LEMBAGA NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR-LESTE Oleh: Lourenco de Deus Mau-Lulo, L.Dir.,M.D. Negara merupakan organisasi yang tertinggi, dan organisasi itu merupakan tata kerja dari pada alat-alat kelengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja dimana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masingmasing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.1 Menurut Woodrow Wilson, Negara adalah orang-orang yang mendiami suatu wilayah tertentu yang diatur menurut hukum dalam suatu batas wilayah teritorial tertentu. 2 Sedangkan ditinjau dari sudut hakekat negara, negara adalah suatu wadah daripada suatu bangsa yang diciptakan oleh negara dengan batas wilayah untuk mencapai cita-cita atau tujuan bangsanya atau dapat juga dikatakan bahwa tujuan negara berhubungan dengan hakekat suatu negara.3 Demikian pula pendapat Aristoteles bahwa negara dibentuk dan dipertahankan karena negara bertujuan untuk menyelenggarakan hidup yang baik bagi semua warganya.4 Tujuan suatu negara sesungguhnya adalah cita-cita ideal suatu negara yang ingin di wujudkan negara tersebut melalui tata cara ataupun sistematika instrumen hukum yang ada di negara tersebut. Menurut Roger Soltau tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.5
1
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal. 140 C.F. Strong, Modern Political Constitutions Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk, Nusa Media, Bandung, 2010, Hal. 6 3 Ibid Op.Cit, Soehino, hal. 146 4 Lihat...Ni‟matul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2013, hal. 54 5 Ibid 2
Adapun menurut Harold J.Laski tujuan negara adalah menciptakan keadaan dimana rakyat dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.6 Emmanuel Kant berpendapat bahwa tujuan negara adalah membentuk dan mempertahankan hukum, yang menjamin kedudukan hukum dari individu-individu didalam masyarakat dan berarti pula bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan hukum yang sama dan tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak penguasa.7 Secara umum, di dunia ini ada dua macam tradisi hukum yang dikenal, yaitu Continental Law (Germany, Netherland) dan Common Law (USA (generally), United Kingdom), tetapi ada juga Negara yang mencoba untuk memadukan kedua tradisi hukum tersebut (Campuran) (South Africa dan USA pada pemerintah nasionalnyaContinental law). Berdasarkan tradisi hukum yang dimiliki oleh masing-masing Negara ditambah lagi dengan perkembangan, ide bernegara, dan tujuan dari warga negara tsb, maka konsep Negara hukum sedikit berbeda antara Negara yang bertradisi common law dengan Negara yang bertradisi continental law (Modern Roman Law), walaupun keduanya memiliki pandangan terhadap Negara yang sama (Individualistik).8 Pada Negara Common law, tujuan utama dari Negara adalah untuk melindungi hak-hak dasar dari para warganya. Dengan demikian fokus utama Negara adalah memberikan perlindungan kepada warganya karena paham individualistik yang mereka anut. Negara baru dapat bertindak bila para individu telah memberikan hak untuk itu.
6 7
Harold J.Laski, The State in Theory and Practice,The Viking Press, New York , 1947, hal. 253
Ibid, Loc.Cit, Ni‟Matul Huda, hal. 56 © TEAM TEACHING HTN FH UGM Halaman 2 dari 9 Halaman by Andi Sandi Ant.T.T. 2006. HUKUM KENEGARAAN & PERUNDANG-UNDANGAN 8
Sebagai akibat lebih lanjut dari bentuk perlindungan ini, maka lahir yang disebut dengan Habeas Corpus Act (Asas Legalitas dari suatu tindakan Negara).9 Jadi ada supremasi hukum (rule of law) dalam Negara tersebut yang berlaku sama bagi setiap orang (equality before the law); semua orang dianggap sama dalam hukum karena mereka semua (para individu) yang memberikan hak tersebut kepada Negara. Pemberian hak-hak kepada Negara dilakukan oleh para individu tanpa melihat status, suku, atau pun kedudukan mereka. Jadi Negara tidak boleh membedakan perlakuan kepada siapapun. Konsekuensinya, dalam bidang peradilan, kemudian, Negara tidak akan memperlakukan pembedaan kepada siapapun, sehingga negara tidak perlu membentuk peradilan khusus untuk mengadili para pejabat pemerintah. Dikaitkanya dengan Negara Timor-Leste secara konstitusional diatur dalam konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste (K-RDTL) Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa; Republik Demokratis Timor-Leste adalah Negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginan Rakyat dan kehormatan atas martabat manusia. Maksud dari pasal 1 ayat (1) di atas berkaitan dengan beberapa pandangan para ahli tersebut di atas, bahwa Negara merupakan organisasi tertinggi di antara organisasi-organisasi yang lain dalam masyarakat oleh sebab itu, Negara memiliki peran aktif dalam melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan Negara, Timor-Leste adalah Negara yang Demokratis dan berasaskan pada Negara Hukum, maka setiap alat perlengkapan Negara dalam melaksanakan peran 9
Ibid.© TEAM TEACHING HTN FH UGM Halaman 2 dari 9 Halaman by Andi Sandi Ant.T.T. 2006. HUKUM KENEGARAAN & PERUNDANG-UNDANGAN.
serta fungsinya Untuk mencapai tujuan negara maka, negara harus mengadakan pemisahan kekuasaan dimana masing-masing kekuasaan mempunyai kedudukan yang sama tinggi dan sama rendah, tidak boleh saling mempengaruhi, saling campur tangan dan saling mengkaji.10 Sebagai Negara yang berdasarkan pada hukum, hukum (rechtsstaat) dan bukan atas dasar kekuasaan (machstaat) Timor Leste menuangkan cita-cita ataupun tujuan negara melalui hukum sebagai sarananya dengan kata lain hukum adalah sarana yang digunakan dalam mencapai tujuan negara yang sudah di cita-citakan. Hukum yang ada di Timor-Leste menurut bentuknya dibedakam menjadi hukum tertulis dan tidak tertulis. Hukum tidak tertulis adalah hukum kebiasaan (customary law) dan hukum adat, Sedangkan Hukum tertulis salah satunya dalam bentuk peraturan perundang-undangan11 . Dalam praktek empiris masih banyak terdapat peraturan perundang-undangan yang terjadi kekacauan dalam tata urutannya, banyak materi yang seharusya diatur dalam undang-undang tapi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bahkan diatas itu semua, banyak peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang ataupun di bawah undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi. Penyimpangan-penyimpangan ini hendaknya segera disikapi dengan responsif sehingga tidak berdampak pada tidak berjalannya sistem hukum serta mekanisme yang ditetapkan secara konstitusi. 10
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Persada, Jakarta, 1991, hal.46 Dalam Mia Kusuma Fitriana, Peranan Politik Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Negara 11 Miriam Budiardjo Ibid.
Pemerintah yang menjalankan roda pemerintahan (eksekutif) dan Parlamen (DPR) sebagai wakil rakyat yang membidangi Legislasi pasti mempunyai kepentingankepentingan politis yang pada titik-titik tertentu kepentingan-kepentingan politik tersebut dapat terkonkritisasi dalam peraturan perundang-undangan. Apabila aroma politis sangat kuat tercium dalam peraturan perundang-undangan maka yang sangat dikhawatirkn adalah timbulnya pengkaburan terhadap tujuan dibentuknya hukum itu sendiri yaitu untuk keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum rakyat. Apabila pengkaburan tujuan hukum ini terjadi terus-menerus dan berulang – ulang, maka tujuan negara tidak akan dapat terwujud sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat. Negara Timor-Leste adalah suatu negara yang dibentuk memiliki tugas mulia untuk mewujudkan tujuan negara. Tugas negara dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, negara harus memberikan perlindungan kepada penduduk dalam wilayahnya. Kedua, Negara mendukung atau langsung menyediakan berbagai pelayanan kehidupan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Ketiga, negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang berkonflik dalam masyarakat serta menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam hubungan kemasyarakatan. Suatu negara dianggap memiliki kemerdekaan dan kedaulatan terhadap warga negaranya dan urusan-urusannya serta dalam batasbatas wilayah terirorialnya. Kedaulatan negara merupakan unsur penting dalam menjamin eksistensi suatu negara12.
12
Teuku May Rudy, 2010, Hukum Internasional I, Refika Aditama, Bandung, h. 27.
Secara Historis proses terbentuknya Negara RDTL sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan kelompok atau organisasi sosial yang memiliki cita-cita yang sangat tinggi untuk membela dan mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara dari kedua Penjajahan yakni Kolonialisme Portugal selama 450 tahun dan Invansi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) selama 24 tahun menduduki Wilayah setengah pulau ini sekarang menjadi Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Dalam Pembukaan Konstitusi RDTL, diuraikan perjuangan dalam mereka yang dilakukan melalui tiga front. Adapun dalam Pembukaan Konstitusi tersebut dituliskan sebagai berikut: The Resistance was divided into three fronts. The armed front was carried out by the glorious Forças Armadas de Libertação Nacional de Timor-Leste (FALINTIL) whose historical undertaking is to be praised. The action of the clandestine front, astutely unleashed in hostile territory, involved the sacrifice of thousands of lives of women and men, especially the youth, whofought with abnegation for freedom and independence. The diplomatic front, harmoniously carried out all over the world, enabled thepaving of the way for definitive liberation. Perlawanan tersebut terbagi dalam tiga front. Front bersenjata diperjuangkan oleh Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Timor Leste (FALINTIL) yang jaya yang mana upaya-upayanya yang bersejarah patut dipuji. Aksi-aksi front klandestin yang secara jitu dilaksanakan di wilayah pendudukan musuh, melibatkan pengorbanan beribu-ribu nyawa baik perempuan maupun lelaki, khususnya pemuda-pemudi, yang berjuang tanpa pamrih, demi kebebasan dan kemerdekaan. Front diplomatik yang dilaksanakan sekaligus di seluruh penjuru dunia, memungkinkan terbukanya jalan untuk pembebasan yang nyata.
Dalam Pembukaan Konstitusi RDTL juga dituliskan bahwa dari sisi budaya dan kemanusiaan, Gereja Katolik di Timor Leste selalu mampu menanggung, secara bermartabat,
penderitaan
seluruh
Rakyat,
membela
mereka
dalam
rangka
mempertahankan hak-hak asasi mereka. Pada 5 Mei 1999 terjadinya kesepakatan di New Work antara Indonesia dengan Portugal untuk menawarkan dua opsi kepada Masyarakat Timor Lorosae untuk memilih tetap terintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau memilih untuk merdeka. Pada tanggal 30 Agustus 1999, dilaksanakan referendum (jajak pendapat) di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa yang menegaskan tekad seluruh rakyat untuk meraih kemerdekaan. Hasil jajak pendapat diumumkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan pada 4 September 1999 di Kota New York, Amerika Serikat. Pemungutan suara itu menunjukkan 78,5% atau sekitar 344.580 warga Timor Timur memilih merdeka dan menolak status khusus dengan otonomi luas yang ditawarkan Pemerintah Indonesia. Hanya 21,5 % atau sekitar 94.388 orang menerima tawaran tersebut. Dengan hasil tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan Umum 1999 mengambil langkah-langkah konstitusional untuk melepaskan Timor Timur dari Indonesia dan mengembalikan status wilayah itu seperti sebelum berintegrasi.13 Hasil jajak pendapat ini membawa perubahan yang besar baik bagi NKRI maupun bagi RDTL.
13 Ardyan Mohamad, 2012, Rereferendum Penentu Berpisahnya Provinsi Ke-27 Indonesia, http://www.merdeka.com/dunia/rereferendum-penentu-berpisahnya-provinsi-ke-27indonesia.html, diakses terakhir 16 July 2015.
Berdasarkan hasil jajak pendapat, pada tanggal 4 September tahun 1999 dinyatakan bahwa pihak kemerdekaan yang memenangkan hasil jajak pendapat tersebut. Terkait dengan hasil jajak pendapat yang memenangkan kemerdekaan bagi RDTL, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB), mengeluarkan Resolusi Nomor 1272 tertanggal 25 Oktober 1999 yang secara yuridis yang menunjuk United Nation Transition of Administration in East Timor (UNTAET), sebagai misi khusus untuk mempersiapkan Timor-Leste menuju kemerdekaan penuh. Tujuan utama Resolusi DK PBB nomor 1272 (1999) adalah membentuk pemerintahan transisi (UNTAET), yang berwenang untuk membuat peraturan perundang-undangan, menyelenggarakan pemerintahan dan administrasi peradilan, berdasarkan pada kewenangan di atas, maka tugas khusus tersebut adalah sebagai berikut ; 1.
Menjamin keamanan dan serta menegakkan hukum dan ketertiban (law and order) di seluruh wilayah Timor-Lorosae;
2.
Membangun kembali sistem admnisitrasi yang efektif;
3.
Memberikan pelayanan sosial serta pelayanan sipil
4.
Melakukan koordinasi dengan bantuan humanitarian;
5.
Membantu capacity building dan dalam sistem pemerintahan serta memberikan asistensi untuk membangun kondisi pembangunan yang berkesinambungan. Pengakuan terhadap RDTL secara internasional terjadi pada tanggal 20 Mei 2002 dengan nama resmi Republica Democratica de Timor Leste.
Berdasarkan asas konkordansi, mengingat aturan-aturan hukum yang pernah berlaku di Timor-Leste, tetap diberlakukan dan digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi RDTL dan prinsip-prinsip umum yang terkandung didalamnya. Hal ini dipertegas melalui ketentuan Bagian 3 Peraturan Nomor 1/1999 Tentang Kewenangan Pemerintahan Transisi di Timor Timur yang menyatakan sebagai berikut: 1 Sampai saatnya digantikan oleh peraturan-peraturan UNTAET atau oleh peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga Timor Timur yang didirikan secara demokratis, hukum-hukum yang telah diterapkan di Timor Timur sebelum tanggal 25 Oktober 1999 akan tetap diterapkan di Timor Timur, sejauh hukum-hukum tersebut tidak bertentangan dengan standar-standar yang disebutkan di Bagian 2, atau dengan pelaksanaan mandat yang diberikan kepada UNTAET berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1272 (1999), atau dengan peraturan ini dan peraturan atau instruksi lainnya yang dikeluarkan oleh Administrator Pemerintahan Transisi. Wilayah RDTL terdiri atas daerah daratan, zona maritime dan wilayah udara yang ditentukan oleh perbatasan negara, yang secara historis terdiri atas bagian timur dari pulau Timor, daerah kantong Oecussi, pulau Atauro dan pulau kecil Jaco. RDTL merupakan suatu negara demokrasi sebagaimana yang tercantum dalam nama resminya yakni Republica Democratica de Timor Leste. RDTL sebagai negara demokrasi juga dipertegas dalam section I Konstitusi RDTL yang menyatakan “The Democratic Republic of East Timor is a democratic, sovereign, independent and unitary State based on the rule of law, the will of the people and the respect for the dignity of the human person.” Paham negara demokrasi ini hampir dianut oleh seluruh negara di dunia. Hal ini dapat dilihat pada beberapa Konstitusi sebagai berikut:
Article 1. República Federativa de Brasil/ Federative Republic of Brazil Constitución Política The Federative Republic of Brazil, formed by the indissoluble union of the states and municipalities and of the Federal District, is a legal democratic state and is founded on: 1. sovereignty; 2. citizenship; 3. the dignity of the human person; 4. the social values of labour and of the free enterprise; 5. political pluralism. Terjemahan bebas: (Federasi Republik Brasil, yang dibentuk oleh serikat tak terpisahkan dari negara bagian dan kota dan dari Distrik Federal, adalah negara hukum demokrasi dan didirikan berdasarkan pada: 1. kedaulatan; 2. kewarganegaraan; 3. martabat pribadi manusia; 4. nilai-nilai sosial tenaga kerja dan perusahaan bebas; 5. pluralisme politik). Article 1. Constitution of France France shall be an indivisible, secular, democratic and social Republic. It shall ensure the equality of all citizens before the law, without distinction of origin, race or religion. It shall respect all beliefs. It shall be organised on a decentralised basis. Terjemahan bebas: (Perancis akan menjadi Republik terpisahkan, sekuler, demokratis dan sosial. Ini harus menjamin kesetaraan semua warga negara di hadapan hukum, tanpa membedakan asal, ras atau agama. Ini harus menghormati semua keyakinan. Ini diselenggarakan secara desentralisasi). Article 2 Constitution of the Portuguese Republic Seventh Revision The Portuguese Republic shall be a democratic state based on the rule of law, the sovereignty of the people, plural democratic expression and organisation, respect for and the guarantee of the effective implementation of fundamental rights and freedoms, and the separation and interdependence of powers, all with a view to achieving economic, social and cultural democracy and deepening participatory democracy. Terjemahan Bebas: (Republik Portugal akan menjadi negara demokratis berdasarkan aturan hukum, kedaulatan rakyat, ekspresi plural demokratis dan organisasi, menghormati dan jaminan pelaksanaan yang efektif dari hak-hak dan kebebasan fundamental, dan pemisahan dan interdependensi kekuasaan, semua dengan tujuan untuk mencapai demokrasi ekonomi, sosial dan budaya dan memperdalam demokrasi partisipatif).
Paham demokrasi memposisikan rakyat sebagai sumber kedaulatan dan penyelenggaraan kedaulatan.14 Pelaksanaan kedaulatan tersebut, harus diatur dalam ketentuan hukum. Mengenai hal tersebut, Max Weber, Carl Schmitt, and Hannah Arendt menuliskan “Democracy needs both a stable constitutional framework and a higher institutionalized representative instance.”15 Berdasarkan pandangan tersebut, maka demokrasi membutuhkan dua hal yakni kerangka konstitusional yang stabil dan internalisasi lembaga perwakilan yang lebih tinggi. Konstitusi memiliki fungsi penting dalam suatu negara. Brian Thompson menyebutkan “constitution is a document which contains the rules for the operation of an organization.”16 Konstitusi adalah sebuah komponen yang memuat ketentuan untuk menjalankan suatu organisasi. Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap merupakan corak umum materi konstitusi.17 Pembatasan kekuasaan ini juga berlaku bagi kekuasaan dan kewenangan untuk membuat undang-undang. Secara ontologi, hakikat hukum termasuk konstitusi adalah moral dan keadilan. Secara umum, konstitusi memiliki empat fungsi umum. Adapun fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
14
.A. Maulani, 2000, Demokrasi dan Pembangunan Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 53. Max Weber, Carl Schmitt, and Hannah Arendt, 2008, Democracy and the Politics of the Extraordinary, Cambridge University Press, New York, h. 156. 16 Brian Thompson, 1997, Textbook on Constitutional an Administrative Law, Blackstone, London, h. 3. 17 Jimly Ashiddiqie, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 17. 15
1.
2.
3.
4.
Fungsi transformasi, mencakup tiga aspek (i) konstitusi mentransformasikan kekuasaan politik ke dalam istilah hukum, sehingga menjadi „legal power‟ atau kewenangan. Ini merupakan kategori hukum, dimana kekuasaan diformalkan oleh hukum; (ii) konstitusi juga mentransformasikan pendirian politik, kepentingan politik ke dalam norma hukum, sehingga mempunyai kekuasaan hukum (legal force), dan (iii) fungsi transformasi dari konstitusi diartikan mereformasi institusi pemerintahan sesuai dengan pandangan politik yang berpengaruh besar. Di Timor Leste, Konstitusi berfungsi mereformasi pemerintahan dan tatanan hukum kolonial menjadi tatanan hukum dan sistem pemerintahan nasional. Fungsi informasi; dapat disebutkan konstitusi sebagai channell atau saluran untuk menyampaikan subsistem politik dan subsistem hukum kepada masyarakat serta medium informasi bagi dunia internasional tentang sistem ketatanegaraan yang dianut oleh suatu negara. Fungsi regulasi; merupakan „efek normatif‟ dari perilaku yang diatur, proses pembuatan peraturan atau keputusan dalam kewenangan (legal power) lembagalembaga negara. Fungsi kanalisasi; dapat dikatakan bahwa konstitusi menyediakan instrumen untuk menyelesaikan problem ketatanegaraan baik itu berupa konflik politik maupun sengketa hukum.18 Dasar penyelenggaran pemerintahan RDTL berasaskan pada Pembukaan
(Mukadimah) dan Pasal 1 ayat (1) Konstitusi. Dalam Pasal 1 ayat (1) dinyatakan “The Democratic Republic of East Timor is a democratic, sovereign, independent and unitary State based on the rule of law, the will of the people and the respect for the dignity of the human person. (RDTL adalah Negara yang Demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu berdasarkan kekuatan hukum, keinginan rakyat dan kehormatan atas martabat manusia).” Isi dari pasal tersebut menunjukan bahwa negara setengah pulau itu akan menjadi negara yang berasaskan pada negara hukum (rechtsstaat dan rule of law).
18
I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 44.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus) yaitu: 1.
Kesepakatan tentang tujuan dan cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).
2.
Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government).
3.
Kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).19 Kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of
institutions and procedures) berimplikasi kepada kewenangan dalam membuat undangundang pada suatu negara hukum. Dalam sistem ketatanegaraan di dunia, dikenal istilah pembagian kekuasaan dan pemisahan kekuasaan. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama.20 Pembagian kekuasaan berhubungan dengan doktrin Trias Politica. Ajaran Trias Politica diajarkan oleh pemikir Inggris yaitu John Locke dan pemikir Perancis yaitu Baron de Montesquieu yang menyebutnya sebagai pemisahan kekuasaan. Menurut ajaran Montesquieu, badan negara dibagi atas tiga kelompok yakni: a. Badan Legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk undang-undang b. Badan Eksekutif, yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang 19 Jimly Ashiddiqie, op,cit., h. 21. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Indonesia Press, Jakarta, h. 140 20
c. Badan Yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undangundang, memeriksa dan mengadilinya. 21 Konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) yang dianut oleh RDTL dapat dilihat pada Pasal 67 Konstitusi RDTL dinyatakan “The organs of sovereignty shall comprise the President of the Republic, the National Parliament, the Government and the Courts.” (Lembaga-lembaga kedaulatan Negara di RDTL terdiri atas Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan). Susunan Lembaga-lembaga Kedaulatan Negara (The organs of sovereignty) ini sama dengan Organs of Supreme Authority Portugal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 110 ayat (1) Constitution of The Portuguese Republic Seventh Revision (2005). Ketentuan tersebut menyatakan “(The organs of supreme authority are the President of the Republic, the Assembly of the Republic, the Government, and the Courts).” Persamaan ini disebabkan karena fakta sejarah dimana RDTL pernah dijajah oleh Bangsa Portugis selama 450 tahun, bahkan Bahasa Resmi RDTL pasca kemerdekaan adalah Bahasa Portugis. Sedikit perbedaan yang terlihat hanyalah pada istilah majelis permuswaratan rakyat saja dimana RDTL menyebutnya dengan National Parliament sedangkan Portugal menyebut dengan istilah the Assembly of the Republic. Presiden Republik, Presiden Parlemen Nasional, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi Administrasi, Perpajakan dan Pemeriksaan Keuangan, Jaksa Agung dan Anggota Pemerintah tidak boleh merangkap dua jabatan. Dalam
21
Miriam Budiardjo, 2005, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 152.
penyelenggaraan tugas dan fungsi kekuasaan negara (functions of state power) harus dipisahkan dan berdiri sendiri satu sama lain dan saling ketergantungan antar satu lembaga terhadap lembaga yang lainnya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 69 Konstitusi RDTL tentang asas pemisahan kekuasaan (separation of power). Dalam Pasal 69 tentang Pemisahan Kekuasaan dinyatakan “Organs of sovereignty, in their reciprocal relationship and exercise of their functions, shall observe the principle of separation and interdependence of powers established in the Constitution.” (Lembagalembaga kedaulatan negara, dalam hubungannya satu sama lain dan dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, harus mengikuti asas pemisahan kekuasaan dan saling ketergantungan yang ditetapkan dalam UUD). Dalam kalimat “harus mengikuti Asas Pemisahan kekuasaan” dan saling ketergantungan” merupakan norma kabur. Oleh sebab itu akan mempengaruhi proses penyelenggaraan dan pelaksanaan kekuasaan lembaga Negara yakni: a. Lemahnya dalam penegekkan hukum; b. Dapat menimbulkan konflik kewenangan Antara lembaga Negara; c. Terjadinya multi tafsir kewenangan Antara lembaga Negara; d. Terjadinya tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kewenangan. Asas pemisahan kekuasaan sebagaimana yang ditegaskan dalam Konstitusi RDTL tidak berlaku mutlak, sebab masing-masing lembaga kedaulatan negara saling ketergantungan, salah satunya dalam menyusun undang-undang. Penyusunan undangundang menjadi ciri bahwa “lembaga Negara dalam pelaksanaan fungsinya masing-
masing harus mengikuti prinsip asas pemisahan kekuasan” artinya bahwa ke empat lembaga kedaulatan Negara yang diatur pada Pasal 67 dalam pelaksanaan fungsinya harus Independen dan tidak adanya campur tangan Antara satu lembaga terhadap lembaga lain. Namun pasal 96 Konstitusi RDTL Parlamen Nasional dapat menizinkan Pemerintah untuk membentuk Undang-undang sebagaimana diatur ayat (1–3) Konstitusi. Selanjutnya kewenangan Pemerintah yang diatur pada pasal 115 ayat (3) menyatakan bahwa “Pemerintah mempunyai wewenang legislatif eksklusif atas urusan yang menyangkut penataan dan tata kerjannya sendiri, serta atas penyelenggaraan Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.” Formulasi dari uraian pasal 69, 96 dan 115 masih merupakan norma kabur. Dalam penjelasannya sebagai berikut: 1. Pasal 69 Asas pemisahan kekuasaan “bahwa lembaga-lembaga kedaulatan Negara dalam pelaksanaan fungsinya harus mengikuti prinsip asas peminsahan kekuasan” akan tetapi dalam pasal 96 Parlamen nasional memperizinkan pemerintah untuk membentuk Undang-undang. 2. Masih berhubung dengan asas pemisahan kekuasan, dalam pasal 115 kewenangan pemerintah (Eksekutif) ayat (3) bahwa pemerintah mempunyai kewenangan Legislatif Eksklusif (secara langsung) atas urusan yang menyangkut penataan dan tata kerjanya sendiri. Kaitanya dengan asas pemisahan kekuasan, pemerintah mempunyai wewenang untuk melaksanakan Undang-undang melainkan untuk membentuk undang-undang.
3. Pasal 97 inisiatif Undang-undang yang dimiliki oleh Anggota Parlamen, Fraksifraksi dalam Parlamen nasional dan Pemerintah. Apabila ditelusuri dari kewenangan lembaga Negara khususnya lembaga legislatif secara konstitusi terdapat dua lembaga Negara yang masing-masing mempunyai kewenangan dalam pembentukan undang-undang yaitu: Lembaga Legislatif dan Lembaga Eksekutif. Oleh karena itu akan menyebabkan terjadinya multi tafsir atas undang-undang baik yang menjadi kewenangan
parlamen
maupun
yang
menjadi
kewenangan
Pemerintah,
konsekuensinya; a) Lemahnya penegakan Hukum dalam implementasi; b) Hak-hak rakyat secara konstitusional tidak terpenuhi; c) Lambatnya proses pembangunan nasional; d) Terjadinya tindakan kesewenan-wenangan oleh lembaga Negara terhadap hakhak rakyat; e) Tumpang tindinya kewenangan yang diberikan kepada lembaga Eksekutif. Dan f) Ketidak jelasnya kewenangan lembaga Negara yang diatur dalam konstitusi Negara RDTL. Negara Timor Leste adalah Negara Hukum yang diatur pada pasal 1 ayat (1) Konstitusi RDTL dikatakan Negara hukum tentu memenuhi unsur-unsur sebagai Negara hukum sebagaimana mestinya, Menurut M.C. Burkens mengemukakan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum jika memenuhi unsur-unsur dan asas-asas dasar sebagai berikut yakni:
1.
Pengakuan, penghormatan dan perlindungan kepribadian manusia (identitas) yang mengimplikasikan asas pengakuan dan perlindungan martabat dan kebebasan manusia yang merupakan asas fundamental negara hukum. Asas kepastian hukum yang mengimplikasikan hal berikut ini: a. Para warga masyarakat harus bebas dari tindakan pemerintah dan pejabatnya yang tidak dapat diprediksi dari tindakan yang sewenangwenang. b. Pemerintah dan para pejabatnya harus terikat dan tunduk pada aturan hukum positif. Semua tindakan poemerintah dan para pejabatnya harus selalu bertumpu pada aturan hukum positif sebagai dasar hukumnya. Asas persamaan (similia similibus). Pemerintah dan para penjabatnya harus memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang dan Undangundang juga berlaku sama untuk semua orang. Asas demokrasi. Asas ini berkenaan dengan cara pengambilan putusan. Tiap warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk mempengaruhi putusan dan tindakan pemerintah. Asas pemerintah dan pejabatnya mengemban fungsi melayani rakyat. Asas ini dijabarkan ke dalam seperangkat asas umum pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang bermartabat manusiawi harus terjamin dan dirumuskan dalam aturan perundang-undangan.22
2.
3.
4.
5.
Pembuatan undang-undang bertujuan untuk mengatur seluruh aktivitas kehidupan manusia dalam bernegara di suatu negara hukum. Kewenangan pembentukan undang-undang di RDTL dipegang oleh beberapa lembaga kedaulatan negara yakni Parlemen Nasional dan Pemerintah. Menurut Pasal 95 Konstitusi RDTL, Parlemen Nasional berwewenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang-undang mengenai persoalan-persoalan dasar yang menyangkut kebijakan dalam dan luar negeri. Parlemen Nasional, secara eksklusif, berwewenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang-undang mengenai: a)
Perbatasan Republik Demokratis Timor Leste, sesuai dengan Pasal 4; 22
2001.
Benard Arief Sidharta, 2000, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 1999-
b) Perbatasan perairan teritorial, zona ekonomi eksklusif dan hak Timor Leste atas daerah sekitarnya dan landasan kontinental; c) Lambang-lambang negara, sesuai dengan ayat 2 Pasal 14; d) Kewarganegaraan; e) Hak-hak, kebebasan dan jaminan; f) Kedudukan dan kemampuan individu, hukum keluarga dan hukum kewarisan; g) Pembagian wilayah; h) Undang-undang tentang pemilihan umum dan sistem jajak pendapat; i) Partai-partai politik dan perkumpulan politik; j) Kedudukan para Anggota Parlemen Nasional k) Kedudukan pemegang jabatan dalam lembaga-lembaga negara; l) Dasar-dasar sistem pendidikan; m) Dasar-dasar sistem kesehatan dan jaminan sosial; n) Penangguhan jaminan sesuai dengan UUD dan pengumuman keadaan perang dan keadaan darurat; o) Kebijakan Pertahanan dan Keamanan; p) Kebijakan perpajakan; q) Sistem penganggaran.
Parlemen Nasional memiliki kewenangan yang cukup luas dalam menentukan arah dan tujuan negara RDTL. Dalam situs resmi Pemerintah RDTL dituliskan The National Parliament will be responsible for making laws on issues concerning the country’s domestic and foreign policy, as well as other functions set out in the Constitution. (Parlemen Nasional akan bertanggung jawab dalam pembentukan undangundang mengenai kebijakan di dalam dan luar negeri serta fungsi-fungsi lain sebagaimana yang diatur dalam konstitusi). Selanjutnya dituliskan bahwa secara khusus, Parlemen Nasional memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Pass relevant, well drafted legislation in a timely manner; 2. Establish a multiparty system and democratic rules through a productive dialogue; 3. Provide a counterbalance to the powers of the Presidency and of the Government; and
4. Establish and maintain proper, efficient and effective communication between the various branches of the Government in order to ensure respect for the Constitution and constitutionally enacted laws, transparency within the public administration, and the independence and impartiality of the judiciary. 23 Terjemahan bebas: 1. Melewati secara relevan, baik disusun undang-undang pada waktu yang tepat; 2. Membangun sistem multipartai dan aturan demokrasi melalui dialog yang produktif; 3. Menyediakan penyeimbang kekuasaan Kepresidenan dan Pemerintah; dan 4. Membangun dan mempertahankan komunikasi secara tepat, efisien dan efektif antara berbagai cabang Pemerintah untuk memastikan penghormatan terhadap konstitusi dan hukum konstitusi yang berlaku, transparansi dalam administrasi publik, dan independensi dan imparsialitas peradilan. Sebagai lembaga legislatif, Parlemen Nasional memiliki kewenangan yang kuat dalam pembentukan undang-undang di RDTL. Berkaitan dengan kewenangan lembaga Negara dalam pembentukan Undang-undang dikaitkan dengan Negara-negara lain seperti Negara Brazil, Kewenangan legislatif di Brazil dipegang National Congress (Kongres Nasional) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44 Konstitusi Brazil yang menyatakan “The Legislative Power is exercised by the National Congress, which is composed of the Chamber of Deputies and the Federal Senate.” Sistem perwakilan di Negara RDTL menggunakan sistem satu badan sedangkan Brazil menggunakan sistem dua badan (bicameral system), dimana National Congress terdiri dari Chamber of Deputies dan the Federal Senate.
23
ment of East Timor, Government, http://www.easttimorgovernment.com/government.htm, diakses terakhir 16 Juli 2015.
Lembaga-lembaga kedaulatan negara merupakan penyelenggara negara. Penyelenggara negara adalah lembaga-lembaga negara yang diberi wewenang oleh konstitusi untuk mengadakan pemerintahan sebuah negara, yang dalam pengertian luas mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.24 Dalam penyelenggaraan negara, RDTL menggunakan pemisahan kekuasaan (separation of power) yang bersifat saling ketergantungan. Ketergantungan ini dapat dilihat dari pembuatan undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Konstitusi RDTL. Parlemen Nasional dapat memberikan perizinan legislatif kepada Pemerintah. Dalam Pasal 103 Konstitusi RDTL menyatakan “The Government is the organ of sovereignty responsible for conducting and executing the general policy of the country and is the supreme organ of Public Administration.” (Pemerintah adalah badan kedaulatan yang bertanggung jawab atas pengarahan dan pelaksanaan kebijakan umum negara dan merupakan badan Pemerintahan Umum tertinggi. Pemerintah terdiri atas Perdana Menteri, para Menteri dan para Sekretaris Negara. Pemerintah dapat mempunyai satu atau lebih Wakil Perdana Menteri dan Wakil Menteri. Dalam pembuatan undang-undang, Parlemen Nasional dapat mengizinkan Pemerintah untuk membuat undang-undang, yang diatur pada Pasal 96 Konstitusi RDTL disebutkan: Ayat (1) The National Parliament may authorise the Government to make laws on the following matters:
24
Iman Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2008, Dasar-dasar Politik Hukum, Rajawali, Jakarta, h. 45.
a) Definition of crimes, sentences, security measures and their respective prerequisites; b) Definition of civil and criminal procedure; c) Organisation of the Judiciary and status of magistrates; d) General rules and regulations for the public service, the status of the civil servants and the responsibility of the State; e) General bases for the organisation of public administration; f) Monetary system; g) Banking and financial system; h) Definition of the bases for a policy on environment protection and sustainable development; i) General rules and regulations for radio and television broadcasting and other mass media; j) Civic or military service; k) General rules and regulations for requisition and expropriation for public purposes; l) Means and ways of intervention, expropriation, nationalisation and privatisation of means of production and land on grounds of public interest, as well as criteria for the establishment of compensations in such cases. Terjemahan bebas: Ayat (1) Parlemen Nasional dapat mengizinkan Pemerintah untuk membuat undangundang mengenai hal-hal sebagai berikut: a) Definisi kejahatan, hukuman, upaya pengamanan dan masing-masing persyaratannya; b) Definisi prosedur hukum perdata dan hukum pidana; c) Penataan kehakiman dan kedudukan kehakiman; d) Aturan dan peraturan umum untuk kepegawaian negeri, kedudukan pegawai negeri dan tanggung jawab Negara; e) Dasar-dasar umum untuk penataan pemerintahan umum; f) Sistem moneter; g) Sistem perbankan dan keuangan; h) Definisi dasar-dasar kebijakan perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan yang berkesinambungan; i) Aturan dan peraturan umum untuk penyiaran radio dan televisi dan media massa lainnya; j) Pengabdian militer atau kewajiban warga negara; k) Aturan dan peraturan umum bagi penuntutan resmi dan penyitaan atas kepentingan umum; l) Cara dan bentuk intervensi, penyitaan, nasionalisasi dan pengswastaan
Dalam ayat (2) disebutkan bahwa Laws authorizing legislation shall define the subject, sense, scope and duration of the authorisation, which may be renewed. (Undang-undang mengenai Perijinan Legislatif akan menentukan pokok, pengertian, ruang lingkup dan masa berlakunya perijinan tersebut, dan perijinan tersebut dapat diperbarui). Menurut Pasal 96 ayat (3) Konstitusi RDTL disebutkan “Laws on legislative authorisation shall not be used more than once and shall lapse with the dismissal of the Government, with the end of the legislative term or with the dissolution of the National Parliament.” (Undang-undang mengenai Perizinan Legislatif tidak dapat digunakan lebih dari satu kali dan tidak berlaku lagi ketika Pemerintah diberhentikan, dengan berakhirnya masa legislatif atau dengan pembubaran Parlemen Nasional). Pasal 115 Konstitusi RDTL juga menentukan kewenangan Pemerintah dalam ranah legislasi. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah berwewenang dan bertanggung jawab menjamin hubungan dengan badan-badan lain untuk mengajukan rancangan undang-undang dan konsep resolusi pada Parlemen Nasional. Pemerintah mempunyai wewenang legislatif eksklusif atas urusan yang menyangkut penataan dan tata kerjanya sendiri, serta atas penyelenggaraan Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kewenangan
pembuatan
undang-undang
melalui
perizinan
legislatif
menimbulkan permasalahan filosofis, yuridis dan sosiologis. Secara filosofis, setiap aturan hukum bertujuan untuk mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Undang-undang yang dibentuk oleh Pemerintah melalui perizinan legislatif yang
diberikan oleh Parlemen Nasional hanya berlaku untuk satu kali periode pemerintahan saja dan tidak berlaku lagi ketika Pemerintah diberhentikan, dengan berakhirnya masa legislatif atau dengan pembubaran Parlemen Nasional. Ketentuan dalam Pasal 96 ayat (3) Konstitusi Negara RDTL tersebut tidak memberikan kepastian hukum bagi rakyat RDTL. Pergantian undang-undang akan sering terjadi dan tergantung dari periode pemerintahan yang berkuasa. Pelanggaran asas kepastian hukum ini mencederai asas negara hukum yang dianut oleh Negara RDTL. Dari segi moral politik, terdapat empat alasan utama negara diselenggarakan berdasarkan hukum. Pertama, hanya dengan berdasarkan hukum dapat tercapai kepastian hukum yang merupakan kebutuhan masyarakat untuk dapat memperhitungkan tindakan negara. Kedua, hanya melalui penyelenggaraan negara berdasarkan hukum kesamaan yang hakiki semua manusia dan semua warga negara dapat diwujudkan. Ketiga, hukum yang dibuat lembaga legislatif merupakan bentuk legitimasi demokratis bahwa penggunaan kekuasaan didasarkan pada persetujuan warga negara. Keempat, negara hukum dipandang sebagai tuntutan akal budi sebagai penata kehidupan bermasyarakat yang membedakan manusia dengan binatang. Hukum dibuat dan dijalankan secara rasional, bukan atas dasar dorongan irasional atau istingtual.25 Secara epistemologi, pembuatan undang-undang wajib didasarkan pada asasasas pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam doktrin ilmu hukum sebagaimana dikemukakan Fuller, terdapat delapan prinsip tersebut meliputi (1) 25 Franz Magnis Suseno, 1991, Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenengaraan Modern, Gramedia, Jakarta, h. 295.
general; (2) made known or available to the affected party (promulgation); (3) prospective, not retroactive; (4) clear and understandable; (5) free from contradictions; they should not (6) require what is impossible; (7) be too frequently changed; finally (8) there should be congruence between the law and official action.26 Pendapat Fuller diterjemahkan oleh Satjipto Rahardjo sebagai berikut: 1. Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu, hal ini berarti, bahwa tidak ada tempat bagi keputusan-keputusan secara ad-hoc, atau tindakantindakan yang bersifat arbiter; 2. Peraturan-peraturan itu dibuat harus diumumkan secara layak; 3. Peraturan-peraturan itu tidak boleh berlaku surut; 4. Perumusan-perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat; 5. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin; 6. Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain; 7. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah; 8. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan-peraturan yang telah dibuat.27 Keberlakuan undang-undang yang dibentuk Pemerintah melalui perizinan legislatif oleh Parlemen Nasional bertentangan dengan syarat ke-7 yakni peraturan harus tetap dan tidak boleh sering diubah-ubah. Ketentuan Pasal 96 ayat (3) Konstitusi RDTL ini juga menjadi problematika yuridis dimana suatu hukum yang baik akan menghindari frekuensi perubahan aturan. Perizinan legislatif sendiri juga tidak sesuai dengan sistem pemisahan kekuasaan (separation of power). Pemisahan kekuasaan tidak menghendaki adanya koordinasi antara lembaga penyelengga negara.
26 27
H.L.A Hart, 1983, Essays in Jurisprudence and Philosophy, Clarendon, Oxford, h. 347. Satjipto Rahardjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung h. 78.
Secara sosiologis, keberlakuan suatu undang-undang yang tergantung dari periode pemerintahan menimbulkan tendensi untuk saling menjatuhkan antara Lembaga-Lembaga Kedaulatan Negara. Misalnya, dalam perjalanan pemerintahan, Parlemen Nasional tidak lagi sependapat dengan undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah atau menganggap bahwa undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah menghalangi tujuan Parlemen Nasional maka Parlemen Nasional akan berupaya menggulingkan Pemerintah. Sehubungan dengan masalah tersebut, Parlemen Nasional dapat mengajukan mosi tidak percaya pada Pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan programnya atau atas hal-hal yang menyangkut kepentingan negara. Masa keberlakuan undang-undang yang hanya satu kali periode pemerintahan menyebabkan ketidakstabilan dibidang ekonomi, pertahanan dan keamanan. Undangundang yang dibuat melalui perizinan legislatif menyangkut masalah perekonomian. Masalah tersebut mencakup sistem moneter; sistem perbankan dan keuangan, definisi dasar-dasar kebijakan perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan yang berkesinambungan, aturan dan peraturan umum untuk penyiaran radio dan televisi dan media massa lainnya. Perubahan undang-undang yang bergantung pada periode pemerintahan akan menimbulkan ketidakstabilan di bidang ekonomi. Investor akan sangat menimbang-nimbang untuk menanamkan modalnya di Negara RDTL. Kebijakan ekonomi yang sangat bergantung pada kebijakan politik, di satu sisi dapat menguntungkan pelaku usaha namun di sisi lain, dapat merugikan pelaku usaha jika
pemerintahnya tidak responsif terhadap kepentingan dunia usaha. Kondisi ini, secara umum dapat merugikan Negara RDTL sebagai negara yang baru membangun. Undang-undang yang dibuat melalui perizinan legislasi juga mencakup definisi kejahatan, hukuman, upaya pengamanan dan masing-masing persyaratannya, definisi prosedur hukum perdata dan hukum pidana, penataan kehakiman dan kedudukan kehakiman, aturan dan peraturan umum untuk kepegawaian negeri, kedudukan pegawai negeri dan tanggung jawab Negara, pengabdian militer atau kewajiban warga negara, aturan dan peraturan umum bagi penuntutan resmi dan penyitaan atas kepentingan umum serta cara dan bentuk intervensi, penyitaan, nasionalisasi dan pengswastaan serta dasar-dasar umum untuk penataan pemerintahan umum. Perubahan undang-undang ini tentu akan melanggar hak asasi yang seharusnya dilindungi. Oleh sebab itu, sangat menarik untuk menyusun penelitian yang berjudul: KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG BERDASARKAN KONSTITUSI NEGARA REPUBLIK DEMOKRASI TIMOR LESTE 1.2 Rumusan Masalah Dari judul rancangan usulan disertasi tersebut diatas maka peneliti mengidentifikasi masalah pokok yang diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kewenangan Lembaga Negara dalam pembentukan undang-undang? 2. Apakah model Pemerintahan Republik Demokrasi Timor Leste terkait dengan pembuatan undang-undang?
1.3. Tujuan Penelitian Pada dasarnya setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan-tujuan yang dicapai oleh karena itu, dalam penulisan ini dapat diklasifikasikan atas tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan pemikiran secara filosofis, teoritis dan sosiologis terhadap kewenangan kewenangan pembuatan undangundang melalui perizinan legislatif dalam konsep pemisahan kekuasaan berdasarkan Konstitusi RDTL. Penelitian ini juga untuk memahami dimensi hukum pemerintahan dan menganalisis kewenangan Lembaga Legislatif dan Eksekutif dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan baik secara atribusi maupun delegasi berdasarkan Konstitusi RDTL. 1.3.2 Tujuan Khusus Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, ada tujuan khusus yang dicapai sebagai berikut: a) Untuk menganalisis dan menemukan hakikat kewenangan Lembaga-lembaga Kedaulatan Negara dalam pembentukan undang-undang. b) Untuk menganalisis dan menentukan model Pemerintahan Republik Demokrasi Timor Leste terkait dengan pembuatan undang-undang.
1.4
Manfaat Penelitian Penulisan suatu karya ilmiah tentu bermanfaat bagi setiap instutisi akademik,
pemerintah, peneliti maupun individu yang membutuhkannya. Oleh karena itu, dalam penulisan ini manfaat yang dicapai dibedakan menjadi manfaat teoretis dan manfaat praktis, tersebut sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya kewenangan pemerintahan negara pembentukan undang-undang. Di samping itu, memberikan pemikiran
dan
pengetahuan
tentang
asas-asas
pembentukan
peraturan
perundangundangan di RDTL. Dengan demikian, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum tata negara, hukum pemerintahan, hukum konstitusi dan teknik perancangan peraturan perundang-undangan. 1.4.2 Manfaat praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi Lembaga Legislatif (Parlamen Nasional) hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk melaksanakan fungsi kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Negara RDTL.
2. Bagi Lembaga Eksekutif (Pemerintah) hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk melaksanakan fungsi kewenangan, baik sebagai lembaga pelaksanaan Undang-undang sekaligus sebagai lembaga Legislatif daalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Negara RDTL. 3. Bagi penegak hukum; Hakim, Jaksa, Polisi dan pengacara baik Negara maupun swasta dan lembaga Independen; Ombudsman (Provedoria de Direito Humanos e Justica) dan Komisi Anti Korupsi (Comisaun Anti Corupsaun, hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penegakan
hukum
untuk
memberikan
pelayanan
publik,
terutama
melindunggi hak-hak rakyat secara konstitusional. 4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada masyarakat secara umum untuk mengetahui dan memahami terhadap peran serta fungsi kewenangan lembaga-lembaga Negara dalam melaksanakan kewenangannya masing-masing.