PENDAHULUAN Hutan produksi merupakan suatu kawasan hutan tetap yang ditetapkan pemerintah untuk mengemban fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Pengelolaan hutan produksi tidak semata hanya untuk mencapai manfaat produksi, tetapi capaian fungsi dan manfaat ekologi dan sosial juga harus tercakup di dalamnya (UU No. 41/1999).
Secara pola ruang wilayah terdapat 2 (dua) kawasan yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Dimana kawasan hutan produksi merupakan lingkup dari kawasan budidaya (pasal 63 PP No. 26/2008) yang ditetapkan guna memberikan manfaat perkembangan pembangunan dan ekonomi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan demikian pengelolaan hutan produksi mewujud menjadi satu kesatuan untuk menyajikan fungsi produksi sekaligus sebagai sistem penyangga kehidupan berlandaskan kelestarian lingkungan. Untuk mendukung upaya peningkatan fungsi perlindungan lingkungan dalam hutan produksi adalah dengan menetapkan areal hutan di sempadan sungai sebagai salah satu kawasan lindung.
Sempadan sungai yang ditetapkan sebagai kawasan lindung disebut dengan kawasan perlindungan setempat (KPS) Pendekatan pengelolaan KPS sempadan sungai di kawasan hutan produksi melalui upaya konservasi dan rehabilitasi dengan metode penanaman pengkayaan vegetasi (enrichment planting). Kondisi penutupan lahan di sepanjang kiri-kanan sungai cukup beragam, dari hamparan lahan kosong pasca tebang, berpenutup lahan semak belukar, berpenutup tanaman KPS muda sampai berpenutup lahan jati tua. Kondisi tersebut akan menjadi kendala dalam upaya, baik itu penanaman kembali ataupun upaya pengkayaan. Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman (Kramer dan Kozlowski, 1979). Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Ada pula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang periode hidupnya. Pada waktu masih muda memerlukan cahaya dengan intensitas rendah dan menjelang sapihan mulai memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi (Soekotjo,1976 dalam Faridah, 1996). Kajian intensitas cahaya ini bertujuan untuk mengetahui variasi intensitas cahaya matahari disepanjang sempadan sungai, dengan diketahuinya variasi intensitas cahaya matahari diharapkan pemilihan jenis dapat dilakukan secara tepat.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di KHDTK Cemoro Modang yang terletak pada wilayah kerja Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasarsore dan BKPH Cabak, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
Penetapan Lokasi Kajian Lokasi kajian ditentukan dengan cara membatasi kawasan hutan dengan satuan daerah tangkapan air tingkat Sub-Sub DAS. Di dalam lokasi kajian tersebut kemudian ditentukan titiktitik sampling berupa unit lahan dengan ukuran 20 m x 20 m pada kiri-kanan sungai secara systematic sampling dengan intensitas sampling sebesar 4 %. Analisa Data Hasil pengukuran intensitas dikelompokkan ke dalam waktu pengukuran, vegetasi penutup lahan dan ditampilkan ke dalam bentuk tabulasi berikut pengikhtisarannya.
Hasil 1.Sungai Cemoro dan Modang Sungai Cemoro dan sungai Modang adalah dua sungai yang mengalir pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasar Sore atau lebih tepatnya mengalir di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo. Sungai Cemoro dan Modang disajikan dalam Peta KHDTK Cemoro-Modang sebagaimana Gambar 2. Berikut :
Dengan panjang sungai utama S. Modang = 3 km, S. Cemoro = 6 km, dan intensitas sampling sebesar 4%, sehingga diperoleh plot pengamatan dengan ukuran 20 m x 20 m sebanyak 36 plot. Pengukuran intensitas cahaya dalam masing-masing plot dilakukan dengan cara mengelilingi plot ukuran 20 m x 20 m. 2. Intensitas Cahaya Rata-rata Secara Umum Pengamatan/pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menyusuri bibir sungai, pengamatan dan pengukuran dilakukan pada titik yang yang ditentukan pada peta kerja yang didasarkan pada intensitas sampling yang digunakan. Hasil pengamatan/pengukuran tersebut disajikan pada Gambar 3. berikut.
Dari Gambar 3. terlihat intensitas cahaya yang terjadi berfluktuatif, hal ini dikarenakan hasil intensitas cahaya tersebut merupakan rata-rata dari beberapa penutupan lahan yang pengamatan/pengukuran intensitas cahayanya dilakukan pada waktu/jam yang bersamaan. Terlepas dari hal tersebut, grafik pada Gambar 3. tersebut secara umum masih mengikuti tren cahaya, di mana cahaya meningkat intensitasnya dari pagi hari ke siang hari dan terjadi penurunan pada sore hari. Intensitas cahaya yang terjadi pada pengukuran jam 08.30 – 16.30 adalah pada kisaran 1236 lux jam – 53450 lux jam. Tetapi secara umum rata –rata intensitas cahaya yang terjadi adalah di atas 10.000 lux jam. 3. Intensitas Cahaya Di Bawah Tegakan Jati Umur jam 08.30 jam 09.30 jam 10.00 jam 10.30 jam 11.00 jam 11.30 jam 13.00 jam 13.30 jam 14.00 jam 14.30 jam 15.00 jam 16.00
73 3708
61
59
35
18
15
14
13
33335 50275 58100
27900 15200
15040 55050
44300
8290 11292
7800
64600 5128
2273
Dari Gambar di 4. di atas Rata-rata intensitas cahaya di bawah tegakan jati pada beberapa umur dan pada berbagai waktu pengamatan antara jam 08.30 – 16.00 berkisar antara 2273 lux jam – 64600 lux jam. Apabila dilihat secara persentase cahaya di dalam tegakan di bandingkan di luar di tempat terbuka: pada jati umur 14 tahun, dengan waktu pengamatan pada jam 10.30, rata-rata persen cahaya di bawah tegakan adalah 63%; sedang pada umur jati 35 dan 18 tahun dengan waktu pengamatan jam 13.30, persen cahaya yang masuk di bawah tegakan adalah : 68% dan 51%.
4. Intensitas Cahaya Di Bawah Tegakan Tanaman Johar (Cassia siamea)
Pengamatan intensitas cahaya di bawah tegakan KPS Johar umur kurang lebih empat tahun (tahun tanam 2008) terjadi pada jam 12.00, dengan intensitas cahaya rata – rata di bawah tegakan Johar adalah 10250 lux jam, sedang intensitas cahaya di luar tegakan atau di tempat terbuka adalah 47800 lux jam, sehingga persen intensitas cahaya di dalam tegakan adalah ± 21%. Untuk jenis tanaman KPS lain seperti Kapuk (Ceiba petandra) pada umur yang sama dengan Johar belum memberi pengaruh yang signifikan terhadap penutupan lahan.
5. Intensitas Cahaya di Tempat Terbuka
Dari Gambar 5 di atas terlihat bahwa intensitas cahaya di areal terbuka juga menunjukkan fluktuasi, di mana waktu/jam yang diperkirakan akan memberikan intensitas cahaya besar ternyata intensitas yang terjadi lebih kecil, besar intensitas cahaya yang terjadi memang tidak dapat dipastikan, hal ini dikarenakan sangat dipengaruhi keadaan angkasa, pergerakan awan yang menutupi matahari, mendung adalah factor yang mempengaruhi besaran intensitas cahaya yang dapat mencapai bumi, untuk memperoleh angkasa yang besrsih tanpa awan sangat sulit diperoleh. Kisaran besaran intensitas cahaya di areal terbuka adalah : 39500 – 87000 lux jam dengan pengukuran/atau pengamatan dari jam 09.00 sampai jam 13.30 atau rata- rata adalah ± 53000 lux jam.
Pembahasan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) Sempadan Sungai dalam kawasan hutan produksi adalah areal 25 meter kiri- kanan sungai, yang setelah ditetapkan akan menjadi areal/lahan tidak untuk diolah guna tujuan produksi (Uncultivated land), aktivitas yang dapat dikerjakan adalah menanami pohon-pohonan untuk penanaman kembali (regreening) ataupun penanaman pengkayaan (enrichment planting), sehingga hasil akhirnya adalah hutan campuran dengan beberapa strata tajuk (multi layer canopy). Dari bagian kawasan hutan produksi yang menjadi kawasan perlindungan maka areal KPS akan memiliki beberapa tipe penutupan lahan, yaitu : areal terbuka (bekas tebangan), tanaman jati muda (KU I, II), tanaman jati umur menengah (KU III,IV, V), tanaman jati umur tua (KU VI, VII, VIII), belukar kerinyuh (Eupathorium sp, Melastoma sp), alang-alang (Imperata cylindrica). Pohon-pohon toleran bereproduksi dan membentuk lapisan tajuk di bawah kanopi pohon-pohon yang kurang toleran atau bahkan di bawah naungannya sendiri. Pohon-pohon intoleran Dengan kondisi tersebut maka pemilihan jenis akan menjadi penting, karena adanya sifat dari pepohonan terhadap penerimaan cahaya, yaitu toleransi. Toleransi adalah istilah kehutanan untuk menyatakan kemampuan relative pohon untuk bersaing pada persaingan cahaya rendah. bereproduksi dengan sukses hanya ditempat terbuka atau bila kanopi terbuka lebar. (Daniel, T.W, et all. 1987) Dari hasil pengukuran/pengamatan terhadap intensitas cahaya yang telah dilakukan terlihat bahwa: rata-rata intensitas cahaya pada areal KPS dengan waktu pengukuran/pengamatan jam 08.30 – 16.30 adalah 1236 lux jam – 53450 lux jam. Sedang rata-rata intensitas cahaya di bawah tegakan jati pada berbagai umur adalah: 2273 lux jam – 64600 lux jam dengan waktu pengukuran/pengamatan adalah pada jam 08.30 – 16.00. Kisaran intensitas cahaya pada areal terbuka pada pengukuran jam 09.00 – 13.30 adalah 39500 – 87000 lux jam.
Dari kondisi intensitas cahaya tersebut maka pemilihan jenis mutlak diperlukan, baik itu jenis toleran maupun intoleran. Adapun ciri-ciri masing-masing jenis tersebut adalah :1). Kerapatan tajuk, jenis intoleran mempunyai daun relatif tipis dan tajuk dengan kanopi yang terbuka (atau indeks luas daun rendah) dan jenis toleran mempunyai tajuk dan penutup kanopi yang tebal dan rapat (indeks luas daun tinggi) 2). Pertumbuhan tinggi dalam umur muda cenderung menjadi lebih cepat pada pohon-pohon intolern daripada jenis toleran yang berhubungan apabila keduanya tumbuh di tempat terbuka, 3). Pohon-pohon toleran membersihkan batangnya dari percabangan dengan relatif lambat, karena daun-daun tetap berfungsi pada cahaya rendah dan mempertahankan ranting dan cabang tetap hidup. Jenis intoleran membersihkan batangnya lebih cepat, kadangkadang bahkan ketika tumbuh pada posisi terisolasi pada cahaya penuh, oleh karena itu jenis ini cenderung menghasilkan proporsi batang kayu bersih lebih tinggi bila tumbuh sampai tua dalam tegakan yang liar atau dikelola tidak baik, 4). Percabangan, jenis toleran mempunyai lebih banyak cabang daripada jenis intoleran, 5). Penjarangan alami tegakan lebih cepat untuk jenis intoleran, 6). Kemampuan pembebasan, jenis toleran merespon lebih baik terhadap pembebasan dibanding jenis intoleran, 7). Kerapatan batang tegakan jenis toleran yang berkerapatan penuh cenderung lebih tinggi daripada tegakan intoleran yang berumur dan tingginya sama, 8). Pohon toleran dalam kondisi kerapatan tegakan yang sama cenderung mempunyai bentuk lebih kerucut.
Penanaman Johar untuk areal KPS yang awalnya adalah areal kosong (bekas tebangan) menunjukkan hasil yang signifikan dalam penutupan lahan, hal ini ditunjukkan pada umur ± 4 tahun telah dapat menurunkan tingkat intensitas cahaya menjadi 10250 lux jam atau 21% dari intensitas cahaya pada areal terbuka. Johar menurut Heyne (1987) adalah tumbuhan pohon yang termasuk dalam jenis cepat tumbuh (fast growing species) dapat mencapai tinggi 10 – 15 meter dengan diameter 40 – 50 sentimeter.
Simpulan
1.Intensitas cahaya yang terjadi pada pengukuran jam 08.30 – 16.30 adalah pada kisaran 1236 lux jam – 53450 lux jam. Tetapi secara umum rata –rata intensitas cahaya yang terjadi adalah di atas 10.000 lux per jam. 2.Rata-rata intensitas cahaya di bawah tegakan jati pada beberapa umur dan pada berbagai waktu pengamatan antara jam 08.30 – 16.00 berkisar antara 2273 lux jam – 64600 lux/jam. 3.Intensitas cahaya rata – rata di bawah tegakan Johar pada pukul 12.00 adalah 10250 lux jam 4.Kisaran besaran intensitas cahaya di areal terbuka adalah : 39500 – 87000 lux jam dengan pengukuran/atau pengamatan dari jam 09.00 sampai jam 13.30 atau rata- rata adalah ± 53000 lux jam.
MOHON SARAN DAN
TERIMAKASIH