MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK DESAIN PENGENDALIAN TEMPERATUR PANEL LINE D-10 BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 PADA MESIN CARTONING DAN WRAPPING PT. UNILEVER RUNGKUT-SURABAYA Laras dwi Kawuri1, Sumardi, ST, MT2 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia
Abstrak: Sebuah panel berisi seluruh komponen elektronik yang mengatur kerja suatu mesin. Dalam proses ini, seluruh komponen didalamnya pasti mengasilkan panas yang mempengaruhi temperatur didalam panel. Permasalahan muncul ketika mesin yang terus menerus bekerja, akan tetapi tidak diimbangi dengan adanya pengaturan suhu di dalam panel. Hal ini sangat beralasan karena panas yang dihasilkan akan meningkatkan temperatur didalam panel, sedangkan setiap komponen dihadapkan pada kenyataan bahwa masing-masing komponen memiliki daerah kerja efektif pada temperatur tertentu. Oleh karena itu diperlukan suatu desain yang dapat mengendalikan temperatur udara di dalam panel, yang diharapkan temperatur dalam panel berada pada kisaran 30 derajat celcius. Untuk mendapatkan desain ini maka sebuah fan akan digunakan sebagai aktuator yang akan dikontrol menggunakan Mikrokontroler AT89S51. Kata-kunci : panel, fan, Mikrokontroler AT89S51.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang sangat pesat dengan dukungan teknologi yang canggih dan ekonomis akan diperoleh efektifitas dan efisiensi yang baik dari sumber daya yang dimiliki suatu instansi/perusahaan. Seiring dengan gerak majunya dunia industri saat ini, perkembangan teknologi elektronika digital yang bermuara pada sistem komputer digital secara tidak langsung menjadikan teknologi kontrol turut terlibat dan mengambil bagian dari kemajuan tersebut. Aplikasinya dapat di jumpai pada perusahaan/industri modern yang menggunakan sistem kontrol yang di dalamnya terdapat sistem mikroprosesor, bahkan melibatkan sistem komputer canggih secara modern. PT. UNILEVER Indonesia dalam bidang kegiatannya telah menjalankan usahanya dalam bidang produksi kebutuhan sehari-hari. PT. Unilever Indonesia selama ini telah mengaplikasikan teknologi tinggi dalam operasinya, salah satunya adalah pada proses pengemasan atau packaging. Pada prakteknya, proses produksi di PT. Unilever Indonesia merupakan proses yang terus berjalan selama 24 jam setiap hari selama enam hari. Kondisi ini menuntut PLC dan berbagai komponen pengendalian untuk selalu on sehingga menimbulkan suatu persoalan, yaitu dissipasi panas komponen. Komponen yang bekerja akan menghasilkan dissipasi panas yang akan mempengaruhi suhu dalam panel dan kemudian kembali mempengaruhi kinerja komponen. Untuk itu diperlukan 1 2
Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP Dosen Jurusan Teknik Elektro UNDIP
sebuah pengontrol temperatur dalam panel agar suhu dalam panel dapat dipertahankan pada batas yang aman. 1.2
Tujuan Makalah Kerja Praktek ini bertujuan untuk mengetahui ciri umum kontroler proporsional, integral, dan derivatif pada proses industri serta mengetahui komponen penyusun sistem pengontrol suhu pada panel Line D-10 PT. Unilever Indonesia. 1.3
Batasan Masalah Dalam makalah kerja praktek ini membahas hal-hal yang bersifat umum yang menyangkut tentang ciri umum kontroler Proporsional Integral dan Derivatif serta perancangan sistem pengontrol suhu pada panel mesin Cartoning dan Wrapping. 2. DASAR TEORI 2.1 Kontroler Proporsional Integral dan Derivatif pada Proses Industri. Keberadaan kontroler dalam sebuah sistem kontrol mempunyai kontribusi yang besar terhadap perilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu sub sistem, yaitu kontroler.
Kontroler proporsional, integral, dan diferensial (PID) merupakan salah satu kontroler automatic di dunia industri. Prinsip dasar kontroler automatic adalah membandingkan harga yang sebenarnya dari keluaran “plant” dengan harga yang diinginkan, menentukan deviasi, dan menghasilkan suatu sinyal kontrol yang akan memperkecil deviasi sampai nol atau sampai suatu harga yang kecil. Masukan ref erensi
Penguat
titik pengatur (set point)
du(t) K i e(t) dt atau t
u(t) K i e(t)dt
Detektor galat
+
Pada kontroler dengan aksi kontrol integral, harga keluaran kontroler u(t) diubah dengan laju yang sebanding dengan sinyal kesalahan penggerak e(t). Jadi, fungsi alih dari pengendali integral adalah
Aktuator
Kendalian
0
Keluaran
dengan Ki adalah konstanta yang dapat diubah. +
sinyal galat aktuasi
-
Sensor
E(s)
Ki s
U(s)
Gambar 1 Diagram blok sistem kendali di industri Aksi Kontrol Proporsional. Kontroler proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Maka, kontroler dengan aksi kontrol proporsional, hubungan antara keluaran kontroler u(t) dan sinyal kesalahan penggerak e(t) adalah
Gambar 3 Diagram blok kontroler integral
2.2
u(t) K p e(t ) Fungsi alih dari pengendali proporsional adalah
U(s) Kp E(s) dengan Kp adalah penguatan proporsional. +
-
E(s)
KP
U(s)
Gambar 2 Diagram blok kontroler proporsional Pengguna kontroler proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini: 1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat. 2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan mantabnya. 3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga
mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi. 2.3
Aksi Kontrol Integral. Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol.
Kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini: 1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral cenderung memperlambat respon. 2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai sebelumnya. 3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler. 2.4
Aksi Kontrol Derivatif. Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya Td Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut: 1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan). 2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan. (Powel, 1994, 184).
3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.
meningkatnya suhu dalam panel. Oleh karena itu, pada desain sistem kontrol suhu ini diharapkan dapat menurunkan suhu di dalam panel menjadi 30 derajat celcius.
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya.
3. PERANCANGAN SISTEM KONTROL SUHU PANEL LINE D – 10 Sistem pengendalian suhu panel Line D-10 mesin Cartoning dan Wrapping PT Unilever Indonesia pada Personal Care Factory dirancang mengggunakan rangkaian tertutup (closed loop) dengan sebuah umpan balik. Sebuah kipas (fan) digunakan untuk mengendalikan banyak sedikitnya udara panas yang akan dikeluarkan dari dalam panel, yang didalamnya terdapat sensor suhu. Dengan adanya umpan balik (feedback), data dari sensor suhu akan diproses menjadi error yang merupakan selisih antara suhu yang diinginkan (settling point) dengan data hasil dari sensor suhu pada panel. Error yang didapat akan menjadi masukan pada pengendali. Pengendali ini yang akan mengendalikan sebuah kipas dc. Perancangan pengendalian suhu ini menggunakan Mikrokontroler AT89S51, yang digunakan untuk menghitung selisih suhu referensi dengan suhu keadaan nyata. Selain itu mikrokontroler juga digunakan sebagai pengendali PI digital dan pemodulasi lebar pulsa (PWM/Pulse Width Modulation) untuk tegangan masukan motor DC. Mikrokontroler juga dihubungkan dengan LCD dan sebuah keypad 12 tombol.
Gambar 4 Diagram blok perangkat keras sistem pengendalian suhu Panel Line D-10 Mesin Cartoning dan Wrapping. Komponen-komponen yang berada dalam panel mesin cartoning maupun wrapping diantaranya adalah power supply, PLC, contactor relay, dan overload relay. Mesin yang digunakan dengan intensitas yang tinggi mengakibatkan semua komponen yang berada dalam panel mengeluarkan panas yang mengakibatkan
Gambar 5 Panel line D-10 mesin cartoning 3.2
Sensor Suhu dan Pengkondisi Sinyal IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pegubah dari besaran fisis suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV.
Gambar 6 Rangkaian umum pengukur suhu Jangkauan pengukuran sistem ini antara 0°C sampai dengan 78°C, sehingga tegangan yang dikeluarkan sensor LM35 berada dalam jangkauan 0 volt sampai 0.78 volt. Tegangan keluaran sensor suhu akan dibaca oleh mikroprosesor melalui ADC, sedangkan tegangan masukan ADC berada dalam jangkauan 0 volt sampai 5 volt. Karena itu, sinyal keluaran sensor dengan jangkauan 0 volt sampai 0.78 volt harus dikondisikan menjadi tegangan dengan jangkauan 0 volt sampai 5 volt. Rangkaian pengkondisi sinyal digunakan untuk mengubah tegangan keluaran LM35 sebesar 0 volt sampai 0.78 volt menjadi 0 volt sampai 5 volt. Rangkaian pengkondisi sinyal (op - amp) yang dipilih untuk mengubah jangkauan tegangan adalah penguat tak membalik LM 741CN, yang memiliki internal blok diagram sebagai berikut:
3.1
Gambar 7 Internal block diagram LM 741CN
3.3
Analog to Digital Converter (ADC) ADC yang digunakan pada rancangan ini adalah ADC 0804 yang digunakan untuk mengubah masukan analog keluaran sensor suhu yang sudah dikuatkan menjadi data digital 8 bit yang akan diolah dalam mikrokontroler. Beberapa karakteristik penting dari ADC 0804 adalah: 1. Mempunyai dua masukan analog yaitu : Vin(+) dan Vin(-) 2. Jangkauan nilai tegangan masukan ADC 0804 sebesar 0 volt sampai 5 volt, yaitu jangkauan nilai tegangan kerja sensor setelah dikuatkan oleh pengkondisi sinyal. 3. Mempunyai rangkaian clock internal, yang dapat menghasilkan frekuensi clock sebesar f = 1/(1.1RC). 4. ADC 0804 didesain untuk mudah dihubungkan dengan bus data suatu sistem mikroprosesor.
Rangkaian ADC ini ditunjukkan oleh gambar berikut:
Fungsi - fungsi Port : Port 0 : Merupakan port paralel 8 bit open drain dua arah. Bila digunakan untuk mengakses memori luar, port ini akan memultipleks alamat memori dengan data. Port 1 : merupakan port paralel 8 bit dua arah yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Port 2 : merupakan port paralel selebar 8 bit dua arah. Port ini melakukan pengiriman byte alamat bila dilakukan pengaksesan memori eksternal. P3.0 : Saluran masukan serial P3.1 : Saluaran keluaran serial P3.2 : Interupsi eksternal 0 P3.3 : Interupsi eksternal 1 P3.4 : Masukan eksternal pewaktu / pencacah 0 P3.5 : Masukan eksternal pewaktu / pencacah 1 P3.6 : Sinyal tanda baca memori data ekstrenal. P3.7 : Sinyal tanda tulis memori data eksternal. Adapun rangkaian sistem minimum mikrokontroler AT89S51 sesuai dengan gambar berikut
Gambar 8 Rangkaian ADC 0804
Pentanahan pin CS dilakukan agar selalu mendapat logika 0, sehingga ADC akan selalu aktif. Pin RD, WR, dan INTR dihubungkan ke p2.7, p2.6 dan p2.2, dan pemberian logika untuk pin-pin tersebut diatur dari program. 3.4
Mikrokontroler AT89S51 Adalah salah satu tipe dari mikrokontroler atmel keluarga MCS51. Susunan kaki mikrokontroler AT89S51
Gambar 10 Sistem minimum mikrokontroller AT89S51 Pada perancangan sistem pengaturan ini , port 0 digunakan untuk scanning keypad, port 1 digunakan sebagai port pengiriman data ke LCD, dan port 3 digunakan sebagai pembaca data dari ADC 0804. 3.5
Gambar 9 Konfigurasi pin mikrokontroler AT89S51 Vcc : Suplai Tegangan GND : Ground atau pentanahan RST : Masukan reset. Kondisi logika „1‟ selama siklus mesin saat osilator bekerja dan akan mereset mikrokontroler yang bersangkutan.
Fan Pada perancangan sistem kontrol suhu ini, sebuah fan akan diatur kecepatannya sebanding dengan suhu dalam panel. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan konsumsi energi, mengurangi noise yang ditimbulkan oleh fan, serta meningkatkan reliability dari fan yang digunakan. Kecepatan fan akan diatur dengan kontroler PID, dengan metode tuning trial and error. Tipe fan yang digunakan dalam perancangan ini adalah fan yang memiliki 2 wire, dengan sumber tegangan dc. Fan 2 wire hanya memiliki terminal untuk power dan ground. Tegangan yang dibangkitkan menuju fan dapat bervariasi, untuk kecepatan yang rendah (misalnya saat suhu dalam
panel sudah mendekati referensi) tegangan akan turun, sedangkan saat kecepatan yang tinggi maka tegangan akan naik. 3.6
Liquid Crystal Display (LCD) Penampil Kristal cair atau Liquid Crystal Display (LCD) adalah seperangkat peralatan yang terdiri dari Kristal cair dan beberapa chip memori pengolah tampilan yang dapat deprogram untuk menampilkan karakter. M1632 merupakan modul dot matrix tampilan Kristal cair (LCD) dengan tampilan 16x2 baris dengan konsumsi daya rendah. Modul LCD ini telah dilengkapi dengan mikrokontroler yang didesain khusus untuk mengendalikan LCD, berfungsi sebagai pengatur (system controller) dan penghasil karakter (character generator). Pengaturan visual dibutuhkan dalam pemasukan data ke mikrokontroler dan untuk mengetahui keadaan (suhu) pada saat proses sedang berjalan, maka dipilih LCD M1632 sebagai alat untuk pengamatan visual. Driver LCD seperti HD44780 memiliki dua register yang aksesnya diatur menggunakan pin RS. Pada saat RS berlogika 0, register yang diakses adalah perintah, sedangkan pada saat RS berlogika 1, register yang diakses adalah register data. Agar dapat mengaktifkan LCD, proses inisialisasi harus dilakukan dengan cara mengeset bit RS dan mengclear-kan bit E dengan delay minimal 15 ms. Kemudian mengirimkan data 30H dan ditunda lagi selama 5 ms. Proses ini harus dilakukan tiga kali, lalu mengirim inisial 20H dan interface data length dengan lebar 4 bit saja (28H). Setelah itu display dimatikan (08H) dan di-clearkan (01H). Selanjutnya dilakukan pengesetan display dan cursor, serta blinking apakah ON atau OFF.
Gambar 11 Rangkaian LCD M1632 Mode kerja yang digunakan adalah mode 4 bit, sehingga bus data yang digunakan hanyalah DB4-DB7, DB4-DB7 dari LCD M1632 dihubungkan langsung dengan kaki P1.4-P1.7 mikrokontroler. Kendali kerja LCD dilakukan oleh P1.0 untuk pin RS (kaki 4), P1.1 untuk pin R/W(kaki 5), dan pin 1.2 untuk pin E(kaki 6) pada LCD. 3.7
Pulse Width Modulation (PWM) Dalam desain pengontrol ini digunakan PWM digital, yaitu PWM yang dibuat dalam bentuk perangkat lunak yang disimpan dalam mikrokontroler. Sedangkan
driver PWM digunakan untuk menghubungkan pin 25 mikrokontroler (yang digunakan sebagai keluaran PWM dari mikrokontroler) dengan kipas angin (yang membutuhkan tegangan 12 volt) sehingga kecepatan putar kipas angin sebagai pendingin dapat dikendalikan. Skema dari driver PWM ini ditunjukkan pada gambar berikut
Gambar 12 Skema plant pengatur suhu dengan PWM driver
4. PENUTUP Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, Pengaturan temperature pada Panel Line D-10 mesin cartoning dan wrapping PT. Unilever Indonesia dirancang dengan menggunakan kontroler Proporsional Integral dan Derivatif (PID) dengan suhu referensi 30 derajat celcius. Kedua, Pada perancangan pengendalian temperatur ini digunakan Mikrokontroller AT89S51 dengan perangkat masukan sensor suhu LM 35, ADC 0804, keypad, dan perangkat keluaran LCD serta fan Ketiga, Mikrokontroler AT89S51, yang digunakan untuk menghitung selisih suhu referensi dengan suhu keadaan nyata. Selain itu mikrokontroler juga digunakan sebagai pengendali PI digital dan pemodulasi lebar pulsa (PWM/Pulse Width Modulation) untuk tegangan masukan motor DC. Keempat, IC LM35 digunakan sebagai sensor suhu dengan jangkauan pengukuran antara 0°C sampai dengan 78°. Kelima, ADC yang digunakan pada rancangan ini adalah ADC 0804 yang digunakan untuk mengubah masukan analog keluaran sensor suhu yang sudah dikuatkan menjadi data digital 8 bit yang akan diolah dalam mikrokontroler. Keenam, Pada mikrokontroller port 0 digunakan untuk scanning keypad, port 1 digunakan sebagai port pengiriman data ke LCD, port 2.2, port 2.6, port 2.7 masing-masing dihubungkan pada pin INTR, WR, dan RD pada ADC, sedangkan port 3 digunakan sebagai pembaca data dari ADC 0804. Ketujuh, Tipe fan yang digunakan dalam perancangan ini adalah fan yang memiliki 2 wire, dengan sumber tegangan dc. Kedelapan, Mode kerja yang digunakan pada LCD adalah mode 4 bit. Kesembilan, PWM yang digunakan adalah yang dibuat dalam perangkat lunak.
Beberapa yang dapat diperhatikan adalah: Pertama, Fan yang digunakan sebagai ventilasi udara hendaknya selalu dibersihkan agar tidak tersumbat debu. Karena apabila tersumbat debu maka akan terjadi perbedaan yang cukup berarti antara udara yang seharusnya dapat dialirkan dengan keadaan yang sebenarnya. Kedua, Agar pengukuran suhu panel lebih akurat perlu dilakukan proses pengecekan suhu yang tampil pada LCD secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA [1] Bleier, P Frank, 1997. Fan Handbook Selection, Application, and Design. Chicago : McGraw-Hill [2] Gopal, M, 2008. Digital Control, Manchester : Tata McGraw Publishing Company Limited. [3] Ogata, Katsuhito, 1994. Teknik Kontrol Automatik Sistem Pengaturan. Jakarta : Erlangga. [4] Setiawan, Iwan, 2002. KOntrol PID untuk Proses Industri. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. [5] Puta, Agfianto Eko, 2002. Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55. Jakarta : Penerbit Gaya Media. [6] www.unilever.com LARAS DWI KAWURI (L2F 006 061). Lahir di Jakarta, 14 November 1988. Saat ini masih menjadi Mahasiswa S1 di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang dengan konsentrasi Kontrol.
Mengetahui dan Mengesahkan : Semarang, Juli 2009 Pembimbing
Sumardi, S.T, M.T. NIP. 132 125 670 Tanggal :