letusan gununapi dijabarkan dalam dokumen
tersendiri
2) Anggota tim memantau perkembangan letusan gunung api dengan cara berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkompeten. 3) Anggota tim memastikan kondisi pelindung candi tetap dalam kondisi yang baik, sehingga dapat berfungsi secara efektif. 4) Selama terjadi bencana belum dilakukan pembersihan, kecuali terjadi hal-hal yang berpotensi membahayakan, misalnya hujan lebat, tumpukan abu yang sangat tebal, dan lain-lain berdasar pengamatan dan pengkajian di lapangan. 5) Setelah letusan dinyatakan selesai dan status bahaya sudah diturunkan, maka proses pembersihan segera dilakukan. Komandan tim komando tanggap bencana mengumpulkan seluruh anggota tim, dan sumber daya lainnya untuk melakukan pembersihan. Komando tanggap bencana dapat menerima tambahan tenaga relawan untuk membantu proses pembersihan. 6) Mengingat sulitnya proses pembersihan dan bahaya abu vulkanik terhadap kesehatan, maka selama proses pembersihan candi ditutup dari pengunjung umum. 7) Setelah proses pembersihan selesai, penutup pelindung candi dapat dibuka kembali dan tanggap darurat bencana di nyatakan telah selesai. d. Investigasi Ilmiah (Scientific) Selama kegiatan tanggap darurat, investigasi ilmiah (Scienfic) harus dilakukan untuk memastikan seluruh metode yang digunakan telah sesuai dan tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Investigasi ilmiah juga bertujuan untuk mengetahui potensi dampak bencana terhadap kelestarian candi. Rekomendasi investigasi juga digunakan untuk melakukan penyesuaian langkah-langkah di lapangan. Investigasi ilmiah dilakukan oleh tim reaksi cepat yang telah dibentuk pada saat awal terjadinya bencana. Tim reaksi cepat dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh pihak lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya.
Investigasi ilmiah dilakukan dengan cara pengumpulan data sebelum bencana, observasi, sampling, analisis laboratorium, percobaan laboratorium, dan cara-cara lainnya sesuai kaidah ilmiah. Investigasi ilmiah dapat dilanjutkan setelah bencana selesai untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih lengkap. C. TANGGAP DARURAT BENCANA GEMPA BUMI 1. Kebijakan Saat Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi a. Pengkajian Secara Cepat dan Tepat Bencana serta Dampaknya Sesaat setelah terjadi bencana, pengkajian cepat dan tepat segera dilakukan. Pengkajian cepat dilakukan oleh tim reaksi cepat yang ditunjuk oleh Kepala Balai Konservasi Borobudur. Tim reaksi cepat dibentuk dari staf Balai Konservasi Borobudur dan dapat dibantu oleh personil dari luar Balai Konservasi Borobudur jika diperlukan. Pengkajian cepat bencana gempa bumi bertujuan untuk mengetahui skala dan karakteristik bencana yang baru terjadi. Setelah itu, pengkajian cepat bertujuan untuk mengetahui dampak-dampak yang terjadi. Dampak yang terjadi segera didata untuk merumuskan langkah-langkah yang akan diambil. Hasil kajian cepat ini dilaporkan kepada Kepala Balai Konservasi Borobudur selaku komandan tim komando tanggap darurat, sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Selama pengkajian cepat, tidak diperbolehkan memindah posisi batu-batu yang terjatuh. Posisi batu-batu yang terjatuh tetap dibiarkan pada posisinya untuk mempermudah pengembalian batu tersebut ke posisi aslinya . Dalam hal terdapat lokasi yang tidak bisa diakses karena rusak atau membahayakan bila dimasuki, maka pengkajian cepat dapat dilakukan dengan bantuan CCTV. b. Penentuan Status Keadaan Darurat Bencana Status keadaan darurat ditentukan oleh komandan tim komando tanggap bencana berdasarkan hasil pengkajian cepat tim reaksi cepat. Status keadaan darurat mengacu pada intensitas bencana
yang terjadi, dampak kerusakan yang ditimbulkan, serta masih adanya kemungkinan gempa susulan.Tingkatan status keadaan darurat bencana di Candi Borobudur terdiri atas awas, siaga, dan waspada. •
Status awas Merupakan status tertinggi dari keadaan darurat bencana akibat gempa bumi. Status ini segera diberlakukan pada saat terjadi gempa yang berpotensi menyebabkan dampak, baik terhadap struktur candi atau terhadap pengunjung. Pada status awas ini dilakukan evakuasi dan peneyelamatan pada candi. Setelah dilakukan evakuasi segera dilakukan pengkajian cepat. Jika kondisi kerusakan yang terjadi cukup serius, status awas dapat diperpanjang. Jika kondisi kerusakan yang terjadi ringan atau tidak terjadi kerusakan, maka status awas dapat segera diturunkan.
•
Status siaga Status ini merupakan status yang lebih rendah yang diberlakukan jika kondisi sudah tidak membahayakan. Status ini perlu diberlakukan karena, pasca bencana gempa masih memungkinkan terjadinya gempa susulan. Selain itu struktur candi masih ada kemungkinan pergerakan karena dalam kondisi tidak stabil. Pada status ini candi masih memungkinkan untuk dikunjungi meskipun perlu dibatasi.
•
Status waspada Status waspada merupakan status yang terendah sebelum ditetapkan status normal. Pada status ini kondisi bencana sudah mulai aman, dan pengkajian telah dilakukan. Perbaikan mulai dikerjakan pada status ini karena diperkirakan sudah tidak ada gempa susulan. Pada status waspada kunjungan ke Candi Borobudur sudah dapat dibuka apabila sudah dilakukan perbaikan sesuai kebutuhan.
2. Strategi dan Program Saat Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi a. Penyelamatan dan Evakuasi Bencana gempa bumi terjadi dengan tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi sebelumnya. Jika gempa terjadi pada siang hari pada saat banyak pengunjung berada di atas candi, maka penyelamatan/ evakuasi merupakan langkah utama dalam mitigasi bencana. Pada bencana gempa bumi baik berskala besar atau kecil, evakuasi harus dilakukan dengan segera untuk menghindari jatuhnya korban. Jika bencana gempa yang terjadi kecil dan tidak menyebabkan kerusakan berarti, evakuasi dapat dilakukan dengan cermat dan hati-hati, mengikuti jalur yang telah disediakan. Evakuasi tetap dilakukan untuk memastikan tidak tajuh korban akibat jatuh/ runtuhnya bagian candi atau adanya gempas susulan. Jika gempa bumi yang terjadi cukup besar hingga terjadi adanya bagian/ ornamen candi yang jatuh/ runtuh, maka evakuasi harus dilakukan dengan lebih berhati-hati dan berdasar pengkajian cepat. Jalur evakuasi harus dicek kembali apakah ada yang tertutup reruntuhan atau membahayakan untuk dilewati. Evakuasi diarahkan melalui jalur yang aman secara hati-hati dan terkomando. Proses penyelamatan/ evakuasi pada intinya adalah untuk menyelamatkan/ meminimalkan dampak bencana terhadap manusia. Pada saat evakuasi, penyelamatan terhadap material candi belum dilakukan, kecuali jika ada yang dikhawatirkan membahayakan jika tidak ditangani segera. Selama kegiatan penyelamatan dan evakuasi, peralatan CCTV dapat difungsikan secara optimal untuk mengamati kondisi candi dan keberadaan pengunjung di atas candi. Operator CCTV berkoordinasi dengan komandan tanggap darurat untuk memperlancar proses evakuasi. b. Pengendalian Selama Bencana Selama bencana koordinasi dan komando dilaksanakan oleh komandan tim komando tanggap bencana Candi Borobudur. Oleh
karena itu komandan atau wakil komandan atau yang ditugaskan sebagai penanggung jawab komando harus ada di lokasi selama 24 jam sehari. Komandan tim komando tanggap bencana Candi Borobudur bertanggung jawab untuk mengendalikan seluruh kegiatan penanggulangan bencana, dengan cara mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada. Komandan tim berkoordinasi dengan semua pihak yang berkompeten dalam pengelolaan cagar budaya Borobudur, instansi terkait lainnya, dan masyarakat. Tahapan pelaksanaan pengendalian selama bencana adalah sebagai berikut ; 1) Setelah terjadi bencana gempa bumi, tim komando tanggap bencana melakukan penyelamatan dan evakuasi, dan memastikan sudah tidak ada pengunjung atau petugas di atas candi. 2) Evakuasi dilakukan dengan cepat dan hati-hati, mengikuti jalur-jalur evakuasi yang telah ditentukan. Apabila kerusakan cukup parah dan ada jalur evakuasi yang tidak aman untuk dilewati, maka petugas harus memberitahukan dan mengarahkan evakuasi melalui jalur lain. 3) Jika terdapat pengunjung yang cedera akibat bencana ini, maka petugas tim tanggap darurat yang bertugas melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) segera menangani dengan cara mengevakuasi dari candi, membawa ke tempat aman, dan diberi pertolongan sementara sebelum di bawa ke rumah sakit.13 4) Pada evakuasi ini, yang diutamakan adalah keselamatan manusia, sedangkan kerusakan-kerusakan candi akan didata dan ditangani setelah selesai tanggap bencana. 5) Anggota tim memantau perkembangan bencana dengan cara berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkompeten. 6) Selama tanggap darurat bencana gempa bumi belum dilakukan penanganan kerusakan candi, kecuali terjadi 13
SOP pertolongan pertama pada kecelakaan akibat bencana dijabarkan pada dokumen tersendiri
hal-hal yang berpotensi membahayakan, misalnya terdapat batu yang nyaris jatuh dan dapat membahayakan. 7) Setelah evakuasi selesai dan kondisi bencana sudah mulai tenang, dapat dilakukan pengkajian cepat oleh tim reaksi cepat untuk mengecek kembali kondisi candi. Memastikan bahwa evakuasi telah berjalan lancar. Dan selanjutnya mendata secara cepat kondisi kerusakan untuk penentuan status kerusakan candi. 8) Pada saat darurat bencana, kondisi candi dinyatakan dalam status awas, dan dapat diturunkan statusnya setelah pengkajian cepat dan tidak lagi terjadi potensi bahaya gempa susulan. Jika bencana yang terjadi tidak terlalu besar, dan tidak terindikasi adanya kerusakan maka status dapat diturunkan secara bertahap dan ke keadaan aman. c. Investigasi Ilmiah (Scientific) Selama kegiatan tanggap darurat, investigasi ilmiah (Scienfic) harus dilakukan untuk memastikan seluruh metode yang digunakan telah sesuai dan tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Investigasi ilmiah juga bertujuan untuk mengetahui potensi dampak bencana terhadap kelestarian candi. Rekomendasi investigasi juga digunakan untuk melakukan penyesuaian langkah-langkah di lapangan. Investigasi ilmiah dilakukan oleh tim reaksi cepat yang telah dibentuk pada saat awal terjadinya bencana. Tim reaksi cepat dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh pihak lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Salah satu langkah investigasi ilmiah yang harus dilakukan pada bencana gempa bumi adalah investigasi stabilitas struktural. Investigasi ini untuk mengamati terjadinya gejala ketidakstabilan struktur seperti kemiringan, kemelesakan, keretakan, penggelembungan, atau perubahan struktural lainnya. Invertigasi ini harus dilakukan dengan peralatan survey yang sesuai dan data yang diperoleh dibandingkan dengan data sebelum gempa. Investigasi ilmiah dilakukan dengan cara pengumpulan data sebelum bencana, observasi, pengukuran, survey, penggambaran dan cara-cara lainnya sesuai kaidah ilmiah. Investigasi ilmiah
dapat dilanjutkan setelah bencana selesai untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih lengkap.
BAB VI.KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM PASCA BENCANA
A. PASCA BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI 1. Kebijakan Pasca Bencana Letusan Gunungapi a. Pembersihan Setelah darurat bencana letusan gunungapi, maka langkah berikutnya yang harus dilakukan segera adalah pembersihan abu vulkanik di seluruh permukaan batu Candi Borobudur. Pada bagian yang telah dilindungi dengan penutup, pembersihan dilakukan pada permukaan penutup. Proses pembersihan dilakukan secepat mungkin, untuk menghindari reaksi pelapukan yang mungkin terjadi jika batu candi kontak terlalu lama dengan abu vulkanik. Tetapi harus dimulai setelah tidak ada lagi abu vulkanik yang jatuh, untuk menghindari pengulangan pekerjaan. Pembersihan harus dilakukan dengan alat-alat yang tidak merusak batu-batu candi. Alat yang dapat digunakan adalah Vaccum cleaner dan alat-alat pembersih manual (rumah tangga) yang berbahan plastik, kayu, atau bambu. Alat yang terbuat dari logam dihindari karena dapat menggores permukaan batu candi. Proses pembersihan menggunakan cara kering tanpa air, karena air dapat menyebabkan lepasnya asam dari abu vulkanik. Penggunaan air hanya boleh dilakukan jika telah turun hujan yang membuat abu vulkanik menjadi bawah dan lengket. Abu vulkanik yang telah terkena air hujan akan menjadi netral dan asamnya telah tercuci sehingga aman jika dibersihkan dengan air.14 b. Pemulihan Pemulihan pasca bencana dampak erupsi gunungapi harus direncanakan, dan dituangkan dalam kegiatan-kegiatan yang 14
Prosedur teknis pembersihan akibat letusan gunung berapi akan dijabarkan dalam dokumen tersendiri
sesuai. Pemulihan pasca bencana meliputi beberapa aspek. Aspek pertama adalah pemulihan kondisi candi, berupa perbaikan struktural (jika ada) dan perawatan material. Aspek kedua meliputi pembenahan lingkungan, dan aspek ketiga aspek sosial ekonomi termasuk pariwisata. c. Pengkajian Pengkajian merupakan aktivitas kontinyu yang harus dilakukan pasca bencana. Pengkajian harus dilakukan secara terencana, konsisten, dan memiliki tujuan akhir yang dirumuskan. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya abu vulkanik terhadap kelestarian batu-batu candi, dan mengidentifikasi cara-cara minimalisasinya. Pengkajian juga bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan prosedur penanganan bencana letusan gunung api di Candi Borobudur. Pengkajian dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur selaku institusi yang bertanggung jawab langsung terhadap kelestarian candi, dan memiliki tugas fungsi kajian. Pengkajian juga dapat dilakukan lembaga lain yang memiliki tugas penelitian, perguruan tinggi, perseorangan, baik dari dalam dan luar negeri. Untuk peneliti asing wajib mengikuti prosedur perijinan penelitian yang ditentukan oleh pemerintah. 2. Strategi dan Program Pasca Bencana Letusan Gunungapi a. Pemulihan Kondisi Candi Pemulihan kondisi candi berupa kelanjutan proses pembersihan, yaitu pada bagian-bagian yang belum terjangkau pada saat pembersihan tanggap darurat. Serta pembersihan lanjutan jika setelah hujan masih ada abu vulkanik yang keluar dari dalam struktur candi. 1) Perbaikan Candi Perbaikan candi dilakukan jika memang diperlukan karena adanya kerusakan akibat bencana dampak gunung api. Perbaikan yang dilakukan didasarkan pada rekomendasi hasil pengkajian dan didiskusikan dengan para ahli yang berkompeten. Perbaikan yang dapat dilakukan berupa perbaikan sistem
drainase, perbaikan mortar pengisi nat-nat batu pada bagian selasar dan teras stupa, dan perbaikan lain yang diperlukan. Perbaikan struktural candi meliputi perbaikan struktur yang rusak dan material yang rusak (jika ada). Pembersihan abu vulkanik di bawah lantai merupakan aktivitas perbaikan yang cukup penting karena bagian tersebut merupakan saluran drainase yang dapat menimbulkan dampak negatif jika tersumbat. 2) Pemeliharaan Candi Pemeliharaan candi berupa perawatan material. Perawatan material dilakukan jika terjadi gejala kerusakan/pelapukan yang harus ditangani segera. Perawatan candi terhadap pertumbuhan organisme juga harus diperhatikan. Perawatan candi dari pertumbuhan organisme (berupa algae, lumut, dan paku-pakuan) harus lebih intensif, karena pertumbuhan organisme tersebut menjadi lebih pesat akibat pengaruh abu vulkanik. b. Pembenahan Lingkungan Kondisi lingkungan setelah erupsi gunungapi biasanya rusak, terutama vegetasi. Pemulihan kondisi lingkungan dapat dilakukan dengan pemeliharaan dan pembenahan vegetasi sekitar candi. Kegiatan penanaman pohon juga penting untuk dilakukan agar jumlah vegetasi semakin banyak. c. Pemulihan Sosial Ekonomi Pemulihan sosial ekonomi merupakan program besar yang kompleks dan harus melibatkan banyak pemanagku kepentingan. Oleh karena itu aspek pemulihan ini harus dikerjakan oleh berbagai instansi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya. d. Pelibatan Masyarakat Pemulihan merupakan program jangka panjang dan terdiri atas berbagai kegiatan. Pemulihan meliputi pemulihan candi, lingkungan sekitar, dan sosial ekonomi. Kegiatan-kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dengan pelibatan masyarakat. Masyarakat dapat dilibatkan dalam kegiatan pemulihan kondisi candi, lingkungan, dan secara aktif berperan dalam pemulihan sosial ekonomi.
Partisipasi masyarakat dalam pemulihan kondisi candi dan lingkungan penting dilakukan untuk mempercepat kegiatan pemulihan, dan meningkatkan kepedulian dan rasa memiliki Candi Borobudur. Pelibatan masyarakat dapat berupa partisipasi relawan, atau terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan dengan pola kontrak kerja sesuai dengan aturan pengadaan barang jasa pemerintah. B. PASCA BENCANA GEMPA BUMI 1. Kebijakan Pasca Bencana Gempa Bumi a. Penentuan Status Kerusakan Penentuan status kerusakan mengacu pada hasil analisis data investigasi kerusakan yang telah dilakukan sebagaimana diuraikan di atas. Penentuan status ini dilakukan melalui diskusi ilmiah yang melibatkan Komandi tanggap bencana, para ahli dan pemangku kepentingan lain yang berkopenten terhadap pengelolaan Candi Borobudur. Status kerusakan penting untuk memutuskan rencana penanganan dan rencana pembukaan kembali Candi Borobudur untuk umum. Status kerusakaan berkaitan dengan kondisi kerusakan yang terjadi, potensi kerusakan lebih lanjut (misalnya oleh gempa susulan), dan potensi bahaya jika dimasuki oleh pengunjung terkait ketidakstabilan struktur. Status kerusakan Candi Borobudur akibat bencana gempa, terdisi atas tiga tingkat status kerusakan, yaitu : 1) Aman Pada kondisi status aman, kerusakan yang terjadi ringan atau tidak terjadi kerusakan yang signifikan. Kondisi candi utuh, tidak terjadi gejala kerusakan sturktur seperti kemiringan, keretakan, kemelesakan, atau penggembungan. Kerusakan berupa jatuhnya beberapa batu ornamen candi mungkin terjadi, tetapi tidak mengganggu stabilitas struktur. Pada kondisi aman, candi dapat dibuka kembali seperti semula setelah melalui perbaikan yang diperlukan.
2) Mengkhawatirkan Kondisi mengkhawatirkan merupakan kondisi akibat candi mengalami kerusakan sedang. Telah terindikasi terganggunya stabilitas struktur berupa retakan atau kemiringan, dan jatuhnya beberapa bagian ornamen candi. Namun secara umum kondisi sturktur candi masih baik dan masih bisa dimasuki. Pada kondisi ini perlu dilakukan pembatasan kunjungan. Yaitu larangan memasuki bagian-bagian candi tertentu yang dikhawatirkan mengalami kerusakan. Atau dapat pula dibatasi untuk kunjungan sampai dihalaman, tidak naik ke atas candi. Investigasi lebih lanjut harus dilakukan untuk memastikan apakah kondisi tersebut bisa ditangani dan diturunkan statusnya menjadi aman. 3) Membahayakan Kondisi status candi dikatakan membahayakan bila terjadi kerusakan struktural yang serius yang dapat berpotensi terjadi kerusakan lebih lanjut. Kondisi membahayakan ditandai dengan kemelesakan, kemiringan, keretakan struktur, atau kerusakan lainnya yang serius dan dapat berkembang. Pada kondisi membahayakan maka candi tertutup untuk dimasuki, kecuali untuk investigasi atau penelitian. Pada kondisi membahayakan harus segera dilakukan pengkajian yang lebih mendalam untuk mencari langkah-langkah penanganan dengan segera. Candi Borobudur setelah pemugaran ke-dua (1973-1983) dipasang struktur beton penguat di bawah lantai. Struktur beton tersebut sangat besar dan tebal berada di setiap tingkat pada bagian rupadhatu. Pada saat penentuan status kerusakan penting untuk mengkaji kondisi beton bertulang ini, apakah mengalami kerusakan atau tidak. Hal ini penting untuk dilakukan agar penentuan status sesuai dengan kondisi stabilitas struktural yang sebenarnya. Ada kemungkinan terjadi gejala kerusakan berat pada bagian pagar langkan tetapi betonnya tetap stabil, sehingga kondisi ini sebenarnya tidak membahayakan. Sebaliknya ada kemungkinan gejala kerusakan yang terjadi tidak terlalu parah, tetapi terjadi ketidakstabilan beton penguat, yang justru sebenarnya membahayakan.
b. Pemulihan Pemulihan situasi candi dan lingkungan sekitarnya tergantung pada tingkat kerusakan yang terjadi pada candi. Jika kerusakan yang terjadi cukup parah dan status candi dalam keadaan yang membahayakan, maka diperlukan langkah-langkah pemulihan yang lebih panjang. Namun jika kerusakan yang terjadi ringan, maka dapat dengan segera diperbaiki dan dapat dipulihkan dengan segera. 2. Strategi dan Program Pasca Bencana Gempa Bumi a. Investigasi Kerusakan Setelah bencana gempa bumi dan penanganan keadaan darurat selesai, maka dilanjutkan dengan tahap penanganan selanjutnya. Investigasi ilmiah yang telah dilakukan selama tanggap darurat dilanjutkan dengan investigasi yang lebih detail. Kondisi kerusakan yang terjadi didata secara lengkap dan detail dengan akurasi yang sesuai. Investigasi tidak hanya pada stuktur yang rusak tetapi juga pada material yang rusak, misalnya batubatu yang jatuh, pecah atau retak. Peralatan survey yang ada harus dipergunakan secara optimal untuk melakukan investigasi kerusakan. Peralatan survey pengukuran geodetik, fotogrametri pemindai laser, inklinometer, dan peralatan pengukuran lain dipergunakan untuk pengumpulan data kerusakan struktural dan material. Jika masih diperlukan, dapat juga menggunakan peralatan lain yang dipinjam dari instansi lain. Data pengukuran menggunakan berbagai alat tersebut selanjutnya diolah dan disajikan secara ilmiah, sehingga selanjutnya dapat dipublikasikan. Penyajian data dapat juga dalam bentuk gambar dan keterangan yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Data ini selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kondisi kerusakan yang terjadi, dan menjadi dasar penanganan lebih lanjut.
c. Perbaikan atau Pemugaran Candi Perbaikan atau pemugaran dilakukan untuk mengembalikan kondisi struktural candi yang rusak ke keadaan semula. Keputusan dilakukannya pemugaran diambil dari hasil diskusi para ahli setelah mencermati data-data investigasi tim tanggap darurat, baik dari data pengkajian cepat dan pengkajian lanjutan yang lebih detail pasca tanggap darurat. Langkah-langkah perbaikan atau pemugaran dirumuskan dan selanjutnya didiskusikan dengan para ahli yang berkompeten. Metode perbaikan atau pemugaran yang dilakukan didasarkan pada kaidah anastilosis dengan memegang prinsip otentisitas semaksimal mungkin. Perbaikan atau pemugaran yang dilakukan bisa berupa perbaikan ringan atau perbaikan berat tergantung dari kondisi kerusakan yang terjadi. Pada perbaikan ringan, aktivitas yang dilakukan antara lain; penyambungan batu pecah, injeksi retakan, dan penyusunan ulang susunan batu yang bergeser. Sedangkan perbaikan berat atau pemugaran melibatkan pembongkaran, perbaikan dasar/fondasi struktur, pemasangan struktur penguat, pemasangan lapisan kedap air, dan pemasangan kembali struktur candi.15 b. Pelibatan Masyarakat Pemulihan kondisi candi pasca bencana gempa terdiri atas berbagai kegiatan. Pemulihan kondisi struktural candi yang rusak membutuhkan langkah perbaikan atau pemugaran. Kegiatankegiatan ini dapat berjalan dengan baik dengan pelibatan masyarakat. Masyarakat dapat dilibatkan dalam kegiatan pemulihan kondisi candi pada saat melakukan kegiatan perbaikan. Partisipasi masyarakat dalam pemulihan kondisi candi dan lingkungan penting dilakukan untuk mempercepat kegiatan pemulihan, dan meningkatkan kepedulian dan rasa memiliki Candi Borobudur. Pelibatan masyarakat dapat berupa partisipasi relawan, atau terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan dengan pola kontrak kerja sesuai dengan aturan pengadaan barang jasa pemerintah. 15
Prosedur teknis perbaikan candi akibat gempa dijabarkan dalam dokumen tersendiri
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana) METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL RENCANA KONTIJENSI (Ir. A. Kriswandhono, M. Hum)
PADA BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI DI CANDI BOROBUDUR STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
1
BAB I GAMBARAN UMUM
Balai Konservasi Borobudur sebagai pengelola Zona I Candi Borobudur bertanggungjawab terhadap pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Candi Borobudur dan lingkungannya. Telah dilakukan penyusunan Pedoman Penanggulangan dan Manajemen Bencana Candi Borobudur meliputi penanganan bencana erupsi gunung api dan bencana gempa bumi. Candi Borobudur termasuk dalam kawasan rawan bencana yang harus diwaspadai dan dilakukan perencanaan penanggulangan bencana. Candi Borobudur telah beberapa kali terkena dampak erupsi gunung api yaitu Gunung Merapi pada tahun 2006 dan 2010, serta erupsi Gunung Kelud pada Februari 2014 silam. Pada kenyataannya, seringkali setiap bencana gunung api terjadi mengikuti pula bencana gempa bumi. Dalam menindaklanjuti Pedoman Penanggulangan dan Manajemen Bencana Candi Borobudur disusun pula Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api dan Rencana Kontijensi Bencana Gempa Bumi yang merupakan bencana dengan resiko tinggi berdampak terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya. Kontijensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak terjadi, sedangkan Rencana Kontijensi adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontijensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu Rencana Kontijensi saat terjadi adalah menjadi sebuah Rencana Operasi Tanggap Darurat bencana yang melibatkan berbagai pihak dan sektor dalam penanganannya. Tujuan disusunnya Rencana Kontijensi ini adalah sebagai pedoman penanganan bencana erupsi gunung api pada saat tanggap darurat bencana yang cepat dan efektif serta sebagai dasar mobilisasi sumber daya para stakeholder yang turut berperan serta.
A.
MITIGASI PENANGGULANGAN BENCANA Sistem penanggulangan bencana alam di Candi Borobudur terdiri dari mitigasi fisik dan mitigasi non fisik. Mitigasi fisik adalah pengurangan resiko bencana dengan struktur bangunan tertentu yang dapat melindungi masyarakat dari ancaman bahaya alam, sedangkan mitigasi non fisik adalah upaya peningkatan kapasitas lembaga dan masyarakat agar memiliki sumber daya lebih sehingga selalu siap siaga dan waspada terhadap kejadian bencana alam. Mitigasi fisik yang dilakukan Balai Konservasi Borobudur adalah penyediaan peralatan dan perlengkapan penanggulangan bencana diantaranya yaitu : 1. Bunker 2. Cover penutup candi 3. Papan mitigasi bencana (signage) 4. Titik kumpul Untuk mitigasi non fisik yang telah dilaksanakan oleh Balai Konservasi Borobudur adalah sebagai berikut : 1. Gladi lapang atau simulasi yang dilaksanakan sekali dalam setahun, dengan skenario bergantian antara tanggap darurat bencana gunung api dan tanggap darurat. Bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan personil dan dilaksanakan di halaman Candi Borobudur. 2. Penyusunan dokumen penanggulangan bencana yang terdiri dari Pedoman Penanggulangan Bencana Candi Borobudur, Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api, Rencana Kontijensi Bencana Gempa Bumi, dan standar operasional prosedur penanganan tanggap darurat bencana. Penyusunan dokumen tanggap darurat bencana ini dilaksanakan sebagai pedoman bagi personil (Tim Tanggap Darurat Bencana) dalam penanganan bencana. 3. Pelatihan SAR dan P3K bagi tenaga pengamanan Candi Borobudur yang dilaksanakan dalam rangkaian Pelatihan Satuan Pengamanan Warisan Dunia.
B.
KOORDINASI INSTANSI TERKAIT Dalam penanggulangan dan penanganan bencana gunung api di Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai instansi terkait terutama PT. TWCB Unit Borobudur. Instansi terkait yang dimaksud adalah instansi yang turut berperan serta dalam tanggap darurat bencana gunung api diantaranya yaitu : 1.
PT. TWCB Unit Borobudur
2.
Hotel Borobudur
3.
PAM Obvit Polres Magelang
4.
Polsek Borobudur
5.
Polres Magelang
6.
Koramil Borobudur
7.
BPBD Kab. Magelang
8.
SAR Kab. Magelang
9.
Pemadam Kebakaran Kab. Magelang
10.
PMI Kab. Magelang
11.
Puskesmas Borobudur
12.
Tanker
13.
Jasa Raharja
14.
LSM
15.
Masyarakat
BAB II PENGEMBANGAN SKENARIO
Ketika terjadi bencana letusan Gunung Api, dapat diidentifikasi siapa dan titik mana saja yang terkena dampak dari abu. Pada rencana kontijensi ini, wilayah yang akan dijadikan simulasi adalah area Zona I dan Zona II sebagai titik kumpul evakuasi pengunjung. Skenario kejadian ini disimulasikan dengan adanya bencana erupsi Gunung Api Kelud yang meletus pada tahun 2010. Seperti pada bencana letusan gunung api sebelumnya, dampak yang dapat ditimbulkan terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya adalah terkait dengan sebaran abu vulkanik yang sampai menjangkau area Candi Borobudur. Terkait dengan letusan abu vulkanik tersebut, terdapat 5 (lima) aspek yang mungkin terkena dampak letusan Gunung Api yaitu : a. Aspek kehidupan Dari dampak yang dapat ditimbulkan oleh letusan gunung api yaitu sebaran abu vulkanik seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sangat membahayakan terhadap pengunjung Candi Borobudur, staf Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, pedagang asong, fotografer, dan guide yang bekerja di Candi Borobudur. Abu vulkanik gunung api, baik Gunung Api Merapi maupun Gunung Kelud berdasarkan kajian mengandung silica yang dapat mebahayakan jika terkena mata (tabel jumlah pengunjung, staf dan petugas Balai Konservasi Borobudur, guide, fotografer, petugas PT. TWCB Unit Borobudur). b. Aspek sarana/prasarana/fasilitas/aset Selain berdampak terhadap manusia atau personil, efek abu vulkanik cukup menghalangi jalur transportasi darat dari dan menuju Candi Borobudur, sarana dan aset perkantoran, maupun Candi Borobudur. Ketebalan abu bisa mencapai 2,5 cm pada tiap sisi lorong maupun stupa dan pagar langkan serta dinding candi. Abu erupsi juga menutupi prasarana di Zona I Candi Borobudur baik pos keamanan, pos jaga, maupun bunker pemeliharaan.
c. Aspek ekonomi Dikarenakan adanya kebijakan untuk menutup jam kunjungan selama masa tanggap darurat maupun pemulihan (recovery) sangat berdampak terhadap aktivitas perekonomian masyarakat maupun pihak pengelola taman wisata. Para pedagang asong maupun masyarakat sekitar yang menggantungkan perekonomian hidupnya pada Candi Borobudur turut membersihkan abu vulkanik selama penutupan jam kunjungan sehingga tidak ada pendapatan yang masuk bagi masyarakat. d. Aspek pemerintahan Sarana infrastruktur jalan dan transportasi yang tertimbun abu vulkanik serta kesibukan para staf Balai Konservasi Borobudur dalam melakukan tanggap bencana, berpengaruh terhadap perputaran administrasi maupun teknis pemerintahan. Urusan perkantoran menjadi terhambat dikarenakan melakukan tanggap darurat bencana erupsi gunung api. e. Aspek lingkungan Dampak erupsi gunung api sangat mempengaruhi kondisi lingkungan di sekitar Candi Borobudur. Pertamanan dan kondisi halaman yang tertutup abu vulkanik dapat merusak tanaman yang ada dan halaman menjadi berdebu karena banyaknya abu vulkanik.
BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rencana kontijensi bencana Gunung Api, Balai Konservasi Borobudur mengambil beberapa kebijakan dan strategi diantaranya yaitu : 1. Kebijakan a. Minimalisasi korban pengunjung b. Penutupan sementara Candi Borobudur (masa tanggap darurat dan masa recovery kurang lebih 10 hari) c. Penanganan bencana erupsi dengan melibatkan masyarakat setempat d. Koordinasi dan kerjasama dengan stakeholder dalam penanganan bencana e. Peningkatan kesadaran masyarakat f. Peningkatan kompetensi SDM 2. Strategi a. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat b. Mengikuti pelatihan SAR dan P3K c. Melaksanakan simulasi secara rutin d. Menyiapkan jalur avakuasi pengunjung dan titik kumpul e. Melakukan tanggap darurat bencana (tindakan evakuasi, SAR, dan P3K) f. Menggalang relawan dalam partisipasi pembersihan abu vulkanik g. Menyebarluaskan informasi mengenai bencana yang terjadi, dampak, dan tindakan pemulihannya h. Melaksanakan kajian dan monitoring dampak, evaluasi pasca bencana i.
Menyusun prosedur tetap tanggap darurat gunung api
BAB IV PERENCANAAN SEKTORAL
Perencanaan sektoral ini dilaksanakan untuk penanganan kedaruratan agar dapat teratasi dengan baik, pembagian tugas agar tidak terjadi tumpang tindih tanggungjawab. Dalam tanggap bencana erupsi gunung api Candi Borobudur, perencanaan sektoral terdiri atas : a. Sektor Layanan Masyarakat Pemberian informasi kepada masyarakat dan media masa serta penggalangan tenaga relawan sangat diperlukan dalam penanganan bencana gunung api. Informasi yang diberitakan kepada umum haruslah informasi yang valid agar tidak menimbulkan simpangsiur data. Penggalangan relawan ini dilaksanakan melalui koordinasi dengan instansi terkait, pemberdayaan masyarakat setempat terutama dalam masa pemulihan (recovery). Sasaran : 1. Arus informsi yang benar dan terarah (satu pintu) 2. Penggalangan tenaga relawan guna memaksimalkan penanganan dan pemulihan pasca bencana Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur b. Sektor Pengamanan Apabila terjadi bencana erupsi gunung api, diperkirakan semua pengunjung Candi Borobudur harus segera dievakuasi secepatnya. Evakuasi dilaksanakan dengan mengkoordinasi pengunjung baik di monumen candi maupun halaman untuk berkumpul di titik kumpul halaman barat Candi Borobudur. Pengunjung kemudian diberi masker untuk melindungi pernapasan dari bahaya abu vulkanik. Pengunjung yang menjadi korban segera dilakukan evakuasi sesuai standar dan pedoman yang benar agar kondisi korban tidak menjadi semakin parah, korban ditangani lebih lanjut
saat berada di titik kumpul dan jika diperlukan segera dibawa menuju puskesmas maupun rumah sakit terdekat. Sasaran : 1. Terangkutnya semua pengunjung ke lokasi penampungan sementara yang telah disiapkan (Zona II Candi Borobudur). 2. Terlaksananya pelayanan penanganan korban 3. Terlaksananya pelayanan perlindungan diri terhadap diri korban Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, Tanker, Tim SAR dan P3K, Puskesmas Borobudur, PMI Kab. Magelang, Jasa Raharja, dan BPBD Kab. Magelang. c. Sektor Pemeliharaan Candi Saat bencana gunung api terjadi, kondisi fisik candi sangat perlu dilindungi. Hal ini dilaksanakan dengan menggunakan cover penutup candi yang berasal dari bahan terpaulin. Penutupan cover candi ini dilaksanakan terhadap bagian lantai dan stupa candi. Personil yang dibutuhkan pun sangat banyak mengingat beratnya beban bahan terpaulin. Penutupan cover ini dilaksanakan agar abu vulkanik tidak banyak masuk ke dalam terutama saluran drainase. Pasca letusan gunung api, dilaksanakan pembersihan abu vulkanik dengan melibatkan instansi terkait, fotografer dan guide, serta pemberdayaan masyarakat setempat. Sasaran : 1. Terlindunginya Candi Borobudur 2. Terawatnya batu-batu candi Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, Hotel Manohara, PAM Obvit Polres Magelang, Polsek Borobudur, Polres Borobudur, Koramil Borobudur, Pemadam Kebakaran Kab. Magelang, LSM, dan Masyarakat. d. Sektor Dokumentasi dan Inventarisasi Walaupun dalam situasi yang mendesak dan kondisi yang panik, pendokumentasian sangat diperlukan baik dalam bentuk foto
maupun video. Pendataan jumlah pengunjung yang sehat, luka ringan, luka sedang, luka berat sangat diperlukan. Pendataan sarana prasarana dan aset yang ada di Candi Borobudur dilaksakan guna evaluasi yang membutuhkan penanganan lebih terutama Candi Borobudur sendiri sebagai aset cagar budaya yang tak ternilai harganya. Sasaran : 1. Terdomentasikannya seluruh kegiatan penanganan tanggap darurat bencana 2. Terinventarisasi aset-aset berharga dan aset arkeologi Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur. e. Sektor Kajian Tim pengkaji reaksi cepat dan tim kajian abu vulkanik melakukan kajian selama tanggap darurat bencana. Hasil kajian akan digunakan sebagai analisa kandungan abu vulkanik sehingga dapat diketahui tingkat bahaya dari abu dan segera mengambil tindakan pencegahan agar tidak mengganggu kesehatan pengunjung maupun personil lainnya. Kandungan abu juga dapat diinformasikan kepada media massa agar bermanfaat bagi masyarakat lainnya. Sasaran : 1. Penyebarluasan informasi hasil kajian 2. Evaluasi terhadap dampak kandungan abu vulkanik Pelaku : Balai Konservasi Borobudur f. Sektor logistik Saat terjadi bencana erupsi, banyaknya pengunjung yang panik, terpisah dari rombongan, korban jatuh karena berdesakdesakkan di monumen saat turun ke halaman, memunculkan suatu kondisi dimana harus terkumpul dalam satu titik kumpul agar dapat diambil tindakan secepatnya memberikan bantuan baik masker, jas hujan, payung, maupun makanan dan minuman untuk menenangkan para pengunjung.
Sasaran : 1. Pengunjung menjadi lebih aman dan merasa nyaman Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, BPBD Kab. Magelang, Pemadam Kebakaran Kab. Magelang, Tanker, LSM, dan Masyarakat
BAB V PEMANTAUAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT Dalam menghadapi bencana maka tiap sektor dituntut turut berperan serta dalam tangga darurat bencana yang terjadi di Candi Borobudur. Untuk menguji rencana kontijensi yang telah dibuat, maka dilaksanakan kegiatan simulasi rutin guna meningkatkan kompetensi dan kemampuan petugas maupun staf Balai Konservasi Borobudur. dalam pelaksanaan simulasi ini, diusahakan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan saat bencana erupsi gunung api benar – benar terjadi. Balai Konservasi Borobudur telah menyusun Tim Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Api yang juga melibatkan stakeholder terkait. Tim Tanggap Darurat dimaksud terdiri dari : 1. Sektor siaga, terdiri dari regu peringatan dini dan regu pemetaan 2. Sektor tanggap darurat, terdiri dari regu perintis, regu keamanan, regu SAR & P3K, Regu Evakuasi, Regu Recovery stupa, Regu Logistik dan Dapur Umum, Regu Inventarisasi aset Arkeologi, Regu Administrasi dan Dokumentasi, Regu Informasi dan Hubungan Luar, Regu Relawan Masing-masing regu memiliki tanggungjawab masing-masing yang dijabarkan pada tabel di bawah ini : NO. 1.
Stuktur Organisasi Komandan Tim Tanggap Bencana
Deskripsi Tugas Bertugas rangkaian
mengkoordinir kegiatan
seluruh penanganan
bencana pada situasi tanggap darurat bencana karena erupsi gunung api yang berdampak terhadap Candi Borobudur 2.
Koordinator Lapangan
Bertugas
mengkoordinir
tanggap
bencana,
semua
mengatur
regu
jadwal,
membagi tugas dan monitoring kondisi di lapangan pada situasi tanggap darurat bencana.
3.
Ketua Seksi Siaga
Bertugas mengkoordinir regu peringatan dini dan regu pemetaan untuk segera bekerja saat ada informasi dari Komandan Tim Tanggap Bencana/BPPTK/Radio/TV. a. Regu Peringatan
Bertugas : 1.
Dini
Bersama dengan ketua regu jaga Satpam
mengumumkan
pengunjung
Candi
kepada
Borobudur
tentang kejadian bencana erupsi gunung api yang terjadi baik melalui loudspeaker Satpam maupun lewat HT kepada semua Satpam yang sedang bertugas. 2.
Memberi informasi kepada seluruh ketua Seksi tentang kejadian gempa untuk diteruskan kepada ketua regu dan anggota regu yang berada di bawah koordinasinya.
b. Regu Pemetaan
Bertugas memetakan kondisi pengunjung candi,
perkiraan
jumlah
pengunjung
di atas dan di halaman candi dan melaporkan melalui komunikasi radio/HT kepada semua ketua seksi dan keta regu 4.
Bertugas
Seksi Tangap Darurat
mengkoordinir
semua
regu
tanggap darurat yang terlibat dalam situasi tanggap darurat, membagi tugas, plotting posisi petugas dan monitoring kegiatan seksi tanggap darurat. a. Regu Perintis
Bertugas
membuka
kelancaran Membersihkan
evakuasi
jalan
untuk
pengunjung.
obyek-obyek
di
candi
yang dapat mengganggu proses evakuasi (misalnya menyingkirkan tempat sampah, memindahkan papan peringatan/penutup jalan).
b. Regu Keamanam
Bertugas mengamankan obyek Candi Borobudur, halaman dan area Zona I, mengamankan jalur evakuasi dan pengunjung.
c. Regu SAR dan P3K
d. Regu Evakuasi
Bertugas membantu pengunjung dalam proses evakuasi dan menangani korban (pengunjung yang cedera, sakit, dsb). dengan memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke RS atau Puskesmas. Menyediakan peralatan pertolongan pertama, medical kit, tandu, spalc, dsb. Bertugas melakukan evakuasi pengunjung dalam situasi tanggap darurat bencana. Membantu pengunjung anak-anak, lansia, dan difabel. Membantu pengunjung saat menuruni tangga, dsb.
e. Regu
Bertugas menangani pemasangan cover
Recovery
stupa dan pemulihan secara fisik Candi
Stupa
Borobudur
f. Regu Logistik
Bertugas menyiapkan tempat evakuasi,
dan Dapur
masker, pita, police line, dsb. Menyiapkan
Umum
dapur umum, minuman, makanan untuk petugas dan pengunjung.
g. Regu Inventarisasi
Bertugas mendata aset arkeologi dan kondisi candi secara keseluruhan
Aset Arkeologi h. Regu
Bertugas mendata jumlah pengujung
Administrasi
yang dievakuasi, jumlah korban (luka
dan
ringan, berat, meninggal), korban yang
dokumentasi
dibawa ke puskesmas/RS. Bertugas
mendokumentasikan
proses
evakuasi dengan foto dan video. i. Regu
Bertugas memberikan informasi proses
Informasi &
tanggap bencana kepada masyarakat,
Hubungan
pers, instansi lain dengan berkoordinasi
luar
regu administrasi dan komandan Tim Tanggap Darurat Bencana.
j. Regu Relawan
Bertugas untuk mengkoordinir relawan dari masyarakat, LSM dan pihak luar yang ingin membantu proses tanggap darurat bencana.
SKENARIO SIMULASI TANGGAP DARURAT BENCANA GUNUNG API
Prolog Peristiwa erupsi Gunung Merapi memberikan dampak negatif bagi Candi Borobudur dan diharapkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Gunung Merapi sebagai gunungapi yang aktif, selalu mengalami erupsi secara periodik dengan frekuensi antara 3,5-5 tahun sekali. Dalam kondisi biasa, Gunung Merapi dikatakan dalam kondisi normal. Jika terjadi peningkatan aktivitas yang mengarah pada terjadinya erupsi, status bahaya ditingkatkan menjadi status waspada. Status selanjutnya adalah status siaga yang memberikan informasi untuk melakukan persiapan-persiapan. Jika diperkirakan erupsi sudah dekat, maka status ditingkatkan menjadi awas, yang berarti harus sudah dilakukan evakuasi pada Kawasan Rawan Bencana. Pada simulasi ini kondisi Gunung Merapi telah melewati status waspada, dan dalam kondisi status siaga. Skenario yang diuraikan berikut ini diasumsikan dalam status siaga, dan telah bersiap memasuki status awas. Selanjutnya terjadi erupsi dan dilakukan langkah-langkah mitigasi di Candi Borobudur. Simulasi ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran bencana dan kesiapsiagaan menghadapinya. Pasca tanggap darurat penanganan bencana erupsi gunung api, Balai Konservasi Borobudur tetap melaksanakan pemantauan dengan berkoordinasi stakeholder. Pemantauan dilaksanakan untuk memonitoring perkembangan situasi dan kondisi yang bisa kembali terjadi. Dilakukan pula evaluasi terhadap pelaksanaan operasi tanggap darurat maupun evaluasi terhadap simulasi tanggap darurat bencana erupsi gunung api.
Skenario
RUN DOWN
Latar Belakang:
Balai Penyelidikan dan Pengembangan
- PVMBG mengumumkan status siaga Gunung
Teknologi
Merapi.
Kegunungapian
(BPPTK)
Yogyakarta mencatat peningkatan aktifitas kegempaan Gunung Merapi selama 2
- BKB
dalam
kondisi
bersiap
menghadapi
peningkatan status.
minggu terakhir. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana
Geologi
(PVMBG)
menetapkan peningkatan status Gunung Merapi dari normal menjadi waspada. 10 hari kemudian, terjadi peningkatan akifitas kegempaan Gunung Merapi yang sangat signifikan, sehingga PVMBG menetapkan status SIAGA. 1. Komandan (Kepala
Tim
Balai
Tanggap
Konservasi
Bencana Borobudur)
menginstruksikan staf BKB untuk bersiap. 2. Kapokja Pengamanan dan staf segera menghubungi
Tim
Komando
tanggap
darurat untuk mengikuti apel 3. Satuan Pengamanan segera memberikan pengumuman tentang status siaga Merapi kepada pengunjung Candi Borobudur, Mendut dan Pawon. 4. Kapokja
pemeliharaan
segera
berkoordinasi untuk memasang sarung stupa induk dan mempersiapkan sarung stupa yang lain sewaktu-waktu erupsi bisa langsung dipasang “. 5. Petugas
mengumumkan
status
siaga
melalui loudspeaker di Candi Borobudur: Di Loket masuk taman wisata, mulai dilaksanakan
Pengunjung yang bersedia mengikuti simulasi
penjaringan terhadap pengunjung yang bersedia
dikumpulkan di sekitar Lapangan Aksobya
mengikuti simulasi bencana.
untuk menunggu pengarahan.
Pengunjung yang akan terlibat dikumpulkan di
Penjelasan tentang teknis simulasi dalam 2
lapangan Aksobya , diberi pengarahan dan diberi
bahasa.
atribut (topi).
(Pengunjung yang tidak berkenan mengikuti simulasi harus menunggu di luar pintu masuk sampai simulasi selesai)
1.
PVMBG mengumumkan status awas Merapi.
2.
BPBD Magelang memberikan informasi tentang
1. PVMBG
memberi
himbauan
untuk
mempersiapkan diri melakukan evakuasi apabila terjadi erupsi”.
status awas Merapi kepada Kepala BKB.
2. BPBD Magelang memberikan himbauan kepada Kepala BKB dan Pimpinan Taman Wisata Candi Borobudur untukbersiapsiap mengevakuasi pengunjung jika terjadi erupsi sewaktu-waktu. 1.
Kepala BKB mengumpulkan staf BKB dan
1.
memberi instruksi untuk mempersiapkan diri
Tim Tanggap darurat bencana (Kepala
menghadapi bencana. 2.
Pengarahan dan instruksi dari Komandan Balai Konservasi Borobudur)
Satpam mengumumkan kepada pengunjung
2.
Komandan Tim, Koordinator Lapangan, Kapokja Pengamanan bersiaga di Candi
candi tentang status awas Gunung Merapi
Borobudur
secara
bergantian
untuk
mengantisipasi jika sewaktu-waktu harus mengambil keputusan. 3.
Kapokja
Pemeliharaan
berkoordinasi
untuk memasang seluruh sarung stupa. 4.
Semua Tim tanggap darurat harus siap apabila sewaktu-waktu dibutuhkan untuk evakuasi
5.
Satuan Pengamanan menginformasikan status awas kepada pengunjung Candi Borobudur, Mendut dan Pawon ”.
Pengunjung yang berada di atas monumen diharapkan memperhatikan arah jalur evakuasi yang ada di lorong candi, sedangkan yang belum naik diharapkan untuk melihat peta jalur evakuasi yang ada di halaman candi 1.
Ketua
Regu
Recovery
stupa
memimpin
anggotanya untuk memasang cover stupa. 2.
Regu pemetaan bersiaga secara bergantian memetakan lokasi pengunjung candi, posisi dan perkiraan jumlah pengunjung di Zona I.
3.
Regu perintis dan regu keamanan bersiaga secara
bergantian
untuk
mempersiapkan
sewaktu-waktu harus melakukan evakuasi.
1.
2.
3.
1.
Terjadi erupsi Merapi, PVMBG memberikan informasi kepada BPBD bahwa telah terjadi erupsi Merapi. BPPD memberikan informasi kepada Komandan TTB BKB bahwa telah terjadi erupsi Merapi Petugas BKB di atas Candi Borobudur juga melihat kondisi yang sama pada G. Merapi dan melaporkan kepada Kepala BKB
1.
Komandan TTB BKB memerintahkan untuk
Semua regu bergerak sesuai tugasnya masing-masing. 1. Regu peringatan Dini mengumumkan telah terjadi erupsi Gunung Merapi: 2. Petugas CCTV memantau persebaran pengunjung dan berkoordinasi dengan regu pemetaan petugas lain di lapangan. 3. Regu perintis dan keamanan mengarahkan pengunjung ke jalur evakuasi menuju Titik Kumpul I. Ada yang berjaga di pintu masuk candi untuk mengarahkan pengunjung yang belum masuk untuk langsung ke titik kumpul evakuasi. Ada petugas yang berjaga di titik kumpul evakuasi dan sepanjang jalan menuju titik kumpul. 4. Regu Evakuasi membantu pengunjung pada proses evakuasi, terutama saat menuruni tangga. Yang terutama dibantu adalah anak-anak, lansia dan pengunjung berkebutuhan khusus 5. Regu SAR dan P3K membantu proses evakuasi dan menangani pengunjung yang cedera. Memberikan pertolongan pertama, dan memberi tanda/pita kepada korban sesuai dengan tingkat cederanya. 6. Regu Inventaris Aset Arkeologi melakukan kajian terhadap abu, pengukuran ketebalan abu, dan inventaris kondisi aset arkeologi yang ada 7. Regu logistik menyediakan peralatan dan prasarana yang diperlukan dalam evakuasi. 8. Regu Administrasi dan dokumentasi mendokumentasikan proses evakuasi dan mendata jumlah pengunjung yang dievakuasi, data dan jumlah korban, dsb. 9. Regu relawan mengkoordinasi relawan dari masyarakat umum yang ingin membantu.
melakukan evakuasi pengunjung candi. 2.
Proses Evakuasi
2.
3.
Petugas PVMBG mengumumkan telah terjadi erupsi Merapi. Petugas BPBD memerikan informasi kepada Komandan Tim Tanggap Darurat BKB bahwa telah terjadi erupsi Merapi pada Hari Jumat, 8 Februari 2013 pukul 09.00. Ketua regu satpam dan keamanan yang sedang bertugas di candi melaporkan situasi yang terjadi kepada Komandan Tim tanggap darurat.
Laporan dari petugas di monumen bahwa ada
Tim SAR dan P3K bergerak untuk membentu
pengunjung yang cedera karena jatuh, dsb
evakuasi
dan
member
pertolongan.
Pengunjung yang cedera dibawa ke ambulance yang telah siap di dekat tangga candi sisi utara dan barat, kemudian diberi pita sesuai tingkat cederanya, kemudian dibawa ke puskesmas Borobudur. - Semua
pengunjung
dikumpulkan
di
depan
Museum Borobudur (Titik Kumpul II). - Pengunjung diberi penjelasan dan motivasi psikologis kemudian dibubarkan. - Tim administrasi mendata pengunjung yang cedera, kondisi setelah evakuasi dan melaporkan kepada Komandan TTB BKB. - Laporan-laporan ketua regu kepada Komandan Tim Tanggap Bencana. - Komandan
TTB
BKB
menyatakan
proses
evakuasi telah selesai dan Candi Borobudur dinyatakan ditutup dari kunjungan. - Tim Tanggap Bencana BKB mengontrol kondisi candi untuk melihat kesiapan fisik candi - Komandan TTB BKB memerintahkan semua pihak untuk mempersiapkan segala hal guna menghadapi bencana dan pasca bencana
Diberikan dalam 2 bahasa.
TINGKAT MENENGAH 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA II (Drs. Marsis Sutopo, M.Si) METODE PEMUGARAN BANGUNAN CANDI BAHAN BATU (Aris Munandar) METODE PEMUGARAN CANDI BAHAN BATA (Ismijono) METODE PEMUGARAN BANGUNAN TRADISIONAL BAHAN KAYU (Drs. Wahyu Indrasana) METODE PEMUGARAN BANGUNAN KOLONIAL RENCANA KONTIJENSI (Ir. A. Kriswandhono, M. Hum)
PADA BENCANA GEMPABUMI DI CANDI BOROBUDUR STUDI DAN PERENCANAAN PEMUGARAN (Ismijono)
Modul Pelatihan Tenaga Teknis Pemugaran Tingkat Menengah 2013
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Balai Konservasi Borobudur
1
BAB I GAMBARAN UMUM
Balai Konservasi Borobudur sebagai pengelola Zona I Candi Borobudur bertanggungjawab terhadap pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Candi Borobudur dan lingkungannya. Telah dilakukan penyusunan Pedoman Penanggulangan dan Manajemen Bencana Candi Borobudur meliputi penanganan bencana erupsi gunung api dan bencana gempa bumi. Candi Borobudur termasuk dalam kawasan rawan bencana yang harus diwaspadai dan dilakukan perencanaan penanggulangan bencana. Candi Borobudur telah beberapa kali terkena dampak erupsi gunung api yaitu Gunung Merapi pada tahun 2006 dan 2010, serta erupsi Gunung Kelud pada Februari 2014 silam. Pada kenyataannya, seringkali setiap bencana gunung api terjadi mengikuti pula bencana gempa bumi. Dalam menindaklanjuti pemanfaatan Candi Borobudur dan lingkungannya. Telah dilakukan penyusunan Pedoman Penanggulangan dan Manajemen Bencana Candi Borobudur disusun pula Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api dan Rencana Kontijensi Bencana Gempa Bumi yang merupakan bencana dengan resiko tinggi berdampak terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya. Kontijensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak terjadi, sedangkan Rencana Kontijensi adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontijensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu Rencana Kontijensi saat terjadi adalah menjadi sebuah Rencana Operasi Tanggap Darurat bencana yang melibatkan berbagai pihak dan sektor dalam penanganannya. Tujuan disusunnya Rencana Kontijensi ini adalah sebagai pedoman penanganan bencana gempa bumi pada saat tanggap darurat bencana yang cepat dan efektif serta sebagai dasar mobilisasi sumber daya para stakeholder yang turut berperan serta.
BAB II PENGEMBANGAN SKENARIO
Ketika terjadi bencana letusan Gunung Api, kejadian gempa bumi dapat turut serta menyertainya namun tidak menutup kemungkinan gempa bumi terjadi tanpa bencana ikutan lainnya dikarenakan letak Candi Borobudur di kawasan rawan bencana. Pada saat gempa bumi terjadi, terdapat 5 (lima) aspek yang mungkin terkena dampaknya yaitu : a. Aspek kehidupan Saat masih kunjungan candi, hal pertama yang menjadi perhatian adalah evakuasi pengunjung segera secara cepat dan tepat. Hal yang membahayakan adalah ketika batu-batu komponen Candi Borobudur jatuh, runtuh dan menimpa pengunjung. Petugas di monumen dan halaman candi membantu proses evakuasi pengunjung dengan tetap memperhatikan keselamatan diri. Diperhatikan pula jika terdapat pengunjung yang terluka dikarenakan batu-batu komponen candi yang jatuh, segera ditangani agar tidak semakin parah dan jika diperlukan dibawa ke puskesman terdekat maupun rumah sakit. b. Aspek sarana/prasarana/fasilitas/aset Gempa bumi yang terjadi dalam skala kecil mungkin memang tidak mempengaruhi struktur batuan candi, dalam skala sedang walaupun tidak sampai membuat batu-batu candi jatuh namun dapat membuat batu-batu komponen candi bergeser. Gempa bumi dalam skala besar dapat membuat batu-batu komponen candi jatuh maupun pecah, oleh sebab itu diperlukan perkuatan ornamen candi agar tidak mudah bergeser atau jatuh dengan tetap memperhatikan keaslian. Selain berdampak terhadap batu-batu candi yang merupakan aset arkeologi, gempa bumi dalam skala besar dapat pula meruntuhkan bagian prasarana keamanan maupun pemeliharaan yang berada di Zona I Candi Borobudur.
c. Aspek ekonomi Jika dampak gempa bumi termasuk dalam kondisi parah, maka kunjungan di Candi Borobudut untuk sementara waktu dapat ditutup dalam rangka pemulihan pasca bencana. Dikarenakan adanya penutupan jam kunjungan, sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup para pedagang maupun masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya pada Candi Borobudur. d. Aspek pemerintahan Dikarenakan para staf dan petugas Balai Konservasi Borobudur maupun PT. TWCB Unit Borobudur serta instansi lain juga turut serta membantu dalam tanggap darurat maupun pemulihan, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kegiatan pemerintahan yang ada dikarenakan harus lebih terkonsentrasi dalam penanganan pasca bencana. e. Aspek lingkungan Dibandingkan dengan dampak erupsi gunung api, memang dampak bencana gempa bumi terhadap lingkungan di sekitar Candi Borobudur tidaklah terlalu signifikan. Saat evakuasi pengunjung yang panik, dapat merusak pertamanan yang ada.
BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dalam rencana kontijensi bencana Gunung Api, Balai Konservasi Borobudur mengambil beberapa kebijakan dan strategi diantaranya yaitu : 1. Kebijakan a. Minimalisasi korban pengunjung b. Penutupan sementara Candi Borobudur (masa tanggap darurat dan masa recovery kurang lebih 10 hari) c. Penanganan setempat
bencana
dengan
melibatkan
masyarakat
d. Koordinasi dan kerjasama dengan stakeholder dalam penanganan bencana 2. Strategi a. Menyiapkan jalur avakuasi pengunjung dan titik kumpul b. Melakukan tanggap darurat bencana (tindakan evakuasi, SAR, dan P3K) c. Menyebarluaskan informasi mengenai bencana yang terjadi, dampak, dan tindakan pemulihannya d. Melaksanakan kajian dan monitoring dampak, evaluasi pasca bencana e. Menyusun prosedur tetap tanggap darurat gempa bumi
BAB IV PERENCANAAN SEKTORAL
Perencanaan sektoral dilaksanakan untuk penanganan kedaruratan agar dapat teratasi dengan baik, pembagian tugas antar sektor yang bertanggungjawab dalam penanganan tanggap darurat. Dalam tanggap bencana gempa bumi Candi Borobudur, perencanaan sektoral terdiri atas : a. Sektor manajemen dan koordinasi Sasaran : 1. Mengadakan koordinasi dengan seluruh instansi terkait 2. Terkendalinya penanganan bencana saat tanggap darurat 3. Terkendalinya proses evakuasi pengunjung 4. Terkoordinasinya kegiatan pencarian dan penyelamatan jika terdapat korban 5. Terkendalinya sistem keamanan saat terjadi bencana 6. Terkendalinya logistik pendukung bagi pengunjung yang dievakuasi 7. Terkoordinasinya antar seksi dan antar regu tanggap darurat gempa bumi 8. Terkendalinya administrasi dan dokumentasi selama tanggap darurat bencana berlangsung Pelaku Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, Hotel Manohara, Puskesmas Borobudur, PAM Obvit Polres Magelang, Polsek Borobudur, Polres Magelang, Koramil Borobudur, Kodim Magelang, BPBD Kab. Magelang, PMI Kab. Magelang, Tanker, Jasa Raharja, LSM, dan Masyarakat
b. Sektor kesehatan Sasaran : 1. Terlaksananya pelayanan penanganan korban 2. Terlaksanaya pelayanan perlindungan diri terhadap diri korban Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, Puskesmas Borobudur, PMI Kab. Magelang, Jasa Raharja c. Sektor sarana, prasarana, dan aset Sasaran : 1. Terangkutnya semua pengunjung ke lokasi penampungan sementara yang telah disiapkan (Zona II Candi Borobudur). 2. Terdomentasikannya seluruh kegiatan penanganan tanggap darurat bencana 3. Terinventarisasi aset-aset berharga dan aset arkeologi Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, PAM Obvit Polres Magelang, Polsek Borobudur, Polres Magelang, Koramil Borobudur, Kodim Magelang, BPBD Kab. Magelang, Tanker, LSM, dan Masyarakat d. Sektor logistik Sasaran : 1. Pengunjung menjadi lebih aman dan merasa nyaman Pelaku : Balai Konservasi Borobudur, PT. TWCB Unit Borobudur, BPBD Kab. Magelang, Pemadam Kebakaran Kab. Magelang, Tanker, LSM, dan Masyarakat
BAB V PEMANTAUAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT Untuk menguji rencana kontijensi bencana gempa bumi yang telah dibuat, maka dilaksanakan kegiatan simulasi rutin guna meningkatkan kompetensi dan kemampuan petugas maupun staf Balai Konservasi Borobudur. Dalam pelaksanaan simulasi ini, diusahakan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan saat bencana gempa bumi benar – benar terjadi. Balai Konservasi Borobudur telah menyusun Tim Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi yang juga melibatkan stakeholder terkait. Tim Tanggap Darurat dimaksud terdiri dari : 1. Sektor siaga, terdiri dari regu peringatan dini dan regu pemetaan 2. Sektor tanggap darurat, terdiri dari regu perntis, regu keamanan, regu SAR & P3K, Regu Evakuasi, Regu Penanganan Batu Candi, Regu Logistik dan Dapur Umum, Regu Administrasi dan Dokumentasi, Regu Informasi dan Hubungan Luar, Regu Relawan Masing-masing regu memiliki tanggungjawab masing-masing yang dijabarkan pada tabel di bawah ini :
NO. 1.
Stuktur Organisasi
Deskripsi Tugas
Komandan Tim Tanggap Bencana
Bertugas mengkoordinir seluruh rangkaian kegiatan penanganan bencana pada situasi tanggap darurat bencana karena Gempa yang berdampak terhadap Candi Borobudur
2.
Koordinator Lapangan
Bertugas mengkoordinir semua regu tanggap bencana, mengatur jadwal, membagi tugas dan monitoring kondisi di lapangan pada situasi tanggap darurat bencana.
3.
Ketua Seksi Siaga
Bertugas mengkoordinir regu peringatan dini dan regu pemetaan untuk segera bekerja saat ada informasi dari Komandan Tim Tanggap Bencana/BPPTK/Radio/TV. a. Regu Peringatan Dini
Bertugas : 1. Bersama dengan ketua regu jaga Satpam mengumumkan kepada pengunjung Candi Borobudur tentang kejadian Gempa yang terjadi baik melalui loudspeaker Satpam maupun lewat HT kepada semua Satpam yang sedang bertugas. 2.
b. Regu Pemetaan
4.
Seksi Tangap Darurat
Memberi informasi kepada seluruh ketua Seksi tentang kejadian gempa untuk diteruskan kepada ketua regu dan anggota regu yang berada di bawah koordinasinya.
Bertugas memetakan kondisi pengunjung candi, perkiraan jumlah pengunjung di atas dan di halaman candi dan melaporkan melalui komunikasi radio/HT kepada semua ketua seksi dan keta regu Bertugas mengkoordinir semua regu tanggap darurat yang terlibat dalam situasi tanggap darurat, membagi tugas, plotting posisi petugas dan monitoring kegiatan seksi tanggap darurat.
a. Regu Perintis
Bertugas membuka jalan untuk kelancaran evakuasi pengunjung. Membersihkan obyek-obyek di candi yang dapat mengganggu proses evakuasi (misalnya menyingkirkan tempat sampah, memindahkan papan peringatan/penutup jalan).
b. Regu Keamanam
Bertugas mengamankan obyek Candi Borobudur, halaman dan kawasan zona I, megamankan jalur evakuasi dan pengunjung.
c. Regu SAR dan P3K
Bertugas membantu pengunjung dalam proses evakuasi dan menangani korban (pengunjung yang cedera, sakit, dsb). dengan memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke RS atau Puskesmas. Menyediakan peralatan pertolongan pertama, medical kit, tandu, spalc, dsb.
d. Regu Evakuasi
Bertugas melakukan evakuasi pengunjung dalam situasi tanggap darurat bencana. Membantu pengunjung anak-anak, lansia, dan difabel. Membantu pengunjung saat menuruni tangga, dsb.
e. Regu Penanganan batu candi
Bertugas menangani pengamanan fisik candi, membantu regu inventarisasi dan asset .
f. Regu Logistik dan Dapur Umum
Bertugas menyiapkan tempat evakuasi, masker, pita, police line, dsb. Menyiapkan dapur umum, minuman, makanan untuk petugas dan pengunjung.
g. Regu Inventarisasi Aset Arkeologi
Bertugas mendata aset arkeologi dan kondisi candi secara keseluruhan.
h. Regu Administrasi dan dokumentasi
Bertugas mendata jumlah pengujung yang dievakuasi, jumlah korban (luka ringan, berat, meninggal), korban yang dibawa ke puskesmas/RS. Bertugas mendokumentasikan proses evakuasi dengan foto dan video.
i. Regu Informasi & Hubungan luar
Bertugas memberikan informasi proses tanggap bencana kepada masyarakat, pers, instansi lain dengan berkoordinasi regu administrasi dan komandan Tim Tanggap darurat bencana.
j. Regu Relawan
Bertugas untuk mengkoordinir relawan dari masyarakat, LSM dan pihak luar yang ingin membantu proses tanggap darurat bencana.
SKENARIO SIMULASI TANGGAP DARURAT BENCANA GUNUNG API
HARI/TGL Hari pertama
Hari ketiga
Hari kelima
JAM 07.00
14.00
08.30-08.45
KONDISI •
Berawal dari BMKG menginformasikan telah terjadi gempa yang berpusat di Gunung Merapipadakedalaman 10 km dengan skala 5 Richter. BMKG menetapkan status siaga di wilayah Yogyakarta- Jawa Tengah
•
Info penetapan kondisi siaga di Kab. Magelang dan sekitarnya terkait adanya gempa tersebut kemudian diteruskan oleh BPBD Kab. Magelang.
•
Secara langsung Kepala BPBD kemudian menghubungi Kepala Balai Konservasi Borobudur untuk memberitahukan kondisi tersebut.
•
Kepala Balai Konservasi Borobudur kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penutupan sementara terhadap aktifitas konservasi dan pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon namun demikian aktifitas pemanfaatan masih diperbolehkan pada halaman candi saja.
•
Hingga pada hari ketiga, tidak terjadi gempa susulan sehingga oleh BMKG yang telah menetapkan status siaga kemudian menurunkannya menjadi kondisi aman di wilayah Kabupaten Magelang dan sekitarnya.
•
Kepala BPBD secara langsung menghubungi Kepala Balai Konservasi Borobudur perihal penurunan status siaga menjadi status aman.
•
Atas instruksi dari Kepala Balai Konservasi Borobudur maka Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon kembali di buka untuk segala aktifitas konservasi dan pemanfaatan.
•
Semua peserta simulasi dimohon untuk segera berkumpul di halaman Candi Borobudur. Pengunjung yang berkenan mengikuti proses simulasi dilaksanakan sesuai arahan panitia.
•
08.45-09.00
Apel Pengarahan Komandan Tim Tanggap Bencana di halaman Candi Borobudur, karena gempa Bumi memasuki status AWAS. Semua regu berkumpul, komandan tanggap bencana memerintahkan langkah evakuasi.
09.00-09.15
•
BMKG menginformasikan bahwa pada pukul 09.00 telah terjadi gempa berkekuatan 7 skala Richter yang berpusat di Gunung Merapi dengan kedalaman 8 Km. Kepala BMKG kemudian menetapkan status AWAS termasuk di Kab. Magelang dan sekitarnya.
•
Info penetapan kondisi siaga pada Kab. Magelang dan sekitarnya terkait adanya gempa tersebut kemudian diteruskan oleh BPBD Kab. Magelang.
•
Secara langsung Kepala BPBD kemudian menghubungi Kepala Balai Konservasi Borobudur untuk memberitahukan kondisi tersebut.
•
Kepala Balai Konservasi Borobudur kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penutupan sementara terhadap aktifitas konservasi dan pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon.
•
Kepala Balai Konservasi Borobudur langsung memerintahkan tim tanggap bencana untuk berkumpul dan melakukan evakuasi pada Candi Mendut.
09.15-09.45
• • •
Penutupan Candi Borobudur untuk sementara. Proses evakuasi sesuai rute yang ditentukan. Komunikasi antara komandan tanggap bencana dengan koordinator regu tanggap bencana.
09.45
•
Laporan adanya pengunjung yang cidera maupun meninggal dunia. Penanganan pengunjung cidera oleh regu SAR dan P3K. Laporan adanya kerusakan aset.
• • 09.45-10.00
•
• 10.00-10.15
• •
Pendataan pengunjung ataupun peserta yang berperan sebagai korban kemudian di rawat dan dibawa ke puskesmas ataupun rumah sakit terdekat. Pendataan aset candi yang mengalami kerusakan. Laporan-laporan setiap regu kepada Komandan tim tanggap bencana Evakuasi dinyatakan selesai
10.15
Kepala Balai Konservasi mengeluarkan instruksi untuk penutupan sementara Candi Borobudur dari segala aktivitas konservasi dan pemanfaatan hingga kondisi aman.
10.20-10.45
Penjelasan Komandan tim dan instruksi untuk peningkatan kesiapsiagaan
Pasca tanggap darurat penanganan bencana gempa bumi, Balai Konservasi Borobudur tetap melaksanakan pemantauan dengan berkoordinasi stakeholder. Pemantauan dilaksanakan untuk memonitoring perkembangan situasi dan kondisi yang bisa kembali terjadi. Dilakukan pula evaluasi terhadap pelaksanaan operasi tanggap darurat maupun evaluasi terhadap simulasi tanggap darurat bencana.