LAPORAN KEGIATAN PENYIDIKAN PENYAKIT EKSOTIK DALAM RANGKA KEGIATAN PERLINDUNGAN HEWAN TERHADAP PENYAKIT EKSOTIK (PMK)TAHUN 2012
BAB I PENDAHULUAN Suatu penyakit hewan eksotik yang sangat menular seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mampu menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya baik bagi produsen ternak, industri terkait maupun konsumen. Pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia dan akan melakukan upaya pemberantasan dengan biaya yang diharapkan dapat ditekan serendah mungkin apabila wabah PMK suatu saat muncul kembali Sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK pada tahun 1986 dan status kebebasan ini telah diakui secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE), maka selama 15 tahun Pemerintah Indonesia telah menetapkan pelarangan importasi yang ketat terhadap hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang berasal dari negara-negara yang dinyatakan tertular dalam upaya untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia. Namun demikian peningkatan arus lalu lintas manusia dan barang serta perubahan pola perdagangan serta juga perubahan peraturan perdagangan dunia telah menyebabkan meningkatnya kemungkinan timbulnya wabah PMK. Jalur masuk yang memungkinkan yang menyebabkan virus PMK masuk ke suatu negara bebas adalah melalui penyelundupan daging yang tidak diolah dan produk hewan lainnya, terorisme ekonomi dan sampah yang ditransportasikan dengan pesawat terbang dan kapal laut (Donaldson dan Doel, 1994). Oleh karena sangat tidak mungkin untuk melakukan pemblokiran seluruh jalur masuk yang mungkin menyebabkan masuknya PMK ke Indonesia, maka kemungkinan terjadinya wabah harus tetap dipertimbangkan. Ada beberapa dasar pertimbangan teknis maupun ekonomis yang mendorong Penyebaran PMK selalu mengikuti pola lalu lintas dan perdagangan ternak, sehingga dengan melaksanakan
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
1
pelarangan lalu lintas hewan, bahan asal hewan dan hasil olahannya serta tindakan karantina yang ketat terutama di daerah-daerah perbatasan antara wilayah tertular/tersangka dengan wilayah bebas, maka pemberantasan PMK dengan menerapkan strategi pembebasan pulau per pulau sangat layak untuk dilaksanakan. Secara umum dapat dikatakan pelaksanaan program pemberantasan PMK tahun 1974 – 1983 berjalan dengan cukup baik ditandai dengan perkembangan kasus yang semakin menurun setiap tahunnya dan kasus menghilang sama sekali sejak tahun 1978 – 1982. Suatu daerah tertular dinyatakan bebas setelah 3 tahun dilakukan vaksinasi secara berturut-turut dan kemudian dilakukan evaluasi dan surveilans selama 3 tahun. Provinsi Bali dinyatakan bebas pada tahun 1978, Provinsi Jawa Timur pada tahun 1981 dan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1982. Untuk daerah tersangka seperti Provinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, upaya pemberantasan dilaksanakan dengan jalan mengadakan monitoring dan surveilans untuk memastikan ada tidaknya kasus PMK. Proses pengakuan internasional yang diperoleh Indonesia sebagai negara dengan status bebas PMK menempuh jalan yang cukup panjang. FAO/APHCA pada tahun 1986 melakukan evaluasi dan kajian terhadap status PMK di Indonesia dan menyimpulkan bahwa Pemerintah Indonesia berhasil mengendalikan dan menberantas PMK yang telah berjangkit di Indonesia lebih dari 100 tahun dengan komitmen dan dedikasi yang tinggi. Penyakit Eksotik adalah penyakit yang berasal dari luar Negeri dan kejadiannya sampai sekarang belum ditemukan atau sudah tidak terjadi lagi kasus tersebut di Indonesia. Kasus penyakit eksotik menimbulkan dampak yang sangat besar bagi keadaan sosial, ekonomi bahkan politik Indonesia, oleh karena itu deteksi dini dan keakuratan diagnosis adalah kunci dalam usaha pencegahan masuknya penyakit eksotik ke Indonesia. Dari beberapa penyakit eksotik yang harus terus diwaspadai agar tidak masuk ke Indonesia antara lain adalah Penyakit Mulut dan Kuku
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
2
(PMK),
penyakit
Bovine
Spongiform
Encephalopathy
(BSE)
dan
Paratuberculosis. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Aphthovirus yang merupakan virus yang berjangkit disebagian besar belahan dunia, seringkali menyebabkan epidemi yang luas pada sapi dan babi piaraan (Frank, dkk, 1995). Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit viral pada ternak yang kerap menimbulkan wabah hebat yang menurunkan tingkat produktivitas ternak dan nyata-nyata mempengaruhi mata pencarian masyarakat pedesaan yang sepenuhnya bergantung pada ternak. PMK merupakan kepentingan global dengan multi faktor yaitu: menyerang banyak spesies; mempengaruhi produksi dan pengelolaan ternak; mempengaruhi perdagangan ternak dan produk ternak; dan menguras dan akan terus menguras alokasi sumberdaya kesehatan hewan. Satu studi yang dilakukan oleh Rushton dan Knight-Jones (2012) memisahkan dampak PMK menjadi 2 (dua) komponen yaitu dampak langsung akibat penurunan produksi dan perubahan struktur populasi ternak; dan dampak tidak langsung terkait dengan biaya yang secara signifikan harus dikeluarkan untuk pengendalian dan manajemen PMK. Epidemi tersebut juga memperlihatkan bahwa dampak politik dan ekonomi dari penyebaran penyakit ini bukan hanya ditanggung sektor pertanian dan industri pangan, tetapi bahkan meluas ke sektor lainnya yang terkait dengan masyarakat. Indonesia merupakan salah satu dari 66 negara yang dinyatakan “bebas tanpa vaksinasi” sesuai resolusi OIE Nomor 17 yang ditetapkan dalam Sidang Umum Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) ke-81 pada bulan Mei 2013.
Dengan resolusi yang selalu diperbaharui setiap tahun ini, artinya
Indonesia sudah bebas PMK selama hampir 27 tahun sejak dideklarasi pada 1986 yang lalu, meskipun baru diakui OIE secara resmi pada 1990. Untuk mempertahankan status bebasnya, Indonesia melakukan berbagai upaya yang dipersyaratkan OIE sebagaimana disinggung di bawah ini, meskipun masih perlu dikaji ulang apakah upaya-upaya tersebut cukup efektif, memenuhi kaidah teknis, dan sudah sejalan dengan dinamika perkembangan ilmu dan teknologi.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
3
Salah satu persyaratan yang harus tetap dilakukan oleh negara bebas sesuai standar OIE adalah melakukan surveilans berkelanjutan. Surveilans serologis PMK dilaksanakan oleh Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) setiap tahun sejak 1990. [11] Dalam hal ini digunakan metoda Elisa Liquid Phase Blocking untuk mendeteksi antibodi struktural PMK. Selama ini Pusvetma melakukan pengambilan sampel di wilayah-wilayah yang dianggap berisiko tinggi baik yang letaknya di perbatasan dengan negara tetangga, dan wilayah padat ternak yang pernah ada kasus PMK di masa lampau. Wilayah-wilayah tersebut adalah Sumatera (Sumatera Utara, Riau dan Jambi), Kalimantan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur), Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara), Jawa (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dan Bali. Namun setelah 1997, tidak lagi dilakukan surveilans PMK di Bali. Disamping itu untuk memperkuat kewaspadaan dini terhadap PMK telah dirintis penyusunan panduan Kiatvetindo (Kesiapsiagaan Darurat Veteriner Indonesia) untuk PMK sejak 2000 yang lalu dan sampai saat ini telah direvisi tiga kali. Panduan ini berisikan prosedur baku kesiapan nasional dalam menghadapi keadaan darurat apabila wabah PMK berjangkit. Dalam rangka mensosialisasikan panduan ini telah dilaksanakan beberapa kali lokakarya simulasi PMK untuk para dokter hewan yang bertugas di provinsi maupun kabupaten/kota. Upaya lain dalam mempertahankan status bebas tersebut yaitu melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness). Pesan yang disampaikan pada umumnya meliputi pengenalan mengenai PMK, bahayanya bagi Indonesia, dan peran apa yang bisa dilakukan untuk mencegah PMK masuk kembali ke Indonesia. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit yang sangat menular dan merugikan pada semua hewan berkuku belah. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus aphthovirus, familia Picornaviridae. Terdapat tujuh serotype virus PMK yaitu ; O, A, C, Asia 1, SAT 1, SAT 2 dan SAT 3 (OIE, 2004a), secara klinis serotipe ini tidak dapat dibedakan. Beberapa spesies seperti sapi, babi , kambing, domba, kerbau dan hewan liar berkuku belah seperti rusa, antelope dan babi hutan juga dapat terjangkit PMK (OIE, 2004a). Diantara hewan-hewan di Asia, sapi dan kerbau mempunyai kerentanan yang tinggi baru
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
4
diikuti babi sedangkan kambing dan domba bersifat kurang rentan dan hanya memainkan peranan sedikit dalam penyebaran penyakit (Subronto,1997). Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berfariasi tergantung galur virus PMK yang menyerang, gejala klinis yang pertama muncul adalah kenaikan suhu tubuh diikuti lemas, nafsu makan turun, pada saat lepuh-lepuh terbentuk didalam mulut salivasi akan meningkat dan disertai terbentuknya busa disekitar bibir serta leleran saliva yang menggantung. Lepuh dapat terlihat pada permukaan bibir sebelah dalam, gusi, lidah bagian samping dan belakang. Kulit dicelah teracak menjadi bengkak, merah dan panas sehingga hewan tidak bias berdiri, lepuh-lepuh ini mudah pecah sehingga isinya mudah keluar dan meninggalkan keropeng bersisik, adanya infeksi sekunder akan menunda kesembuhan lesi. (Subronto, 1997). Aphthovirus menginfeksi berbagai hewan teracak dan spesies hewan liar. Sapi, kerbau air, domba, kambing, unta dan babi adalah rentan terhadap penyakit mulut dan kuku (Frank, dkk, 1995). Kejadian PMK pertama kali dilaporkan tahun 1887 di Malang kemudian menyebar ke Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan , Bali dan Nusa Tenggara. Tahun 1962 kembali muncul di Bali akibat masuknya ternak secara illegal dari Jawa Timur dan berakhir tahun 1966, tahun 1983 terjadi wabah ketiga di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan dalam waktu 2 minggu telah menyebar keseluruh Pulau Jawa melalui perpindahan ternak dan perdagangan daging (Direktorat Bina Produksi Peternakan, 2002). Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan penyakit tersebut dengan melakukan vaksinasi masal serta mengontrol jalur perpindahan hewan serta produk asal hewan. Vaksinasi meliputi lebih dari 95% ternak yang diduga terserang PMK di Jawa yang memberi hasil penurunan kasus PMK tahun 1974-1983. Status bebas PMK dimulai di Bali tahun 1978, Jawa Timur 1981, sulawesi Selatan 1983, Indonesia dinyatakan bebas dari PMK tahun 1986 (Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, 2002).
Etiologi PMK disebabkan oleh picorna-virus. Telah diketahui bahwa PMK mempunyai 7 tipe, yaitu tipe-tipe A,O, C, Asia 1 dan SAT 1, 2 dan 3.Telah pula
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
5
diketahui banyak subtype yang pengenalannya semula didasarkan atas perbedaan kelakuan subtype-subtype virus di dalam reaksi serologic secara uji ikatan komplemen. Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 61 subtype virus. Arti penting dari subtype-subtype tersebut, yang diberi kode A5, A24, 01, C3 dan sebagainya adalah dalam segi taksonomi dan epidemiologi virus; untuk tujuan praktis dalam pemilihan galur virus untuk pembuatan vaksin, uji netralisasi silang diantara galur-galur virus dianggap lebih penting. Uji netralisasi silang dinyatakan dalam suatu indeks yang dikenal sebagai nilai "r". poli pettida kapsit yang disebut VP1 dan VP3 adalah imunogen yang mudah mengalami perubahan mutasi. VPI diduga tersangkut dalam pengikatan pada sel-sel. Rekombinasi genetic diantara galurgalur virus PMK sekarang telah diketahui dengan baik VP1 dan VP3 telah dicodekan (coded) ke dalam plasmid dan dapat dihasilkan oleh kuman Escherichia coli. Dalam keadaan yang serasi virus PMK bersifat sangat tahan dan dapat ditularkan melalui produk-produk hewani seperti kulit, daging dan susu. Di dalam otot, karena terbentuknya asam, virus hanya mampu bertahan selama dua hari dan menjadi inaktif, sedangkan di dalam jaringan lain, misalnya kelenjar-kelenjar dan sungsum tulang, virus dapat hidup berbulan-bulan dalam penyimpanan beku. Ketahanan virus serupa juga ditemukan pada daging yang diasinkan. Virus bersifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang cukup lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol, terutama jika kelembaban udara mencapai 70% dan suhu udara yang dingin. Virus bersifat peka terhadap alkali maupun asam. Untuk mensuci hamakan tempat maupun alat-alat, bisa digunakan larutan sodium karbonat 4% atau sodium hidroksida 2%. Untuk membersihkan tubuh orang yang diduga tercemar dianjurkan menggunakan asam nitrat 0.5%. Kepulauan Indonesia tertular dengan type O pada 1887. pada pertengahan 1983, di Jawa tengah terjadi wabah PMK yang bermula dari Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Penyakit diketahui telah meluas ke daerah- daerah lain, hingga hampir semua kabupaten di Jawa terserang. Pulau Jawa dengan populasi ternak besar dewasa ini sebanyak lebih dari 5 juta ekor telah tertular penyakit selama 92 tahun, dan pulau madura dengan lebih kurang setengah juta ternak besar untuk ternak besar telah tertular untuk jangka waktu 70 tahun. Dalam jangka waktu yang
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
6
panjang penyakit telah menjalar ke pulau-pulau yang lain, akan tetapi dapat tertahan oleh karena ketidak mampuan virus untuk melangsungkan mata rantai penyebaran. PMK di Asia Tenggara bersifat enzooti dengan kejadian klinis yang sifatnya rendah sampai sedang, dan Kadang-kadang diselingi dengan wabah yang besar. Pemindahan ternak merupakan unsur yang terpenting dalam penyebaran penyakit, yang biasanya mengikuti jalan atau transportasi. Wabah-wabah yang terjadi di daerah yang semula bebas hampir selalu dapat dilacak terjadinya dan disebabkan oleh pemasukan hewan-hewan
ke daerah tertular tersebut. Pada
daerah tropis, penyebaran secara aerosol dan angin mungkin hanya terbatas pada jarak-jarak yang pendek. Penularan melalui daging dan produk-produk hewani lain tidak begitu dikenal luas, meskipun hal tersebut mungkin saja dapat terjadi.
Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) pertama kali didiagnosis di Inggris pada tahun 1986. sejak itu penyakit ini menjadi epidemi disana dan selanjutnya ditemukan di Irlandia Utara, Republik Irlandia, Oman, Swiss, Prancis dan barangkali negara eropa lainnya (Frank, dkk, 1995). Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau Mad cow adalah penyakit pada sapi dewasa yang menyerang susunan syaraf pusat dengan ditandai adanya degenerasi spongiosa pada sel syaraf yang berdampak fatal (fatal Neurologikal disease). Penyakit BSE ini termasuk dalam kelompok penyakit transmissible spongiform encephalopathies (TSE). Menurut Sitepoe tahun 2000 Bovine Sponiform Encephalopathy disebabkan oleh sejenis protein yang disebut Prion (Proteinaceous Infectious) dan disingkat PrP. Prion sangat tahan terhadap bahan kimia yang bersifat merusak (formalin, ethanol, deterjen, H2O2 dll) dan berbagai kondisi yang ektrim seperti suhu (sampai 1320C) dan tekanan tinggi, pH rendah mau tinggi. Penyakit yang disebabkan oleh Prion ini dapat menyerang manusia maupun hewan, dan sampai sejauh ini belum dapat diobati. Hewan yang peka terhadap BSE adalah sapi, dan sejauh ini diketahui bahwa tidak ada perbedaan kepekaan diantara ras atau jenis sapi terhadap BSE. Penularan BSE terutama melalui pakan yang mengandung tepung daging dan tulang (Meat Bone Meal/MBM) yang berasal dari hewan penderita. Penularan
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
7
secara kontak langsung belum pernah dilaporkan, sedang penularan secara vertical dari induk ke anak sangat kecil kemungkinannya. Manusia tertular BSE melalui daging dan produk lain dari hewan yang menderita BSE. Rata-rata sapi yang terserang BSE berumur 5 tahun. Masa inkubasi BSE antara 2 - 8 tahun dengan rata-rata 5 tahun. Gejala klinis yang paling menonjol adalah gejala syaraf. Secara umum terjadi perubahan pada status mental dan tingkah laku, abnormalitas bentuk tubuh dan pergerakan serta gangguan sensorik. Gejala umum yang nampak antara lain hilangnya nafsu makan, kekurusan, penurunan produksi susu, ataksia (kejang-kejang), tremor, agresif dan suka menyepak, telinga tegak dan kaku kadang-kadang hewan terjatuh. Selain itu hewan penderita sangat sensitif terhadap suara, sinar dan sentuhan. Penyakit Mulut dan Kuku memiliki nilai yang penting terhadap peternakan karena
keberadaan
penyakit
tersebut
menimbulkan
dampak
penurunan
produktifitas hasil peternakan karena memiliki morbiditas yang tinggi dan mortalitas yang cukup tinggi pada hewan yang muda. Selain itu BSE merupakan penyakit yang penting dan perlu selalu diwaspadai kemungkinan penyebarannya karena tidak hanya berbahaya bagi hewan tapi juga bagi manusia karena bersifat zoonosis. Penyakit mulut dan Kuku, merupakan penyakit yang berbahaya, telah mendorong dibuatnya peraturan internasional yang ditujukan untuk menekan sekecil mungkin resiko masuknya penyakit hewan ke suatu negara. Beberapa negara telah berhasil
dapat mencegah masuknya Penyakit mulut dan Kuku
dengan melarang pemasukan semua jenis hewan dan produk hewan dari negara tempat penyakit itu berjangkit (Frank, dkk, 1995)..
PARATUBERCULOSIS Paratuberculosis atau penyakitnya Johne’s Disease adalah Penyakit mycobacterial pada sapi yang disebabkan oleh Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP), ditandai dengan manifestasi peradangan usus (enteritis granulomatosa). Gajal klinik pada stadium akhir berupa diare kronik dan kehilangan berat badan. Gejala tersebut baru muncul setelah sapi berumur 2
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
8
sampai 10 tahun, meskipun infeksinya terjadi sejak anak sapi dilahirkan (neonatal). Selain menyerang sapi, Johne’s Disease juga menyerang ruminansia lain, seperti kerbau, kambing, domba, bison, rusa. Johne’s Disease jarang menyerang kuda dan babi. Johne’s Disease ini pertama ditemukan pada sapi perah oleh Dr. Heinrich A. Johne pada tahun 1895 di Jerman. Sehingga dikenal dengan nama “ John’s Disease” yang saat ini telah penyebarannya sudah meluas di berbagai belahan dunia. Gejala spesifik Johne’s Disease pada sapi berupa kehilangan berat badan meskipun nafsu makan normal, diare, produksi susu turun. Hhewan dapat terinfeksi sebelum umur 6 bulan melalui makanan atau susu yang terkontaminasi MAB. Karena perkembangan penyakitnya yang lambat, maka gejala klinik seringkali tidak teramati sampai umur hewan paling sedikit tiga tahun. Tanda klinik ini muncul, seringkali dipicu oleh adanya stres seperti beranak atau kepadatan ternak dalam suatu kandang. Sapi yang sudah menunjukkan gejal klinis dapat menularkan penyakit melalui fesesnya dan sangat berbahaya bagi hewan sekelompoknya. Karena sapi tersebut dapat menghamburkan (shedding) MAP selama 18 bulan sesudah perkembangan gejala klinisnya. Meskipun tidak berkembang biak pada lingkungan, namun MAP dapat hidup dalam tanah dan air selama lebih dari satu tahun, dalam keadaan dingin atau kering. MAP tahan hidup (resisten) dalam kotoran hewan/pupuk kandang dan air pada suhu yang rendah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa lebih dari 90% hewan yang terinfeksi oleh MAP menampakkan diri seperti sehat, namun berpotensi menyebarkan MAP melalui fesesnya dan dapat menularkan MAP ke ruminansia lain dalam kelompoknya. Gejala klinis biasanya terjadi segera setelah hewan melahirkan anak pertama atau ke kedua. Anak sapi atau sapi muda lebih peka terhadap infeksi MAP dibandingkan dengan sapi dewasa.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
9
Sejarah penyakit MAP Pertama kali ditemukan oleh H.A. Johne dan L. Frotingham tahun 1894 di Jerman. Mereka menemukan Bakteri ini dari jaringan usus sapi perah, Pada
perkembangan
selanjutnya
bakteri
tersebut
dikelompokan
dalam
Mycobacterium avium complex(MAC),dengan nama MAP, sedangkan penyakit yg ditimbulkan disebut Paratuberkulosis atau JD (Harris and Barleta 2001; Griffiths 2003). DiIndonesia penyakit ini dilaporkan pada tahun 2008 setelah bakteri MAP dapat diisolasi dari dari sapi perah di daerah Bandung dan Banyumas dengan prevalensi penyakit berkisar 2 % (Adji 2008) . MAP merupakan Bakteri Gram positif yg berbentuk batang dengan ukuran 0,2-0,7 x 1,0-2 µm,non motil, Bakteri ini tahan asam dan suhu pertumbuhannya 25-43°C dan optimal pada suhu 39°C (Griffits 2003), Waktu tumbuh bakteri ini 424 minggu (Yokomizo 1997,OIE 2008,Quinn et al. 2006) dan mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari 5% pada pH 5,5 (Griffiths 2003), Masa inkubasi penyakit pada umumnya terjadi antara 2 sampai 4 tahun Penularan Penyakit Johne’s desease dilaporkan terjadi di semua belahan benua yaitu benua Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sapi perah dibandingkan hewan ruminansia lainnya. Sedangkan pada ruminasia kecil lebih sering terjadi pada kambing dan domba. Tempat infeksi dari bakteri MAP adalah usus (ileum-caecum) sehingga hewan yg terinfeksi akan mengeluarkan bakteri ini melalui feces Diagnosis Diagnosis penyakit paratuberkulosis dibedakan dalam 3 kategori: 1. Identifikasi MAP yang meliputi : nekropsi,mikroskopik, kultur, DNA probe dan PCR 2. Uji serologi yang meliputi : Complement fixation tes(CFT), ELISA,dan Agar Gel Immunodiffusion Test(AGID) 3. Uji Cell-Mediated Immunity(CMI) yg meliputi : Gamma Interferon Assay dan Delayed Type Hypersensitivity (OIE 2008)
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
10
Wilayah Indonesia yang berbatas laut dengan negara lain dengan lalu lintas yang padat mengakibatkan posisi Indonesia yang terbuka sehingga memungkinkan masuknya berbagai agen penyakit dari luar negeri ke Indonesia baik secara legal maupun illegal, dengan adanya kedaan itu mengandung konsekuensi untuk selalu waspada dengan melakukan surveilans menyeluruh dan berkesinambungan, oleh karena itu Balai Veteriner Bukittinggi sebagai Laboratorium diagnostik dengan wilayah kerja yang berbatasan dengan Negara tetangga Malaysia dan Singapura mempunyai tugas untuk melakukan early detection terhadap penyakit eksotik untuk mencegah masuknya penyakit tersebut ke Indonesia melalui wilayah regional II. Untuk mempertahankan status bebas PMK dan mencegah masuknya penyakit BSE maka dilakukan surveilans terhadap penyakit tersebut, daerah dengan resiko tinggi dipilih untuk mendeteksi adanya kejadian penyakit PMK dan BSE di wilayah Regional II.
Maksud Dan Tujuan 1. Melakukan investigasi terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk memastikan bahwa wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku. 2. Melakukan investigasi Penyakit BSE untuk memastikan wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit BSE. 3. Melakukan investigasi Penyakit Paratuberculosis untuk memastikan wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi yang bebas dari penyakit Paratuberculosis
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
11
BAB II MATERI DAN METODA II. 1
Materi
II.1.1
Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Daerah pengambilan sampel ditentukan berdasarkan atas pedoman dan
identifikasi resiko potensial terhadap penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yakni; kedekatan dengan daerah tetangga, tingginya lalu lintas ternak dan jumlah distribusi daging yang berasal dari impor illegal. Sehingga atas dasar tersebut dari 4 propinsi di wilayah kerja, hanya propinsi Sumbar yang tidak dilakukan disampling Lokasi surveilans dan jumlah sampel tahun 2013 terdapat pada table 1 sampai 3. Serum yang dikoleksi kemudian dilakukan pengujian di Balai Veteriner Bukittinggi dengan metoda Enzim Linked Immunosorban Assay (ELISA) untuk mendeteksi adanya titer Antibodi terhadap PMK dengan menggunakan ELISA test kit produksi Median Diagnostic. Tabel 1. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Kep.Riau No 1
2
Kab/kota Lingga
Natuna
Kecamatan Lingga Timur Lingga Utara
Singkep Bunguran Timur Bunguran T. Laut Bunguran Tengah
Bunguran Barat
3
Bintan
Teluk Sebung Teluk Bintan
Desa/Kel Bukit Langkap Bukit Harapan Dusun Semalit Dusun Karandin Batu Kacang Kel. Bandarsyah Kel. Ranai Darat Sebadai Hulu Kalangau Air Lengit Tapau Harapan Jaya Gunung Putri Sedarat Baru Batubi Jaya Engkang Anculai Bintan Buyu
Jumlah
Jenis Hewan Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 6 4 6 7 1 8 1 1 2 4 2 2 3 1 1 7 12 68
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
12
Tabel 2. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Riau No Kab/kota
Kecamatan
Desa/Kel
1
Bukit kapur
kampung Baru Bukit Nanas Lubuk Gaung Tg. Penyembal kampung Baru Suka Sari Marutu Tg. Kapal Pekan Arba Sungai Kliran Sg teluk Penang Sungai Tempuling Lintas Utara Sungai Ara Selat Guntung
Dumai
Sungai IX 2
Dumai
Bukit kapur
3 4 5
Pekanbaru Bengkalis Indragiri Hilir
M. Damai Rupat Tembilahan GAS Tempuling Keritang
6 Siak Jumlah
Sabak Auh
Jenis Hewan Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 2 5 12 6 23 18 25 12 6 5 1 3 7 2 26 153
Tabel 3. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Jambi No
Kabupaten
1
Tanjab Timur Rantau Rasau
2
Jambi
Kecamatan
Nipah Panjang Kota Baru
Telanai Pura Pelayangan Danau Teluk
Desa/Kelurahan Rantau Rasau II Karya Bakti Pematang Mayan Sungai Tering Bagan Pete Mayang Kenali Besar Legok Mudung Laut Tg. Raden
Jumlah
Jenis Ternak Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 1 3 15 6 9 4 5 4 1 1 49
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
13
II.1.2 Investigasi Penyakit BSE Sampel yang digunakan untuk investigasi adalah Otak Sapi. Daerah pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kedekatan dengan daerah tetangga, tingginya lalu lintas ternak dan jumlah distribusi daging yang berasal dari impor illegal. Lokasi dan jumlah sample terdapat pada tabel 4 sampai 7. Sampel berupa otak sapi tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan Histopathology dengan pewarnaan umum Haematoxylin Eosin (HE) untuk mendeteksi adanya bentukan vakuola pada bagian obex. Tabel 4. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Propinsi Kepri No Kabupaten
Kecamatan
1 2 3 4
Lubuk Baja Sei Jodoh Karimun Tg. Balai TPI Barat RPH Tg. TPI Kota Bunguran Timur Pasar Ranai Jumlah
Batam Karimun Tg. Pinang Natuna
Desa/Kel
Jenis Hewan Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 7 5 3 3 18
Tabel 5. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau No Kabupaten 1 Inhil 2
Pekanbaru
3
Dumai
4
Siak
Jenis Kecamatan Desa/Kel Hewan Tembilahan Pasar Terapung Sapi Pasar Pagi Sapi Tampan Tuah Karya (RPH Kota Sapi Pekanbaru) Dumai Kota Pasar Senggol Sapi Dumai Kota Pasar Payung Sapi Dumai Kota Pasar Dock Sapi Siak Siak Sapi Jumlah
Jumlah 2 3 5 2 2 1 1 16
Tabel 6. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Jambi No Kabupaten/kota 1 Kota Jambi 2 Kab. Tanjab Barat 3 Kab. Tanjab Timur
Kecamatan PS. Angso Duo Tungkal Ilir Dendang Jumlah
Desa/Kel Pasar Angso Duo Tungkal IV Kota Koto baru
Jenis Hewan Sapi Sapi Sapi
Jumlah 5 2 1 8
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
14
Tabel 7. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Sumatera Barat No Kabupaten/kota 1 Kota Padang
II.1.3
Kecamatan Koto Tangah
Desa/Kel Lubuk Buaya
Jenis Hewan Sapi
Jumlah 2
Investigasi Penyakit Paratuberculosis Daerah pengambilan sampel secara acak dan identifikasi resiko potensial
terhadap penularan Penyakit John Disease (Paratuberculosis). Semua daerah dalam wilayah kerja Balai Veteriner (4 Propinsi) diambil sampel secara acak. Lokasi surveilans dan jumlah sampel tahun 2013 terdapat pada table 8 sampai 11. Serum yang dikoleksi kemudian dilakukan pengujian di Balai Veteriner Bukittinggi dengan metoda Enzim Linked Immunosorban Assay (ELISA) untuk mendeteksi adanya titer Antibodi terhadap Paratberculosis dengan menggunakan ELISA test kit produksi LSI Vet TM . Tabel 8. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis Propinsi Riau No Kab/Kota 1 Siak
Kecamatan Kerinci Kanan
2
Lubuk Dalam Pangkalan Kuras Pangkalan Kerinci
Palalawan
Bandar Sei Kijang Jumlah
Desa/Kel Delima Jaya Kumbara Utara Rawang Kau Talau Mekar Jaya Makmur Muda Setia
Jenis Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 3 1 1 3 3 11 3 25
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
15
Tabel 9. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis Prop. Kepulauan Riau No Kab/Kota 1 Natuna
Kecamatan Bunguran Timur Bunguran T. Laut Bunguran Tengah
2
Lingga
3
Bintan
Bunguran Barat Lingga Timur Lingga Utara Lingga Singkep Teluk Sebung
Desa/Kel Bandarsyah Ranai Darat Sebadai Hulu Kalangau Air Lengit Harapan Jaya Gunung Putri Bukit Langkap Bukit Harapan Muasai Batu Kacang Ekang Anculai Bintan Buyu
Jenis Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah
Jumlah 7 2 2 2 2 2 2 1 11 4 1 8 8 52
Tabel 10. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis Propinsi Jambi No Kab/Kota Kecamatan 1 Sarolangun Air Hitam 2 Kab. Tanjab Timur Rantau Rasau Nipah Panjang Jumlah
Desa/Kel Bukit Suban Rantau Rasau II Karya Bakti Sungai Tering
Jenis Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 17 3 2 5 27
Tabel 11. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis Propinsi Sumbar No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kab/Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota
Kecamatan Luak Luak Luak Luak Luak Luak Luak Luak
Desa/Kel P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas
Jenis Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 6 1 98 5 5 5 369 6
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
16
9 10
50 Kota 50 Kota
11 12 13
50 Kota Agam Pasaman Barat
Luak Guguk Situjuah V Nagari Lareh sago Halaban Luak Payakumbuh Palembayan Luhak Nan Duo Pasaman Ranah Batahan Koto Balingka Kinali Jumlah
P.Mangatas Guguak VIII Koto Situjuah Gadang Batu Payung Sungai Kemuyang Gando Salareh Aia Koto Baru Aur Kuning Desa Baru Parit Anam Kt Selatan
Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
8 6 1 2 6 1 6 2 3 5 1 1 537
Sampel untuk uji PCR Tabel 12. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis Propinsi Sumbar No 1 2 3 4 5 6 7
Kab/Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota 50 Kota Tanah Datar
8 9
Agam Pasaman Barat
10 Pasaman
Kecamatan Luak Luak Luak Luak Payakumbuh Luak Tanjung Baru Salimpaung Rambatan Padang gantiang Baso Pasaman Ranah Batahan Bonjol Simpang Alahan Mati Rao Selatan Jumlah
Desa/Kel P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas P.Mangatas Gando P.Mangatas Tanjung Alam Salimpaung Rambatan Koto Alam Sei Cubadak Aur Kuning Desa Baru Koto Kacian Simpang Tg. Betung
Jenis hewan Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
Jumlah 7 9 5 2 1 3 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 40
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
17
II.2 Metode II.2.1 Prosedur Kerja Elisa PMK Bahan : - Serum sampel
- Antigen PMK
- Washing solution
- Larutan buffer
- Stop solution
- Aquadestilata
- Konjugat Alat : - ELISA Plate - Micropipet Singlechannel - Micropipet Multichannel - ELISA Reader
Prosedur 1. Inkubasi serum, Konjugate dan Antigen a. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate A1 dan B1 b. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate C1 dan D1 c. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate E1 dan F1 d. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate G1 dan H1 e. Isi 50 μl serum uji pada satu lubang (tes tunggal)atau dua lubang (tes duplikat) f. Isi 50 μl konjugat (working dilution) pada semua lubang mikroplate g. Isi 50 μl antigen (working dilution) pada semua lubangng mikroplate h. Tutup plate dengan penutupnya i. Homogenkan dengan shaker j. Inkubasi mikroplate pada temperatur kamar selama 90 menit
2. Inkubasi dengan kromogen /Larutan Substrat a. Buang semua larutan dalam mikroplate cuci dengan washing solution sebanyak enam kali pada pencucian terakhir pukulkan mikroplate pada lap kering b. Isi 100 μl kromogen /substrat pada semua lubang mikroplat
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
18
c. Inkubasi pada suhu kamar selama 15 – 20 menit d. Tambahkan 100 μl stop solution pada semua lubang mikroplat e. Lakukan pencampuran isi pada lubang mikroplat 3. Pembacaan hasil a. Baca Optical density (OD) semua lubang mikroplat dengan ELISA reader setelah 15 menit perubahan warna dihentikan b. Kalkulasi nilai mean OD dari serum referens 1 c. Kalkulasi nilai corrected OD dari serum referen 2,3 dan 4 serta sampel uji dengan mengganti nilai OD mean dari serum referen 1 d. Kalkulasi persentase inhibition (PI) dari serum refren 2 dan 3 serta sampel uji sesuai dengan formula sebagai berikut ; PI =
100 -
Nilai OD Sampel Uji
x 100
Nilai OD serum rferen 4
II.2.2. Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) Bahan : -
Larutan Acid alkohol
- Larutan Stock eosin alkohol 1 %
-
Larutan ammonia Water
- Alkohol 70 % atau Formalin 10 %
-
Larutan Harris Hematoxylin
- Alkohol 95 %
-
Larutan Working Alkohol
- Aceton
-
Alkohol 80 %
- Parafin Keras
-
Xylol Absolut
- Canada Balsem
-
Parafin
- Gliserin
-
Kaca Preparat
- Embedding Casset
-
Mikrotom
- Cover Glass
-
Bak Perendaman
- Mikroskop cahaya
-
Scalpel
- Pinset
-
Pisau Mikrotom
- Inkubator
-
Freezer
- Water Bath
Alat :
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
19
Prosedur Kerja : 1. Pembuatan Slide dan Pewarnaan a. Fiksasi contoh uji dengan larutan Formalin 10% atau alkohol 70%, 18 – 24 jam b. Lakukan pemotongan contoh uji dan masukkan dalam Embedding Cassette. c. Cuci dengan air mengalir (kran) selama 30 menit d. Proses Dehidrasi Masukkan Embedding Cassette secara berurutan kedalam : Proses Dehidrasi
Clearing
Impregnasi
Cairan Alkohol 80% Alkohol 95% Alkohol 95% Alkohol absolut Alkohol absolut Alkohol absolut Xylol Xylol Xylol Paraffin Paraffin Paraffin
Waktu 2 jam 2 jam 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 1 jam 2 jam 2 jam 2 jam
2. Proses Embedding Setelah melalui proses dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam embedding cassette dipindahkan ke dalam base mold, kemudian diisi dengan parafin cair, kemudian diletakkan ke dalam embedding cassette. Jaringan yang sudah diletakkan pada cassette disebut blok. Fungsi dari cassette adalah untuk memegang pada saat blok dipotong pada mikrotom.
3. Proses Pemotongan
Letakkan blok pada mikrotom
Lakukan pemotongan contoh uji dengan ketebalan 5-7 µm.
Lembaran hasil pemotongan diapungkan di atas permukaan air.
Untuk menghilangkan kerutan jaringan dilakukan dengan menekan salah satu sisi potongan dan sisi lainnya dengan menggunakan kuas kecil.
Angkat dengan kaca preparat dan pindahkan dalam waterbath suhu ± 400C
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
20
Angkat lagi dengan kaca preparat yang sudah diolesi dengan glycerin-putih telur sambil diatur posisinya.
Hilangkan airnya dan biarkan kering.
4.
Proses Pewarnaan
Masukkan secara berurutan slide berisi potongan contoh uji kedalam : - Larutan Xylol
selama 5
menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan Xylol (II)
selama 5
menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan Xylol (III)
selama 5
menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan alkohol abs. (I)
selama 5
menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan alkohol abs. (II)
selama 5
menit
- Pindahkan ke aquadestilata dengan digoyang – goyangkan
selama 1
menit
- Pindahkan ke dalam larutan Hematoksilin
selama 20
menit
- Pindahkan ke dalam aquadestilata
selama 1
menit
- Celupkan dan angkat dalam larutan Acid alkohol sebanyak 2- 3 celupan sampai Hematoxylin dalam sitoplasma hilang - Masukkan dalam Aquadestilata (I)
selama 1
Menit
- Masukkan dalam aquadestilata (II)
selama 10
menit
- Masukkan dalam larutan eosin
selama 2
menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol 96%(II)
selama 3
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol 96% (III)
selama 3
menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol Absolut (II) selama 3
menit
menit
(sambil digoyang-goyangkan) - Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol Absolut (II) selama 3
menit
(sambil digoyang-goyangkan) - Tiriskan dan pindahkan dalam larutan Xylol (IV)
selama 3
Menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan Xylol (V)
selama 3
menit
- Slide siap di mounting
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
21
5.
Proses Mounting
Slide yang berisi jaringan obex ditetesi dengan canada balsam pada permukaannya sampai rata dan ditutup dengan cover glass, ditunggu hingga kering kemudian slide siap untuk dibaca dengan menggunakan mikroskop .
II.2.3.a Prosedur Kerja ELISA PARATUBERCULOSIS Pengujian dilakukan secara serologi dengan metide ELISA. Adapun kit yang dipakai adalah LSIvetTM Ruminant Serum Paratubercolosis “ADVANCED” pruduksi LSI. Metode Elisa yang digunakan adalah Indirect Elisa dengan cara kerja sesuai petunjuk yang diberikan dalam kit Elisa. A. Pre Pengujian 1. Siapkan sampel yang akan diuji 2. Keluarkan semua reagen/kit diletakkan 30 menit sebelum bekerja pada suhukamar 3. Buat etiket untuk pengkodeanan sampel B. Pengujian 1. Teteskan 100µl serum kontrol negatif pada lubang plate A1 dan B1 dan 100µl serum kontrol positif pada lubang plate C1 dan D1. Dan 100µl serum sapi yang akan diuji pada lubang E1 dan seterusnya. Ini dilakukan pada plate yang tidak dicoating. 2. Tambahkan 110 µl sample dilution buffer kedalam semua lubang. 3. Campur dengan sempurna. 4.
Pindahkan 100µl serum Kontrol dan serum sampel keplate yang telah dicoating.
5. Inkubasi 45 menit pada suhu kamar. 6. Cucu plate 4 kali dengan wash solution yang diencerkan 10 kali. 7. Tambahkan 100µl conjugat ke dalam semua lubang. (Sebelumnya Conjugat diencerkan 1/50, kit menyediakan HRP Conjugat M. Paratubercolosis dan conjugate dilution buffer. 8. Inkubasi 30 menit pada suhu kamar 9. Cucu plate 4 kali dengan wash solution yang diencerkan 10 kali.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
22
10. Tambahkan 100µl substrate solution pada semua lubang. 11. Inkubasi pada ruang gelap selama 10 menit. 12. Tambahkan 100µl stop solution pada semua lubang C. Pembacaan 1. Baca plate di Elisa reader segera setelah penambahan sop solution dan maksimal 30 menit . 2. Dibaca pada panjang gelombang 450nm. 3. Interprestasi hasil. Hasil yang didapat dari Elisa reader dinyatakan dalam Optimal density dan dihitung dengan rumus : S/P = OD sample – OD m NC ODm PC - ODm NC
Hasil dapat di ekspresikan dengan titer : Titer = S/P x 100
Validitas dari pengujian ini adalah : 1. ODm NC < 0,400 2. ODmPC/ODm NC > 5 3. Interpretasi hasil : 1. Sapi titer <60
Sampel negatif
60≤titer≤200
Sampel positif +
200
Sampel positif ++
300
Sampel positif +++
titer>400
Sampel positif ++++
titer <70
Sampel negatif
70≤titer≤200
Sampel positif +
200
Sampel positif ++
300
Sampel positif +++
titer>400
Sampel positif ++++
2. Kambing
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
23
II.2.3.b Prosedur Kerja PCR PARATUBERCULOSIS Pengujian secara molekuler terhadap penyakit ini juga telah dikembangkan dan dilakukan, yaitu dengan PCR(Konvensional dan realtime PCR). Metode ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses identifikasi dan konfirmasi terhadap penyakit Paratuberculosis Alat dan bahan Alat : BSC Class II, Laminar Flow, Thermomixer, Microcentrifus, Vortex, Thermal cycler Bahan : DNA extraction kit (QIAmp stool mini kit),TaqMan MAP Reagents kit, tube 50 ml, Filter tips, microtube, plate, Sampel berupa Feces EKSTRAKSI DNA PARATUBERCULOSIS SAMPEL FECES METODE QIAMP DNA STOOL QIAGEN CAT.51504 •
1 g feses+10ml ASL
•
Vortex 1 menit
•
sentrifus
•
2 ml lysate
•
Inkubasi 80 C 20 menit
•
Vortex 15 detik
•
Sentrifuse 14000 rpm (1 mnt)
•
Ambil supernatan 1,2ml
•
Supernatan 1,2 ml + tablet inhibitex dan vortex
•
Inkubasi disuhu kamar 1 menit
•
Sentrifus 14000 rpm 3 menit
•
Ambil supernatan
•
Sentrifus 14000 rpm 3 menit
•
Ambil supernatan
•
masukkan 15µl proteinase K+200 µl sampel+200µl Buffer AL+1µl Xeno DNA ke Microtube baru
•
Vortex 15 detik dan inkubasi disuhu 70°C 20 menit
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
24
•
Tambahkan 200µl Etanol 96%,vortex dan spin down
•
Pindahkan ke spin coloum dan sentrifus 14000 rpm 1 meniy
•
Buang filtrat dan tambahkan 500 µl Buffer AW1,sentrifus 14000 rpm 1 menit
•
Buang filtrat dan tambahkan Buffer AW2 500µl,sentrifus 14000 rpm 1 menit
•
Pindahkan spin colom ke microtube 1,5 ml yg baru
•
Tambahkan buffer AE 50µl dan inkubasi 1 menit,sentrifus 14000 rpm 1 menit
•
DNA
REAL TIME PCR PARA TUBERCULOSISIS METODE
KIT APPLIED BIOSYSTEM TAQMAN MAP REAGENT,
CAT.4405545 Setelah didapat DNA maka proses selanjutnya adalah
PCR dgn
menggunakan kit Taqman MAP Reagen TaqMan MAP Reagen ini terdiri dari: 2xqrtPCR Master Mix 25xMAP Primer Probe Mix Nuclease free water Perhitungan Komponen Reaksi PCR (1 reaksi) adalah : No
Komponen
Volume (µl)
1.
2X q RT PCR Master Mix
2.
25X MAP Primer Probe Kit
3.
Nuclease Free Water
4.
Template DNA
8
Jumlah
25
12,5 1 3,5
Program Realtime PCR Para Tuberculosis 95°C
1X
95°C
40x
60°C
40x
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
25
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1.
Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Dari 270 sampel serum yang diperiksa pada tahun 2013 dengan Metode
ELISA, 100% sampel seronegatif terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Rekapitulasi hasil pengujian laboratorium pengujian Penyakit Mulut dan Kuku terdapat pada Tabel berikut ; Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop.Kep. Riau No Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
1
Lingga Timur
Bukit Langkap
Sapi
6
6
Lingga Utara
Bukit Harapan
Sapi
4
4
Semalit
Sapi
6
6
Karandin
Sapi
7
7
Singkep
Batu Kacang
Sapi
1
1
Bunguran Timur
Bandarsyah
Sapi
8
8
Ranai Darat
Sapi
1
1
Sebadai Hulu
Sapi
1
1
Kalangau
Sapi
2
2
Air Lengit
Sapi
4
4
Tapau
Sapi
2
2
Harapan Jaya
Sapi
2
2
Gunung Putri
Sapi
3
3
Sedarat Baru
Sapi
1
1
Batubi Jaya
Sapi
1
1
Teluk Sebung
Engkang Anculai
Sapi
7
7
Teluk Bintan
Bintan Buyu
Sapi
12
12
68
68
2
Kab. Lingga
Kab. Natuna
Bunguran T. Laut
Bunguran Tengah
Bunguran Barat
3
Kab. Bintan
Jumlah
Jumlah (+) (-)
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
26
Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop. Riau No Kab/Kota 1 Kota Dumai
Kecamatan Bukit kapur Sungai Sembilan
2
Kota Dumai
Bukit kapur
3 4 5
Kota Pekanbaru Kab. Bengkalis Inhil
M. Damai Rupat Tembilahan GAS Tempuling Keritang
6 Siak Jumlah
Sabak Auh
Desa/Kel kampung Baru Bukit Nanas
Jenis Sapi Sapi
Jumlah 2 5
(+)
(-) 2 5
Lubuk Gaung Tg. Penyembal
Sapi Sapi
12 6
12 6
kampung Baru Suka Sari Marutu Tg. Kapal Pekan Arba Sungai Kliran Sei teluk Penang Sungai Tempuling Lintas Utara Sungai Ara Selat Guntung
Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi Sapi
23 18 25 12 6 5 1 3 7 2 26 153
23 18 25 12 6 5 1 3 7 2 26 153
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop. Jambi No Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
Jumlah
(+)
(-)
Rantau Rasau
Rantau Rasau II
Sapi
1
1
Karya Bakti
Sapi
3
3
Pematang Mayan
Sapi
15
15
Nipah Panjang
Sungai Tering
Sapi
6
6
Kota Baru
Bagan Pete
Sapi
9
9
Mayang
Sapi
4
4
Kenali Besar
Sapi
5
5
Telanai Pura
Legok
Sapi
4
4
Pelayangan
Mudung Laut
Sapi
1
1
Danau Teluk
Tg. Raden
Sapi
1
1
49
49
Kab. 1
2
Tanjabtim
Kota Jambi
Jumlah
Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Penyakit Mulut dan Kuku tahun 2013, 100% sampel seronegatif terhadap PMK , ini berarti tidak adanya
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
27
reaktor PMK di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, mengingat semakin meningkatnya lalu lintas ternak, bahan pangan asal hewan dan bahan asal hewan dari negara lain ke wilayah Indonesia melalui propinsi di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi
mengandung konsekuensi
untuk
terus
melakukan
investigasi PMK secara berkelanjutan dengan memperbanyak jumlah sampel yang diperiksa. III.2.
Investigasi penyakit BSE Dari 44 sampel otak yang diperiksa secara Histopatologi dengan
pewarnaan Hematoxylin eosin 100% sampel tidak ditemukan vakuola pada obex sebagai indikator adanya infeksi penyakit BSE, rekapitulasi hasil pemeriksaan terdapat pada tabel berikut; Tabel 16. Rekapitulasi hasil pemeriksaan investigasi BSE Prop. Kep. Riau No
Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
jml
1
Kota Batam
Lubuk Baja
Sei Jodoh
Sapi
7
7
2
Kab. Karimun
Karimun
Tg. Balai
Sapi
5
5
3
Kota Tg. Pinang
TPI Barat
RPH Tg. TPI Kota
Sapi
3
3
4
Natuna
Bunguran Timur
Pasar Ranai
Sapi
3
3
18
18
Jumlah
(+)
(-)
Tabel 17. Rekapitulasi hasil uji laboratorium untuk sampel BSE Prop.Sumbar No Kab/Kota 1
Kota Padang
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
jml
(+)
(-)
Koto Tangah
Lubuk Buaya
Sapi
2
0
2
(+)
(-) 2 3 5
Tabel 18. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau No Kab/Kota 1 Inhil
Kecamatan Tembilahan
2
Pekanbaru
Tampan
3
Kota Dumai
4
Siak
Dumai Kota Dumai Kota Dumai Kota Siak Jumlah
Desa/Kel Pasar Terapung Pasar Pagi RPH Kota
Jenis jml Sapi 2 Sapi 3 Sapi 5
Pasar Senggol Pasar Payung Pasar Dock Pasar
Sapi Sapi Sapi Sapi
2 2 1 1 16
2 2 1 1 16
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
28
Tabel 19. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Jambi No Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
Jml (+)
(-)
1
Kota Jambi
PS. Angso Duo
Ps. Angso Duo
Sapi
5
5
2
Kab. TAnjanbar
Tungkal Ilir
Tungkal IV Kota
Sapi
2
2
3
Kab. Tanjabtim
Dendang
Koto baru
Sapi
1
1
8
8
Jumlah
Dari hasil pemeriksaan secara histopatologi dengan menggunakan pewarnaan Hematoxylin eosin (HE) tidak ditemukan bentukan vakuola-vakuola pada otak bagian obex, hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih bebas dari penyakit BSE, kedepan hendaknya dilakukan pemeriksaan dengan metode yang lebih akurat dengan tingkat sensitifitasnya yang lebih tinggi misalnya Immunohistokimia (gold standard) atau western blot.
III.3.
Investigasi penyakit Paratuberculosis
Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Riau No Kab/Kota 1
2
Siak
Palalawan
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis Jumlah (+) (-)
Kerinci Kanan
Delima Jaya
Sapi
3
Kmbr. Utara
Sapi
1
1
Lubuk Dalam
Rawang Kau
Sapi
1
1
Pangkalan Kuras
Talau
Sapi
3
3
Pkl. Kerinci
Mekar Jaya
Sapi
3
3
Makmur
Sapi
11
11
Muda Setia
Sapi
3
1
2
25
2
23
Bandar Sei Kijang Jumlah
1
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
29
2
Tabel 21. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Kepulauan Riau No Kab/Kota 1
Natuna
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
Jml
Bunguran Timur
Bandarsyah
Sapi
7
7
Ranai Darat
Sapi
2
2
Sebadai Hulu
Sapi
2
2
Kalangau
Sapi
2
2
Air Lengit
Sapi
2
2
Harapan Jaya
Sapi
2
Bunguran Barat
Gunung Putri
Sapi
2
2
Lingga Timur
Bukit Langkap
Sapi
1
1
Lingga Utara
Bukit Harapan
Sapi
11
11
Lingga
Muasai
Sapi
4
Singkep
Batu Kacang
Sapi
1
Teluk Sebung
Ekang Anculai
Sapi
8
Bintan Buyu
Sapi
8
Bunguran T. Laut
Bunguran Tengah
2
3
Lingga
Bintan
Jumlah
52
(+) (-)
1
1
1
3 1
1
7 8
3
49
Tabel 22. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Jambi No Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis
Jml
(+) (-)
1
Sarolangun
Air Hitam
Bukit Suban
Sapi
17
17
2
Kab. Tanjabtim
Rantau Rasau
Rantau Rasau II
Sapi
3
3
Karya Bakti
Sapi
2
2
Sungai Tering
Sapi
5
5
27
27
Nipah Panjang Jumlah
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
30
Tabel 23. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Sumbar No Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis Jumlah (+)
(-)
1
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
6
6
2
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
1
1
3
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
98
4
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
5
5
5
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
5
5
6
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
5
1
4
7
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
369
4
365
8
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
6
1
5
9
50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
8
Guguak 10
50 Kota
5
93
8
VIII
Guguk
Koto
Sapi
6
Situjuah V Nagari
Situjuah Gadang
Sapi
1
Lareh sago Halaban
Batu Payung
Sapi
2
2
4 1
1
1
Sungai Luak
Kemuyang
Sapi
6
6
11
50 Kota
Payakumbuh
Gando
Sapi
1
12
Agam
Palembayan
Salareh Aia
Sapi
6
6
13
Pasaman Barat
Luhak Nan Duo
Koto Baru
Sapi
2
2
Pasaman
Aur Kuning
Sapi
3
1
2
Ranah Batahan
Desa Baru
Sapi
5
2
3
Koto Balingka
Parit
Sapi
1
1
Kinali
Anam Kt Selatan
Sapi
1
1
Jumlah
537
1
18
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
31
519
Sampel Feses yang di uji PCR di laboratorium Bioteknologi Tabel 24. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis dengan Propinsi Sumbar No Kab/Kota
Kecamatan
Desa/Kel
Jenis Jumlah (+)
(-)
1 50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
7
7
2 50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
9
9
3 50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
5
5
4 50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
2
2
5 50 Kota
Payakumbuh
Gando
Sapi
1
1
6 50 Kota
Luak
P.Mangatas
Sapi
3
3
7 Tanah Datar
Tanjung Baru
Tanjung Alam Sapi
1
1
Salimpaung
Salimpaung
Sapi
2
2
Rambatan
Rambatan
Sapi
1
1
Padang gantiang
Koto Alam
Sapi
1
1
8 Agam
Baso
Sei Cubadak Sapi
2
2
9 Pasaman Barat
Pasaman
Aur Kuning
Sapi
1
1
Ranah Batahan
Desa Baru
Sapi
2
2
Bonjol
Koto Kacian Sapi
1
1
10 Pasaman
Simpang Alahan Mati Simpang
Sapi
1
1
Rao Selatan
Sapi
1
1
40
40
Tg. Betung
Jumlah
Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Penyakit Paratuberculosis tahun 2013, ada 23 dari 641 sampel (3,59%) hasilnya seropositf terhadap Paratuberculosis, ini berarti adanya reaktor Penyebab Paratuberculosis pada sapisapi yang di uji di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, mengingat semakin meningkatnya lalu lintas ternak, bahan pangan asal hewan dan bahan asal hewan dari negara lain ke wilayah Indonesia melalui propinsi di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi
mengandung konsekuensi
untuk
terus
melakukan
investigasi Penyakit Paratuberculosis secara berkelanjutan dengan memperbanyak jumlah sampel yang diperiksa.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
32
Dari semua sampel yang diuji dikoleksi dari sapi-sapi yang kelihatannya tidak menampakkan gejala klinis namun hasilnya ada 23 sampel yang seropositif Paratuberculosis. Ini jelas bahwa sapi-sapi yang menderita paratuberculosis tidak menampakkan gejala klinis. Beberapa peneliti melaporkan bahwa lebih dari 90% hewan yang terinfeksi oleh MAP menampakkan diri seperti sehat, namun berpotensi menyebarkan MAP melalui fesesnya dan dapat menularkan MAP kepada Ruminansia lain dalam kelompoknya. Gejala klinis biasanya terjadi segera setelah hewan melahirkan anak pertama atau kedua. Anak sapi atau sapi muda lebih peka terhadap infeksi MAP dibandingkan dengan sapi dewasa.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan -
Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi Masih bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
-
Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit Bovine Spongiform Encepalopathy (BSE)
-
Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi ditemukan hasil Laboratorium Seropositif terhadap Paratuberculosis sebanyak 23 (3,59%) sampel. dan uji PCR hasilnya 40 sampel negatif Paratuberculosis.
Saran -
Perlu dilakukan surveilans ulang setiap tahun terhadap penyakit BSE, PMK, Paratuberculosis serta penyakit eksotik yang lain.
-
Perlu adanya metode yang baku dalam pelaksanaan surveilans penyakit eksotik untuk menjamin keakuratan data.
-
Pengembangan metode uji terhadap penyakit eksotik dengan tingkat sensitifitas yang tinggi
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, Manual Standar Metode Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan (1999) Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.
Adji, R.S., 2008. Deteksi Mycobacterium Avium Subspecies Paratuberculosis pada Sapi Perah di Kab. Bandung dan Banyumas. IPB Bogor
Direktorat Jenderal Peternakan. 2002. Perhitungan Kerugian Ekonomi akibat Penyakit Mulut dan Kuku. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Frank, J.Fenner, dkk. 1995. Virologi Veteriner Edisi kedua,
IKIP Semarang
Press, Semarang
Geering, W.A, dkk 1995. Exotic Disease of Animal, Australian Goverment Publising Service, Canberra OIE.2004a. Manual of Standards or Diagnostic Test and Vaccines.5thed. Foot and Mouth Disease. OIE.
Subronto. 1997. Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Suseno, P.P.,dkk, 2007. Analisis Serosurveilen Penyakit Mulut dan Kuku Di Indonesia. Buletin Veterinaria Farma. Surabaya.
.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
35
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013
36