Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan
Labelisasi Pohon
BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2006
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Kawasan Taman Nasional Baluran memiliki beberapa tipe ekosistem yang tersebar mulai dari ketinggian 0 – 1.247 m dpl. Tipe ekosistem tersebut, meliputi : hutan pantai, hutan bakau / mangrove, hutan savana, hutan musim dataran rendah (hutan evergreen) dan hutan musim pegunungan. Musim kemarau yang panjang menciptakan kondisi yang ekstrim dengan musim penghujan serta berbagai fenomena alam yang atraktif di dalam kawasan seluas 25.000 ha. Taman Nasional Baluran mempunyai 422 jenis flora yang tersebar di dalam kawasan dari 87 famili yang ditemukan. Flora yang tumbuh di Taman Nasional Baluran mempunyai jenis – jenis yang tidak jauh berbeda dengan jenis – jenis yang tumbuh di Pulau Jawa dan Sumatera, sehingga masih memiliki hubungan yang erat dengan tipe – tipe flora di Semenanjung Malaya. Vegetasi di daerah tersebut umumnya didominasi oleh tipe hutan hujan tropika. Keanekaragaman jenis flora yang terdapat di kawasan Taman Nasional Baluran memerlukan kemampuan untuk mengidentifikasinya baik untuk kepentingan pengunjung, penelitian maupun pengamatan dan pengawasan internal dari pihak Balai Taman Nasional Baluran sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan labelisasi jenis pohon untuk memudahkan identifikasi di lapangan.
b. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya kegiatan labelisasi jenis pohon antara lain :
Memudahkan petugas dalam memberikan informasi kepada pengunjung maupun pihak lain yang berkepentingan pada kegiatan pemanduan
Memudahkan dalam kegiatan pendataan, pengawasan dan pengamanan.
Mendukung kegiatan wisata pendidikan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Keadaan Umum Taman Nasional Baluran terletak antara 7o29’10” – 7o55’55” LS dan 114o29’10” – 114o39’10” BT, terletak di ujung timur laut propinsi Jawa Timur dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Situbondo. Batas administrasi sebelah utara selat Madura dan sebelah timur selat Bali, sebelah selatan sungai Bajulmati (Desa Wonorejo), sebelah barat sungai Klokoran (Desa Sumberwaru dan Desa Sumberanyar). Taman Nasional Baluran berbentuk menyerupai segi empat dengan gunung Baluran yang sudah tidak aktif mendominasi bagian tengah. Dinding kawah yang mempunyai ketinggian berkisar antara 900 – 1.247 m dpl, membatasi kaldera yang dalamnya ± 600, dengan dikelilingi oleh bukit – bikit datar / sedikit bergelombang yaitu bukit Glengseran (124 m), bukit Bekol (64 m) dan bukit Griyuk (211 m) serta daerah pantai. Daerah tertinggi terletak di tengah – tengah kawasan yaitu gunung Baluran (1.247m dpl) sedangkan gunung – gunung yang lain diantaranya : gunung Klosot (940 m dpl), gunung kakapa (114 m dpl), gunung priuk (211 m dpl) dan gunung Montor (64 m dpl) Kawasan Taman Nasional Baluran didominasi oleh batuan vulkanik tua dan batuan alluvium. Batuan vulkanik tua hampir mendominasi seluruh kawasan sedangkan batuan alluvium terletak di sepanjang pantai meliputi : daerah Pandean, tanjung Sedono, tanjung Sumber Batok dan tanjung Lumut. Sedangkan jenis tanah yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran antara lain : andosol, latosol, mediteran merah kuning, grumusol dan alluvium. Taman Nasional Baluran beriklim monsoon, menurut Schmith dan Ferguson iklim ini termasuk tipe iklim E dengantemperatur berkisar antara 27,2 – 30,9oC, kelembaban udara 77%, kecepatan angin 7 knots, arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Dampak dari kondisi iklim yang demikian mengakibatkan distribusi musim kemarau dan penghujan yang relatif tidak seimbang, dimana musim kemarau berlangsung sangat lama.
3
b. Tipe – tipe Ekosistem
Hutan merupakan suatu ekosistem ekologis yang didalamnya terjadi hubungan yang sangat erat antara tumbuhan, satwa dan alam lingkunganya. Tipe – tipe hutan di permukaan bumi bermacam – macam tergantung kepada keadaan lingkungannya, terutama iklim. Secara keseluruhan hutan musim lebih luas dari pada hutan hujan teropika. Vegetasinya tidak begitu lebat seperti hutan tropika basah, meskipun bervariasi dalam kenampakannya (Polunin, 1990). Ekosistem hutan musim mempunyai pohon yang tidak abanyak dengan tumbuhan bawah yang cukup rapat. Hutan musim di Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan yang dapat dipergunakan untuk mengamati struktur san komposisi vegetasi serta hubungan faktor ekologi dengan vegetasi penyusunnya (Partomihardjo dan Mirmanto, 1986). Menurut Arifin (1996), hutan musim berdasarkan ketinggian tempatnya dibagi dalam 2 zona, yaitu : 1.
Zona bawah / hutan musim bawah dengan ketinggian tempat 0 – 1.000 m dpl, seperti di Jawa yang sebagian besar telah dijadikan kawasan cagar alam / kawasan konservasi dengan jenis pohon yang khas antara lain : Tectona grandis, Acacia leucoploea, Actinophora fragans, Albizia chinensis, Azadirachta indica, Caesalpinia digyna. Sedangkan di Nusa Tenggara terdapat jenis – jenis yang khas, seperti : Eucalyptus alba dan Santalum album serta di Maluku dan Irian Jaya yaitu : Melaleuca leucadendron dan Eucalyptus.
2.
Zone atas dengan ketinggiantempat 1.000 – 4.00 m dpl, dimana kawasan hutan ini umumnya terdapat dekat dengan gunung api. Hutan ini terbentuk akibat adanya letusan gunung apai atau kebakaran. Sedangkan jenis pohon yang menjadikan ciri khas hutan ini adalah Casuarina junghuhniana untuk wilayah Jawa dan Eucalyptus untuk Indonesia bagian timur serta Pinus mercusii untuk kawasan Sumatera.
c. Jenis – jenis Vegetasi Hutan musim tropika terbentuk di daerah dengan musim kering yang panjang, seringkali 6 bulan atau lebih. Hutan ini menempati daerah yang suhunya tidak pernah di bawah 5oC. Curah hujan terendah 1.000 mm dan tertinggi 4.000 mm per tahun,
4
tetapi selalu mengalami musim kering yang jelas batasnya dengan curah hujan 50 mm sampai selama 8 bulan (Daniel et.al., 1987) Hutan musim merupakan habitat pokok dengan keadaan vegetasi yang agak terbuka dengan semak – semak yang lebat. Hutan musim mengalami musim hujan dan musim kering yang akan tampak hijau pada musim hujan saja. Sebaliknya pada musim kemarau hanya terlihat ranting – ranting tanpa daun, karena sebagian besar pohon – pohon banyak yang meranggas. Tingkat pengguguran daun selama musim kering tergantung kekerasan dan lamanya musim kering, sedangkan untuk daerah di sepanjang aliran air pohon – pohon cenderung dapat mempertahankan daun – daunnya sepanjang tahun. Musim hujan merupakan musim paling subur dalam setahun. Struktur dan komposisi vegetasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu flora dan tempat tumbuh (habitat) yang berupa situasi iklim dan keadaan tanah. Komposisi vegetasi / disebut juga bentuk pertumbuhan / bentuk hidup dari tumbuhan mencakup jenis – jenis tumbuhan yang mempunyai ciri – ciri morfologi yang sama dikelompokkan dalam satu tipe bentuk pertumbuhan (Mueller et.al., 1974). Akibat pengaruh iklim, Taman Nasional Baluran mempunyai kondisi fisik alam yang khas dibandingkan dengan Taman Nasional lainnya di Pulau Jawa. Kakhasan Taman Nasional Baluran mempengaruhi komposisi jenis vegetasi penyusun tumbuhan yang hidup di dalamnya. Baik berupa bentuk pohon, jenis, struktur penutupan tajuk, maupun asosiasi dan kompetisi di antara beberapa vegetasi yang terbentuk. Vegetasi hutan musim menunjukkan kenampakan yang jauh lebih bervariasi. Persyaratan ekologinya cenderung menjadi demikian kritis, sehingga perubahan sedikit saja dalam iklim tanah dapat menimbulkan perubahan yang nyata dalam formasi tumbuh – tumbuhan. Musim kemarau yang panjang dapat mengakibatkan kekeringan pada tanah sampai ke dalam, karena itu tumbuhan di hutan musim umumnya berakar dalam (Tjitrosomo, 1983). Vegetasi hutan musim cenderung lebih terbuka dengan pohon – pohon penyusunnya lebih berjauhan dan tidak ada persaingan di antara semua tumbuhan untuk mendapatkan cahaya. Batang pokok pohon cenderung bersifat masif, agak pendek, tajuk biasanya bulat dan besar, seringkali memencar luas dari ketinggian tidak seberapa jauh dari permukaan tanah. Langit – langit pohon tidak setebal dan serapat hutan hujan tropik. Cahaya dapat menembus lantai hutan yang menyebabkan lantai hutan tertutup rapat oleh tumbuhan bawah (Idjah, 1990).
5
Komunitas hutan musim terdiri atas 3 tingkat yaitu : Pohon – pohon dengan tajuk terpisah, vegetasi tumbuhan bawah yang lebat serta berdaun kecil dan keras, lapisan tanah / serasah yang terdiri atas terna kecil dan pendek (Polunin, 1990). Pohon – pohonnya tidak terlalu tinggi, jarang melebihi 30 m sampai puncak tajuk utama. Tajuk lebih berkembang, batang lebih pendek dan lebih kuat dari pada pohon penyusun hutan hujan tropika dan biasanya kurang rapat (Daniel et.al., 1987). Ciri khas biomassa hutan ini sebagian besar pohon – pohon yang menempati kanopi atas meranggas pada musim kemarau dan sebagian besar pohon kanopi bawah tetap berdaun (Desmukh, 1980). Distribusi hutan musim ditemukan di India, Myanmar, Indo-Cina, Australia Barat, juga di tepi hutan – hutan tropika basah di Afrika, Malagasi, Indonesia, Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia, hutan musim terdapat secara mozaik di antara hutan hujan tropik seperti Karawang, Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah dan Jawa Timur dan kepulauan Nusa Tenggara. Vegetasi hutan musim di Jawa, antara lain : bungur (Langerstoemia sp), saga (Adenanthera sp), Kehiang (Albizia procera Benth).
6
III. METODOLOGI
a. Waktu dan Tempat Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 26 – 28 Juni 2006 pada jalur Evergreen – Bekol, Taman Nasional Baluran.
b. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah : gunting, seng, kuas, amplas air, cutter, double tape, meteran, penggaris (plastik, besi dan siku – siku), palu, isolasi, tang, gergaji, sabit, clipboard / hardboard, ballpoint, pensil, spidol, klip, stapper dan stake holder. Bahan yang digunakan adalah : thinner, cat, seng, paku payung,dan kertas karton.
c. Cara Kerja Rangkaian pelaksanaan kegiatan labelisasi jenis pohon adalah sebagai berikut : 1. Penentuan dan survei lokasi Kegiatan ini meliputi penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan yang juga merupakan jalur – jalur kunjungan wisata. Survei dimaksudkan untuk mengetahui jenis – jenis pohon yang ada dan yang perlu diberi label (papan nama) serta ulangan terhadap beberapa jenis pohon yang spesiesnya sama bila dipandang perlu. Hal ini terkait dengan jumlah alat dan bahan yang perlu disediakan. Pemilihan pohon yang akan diberi label berdasarkan beberapa kriteria antara lain : letak pohon berada di tempat yang sering dikunjungi atau mudah terlihat, bentuk batang bagus, pohon berukuran cukup besar dan tidak tertutup oleh vegetasi – vegetasi tumbuhan bawah. 2. Pengadaan alat dan bahan 3. Pembuatan label (papan nama pohon), yang meliputi : •
membuat tulisan (mal) nama- nama pohon yang akan disablon dengan menggunakan kertas karton.
•
memotong seng dengan ukuran 15 x 30 cm
•
melubangi seng sebagai tempat menancapkan paku
•
mengamplas seng sebelum dicat agar cat lebih menempel sehingga tidak mengelupas bila terkena hujan dan panas
7
•
mengecat seng secara merata , kemudian diangin – anginkan
•
mengamplas kembali untuk memperoleh hasil pengecatan yang rata, halus dan merekat dengan sempurna pada papan seng.
•
mengecat kembali secara merata dengan ketebalan sesuai dengan yang diinginkan.
•
setelah diangin – anginkan kembali dan kering, dilakukan penyablonan nama- nama pohon hasil survei yang terdiri dari nama daerah, nama ilmiah dan famili-nya.
•
setelah disablon dan tulisannya kering, seluruh permukaan label dilapisi vernis agar label tidak mudah menyerap air.
•
label yang telah jadi dipasang pada batang pohon yang sesuai dengan ketinggian ± 1,75 m dari permukaan tanah.
•
Tumbuhan bawah / vegetasi lain di sekitar pohon yang menghalangi / menutupi pohon / label dibersihkan sehingga label dapat lebih terbaca dengan jelas.
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan labelisasi jenis pohon ini berhasil memasang label pada 18 pohon di jalur Evergreen – Bekol dengan rincian sebagai berikut :
No.
Nama Daerah
Nama Latin
Famili
Jumlah Label 1
1.
Asam
Tamarindus indica
Leguminosae
2.
Serut
Streblus asper Lour
Moraceae
3
3.
Timongo
Kleinhovia hospita L.
Streculiaceae
3
4.
Talok
Grewia eriocarpa Juss
Tiliaceae
2
5.
Kesambi
Schleichera oleosa
Sapindaceae
3
6.
Gebang
Corypha utan
Palmae
1
7.
Kepuh
Streculia foetida L.
Streculiaceae
1
8.
Glingsem
Ilomalium sp.
Flacourtiaceae
1
9.
Widoro Bukol
Zizyphus rotundifolia
Ramnaceae
1
10.
Rukem
Flacourtia rukem Merr.
Flacourtiaceae
1
11.
Kendal
Cordia obliqua Willd.
Boraginaceae
1
Jumlah
18
Label jenis pohon ditempatkan secara merata. Bila dalam sederet pohon di sebelah kiri dan kanan jalan terdapat banyak spesies yang sama dalam tiap – tiap jenisnya, maka pemasangan label dilakukan dengan posisi selang – seling dengan jarank yang agak berjauhan (± 3 – 5 m). Hal tersebut untuk menghindari kesan monoton dan anggapan pengunjung bahwa heterogenitas vegetasi di Taman Nasional Baluran terbatas, selain itu juga untuk menambah nilai estetika pemasangan dan pengecekan oleh petugas. Pemasangan label jenis pohon pad batang dengan ketinggian kurang lebih 1,75 m dari permukaan tanah dimaksudkan untuk keamanan (dari resiko vandalisme pengunjung maupun gangguan satwa) serta jarak dan sudut pandang yang nyaman.
9
Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa jenis yang perlu dibuatkan label yaitu :
No.
Nama Daerah
Nama Latin
Famili
1.
Segawe
Adenanthera microsperma
Leguminosae
2.
Kayu pait
Strychnos lucida
Loganiaceae
3.
Sanek
Xanthophyllum sp.
Poligonaceae
4.
Tekik
Carex raflessiana Boott
Cyperaceae
5.
Mundu alas
Garcinia balica Miq
Guttiferae
6.
Dadap cangkring
Erytrina microcarpa
Leguminosae
7.
Mustam / budeng
Maba hermaphroditica
Euphorbiaceae
8.
Laban
Vitex pubescens
Verbenaceae
Pemasangan label pada pohon timongo (Kleinhovia hospita L.)
10
IV. PENUTUP
Labelisasi jenis pohon merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan identifikasi yang menggambarkan ciri – ciri morfologi dan anatomi masing – masing jenisnya. Selain sebagai upaya untuk mengangkat potensi kawasan dan mendukung kegiatan wisata pendidikan dan penelitian, juga dapat memberikan nilai estetika untuk menambah daya tarik pengunjung atas keanekaragaman jenis flora di Taman Nasional Baluran.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, 1996. Anek Ragam Hayati. Institut Pertanian Malang. Citra Press. Malang Daniel et. al
12