Mahasiswa UNAIR Hasilkan Inovasi Terapi Pengantar Tidur Bagi Penderita Insomnia UNAIR NEWS – Insomnia menjadi penyebab manusia mengalami gangguan dalam kualitas hidup. Hampir semua orang di dunia pernah mengalami insomnia. Sekitar 30% orang dewasa mengalami insomnia dan 10% diantaranya mengalami insomnia dengan derajat berat sehingga berdampak terhadap kualitas hidup mereka. Beberapa penanganan insomnia yang telah dilakukan yaitu menggunakan alat penutup mata yang membantu mengatur cahaya untuk tidur, ada juga beberapa penderita menggunakan aromaterapi untuk menciptakan ketenangan, selain itu penggunaan obat tidur juga menjadi solusi yang sering dijumpai. Dari informasi tersebut, memotivasi kelompok PKM Karsa Cipta Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang diketuai oleh Anneke Widi Prastiwi (Angkatan 2013) untuk menciptakan gagasan inovatif yang berguna sebagai pengantar tidur penderita insomnia ringan. Program berdanakan hibah DIKTI ini oleh kelompok diberi nama Blindfold eye with vibration and aromatherapy. “Keunggulan alat ini yaitu dilihat dari sisi bentuk yang ringan dan portable, selain itu alat tersebut dilengkapi dengan aromaterapi lavender yang berfungsi meningkatkan gelombang alfa dan keadaan ini diasosiasikan dengan keadaan relaksasi,” jelas Anneke Bersama empat anggota lainnya yakni Nusrotud Diana, Aprilia Permata Sari, Wahyu Dwi Septinengtias, dan Risniawati, Anneke menciptakan aromaterapi lavender yang dapat membantu mengobati insomnia, mengurangi sakit kepala, dan menyembuhkan stres.
“Selain aromaterapi lavender, alat ini dilengkapi dengan vibrasi yang memberikan pijat dengan tujuan memberikan relaksasi bagi pengguna,” imbuhnya. Untuk cara penggunaannya, Anneke menjelaskan bahwa caranya sangatlah mudah dan bisa dilakukan oleh semua kalangan. “Cukup dengan menggunakan blindfold eye selama 20 menit dengan posisi tidur terlentang penderita insomnia sudah bisa merasakan relaksasi terapi dari alat ini,” pungkasnya. Editor: Nuri Hermawan
Berpesta Dengan Duka II UNAIR NEWS – Laki-laki itu membuatku penasaran, untuk apa pesta ini diadakan. Sebelum aku bertanya pada Durja dan Lukas, aku mengingat obrolan kami suatu siang saat jam istirahat kerja. Aku, Durja, dan laki-laki itu menghabiskan sisa jam istirahat di sebuah balkon tempat kami bekerja. Laki-laki itu mengawali pembicaraan kami di tengah siang yang tak seterik kemarin. “aku ingin berpesta” kalimat itu disambung hisapan batang rokok yang cukup panjang. Saat itu aku baru satu bulan mengenal mereka, maka aku pun bingung menjawabnya. Durja yang melihat kebingunganku, akhirnya angkat bicara menanggapi perkataan laki-laki itu. “bukannya satu bulan yang lalu saat istrimu keguguran kau sudah berpesta?” Keguguran? Pesta? Pesta setelah istrinya keguguran? Apa sudah
gila laki-laki ini? Aku pun menyela pembicaraan itu. “maaf bung, maksudnya berpesta saat istri bung keguguran itu bagaimana?” “dia itu kalau berpesta mana pernah melihat-lihat situasi” Durja menjawab sebelum laki-laki memberi penjelasan panjang pada kami. “ya, betul. Memang, seperti itu. Aku merayakan kehamilan istriku yang gugur. Jadi, ya itu caraku menghibur diri. Sebab kesedihan itu harus dirayakan kawan. Kau pernah lihat adat orang Toraja ketika ada yang meninggal? Mereka tak meratapi dengan tangisan dan diam di rumah. Kalau kita meratapi, kesedihan justru tinggal lebih lama, kawan. Kau akan sulit keluar dari kesedihan itu. Kebahagiaanmu bakal semakin jauh.” “ah masak begitu bung Durja?” aku hanya berpura-pura meminta pendapat Durja, karena sungguh ini pertama kalinya aku bertemu seseorang yang berpesta ketika seharusnya ia berkabung. Durja mengangkat bahu, ia menyalakan batang rokok yang kedua. Masih ada sepuluh menit kira-kira jam istirahat yang tersisa. “bung, nanti kalau aku membuat pesta, datanglah. Biar kita bisa merayakan kesedihan bersama-sama.” Aku mengangguk berkali-kali dengan ragu-ragu. Laki-laki itu ternyata mengerti ketidakterimaanku. “kenapa kau tampak ragu-ragu kawan? Ayolah, kita itu harus berpikir ke depan. Kesedihan itu kan bukan untuk diratapi, ditangisi berhari-hari. Kalau kita sedih terus, ia akan tertawa melihat kita. Semakin betah ia bersama kita. Kebahagiaan perlu dijemput.” Lalu ia melangkah masuk, meninggalkan aku dan Durja. “kau mungkin berpikir bahwa dia gila, tapi dia pernah lebih gila lagi dari pesta sebulan yang lalu”
“maksudmu Ja?” “Sebelum aku kenal dia, ada yang bercerita padaku seperti aku bercerita ini padamu. Waktu mertuanya meninggal, ia pun berpesta, tepat satu hari setelah pemakaman.” “istrinya tak tau soal pesta itu?” “entahlah bung, yang jelas menurut cerita itu juga, rumah tangganya masih baik-baik saja. Tapi mereka memang sering bertengkar. Setiap habis bertengkar dengan istrinya, dia pasti mengajak kami minum. Dia yang mentraktir.” Satu minggu setelah pembicaraan kami siang itu, aku diundang berpesta di rumah barunya. Ini baru masuk akal, pikirku. Aku datang pada pukul delapan malam, saat itu kulihat Durja sudah asyik dengan makanan dan minuman di hadapannya. Di sebelah Durja, duduk seseorang perempuan, dialah Maria. Ia menggunakan tanktop yang dibalut jaket kulit hitam, aku tau itu karena ia sempat melepaskan jaketnya. Roknya sepuluh senti di atas lutut, rambutnya terurai dan bergelombang, danjarijari lentiknya yang berkutek merah lincah memainkan batang rokok. Wanita ini misterius. Ia tak banyak bicara, bicaranya sedikit-sedikit atau ia hanya akan bicara bila perlu, bila ditanyai. Itulah yang membuatku semakin ingin mengenalnya. Di pesta berikutnya, malam ini, aku sudah lebih banyak berbincang dengannya. *** Lukas pergi mengambil minum. Hingga tinggal aku dan Durja, lalu Durja mencondongkan badannya ke arahku, dan berbicara dengan sedikit berbisik, “kau belum tau? Istrinya sudah pergi ke rumah mertuanya. Maksudku dia pulang ke rumahnya. Kemarin mereka bercerai.”
Penulis: Zumrotul Fatma Rahmayanti (Mahasiswi S1 Sastra Indonesia Universitas Airlangga)
Mengonsumsi Jus Stroberi Secara Rutin Bisa untuk Atasi Diabetes Melitus UNAIR NEWS – Empat mahasiswa jurusan biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, dalam inovasi penelitiannya berhasil membuktikan bahwa dengan mengonsumsi jus stroberi secara rutin dapat menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes secara signifikan. Hal itu diketahui melalui uji pada hewan mencit. Konsumsi jus stroberi merupakan alternatif bagi pengobatan penyakit diabetes mellitus (DM) yang sangat mahal. Empat orang mahasiswa UNAIR tersebut adalah Dwiyana Indah Safitri (17) Ketua Kelompok penelitian, Eka Kartika Arum Puspita Sari (18), Daulah Iftitah (18), dan Nabilatun Nisa (21). Hasil penelitian yang dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) berjudul “Manfaat Anti Oksidan Buah Stroberi (Fragaria sp.) Sebagai Obat Diabetes Mellitus Pada Mencit (Mus musculus)”. Dinilai prospektif, sehingga lolos penilaian Dirjen Dikti dan berhak atas dana hibah penelitian Kemenristekdiktik program PKM tahun 2017. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia, tahun 2013 diperkirakan penduduk Indonesia penyandang DM mencapai 16,5 juta. Diperkirakan pada tahun 2030 nanti di Indonesia terdapat sekitar 25 juta penyandang DM. Saat ini Indonesia menempati urutan keempat jumlah penderita DM terbesar di dunia setelah
AS, India, dan Cina. DM merupakan penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikurangi dan dikontrol kadar gula darahnya. Selain itu juga bisa dicegah. Jika tidak diobati, penyakit DM ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah, misalnya penyakit jantung, gagal ginjal, stroke, gangguan otak, dll. Karena biaya pengobatan DM yang relatif mahal, maka dibutuhkan pengobatan alternatif yang lebih terjangkau, namun tetap tepat sasaran, yaitu dapat mengontrol atau menurunkan kadar gula darah bagi penderitanya secara signifikan. Dalam sebuah jurnal yang dimuat di British Journal of Nutrition (2010) disebutkan bahwa konsumsi buah-buahan berries (termasuk stroberi) memiliki respon sangat baik untuk menurunkan kadar glukosa.
INDUKSI jus stroberi pada hewan uji, mencit. (Foto: Tim PKM-PE FST) Di bawah bimbingan dosennya, Drs. Saikhu Akhmad Husen, M.Kes., keempat mahasiswa ini mencoba meneliti manfaat buah stroberi yang mengandung flavonoid alami, yaitu fisetin (3,3’,4’7 Tetrahydroxyflavone). Fisetin ini dapat mencegah terjadinya
komplikasi pada penderita DM. Untuk menguji manfaat fisetin, buah stroberi diujikan pada hewan mencit. ”Kami mencoba memberikan pengobatan alternatif bagi penderita diabetes mellitus karena obat bagi penderita ini tergolong sangat mahal, sehingga banyak masyarakat penderita DM yang tidak sanggup membeli obat atau melakukan pengobatan,” ujar Dwiyana Indah Safitri, ketua kelompok Tim PKM ini. Buah stroberi dibuat menjadi jus, dimaksudkan agar lebih mudah dikonsumsi. Kemudian jus stroberi diinduksi pada mencit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap penurunan kadar gula darah. Kadar gula darah saat diabetes dan setelah diinduksi jus stroberi ini diukur untuk mengetahui perubahannya. Hasil penelitian kemudian dianalisis menggunakan software komputer untuk mengetahui perbedaan serta korelasi antara masing-masing data yang diperoleh. Analisis statistik meliputi normalitas menggunakan uji Kolmogrov Smirnov. Kemudian data diuji homogenits-nya dengan uji Lavene. Jika data berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05) selanjutnya data diuji dengan one Way ANOVA (α = 0,05) untuk mengetahui pengaruh kelompok perlakuan. Hasil menunjukkan pengaruh yang nyata (p < 0,05) maka dilanjutkan uji Duncan (α = 0,05) untuk mengetahui beda pengaruh antar kelompok perlakuan. Hasil analisis menunjukkan jus stroberi yang diinduksi pada hewan uji (mencit) memiliki data yang homogen dan terdistribusi normal. Hal itu membuktikan bahwa mengonsumsi jus stroberi secara rutin dapat menurunkan kadar gula darah dan menaikkan berat badan penderita diabetes. Sehingga jus stroberi yang harganya relatif murah dapat digunakan sebagai obat alternatif penderita diabetes menggantikan obat diabetes yang sangat mahal. (*) Editor: Bambang Bes
Isolat Sponge-6.1, Kandidat Obat Penghambat Bakteri ’Streptococcus’ Pebabkan ’Pneumonia’ UNAIR NEWS – Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikelilingi oleh perairan sangat luas, hampir 70%, dikenal memiliki biodiversitas yang tinggi karena terdapat berbagai jenis hewan, tumbuhan, dan terumbu karang yang tumbuh di wilayah perairan Indonesia. Kekayaan alam inilah yang menggugah semangat anggota tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga melakukan penelitian mengenai sponge. Isolat yang diberi nama Sponge-6.1 ini diharapkan dapat menjadi salah satu kandidat obat yang dapat berguna bagi bidang kesehatan Indonesia. Isolat Sponge-6.1 yang mengandung berbagai jenis zat aktif, seperti flavonoid dan senyawa lainnya diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen misalnya Streptococcus pneumoniae. Menurut Dina Lutfiana, Ketua Tim PKMPE ini, isolat Sponge-6.1 diyakini dapat dijadikan kandidat obat untuk menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pneumoniae yang menyebabkan penyakit pneumonia. “Kami berhipotesis bahwa isolat ini dapat menghambat Streptococcus pneumoniae, karena saat Praktik Kerja Lapangan (PKL), saya meneliti bahwa isolat Sponge-6.1 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus sp., Staphilococcus sp., dan beberapa bakteri lain. Berawal dari hal inilah tim kami
mengajukan proposal dan berhasil lolos untuk mendapat pendanaan dari Kemenristekdikti, dan penelitian bisa dilanjutkan,” katanya. Selain Dina Lutfiana, tim ini juga beranggotakan Jefpry Supryanto Sianturi, William Khodry, Denika Liyan Nor Wibowo, dan Dwi Yulian Fahruddin.
Mereka melakukan penelitian bekerja sama dengan LIPI, dan dilakukan sekitar dua minggu di Laboratorium LIPI Bandung. Tahapan awal yang dilakukan dengan mengisolasi sponge, yang kebetulan sponge yang akan digunakan ada di lab LIPI itu, sehingga lebih memudahkan pengerjaan. Setelah mengisolasi Sponge-6.1, penelitian dilanjutkan dengan menguji aktivitas bakteri Streptococcus pneumoniae yang diberi perlakuan dengan isolat. Dari penelitian panjang itu diperoleh hasil, yaitu isolat dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pneumoniae dengan pemberian pada konsentrasi tertentu. Sebagai ketua kelompok PKM, Dina berharap isolat Sponge-6.1 itu dapat digunakan sebagai salah satu kandidat obat yang kelak dapat diproduksi, sehingga bisa memberikan manfaat pada dunia kesehatan. “Sejauh ini penelitian kami telah sampai pada tahap pengujian kandungan metabolit sekunder dari isolat Sponge-6.1,” imbuh Dina, Jika kandungan metabolit sekunder yang ada pada isolat tersebut dapat diidentifikasi, maka dimungkinkan untuk melakukan sintesis senyawa sejenis untuk dijadikan obat pneumoniae, sehingga tidak perlu mengganggu keseimbangan ekosistem perairan. (*) Editor: Bambang Bes
Melihat Sudut-sudut Airlangga Corner UNAIR NEWS – Di Airlangga Corner, ada sejumlah tempat menarik dan bisa dijadikan jujukan. Antara lain, kios souvenir Universitas Airlangga, Apotek, Airlangga Travel, dan lain sebagainya. Berikut sejumlah potret hasil bidikan Helmy Rafsanjani dan Yudira Pasada Lubis, dua fotografer Pusat Informasi dan Humas, yang merekam sedikit gambaran tentang fasilitas pendukung yang berlokasi di pojok jalan Dharmawangsa dan Airlangga itu.
Editor: Rio F. Rachman
Charger Handphone Memanfaatkan Panas Tangan Manusia Buatan Mahasiswa UNAIR UNAIR NEWS – Dunia telah memasuki era perkembangan teknologi yang pesat. Berbagai mesin mulai terbiasa dioperasikan oleh manusia. Mulai dari instrumen pabrik hingga kotak-kotak pintar yang biasa disebut sebagai smartphone. Bagi generasi Y, generasi yang melek teknologi, smartphone sudah menjadi kebutuhan primer. Karena itu mahasiswa UNAIR berhasil berinovasi membuat charger handphone dengan hanya memanfaatkan panas tangan manusia. Berangkat dari masalah itulah, sekelompok mahasiswa S-1 Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, yaitu Raja Bugatti (ketua kelompok), Luqyana
Salsabila, Lendy Pradhana, Syahrul Munir, dan Vinda Aprilia, membuat inovasi baru. Hasil inovasinya yang bernama ”Hand Charging, Charge The World , Charge The Society” kemudian dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKMPE) . Dibawah bimbingan dosennya, Supadi, M.Si., proposal ini lolos penilaian Dikti dan memperoleh dana penelitian program PKM Kemenristekdikti tahun 2017. ”Kami terinspirasi dari kalor yang ada di dalam tubuh manusia dengan memanfaatkan konsep-konsep termodinamika dan hukum seeback. Karena tubuh manusia itu memiliki ion yang membawa listrik dan menghasilkan panas, sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber pengisian daya bagi smartphone,” kata Raja Bugatti, ketua tim. Secara
global,
ide
itu
terinspirasi
dari
data
bahwa
peningkatan pengguna smartphone di dunia, khususnya di Indonesia, menurut Emarketer mencapai lebih dari 100 juta pengguna. Namun, perkembangan tersebut justru membawa efek stres tersendiri terhadap pengguna sebagai akibat dari habisnya daya pada smartphone. Kemudian mengutip hasil riset salah satu perusahaan smartphone di China, Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk paling rentan terkena stres terhadap masalah tersebut.
DUA anggota Tim PKM-KC melakukan percobaanpercobaan, dan berhasil. (Foto: Dok PKM-KC) Sebenarnya, lanjut Raja Bugatti, inovasi charger portable itu sudah ada, yaitu power bank. Namun yang menjadi masalah adalah terbatasnya daya yang dapat disimpan oleh alat tersebut. Sehingga apabila daya pada penyimpanan habis, power bank tidak lagi bisa digunakan. Lain halnya dengan inovasi Hand Charging yang tidak memiliki batas daya, mengingat daya yang didapat bersumber pada panas dari tangan si pengguna HP. Hand Charging dapat dipakai kapan dan di manapun. Hingga pada daerah yang tidak ada listrik sekali pun, Hand Charging menjadi pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan pengisian daya pada smartphone.
Efek Seeback dalam inovasi ini menerangkan bahwa jika dua buah logam yang berbeda disambungkan salah satu ujungnya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka terjadi perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain. Fenomena itu kemudian dilihat kebalikannya oleh Peltier yang nantinya disebut sebagai efek Peltier. Dengan menghitung rata-rata kulit manusia dewasa yaitu 1,7m² dan rata-rata manusia mengeluarkan energi sebesar 350.000 J per jam, dan 1 J/jam = 0,00028 W, maka daya yang dapat dikeluarkan oleh tubuh setiap harinya sebesar 5,7 mW/cm 2 . Dengan daya tersebut, panas yang dihasilkan oleh tubuh manusia mampu membuat lampu bohlam 100 W menyala terang. (*) Editor: Bambang Bes
Mahasiswa UNAIR Temukan Material Penumbuh Sel Tulang dari Cangkang Bekicot UNAIR NEWS – Tulang merupakan organ yang penting bagi manusia, sehingga jika terjadi kerusakan pada tulang, akan menyebabkan manusia menjadi menderita. Salah satu kerusakan tulang yang sering dijumpai adalah kanker tulang (osteosarcoma),yang merupakan penyakit ganas yang menyerang sel tulang dan beberapa komponen bagian tulang tersebut. Atas permasalahan itulah, lima orang mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga melakukan penelitian dan berhasil menemukan material yang diyakini dapat meningkatkan sifat mekanis dan mempercepat proses pertumbuhan sel pada tulang (osteoblas) yang ditemukan dari cangkang
bekicot (Achatina Fullica) yang memiliki kandungan kitosan lebih besar dari cangkang udang, kepiting rajungan, dan sebagainya. Kelima mahasiswa FST tersebut adalah Teky Putri Rahayu (angkatan 2015), Ilham Nur Dimas Yahya (2013), Mohamad Heykal Putra Ardana (2013), Anissa Treby Marliandini (2015), dan Laila Firdaus Zakiya (2015). Dibawah bimbingan dosennya, Drs. Djony Izak Rudyardjo, M.Si., mereka menuangkan penelitian ini dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM- PE) dengan judul “Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Bekicot (Achatina Fullica) untuk Pembuatan Biokeramik Berpori sebagai Bone Filler Pada Defek Tulang Akibat Kanker Tulang”. Setelah melalui penilaian ketat Dikti, proposal ini lolos untuk mendapatkan pendanaan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada program PKM tahun 2017. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat dan modern, merangsang manusia berinovasi untuk menghadapi perkembangan jaman, termasuk juga di bidang medis yang terkait dengan penyakit tulang tersebut. Diantaranya dalam mengatasi penyakit osteosarcoma dapat dilakukan dengan merehabilitasi jaringan tulang yang rusak dengan melakukan pembedahan untuk memotong sel yang terkena kanker, kemudian dilanjutkan dengan pemberian biomaterial yang memiliki kesamaan karakteristik dari tulang.
SEORANG anggota tim PKMPE mahasiswa FST UNAIR menunjukkan kitosan sebagai sampel bone filler yang telah berhasil dibuat. (Foto: Dok PKM-PE FST) Dijelaskan oleh Mohamad Heykal Putra Ardana, yang mewakili timnya, biomaterial yang biasa digunakan adalah bone filler yang merupakan bahan pengisi ke dalam rongga tulang yang rusak. Sedangkan bahan utama pembuatan bone filler itu adalah hidroksiapatit yang mempunyai sifat mekanis yang rendah, sehingga untuk meningkatkan sifat tersebut diperlukan bahan tambahan. “Kitosan merupakan bahan material yang diyakini selain bisa meningkatkan sifat mekanis juga dapat untuk mempercepat proses pertumbuhan sel pada tulang (osteoblas) pasca penanganan kanker tulang,” tutur Heykal. Sedangkan kitosan, lanjut Heykal, biasa ditemukan pada hewan
yang bercangkang atau berkulit keras. Dipilihnya bahan yang berasal dari cangkang bekicot karena di dalamnya terdapat kandungan kitosan yang lebih besar dibandingkan dengan kulit udang, kepiting, rajungan, dan sebagainya. Teky Putri Rahayu menambahkan, dalam pembuatan material ini diperlukan beberapa tahapan yang cukup panjang. Cangkang bekicot yang sudah digiling dan menjadi serbuk, lalu ditambahkan dengan larutan tertentu agar kandungan yang ada pada cangkang seperti protein, mineral, dan zat besi menjadi hilang, sehingga didapatkan kitosan. Kitosan ini yang berikutnya ditambahkan ke dalam bone filler untuk dilakukan beberapa pengujian, sehingga hasil dari bone filler yang telah ditambahkan kitosan tersebut mampu memiliki sifat karateristik sesuai dengan standar medis, dan dapat dikembangkan menjadi biomaterial dengan kinerja pemulihan jaringan tulang yang baik dan optimal. (*) Editor: Bambang Bes
Dukung Penuh Gerakan Indonesia Bebas Sampah Tahun 2020 UNAIR NEWS – Gerakan Indonesia Bebas Sampah tahun 2020 telah lama dicanangkan oleh pemerintah. Namun realisasinya terasa belum masif pada kalangan masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang masih membuang sampah pada lahan terbuka, salah satunya masyarakat Desa Dukuhsari, Jabon, Sidoarjo. Di sepanjang jalan desa RT.02 RW.01 Desa Dukuhsari, terlihat tumpukan sampah yang memanjang sejauh kurang lebih 50
meter. Keberadaan sampah yang tidak terurus dapat mengundang banyak masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tumpukan sampah berpotensi mengundang hewan-hewan yang dapat menularkan penyakit kepada manusia. Tergerak dengan adanya problem ini, lima mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR merancang suatu program untuk memberdayakan masyarakat, khususnya anak dan remaja disertai kader usia dewasa desa Dukuhsari. Kelima mahasiswa tersebut adalah Nisrina Tiara Sani selaku ketua, beserta empat anggota lainnya yakni Made Nita Sintari, Dian Tami Wahyuningtyas, Made Mira Wahyu Astani, dan Miftahol Hudhah. Program yang diusulkan bernama GOSOK BERSAHAJA (Gerakan Olah Sampah Organik Bersama Sahabat Anak dan Remaja). Program ini dituangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dan lolos didanai oleh Kemenristekdikti tahun 2016. “Realisasi pertama dari program GOSOK BERSAHAJA adalah dilaksanakannya kegiatan sosialisasi dan praktik komposing bertempat di balai desa Dukuhsari. Melalui kegiatan ini, peserta dikenalkan mengenai definisi sampah, jenis-jenis sampah, dampak sampah pada berbagai aspek, serta alternatif pengelolaan sampah khususnya sampah organic,” terang Nisrina. Selain itu, Nisrina menjelaskan bahwa peserta juga dibekali dengan pengetahuan mengenai definisi kompos, manfaat kompos, alat dan bahan serta tata cara pembuatan pupuk kompos. Tidak hanya mengembangkan segi kognitif, peserta juga diajak melakukan kegiatan komposing secara langsung. “Peserta dibagi ke dalam tiga kelompok dimana setiap kelompok menghasilkan satu drum kompos. Adapun bahan utama pembuatan kompos pada setiap kelompok sengaja dibuat bervariasi, yakni kelompok I membuat kompos berbahan 100% sampah organik, kelompok II membuat kompos berbahan 50% sampah organic, dan
50% kotoran ternak, serta kelompok III membuat kompos berbahan 100% kotoran ternak,” jelasnya. Nisrina menambahkan untuk realisasi kedua dari program GOSOK BERSAHAJA adalah kegiatan sosialisasi serta praktik budidaya kebun binaan sederhana. Adapun dalam program ini, tanaman yang dibudidayakan adalah cabai dan terung. “Tanaman ini dipilih karena mudah diperoleh, perawatannya mudah dan murah, dapat ditanam dalam polybag, serta hasilnya bermanfaat bagi konsumsi masyarakat,” paparnya. Di akhir Nisrina menegaskan bahwa segi kognitif yang dikembangkan dalam program kedua ini antara lain pengetahuan mengenai definisi budi daya secara umum, sekilas mengenai tanaman cabai dan terung, manfaat budi daya cabai dan terung, serta tata cara budi daya cabai dan terung dalam polybag mulai dari penyemaian, penyiapan media tanam, pemindahan bibit, pemeliharaan dan perawatan, serta pemanenan. “Dalam hal ini peserta program juga diajak melakukan praktik langsung berupa pemindahan bibit menuju media tanam serta teknik pemupukan tanaman menggunakan pupuk kompos secara baik dan benar,” pungkasnya.
Editor: Nuri Hermawan
Mahasiswa UNAIR Tawarkan “Serbuk Ajaib” untuk Cuci
Darah Pasien Gagal Ginjal UNAIR NEWS – Ginjal merupakan organ terpenting dalam tubuh manusia. Tetapi penderita gangguan ginjal, akhir-akhir ini terus meningkat, akibat pola hidup yang kurang sehat. Padahal, penanganan kasus gagal ginjal dengan melakukan cuci darah (hemodialisis) membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itulah mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga berinovasi dalam penelitiannya dan menemukan solusi yang berpotensi meningkatkan hemodialisis dengan kinerja lebih optimal. ”Penanganan kasus gagal ginjal di Indonesia saat ini, menurut Menkes, terkendala oleh biaya yang mahal dan keterbatasan alat cuci darah, sedangkan penderitanya sekitar 3000 orang dan banyak yang berakhir dengan kematian. Karena itulah kami berusaha membantu mencari solusinya,” ujar Januardi Wardana, ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian Eksakta, FST UNAIR tentang isonasinya. Selain Januardi, Tim juga beranggotakan Bella Prelina, Ahya Isyatir Rodliyah, dan Zakiyatus Syukriyah. Atas prestasi ini mereka menuangkan penelitian ini dalam program PKM. Bahkan setelah dinilai oleh Dikti, proposal bertajuk “Potensi Cation Exchanger Zeolit A Sebagai Hemoadsorben Penderita Gagal Ginjal” ini lolos penilaian dan memperoleh dana dari Kemenristekdikti untuk program PKM tahun 2017. Dibenarkan oleh mereka, bahwa organ ginjal bertugas untuk menyaring sisa-sisa metabolisme untuk dibuang keluar tubuh manusia. Apabila ginjal tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka akan mengalami gagal ginjal. Penyebab utama gagal ginjal ini antara lain pola hidup yang tidak sehat, serta akibat tingginya kadar uremik toksin dalam darah.
DIANTARA Tim PKM-PE ini melakukan penelitian serius, baik di UNAIR dan di AMTEC Malaysia. (Foto: Dok PKM-PE FST) Ada berbagai macam jenis uremik toksin, salah satunya adalah kreatinin yang merupakan asam organik yang memiliki gugus nitrogen dan diproduksi dalam tubuh manusia, terutama pada hati, ginjal, dan pankreas. Secara fisiologis, konsentrasi normal kreatinin dalam darah 1,2 hingga 5 mg/dL. Apabila melebihi batas, maka dapat dikategorikan sebagai penyakit gagal ginjal. “Sementara itu proses hemodialisis selama ini biasanya terjadi dalam waktu relaif lama. Jadi pasien mengalami rasa sakit dan tidak nyaman. Untuk itu diperlukan suatu bahan tambahan yang mampu meningkakan kualitas hemodialisis. Melalui PKM-PE inilah kami meneliti kemampuan zeolit dan zeolit yang ter-imprinted kreatinin untuk adsropsi kreatinin,” tambah Januardi. Penelitian PKM-PE ini dilakukan di Universitas Airlangga dan AMTEC, Malaysia. Penelitiannya diawali dengan membuat zeolit terlebih dahulu. Bahan dasar yang digunakan adalah natrium aluminat, silikon dioksida, dan air. Pembuatan zeolit ini menggunakan metode hidrotermal pada suhu 100C.
“Sedangkan Imprinted zeolit merupakan zeolit yang telah tercetak porinya dengan pori kreatinin. Untuk membuatnya kami tambahkan larutan kreatinin ke dalam suspensi zeolit dan dilakukan ekstrak dengan air panas hingga pH-nya netral, sehingga harapan kami pori-pori zeolit yang terbentuk memliki kesamaan dengan pori-pori kreatinin dan proses adsorpsi semakin cepat berlangsung,” tambah Bella Prelina, anggota tim. Zeolit yang dipilih digunakan karena mudah dalam sintesisnya dan memiliki potensi besar dalam penyerapan limbah metabolik penderita gagal ginjal. Zeolit memiliki sifat fisika dan kimia yang unik, yakni meliputi dehidrasi, adsorben dan penyaring molekul, katalisator dan penukar ion. Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, juga dimungkinkan sebagai material berpendukung hemoadsorben yang memiliki tingkat akurasi tinggi, sehingga menjadikannya adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi. “Pada penelitian ini kami membuat zeolit dan zeolit yang telah terimprinted porinya. Kami meneliti kemampuan adsorpsinya dalam variasi waktu adsorpsi,” tambah Zakiyatus Syukriyah. Juga ditambahkan oleh Januardi, bahwa dalam rentang waktu 15 menit, zeolit mampu mengadsorpsi kreatinin sekitar 40%. Sedangkan zeolit yang terimprinted sekitar 60%. Diantara keduanya, zeolit yang porinya telah terimprinted memiliki kemampuan lebih besar dibandingkan zeolit biasa. ”Karena zeolit yang ter-imprinted lebih selektif. Sekaligus membukikan bahwa zeolit memiliki kemampuan sebagai adsorben uremik toksin, sehingga memiliki potensi untuk hemodialisis kreatinin,” kata Januardi. (*) Editor: Bambang Bes
’Motif Kita Sehat’: Inovasi Media Penyuluhan Self Care Pada Penderita Kusta UNAIR NEWS – Berawal dari keprihatinan terhadap kondisi sosial penderita kusta di Indonesia dan berusaha mencegah terjadinya kecacatan fisiknya, mahasiswa Universitas Airlangga menawarkan metode baru untuk mencegah terjadinya kecacatan pada penderita kusta melalui media permainan “Monopoli Edukatif Penyakit Kusta Berbasis Kesehatan” atau disingkat Motif Kita Sehat. Paket permainan yang bersifat edukatif itu berhasil diterapkan pada penderita kusta di Desa Sumber Glagah, Kab. Mojokerto. Materinya terkait tentang perawatan self care penyakit kusta. Bahkan tim mahasiswa UNAIR ini juga berhasil membentuk sebuah kader yang bertujuan agar program “Motif Kita Sehat” ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Hal itu dijelaskan oleh Lidya Victorya Pandiangan (FISIP. 2013) sebagai ketua tim penggagas, dengan anggota Widya Reghsa Febriyantoro (FISIP, 2013), Magita Novita Sari (Ners, 2013), M. Habib Hidayatulloh (FKM, 2014) dan Moch. Yazid Abdul Zalalil Amin (D3 Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2014). Dibawah bimbingan Dr. Phil, Toetik Koesbardiati., pengabdian mereka dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM), dan berhasil lolos dari penilaian Dikti, sehingga berhak atas dana hibah program PKM Kemenristekdikti tahun 2017. Dijelaskan oleh Lidya Victorya P, penyakit kusta merupakan penyakit yang multi perspektif. Permasalahan kusta tidak dapat diselesaikan jika hanya dilihat dari segi medis. Dampak dari penyakit ini selain menimbulkan kecacatan yang cukup tinggi juga diskriminasi yang ditimbulkan dari stigma negatif tentang
kusta bahwa kusta tidak dapat disembuhkan dan merupakan penyakit “kutukan Tuhan”.
USAI pemberian reward kepada peserta permainan edukasi “Motif Kita Sehat” berupa paket sembako. (Foto: Dok PKMM) Stigma tersebut mengakibatkan orang yang pernah mengalami kusta, hidupnya seakan menjadi terpinggirkan dan cenderung berkoloni. Penderita kusta yang tak melakukan self care memiliki resiko lebih tinggi mengalami kecacatan. Seringkali pula penderita kusta datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan terlambat dan dalam keadaan cacat. ”Padahal, penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa harus disertai kecacatan. Kuncinya adalah pengobatan secara tepat dan tuntas,” tambah Lidya. Gerakan Tim PKMM ini senada dengan target pemerintah dalam penanganan penyakit menular kusta, dimana saat ini terdapat cakupan penemuan penyakit baru kusta tanpa cacat sebesar 95%. Pada tahun 2014 pencapaian persentase cakupan penyakit baru kusta tanpa cacat masih sebesar 80% (Kemenkes, 2015). Permainan “Motif Kita Sehat” ini diperuntukkan bagi penderita kusta dengan usia yang bervariasi, baik anak-anak hingga dewasa di RT 01 sampai RT 03 Desa Sumber Glagah, Kab.
Mojokerto. Bentuk monopoli yang digunakan, pada dasarnya sama dengan permainan monopoli umumnya. Bedanya hanya pada jenis bahan yang digunakan, materi yang disampaikan, dan sedikit perubahan mekanisme bermain. Jenis bahan monopoli ini, tim PKMM menggunakan bahan banner dengan ukuran 2 meter persegi, diisi kotak berjumlah 20 dengan rincian kotak start, masuk rumah sakit (mendapatkan makanan dan minuman yang sehat), bebas berobat (bebas memilih tempat selanjutnya), rumah sakit (harus melempar dadu 3x dengan angka yang sama), tantangan, ayo cerita dan 14 kotak materi pengetahuan. Pada materi, dibagi menjadi tiga tingkatan. Yang pertama tentang pengetahuan penyakit kusta. Kedua tentang sikap dan self care, dan materi ketiga tentang pengobatan MDT (Multi Drug Therapy). Permainan ini dimainkan oleh 5 orang penderita kusta dan seorang sebagai mediator. Pada akhir permainan ada sesi pemberian reward kepada peserta yang telah menjawab pertanyaan, tantangan, dan Ayo Cerita dengan benar dan paling banyak. Reward-nya berupa paket sembako, peralatan rumah tangga dan pakaian. Tim Unair juga mempercantik tampilan dalam permainan “Motif Kita Sehat” dan mudah untuk dibawa kemana-mana. Dalam paket ini terdapat banner ukuran 2 meter persegi, 5 bidak orang, 2 buah dadu, buku panduan tentang perawatan self care penyakit kusta, tata cara bermain dan CD yang berisikan visualisasi cara bermain dan perawatan self care. Tim mahasiswa Unair juga membentuk kader yang bertujuan agar program ini dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kader yang dibentuk berjumlah 5 orang, diketuai oleh Yatno (seorang pemuda peduli kusta/P3K) dan beranggotakan Pak Simo, Bu Endang, Bu Dewi dan Bu Ning War. Kegiatan rutin yang dilakukan kader yaitu melakukan penyuluhan self care penyakit kusta, baik di Desa Sumber Glagah maupun diluar desa.
”Dengan adanya program ‘Motif Kita Sehat’ ini, kami berharap mampu membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah penderita kusta tanpa kecacatan, serta mengurangi sikap diskriminasi antara masyarakat dengan penderita kusta,” Lidya memungkasi keterangannya. (*) Editor: Bambang Bes