LAPORAN KEGIATAN PELAKSANAAN DAN HASIL MONITORING DAN EVALUASI PUTARAN I & II PROGRAM RASKIN
Jl. S. Parman Kav. 81, Slipi, Jakarta 11420; Telp. 021-56967127, 5674211; Fax. 021-56967127 Email :
[email protected],
[email protected]
LAPORAN KEGIATAN
PELAKSANAAN DAN HASIL MONITORING DAN EVALUASI PUTARAN I & II PROGRAM RASKIN
Title : Program :
Funded : Indonesia Partner Agency : Dates :
Laporan Kegiatan Pelaksanaan dan Hasil Monitoring dan Evaluasi Putaran I & II Program Raskin Monitoring And Evaluation Of The Implementation Of The National Reform And Pilot Activities Of The Raskin Program In Indonesia AusAID through the PRSF Facility Steering Committee National Team for Accelerating Poverty Reduction (TNP2K) July 2012 – March 2013
PENGANTAR Penyaluran beras untuk rakyat miskin (Raskin) pertama kali diluncurkan pada tahun 1998 sebagai langkah darurat dalam menghadapi dampak krisis moneter dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK). Pada tahun 2002 pemerintah mengganti nama OPK menjadi Raskin sebagai bagian dari perlindungan sosial bagi rakyat miskin bukan lagi sebagai program darurat. Penetapan jumlah beras per bulan per rumah tangga miskin (RTM) yang pada awalnya 10 kg, selama beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 hingga 20 kg, dan pada 2007 kembali menjadi 10 kg. Namun pada 2012 RTM akan mendapat jatah 15 kg per bulan. Frekuensi distribusi yang pada tahun‐tahun sebelumnya 12 kali, maka pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan sejak tahun 2007 kembali menjadi 12 kali per tahun. Dengan latarbelakang di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian secara seksama terhadap efektivitas penyaluran program raskin. Melalui kajian seperti ini diharapkan pemerintah akan mendapatkan masukan‐masukan tentang kekurangan dan kelebihan pemanfaatan dua cara tersebut demi perbaikan penyaluran Raskin di masa yang akan datang. Kajian ini mengambil bentuk monitoring dan evaluasi (monev), dimana pendekatan yang akan digunakan adalah survey, indepth interview, dan focus group discussion. di 22 Kabupaten dan Kota pada 11 Propinsi. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan oleh Prisma Resource Centre – LP3ES bekerjasama dengan TNP2K dan PRSF‐Ausaid selama 8 bulan dari Juli 2012 – Maret 2013. Laporan ini merupakan hasil monitoring dan evaluasi putaran I dan II yang berlangsung sejak tahap rekruitmen dan seleksi tenaga pengumpul data hingga pelaporan hasil monitoring, terutama untuk temuan‐temuan yang bersifat kualitatif. Dalam temuan‐temuan ini mencakup masalah pendataan warga miskin, sosialisasi program raskin, pemasangan poster dan pembagian kartu DPM, distribusi beras dan kualitas beras.
i
Akhirnya, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya yang terlibat dalam pengelolaan program raskin Sekalipun disadari bahwa laporan ini belum cukup sempurna baik dari isi dan bahasanya. Jakarta, 27 Desember 2012
ii
DAFTAR ISI PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan
2
1.3 Metodologi
3
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
14
2.1 Program Raskin
14
2.2 Monitoring dan Evaluasi Raskin
16
BAB III
PERKEMBANGAN KEGIATAN MONITORING
32
3.1 Profil Tenaga Pengumpul Data
32
3.2 Pengumpulan Data
33
3.3 Media Assesment
36
3.4 Masalah dan Hambatan
37
BAB IV
TEMUAN MONITORING
39
4.1 Pendataan
39
4.2 Sosialisasi
53
4.3 Pemasangan Poster dan Pembagian Kartu
66
4.4 Distribusi Beras
86
4.5 Kualitas Raskin
92
4.6 Harga Raskin
105
iii
BAB V
PENUTUP
118
5.1 Kesimpulan
118
5.2 Tindak Lanjut
119
LAMPIRAN
Lampiran 1‐ Pelaksanaan dan Permasalahan Monev Raskin 2012
Lampiran 2‐ Daftar Tenaga Pelaksana di 22 Kabupaten Monev Raskin 2012
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. : Propinsi dan Jumlah Responden
6
Tabel 1.2. : Sumber Informasi Wawancara Mendalam di Desa, Kecamatan dan Kabupaten
7
Tabel 1.3:
Peserta FGD di Kabupaten/Kota dan Desa
8
Tabel 1.4:
Lokasi Monitoring and Evaluasi Program Raskin
11
Tabel 2.1:
Jumlah Penerima Raskin di 11 Propinsi
15
Tabel 2.2:
Jumlah Tenaga Pelamar dan TPD Terpilih
17
Tabel 2.3:
Tempat, Waktu dan Peserta Pelatihan Metode Monev
19
Tabel 2.4:
Tanggal dan Peserta Pelatihan Entry Data di 11 Propinsi
20
Tabel 2.5:
Pelaksanaan FGD Kabupaten Putaran I Program Raskin di 22 Kabupaten
Tabel 2.6:
23
Pelaksanaan FGD Kabupaten dan Kecamatan Putaran II Program Raskin
26
Tabel 2.7:
Tanggal dan Agenda Pertemuan dengan TNP2K
30
Tabel 3.1:
Profil Tenaga Pengumpul Data
32
Tabel 3.2:
Perkembangan Kegiatan Wawancara dan Entry Data Putaran I
33
Tabel 3.3:
Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran I
35
Tabel 3.4:
Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran II
35
Tabel 3.5:
Media Asssesment di 22 Kabupaten/Kota
36
Tabel 4.1:
Penambahan dan Penurunan RTS program Raskin tahun 2012 di 11 Propinsi
39
Tabel 4.2:
Pagu Alokasi RTS 2012 Kabupaten/Kota Lokasi Monev
40
Tabel 4.3:
Kondisi Penetapan dan Perubahan RTS–PM di 22 Kabupaten/Kota
Tabel 4.4:
45
Gambaran Pelaksanaan Sosialisasi Program Raskin di 22 Kabupaten/Kota
56
Tabel 4. 5:
Lokasi Penerapan Ujicoba Pemakaian Kartu RTS
66
Tabel 4.6:
Pemasangan Poster DPM di 22 Kabupaten/Kota
71
v
Tabel 4.7:
Gambaran Penggunaan Kartu di 11 Kabupaten/Kota Lokasi Ujicoba
79
Tabel 4.8:
Ragam Kualitas Raskin di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev
96
Tabel 4.9:
Peruntukan Biaya Tambahan di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev
113
vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Pendekatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi program raskin
10
Gambar 2.:
Lokasi Warga yang masuk dalam DPM
44
Gambar 3:
Peserta sosialisasi di desa Pacur Rahayu, Nias Selatan
55
Gambar 4:
Contoh Raskin di Amanatun Selatan, Kab.TTS
93
Gambar 5:
Kualitas Beras Raskin
95
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Untuk membantu kecukupan pangan dan mengurangi biaya masyarakat miskin, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan program subsidi beras yang disebut RASKIN. Program ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dan program operasi pasar yang dilaksanakan oleh BULOG pertengahan 1998. Dalam program RASKIN, masyarakat miskin dapat membeli paket beras sebanyak 15 kg dengan harga subsidi sebesar Rp. 1.600,‐ per kilo. Sementara harga beras di pasaran berkisar Rp. 5.500,‐ per kilo. Ini berarti, pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp. 58.000,‐ perbulan untuk setiap rumah tangga yang terkategori miskin. Sehingga dana subsidi program RASKIN untuk tahun 2012 yang dialokasikan Pemerintah mencapai Rp. 15,6 trilyun bagi sekitar 1,65 juta warga miskin. Sesudah lebih dari 10 tahun berjalan, maka dari sejumlah studi menunjukan adanya sejumlah kelemahan yang signifikan. Misal saja ; ketepatan dalam menetapkan warga miskin. Karenanya, pemerintah melakukan perubahan dalam pelaksanaan program RASKIN terutama agar rumah tangga miskin terjamin betul sebagai penerima subsidi ini. Akurasi penetapan rumah tangga miskin sebagai penerima manfaat menjadi sangat penting mengingat dalam program selama ini mereka hanya menerima beras raskin sebanyak 4‐8 kg dan sebaliknya jumlah rumah tangga bukan miskin mendapatkan lebih. Banyak warga miskin yang tidak mengetahui bahwa mereka seharusnya mendapat subsidi beras murah dalam jumlah dan harga yang telah ditetapkan oleh program. Mendasarkan pada kelemahan dalam penetapan sasaran penerima raskin, maka pada tahun 2102 dilakukan penyempurnaan terutama dalam mekanisme penetapan sasaran penerima raskin yang lebih terbuka. Hal ini dilakukan melalui uji coba sistim kartu dan voucher pada tahun 2012 dan diharapkan dapat diperluas untuk tahun 2013. Mengingat raskin adalah program yang bersifat unik dan sensitive secara social, maka disepakati bahwa perubahan program raskin dalam uji coba lebih melihat dampak positif
1 | P a g e
dan negatif pada masyarakat yang berbeda. Beberapa aspek yang akan mendapat perhatian dalam perubahan mencakup ; perbaikan sasaran, peningkatan alokasi raskin pada rumah tangga miskin, pengurangan tingkat kecemburuan dan konflik social, pemahaman atas hak yang lebih baik dan lainnya. Aspek‐aspek ini diharapkan menjadi dasar dalam perluasan program raskin secara nasional. Uji coba ini akan melihat tingkat kelayakan dalam program nasional melalui sistim kartu dan voucher pada tahun 2013. Dalam kerangka pelaksanaan mekanisme penetapan sasaran secara nasional. Pemerintah telah mendistribusikan daftar penerima raskin, sosialisasi tujuan raskin baik melalui radio, poster dan media kampanye lainnya. Pada tahun 2012, alokasi distribusi raskin telah ditetapkan dengan menggunakan data PPLS11, dimana daftar penerima manfaat raskin disiapkan oleh TNP2K. Disamping itu, TNP2K juga memberikan dukungan terhadap PT Pos Indonesia dalam mengirimkan daftar penerima raskin hingga tingkat desa. Dalam uji coba sistim kartu dan voucher Ini mengambil lokasi di 6 Propinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTT, Sumatera Utara, Bangka Belitung dan Sulawesi Tenggara yang mencakup sekitar 1.3 juta rumah tangga. Jumlah ini kurang lebih 9‐10% dari 17,5 juta rumah tangga yang potensial sebagai penerima raskin. Untuk melihat effektivitas sistim baru dalam mekanisme penetapan sasaran penerima manfaat raskin melalui kartu dan voucher, maka TNP2K dengan didukung AusAid bekerjasama dengan Prisma – LP3ES melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan uji coba ini. Dalam monev ini juga mengambil beberapa propinsi penerima raskin yang menggunakan kartu yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Dengan demikian, lokasi monev berlangsung di 11 Propinsi. 1.2.
TUJUAN Pelaksanaan program raskin yang bertujuan untuk memberikan fakta‐fakta kepada
TNP2K sebagai dasar dalam merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mempromosikan effektivitas penetapan sasaran dan distribusi program raskin bagi rumah tangga miskin dan yang tidak memilikikecukupan pangan. Sementara tujuan khusus dari kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah sebagai berikut :
2 | P a g e
a.
Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami metodologi penelitian social (kemiskinan)
b.
Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami teknik‐teknik monitoring dan evaluasi program raskin (survey, focus group discussion dan in‐depth interview)
c.
Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami instrument survey, FGD dan in‐ depth interview
d.
Meningkatkan kemampuan peserta dalam menyusun laporan hasil monitoring dan evaluasi
1.3.
METODOLOGI 1.3.1. Materi Monev Sesuai dengan tujuan dari kegiatan monitoring dan evaluasi ini, maka ruang lingkup materi atau isu yang menjadi fokus perhatian, pengamatan dan penilaian meliputi :
a.
Beras dan Cash Tujuan dari program raskin adalah memberikan subsidi bagi warga miskin
agar mampu memenuhi kebutuhan pangan (makan) setiap harinya. Dalam program raskin, warga diberikan subsidi untuk membeli beras secara murah sesuai dengan ukuran (kecukupan makan) bagi setiap rumah tangga. Ini berbeda dengan bantuan program kemiskinan yang lain seperti BLT, dimana warga miskin menerima dana (cash) yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Program raskin lebih bersifat tertutup, dimana bantuan diberikan dalam bentuk subsidi harga beras. Dalam kaitan ini, maka monev dapat difokuskan pada issue ini yang meliputi: •
Apakah penerima manfaat dari program raskin menjual kembali berasnya
•
Jika dijual, digunakan untuk apa uangnya (modal usaha, membayar hutang, dll)
•
Berapa banyak dari masyarakat yang telah menjual
3 | P a g e
b.
Mekanisme Raskin Distribusi Raskin merupakan metode baru melalui kartu ID dan voucher.
Metode ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan effektivitas program raskin dalam menjangkau keluarga miskin. Beberapa pertanyaan terkait dengan masalah ini yang perlu digali adalah •
Untuk daerah tertentu, warga miskin tidak ingin namanya dipublikasi karena merasa malu disebut miskin sekalipun akan mendapat bantuan. Berapa banyak orang yang seperti ini dan apa cirri‐cirinya
•
Pada sisi lain, untuk daftar penerima raskin bisa terjadi bukan warga miskin. Jika seperti ini, adakah warga lain yang keberatan, bagaimana komplai dilakukan dan secara individu atau kelompok
•
Adakah hambatan atau keterbatasan dalam penggunaan karti ID dibandingkan dengan voucher dalam ketepatan penyaluran program raskin bagi warga miskin.
•
Bagaimana aparat pemerintah dalam merespon keberatan masyarakat dan adakah jaminan bahwa keberatan masyarakat dibahas dan diselesaikan
•
Jika terdapat kekeliuran penerima manfaat, apakah ada penggantian calon penerima raskin. Jika ada berapa orang yang dipilih baru, apa alasan pergantian dan bagaimana dilakukan.
c.
Proses Distribusi RASKIN Program Raskin pada dasarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2002. Dalam
mekanisme baru yang sekarang tentu memerlukan pemahaman dari para pelaksana di tingkat lapangan dan juga masyarakat. Informasi tentang hal ini sangat diperlukan seperti apakah ada kegiatan pelatihan bagi aparat (Tim Raskin) di Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Bagaimana respon dari peserta terkait dengan pendekatan baru dalam distribusi raskin yang baru. Termasuk bagaimana kegiatan
4 | P a g e
sosialisasi terhadap masyarakat. Disamping itu, beberapa hal terkait dengan proses distribusi raskin yang perlu diidentifikasi adalah : •
Adakah metode yang khusus dalam menentukan orang miskin sebagai penerima manfaat
•
Jika ada, bagaimana metode tersebut dilaksanakan
•
Sebaliknya, adakah orang yang tidak miskin didaftar sebagai penerima
•
Bagaimana raskin didistribusikan, pada tempat dan waktu yang tepat
•
Apakah harga, ukuran dan kualitas beras sesuai dengan ketentuan
•
Apakah ada cara yang khusus disediakan bagi warga miskin yang tua dan cacat agar lebih mudah mendapatkan
•
Adakah biaya – biaya lain yang dibebankan untuk mendapatkan raskin
c.
Dampak Raskin Sekalipun secara teori jumlah raskin yang disediakan tidak cukup signifikan
dalam mengentaskan rumah tangga miskin (15 kg per rumah tangga), namun bantuan Raskin banyak member kemudahan dalam aspek social dan ekonomi. Tentu dalam prakteknya bisa berbeda. Dalam kaitan ini, maka perlu dilihat dampak raskin secara terbatas pada aspek‐aspek yang langsung dan jangka pendek, misalnya •
Apakah raskin dapat meningkatkan kecukupan pangan bagi rumah tangga miskin di desa
•
Dalam aspek kesehatan, dengan raskin rumah tangga miskin lebih baik dari segi nutrisi dan sehat fisiknya
•
Apakah rumah tangga miskin menjadi lebih aktif dan produktif (kerja sendiri, buruh)
•
Dalam kehidupan social, apakah lebih aktif dan partisipatif dalam kegiatan social (pertemuan warga, gotong royong)
5 | P a g e
1.3.2. Pendekatan Monev Untuk menjawab pertanyaan‐pertanyaan diatas, maka pendekatan dalam monitoring dan evaluasi akan digunakan kombinasi antara data sekunder, analisa media, wawancara, FGD dan observasi terhadap penerima manfaat. Pendekatan dalam monitoring dan evaluasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Review Dokumen dan Media Analisis Dalam monev ini akan dilakukan review dokumen yang mencakup pedoman
program raskin, laporan pelaksanaan program raskin terdahulu, peraturan‐ perundangan baik di tingkat pusat hingga kabupaten. Disamping itu, Koordinator Kabupaten juga akan melakukan analisis terhadap berita dan tulisan tentang pelaksanaan program raskin di semua media di kabupaten. Media yang dikumpulkan dan dianalisa adalah berita dan tulisan baik yang bersifat negative maupun positive di media sejak tahun 2011. b.
Wawancara Selama monev akan dilakukan dengan wawancara terhadap penerima
manfaat dari program raskin. Wawancara dilakukan untuk menggali berbagai informasi terkait dengan input, proses, hasil dan dampak dari pelaksanaan program raskin di setiap desa. Jumlah penerima manfaat yang diwawancarai sekitar 3.000 untuk 11 Propinsi. Dengan demikian, setiap propinsi terdapat antara 250 – 300 rumah tangga yang diwawancarai. Dari jumlah ini, sekitar 30% atau 75 rumah tangga adalah perempuan. Gambaran jumlah responden di tiap kabupaten, kecamatan dan desa adalah sbb : Tabel 1.1. : Propinsi dan Jumlah Responden No
Wilayah
Jumlah Responden
1
Propinsi (1)
300 – 3300 RTM
2
Kabupaten (2)
150 – 165 RTM
3
Kecamatan (6)
75 – 90 RTM
4
Desa (20)
10 – 15 RTM
6 | P a g e
c.
Wawancara Mendalam Untuk memperdalam temuan‐temuan hasil survey, maka pengumpulan data
dan informasi juga didilakukan melalui wawancara mendalam di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Sumber informasi adalah pimpinan/tokoh masyarakat formal dan informal yang terkait langsung dalam program raskin. Untuk Desa antara lain Kepala/Sekretaris Desa, Tokoh Masyarakat dan Kecamatan Camat/Sekretaris Kecamatan dan Kabupaten adalah Tim Raskin, Bulog dan LSM/Universitas. Secara rinci gambaran wawancara mendalam sebagai berikut : Tabel 1.2. : Sumber Informasi Wawancara Mendalam di Desa, Kecamatan dan Kabupaten
Tujuan
Jumlah Informan
• Mengidentifikasi dan mengetahui pandangan
Unsur Informan Kunci
Kelurahan;
Kepala /Sekretaris
3 orang
Desa/Lurah,petugas, tokoh masyarakat
masyarakat terkait dengan pelaksanaan raskin
Kecamatan;
Camat/Sekcam, petugas
• Mengkonfirmasi dan
3‐4 person
raskin, aktivis organisasi
memperdalam temuan hasil
survey terhadap penerima
Kabupaten/Kota :
Tim Raskin Kabupaten plus
manfaat
5‐6 orang
LSM/Media/Universitas
d.
Focus Group Discussions (FGD). Untuk mempertajam dan memperdalam temuan survey untuk data kualitatif,
maka dilakukan Focus Group Discussion di Tingkat Desa dan Kabupaten. Di tingkat desa, FGD akan dilakukan 2 kali yaitu dengan rumah tangga penerima manfaat laki‐ laki dan perempuan. Sementara untuk FGD di tingkat kabupaten/kota dilakukan sekali dengan peserta dari stakeholder program raskin (BPS, Dinas Sosial, PMD, DPRD, LSM, Media dan Universitas.
7 | P a g e
Tabel 1.3 : Peserta FGD di Kabupaten/Kota dan Desa Tujuan
Jumlah Peserta
Unsur Peserta
Focus Group Discussion.
Rumah Tangga Penerima
Mengidentifikasi dan
Desa/Kelurahan;
•
Perempuan
mendalami penilaian
8‐10 peserta per
•
Laki‐laki,
masyarakat terkait
kelompok
pelaksanaan program raskin
Kota/Kabupaten;
Pemko/kab., Bulog, LSM,
10 peserta
University, Pers/Media.
e.
Pengolahan Data dan Pelaporan 1) Pengolahan Data •
Ada 3 jenis data yang dikumpulkan dan diolah yaitu Pertama, data kuantitaif dari survey terhadap 3.300 responden dan sms. Untuk data kuantitatif melalui sms akan dikirimkan langsung ke pusat data di Jakarta, 1 hari sesudah pengumpulan data selesai. Sementara untuk data survey terhadap penerima manfaat akan diolah melalui mekanisme sbb : a). Data dientry oleh TPD Kecamatan secara silang (TPD A mengentry data TPB C dan TPD entry data TPD B). Hasil entry dan kuesioner diberikan ke Koordinator Kabupaten/Kota untuk dicek kebenarannya. Jika tidak bermasalah dikirimkan ke Jakarta dan sedang jika terdapat in‐konsistensi dikembalikan ke TPD Kecamatan untuk diulang. Pusat data di Jakarta akan mengolah seluruh data dari Kabupaten/Kota.
•
Kedua, data kualitatif dari wawancara mendalam dan FGD baik di tingkat kabupaten dan desa ditranskrip oleh Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan. Format transkrip dapat dilihat pada lampiran A. Hasil transkrip dikirimkan langsung ke Tim Monev di Jakarta.
8 | P a g e
•
Ketiga, data sekunder dari laporan instansi terkait dan analisis media akan dilakukan oleh Koordinator Kabupaten. Untuk data sekunder terkait dengan program raskin dapat dikumpulkan dari instansi yang terkait langsung dalam pelaksanaan program raskin. Sementara data sekunder yang berasal dari media analisis dikumpulkan dari berita, artikel atau opini tentang pelaksanaan program raskin dari Koran local (kabupaten) sejak tahun 2011. Format media analisis dapat dilihat pada lampiran B.
2)
Pelaporan •
Setiap TPD Kecamatan akan memberikan laporan bulanan yang berupa catatan kegiatan selama proses monitoring dan evaluasi program raskin berlangsung di kecamatan. Format laporan bulanan dikirimkan langsung ke Tim Monev Jakarta dengan tembusan Koordinator Kabupaten. Format laporan bulan dapat dilihat pada lampiran C.
•
Setiap Koordinator Kabupaten akan menyusun laporan pelaksanaan program raskin di tingkat kabupaten. Selain menguraikan jenis kegiatan yang dilakukan, hasil yang dicapai, hambatan dan kendala pelaksanaan program raskin, laporan Koordinator Kabupaten juga harus menyampaikan analisa terkait dengan effektivitas program raskin dan dampaknya terhadap rumah tangga miskin. Laporan ini dikirimkan langsung ke TIM Monev di Jakarta
9 | P a g e
Gambar 1. Pendekatan pelaksanaan monitoring and evaluasi Program Raskin
Monitoring and Evaluasi
Data Entry, Processing and Analysis
FGD at District/City
FGD with RTS‐PM Kelurahan/Desa
(gender‐disable‐elder)
Interview RTS‐PM (male‐female)
In‐Depth Interview Raskin Stakeholders
Document Review and Media Analysis of Raskin Program
Develop the Monev Guideline (Interview, FGD, Report, etc)
Project Preparation (field researcher selection, instrument design, etc)
1.3.2. Lokasi Sebagaimana diketahui lokasi monitoring dan evaluasi ini dilakukan di 11 Propinsi, dimana 6 propinsi yang menjadi lokasi pilot project penerapan pendekatan Kartu Identitas dan Voucher dan 5 Propinsi yang menggunakan pendekatan lama (daftar penerima). Masing‐masing propinsi diambil 2 Kabupaten/Kota baik yang pilot maupun tidak, sehingga terdapat 22 Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi. Setiap kabupaten diambil 3 Kecamatan.
10 | P a g e
Secara rinci lokasi monitoring dan evaluasi dalam program monev ini dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1.4: Lokasi Monitoring and Evaluasi Program Raskin
No. 1.
Jumlah
Provinsi
Kabupaten
Sumatera
33
Utara
Kabupaten /Kota Uji Coba Pulau Nias
Lokasi
Kecamatan
Monev
Lokasi
Kabupaten
(4 Kab/Kota) Nias Selatan
Teluk Dalam Lolowau
Lahusa
Kabupaten
Lubuk Pakam
Deli Serdang
Tanjg Morawa Pancur Batu
2.
Bangka
7
Belitung
Semua
Kabupaten
Sangaliat
Kab/Kota
Bangka
Mendo Barat
Belinyu
Kabupaten
Tnjungpandan
Belitung
Membalong Sijuk
3.
Jawa Barat
26
‐
Kota Bogor
Bogor Barat
Bogor Selatan Tanah Sereal
Kabupaten
Subang
Subang
Cipunagera Blanakan
11 | P a g e
4.
Jawa Tengah
35
‐
Kabupaten
Ungaran
Semarang
Timur
Pabelan Suruh
Kabupaten
Brebes
Brebes
Losari Ketanggungan
5.
Jawa Timur
38
Pulau
Kabupaten
Pamekasan
Madura
Pamekasan
Proppo
(4 Kab/Kota)
Batu Marmar Kabupaten
Sampang
Sampang
Omben Kedungdung
6.
Bali
9
Seluruh
Kabupaten
Karangasem
Kab/Kota
Karangasem
Kubu
Abang
Kabupaten
Buleleng
Buleleng
Seririt Gerokgak
7.
Nusa
21
Tenggara Timur
Seluruh
Kabupaten
Kab/Kota
Timor Timur Mollo Utara Selatan
Kota Soe Amanatun Sel
Kabupaten
Loura
Sumba Barat
Kodi Bangedo
Daya
Kodi Utara
12 | P a g e
8.
Kalimantan
13
‐
Selatan
Kabupaten
Marahaban
Barito Kuala
Alalak
Tamban
Kabupaten
Martapura
Banjar
Astambul Sungai Tabuk
9.
Sulawesi
24
‐
Selatan
Kota
Makassar
Makassar
Tallo
Panakukang
Kabupaten
Sumbaopu
Gowa
Pallangga Bontonompo
10
Sulawesi
12
(5 Kab/Kota). Kabupaten
Tenggara
Pasar Wajo
Buton
Mawasangka
Laludo
Kabupaten
Katobu
Muna
Tongkuno Parigi
11. Maluku Utara
9
‐
Halmahera
Tobelo
Utara
Loloda Utara
Galela Utara
Kota Tidore
Tidore Tidore Selatan Oba Utara
TOTAL
227
50
22
66
13 | P a g e
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN Pada bagian ini dijelaskan konsep program raskin dan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi. Terkait dengan program raskin penjelasan didasarkan atas hasil review dokumen baik yang bersifat kebijakan maupun laporan hasil kajian yang relevan. Sementara untuk pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi didasarkan atas pelaksanaan kegiatan sejak kontrak kerjasama ditanda tangani. 2.1. Program Raskin Distribusi Raskin atau beras untuk orang miskin yang dimulai tahun 1998 merupakan kebijakan program untuk mengatasi krisis moneter (KRISMON). Tujuan utamanya adalah membantu dan memperkuat keamanan pangan dari rumah tangga miskin yang terkena dampak krisis. Pada tahap awal program bantuan beras ini disebut dengan operasi pasar khusus (OPK)1 Kemudian dirubah dengan Program Raskin tahun 2002 yang fungsinya diperluas dari yang bersifat darurat menjadi sebagai bagian dari program jaring pengamanan sosial. Prubahan ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan tujuan dari raskin. Perubahan nama dari OPK menjadi Raskin pada dasarnya tidak secara otomatis meningkatkan effektivitas distribusi raskin semenjak penentuan criteria siapa penerima raskin juga merupakan masalah yang sulit. Data kemiskinan yang berbasis pada kondisi local adalah sesuatu yang sulit untuk didapat. Proses penentuan warga miskin yang seharusnya dilakukan melalui musyawarah di tingkat desa dan kelurahan tidak berjalan. Padahal musyarawarah merupakan medium dalam memperkuat program raskin untuk menjamin keadilan bagi warga miskin.
1 Operasi Pasar Khusus merupakan salah satu upaya pemerintah dalam kerangka JaringPengaman Sosial (social safety net), khususnya dalam mencukupi kebutuhan pangan pokok melalui penyaluran beras bagi warga miskin (keluarga pra‐sejahtera) sebagai akibat kondisi ekonomi yang bersangkutan maupun akibat pengaruh Krisis Ekonomi dan Moneter.
14 | P a g e
Sampai dengan tahun 2006, data untuk penerima manfaat didasarkan pada BKKBN yang membagi kedalam kelompok rumah tangga pra‐sejahtera dan sejahtera. Program raskin. Tidak dapat menjangkau seluruh rumah tangga miskin. Namun dalam pelaksanaannya, program Raskin dinilai semakin jauh dari tujuannya karena sasaran rumah tangga penerimanya tidak mencakup warga yang miskin yang tidak terdaftar. Karena itu, mulai tahun 2007 sasaran penerima raskin menggunakan data rumah tangga (RTM) miskin dari BPS. Dari sekitar 19,1 juta RTM maka hanya 15,8 juta RTM yang dapat pelayanan program Raskin.Ini merupakan sasaran paling besar yang pernah dijangkau program Raskin. Data rumah tangga yang didasarkan atas Program Perlindungan Sosial, PPLS‐2008 secara effektif diterapkan mulai tahun 2008 untuk seluruh program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah. Tabel 2.1. : Jumlah Penerima Raskin di 11 Propinsi
Selama tahun 2005 – 2009 jumlah raskin yang telah didistribusikan berkisar 1,6 – 3,2 juta ton Total RASKIN distributed between 2005‐2009 lies between 1.6 million‐3.2 tonnes. Beras dapat ditebus atau dijual dengan harga Rp. 1.000 per kg (untuk tahun 2007) dan Rp 1.600/kg (untuk tahun 2008). Raskin pada dasarnya tidak hanya membantu rumah tangga miskin dalam mencukupi kebutuhan pangannya, melainkan juga dapat menjamin stabilitas harga harga beras. RASKIN dapat mengurangi permintaan akan beras dari 18,5 juta penduduk pada tahun 2009. Sekalipun terjadi peningkatan harga pada tahun 2008
15 | P a g e
menjadi Rp. 1.600,‐ namun hal ini masih dapat dijangkau karena harga pasar Rp 5.000‐Rp 5.500/kg. Dalam upaya meningkatkan effektivitas program raskin, pemerintah telah melakukan perubahan terutama dalam sistim distrisbusi. Disamping menggunakan daftar penerima, pemerintah juga menggunakan kartu identitas (ID) dan voucher bagi setiap rumah tangga penerima Raskin. Diharapkan perubahan pendekatan distribusi ini dapat lebih transparan dalam proses penetapan sasaran. Perubahan ini dilakukan secara nasional dan pada tahap awal diujicobakan di sejumlah daerah yang mencakup 1,3 juta rumah tangga. 2.2. Monitoring dan Evaluasi Raskin Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk melihat pelaksanaan uji coba perubahan sistim distribusi raskin mulai dari proses sosialisasi, pembagian hingga effektivitas dan manfaatnya. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini adalah sebagai berikut : 2.2.1. Rekruitmen dan Seleksi Koordinator dan TPD Sesuai dengan jumlah lokasi yang disepakati maka kegiatan monitoring dan evaluasi ini membutuhkan tenaga pengumpul data sebanyak 86 orang yang terdiri dari 22 Koordinator Kabupaten dan 66 Tenaga Pengumpul Data (enumerator) di Kecamatan. Dalam proses recruitment Tim memanfaatkan jaringan kerja di daerah baik dari lembaga swadaya masyarakat maupun perguruan tinggi setempat. Proses rekruitmen diawali dengan penyebar luasan informasi akan kebutuhan tenaga ini kepada sejumlah lembaga di 11 Propinsi. Setidaknya ada 3 lembaga yang dihubungi atau dikontak untuk membantu menyediakan tenaga stafnya. Setidaknya ada sekitar 124 orang yang melamar atau berminat untuk menjadi Koordinator Kabupaten dan TPD (enumerator) Kecamatan. Tim Prisma – LP3ES kemudian melakukan seleksi melalui dengan menggunakan 2 kriteria yaitu (a). Seleksi administrasi (b). Seleksi Pengalaman Kerja sebagai dasar dalam menetapkan atau memilih.
16 | P a g e
Tabel 2.2. : Jumlah Tenaga Pelamar dan TPD Terpilih No
Propinsi
Jumlah Pelamar
Diterima
Ditolak
1
Sumatera Utara
11
8
3
2
Bangka Belitung
9
8
1
3
Jawa Barat
14
8
6
4
Jawa Tengah
11
8
3
5
Jawa Timur
15
8
7
6
Bali
8
8
‐
7
Nusa Tenggara Timur
12
8
4
8
Kalimantan Selatan
15
8
7
9
Sulawesi Selatan
9
8
1
10
Sulawesi Tenggara
11
8
3
11
Maluku Utara
9
8
1
Proses seleksi yang relative membutuhkan waktu adalah untuk propinsi di wilayah Jawa dan Kalimantan Selatan. Seleksi di wilayah ini membutuhkan hingga 3 kali terutama untuk wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur hal ini dikarenakan tenaga yang dikirimkan kurang sesuai dari sisi latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya. Termasuk ketidaksediaan tinggal di pedesaan. Gambaran profil tenaga Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan dapat dilihat pada lampiran 1.
2.2.2. Pelatihan Metode Monev bagi Koordinator dan TPD Pelatihan metode monitoring dan evaluasi bagi Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan pada awalnya dirancang dalam 2 tahap yaitu : Pelatihan Bagi Koordinator Kabupaten di Jakarta dan Pelatihan Bagi TPD Kecamatan di masing‐ masing propinsi. Namun didasarkan atas pertimbangan bahwa kemampuan dan
17 | P a g e
penguasaan metode monev antara Koordinator dan TPD tidak jauh berbeda, maka pelatihan diputuskan untuk digabungkan. Perubahan konsep pelatihan ini kemudian didiskusikan dengan Tim TNP2K dan PRSF – AusAid untuk mendapatkan kesepakatan. Secara khusus ada 4 tujuan dari kegiatan pelatihan ini yaitu (a).
Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami metodologi penelitian
social (kemiskinan),
(b).
Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami teknik‐teknik monitoring dan evaluasi program raskin (survey, focus group discussion dan in‐depth interview,
(c).
Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami instrument survey, FGD dan in‐ depth interview
(d).
Meningkatkan kemampuan peserta dalam menyusun laporan hasil monitoring dan evaluasi. Dalam pelatihan ini, materi yang diberikan mencakup 3 bagian yaitu ;
Pertama, materi yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang raskin, metode penelitian dan gambaran program monev. Kedua, materi yang bertujuan meningkatkan ketrampilan teknis dalam melaksanakan kegiatan monitoring, termasuk memahami instrument monev dan Ketiga, materi yang terkait dengan manajemen kegiatan monitoring yang meliputi mekanisme kerja, peran dan fungsi, hak dan kewajiban serta rencana kerja. Ketiga lingkup materi ini disampaikan oleh nara sumber dari TNP2K dan Prisma‐LP3ES. Pelaksanaan pelatihan berlangsung di 3 wilayah (Jakarta, Surabaya dan Makassar) dan diikuti oleh 86 tenaga pengumpul data serta beangsung effektif 3 hari. Gambaran umum tentang waktu, tempat dan peserta pelatihan metode monev di 3 wilayah dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
18 | P a g e
Tabel 2.3 : Tempat, Waktu dan Peserta Pelatihan Metode Monev Wilayah dan Asal
No 1 2 3
Peserta
Tanggal
Barat (Sumut, Babel, Jabar 10‐13 dan Jateng)
September
Timur (Sulsel, Sultra dan
13‐16
Malut)
September
Tengah (Jatim, Bali, NTT
16‐19
dan Kalsel)
September
Jumlah Peserta 32 orang
Tempat Hotel Mega Anggrek Jakarta
24 orang
Hotel Singgasana Makassar
32 orang
Hotel Novotel Surabaya
Refreshment Training Dalam rangka meningkatkan kemampuan koordinator dan tenaga pengumpul data dalam mengumpulkan data dan informasi pada putaran II, sekaligus melihat permasalahan dan perkembangan data dan informasi pada putaran I, maka dilakukan kegiatan pelatihan penyegaran (refreshment training). Kegiatan ini berlangsung di 2 (dua) tempat yaitu : Pertama, di Makassar, tanggal 9‐ 11 November 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 40 orang dari wilayah Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Kedua, di Jakarta, tanggal 11‐13 November 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 48 peserta dari wilayah Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan NTT. Disamping dari Prisma LP3ES, maka tenaga fasilitator dalam pelatihan ini dari TNP2K. Hasil refreshment training ini menyepakati beberapa hal berikut : a. Menyempurnakan instrument survey (kuantitatif) b. Mengganti kegiatan FGD Desa menjadi FGD Kecamatan c. Merekrut tenaga editor untuk melaksanakan tugas entry data d. Meningkatkan peran Koordinator dalam melakukan supervise proses pengumpulan data
19 | P a g e
2.2.3. Training Pengolahan (entry) Data Pelatihan pengolahan dan entry data merupakan kegiatan yang sangat penting untuk menjamin kualitas data yang dihasilkan dari wawancara. Pada dasarnya, pelatihan ini dapat disatukan dengan pelatihan metode monev. Namun karena sistim pengolahan data baru dikembangkan sesudah pelatihan monev berakhir ‐ maka pelatihan entry data dilakukan terpisah dan dikaitkan dengan kegiatan monitoring lapangan di 11 propinsi, Proses pelatihan sistim entry data dilakukan melalui 2 proses atau tahapan. Pertama, diskusi konsep entry data di TNP2K. Diskusi ini membahas model tehnology, metode kerja dan proses pengiriman data. Kedua, coaching dan uji coba tehnologi entry data di Prisma – LP3ES. Selain dilatih dan diujicobakan bagaimana cara memasukan data dalam sistim, pertemuan juga membahas rencana pelatihan kepada Koordinator dan TPD di 11 Propinsi. Gambaran umum pelaksanaan pelatihan entry data dapat dilihat pda Tabel dibawah Tabel 2.4. : Tanggal dan Peserta Pelatihan Entry Data di 11 Propinsi No
Tempat Pelatihan
Tanggal
Peserta
Pelaksana
1
Sumatera Utara
12‐13 Oktober 8 orang
Prisma – LP3ES
2
Bangka Belitung
7‐8 Oktober
7 orang
Prisma – LP3ES
3
Jawa Barat
5 dan 16
8 orang
TNP2K dan
Oktober
Prisma‐LP3ES
4
Jawa Tengah
5‐6 Oktober
5 orang
Prisma – LP3ES
5
Jawa Timur
9‐10 Oktober
8 orang
Prisma – LP3ES
6
Bali
14 – 15
8 orang
Prisma – LP3ES
Oktober 7
Nusa Tenggara Timur
12‐13 Oktober 5 orang
Prisma – LP3ES
8
Kalimantan Selatan
14 – 15
TNP2K
8 orang
Oktober
20 | P a g e
4‐6 Oktober
8 orang
TNP2K
10 Sulawesi Tenggara
8‐9 Oktober
4 orang
TNP2K
11 Maluku Utara
8 – 9 Oktober
2 orang
TNP2K dan
9
Sulawesi Selatan
Prisma – LP3ES Dalam pelatihan entry data, ternyata tidak semua tenaga (TPD) dapat mengikuti seperti Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Tengah karena lokasi tugas sangat jauh dan TPD sudah memiliki agenda wawancara dengan masyarakat. Namun Koordinator Kabupaten akan bertanggungjawab untuk memberikan training bagi TPD yang tidak hadir.
Rekruitmen Editor Data Dari review pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi putaran I, salah satu masalah adalah keterlambatan dalam pengiriman data oleh Tenaga Pengumpul Data. Hal ini disebabkan oleh padatnya kegiatan yang dilakukan oleh TPD. Implikasinya, pengiriman data (laporan) ke Jakarta disamping dari sisi waktu terlambat, juga dalam beberapa kasus kurang dalam sisi kualitas. Karenanya, direkomendasikan agar direkruit tenaga editor yang berperan dalam mengecek data yang disampaikan TPD dan mengentry dan mengirimkan ke Jakarta. Tenaga editor ini ditempatkan di masing‐masing kabupaten/kota yang menjadi lokasi monev dan bertugas untuk tujuan melakukan entry data dari monitoring dan evaluasi pada putaran II dan III. 2.2.4 Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan program raskin dilakukan melalui survey kepada rumah tangga miskin (RTM), komunitas, wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat dan diskusi kelompok terfokus dengan masyarakat di desa dan instansi terkait di kabupaten. Disamping itu, juga dilakukan analisa berita tentang berbagai permasalahan raskin
21 | P a g e
yang ditulis atau diberitakan oleh media cetak lokal di 22 kabupaten/kota dalam rangka mendukung atau melengkapi data primer. 1)
Survei Sampai dengan 20 Oktober 21012, kegiatan pengumpulan data difokuskan
pada wawancara dengan DPM dan komunitas. Hal ini merupakan kesepakatan dengan TNP2K, dimana data kuantitatif (hasil survey) lebih didahulukan ketimbang data kualitatif (FGD dan Indepth interview). Pertimbangan lainnya adalah proses entry dan pengolahan data hasil survey (kuantitatif) membutuhkan waktu yang cukup. Disamping itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam dengan Kepala Desa/Lurah/Sekretaris/Aparat Desa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan raskin. Survei Komunitas dilakukan dengan mengambil 1 responden di setiap desa. Dengan demikian, terdapat 220 responden komunitas untuk 22 Kabupaten. Wawancara dilakukan terhadap 150 orang penerima raskin yang diambil secara acak dari daftar penerima manfaat (DPM). Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuesioner yang disiapkan oleh Tim TNP2K. 2)
Focus group Discussion Sekalipun demikian, terdapat beberapa kabupaten/propinsi yang telah
memulai kegiatan diskusi kelompok terfokus, seperti Maluku Utara (Tidore). Hal ini dilatarbelakang, lokasi desa dimana kegiatan monev dilakukan sangat jauh dari pusat kecamatan. Sehingga untuk tujuan praktis dan efisiensi biaya, maka sesudah wawancara selesai TPD langsung melaksanakan FGD. Kegiatan FGD baik di tingkat Desa maupun Kabupaten telah diselesaikan oleh seluruh koordinator Kabupaten. Dalam FGD Desa diikuti 8 orang peserta yang berasal dari penerima raskin dan tokoh masyarakat. Sementara untuk FGD Kabupaten diikuti oleh sekitar 10 orang peserta yang berasal dari Tim Raskin Kabupaten, Universitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat). Masalah‐masalah yang dibahas dalam pelaksanaan FGD mencukup ; pendataan, sosialisasi program, sistim distribusi, harga jual serta kualitas beras.
22 | P a g e
Termasuk masalah keluhan dan penyampaiannya. Gambaran pelaksanaan FGD Kabupaten seperti pada Tabel 9 berikut Tabel 2.5. : Pelaksanaan FGD Kabupaten Putaran I Program Raskin di 22 Kabupaten NO 1
Kabupaten/Kota Nias Selatan
Waktu Pelaksanan
Tempat
Jumlah dan Unsur Peserta
6 November
Ruangan
9 orang
2012
Sekwilda
(sekwilda, Kabag
(10.00 – 13.15)
Kab. Nias
Kesra, Kabag
Selatan
Ekonomi, Bappeda, LSM, PT. Pos, Camat
2
Deli Serdang
7 November
Ruang Kabag
10 orang (Kabag
2012‐10.00 –
Ekonomi
Ekonomi, BPM,
13.00
Pemkab
BPS, Bulog, LSM, Camat)
3
Bangka
1 November 2012
Ruang
13 Bulog (BPS,
Wakil Bupati
POS, Bulog, Tim
(09.00 – 12.00)
Raskin, Sekda, Kecamatan, Universitas, LSM)
4
Belitung
1 November 2012‐
Radio Voice Belitung
(08.30 – 11.30)
8 orang (Bappeda, PT. Pos, Bulog, BPS dan Kecamatan)
5
Bogor
8 November 2012 (10.00 – 12.30)
Ruang Asisten II Sekda Bogor
8 orang (BPS, Bulog, Tim Raskin, Kabag Ekonomi, staf Sekda, Kecamatan)
23 | P a g e
6
Sumedang
8 November 2012
Kantor Bulog Sumedang
(08.30 – 12.00)
11 orang (Kabag Kesra, Tim Raskin, Camat, Bulog dan Polres)
7
Brebes
8 November
Ruang Sekwilda 12 orang (Kabag
2012
Kabupaten
(09.00 – 11.30)
Brebes
Ekonomi, Bulog, LSM, Bappeda, Pos, Kepolisian)
8
Semarang
6 November 2012 (10.00 – 12.30)
Aula Dewan
6 orang (Kabag
Riset
Ekonomi,
Prop. Jateng
Bappeda, BPS, PT. Pos, LSM)
9
Sampang
6 November
Aula Dinas
10 orang (PT. Pos,
2012
Sosial Kab,
Dinas Sosial,
( 10.00‐12.30)
Sampang
Bulog, Universitas dan LSM
10 Pamekasan
29 Oktober 2012 RM. Andayani 14.00 – 17.00
9 orang (PT. Pos, BPS, Bulog, LSM, Tim Raskin, Kepala Desa)
11
Banjar
7 November 2012
Kantor Camat Martapura
(10.00 – 13.45) 12 Barito Kuala
6 November 2012 (09.00 – 12.30)
7 orang (Camat, BPS, PT. Pos, LSM)
Ruang Sekwilda 13 orang (Asisten Kabupaten
Sekda, Kabag
Barito
Kesra, PT.Pos, Bulog, BPS dan Kecamatan)
13 Buleleng
9 November 2012‐(10.00 –
Asisten II Sekwilda Kab.
9 orang (Tim Raskin,
24 | P a g e
14.00)
Buleleng
Bulog,DPRD, LSM dan PT. Pos)
14 Karang Asem
2 November
Kantor UPPKH
2012
7 orang (Dinas Sosial Bulog, BPS,
(10.15 – 13.00)
PT. Pos, LSM dan Toma)
15 Timor Tengah Selatan (Kupang)
Belum dilakukan
16 Sumba Barat Daya
22 Oktober 2012
Kesibukan Tim Raskin
(09.00 – 13.00)
Aula Sekwilda
12 orang (BPS,
Kabupaten SBD Pos, Sekwilda, LSM, Dinas Sosial, Bulog, Kabag Ekonomi, Universitas, Kecamatan)
17 Makassar
5 November
Coffe Toffee
9 orang (Kabag
2012
Ekonomi, DPRD,
(09.30 – 12.30)
BPS, Bulog, LSM, Universitas, Lurah)
18
Gowa
5 November 2012
Kafe Mario,
9 orang (PT. Pos,
Gowa
BPS, Bulog, LSM,
(14.00 – 16.30)
Universitas, Tokoh Masyarakat)
19 Buton
7 November
Ruang Rapat
10 orang ( Kabag
2012
Bupati Buton
Ekonomi, Bulog,
(10.00 – 12.00)
PT. Pos, LSM, BPS, Tokoh Masyarakat)
25 | P a g e
20 Muna
7 November
Ruang Sekwilda 11 orang (Sekda,
2012 (09.00 –
Kabupaten
BPM, PT. Pos,
12.00)
Muna
Bulog, Kabag Ekonomi, BPS, LSM, Kecamatan).
21 Halmahera Utara(Ternate)
7 November
Djoung Caffe
2012 10.30 –
6 orang (BPS, LSM, Universitas,
13.00
Kabag Ekonomi Pemda)
22
Tidore
Belum dilakukan
Kesibukan Tim Raskin
Selain itu, Tim Monev Raskin juga melengkapi data sekunder melalui kegiatan media assessment di setiap kabupaten terkait dengan berbagai pemberitaan dan artikel tentang program raskin di masing‐masing kabupaten. Kegiatan ini dilakukan oleh Koordinator dengan mengklipping dan mencatat jenis‐ jenis permasalahan yang berkembang selama pelksanaan raskin. Pemberitaan yang dikumpulkan dibatasi sejak awal tahun 2012 terutama dari media cetak local. Sementara, untuk pelaksanaan FGD pada putaran II dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 2.6. : Pelaksanaan FGD Kabupaten dan Kecamatan Putaran II Program Raskin No 1
Lokasi Sumatera Utara
Pelaksanaan FGD Kabupaten
Kecamatan
• Teluk Dalam, 3‐12‐12
a. Nias Selatan
Tanggal 7 Desember • Lolowau, 5‐12‐12 • Lahusa, 6‐12‐12
b. Deli Serdang
Tanggal 6 Desember • Lubuk Pakam, 3‐12‐
26 | P a g e
12 • Tjg Morawa, 4‐12‐12 • Pancur Batu, 5‐12‐12 2
Bangka Belitung
• Sungailiat, 6‐12‐12
a.
Bangka
Tanggal 7 Desember • Membalong, 7‐12‐12 • Sijuk, 6‐12‐12
b.
Belitung
3
Jawa Barat
Tanggal 7 Desember •
• Subang, 4‐12‐12
a.
Subang
Tanggal 5 Desember • Cipunegara, 4‐12‐12 • Ciasem, 5‐12‐12 • Bogor Selatan, 3‐12‐
b.
Bogor
Tanggal 12 desember
12 • Bogor Barat, 4‐12‐12 • Tanah Sereal, 6‐12‐12
4
Jawa Tengah
• Brebes, 5 – 12 ‐ 12
a.
Brebes
Tanggal 5 Desember
• Losari, 6 – 12 ‐ 12 • Ketanggungan, 7‐12‐ 12 • Mijen, 5 – 12 ‐ 12
b.
Semarang
Tanggal 5 Desember
• Semarang Utara, 6 – 12 • Tugu, 4 – 12 – 12
5
Jawa Timur
a.
Sampang
Tanggal 17
• Pengarengan, 14‐12
Desember
• Omben, 15‐12‐12
27 | P a g e
• Kedungdung, 16‐12‐ 12
6
b.
Pamekasan
Bali
Tanggal 14 Desember
• Pamekasan, 6‐12‐12 • Proppo, 7‐12‐12 • Batu marmarm,8‐12 • Buleleng, 12‐12‐12
a.
Buleleng
Tanggal 7 Desember • Seririt, 11‐12‐12 • Gerokgak, 10‐12‐12 • Karangasem, 10‐12‐
b.
Karangasem
12
Tanggal 12 Desember
• Abang, 11‐12‐12 • Kubu, 11‐12‐12
7
Kalimantan Selatan
a.
Barito Kuala
Tanggal 10 Desember
• Marabahan, 10‐12‐12 • Alalak, 4‐12‐12 • Tamban, 5‐12‐12 • Martapura, 5‐12‐12
b.
Banjar Baru
Tanggal 6 Desember • Astambul, 4‐12‐12 • Sungai Tabuk, 3‐12‐12
8
Nusa Tenggara Timur
• Kota Soe, 5‐12‐12
a.
Timor Timur Selatan
Tanggal 7 Desember • Mollo Utara, 6‐12‐12 • Amanatun, 4‐12‐12 • Loura, 28‐11‐12
b.
Sumba Barat Daya
Tanggal 29
• Kodi Utara, 29‐11—12
November
• Kodi Bangedo, 29‐11‐ 12
28 | P a g e
9
Sulawesi Selatan
• Makassar, 4‐12‐12
a.
Makassar
Tanggal 7 Desember • Tallo, 6‐12‐12 • Panakukang, 4‐12‐12
b.
Tanggal 10
Gowa
Desember
10 Sulawesi Tenggara
• Somba Opu, 5‐12‐12 • Pallangga, 6‐12‐12 • Bontonompo, 6‐12‐12 • Pasar Wajo, 4‐12‐12
a.
Buton
Tanggal 7 Desember • Sampolawa, 6‐12‐12 • Lakudo, 5‐12‐12 • Kusambi, 1‐12‐12
b.
Muna
Tanggal 6 Desember • Watupote, 1‐12‐12 • Napabalano, 30‐11‐12
11 Maluku Utara
• Tobello, 11‐12‐12
a.
Halmahera Utara
Tanggal 13
• Kao Utara, 12‐12‐12
Desember
• Galelea Utara, 12‐12‐ 12 • Tidore, 11‐12‐12
b.
Tidore Kepulauan
Tanggal 12
• Oba Utara, 10‐12‐12
Desember
• Tidore Selatan, 11‐12‐ 12
2.2.5. Kegiatan Pendukung Disamping kegiatan utama sebagaimana dikemukakan diatas, sejumlah kegiatan yang bersifat pendukung dalam rangka effektivitas pelaksanaan monev yang dilakukan antara lain meliputi :
29 | P a g e
a. Konsultasi dengan TNP2K Tim Pelaksana Prisma‐LP3ES juga secara intensif melakukan komunikasi dengan Tim TNP2K baik dalam persiapan maupun selama pelaksanaan pengumpulan data (wawancara) melaui pertemuan maupun email. Selama 2 bulan program berjalan, setidaknya dilakukan ... kali pertemuan untuk membahas dan mendiskusi beberapa topik sebagaimana Tabel dibawah ini. Tabel 2.7. : Tanggal dan Agenda Pertemuan dengan TNP2K No 1
Waktu 15 Agustus
Topik Pembahasan Membahas persiapan penyusunan instrument (variable dan masalah) dan sosialisasi, penerapan metode
2
4 September
Membahas perkembangan rekrutmen tenaga lapangan, pemilihan responden, kuesioner, rencana pre‐test, prosedur uji kuesioner
3
13 September Membahas teknis pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif, input data di daerah dan dengan cara entri silang,
4
24 September Membahas perubahan wilayah sampel, monitoring wilayah Timur kuesioner dan program entri data dalam tahap
5
28 September Membahas program input dan pelatihan terhadap tim Jabar, serta rencana monitoring dan pelatihan program entri di daerah
6
17 Oktober
Membahas tentang hasil monitoring lapangan, tenggat waktu pengiriman hasil entri data
b. Pengembangan Komunikasi dengan TPD (mailing list) Dalam rangka meningkatkan effektivitas pelaksanaan monev di lokasi, maka Prisma‐LP3ES juga membangun komunikasi yang intensif melalui email, sms dan telepon. Ada 2 bentuk mailinglist yang dibuka oleh Prisma – LP3ES
30 | P a g e
yaitu ; Pertama, komunikasi dengan hanya tenaga Koordinator Kabupaten melalui (
[email protected]). Komunikasi ini sebagai media informasi atas perkembangan dan permasalahan kegiatan monev di masing‐ masing kabupaten. Kedua, komunikasi dengan seluruh TPD Kecamatan melalui(
[email protected]). Hal ini bersifat lebih terbuka untuk menginformasikan berbagai masalah terkait dengan pelaksanaan monev yang membutuhkan tindakan segera. Misal saja ; informasi tentang sistim entry data. c. Kontak Tim Raskin Kabupaten Disamping di tingkat Jakarta, Koordinator Kabupaten juga telah melakukan komunikasi dan perkenalan dengan Tim Raskin di tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan/Desa . Dalam pertemuan dengan Tim Raskin, Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan menjelaskan kegiatan rencana monev, dukungan perizinan, mendiskusikan masalah distribusi raskin hingga akses terhadap daftar penerima manfaat (DPM).
31 | P a g e
BAB III PERKEMBANGAN KEGIATAN MONITORING Setelah 3 bulan (25 Juli – 20 Oktober) monitoring dan evaluasi program raskin berjalan, seluruh bentuk kegiatan telah dapat diselesaikan sesuai dengan tahapan dan waktu yang direncanakan. Nyaris tidak terdapat hambatan berati baik di internal pelaksana maupun di masyarakat yang memberi pengaruh terhadap kemandegan dan kelancaran proses monitoring di lokasi. Hal ini dikarenakan kerjasama dan koordinasi yang baik antara Prisma‐LP3ES dengan TNP2K, Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan serta Tim Raskin Kabupaten, Kecamatan dan Keluragan/Desa. Secara detail, gambaran perkembangan kegiatan monitoring program raskin adalah sebagai berikut : 3.1.
Profil Tenaga Pengumpul Data Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, maka personil yang berperan dalam
pengumpulan data sebanyak 88 orang yang terdiri dari 22 Koordinator Kabupaten dan 66 Tenaga Pengumpul Data (enumerator) Kecamatan. Gambaran umum profil tenaga pengumpul data adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. : Profil Tenaga Pengumpul Data No 1 2
Tenaga Pengumpul Data
Keterangan Jenis kelamin
Koord Kabupaten
TPD Kecamatan
a. 14 Laki‐laki
a. 50 laki‐laki
b. 8 perempuan
b. 16 perempuan
Pendidikan
a. Sarjana
a. 18 orang
a. 64 orang
b. Master
b. 4 orang
b. 2 orang
32 | P a g e
3
Pengalaman Kerja
a. Penelitian
a. 22 orang
a. 66 orang
b. Pemberdayaan Masyarakat b. 15 orang
b. 45 orang
c. Pengajar (dosen)
c. 21 orang
c. 7 orang
3.2.
Pengumpulan Data 3.2.1 Putaran I Kegiatan pengumpulan data dalam rangka memantau pelaksanaan program raskin dilakukan melalui 2 tahapan. Pertama, melakukan wawancara terhadap 3.000 rumah tangga miskin yang menjadi penerima manfaat dan komunitas yang tersebar di 220 desa dengan menggunakan kuesioner. Kedua, melakukan diskusi (FGD) dengan 2 kelompok (laki dan perempuan) dengan peserta masing‐masing 8 orang di 220 desa dan stakeholder terkait di kabupaten/kota. Ini berarti jumlah warga masyarakat miskin yang dilibatkan dalam diskusi sebanyak 3.520 orang dan 220 stakeholder (instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat. Disamping itu, juga dilakukan wawancara mendalam dengan 3 orang dari aparatur pemerintah dan tokoh masyarakat di tingkat desa. Dengan demikian, total ada sekitar 7.000 orang yang dilibatkan dalam setiap putaran pengumpulan data (monitoring). Perkembangan kegiatan pengumpulan data putaran I di 11 Propinsi sampai 1 November 2012 dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 3.2. : Perkembangan Kegiatan Wawancara dan Entry Data Putaran I No
Propinsi
Perkembangan Kegiatan Pengumpulan Data Target
Pencapaian
Entry Data
1
Sumatera Utara
20 Desa
20 Desa
100 %
2
Bangka Belitung
20 Desa
20 Desa
100 %
3
Jawa Barat
20 Desa
20 Desa
100 %
4
Jawa Tengah
20 Desa
20 Desa
100 %
5
Jawa Timur
20 Desa
20 Desa
100 %
33 | P a g e
6
Bali
20 Desa
20 Desa
100 %
7
Nusa Tenggara Timur
20 Desa
20 Desa
100 %
8
Kalimantan Selatan
20 Desa
20 Desa
100%
9
Sulawesi Selatan
20 Desa
20 Desa
100%
10 Sulawesi Tenggara
20 Desa
20 Desa
100%
11 Maluku Utara
20 Desa
20 Desa
100 %
220 Desa
220 Desa
100 %
Jumlah
Sekalipun telah diselesaikan di semua lokasi, namun disadari bahwa proses wawancara di sejumalh kabupaten mengalami keterlambatan dari waktu yang telah ditetapkan dengan TNP2K. Hal ini lebih dikarenakan terkendala dengan kondisi lokasi (desa) yang sulit dijangkau baik jarak yang jauh maupun infrastruktur yang kurang memadai, seperti ; di Nias Selatan dan Kepulauan Tidore. Sementara untuk kasus di Jawa Barat yaitu di Bogor, keterlambatan kegiatan wawancara lebih dikarenakan peran dan tugas Koordinator dan enumerator yang kurang optimal. Demikian pula untuk pelaksanaan entry data, sekalipun kegiatan wawancara sudah selesai di semua desa, namun kegiatan entry data mengalami keterlambatan seperti ; di Sumba Barat Daya karena factor lemahnya jaringan internet. Dan Bali (Buleleng) karena kerusakan sarana kompuetr dari tenaga enumerator. Sementara untuk kegiatan indepth interview dengan komunitas, diskusi kelompok terfokus di tingkat desa dan kabupaten, perkembangannya telah dapat diselesaikan. Kesumuanya. Kecuali untuk FGD Kabupaten di sejumlah Kabupaten/Kota mengalami keterlambatan dan hingga 9 November dan untuk wilayah Halmahera dan Kupang yang belum dapat dilaksanakan hingga batas waktu yang ditentukan. Hal ini disebabkan kesibukan dan kesulitan hadir dari sejumlah instansi yang menjadi kunci dalam diskusi, seperti ; Tim Raskin Kabupaten. Demikian pula untuk wawancara dengan komunitas terutama di Jawa Timur yaitu Sampang dan Madura yang mengalami keterlambatan. Di kedua kabupaten ini, kewenangan raskin di desa berada di Kepala Desa dan aparatur yang lain tidak berani memberikan pendapat sekalipun faham dengan distribusi raskin. Mengingat
34 | P a g e
kepala desa sedang menunaikan ibadah haji, maka wawancara komunitas harus menunggu kepulangan kepala desa dari ibadah haji. Tabel 3.3. : Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran I Perkembangan Kegiatan Pengumpulan Data No
Propinsi
FGD Desa
FGD
Wawancara
Kabupaten
Komunitas
1
Sumatera Utara
Sudah
Sudah
Sudah
2
Bangka Belitung
Sudah
Sudah
Sudah
3
Jawa Barat
Sudah
Sudah
Sudah
4
Jawa Tengah
Sudah
Sudah
Sudah
5
Jawa Timur
Sudah
Sudah
Sudah
6
Bali
Sudah
Sudah
Sudah
7
Nusa Tenggara Timur
Sudah
Belum (Kupang)
Sudah
8
Kalimantan Selatan
Sudah
Sudah
Sudah
9
Sulawesi Selatan
Sudah
Sudah
Sudah
10 Sulawesi Tenggara
Sudah
Sudah
Sudah
11 Maluku Utara
Sudah
Belum (Halmahera)
Sudah
Tabel 3.4. : Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran II No
Propinsi
Perkembangan Kegiatan Pengumpulan Data FGD
FGD
Wawancara
Kecamatan
Kabupaten
Komunitas
1
Sumatera Utara
Sudah
Sudah
Sudah
2
Bangka Belitung
Sudah
Sudah
Sudah
3
Jawa Barat
Sudah
Sudah
Sudah
4
Jawa Tengah
Sudah
Sudah
Sudah
5
Jawa Timur
Sudah
Sudah
Sudah
6
Bali
Sudah
Sudah
Sudah
35 | P a g e
7
Nusa Tenggara Timur
Sudah
Sudah
Sudah
8
Kalimantan Selatan
Sudah
Sudah
Sudah
9
Sulawesi Selatan
Sudah
Sudah
Sudah
10 Sulawesi Tenggara
Sudah
Sudah
Sudah
11 Maluku Utara
Sudah
Sudah
Sudah
3.3. Media Assesment Sementara kegiatan media assessment terkait dengan berbagai berita atau opini tentang program raskin telah dilakukan oleh Koordinator Kabupaten. Berita atau opini yang dikumpulkan atau berasal dari media cetak (surat khabar) local sejak 1 januari 2012. Tercatat sudah 59 berita yang sudah dihimpun dengan ragam persoalan yang mencakup 5 kategori. Secara umum gambaran kegiatan media assessment yang telah berjalan di 11 propinsi dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 3.5 : Media Asssesment di 22 Kabupaten/Kota No
Kabupaten
Jumlah
Isu/Masalah
Berita 1
Nias Selatan
3 berita
Distribusi, kualitas beras dan DPM
2
Deli Serdang
2 berita
Kualitas beras dan harga
3
Bangka
2 berita
Ketidaktepatan penerima raskin
4
Belitung
2 berita
Kuantitas dan kualitas beras, lokasi distribusi,
5
Bogor
4 berita
Penerima
raskin
dan
beras
raskin
biaya
penebusan 6
Subang
2 berita
Penjualan
dan
pembagian yang merata 7
Brebes
3 berita
DPM, harga dan alokasi beras
8
Semarang
30 berita
Penjualan beras raskin, biaya, DPM kualitas, dan alokasi, harga
36 | P a g e
9
Sampang
3 berita
DPM, lokasi distribusi dan biaya penebusan
10
Pamekasan
4 berita
Penerima
raskin
dan
waktu
distribusi 11
Karangasem
2 berita
Penerima raskin dan jumlah yang diterima
12
Buleleng
4 berita
Penolakan kartu raskin dan waktu distribusi
13
Timor Timur Selatan
2 berita
Penerima raskin dan kualitas beras
14
Sumba Barat Daya
1 berita
Kualitas beras
15
Barito Kuala
2 berita
Waktu distribusi dan jumlah beras
16
Banjar
2 berita
Penerima
raskin
dan
lokasi
distribusi 17
Makassar
4 berita
Pendataan, penerima raskin, jumlah dan kualitas beras
18
Gowa
4 berita
Pendataan, waktu distribusi dan jumlah beras
19
Buton
2 berita
Penerima raskin dan harga beras
20
Muna
2 berita
Lokasi distribusi dan waktu
21
Halmahera
2 berita
Alokasi raskin dan DPM
22
Tidore
2 berita
Harga dan kualitas beras
Jumlah
59 berita
3.4.
Masalah dan Hambatan
Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk program raskin yang
sudah berjalan selama 3 bulan (juli – September 2012), beberapa masalah dan hambatan yang ditemui adalah secara umum dikelompokan dalam 3 bagian yaitu :
37 | P a g e
a.
Pelaksanan Monitoring Dalam pelaksanaan monitoring, beberapa lokasi nyaris tidak menghadapi hambatan yang berarti sehingga proses monitoring berjalan lancar. Sementara beberapa lokasi terdapat hambatan yang antara lain meliputi : •
Lambannya proses penerbitan perizinan baik dari instansi kabupaten hingga RT karena factor birokrasi, pejabat tidak di tempat, dan tidak ada pendelegasian wewenangBeberapa lokasi monev sangat jauh dari pusat kabupaten/kecamatan sehingga membutuhkan waktu untuk menjangkau.
•
Belum semua desa menerima DPM sehingga kesulitan untuk menentukan responden
•
Kesulitan mendapatkan DPM karena aparat desa tidak di tempat dan tidak mendelegasikan ke aparat desa yang lain
•
Waktu untuk menghubungi atau mencari responden karena nama yang tertera dalam DPM tidak sesuai dengan nama panggilan sehari‐hari.
b.
Supervisor dan TPD •
Beban tugas dari supervisor cukup banyak mulai dari supervise TPD, asistensi FGD Desa hingga memfasilitasi FGD Kabupaten dan Media Assesmen, membuat control terhadap kualitas kuesioner dan entry data kurang maksimal dilakukan.
•
Sebagian TPD belum cukup berpengalaman dalam melakukan wawancara di pedesaan sehingga sering mengalami kesulitan atau keterbatasan untuk melakukan wawancara mendalam
•
Di sejumlah lokasi, kemampuan TPD dalam memahami isi kuesioner sangat rendah sehingga dalam proses wawancara menjadi kurang optimal data dan informasi yang dikumpulkan.
•
Pertemuan antar TPD untuk proses sharing informasi di beberapa Kabupaten kurang berjalan effektif sehingga proses belajar antar 1 lokasi dengan lokasi lain kurang berlangsung
38 | P a g e
BAB IV TEMUAN MONITORING 4.1
Pendataan 4.1.1. Rumah Tangga Sasaran (RTS) Mendasarkan pada (dokumen panduan raskin 2012) maka penerima program raskin pada tahun 2012, sebesar 17,48 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) sesuai dengan hasil Pendataan Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS‐11) BPS` Jumlah ini, pada dasarnya tidak berbeda dengan pagu raskin tahun 2010 dan 2011, namun menurun dibandingkan tahun 2009 yang hampir mencapai 18,5 juta RTS. Di tingkat propinsi, pagu
raskin ini berbeda‐beda alokasinya. Beberapa propinsi mengalami penambahan seperti ; Bangka Belitung, Jawa Timur dll, namun sejumlah propinsi lain mengalami penurunan, misal Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara. Penurunan ini telah menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan raskin di tingkat daerah. Pihak BPS (Biro Pusat Statistik) Kabupaten/Kota yang melakukan pendataan telah dinilai bertanggungjawab atas penurunan ini. Di Kabupaten Gowa misal saja; sejumlah warga desa Bontoala, Kecamatan Pallangga telah melakukan aksi demonstrasi untuk mempertanyakan cara pendataan BPS dan penetapan daftar penerima manfaat (DPM). Tabel 4.1. Penambahan dan Penurunan RTS program Raskin tahun 2012 di 11 Propinsi No
Propinsi
Penambahan/ Penurunan
Prosentase
1
Sumatera Utara
(46.197 RTS)
‐ 6%
2
Bangka Belitung
14.962 RTS
53 %
3
Jawa Barat
273.502RTS
10 %
4
Jawa Tengah
49.103 RTS
2 %
39 | P a g e
5
Jawa Timur
321.927 RTS
10 %
6
Bali
46.058 RTS
34 %
7
Nusa Tenggara Timur
(128.569 RTS)
23 %
8
Kalimantan Selatan
‐
0 %
9
Sulawesi Selatan
(7.198 RTS)
‐ 1 %
10
Sulawesi Tenggara
(87.136 RTS)
‐ 34 %
11
Maluku Utara
(695 RTS)
‐
1 %
Sumber: TNP2K
Sekalipun terdapat peningkatan jumlah RTS, namun dalam kontek kabupaten/kota yang menjadi lokasi monitoring dan evaluasi tidak dengan sendirinya ikut mengalami penambahan alokasi julah RTSnya. Sebagai contoh, untuk Propinsi Jatim meski pagu jumlah RTSnya naik, namun jumlah RTS di Kabupaten Sampang justru turun sekitar 22.538 RTS pada periode Juni‐Desember 2012. Penurunan jumlah RTS dengan sendirinya terjadi pada lokasi yang alokasi di tingkat propinsi menurun, seperti di Kota Makasar yang jumlah RTSnya turun sebesar 15.837 RTS. Tentu peningkatan dan penurunan alokasi jumlah RTS ini berpengaruh terhadap kebijakan di tingkat local, terutama desa baik untuk penetapan RTS maupun alokasi beras yang dapat ditebus atau didistribusikan. Tabel 4.2. Pagu Alokasi RTS 2012 Kabupaten/Kota Lokasi Monev RTSPM No
Kabupaten/Kota
JanMei
JuniDes
2012
2012
Prosentase Naik/Turun
1
DELI SERDANG
77,203
70,391
(6,812)
8.82%
2
NIAS SELATAN
36,917
34,015
(2,902)
7.86%
3
BANGKA
4,978
9,582
4,604
92.49%
4
BELITUNG
5,307
7,880
2,573
48.48%
5
SUBANG
139,896
149,900
10,004
7.15%
6
KOTA BOGOR
42,328
46,704
4,376
10.34%
40 | P a g e
7
KOTA SEMARANG
55,221
50,937
(4,284)
7.76%
8
BREBES
217,690
199,632
(18,058)
8.30%
9
SAMPANG
150,386
127,848
(22,538)
14.99%
109,017
101,482
(7,535)
6.91%
11 KARANG ASEM
35,921
26,787
(9,134)
25.43%
12 BULELENG
45,187
47,511
2,324
5.14%
13 TIMOR TENGAH S
62,946
55,085
(7,861)
12.49%
14 SUMBA BARAT
35,825
33,395
(2,430)
6.78%
15 BANJAR
26,500
17,966
(8,534)
32.20%
16 BARITO KUALA
18,246
16,857
(1,389)
7.61%
17 GOWA
43,162
37,967
(5,195)
12.04%
18 KOTA MAKASSAR
62,192
46,355
(15,837)
25.46%
19 BUTON
39,055
16,721
(22,334)
57.19%
20 MUNA
37,293
19,971
(17,322)
46.45%
21 HALMAHERA
11,051
12,345
1,294
11.71%
2,978
5,811
2,833
95.13%
10 PAMEKASAN
DAYA
UTARA 22 KOTA TIDORE Sumber : TNP2K
Dari Tabel diatas menunjukan bahwa hampir seluruh Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi monev program raskin Prisma‐LP3ES mengalami penurunan jumlah RTSnya. Penurunan yang dari sisi prosentase cukup signifikan terjadi di Kota Buton yang mencapai 57,19% yaitu dari semula 39.055 RTS menjadi 16.721 RTS. Sementara pertambahan jumlah RTS yang hampir 100% terjadi di Kabupaten Bangka sekitar 92,49% dan Kepulauan Tidore mencapai 95,13%. Tidak ada alasan yang jelas dan standart, apa factor yang mendasari dari penurunan jumlah RTS ini. Disamping asumsi bahwa jumlah rumah tangga miskin menurun, beberapa factor dari penurunan ini dikarenakan (a) pendataan yang dilakukan oleh BPS tidak melibatkan kantor desa/kelurahan (b). Namun dalam FGD Kabupaten, hampir
41 | P a g e
seluruh Dinas Kabupaten/Kota (Tim Raskin) tidak mengetahui secara persis apa faktornya dan menyatakan jika penurunan ini kebijakan dari pusat (TNP2K). 4.1.2. Penggantian RTS Ketidakcermatan dalam pendataan, pada akhirnya bermuara pada in‐ effektivitas program raskin. Sebagai dalam dokumen TNP2K dijelaskan bahwa salah satu ukuran dalam menilai effektivitas dari program raskin adalah ketepatan penerima manfaat atau RTS. Karenanya, dalam panduan program raskin disebutkan bahwa data RTS BPS perlu diverifikasi melalui Mudes/Muskel kemudian hasilnya dimasukkan dalam daftar RTS‐PM, ditetapkan oleh kepala desa/lurah dan disyahkan oleh Camat. Fakta di lapangan menunjukan bahwa data DPM di banyak tempat berbeda antara Pemerintah dan Desa. Mengapa terjadi perbedaan sehingga membuat desa keberatan dengan DPM. Mengapa solusi yang ditempuh adalah membagi rata raskin bukan melakukan Musyawarah Pergantian RTS. Sebaliknya terdapat pula desa yang melakukan musyawarah atas penetapan RTS (pergantian dan penambahan). Apa hal yang mendasari desa (kepala) bersedia melakukan musyawarah. Perbedaan cara pandang terhadap rumah tangga miskin antara instansi pemerintah dan aparat desa serta masyarakat yang membuat terjadinya kesalahan dalam pendataan dan penetapan RTS sebagai penerima program raskin. Disamping factor kurangnya sosialisasi dan transparansi terkait dengan program raskin. Termasuk adanya unsur kepentingan politik lokal local dan kekerabatan. Hal lain yang paling menyedihkan adalah ketidakberdayaan masyarakat miskin sendiri untuk menuntut haknya serta ketiadaan lembaga (kelompok) swadaya masyarakat di Desa yang memperjuangkan hak atas raskin. Salah seorang peserta FGD Kabupaten Pamekasan dari mahasiswa dari Universitas mengatakan “Seandainya pemerintah kabupaten dan juga kepala desa intensif melakukan sosialisasi dan tranparan dalam manajemen raskin, saya yakin tidak ada kesalahan dalam penetapan RTS/DPM ” Upaya perbaikan data DPM baik untuk pergantian maupun penambahan RTS sesuai dengan pedoman raskin melalui musyawarah desa, namun tidak semua desa
42 | P a g e
memanfaatkan peluang ini. Hanya beberapa desa dan di kabuapaten tertentu yang melakukan musyawarah desa/kelurahan untuk verifikasi dan perbaikan RTS. Salah satu lokasi yang melakukan perubahan/pergantian RTS adalah Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Kenaikan jumlah RTS yang mencapai 100% juga membuat masalah karena DPM banyak yang tidak sesuai. Dalam melakukan perubahan dan pergantian nama‐nama DPM pusat, perangkat kelurahan/desa melaksanakan musyawarah kelurahan/desa yang melibatkan seluruh perangkat kelurahan/desa seperti lurah, kepala desa, BPD, kepala lingkungan, ketua RW, ketua RT, hingga tokoh masyarakat guna memilih nama‐nama yang masih dianggap layak menerima raskin sekaligus memilah nama‐nama yang dinilai tidak layak menerima raskin, sehingga
musyawarah
kelurahan/desa
tersebut
menghasilkan
DPM
kelurahan/desa. Dalam musyawarah kelurahan/desa, otoritas penuh diberikan kepada ketua RT karena dianggap paling tahu kondisi nyata kehidupan para warga baik dari sisi perekonomian maupun lainnya. Perubahan dan pergantian DPM pusat menjadi DPM kelurahan/desa dilakukan atas dasar supaya penyaluran raskin menjadi lebih tepat sasaran. Bila DPM pusat tidak diubah dan digantikan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Di Kabupaten Bangka,perubahan dan pergantian RTS/DPM sekitar 50% dari asalnya karena ketidaksesuaian dengan kenyataan sebagai rumah tangga miskin. Prinsip partisipasi dalam pengelolaan program raskin tidak selamanya berjalan di kabupaten/kota. Di sejumlah lokasi, perubahan dan pergantian RTS‐PM tidak dilakukan melalui proses musyawarah desa melainkan sepenuhnya dilimpahkan ke Ketua RT untuk memutuskan jika terdapat warganya yang dinilai tidak layak atau perlu diganti. Hal ini terjadi di Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Kebijakan Kepala Desa memberikan kewenangan (diskresi) kepada Ketua RT untuk memutuskan dapat bersifat positif karena lebih cepat dan effektif. Namun pada sisi lain, dapat pula negativ karena jauh dari kendali dan potensi manipulasi, Di Kabupaten Subang, perubahan dan pergantian RTS PM sepenuhnya diserahkan pada Ketua RT dengan alasan lebih mengetahui secara persis layak atau tidaknya
43 | P a g e
warga dapat raskin. Namun dalam faktanya seperti terjadi di Desa Tanjung, Kecamatan Cipunegara Kabupaten Subang, masih banyak warga yang layak secara ekonomi namun tercatat sebagai RTS PM. Sebaliknya, terdapat pula warga miskin yang tercatat sebagai RTS PM, namun dalam faktanya tidak mendapatkan raskin karena kehabisan beras maupun waktu penebusan terlalu singkat, sebagaimana terjadi di Desa Ciasem, Kecamatan Ciasem – Subang. Dalam wawancara, Ibu Kadmina dari Kecamatan Ciasem mengatakan sebagai berikut : Jika waktu penebusan terlalu cepat, maka saya tidak akan pernah merasakan program raskin karena tidak sanggup menebus walaupun hanya lima liter besar (Rp 10 000,), Ketua RT tidak memberi kelonggaran waktu agar warga mampu menebus. Apalagi keringanan dalam bentuk yang lain (Ibu Kadmina, RTS PM Desa Ciasem).
Kebijakan tentang penetapan (perbahan dan pergantian RTS PM berbeda‐ beda antar kabupaten/Kota sekalipun berada dalam 1 jalur atau wilayah pemerintahan. Sebagai contoh, di RW 2 Kel.Curug Mekar Kota Bogor, dari 16 KK penerima raskin sebelumnya, maka saat kini hanya 1 KK. Padahal jumlah 15 KK lainnya masih dalam kondisi miskin dan masih tetap layak menerima Raskin. Kesalahan Ketua RT/RW dalam memutuskan seseorang sebagai RTS PM juga tidak lepas dari factor sosial yaitu relasi yang dekat atau ketergantungan pada seseorang. Pada gambar dibawah ini adalah rumah milik Bapak Asep Mulyadi yang masuk dalam data DPM dari TNP2K sekalipun dari sisi ekonomi cukup kaya untuk ukuran di Desa Ciasem Baru. Namun karena kesadaran beliau tentang arti bantuan, maka sejak namanya masuk dalam DPM (1 tahun) beliau tidak bersedia mengambil beras raskin. Pada kesempatan wawacara dengan TPD beliau mengatakan : “Nama saya masuk dalam DPM dan saya tidak malu karena tidak minta minta dan memaksa untuk dimasukan. Namun saya memilih tidak mengambil atau menebus beras raskin karena banyak orang di kampung ini yang lebih membutuhkan di banding keluarga saya
Gambar 2. Lokasi Warga yang masuk dalam DPM
44 | P a g e
Terkait dengan kegiatan pendataan dan pergantian RTS PM di 22 lokasi monitoring dan evaluasi program raskin, maka sebagian besar menunjukan bahwa proses pendataan atau DPM yang ada kurang akurat dan menggambarkan kondisi di setiap desa. Perubahan dan pergantian RTS DP dilakukan melalui musyawarah baik di tingkat Desa/Keluarahan ataupun RT/RW, hanya putusannya yang berbeda‐beda. Pada umumnya kebijakan yang ditempuh Desa/Kelurahan dalam kaitan dengan penetapan RTS (DPM) adalah membagi rata alokasi raskin bagi semua warga miskin. Alasan desa melakukan musyawarah dan menetapkan bagi rata dapat dilihat dari kasus Desa Kurumi Kabupaten Sumba Barat Daya sebagai berikut : “ Jumlah warga di desa Kurummi 468 KK, namun yang dapat kartu raskin hanya 129 KK. Yang menjadi landasan pemerintah desa untuk berani membagikan beras secara merata karena masyarakat memang layak menerima, meski tidak ada dalam DPM. Karena itu walaupun melanggar aturan tapi kami yang berhadapan langsung dengan warga. Kami tak bisa menyakiti mereka hanya karena tidak
mendapat raskin.( Abraham Mali Tako Sekretaris Desa) “
Kecuali untuk beberapa desa lokasi, seperti Desa Mayong Buleleng yang tidak melakukan musyawarah desa karena memutuskan untuk membagi raskin sesuai dengan DPM yang telah ditentukan. Sementara untuk Kabupaten Brebes Jawa Tengah, musyawarah pergantian RTS PM tidak dilakukan karena waktu yang sangat mepet antara penerimaan DPM dengan waktu distribusi raskin (2 hari). Secara rinci gambaran kondisi proses pendataan dan penetapan RTS PM dan pergantiannya sebagaimana pada Tabel dibawah Tabel 4.3. Kondisi Penetapan dan Perubahan RTS–PM di 22 Kabupaten/Kota No 1
Kabupaten/Kota Nias Selatan
Masalah Pendataan RTS PM • Pendataan RTS oleh BPS dilakukan oleh tenaga dari luar dan tidak komunikasi dengan desa • Musyawarah desa untuk penggantian RTS dilakukan di desa/kecamatan yang faham dengan
45 | P a g e
program raskin, seperti desa • Protes atas penetapan RTS dilakukan oleh warga dengan mendatangi kantor desa dan terkada membawa senjata tajam 2
Deli Serdang
• Data tentang DPM banyak yang tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat • Protes dalam bentuk demo di Kecamatan Lubuk Pakan atas data DPM yang dilakukan a.
Warga yang benar‐benar miskin, tapi tidak masuk di DPM.
b.
Warga yang terdaftar di DPM sebelumnya, namun tidak terdaftar lagi, meski tergolong mampu.
• Desa melakukan musyawarah dengan warga pemrotes dengan berpegang pada pedoman raskin. 3
Bangka
• DPM pusat yang dikirimkan ke kelurahan/desa seolah menjadi akar dari beragam persoalan raskin • Musyawarah desa dilakukan karena terdapat nama‐nama yang dianggap perangkat desa tidak layak menerima raskin • Musyawarah
desa
memutuskan
masalah
penggantias RTS‐PM diserahkan ke RT karena lebih tahu warganya 4
Belitung
• Dalam kasus Kabupaten Belitung, data DPM pada dasarnya bukan berbeda, melainkan data baru yang berubah terhitung Juli 2012. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan keadaan di desa/kelurahan, yaknimasih banyak warga miskin
46 | P a g e
yang layak menerima namun justru tidak lagi masuk, atau bahkan ada nama penerima yang tidak masuk sebelumnya tidak masuk justru terdaftar sebagai penerima manfaat. • Metode lain yang digunakan oleh perangkat desa/kelurahan dalam memastikan RTS PM adalah menyortir kartu raskin dari PT. Pos untuk warga yang dianggap tidak layak dan harus diganti. Cara ini efektif untuk mengurangi protes. 5
Bogor
• Tanpa koordinasi dengan aparat kelurahan • Data (DPM) tidak sesuai dengan fakta di lapangan • Musywarah Kelurahan untuk menyusun DPM baru • Kelurahan Pasir Jaya yang tidak menggunakan DPM melainkan kartu gakin untuk penentuan penerima
6
Subang
• Data (DPM) yang diterima banyak yang tidak sesuai dengan data di kelurahan • Desa
menyerahkan
ke
RT/RW
untuk
memutuskan penerima raskin (RTS PM) 7
Brebes
• Data DPM yang diserahkan tidak sesuai dan alokasi RTS menurun • Protes dan ancaman warga ke RT, RW dan Kepala Desa sulit dibendung • Putusan musyawarah Kepala Desa, staf dan BPD memutuskan membagi rata
8
Semarang
• DPM diterima, tetapi tidak sesuai dengan kondisi warga miskin di kota yang umumnya dinilai memiliki asset (TV/HP. Dll)
47 | P a g e
• Protes warga ke Ketua RT yang nyaris setiap hari soal alokasi/jumlah RTS PM • Musyawarah di tingkat RT yang memutuskan penetapan dan penerima raskin merata 9
Sampang
• DPM tidak sesuai dengan kondisi warga sehingga kebijakan dibagi rata • Di Kecamatan Pengarengan, PNS dan warga mampu menerima raskin, kecuali di Desa Apaan • Musyawarah desa dilakukan karena pengurangan pagu dan kenaikan biaya distribusi sebesar Rp. 1000
10 Pamekasan
• Kebijakan dibagi rata untuk menghindari kecemberuan dan kredibilitas kepala desa kepada warga pemilihnya • Musyawarah desa dilakukan jika terdapat penambahan jumlah RTS PM
11 Buleleng
• Musyawarah Kepala Desa dan lembaga terkait soal DPM • Raskin dibagi merata kecuali PNS, TNI dan Polri • Desa Mayong yang membagi sesuai dengan DPM yang diterima.
12 Karang Asem
• Pendataan survey PPLS tidak valid, dan menggunakan sistem blok. Hasil musyawarah Desa
bersama
kepala
dusun
dalam
memverifikasi RTS (DPM)/dusun banyak data yang tidak sesuai dengan jumlah KK/RT miskin tiap Dusun. • Memanggil PNS dan orang mampu yang masuk DPM dan diminta kerelaannya untuk mundur
48 | P a g e
• Adanya kesadaran dari Kepala/Aparat Desa dan warga untuk mendahulukan yang tidak mampu 13 Banjar
• Data dari Pusat banyak yang tidak terdaftar • Dari Pihak desa solusi yang ditempuh dengan membidani dengan cara membagi rata. • Sedangkan fakta dilapangan menunjukan jika masih banyak warga miskin yang tidak terdaftar di DPM.
14 Barito Kuala
• Di Barito Kuala, terutama di Desa Antar Baru yang cenderung pemutaran penerima raskin, apabila pada bulan ini ada warga yang menerima raskin, bulan berikutnya gantian dengan warga lain yang belum menerima pada bulan ini. • Warga protes mengapa ia tidak menerima raski.. Yang menarik di Desa Antar Jaya ini ada kesepakatan bersama antara aparat desa, pengelola raskin serta warga bahwa tentang pemanfaatan beras. jika ada warga yang ketahuan menjual raskinnya ke pihak lain maka ia akan mendapat sanksi berupa penghapusan namanya dari daftar penerima raskin untuk selamanya.
15 Timor Timur Selatan • Data tentang Target penerima RASKIN sungguh‐ sungguh berbeda dengan DPM karena kebijakan pembagian RASKIN untuk seluruh warga desa (kecuali bagi PNS, TNI/Polri, pendeta). • Hanya 2 kelurahan yakni Kobekamusa dan Cendana yang sudah melakukan pembagian RASKIN berdasarkan DPM yang diterima, untuk jatah raskin periode juni‐Desember 2012
49 | P a g e
ditambah raskin ke‐13. 16 Sumba Barat Daya
• Pendataan tidak sesuai dengan fakta. Misal di Desa Kurummi, dari 217 warga miskin yang ada hanya 129 KK yang dapat kartu raskin • Musyawarah Desa dilakukan untuk menetapkan pembagian secara merata karena tidak ada sebuah aturan yang menegaskan dan mengatur tentang membatasi penetapan dan pergantian KRTM. Selain alasan di atas, pemerintah desa berpendapat
bahwa
demi
menjaga
dan
memelihara rasa kebersamaan dan keutuhan persatuan tercapainya
dalam
masyarakat
harapan
masyarakat
dan
melalui
desa
demi
kesejahteraan
program‐program
pemerintah di desa setempat 17 Makassar
• Mayoritas kelurahan di Makasar keberatan dengan DPM baru karena tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Contoh di lokasi monev kelurahan Maccini Parang terdapat daftar nama penerima Raskin dalam DPM adalah PNS Golongan 3, Pemilik Show Room Mobil. Sebaliknya masih banyak yang layak menerima tetapi di keluarkan dari DPM. • Kelurahan Bara‐Baraya Selatan dan Maccini Parang (lokasi monev)untuk penggantian RTS, tidak
melalui
diberikan
musyawarah
RT/RW
kewenangan.Pergantian
yang
RTS‐PM
dilakukan jika warga sudah tidak layak lagi, pindah, dan meninggal
50 | P a g e
18 Gowa
• Tidak dilakukan verifikasi oleh Desa terhadap daftar DPM yang dikumpulkan. Di Desa Kalebarembang, DPM disimpang di kantor desa • Di Kecamatan Botonompo, sebagian besar desa pasif melakukan musyawarah desa dan kegiatan lain sebelum ada kepastian penyaluran raskin yang dihentikan Dolog pada bulan Juni • Tidak ada musyawarah untuk pergantian karena warga yang miskin di Kec. Sombaompu lebih besar dari pada DPM
19 Buton
• Proses pendataan dilakukan oleh petugas yang tidak koordinasi dengan aparat desa. • DPM banyak yang tidak tepat sasaran (ada yang layak dapat namun tidak masuk, sebaliknya ada yang tidak layak tapi masuk dalam DPM). • Musyawarah desa dilakukan bukan untuk penggantian namun membagi rata kepada seluruh masyarakat kecuali PNS untuk mencegah keributan kerusuhan ataupun konflik social di masyarakat,
20 Muna
• Selain terjadi penurunan quota, maka DPM yang baru hasil verifikasi tidak tepat sasaran karena banyak warga yang sangat layak mendapatkan kartu (lansia,janda2 yang tidak bisa lagi mencari nafkah, orang cacat,dll) tidak mendapatkan kartu, • Langkah yang ditempuh melalui musyawarah, adalah membagi rata untuk menghindari konflik social di masyarakat. • Hubungan kekerabatan (rasa persaudaraan ) masih sangat kuat diantara warga membuat
51 | P a g e
warga yang menerima kartu pun rela membagi hak‐haknya pada warga yang lain (Kec. Sampolawa) 21 Halmahera Utara
• Pendataan yang kurang akurat membuat DPM antar desa dalam 1 Kecamatan berbeda‐beda. Di Kecamatan Tobelo misalnya, ada desa yang kuotanya turun dan ada desa yang naik. Sehingga membuat kecemberuan diantara warga • Di desa MKCM ketika warga yang masuk daftar DPM tidak mempunyai uang, maka kades memberikan kewenangan kepada warga tersebut untuk menentukan siapa yang menggantikan untuk mengambil jatah raskinnya
22 Tidore
• Untuk Kec. Tidore Selatan (Tomolou, Gurabati, Dokiri dan Toloa), RASKIN dibagi rata untuk semua Warga terkecuali PNS dan Pengusaha • Kecamatan Tidore (Topo, Gamtufukange dan Goto) untuk Kelurahan Topo, distribusi RASKIN pada awalnya berdasarkan DPM, namun karena ada kecemburuan dari warga sebagian, maka pihak
Kelurahan
menggambil
kebijakan
mendistribusikan ke seluruh Kepala Rumah Tangga yang berada pada lingkungan Kelurahan Topo. • Untuk Kecamatan Oba Utara (Desa Guraping, Galala dan Akekolano), pada tiga Desa ini petugas Kelurahan mengumpulkan uang dari DPM dan non‐DPM. Penerima raskin tergantung pada wartga yang dapat menyetor uang penebusan.
52 | P a g e
4.2
Sosialisasi
Dalam pedoman penyaluran raskin tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kantor
Menko Kesra, dijelaskan bahwa Sosialisasi Program Raskin adalah kegiatan penting untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar kepada seluruh pihak terkait dengan peningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Raskin dalam mencapai 6 (enam) sasaran yang tepat. Sosialisasi dilakukan mulai dari Tim Pusat hingga Desa dengan jenjang sebagai berikut : 1.
Tim Koordinasi Raskin Pusat melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi Raskin Provinsi.
2.
Tim Koordinasi Raskin Provinsi melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.
3.
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi Raskin Kecamatan.
4.
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melakukan sosialisasi kepada Pelaksana Distribusi.
5.
Pelaksana Distribusi melakukan sosialisasi kepada RTS‐PM.
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan sosialisasi lebih difokuskan pada
tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa baik dari segi bentuk atau media yang digunakan maupun frekwensinya. Sementara monitoring terhadap kegiatan sosialisasi di propinsi bukan menjadi focus perhatian karena lingkup tugas dari koordinator di tingkat kabupaten/kota. Proses monitoring dilakukan dengan merekam keterangan atau pengakuan Tim Raskin Kabupaten, Camat dan Desa terkait dengan sosialisasi. Tim monev tidak dapat melihat secara langsung pelaksanaan sosialiasi karena kehadiran Tim di lokasi monev sesudah kegiatan sosialisasi berjalan. Dalam kaitan ini, maka sosialisasi program raskin umumnya dilakukan di tingkat pelaksana (Propinsi/Kabupaten‐Kota/Kecamatan). Namun sampai pada tingkat masyarakat sasaran, maka sosialisasi di tingkat desa, RW/RT dan masyarakat mulai berkurang dan bahkan tidak dilakukan sama sekali. Ada beberapa faktor, kegiatan sosialisasi di tingkat desa dan masyarakat tidak berjalan :
53 | P a g e
1.
Desa tidak ingin kegiatan sosialisasi menimbulkan kekrisuhan di masyarakat karena DPM yang tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat
2.
Pihak desa beranggapan bahwa program raskin sudah berjalan lama sehingga tidak perlu lagi sosialisasi
3.
Ada kesengajaan dari Desa untuk tidak menyelenggarakan sosialisasi agar warga tidak tahu hak‐haknya dan akhirnya tidak melakukan protes
4.
Lokasi tinggal dari warga dengan desa yang sangat berjauhan dan daerahnya sulit dijangkau.
Dalam kaitan dengan sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Kabupaten/Kota
umumnya berjalan melalui 2 bentuk ; Pertama, berlangsung di tingkat kabupaten/kota dengan mengundang instansi terkait dan Camat. Materi yang disampaikan ; kuota atau alokasi raskin per kecamatan dan desa. Kedua, berlangsung di Kecamatan dengan mengundang seluruh Kepala/Aparat Desa/Keluarahan. Materi yang disampaikan mencakup alokasi raskin per desa, lokasi/titik bagi dan harga penebusan. Menurut informasi dari aparat kecamatan dan desa atau kelurahan, sosialisasi yang lebih effektif adalah jika di lakukan di tingkat kecamatan ketimbang kabupaten. Hal ini disebabkan pesertanya tidak banyak sehingga banyak waktu untuk mendiskusikan berbagai soal. Masalah yang dibahas lebih terkait pada issue yang nyata seperti alasan penurunan RTS, harga dan kualitas beras. Kurang effektifnya sosialisasi di kabupaten sebagaimana disampaikan oleh aparat dari Kecamatan Tajung Morawa, Deli Sedang : Alasan kecamatan tidak melakukan sosialisasi lebih detailke desadesa penerima raskin karena sosialiasi yang diterima pihak kecamatan dari kabupaten sangat umum/tidak jelas. Sehingga dikuatirkan aparat desa salah pengertian dan pemahaman terhadap kebijakan raskin.
Pada desa yang melakukan sosialisasi tentang program raskin, namun dalam
kenyataannya warga tidak banyak yang menghadiri. Hal ini disebabkan warga sudah punya pandangan bahwa tidak sesuatu yang baru dalam program raskin. Bapak Muslimin seorang warga yang masuk DPM dari Desa Prapak Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes mengatakan “ saya sengaja tidak hadir dalam sosialisasi karena tidak ada gunanya
54 | P a g e
mengingat beras dibagi rata dan harga beras sudah ditetapkan seperti bulanbulan sebelumnya “ Bukan saja frekuensinya yang rendah (1 kali selama program), namun pihak yang hadir juga terbatas. Pada gambar disamping ini menunjukan bahwa warga yang hadir dalam sosialisasi raskin hanya 10 orang ibu‐ibu yang masuk DPM di Desa Pacur Rahayu, Nias Selatan.Sekalipun Gambar 3. Peserta sosialisasi di desa Pacur Rahayu, Nias Selatan
secara
resmi,
terdapat
sejumlah desa yang tidak melakukan sosialisasi namun upaya penyebaran informasi tentang raskin dilakukan secara terbatas. Misal saja; PT.
Pos ketika membagikan kartu ke kelurahan/desa ‐ menjelaskan tentang raskin terutama soal kartu raskin kepada RT dan warga, seperti di Kelurahan Bukit Kelok Kec. Belinyu Belitung. Termasuk secara tidak langsung ketika warga membayar atau mengumpulkan uang penebusan raskin di RT/RW.
Dalam kasus tertentu, sosialisasi juga pada akhirnya menimbulkan konflik antara
warga dengan Kepala/Aparat Desa sebagaimana di Desa Jati Kecamatan Cipunegara, Subang. Ketua RW di Desa Jati menceritakan sejarah raskin dengan sistim kartu dari Bulog. Ternyata manjadi konflik karena masyarakat menuding aparat pilih kasih dalam menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Karena itu, Ketua RW tersebut mengemukakan apabila pembagian beras tersebut ingin sesuai dengan harapan pemerintah maka sosialisasi sebaiknya dari pemerintah pusat atau lembaga independent bukan dari lingkungan aparat desa. Sehingga warga mengerti dan memahami ketentuan dari raskin yang sebenarnya. Karena jika kepala/aparat desa terkadang kurang dipercaya oleh warga, terutama dalam soal bantuan raskin.
Secara umum gambaran pelaksanaan sosialisasi program raskin di masing‐masing
kecamatan yang menjadi lokasi monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut :
55 | P a g e
Tabel 4.4. Gambaran Pelaksanaan Sosialisasi Program Raskin di 22 Kabupaten/Kota No Kabubapaten/Kota 1
Kecamatan I
Nias Selatan
Kecamatan II
Di Kecamatan Lolowau Sejauh Hampir semua desa di Kec. ini sosialisasi baru di lakukan Teluk jika
muncul
masalah
tengah
Dalam
di melakukan
tidak sosialisasi
masyarakat tentang raskin, baik itu
memuncak dan berkonflik, mengenai daftar penerima, banyak dan mungkin hampir jumlah
yang
diberikan
dari separuh warga masih termasuk soal harga raskin. belum
mendapat
mendengar
dan Hal ini disebabkan beberapa:
sosialisasi • raskin
sudah
dibagi
program raskin,ini bisa di
kepada masyarakat yang
ukur dari hasil pemahaman
jumlahnya lebih banyak
mereka pada proses raskin
dari jumlah DPM, • Kuota penerima raskin di desa masih kurang,
2
Deli Serdang
Di
kecamatan
tanjung • Sosialisasi di Kec. Lubuk
morawa tidak melakukan
Pakam sebenarnya tidak
sosialisasi
pernah dilakukan baik oleh
lebih
detailke
desa‐desa penerima raskin
pihak
karena
Kecamatan,
sosialiasi
yang
Kabupaten, maupun
diterima pihak kecamatan
Desa/Kalurahan. Kalaupun
dari
ada,
kabupaten
sangat
hanya
pertemuan
umum/tidak jelas. Sehingga
informaal
dikuatirkan aparat desa salah
membicarakan
pengertian dan pemahaman
DPM, dilakukan hanya sekali
yang perubahan
terhadap kebijakan raskin.
56 | P a g e
3
Bangka
Sosialisasi dilaksanakan Tim Secara
khusus
Kabupaten pada Juli 2012 di Sungaliat
di
tidak
Kantor Kecamatan Belinyu sosialisasi
Kec. ada raskin
yang dihadiri oleh seluruh kemasyarakat. Hanya saat PT lurah dan kepala desa di Pos menyampaikan kartu Wilayah Kecamatan Belinyu. raskin ke kelurahan/desa, Materi yang dibahas meliputi dijelaskan sedikit tentang sasaran penerima, jumlah bera mekanisme harga, mekanisme penyaluran
penggunaan
kartu raskin yang baru. Namun
untuk
pemerintah
pernah
aparat ada
sosialisasi terkait mekanisme baru distribusi raskin 4
Belitung
Di Kec. Membalong tidak ada Selain sosialisasi raskin yang sosialisasi terpogram yang dilakukan secara khusus di dilakukan oleh pihak RT/RW kantor desa, aparat desa di serta kadus ke masyarakat wilayah Kecamatan Sijuk secara menyeluruh. Kalaupun juga
menyampaikan
ada, sifatnya tak tetap baik di sosialisasi
dari
mulut
rumah pihak RT/RW dan kemulut.Hal ini dilakukan terkadang di toko/warung/ guna mengantisipasi warga masjid. Sehingga warga bisa yang
tidak
bisa
hadir
saling menginformasikan dari sewaktu sosialisasi sehingga mulut ke mulut/rumah. Hal ini terdapat keseragaman dalam juga karena RTS banyak yang pemahaman masyarat lansia sehingga sulit hadir.
57 | P a g e
5
Bogor
Untuk Kecamatan Tanah
Secara resmi di kecamatan
Sareal Kota Bogor, sosialisasi
Bogor
dilakukan di tiap2 kelurahan
memang terbatas. Namun
dalam bentuk rapat formal
jika dalam bentuk Pertemuan
dengan materi DPM, kuota
regular setiap bulan di
beras Raskin tiap kelurahan,
tingkat kecamatan untuk
harga beras. Pelaksana
membahas
kegiatan adalah Kelurahan
persoalan raskin relative
terkait dan dilaksanakan pada sering
Barat,
sosialisasi
berbagai
dilakukan.
Apara
awal Bulan Juni tahun 2012.
kelurahan dan kecamatan
Hasilnya berupa Berita Acara
untuk
Musyawarah Kelurahan
membicarakan
berupa penetapan DPM,
persoalan raskin
menjelaskan
dan
berbagai
jumlah DPM tetap meski ada pergantian penerima manfaat. 6
Subang
Terkait dengan sosialisasi di Aparat desa tidak sanggup Kec Cipunegara, seorang warga untuk penerima
raskin
mensosialisasikan
desa mengenai DPM karena takut
Sidamulya tidak faham jika ada konflik di daerahnya ditanya raskin. Namun jika sehingga raskin dibagi rata. ditanya apa menerima beras Hal ini juga terkait dgn Dolog?
mereka
baru kurangnta
pengetahuan
mengatakan ya setiap bulan raskin aparat desa sendiri. sebesar
5
liter.
mencerminkan
Hal
ini Misal; Raskin dianggap beras
pemahaman murah bukan beras subsidi
warga tentang Program raskin dan tidak pernah mengetahui yang rendah.
yang namanya FRP (Format Rekap Pengganti)
7
Brebes
Tidak
pernah
dilakukan Untuk
sosialisasi secara formal baik kelurahan/desa
tingkat di
Kec.
58 | P a g e
didesa maupun kecamatan. Brebes, ada petugas raskin Sosialisasi hanya dilakukan kecamatan
yang
secara informal oleh petugas mensosialisaskan
datang jumlah
lapangan Bulog kepada staf quota. Bisa disebut bahwa Desa, tentang pagu raskin di sosialisasi ke RTM nyaris masing‐masing desa, RTS, dan tidak
ada
harga tebus. Kemudian juga Terbukti
sekali.
dengan
adanya
tetapi
minim
disinggung sedikit mengenai sosialisasi mekanisme raskin yang baru materi
sama
Bagi
petugas
tetapi hanya sekilas, tidak sepertinya istilah”pokoknya secara mendetail tentang cara sudah pengunaan Poster dan FRP.
berjalan”
Seperti
kasus Desa Kaliwlingi DPM dan Formulir penggantian sampai
sekarang
tidak
pernah ditemukan, 8
Semarang
Selain tatap muka dengan Di Kec. Semarang Utara, dinas terkait dan kecamatan, seperti di Kel. Tanjungmas untuk
Kota
Semarang sosialisasi disampaikan pada
Sosialiasi juga dilakukan lewat pertemuan “Jumpa Warga” media yaitu TVRI, TV lokal setiap
1
bulan
sekali.
menjelang puasa. Harapannya Pertemuan ini membahas masyarakat
faham
dengan segala permasalahan yang
program raskin.
ada di warga masyarakat termasuk
masalah
penyaluran raskin. 9
Sampang
Sosialisasi dilakukan di
Di
Kec.
Kedundung,
Kecamatan dengan materi
sosialisasi
penurunan pagu (DPM baru),
minim dilakukan, terutama
model penyaluran raskin
masalah DPM, jumlah dan
dengan kartu. Tim Raskin
harga yang ditetapkan oleh
raskin
sangat
59 | P a g e
Kabupaten bersama Bulog dan pemerintah,
Sehingga
PT Pos (sosialisasi kartu baru)
tercipta opini bahwa beras
menjelaskan kepada koorlap
yang
raskin kecamatan yang juga
pemerintah boleh diterima
diturunkan
oleh
dihadiri oleh pemantau raskin. oleh semua warga dengan Kemudian dari pihak
jumlah berkisar antara 10
kecamatan memberikan
s/d 15kg. Sedang, materi
sosialisasi seluruh kepala desa
sosialisai
di suatu kecamatan.
sebatas proses dan tempat
ditingkat
desa
penebusan beras. 10 Pamekasan
Di Kecamatan Pamekasan,
Sosialisasi tidak di
baru desa gladak anyar yang
laksanakan di tingkat
sudah melakukan sosialisasi di Kecamatan Batumarmar dan masyarakat terkait dengan
Desa terkaitwaktu Pilkada &
penggunaan kartu. Sedangkan pilkades sesuai surat edaran Desa Tejah Barat dan Bugih
Bupati Pamekasan ke PT POS
belum sosialisasi terkait
Pamekasan, tentang
adanya mekanisme raskin
penundaan program raskin
Karenadikwatirkan belum bisa terbaru dan juga adanya 11 Karangasem
menerima penurunan pagu,
penurunan pagu.
Di Karangasem, seluruh
Di sebagian besar desa di
Kepala Desa dikumpulkan oleh wilayah Karangasem, selain Bupati bersama Tim Raskin
penyampaian langsung juga
Kabupaten, dengan materi :
sosialisasi
pada
saat
penyaluran raskin harus sesuai pertemuan/musyawarah di DPM dan dapat melakukan
tingkat
dusun
yang
perubahan apabila ada data
dilakukan setiap bulan sekali.
DPM yang tidak sesuai dengan
Peran Desa pekraman/adat
kriteria miskin. Perubahan
termasuk banjar di dalamnya
tidak melebihi kuota / jumlah
sangat positif selama proses
60 | P a g e
DPM masing‐masing desa.
soisalisasi
Tidak boleh menaikan harga
berlangsung
raskin
melebihi Rp. 1.600,‐ dan tidak boleh dibagi rata. 12 Buleleng
Sosialisasi raskin di sejumlah Di Kec. Buleleng, aparat desa desa di Kec Grogak dilakukan tidak melakukan sosialisasi oleh petugas Raskin di desa yg karena belum memiliki menginformasikan
kedusun pemahaman yang cukup
RT/RW. Kegiatan ini biasanya mengenai penggunaan kartu dilakukan
setelah
informasi
dari
ataupun
langsung
ada raskin. Bahkan banyak
kecamatan aparat desa yang dari menanyakan prosedur
kabupaten. Namun dengan penyaluran raskin dengan warga, RT/RW melakukan dari sistem kartu ini kepada TPD. rumah ke rumah agar tidak Termasuk aparat Kecamatan membuat warga gaduh dengan yang memiliki pemahaman pembagian merata.
yang cukup mengenai raskin sistem kartu.
13 Banjar
Sosialisasi di hampir semua
desa di Kecamatan Astambul tentang penyaluran dan pembayaran raskin dari desa kekecamatan dan dari RT ke Desa. Sementara tentang pengurangan dan pergantian RTS‐PM tidak disosialisasikan karena petugas raskin tidak mengetahui masalah ini.
61 | P a g e
14 Barito
Sosialisasi dilakukan di desa‐ Di Kec. Alak‐alak, sosialisasi desa kecamatan Marabahan. dilakukan
dalam
Materinya mencakup kuota menyampaikan
rangka informasi
raskin untuk tiap desa, laporan terkait dengan kuota raskin pendistribusian raskin setiap untuk
tiap
desa,
bulannya serta permasalahan‐ penyampaian
laporan
di desa. Beberapa RT lebih pendistribusian raskin setiap menggunakan pengajian atau bulannya
serta
warung untuk bicara raskin permasalahan‐permasalahan dan
tidak
mengumpulkan raskin yang muncul di desa.
warganya dalam forum formal. 15 Makasar
Di kelurahan wilayah Kec. Di Kecamatan Panakukang, Makasar sosialisasi mengenai sosialisasi di kelurahan Raskin tidak terkait dengan berlangsung secara informal DPM, karena beras sudah sehingga dapat memberikan terbagi dengan cara mereka pemahaman terhadap RTS‐ masing‐masing.
Pihak PM yang di dpm lama
kelurahan tidak mau merusak terdaftar sebagai penerima mekanisme yang dilakukan manfaat dan setelah dpm dan
sudah
berjalan baru dikeluarkan. Sehingga
aman.Sosialisasi
yang RTS yang bersangkutan tidak
dilakukan hanya penyampaian menimbulkan kegaduhan. bahwa data baru (DPM baru) Dan sekaligus untuk terjadi
pengurangan
penerima. 16 Gowa
data menghindari keributan.
Di Kec. Botonompo, sosialisasi Petugas raskin kelurahan hanya dilakukan dalam bentuk tamarunang, kec. Somba opu pemasangan Inipun
poster
hanya
di
DPM. mengatakan bahwa tidak desa pernah
Bontolangkasa Selatan dan tentang
ada
sosialisasi
raskin
baik
62 | P a g e
desa yang lain belum. Hal ini mekanisme baru (materi dan terkait
dengan
keterlambatan
seringnya waktu). Apa yang harus penyaluran disosialisasikan,karena kartu
beras di Gowa. Menurut Agus dan poster terlambat turun Salim, seorang pengelola sementara raskin desa kalebarembang, turun
raskin
sudah
sehingga
kami
mengatakan jangan sampai langsung
menyalurkan
kita lakukan musyawarah dan raskin pada saat turun raskin sosialisasi tapi ternyata tidak beserta DPMnya ada berasnya keluar. 17 Buton
Untuk
Kec.
Pasarwajo, Sosialisasi raskin dengan
sosialisasi tentang program metode baru dilakukan oleh raskin secara keseluruhan baik camat Lakudo yang diikuti kuota, sasaran penerima, harga para
lurah/kepala
raskin, jumlah raskin tidak Camat
desa.
menjelaskan
pernah di lakukan baik dari perkembangan pagu raskin pemerintah
kabupaten dan penggunaan kartu dan
ataupun kecamatan atau Desa DPM. Penurunan pagu raskin dan Kelurahan. Pertemuan ini menjadi materi utama yang di lakukan di tingkat Desa yang dibahas peserta selama Kelurahan
lebih
pada sosialisasi ini. Namun tidak
mekanisme penyaluran yang ada diskusi apa cara yg dihadiri oleh masyarakat serta dilakukan
untuk
perangkat
misal
Desa/Kelurahan mengatasinya
dan hasil pertemuan tersebut melakukan pergantian atau di kuatkan dengan berita acara pengusulan kesepakatan
RTS.
kecamatan
Pihak terkesan
memberi rekomendasi agar raskin dibagi rata.
63 | P a g e
18 Muna
Selama
ini
belum
ada Aparat Desa/ Kelurahan di
sosialisasi terkait raskin yang Kec. Kusambi tidak pernah dilakukan di Kec. Napabalano menerima petunjuk teknis baik oleh Pihak Kecamatan dan
maupun dari Tim Koordinasi tentang
materi
sosialisasi
raskin.
Sehingga
Raskin Kabupaten. Masyarakat desapun tidak menjelaskan hanya mendapat informasi soal raskin ke masyarakat. raskin dari Desa/Kelurahan Penjelasan ke masyarakat terbatas mengumpul
pada uang
saat hanya masalah pembayaran (untuk untuk
menebus
raskin
menebus beras) dan jadwal kepada pengelola Raskin di pembagian beras di kantor Desa/Kelurahan Desa/Lurah.
tentukan
yang
oleh
di
kepala
Desa/Lurah 19 Timor Timur
10 desa/kelurahan sampel yang telah di kunjungi belum
Selatan
pernah menerima sosialisasi dari pihak mana pun terkait program raskin. Yang sering terjadi hanya informasi rencana distribusi raskin dan permintaan agar warga segera mengumpulkan dana utuk penebusan raskin.Namun staf bagian Ekonomi Kabupaten TTS (Chris Tallo)mengatakan “Pernah ada rapat koordinasi tentang perubahan data Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM) antara semua Kabupaten di NTT, TNP2K, BPS, BPKP pada 18 September 2012, di Kupang”.
20 Sumba Barat Daya
Hal yang sama dengan Kab. Sumba Barat Daya, jika sebagian besar masyarakat tidak mendapatkan sosialisasi tentang program raskin. Masyarakat tahu tentang raskin saat ada perintah kepala Dusun untuk menyetor uang tebusan raskin. Masyarakat hanya mendengar dari mulut ke mulut, dan informasi Kepala Dusun, bukan dalam sosialisasi formal.
64 | P a g e
Sehingga mereka memahami Raskin sebagai Beras Miskin semata, yang diperuntukkan bagi orang miskin. Namun setiap akan mengambil raskin, Kepala Desa selalu memberi arahan‐ arahan agar dengan adanya Raskin, setiap waktu bisa semakin menurunkan jumlah penerima. 21 Halmahera Utara
Sosialisasi hanya di lakukan di Untuk Kec. Galela Utara, tingkat
kecamatan
Tobello tidak pernah ada sosialisasi
kepada kepala desa. Sedang yang
dilakukan
kepala desa tidak melakukan kabupaten
oleh maupun
sosialisasi kepada warganya kecamatan. Di Lalonga, kades masing‐masing. Materi yang melakukan
sosialisasi
ke
disampaikan dalam sosialisasi warga dengan materi yang di yang dilakukan oleh camat terima bersamaan dengan kepada kepala desa adalah DPM menyangkut
dengan
yang
dikirim.
pagu Sedangkan di desa Salimuli
anggaran 5 bulan dan pagu dan Saluta tidak pernah triwulan kedua yang 7 bulan.
dilakukan
sosialisasi
Sosialisasi yang di tingkat desa menyangkut dengan raskin. hanya ketika akan distribusi Meski raskin.
warga
berharap
bahwa nanti ada sosialisasi raskin
oleh
pemerintah
kabupatan. 22 Kepulauan Tidore
Untuk Kelurahan Tidore dan Oba
Selatan
(Guraping,
dan
Akekolano),
Tidore Selatan, warga tidak Galala
mengetahui secara detil terkait warga mengetahui program dengan RASKIN, karena warga RASKIN
melalui
hanya mengetahuinya disaat pengumuman di Mesjid dan pembagian akan dilakukan, pertemuan dimana
pihak
menyampaikannya
tentang
RTS
kelurahan sebelum RASKIN di bagikan. di
tiap Kecuali
untuk
desa
65 | P a g e
Mesjid
Akekolano, dimana tiap RT
menyampaikan ke warganya masing‐masing
4.3
Pemasangan Poster dan Pembagian Kartu
Dalam program raskin dengan menggunakan mekanisme baru, maka setidaknya ada
3 (tiga) hal yang menjadi tujuan yaitu (a) meningkatkan ketepatan sasaran penyaluranRaskin. (b). Meningkatkan pemahaman penerima mengenai haknya mendapatkan Raskin sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dan (c). menguji coba mekanisme baru penyaluran Raskin untuk perbaikan masa depan. Salah satu kebijakan yang ditempuh dalam mencapai ketiga tujuan ini adalah penggunaan kartu raskin kepada 1,3 juta RTS terpilih di sejumlah (7) propinsi uji coba. Disamping memasang poster yang berisikasi DPM di kantor kelurahan/desa. Kartu bagi masing‐masing RTS ini dikirimkan langsung oleh PT. Pos dan diharapkan agar warga menggunakan ketika menebus beras raskin. Tabel 4. 5. Lokasi Penerapan Ujicoba Pemakaian Kartu RTS No
Propinsi
Kabupaten Lokasi Uji coba
1
Sumatera Utara
Nias Selatan
2
Bangka Belitung
Bangka dan Belitung
3
Jawa Timur
Sampang dan Pamekasan
4
B a l i
Buleleng dan Karangasem
5
Nusa Tenggara Timur
TTS dan Sumba Barat Daya
6
Kalimantan Selatan
Banjarbaru
7
Sulawesi Tenggara
Buton dan Muna
Dalam dokumen TNP2K disebutkan bahwa dengan penggunaan kartu diharapkan
dapat memperbaiki ketepatan sasaran dengan memperbaiki mekanisme pemantauan dan meningkatkan pengetahuan akan hak Raskin. Termasuk sebagai upaya mengurangi
66 | P a g e
kemungkinan daftar penerima diubah secara subyektif. Karena itu, dalam perencanaannya Kartu dilengkapi 6 carik/kupon, masing‐masing tertulis nama dan bulan (Juli‐Desember 2012) dan dilengkapi dengan nomor IRT (bar code) RTS‐PM dan kolom untuk tandatangan petugas dan RTS‐PM. Untuk menjamin kartu akan diterima oleh warga, maka kartu dikirimkan langsung ke alamat RTS‐PM oleh PT. Pos.
Namun dalam faktanya, sebagian besar masyarakat penerima raskin tidak pernah
melihat daftar DPM. Pada dasarnya warga tidak setuju dengan alasan aparat desa jika daftar DPM dipasang akan membuat yang bersangkutan malu. Salah seorang warga penerima DPM dari Nias Selatan (Bapak Beny Halawa, dari Desa Bawodobara, Kec. Teluk Dalam) mengatakan “sebenarnya warga tidak malu jika namanya tedaftar pada DPM apalagi jika yang di daftar tersebut benar benar orang yang layak dan benar benar miskin”. Sikap warga seperti ini juga terjadi di sejumlah lokasi seperti ; Bangka, Bogor, Semarang dan lainnya.
Pemasangan poster atau DPM di papan informasi tidak dilakukan oleh Desa
mengesankan ada yang disembunyikan. Kebanyakan aparat desa berasalan bahwa daftar DPM akan di rusak oleh warga atau terkoyak oleh warga yang usil, hingga alasan teknis seperti kehujanan dan lainnya. Namun fakta lapangan menunjukan bahwa kepentingan dan muatan politik desa sulit dihindari karena Kepala/Aparat Desa menciptakan image jika DPM atau poster ini sangat eksklusif sehingga warga masyarakat di buat tergantung dengan oknum‐oknum tertentu di desa. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab tidak terpasangnya daftar DPM adalah banyaknya pengurangan penerima raskin dan warga yang tidak layak menerima raskin, sehingga membuat kesenjangan di tengah‐tengah warga. Desa berpandangan dengan tidak di pasangkan Poster DPM bisa meminimalisir adanya konflik di antara warga. Dalam FGD di Nias Selatan dan Kabupaten lainnya, beberapa alasan yang muncul terkait dengan pemasangan poster/kartu DPM adalah berikut •
Kartu raskin kebanyakan baru di terima pada bulan sepuluh akhir 2012, sementara pembagian raskin lebih duluan dari pendistribusian kartu di tingkat desa.
•
Masalah pembagian kartu raskin yang di lakukan oleh petugas POS sampai saat ini tidak berjalan sama sekali, terbatasnya petugas atau sumber daya di kantor
67 | P a g e
pos. Alasan ini masuk akan jika melihat kasus di Nias Selatan, dimana petugas kantor pos hanya 2 orang melayani belasan kecamatan dan ratusan desa dengan jarak tempuh yang sangat berjauhan dan akses yang sulit. •
Pembagian kartu raskin langsung pada warga juga menyulitkan petugas pos, karena alamat di desa yang aksesibilitinya rendah seperti di Kabupaten Nias Selatan. Termasuk kesulitan menemukan nama karena factor kesamaan nama dan panggilan.
•
Alternatif membagi kartu melalui Kepala Desa, ternyata juga tidak berjalan effektif. Sekalipun Kepala/Aparat Desa mengetahui nama warganya, namun dihadapkan keterbatas sumberdaya untuk membagikan. Terlebih lagi pihak PT. Pos yang berwenang tidak bersedia membantu dana operasional dalam penyebaran kartu.
•
Sementara dari beberapa aktifitas program raskin ini tidak ada warga yang secara
terbuka
melakukan
pengawasan
atau
memonitor
secara
berkesinambungan karena sosialisasi dan penerapan program ini belum benar benar di pahami oleh warga dengan baik. Disamping itu, pelibatan atau partisipasi warga masyarakat pada program ini baik sebelum sedang dan sesudah kegiatan raskin sangat minim dilakukan.
4.3.1. Pemasangan Poster DPM
Media poster yang berisikan daftar penerima manfaat (DPM) hakikatnya sangat baik dalam menciptakan effektivitas program raskin. Bukan saja sebagai sarana informasi bagi warga yang berhak dan tidak atas raskin, melainkan poster juga dapat berguna sebagai control atau pengawasan oleh warga sendiri atas pendistribusian raskin. Namun dalam prakteknya berbeda. Hampir disemua lokasi, aparat desa tidak memasang poster DPM. Kalupun ada sifatnya kasus dan secara kuantitas dapat dihitung. Dalam perspektif yang lebih luas, hal ini menunjukan bahwa kekuatan politik (kekuasaan) dari Desa sangat besar dalam menentukan distribusi raskin di masyarakat. Anggapan bahwa situasi sosial‐politik di masyarakat telah berubah dan mencair sehingga hubungan antar warga lebih terbuka belum sepenuhnya benar untuk kasus tertentu.
68 | P a g e
Kekuasaan yang sangat kuat oleh Kepala Desa tidak selalu negatif dampaknya. Namun dalam kasus raskin di sebagian besar lokasi menunjukan 3 hal : Pertama, sebagai pemimpin atau pengayom di masyarakat ada kecenderungan untuk tidak memasang poster DPM karena motivasi untuk bertindak adil dan menciptakan rasa aman di lingkungannya (tanpa konflik antar warga). Kedua, sebagai pelaku politik ingin melincungi kepentingan politiknya dari warga‐ masyarakat pemilihnya dan Ketiga, dalam rangka memperoleh atau memanfaatkan nilai ekonomi yang timbul baik untuk diri dan aparatnya. Gambaran ketiga hal ini dapat dilihat dari kasus di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara • Pada awal melakukan monev, sebenarnya Poster DPM banyak yang tidak di pasang, tetapi di simpan oleh kepala desa atau lingkungan/dusun. Baru setelah kami menanyakan soal Poster DPM, para petugas raskin kemudian meunjunjukanya. • Beberapa hal yang mendasari kenapa tidak dipasang diantaranya adalah karena takut terjadi kekacauan atau protes warga. Ketakutan tersebut karena protes warga yang miskin atau lebih miskin yang tidak terdaftar di DPM dan ada orang yang mampu tapi masuk dalam DPM. • Pemasangan poster tidak pernah dilakukan pihak desa, sampai saat ini poster masih tersimpan rapi di dalam lemari kantor desa. DPM dalam poster sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi pembagian raskin. • Bila poster ini tetap di pasang, warga yang terdaftar dalam DPM juga tidak rela berasnya dibagikan pada orang lain, alasannya karena daftar mereka sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. • Data penerima hasil musyawarah pun tidak berani dipasang, karena masih ada juga orang yang kurang mampu yang belum terakomodir. • Poster DPM tidak dipampangkan di 4 desa yang ada sehingga tidak ada warga yang tahu namanya masuk atau tidak dalam DPM • Alasan poster tidak dipasangkan adalah untuk menghindari keributan oleh warga yang namanya tidak tercantum padahal merasa berhak
69 | P a g e
menerima raskin,apalagi sebelumnya ia menerima raskin. Jumlah warga yang tidak menerima lagi ini cukup banyak, sehingga desa mememutuskan tidak memasang. • Dengan tidak dipasang Poster DPM maka warga tidak tahu berapa orang yang menerima raskin dan berapa kilo yang disalurkan. Diluar faktor diatas, memang ada masalah yang riil terkait dengan data DPM yang tidak sesuai. Sehingga di seluruh wilayah monev, kendatipun DPM sudah diterima pihak desa/kelurahan. namun tidak ada satupun desa atau kelurahan yang memasang poster DPM di papan pengumuman. Hal ini terjadi karena setelah dibaca pihak desa atau kelurahan nama‐nama yang tercantum dalam DPM dinilai banyak yang tidak sesuai/tidak layak dari aspek sosial‐ekonomi. Selain itu, banyak RTS yang semula menerima raskin justru dalam DPM yang baru (data PPLS 2011) namanya tidak masuk lagi, padahal yang bersangkutan dipandang masih layak menerima raskin. Hal ini terlihat pada banyak desa dan salah satunya di Desa Terong dan Air Seru, Kabupaten Bangka dimanaposter sengaja tidak dipasang karena akan mendapatkan protes dari para DPM yang dikeluarkan. Sementara untuk menghindari itu perlu mengundang DPM yang dikeluarkan aparat desa, ketua RT, RW serta tokoh masyarakat melakukan musyawarah desa untuk menjelaskan alasan dikeluarkan dan penggantinya. Sekalipun tidak memasang poster DPM, namun terdapat pula sejumlah desa yang terbuka dalam menyalurkan raskin sesuai dengan DPM yang diterima. Misal saja di Desa Tanjung Binga, Kabupaten Bangka, dimanaposter memang tidak ditempelkan tetapi nama‐nama di poster diumumkan kepada yang bersangkutan sehingga terjadi transparansi dalam penyaluran.Warga yang merasa mampu tentu merasa akan malu jika namanya tercantum di DPM. Karena masih banyak orang yang berhak dan pantas menerima raskin. Desa Tanjung Binga merupakan salah satu desa yang mengumumkan nama‐nama DPM dari pusat, kemudian mengundang seluruh penerima untuk kemudian mencatat warga yang mengundurkan diri dan memusyawarahkan dengan para tokoh masyarakat warga pengganti atau penerima
70 | P a g e
raskin yang baru. Sementara untuk desa lain, sebagian besar hanya memasang poster tanpa mengkonsultasikan dengan masyarakat, termasuk dalam masalah penggantian RTS yang diputuskan sendiri oleh RT/RW.
Tabel 4.6. Pemasangan Poster DPM di 22 Kabupaten/Kota No Kabupaten/Kota 1
Subang
Pemasangan Poster DPM Poster DPM tidak pernah dipasang oleh petugas raskin desa.Alasanyatidak ada intruksi untuk dipasang dan seandainya dipasang akan menimbulkan masalah ditengah masyarakat karena masih banyak RTM yang tidak termasuk dalam DPM.
2
Bogor
• Untuk Kelurahan Bubulak yang memasang poster DPM tidak ada warga yang merasa malu. Adapun di Kel.Gn.Batu dan Pasir Jaya, poster DPM tidak pernah dipasang sehingga warga tidak tahu apakah namanya ada dalam poster DPM. Poster tidak dipasang karena alasan teknis yakni kantor sedang renovasi dan tempat pemasangan poster di luar, khawatir rusak. • Sejauh ini tidak ditemukan warga yang merasa malu namanya dicantumkan sebagai DPM, sebaliknya, warga malah senang namanya masuk DPM karena bisa menebus beras raskin. Namun, menurut aparat kelurahan di Kec. Bogor Selatan, warga malah tidak senang dikatakan miskin karena merasa malu dengan sebutan tersebut. • Menurut keempat Kasi Kemas di Kec. Bogor Selatan, poster DPM tidak dipasang lebih disebabkan karena dikuatirkan warga banyak yang komplain karena namanya tidak masuk dalam daftar DPM. Untuk menghindari itu, poster DPM tidak pernah dipasang hingga sekarang.
71 | P a g e
3
Brebes
1.
DPM tidak dipasang dengan alasan menjaga kondisi kerukunan antar warga masyarakat, Apabila dipasang maka akan terjadi protes dari warga yang tidak tercantum dalam DPM. Protes tersebut dapat meluas dan berimbas pada urusan pajak sampai pada teracamnya
jabatan
perangkat
desa,
RT/RW
(penurunan jabatan). Kemudian solusi yang ditempuh oleh ketua RT/RW, perangkat desa, dan tokoh masyarakat adalah membagi rata berdasarkan jumlah KK atau jumlah rumah. 2.
Kelebihan penggunaan DPM adalah pembagian raskin akan lebih tepat sasaran kepada warga yang benar‐ benar berhak menerima. Sedangkan kekurangannya adalah akan menimbulkan konflik dan rasa iri pada warga yang tidak tercantum dalam DPM.
3.
Sebagian warga yang tercantum dalam DPM sebenarnya tidak begitu rela apabila raskin dibagi rata, tetapi tidak berani protes dengan alasan hanyalah rakyat kecil, sehingga menurut saja keputusan RT/RW/Pemdes. Sebagian warga takut dikatakan terlalu banyak protes, sudah dikasih raskin tetapi masih protes dan takut akan dikucilkan warga masyarakat yang tidak memperoleh raskin.
4
Semarang
•
Dari 4 kelurahan (Mijen, Jatibarang, Ngadirgo dan Wonoplumbon) hanya di Kelurahan Ngadirgo yang memasang Poster DPM. Di tiga kelurahan tidak memasang poster dengan alasan tidak tahu kalau poster tersebut harus dipasang dan di Kelurahan Mijen beralasan tidak ada tempat poster.
72 | P a g e
•
Pengaruh positif dari pemasangan poster seolah tidak ada karena pelaksanaan pembagian raskin masih dibagi secara merata. Penerima manfaat juga cenderung tidak mempedulikan namanya tercantum di poster DPM atau tidak. Bahkan saat ditanya tentang namanya yang tercantum, mereka sering menjawab bahwa nereka tidak mengetahui. Bagi mereka, yang penting pada pelaksanaan pembagian beras raskin di RT tidak menjadikan masalah konflik sosial. Pembagian merata telah dianggap sebagai cara yang tepat dalam mengatasi masalah raskin.
•
Walaupun poster sudah dipasang di kelurahan tetapi masih banyak masyarakat tidak membaca atau memperhatikan poster tersebut karena ketidak tahuan mereka akan fungsi poster tersebut. Ketidaktahuan masyarakat karena lemahnya sosialisasi ditingkat warga.
•
Pemasangan poster DPM di Desa/Kelurahan tidak effektif karena sebagian besar RTS yang diwawancara tidak mengetahui mengenai poster DPM dan tidak pernah mendapat informasi mengenai poster DPM. Selain itu warga juga tidak pernah pergi ke kelurahan, bisa dikatakan warga ke kelurahan hanya 1 kali dalam setahun.
5
Makasar
•
Tidak ada warga yang merasa malu jika namanya di cantumkan dalam DPM, bahkan orang yang sudah mampu masih saja meminta untuk diberikan Raskin.Disamping poster DPM, tidak berjalanan efektif karena lama tersimpan di kantor pos, karena terlambat menyalurkan.
73 | P a g e
•
Sementara PT Pos, menyampaikan bahwa tidak didistribusikan DPM tepat pada waktunya karena menunggu juknis dari pusat
•
Tiga
kelurahan
kecamatan
panakukang
yakni
pampang, panaikang dan tamamaung. Poster DPM belum dipasang. Berdasarkan hasil wawancara komunitas di tiga kelurahan tersebut pemasangan poster DPM akan mengundang perhatian warga, akibat adanya pengurangan dpm‐RTS 6
Gowa
•
Pemasangan poster di kantor desa yang hanya sehari membuat warga sekitar tidak mampu mengakses lebih jauh tentang penyaluran raskin di desa. Keterlambatan penyaluran raskin selalu menjadi alasan bagi pengelola raskin di desa. Sehingga apa yang ingin dilihat dari penggunaan metode baru tidak berjalan efektif di desa tersebut.
Sedangkan
penggunaan
kartu
belum
menjangkau daerah Sulawesi Selatan secara umum. •
Poster yang diterima oleh aparat desa dipajang di salah satu sisi ruangan kantor yang mudah diakses oleh setiap pengunjung yang datang ke kantor tersebut. DPM baru tersebut merupakan Daftar yang masih butuh diverifikasi berdasarkan karena kurang sesuai dengan kondisi
7
Halmahera Utara
•
Tidak ada warga yang malu namannya tercantum dalam DPM. DPM tidak pernah dipasang di papan pengumuman kantor desa. Di Desa Dau, Kades justru menaruhnya di rumah, alasan tidak menempel takut jangan sampai warga yang tidak ada namanya komplain sehingga tidak di tempel.
•
Kemudian di desa Doro, alasan tidak menempel DPM di
74 | P a g e
papan pengumuman karena raskin dibagi merata, Sedangkan di Gulo DPM kades sempat menaruhnya di bawah kasur untuk menjadi pengalas tempat tidur, ketika di tanya baru kades mengeluarkan daftar tersebut, dan tidak di tempel alasannya sama karena raskin di bagi rata. 8
Tidore
•
Terkait dengan poster DPM, hingga saat ini di kantor kelurahan sampel atau tempat‐tempat umum lainnya tidak
dilakukannya
pemasangan
poster
DPM,
alasannya karena nanti muncul kecemburuan dari masyarakat, atau keluhan terkait nama‐nama yang muncul. •
Di Kelurahan Toloa sendiri alasan yang sama tidak menempelkan poster DPM akan memunculkan keberatan dari masyarakat lainnya, karena pendataan DPM dinilai oleh kelurahan banyak yang tidak tepat sasaran. Hal yang sama juga di kelurahan Dokiri, Tomalou dan Gurabati. Terkait dengan kartu raskin belum dilakukan uji coba.
Terkait dengan sikap atau penilaian warga terhadap pengumuman nama‐ nama penerima raskin nampaknya terjadi perbedaan pandangan (split judgement). Pada satu sisi, menilai bahwa pencantuman nama akan membuat warga “malu” namanya dicantumkan dalam DPM dan merasa tidak enak dilihat oleh warga lainnya karena pada dasarnya merasa mampu secara ekonomi dan masih banyak warga yang jauh lebih membutuhkan. Selain itu juga warga juga merasa malu karena dianggap warga lain sebagai penerima beras raskin, padahal tiap hari sama sekali tidak pernah makan beras raskin. Namun pada sisi lain, ada yang menilai bahwa pencantuman dalam bukanlah masalah atau aib karena ada beberapa warga yang legowo namanya dicantumkan secara administratif, namun pemanfaatan beras
75 | P a g e
justru diserahkan kepada warga yang dianggap lebih membutuhkan. Disamping menilai bahwa namanya bantuan harus kepada semua warga tidak boleh ada diskriminasi.
4.3.2. Kartu DPM Terkait dengan Kartu DPM, nampaknya hampir sebagian besar desa belum memanfaatkan kartu ketika pengambilan raskin. Hal ini didasari pertimbangan bahwa secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar pada saat sebelum penggunaan kartu dan poster ataupun setelahnya, Bahkan ada desa yang kartunya tidak dibagikan sama sekali dan disimpan di kantor desa, namun demi keperluan administratif pelaporan, pihak desa yang memfungsikan sendiri penggunaan kartu RTS. Salah satu faktor penyebab dari belum dioptimalkan pendekatan kartu untuk meningkatkan effektivitas penyaluran Raskin karena PT. POS membagikan kartu dengan memberikan terlebih dahulu ke pihak desa, dan kemudian disalurkan RT/RW untuk dibagikan. Pada sisi lain, terdapat pula kasus dimana Kartu RTS‐PM yang langsung diserahkan PT. POS kepada RTM yang namanya tertera. Namun di sejumlah lokasi, kartu tidak diterima warga karena : (a). warga sedang tidak berada di rumah atau sedang di kebun, (b). warga tidak bisa baca tulis dan menganggap bukan sesuatu yang penting dan (c). lokasi tinggal dari warga penerima raskin sangat jauh dan tidak dapat dijangkau. Sesungguhnya beberapa Kepala Desa mengakui bahwa kelebihan dari pemakaian kartu DPM dibandingkan poster adalah cukup terkontrol dan tergambarkan sisi pengawasan oleh semua pihak. Persoalan yang muncul justru kesiapan petugas dan aparat yang terlibat pada program ini yang belum terbangun sehingga banyak ketentuan dan hal teknis yang tidak bisa di lakukan bahkan sulit untuk di terapkan di lapangan. Disamping masalah sosial dan teknis dalam pendistribusian kartu raskin kepada warga masyarakat, terdapat pula alasan yang bersifat politis yang menyebabkan kartu raskin tidak diterima warga. Di Pamekasan misalnya, kartu raskin sengaja tidak dibagikan ke warga oleh PT. Pos karena adanya surat edaran dari Bupati Pamekasan bahwa kartu raskin untuk sementara di tunda dalam
76 | P a g e
pendistribusian mengingat mendekati waktu Pilkada dan Pilkades dan i untuk menjaga stabilitas masyarakat. Karena itu, penebusan raskin di Kabupaten Pamekasan tidak menggunakan kartu raskin. Dalam FGD di Kabupaten Pamekasan, Ketua Asosiasi Kepala Desa mengatakan “Kartu raskin diperoleh desa dari kecamatan, yang kemudian atas inisiatif kepala desa tidak dibagi ke masyarakat penerima manfaat, karena kebijakan desa adalahmembagi rata sesuai tradisi desa” Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Sampang. Dimana poster DPM tidak ditempelkan khawatir adanya protes dari warga mengingat raskin didesa ini dibagi rata. Kepala/aparat desa beranggapan bahwa poster dan kartu rasin sangat tidak afektif, karena justru akan menimbulkan gejolak (kecemburuan sosial). Kartu dinilai akan menyulitkan bagi pengelola raskin dibawah bahwa warga yang tahu jatah atau haknya tiap bulan dapat akan meminta kembali jatah sebelumnya (Korlap Raskin Desa Pengarengan‐Sampang). Kartu Raskin yang dari PT. Pos tidak digunakan dalam penebusan beras, dan kemudian pihak desa menerbitkan kupon sendiri bagi setiap KK penerima sesuai dengan dusun masing‐masing. Pada dasarnya, terdapat kabupaten (meski belum seluruh desa/kelurahan) yang telah membagikan kartu kepada RTS‐PM seperti di Kabupaten Bangka. Misal saja, di Kelurahan Sinar Baru sudah digunakan, dibagikan kepada RTS‐PM yang sesuai muskel dan DPM Pusat, Hanya saja kartu keseluruhan di pegang Kaling (kepala lingkungan) masing‐masing, sebagai antisipasi agar tidak ada yang hilang. Menurut Kasi Kesra Sri Menanti : sebenarnya penggunaan kartu tentu saja efektif, dalam sisi pertanggung jawaban kartu itu punya kelebihan, administrasinya jelas, dan sebagai barometer lancarnya program raskin ini. Yang menjadi masalah adalah pendistribusian kartu raskin oleh PT. Pos di beberapa kelurahan mengalami keterlambatan, sementara DPM sudah dipegang setiap kelurahan. Sehingga kartu tidak dipakai ketika penebusan. Sementara menurut PT. Pos, tugasnya hanya menyalurkan kartu raskin saja secara hand to hand ke RTS‐nya secara langsung dari tidak boleh diwakilkan karena perlu paraf untuk kelengkapan administrasi PT. Pos menggunakan surat resmi untuk mengundang para RTS. Dalam distribusi, PT. Pos ingin semua kartu di
77 | P a g e
distribusikan ke semua RTS‐PM sesuai DPM. Namun pihak kelurahan mengatakan bahwa data DPM Pusat tidak valid, jadi data tersebut merujuk ke muskel, maka kartu hanya dibagikan saja ke DPM yang layak saja, bukan DPM pengganti dan bukan DPM diganti. Dalam kasus Kelurahan Sinar Baru, DPM sejumlah 233 RTS, yang tidak layak sekitar 102. Silang sengketa antara PT. Pos dan Desa terkait dengan DPM membuat kartu sering tidak digunakan untuk penebusan. Karenanya Kepala Lingkungan (Kaling) Kaling Sinar Baru mengatakan “ Sebelum ada kartu raskin dari Pusat, RTSPM dan kelurahan sudah nyaman dengan eksistensi kartu kuning dari Pemerintah Kabupaten, jadi semuanya sudah terdata dan administrasi persoalan raskin sudah berjalan sesuai rencana, tapi dengan keberadaan kartu raskin dari Pusat ini membuat DPM berubah. Sehingga dirasa tidak terlalu efektif, apalagi sistem kerjanya ribet perlu sobek ini itu dan apalagi jika disimpan oleh para lansia dengan kartu sekecil itu bisabisa hilang”. Sementara dalam penggunaan kartu raskin yang relatif berjalan baik adalah di Kecamatan Sijuk Belitung. Dimana PT. Pos membagikan kartu dengan bekerjasama dengan pihak desa. Nama‐nama yang tertera di DPM diundang ke kantor desa dan pihak PT Pos membagikan langsung kartu kepada RTS yang datang sesuai nama‐nama yang telah ditetapkan desa.Setiap penebusan raskin menggunakan kartu. Salah satu kekurangan dari sistem kartu sendiri adalah prosedur yang semakin panjang dalam penebusan raskin, sistem pelaporan yang berbelit, kendala jika kartu tertinggal ataupun hilang. Kelebihannya dengan menggunakan sistem kartu maka akan tertib secara administrasi. Termasuk partisipasi warga dalam mengontrol distribusi raskin. Rata‐rata warga secara aktif melakukan monitor dengan memperhatikan pemanfaatan raskin oleh para tetangganya. Dalam kaitan dengan pelaksanaan uji coba kartu raskin di kabupaten/kota, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
78 | P a g e
Tabel 4.7. Gambaran Penggunaan Kartu di 11 Kabupaten/Kota Lokasi Ujicoba No 1
Kabupaten/Kota Nias Selatan
Penggunaan Kartu Raskin Pendistribusian kartu di Kec. Teluk Dalam tidak dilakukan, bahkan saat ini sebagian besar kartu yang sebelumnya sudah sempat dikirim oleh pihak pos, kini sudah diambil oleh pihak desa tanpa alasan yang jelas. Penarikan kartu tersebut dilakukan pada saat pembagian raskin bulan oktonber yang lalu.
2
Bangka
Terkait kartu raskin TNP2K, di Kecamatan Belinyu hanya kelurahan Bukit Ketok yang baru mendapatkannya, sedangkan Desa Gunung Pelawan dan Riding Panjang belum karena adanya kendala teknis yang dialami oleh PT. Pos berupa kekurangan waktu dalam hal pendistribusian kartu. Hanya kartu raskin yang dibagikan langsung oleh PT. Pos kepada RTS‐PM di Kelurahan Bukit Ketok baru sebagian dari kuota kartu raskin. Hal ini sebagai dampak dari perubahan dan pergantian DPM. Kartu yang dibagikan hanyalah kepada warga yang namanya tidak digantikan, sedangkan
kartu
yang
namanya
telah
digantikan/dikeluarkan dari DPM dipegang kembali oleh PT. Pos. Selama ini, penyaluran raskin di Kecamatan Belinyu telah menggunakan sistem kartu raskin yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten Bangka. Ketika pengambilan raskin, warga wajib membawa kartu tersebut. Sehingga ada 2 kartu yang dipakai ketika penebusan yaitu dari kartu Pemkab dan TNP2K. Sedangkan bagi RTS‐PM yang tidak mendapat kartu raskin tetap menggunakan kartu raskin dari
pemerintah
kabupaten
Bangka.
Berdasarkan
pengalaman semenjak penggunaaan kartu raskin TNP2K di
79 | P a g e
Kelurahan Bukit Ketok, mekanisme kartu tersebut dinilai terlalu ribet dan jelimet, berbeda dengan mekanisme kartu raskin dari pemkab Bangka yang dirasa justru lebih mudah dan sederhana. 3
Belitung
Di Belitung,pihak kantor pos bekerjasama dengan kecamatan dan aparat desa/kelurahan dalam membagikan kartu. Warga dikumpulkan di balai dan pihak kantor pos langsung
membagikan.
Namun
demikian,
untuk
menghindari konflik dan karena proses perubahan nama, pihak desa/kelurahan terlebih dahulu menyortir nama‐ nama warga yang akan diganti sehingga kartu tidak langsung dibagikan ke semua warga sebagaimana tercantum di DPM. 4
Sampang
Poster DPM tidak ditempelkan dan Kartu Raskin tidak dibagi ke RTS‐PM karena khawatir adanya protes dari warga mengingat raskin didesa dibagi rata. Desa beranggapan bahwa poster dan kartu rasin baru sangat tidak afektif, karena justru akan menimbulkan gejolak (kecemburuan sosial). Disamping penyaluran kartu raskin mengalami
keterlambatan,
untuk
penebusan
bulan
September kartu diberikan Oktober. Sehingga penebusan raskin tetap dengan sistem lama dengan menggunakan kartu modifikasi dari desa dan tidak menggunakan kartu raskin. 5
Pamekasan
DPM & kartu memang belum didistribusikan oleh PT. POS ke tingkat Desa, RTS‐PM belum menerima kartu raskin karena ada surat edaran dari Bupati Pamekasan bahwa kartu raskin untuk sementara ditunda pendistribusian untuk menjaga stabilitas sosial masyarakat mengingatakan berlangsung Pilkada dan Pilkades
80 | P a g e
6
Buleleng
Di Kabupaten Buleleng, sebagian besar desa merasa kartu raskin tidak diperlukan karena beras sudah dibagi rata. Menurut Kepala Cabang PT. Pos Indonesia Singaraja Bapak Chairudin kartu sudah disebar kemasyarakat mencapai 32.195 dari jumlah 47.517. Kendala belum bisa mencapai 100% adalah : Desa dan warga menolak kehadiran kartu raskin, nama yang tercantum di kartu raskin bukan merupakan warga desa setempat. Pada saat jadwal pembagian kartu raskin ada warga tidak mau mengambil kartu raskin dengan alasan merasa tidak enak dengan warga yang tidak mendapatkan. Untuk mengatasi kartu raskin yang masih sisa tersebut dari petugas pos menitipkan di Kantor Pos Kecamatan. Adapun cara pembagian kartu raskin dilakukan di Balai Desa dengan mengumpukan warga dan dibagikan sesuai KTP atau Kartu Keluarga. Sebenarnya 2 (dua) minggu sebelum pembagian kartu raskin, PT Pos sudah berkordinasi dengan Desa mengenai jadwal pembagian kartu raskin dengan menyertakan daftar nama warga penerima kartu raskin, kemudian seminggu sebelumnya PT Pos kembali datang ke desa untuk kordinasi dan konfirmasi kesiapan desa. Sementara dari pihak desa kurang maksimal mengumpulkan warga dalam rangka pembagian kartu raskin. Dimana jadwal yang sudah disepakati bersama ternyata dari desa belum siap untuk mengumpulkan warga, bahkan jadwal pembagian ditunda sampai 3 (tiga) kali. Yang ironis adalah pada saat jadwal yang sudah disepakati untuk pembagian kartu raskin dari pihak desa menyatakan menolak kehadiran kartu raskin
81 | P a g e
7
Karangasem
Secara umum DPM dan Kartu berjalan efektif dimana masyarakat menebus beras miskin dengan kartu raskin. Hanya sistem yang ditetapkan oleh kepala dusun dan kepala desa terkait dengan pemakaian kartu, disepakati kartu raskin tidak diberikan ke RTS‐PM namun dikumpulkan di tingkat kepala dusun, dikarenakan takut kartu akan hilang maupun rusak sehingga tidak bisa mengambil beras. Penggunaan kartu sendiri untuk mengukur efektifitasnya masih dipertanyakan karena apa menjadi indikator pengukuran? Mengingat tanpa kartu raskin bulog tetap mengirim raskin dan desa bisa membagikan. Karena menjadi catatan kartu raskin dikumpulkan di desa selanjutnya disampaikan ke kecamatan? Ada yang hanya disimpan di Toples di kantor di desa. Sementara dikirim ke kecamatan, namun Dinas Sosial Kabupaten meminta Kecamatan untuk menyimpan dulu. Demikian pula tidak ada sangsi apabila RTS menebus raskin tidak menggunakan kartu raskin. Misal saja, desa Subagan Kecamatan Karangasem yang mengembalikan seluruh kartu raskin ke PT. POS
8
TTS
• Khusus di Desa Nunleu, Kualeu, Kokoi dan Fenun di Kecamatan Amanatun Selatan, pemasangan poster dan penggunaan kartu raskin belum berjalan sebagaimana yang diharapkan karena masyarakat tidak antusias untuk mencari tahu apakah namanya masuk DPM atau tidak, mengingat ada di daftar maupun tidak tetap memperoleh raskin dalam jumlah dan harga yang sama saja dengan warga yang namanya tidak ada pada daftar DPM. Sementara dengan kartu raskin sudah bagikan secara langsung kepada masyarakat oleh pendamping Program
82 | P a g e
Keluarga Harapan (PKH) sehingga masyarakat sudah langsung menerima sesuai dengan DPM yang dikeluarkan pemerintah. Namun penggunaan kartu untuk penebusan belum semua desa menerapkan. • Berbeda dengan Kecamatan Molio Utara, dimana Poster DPM dan Kartu raskin merupakan cara yang efektif dan memudahkan petugas satker maupun pemerintah desa dalam proses penebusan raskin oleh setiap KRTM. PT. POS membagikankartu di setiap kantor desa. Setelah itu setiap RTSM, mengambilnya di kantor desa. Bagi setiap RTSM yang memiliki kartu, selalu membawa Kartu Raskinnya saat penebusan. Kebijakan dari pemerintah desa untuk semua keluarga miskin mendapat raskin adalah cara yang dilakukan untuk menghidari diskriminasi dan kecemburuan sosial dalam wilayah desa. Atau dengan kata lain yang mendukung program pemerintahan desa ialah RTSM yang mendapat raskin. Sedangkan bagi rumah tangga miskin yang tidak mendapat raskin tidak mendukung program‐program desa. Contohnya: ada kerja bakti di desa, yang berpartisipasi ialah RTSM yang mendapat raskin 9
Sumba Barat Daya
Pada dasarnya hampir seluruh Desa telah dibagikan kartu Raskin oleh PT. Pos Indonesia Sumba Barat Daya. Metode pembagian kartu raskin oleh PT. Pos yaitu dengan datang langsung ke desa, meminta kepala desa mengundang RTM yang ada dalam DPM dan langsung membagikan ke RTS‐PM. Kecuali jika pada saat membagi tidak ada, barulah diserahkan kepada kepala desa untuk membaginya. Namun ada beberapa desa yang tidak mengundang RTM sesuai DPM dan meminta PT. Pos untuk membagi sendiri kartu
83 | P a g e
Raskin. Yang sudah membagi Kartu Raskin : Desa Walla Ndimu, Lete Loko, Kalena Rongo, Kori, Rama Dana dan Umbu Ngedo. Sementara Desa Karunni, Billa Cenge, Totok, dan Mangga Nipi, belum membagi Kartu Raskin karena khawatir akan ada gejolak dalam masyarakat, karena banyak RTM yang tidak masuk DPM atau sebaliknya beberapa nama dalam DPM tidak sesuai atau layak sebagai RTS‐PM. 10
Buton
Untuk Kelurahan Saragi dan Desa Winning di Kec. Pasar Wajo, kartu telah digunakan dalam penebusan raskin sekalipun dengan mekanisme bagi rata, Sedang Kelurahan Kombeli kartu tidak di bagikan karena besarnya penurunan jumlah kuota RTS‐PM dan pemerintah kelurahan tidak berani membagikan karena di khawatirkan terjadi keributan dalam masyarakat. PT. P0S membawa kartu ke kantor Lurah atau Desa,untuk desa Saragi RTS di panggil untuk datang menerima kartunya di kantor lurah yang langsung di berikan oleh pegawai pos dan bagi RTS yang tidak datang mengambil sendiri kartunya di kantor POS sedang Kelurahan Kombeli Kartu hanya di serahkan ke kantor kelurahan. Kelebihan: pembagian terdistribusi dengan teratur, RTS menjadi tahu akan hak mereka (Harga dan jumlah raskin yang di terima). Kekurangan: sebagian yang mendapat kartu tidak tepat sasaran dan jumlah kuota raskin ke masing‐masing RTS berkurang dengan mekanisme bagi rata
11
Muna
• Di Kecamatan Napabalano, kartu sudah dibagikan kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Desa/Kelurahan Kecamatan Napabalano. Namun untuk pengambilan /penebusan raskin tidak menggunakan kartu karena DPM
84 | P a g e
tidak tepat sasaran. Sehingga jika kartu digunakan bisa terjadi keributan atau konflik sesama warga. Selain itu karena berdasarkan kesepakatank raskin di bagi rata maka menebus raskin tidak harus menggunakan kartu. • Hal yang sama di Kec. Kusambi, dimana Kantor Pos membagiakan langsung Kartu Raskin secara langsung pada RTS di Desa Sidamangura dan Desa Tanjung Pinang ,kecuali di Kelurahan Konawe, kartu raskin untuk RTS di Kelurahan Konawe di serahkan ke aparat Kelurahan. Sejak kartu di terima dari pihak POS kartu Raskin di Kelurahan Konawe belum di salurkan kepada RTS‐PM dan kartu tersebut masih di simpan di kantor kelurahan. Kartu tidak di bagikan ke RTS‐PM karena hanya sebagian saja masyarakat yang dapat, sementara Raskin dibagi rata kepada masyarakat miskin • Demikian pula untuk Kec. Wtopute, kartu raskin sudah terbagi keseluruh RTS yang ada di dalam daftar DPM, namun saat pengambilan beras kartu tidak di gunakan karena beras raskin di bagi rata kesemua warga kurang mampu. Jika kartu digunakan maka hanya warga penerima kartu yang mendapatkan beras raskin. Karena itu, penggunaan kartu untuk menebus raskin di anggap tidak efektif karena raskin di bagi rata dan jatah beras tidak akan sama dengan jumlah yang tercantum dalam kartu, • Hal yang sama di wilayah Kec. Lakudo, Kartu Raskin hanya digunakan sebagai salah satu syarat administrasi ketika pihak desa melakukan penebusan raskin di Bulog, Sementara jika masyarakat mengambil beras
85 | P a g e
didesa/kelurahan tidak menggunakan kartu raskin. RTS/masyarakat hanya datang membawa uang sesuai dengan pemberitahuan dari pihak desa/kelurahan, jumlah uang dan beras yang diterima sesuai dengan pemberitahuan dari desa/kelurahan. Seorang warga mengatakan “ Saya tidak tahu apa gunanya kartu, karena saya tidak mengetahui berapa mestinya raskin yang harus diterima, apakah akan menerima setiap bulan atau tidak “ 4.4
Distribusi Beras Secara umum distribusi Raskin mengalir dari pihak Dolog menuju titik distribusi di
tingkat desa/kelurahan. Lalu dari desa/kelurahan menghubungi para pengola Raskin di tingkat RW untuk mengambil beras sejumlah kuota wilayahnya. Kemudian pihak RW akan meneruskannya pada RT yang selanjutnya akan membagikan langsung kepada para penerima Raskin. Keberhasilan dalam distribusi Raskin diukur berdasarkan pencapaian enam Tepat (6 T), yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas. Indikator Distribusi Raskin yang akan dibahas dalam bab ini hanyalah mengenai Tepat Jumlah dan Tepat Waktu.
4.4.1. Jumlah Beras Menurut ketentuannya masyarakat yang tercantum dalam DPM akan menerima Raskin sejumlah 15 kg/RTS. Tetapi pada kenyataannya di lapangan hanya sedikit wilayah yang membagi sesuai ketentuan pada warganya. Di antara daerah itu adalah Walla Ndimu (Sumba Barat Daya), Pejarakan dan Mayong (Buleleng), Ulu Benteng dan Antar Jaya (Barito Kuala), Kecamatan Lubuk Pakam. Di Kelurahan Ulu Benteng dan Desa Antar Jaya, Barito Kuala, jumlah raskin dibagikan sesuai aturan karena tidak mau menimbulkan persoalan di kemudian hari dan juga tidak mau repot membagi kembali menjadi beberapa kantong dari 1 sak ukuran 15 kg.Apabila ada yang mengeluh atau protes, para pengurus Raskin di tingkat desa di Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang, mengeluarkan jurus ampuh 86 | P a g e
dengan mengatakan, “Ini semua adalah ketentuan dari Pusat.” Hingga kini warga di sana menerima Raskin sesuai ketentuan. Namun demikian jurus itu tidak berhasil di wilayah lain. Mayoritas RTS di banyak daerah menerima Raskin dalam jumlah kurang dari 15 kg. Ada yang memperoleh jatah 1‐3 kg, 5 kg, 10 liter, dan variasi jumlah lainnya. Setidaknya ada dua faktor yang bisa dijadikan sebagai alasan para pengelola Raskin di tingkat desa tidak membagi sejumlah 15 kg, yakni: •
Pendataan penerima yang salah atau tidak tepat Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya, begitu banyak yang mengeluhkan tentang pendataan yang tidak tepat. Ada warga yang seharusnya berhak menerima Raskin justru tidak termasuk dalam DPM, tetapi sebaliknya keluarga yang mampu malah tercantum namanya di sana. Atau pada DPM periode sebelumnya namanya tercantum sebagai penerima Raskin, namun tidak berhak lagi setelah DPM periode baru keluar. Oleh karena itu guna meredam protes dan konflik seputar semrawutnya pendataan itu maka aparat mengambil jalan membagi beras pada semua warga. Konsekuensinya adalah masing‐masing warga akan menerima kurang dari 15 kg.
•
Jumlah RTM lebih daripada DPM Masih lebih banyak warga yang membutuhkan Raskin dibandingkan jumlah warga yang tercantum dalam DPM. Banyak aparat pengelola Raskin meyakini bila mengikuti ketentuan
pembagian 15 kg untuk setiap warga yang tercatat dalam DPM pasti akan menimbulkan gejolak konflik atau kerusuhan. Masyarakat miskin tidak mau tahu ketika namanya tidak ada dalam DPM sementara tetangganya yang tidak jauh berbeda kehidupan ekonominya termasuk dalam DPM. Akibat lain dari persoalan ini yang paling umum terjadi adalah masyarakat yang tidak mendapatkan jatah pembelian Raskin tidak akan bersedia berpatisipasi dalam kegiatan‐kegiatan di desa seperti kerja bakti, gotong royong, dan lainnya.
87 | P a g e
Oleh karena itu pembagian untuk semua warga atau pembagian merata dianggap merupakan jalan tengah yang dapat diterima dengan baik oleh semua pihak. Meski istilahnya pembagian merata, namun di lapangan ditemukan berbagai cara pembagian yang telah diterapkan para pengelola Raskin selama ini. Beberapa cara pembagian tersebut adalah: 1)
Warga di DPM menerima beras lebih banyak daripada warga di luar DPM. Cara ini sudah diterapkan di kelurahan Toloa dan Tomalou, Kecamatan Tidore Selatan, Tidore Kepulauan, dimana warga DPM menerima 50 kg (untuk jatah distribusi 5 bulan), sedangkan warga selain DPM mendapatkan jatah 25 kg di Toloa dan 20 kg di Tomalou. Sementara di Kecamatan Sijuk, Belitung, mekanisme yang dijalankan adalah membagi jatah Raskin dari warga yang semula tercatat dalam DPM, tetapi mengundurkan diri karena merasa mampu, kepada warga pengganti yang dinilai layak mendapatkan Raskin. Berdasarkan hasil musyawarah desa diputuskan warga yang ada di DPM tetap menerima 15 kg, sementara warga lainnya memperoleh jatah 7.5 kg.
2)
Seluruh warga menerima jumlah beras yang sama Jumlah beras dibagi dalam porsi yang sama kepada seluruh masyarakat, baik yang tergolong tidak mampu maupun yang mampu. Tetapi ada juga yang membagi pada seluruh masyarakat dengan pengecualian pada kelompok PNS, pengusaha, atau keluarga kaya.
3)
Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga/KK Salah satu desa yang menerapkan cara ini adalah desa Kaliwlingi, Brebes. Di sini Raskin dibagi rata menurut KK dimana setiap KK mendapat jatah 5 kg. Sehingga bila dalam 1 rumah dihuni oleh 4 KK, maka rumah tangga tersebut menerima Raskin sebanyak 20 kg. Cara serupa digunakan di desa Gulo, Halmahera Utara. Sehingga agar dapat mencukupi untuk semua KK yang ada, Raskin dibagi dalam satuan liter tidak lagi dalam kilogram.
88 | P a g e
4)
Diputar secara bergilir Mekanisme lain yang biasa digunakan untuk menyiasati supaya semua mendapat Raskin sejumlah 15 kg adalah membagi secara bergilir setiap dusun secara berkala. Di Kecamatan Pengarengan, Sampang, ketika pagu wilayahnya mengalami penurunan, aparat di sana menawarkan pembagian akan dilakukan setiap bulan untuk semua warga di seluruh dusun dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan sebelumnya atau diputar bergiliran. Ternyata warga memilih diputar secara bergilir untuk setiap dusun. Sehingga bila pada bulan ini warga di dusun A akan menerima Raskin sejumlah 15 kg, maka pada bulan berikutnya giliran warga di dusun B yang mendapat jatah beras sejumlah itu. Masih terkait dengan jumlah beras yang diterima oleh masyarakat, selain
kebanyakan menerima kurang dari 15 kg karena dibagi rata, tidak jarang ditemukan pula berkurangnya jumlah itu karena persoalan timbangan atau beras tumpah. Dalam proses penyaluran beras yang cukup panjang dari gudang DOLOG menuju titik distribusi (biasanya di kantor desa, tetapi ada juga yang di rumah kepala lingkungan) terkadang terjadi beras tumpah saat bongkar muat. Kejadian ini ditemukan di beberapa wilayah. Di Kecamatan Sungai Liat dan Kecamatan Belinyu, Bangka, hal ini biasa terjadi pada kemasan 50 kg yang berkurang sebanyak 2‐5 kg. Sehingga ketika menakar dan menimbang beras untuk dibagikan kepada warga tidak akan bisa tepat sejumlah 15 kg tetapi hanya sekitar 13‐14 kg. Walau demikian ada pula yang menduga bahwa terdapat indikasi penyimpangan dalam soal ini. Warga di Kecamatan Lahusa, Nias Selatan, yang sudah membayar untuk jatah beras 10 kg mengaku kecewa karena ternyata jumlah yang ditebus tidak sampai 10 kg. Mereka tidak bisa menyalahkan kepala desa karena mereka menyaksikan secara langsung ketika beras diantar BULOG dan dibagikan langsung oleh tim Raskin desa. Seorang kepala desa setempat pernah menyampaikan kepada supir dan pengantar beras itu bahwa mereka akan menimbang dulu seluruh beras yang sudah diantar sebelum sang pengantar itu
89 | P a g e
pulang. Tetapi petugas pengantar itu justru mengatakan dengan nada mengancam bahwa bila akan dilakukan penimbangan terlebih dahulu, maka beras yang sudah diantar tersebut akan ditarik kembali dan meminta pihak desa untuk selanjutnya mengambil saja langsung di gudang BULOG. Mereka tidak mau lagi mengantar ke desanya. Mendengar ancaman seperti itu, khawatir warganya tidak akan mendapat beras lagi, maka kepala desa itu tidak pernah mempermasalahkannya lagi. Khawatir tidak akan mendapat beras lagi. Hal ini juga yang dirasakan oleh masyarakat jika keberatan atau mengajukan protes terhadap kebijakan pembagian merata. Apalagi kebanyakan mereka merupakan warga marginal di tengah masyarakat, berpendidikan rendah, dan sulit mengemukakan pendapat sehingga tidak mempunyai keberanian untuk protes secara langsung kepada ketua RT/RW/aparat desa lainnya. Oleh karena itu tak heran jika hingga kini tidak pernah ada protes dari warga.Selain ada pemberitahuan kepada warga sebelum melaksanakan kebijakan ini, warga juga tidak mau ribut. Semata demi menjaga kerukunan antar tetangga dan warga masyarakat lainnya.
4.4.2. Waktu Penyaluran Dalam Pedum Raskin pada bagian waktu penyaluran hanya disebutkan bahwa waktu pelaksanaan penyaluran beras kepada RTS‐PM sesuai dengan rencana penyaluran. Pada umumnya distribusi beras ini dilaksanakan setiap bulan atau 1 kali sebulan. Namun di lapangan masih ditemukan pelaksanaan distribusi tidak setiap bulan dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Antara lain adalah sebagai berikut: 1)
Menunggu hasil Musdes Data penerima Raskin yang menimbulkan persoalan di beberapa daerah sedikit banyak berpengaruh pada waktu penyaluran beras. Di Kecamatan Makasar, misalnya. Penyaluran Raskin pernah terhambat beberapa bulan karena harus menunggu hasil musyawarah dan verifikasi data.
90 | P a g e
2)
Transportasi/jarak/letak geografis Jarak desa ke BULOG yang jauh dengan kondisi jalan yang rusak dianggap tidak efektif jika penyaluran harus dilakukan setiap bulan. Selain itu alat pengangkutan beras juga menjadi pertimbangan, seperti di Kecamatan Lolowau, Nias Selatan. Di sana kapal pengangkut beras hanya 1 unit dengan kapasitas yang terbatas apalagi saat cuaca buruk. Sehingga distribusi beras umumnya dilaksanakan sekaligus untuk beberapa bulan.
3)
Supaya jumlah yang diterima lebih banyak Alasan ini terkait dengan sistim pembagian merata yang telah dibahas sebelumnya. Dengan cara itu bila ditebus setiap bulan maka warga hanya akan menerima beras dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena itu supaya sekali menebus warga bisa langsung menerima dalam jumlah banyak maka distribusinya dilakukan beberapa bulan sekali. Seperti yang disampaikan oleh kepala desa Walla Ndimu, Sumba Barat Daya, “Lebih baik kumpul banyak baru diambil, supaya terima berasnya dalam jumlah yang banyak.”
4)
Sistim pembagian bergilir Hampir sama dengan alasan sebelumnya, maka alasan ini juga berhubungan dengan sistim bagi rata. Khususnya ini terjadi di Madura. Dengan pembagian secara bergilir maka warga yang sudah menerima Raskin pada bulan pertama tidak akan mendapatkan jatahnya pada bulan berikutnya karena bulan ini giliran warga lainnya.
5)
Saat panen Penyaluran Raskin tidak dilakukan secara teratur setiap bulan karena pada bulan tertentu sedang panen raya. Seperti yang berlaku antara lain di Kecamatan Marabahan, Barito Kuala.
6)
Tunggakan desa Karena desa belum membayar/menyetor lunas uang penebusan Raskin warga pada bulan sebelumnya maka pengambilan Raskin pada bulan berikutnya akan tertunda. Seperti yang dialami oleh warga desa Limbangan, Kecamatan Losari, Brebes. Sementara di Pallangga, Gowa, tampaknya ada
91 | P a g e
kasus seolah‐seolah ada tunggakan desa sebagai penyebab keterlambatan penyaluran di sana. Hal ini terungkap dalam FGD Kabupaten, alasan distribusi tidak setiap bulan karena ada penunggakan pembayaran kepada Bulog. Ada kejanggalan di sini. Karena setiap warga dapat menerima Raskin bila sudah membayar uang tebusan. Jadi tidak ada penunggakan pada tingkat penerima raskin ke aparat desa. Bahkan banyak masyarakat miskin terkadang meminjam uang dulu dari tetangga atau kerabatnya demi mendapat Raskin. Artinya ada indikasi penggelapan uang tebusa Raskin dari warga bukan persoalan penunggakan. Dampak dari kasus ini dirasakan oleh masyarakat di desa Bontolangkasa, Kecamatan Bontonompo, Gowa, yang tidak menerima Raskin selama 6 bulan. Padahal desa ini termasuk desa yang paling cepat melakukan penyetoran hasil penjualan Raskin ke pengelola kecamatan.
Kualitas Raskin
4.5
Salah satu indikator keberhasilan pencapaian penyaluran Raskin adalah Tepat
Kualitas, yakni beras yang diterima masyarakat sesuai dengan kualitas beras BULOG atau beras medium kondisi baik sesuai dengan persyaratan kualitas beras yang diatur dalam Inpres Kebijakan Perberasan yang berlaku (Pedum Raskin 2012). Atau dalam pengertian masyarakat kebanyakan Raskin yang diterima adalah beras berkualitas baik yang layak dikonsumsi masyarakat. Namun hasil pengolahan data kualitatif menunjukkan bahwa hanya di sebagian kecil wilayah yang warganya menerima beras dengan kualitas baik. Sedangkan kondisi raskin yang disalurkan kepada sebagian besar warga mempunyai kualitas yang kurang baik.
Selengkapnya akan diuraikan dalam bab ini yang terbagi dalam beberapa bagian
berikut: 1) Aneka bentuk Raskin yang diterima warga, 2) Pemanfaatan Raskin kualitas buruk, dan 3) Pengembalian Raskin yang pernah dilakukan.
4.5.1. Bentuk Raskin Bila mengacu pada Inpres no.3 tahun 2012 tentang Perberasan, maka standar kualitas beras BULOG yang dimaksud adalah: 9
kualitas kadar air maksimum 14% 92 | P a g e
9
butir patah maksimum 20%
9
kadar menir maksimum 2 %
9
derajat sosoh minimum 95% Namun standar semacam itu tentu saja tidak
mudah untuk dipahami oleh masyarakat umum. Yang dipahami dan diinginkan masyarakat adalah beras berkualitas baik, antara lain berasnya tidak patah‐patah, tidak keras, tidak berbau apek.
“Raskin yang kami terima bulan Juni baik, dan kami konsumsi bersama keluarga kami”. (warga penerima Raskin yang tinggal di Kecamatan Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah
Di wilayah Banjar, Barito Kuala, Sumba Barat Daya, dan Timor Tengah Selatan, cukup banyak warga penerima Raskin yang menilai
Selatan)
bahwa beras yang diterimanya sudah relatif baik. Di Barito Kuala sesungguhnya beras dengan kualitas baik baru dinikmati dalam kurun waktu 6 bulan terakhir (Juni‐ Desember). Hal ini serupa dengan pengalaman warga di Halmahera Utara dan
Tidore.
Namun
pada
waktu
sebelumnya warga di Barito Kuala pernah mendapatkan Raskin dengan kualitas Gambar 4. Contoh Raskin di Amanatun Selatan, Kab.TTS
yang buruk, misalnya ada campuran kerikil, warna kekuningan, bau apek,
bahkan pernah ada yang sudah berulat. Kondisi tersebut bertepatan dengan bulan tanam dan bulan panen padi di sana. Pada bulan panen seperti bulan Juni, Juli, dan Agustus, biasanya kualitas Raskin baik. Namun pada bulan tanam seperti bulan Januari, Februari, dan Maret, umumnya Raskin yang diterima warga adalah beras bermutu tidak baik. Hal ini
93 | P a g e
umumnya terjadi di wilayah sampel yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani (antara lain di Desa Beringin dan Berangas). Meski demikian mayoritas warga di “Memang begitulah model beras lokal kita untuk Raskin” (BULOG Bangka)
banyak wilayah mengaku masih menerima Raskin dalam kualitas yang tidak baik. Temuan itu tidak sama di setiap daerah. Ada wilayah yang menjumpai buruknya mutu Raskin:
¾
Pada waktu tertentu saja (tidak setiap waktu penyaluran)
¾
Pada beberapa karung dalam periode penyaluran yang sama
¾
Pada setiap waktu penyaluran dan hampir semua karung
¾
Pada karung dengan kemasan lebih kecil
Di Deli Serdang sebagian besar masyarakat miskin menyatakan bahwa Raskin yang dinikmati sekarang sudah baik kualitasnya dan lebih enak rasanya. Namun, menurut beberapa warga, setiap bulan kualitas beras tidak sama. Ada kalanya bagus seperti beras yang mereka beli di pasar dan kadangkala buruk. Pada bulan Oktober dan November 2012, misalnya, ditemukan beberapa karung Raskin dengan mutu tidak baik. Beras dengan kualitas buruk itu biasanya banyak ditemukan pada karung berukuran 15 kg. Hal serupa terjadi pula di Bangka dan Belitung. Sejak pembagian Raskin bulan Oktober 2012, ketika Raskin disalurkan dalam kemasan 15 kg, kualitas beras justru kurang baik. Kemasan dengan ukuran itu merupakan beras lokal Indonesia. Bentuknya halus, patah‐patah/pecah‐pecah/pecah seribu, bau apek, berwarna agak kuning, berdebu, banyak padi dan batu. Pihak BULOG menyatakan memang begitulah model beras lokal kita untuk Raskin. Kondisi ini tidak seperti Raskin sebelumnya yang merupakan beras impor dimana bentuk butirannya utuh dan dikemas dalam ukuran 50 kg. Meski kualitasnya tidak sesuai standar, petugas pembagi tetap menyalurkannya dan warga juga tetap menebusnya. Karena umumnya aparat tidak memeriksa seluruh karung yang diantar ke desa atau
94 | P a g e
kelurahan sehingga Raskin yang diterima tidak diketahui kualitasnya. Seperti yang disampaikan seorang aparat desa di Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera Utara, berikut ini: Itu tara kase tahu, entah mau bagus dia tara bae, tetap saya kase, pasti dong mara karna tara bae, pasti dong buang, dia b’abu, dia bagumpal, trus kaya dia b’kutu.” (kami tidak beritahu, entah beras tersebut bagus atau tidak bagus, tetap saya bagikan ke warga, pasti mereka marah‐marah karena kualitas raskin jelek, mereka pasti buang, karena beras berabu, banyak gumpalan, terus banyak kutunya) Tidak berlebihan kiranya bila masyarakat menilai kualitas Raskin seringkali jauh dari kelayakan konsumsi bagi manusia. Bentuk butiran beras tidak utuh/remuk/hancur, sudah menguning atau bahkan cenderung berwarna hitam, berdebu, berkutu, berbau, berbatu, banyak kotoran sisa penggilingan/katul, banyak karak, menggumpal. Sehingga ketika dimasak tidak tahan lama atau cepat basi (Brebes dan Muna), atau setelah dingin nasinya menjadi keras (Halmahera Utara). Berikut ini adalah sebagian contoh Raskin yang ditemukan di lapangan.
Gambar 5. Kualitas Beras Raskin
Sebelum ditampi/dibersihkan
Setelah dibersihkan
95 | P a g e
Beras Berkutu
Ragam mutu Raskin di wilayah sampel yang berhasil didata hingga kini ditampilkan dalam Tabel di halaman berikutnya : Tabel 4.8 Ragam Kualitas Raskin di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev No 1
Kabupaten/
Kualitas Raskin
Kotamadya Deli Serdang
Sudah menjadi bubuk, menir, menggumpal, tidak putih, hitam, kadang berkutu, banyak debu, berbau
2
Nias Selatan
Hitam, berbau, berkutu, ada sampah berupa kulit padi dan gabah
3
Bangka
Patah‐patah/pecah‐pecah, beras hancur, keras, tidak pulen, agak kuning, bau apek, banyak debu
4
Belitung
Pecah‐pecah, menggumpal, kuning, banyak debu, padi, berbatu, berbau
5
Bogor
Tidak utuh/pecah‐pecah, berkutu
6
Subang
Keras, banyak menir, kuning bahkan ada yang merah, banyak kutu dan pasir
7
Brebes
Pecah‐pecah, banyak menir, kuning, hitam, berkutu, berbau apek
96 | P a g e
8
Semarang
Patah‐patah, menggumpal, kuning cenderung hitam, berkutu, berbau apek, banyak kotoran sisa penggilingan/katul
9
Sampang
Hancur, berkerikil/batu
10
Pamekasan
Batu‐batu kecil, kulit padi
11
Karangasem
Keras, merah, kekuningan, berbau karung
12
Buleleng
Keras/pera, berbau
13
Sumba Barat Daya
Cukup baik
14
Timor Tengah Selatan
Cukup baik
15
Barito Kuala
Cukup baik, pada semester terakhir
16
Banjar
Cukup baik
17
Gowa
Kuning, hitam, berkutu, berbatu, berbau
18
Makasar
Menggumpal, kuning, berkatul, berkutu, bau apek
19
Buton
Hancur, kekuningan/kemerahan, kotor, berbau, berkutu, berbatu
20
Muna
Hancur, berbubuk, kuning, kotor, berbau, berkutu, berbatu
21
Halmahera Utara
Patah‐patah, menggumpal, kuning, berabu, berbau; semester terakhir relatif baik
22
Tidore Kepulauan
Berdebu, berkutu, berbau; semester terakhir relatif baik
Sesuai dengan amanat Inpres no.3 tahun 2012 tentang pengadaan beras maka Dolog wajib membeli hasil petani lokal seharga Rp 6.600 dengan kualitas medium. Tentu saja pada saat melakukan pembelian beras dari mitra kerja sudah dilakukan pemeriksaan kualitas secara sampling 5‐10 % agar memenuhi standar kualitas BULOG. Dan Dolog harus membeli seluruh jumlah beras yang ada di petani. Akibatnya beras yang dimiliki/stok dalam gudang Dolog lebih banyak dari beras yang disalurkan ke masyarakat.
97 | P a g e
Untuk itu dalam penyimpanannya pihak Dolog memerlukan perawatan ekstra dengan melakukan spray 2 minggu sekali dan minimal 3 bulan melakukan fungigasi dengan tujuan untuk memberantas hama/kutu‐kutu yang ada di beras. Idealnya beras yang masuk di gudang Dolog disimpan maksimal 6 bulan, karena kalau lebih dari waktu itu akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Kalau udara terlalu panas kuantitas beras bisa menurun, sementara kondisi cuaca yang terlalu lembab akan berdampak pada penurunan kualitas. Ada sebagian pihak menduga buruknya kualitas Raskin kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal berikut ini: 9
Lamanya penyaluran beras (atau penyimpanan di gudang) ditambah terkena hujan mengakibatkan beras menjadi menggumpal, berubah warna, dan bau.
9
Lamanya perjalanan dari lokasi pembelian beras. Hal yang terakhir disebutkan oleh pihak Kansilog Nias Selatan. Beras untuk
masyarakat di sana harus melalui perjalanan panjang dari India atau Thailand, lalu menuju Surabaya atau Jakarta, baru disalurkan ke Medan dan selanjutnya menuju Sibolga‐Gunug Sitoli. Apalagi pihaknya juga tidak pernah memeriksa beras setelah tiba di gudang. Namun kondisi Raskin di Subang diyakini bukanlah akibat dari penyimpanan yang lama. Pada bulan November 2012, misalnya. Jumlah menir dalam Raskin kemungkinan lebih dari 40‐60 % (sedangkan dalam Inpres Perberasan kandungan menir hanya diperbolehkan 2 %). Menurut warga di sana jumlah itu lebih banyak daripada bulan sebelumya. Seorang
warga
di
Kecamatan
Cipunagara,
Kabupaten
Subang,
memperlihatkan Raskin yang baru saja ditebusnya. Dari sejumlah 5 liter beras yang diterima, kurang lebih 2 liter Menyarankan untuk menyelidiki huller yang ada di wilayahnya karena sering terjadi pembelian menir secara besar-besaran yang diduga sebagai pencampur Raskin. (warga di Kecamatan Cipunagara, Subang)
diantaranya
merupakan
menir.
Tampaknya ini beras oplosan antara menir dan beras utuh, tambahnya. Dan ia menyarankan kepada
tim
lapangan
untuk
98 | P a g e
menyelidiki huller yang ada di wilayahnya karena sering terjadi pembelian menir secara besar‐besaran yang diduga sebagai pencampur Raskin. Dugaan itu disampaikan pula oleh aparat desa setempat. Sambil menunjuk pabrik huller yang merupakan mitra Bulog yang berada di dekat kantor desa, ia menyampaikan bahwa ada permainan dalam masalah kualitas beras yang jelek serta bobot yang kurang, karena beras utuh dicampur dengan menir. Penyimpangan dalam bentuk yang lain terjadi pula di Kabupaten Karangasem. Kelurahan Karangasem tidak berani membuka karung beras di kantor lurah karena khawatir mengundang protes dari warga terkait adanya pengurangan beras yang dilakukan oleh pihaknya. Oleh karena itu buruknya kualitas Raskin baru diketahui setelah ada keluhan dari warga. Sementara itu di Kaliwlingi, Kabupaten Brebes, beberapa penerima Raskin sudah berani mengambil sikap terhadap kualitas beras. Keputusan untuk menebus atau tidak tergantung pada mutu beras yang disalurkan pada bulan itu. Artinya apabila kualitas Raskin saat itu buruk, maka mereka tidak akan menebusnya. Hal itu diketahui oleh petugas beberapa RT di sana. Tetapi karena ada beban kuota yang harus dibayar penuh, maka para ketua RT tersebut mengambil langkah dengan cara menjualnya kepada warga lain yang membutuhkan sehingga setiap bulan Raskin selalu habis terjual. Lain halnya di kabupaten Buton. Sekalipun kulitasnya tidak bagus namun warga tetap senang menebus Raskin dengan alasan harganya terjangkau. Faktor lainnya adalah kondisi alam di kecamatan Sampolawa, Buton, yang tandus sehingga warga tidak bisa menanam padi. Mereka hanya bisa menanam ubi atau jagung, sehingga beras menjadi kebutuhan warga. Buruknya kualitas Raskin sesungguhnya telah menjadi rahasia umum, ”Beras bantuan itu pasti jelek kualitasnya.” Walau begitu masyarakat tetap menerimanya karena memang pada tahun‐tahun sebelumnya kualitas beras juga sudah buruk. Sehingga mereka beranggapan, “Beginilah beras murah, beras jatah, beras untuk masyarakat miskin.” Seakan itu sudah menjadi kewajaran dan sepantasnya bagi kalangan tidak mampu. Padahal mereka berharap walau harganya
99 | P a g e
murah janganlahkualitasnya juga rendah karena masyarakat miskinpun sama dengan masyarakat yang lain.
4.5.2. Pemanfaatan Beras Meski berkualitas buruk, secara umum Raskin tetap dikonsumsi oleh masyarakat miskin. Sebagian mengkonsumsinya tanpa mencampur dengan beras lain dengan alasan keuangan karena warga tidak mempunyai uang untuk membeli beras lainnya. Ada pula karena alasan kesehatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa warga di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Tidore Kepulauan, “Terkadang rasanya lumayan enak juga, apalagi Raskin kadar gulanya rendah sehingga baik untuk kesehatan.” Tetapi ada kasus di Kaliwlingi, Brebes, apabila dimakan tanpa campuran beras yang lebih bagus, perut warga menjadi sakit. Memang sebagian besar warga biasanya mengkonsumsi Raskin dengan cara mencampurnya dengan jagung (antara lain di Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Karangasem) atau umumnya dengan beras lainnya berjenis premium atau yang lebih baik mutunya. Tetapi sebelum dikonsumsi, Raskin harus melalui berbagai proses terlebih dahulu supaya enak di lidah. Warga sudah memiliki berbagai cara dalam menyiasatinya, antara lain ¾
Mencuci beras dengan lebih lama/berkali‐kali
¾
Mencuci beras dengan air garam untuk menghilangkan bau apeknya
¾
Mencampur dengan daun pandan saat memasak supaya wangi
¾
Menambahkan air pada saat memasak sehingga beras tidak keras
¾
Memasak dengan santan
¾
Ditambahkan kelapa Selain dikonsumsi sendiri, ternyata Raskin juga dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya sebagai pakan ternak (Pamekasan, Karangasem, Tidore, Subang, dan Deli Serdang). “Kalau berasnya berkutu masih bisa dipilih, tapi kalau menggumpal atau menjadi bubuk, ya..dijadikan makanan ternak saja,” ujar warga penerima Raskin di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan di Subang, banyaknya menir yang ditemukan dalam Raskin diberikan sebagai pakan
100 | P a g e
ternak ayam oleh sebagian warga. Dengan begitu warga dapat menghemat pengeluaran karena harga pakan ternak per kg bisa mencapai Rp 3.000‐ Rp 4.000. Kegunaan Raskin lainnya adalah untuk sumbangan saat hajatan (berlaku umum di berbagai daerah) atau untuk upacara adat (Buleleng dan Karangasem). Ada pula yang memanfaatkannya sebagai bahan baku usaha, antara lain usaha nasi goreng, bubur (Brebes), digiling menjadi tepung untuk pembuatan makanan olahan (Banjar), makanan ringan khas daerah (Karangasem). Selain itu ada beberapa warga yang menjual lagi Raskin yang sudah ditebus, dengan berbagai alasan berikut ini: ¾ Untuk membeli beras yang lebih baik atau bahan pokok lain seperti jagung atau singkong ¾ Untuk memenuhi kebutuhan dapur seperti garam, bumbu masak, minyak goreng, sayur, dan lauk pauk ¾ Ketika panen padi (bagi yang mempunyai sawah) Adapun harga jualnya cukup bervariasi di berbagai daerah. Ada yang mendapatkan harga jual per kg sebesar Rp 4.000‐Rp 5.000 (Buleleng), Rp 4.500 (Karangasem), Rp 5.000 (Deli Serdang), Rp 5.000‐Rp 6.000 (Brebes), Rp 6.000‐Rp 7.000 (Sampang). Menurut keterangan seorang petugas penyalur Raskin di Kelurahan Bulu Lor Semarang, warga menjual maupun menukar Raskin tersebut kepada tengkulak atau orang yang biasa membeli Raskin dari warga setempat. Untuk 2,5 kg Raskin dapat terjual senilai Rp 12.000, sedangkan apabila ditukar maka Raskin sejumlah itusetara dengan 1,5 kg beras yang biasa dijual di pasar. Ditambahkan oleh pengurus Raskin di kelurahan lainnya, Raskin tersebut akan dijual lagi oleh tengkulak ke pabrik pengolahan tepung beras atau digunakan untuk membuat lontong maupun bubur. Dengan penggunaan Raskin maka akan menekan biaya produksi pembuatan bahan makanan tersebut. Penjualan Raskin bukan hanya dilakukan oleh warga, tetapi juga oleh pengurus Raskin. Hal ini diakui oleh seorang pemilik warung nasi uduk di Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, yang membeli Raskin dari pengurus RT
101 | P a g e
setempat, karena sang pengurus merasa kesulitan menjual Raskin dengan kualitas buruk kepada warga, sementara dalam waktu dua hari mereka harus melunasi pembayaran Raskin ke tingkat Desa. Tetapi transaksi penjualan itu tidak terjadi ketika Raskin datang dalam kualitas yang baik karena sudah habis diserbu warga. Sedangkan di Timor Tengah Selatan (TTS), Sumba Barat Daya (SBD), dan Muna sejauh pemantauan hingga kini tidak ada warga yang menjual Raskin kepada pihak lain. Sebab musim sekarang adalah musim lapar atau kekurangan bahan pangan di TTS, sehingga Raskin dianggap dapat menyelamatkan warga dari situasi itu. Apalagi bagi masyarakat yang hidup di wilayah dengan kondisi tanah berbatu seperti warga desa Totok, SBD, dimana tidak ada tanaman yang dapat tumbuh subur di sana. Masyarakat miskin setempat sangat ingin mendapatkan Raskin untuk mengubah menu makanan harian mereka dari semula hanya berupa ubi dan talas. Sementara di Muna masyarakat masih kuat keyakinannya kalau menjual beras akan berdosa.
4.5.3. Pengembalian Beras Berdasarkan
keterangan
yang
dikumpulkan
dari
pihak
BULOG,
sesungguhnya jika ada beras yang tidak layak konsumsi, maka beras dapat dikembalikan dan ditukar dalam waktu 24 jam. Namun belum banyak warga atau para pengurus Raskin di berbagai wilayah yang mengetahui mengenai adanya mekanisme pengembalian beras tersebut. Di samping itu aparat di desa/kelurahan juga khawatir adanya biaya tambahan saat mengembalikan ke BULOG. Padahal BULOG akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap penggantian beras yang rusak termasuk mengganti biaya pengangkutan atau dengan kata lain tanpa ada penambahan beban biaya. Demikian antara lain yang disampaikan oleh Kansilog Nias Selatan dan BULOG Kabupaten Muna. Walau demikian pengembalian Raskin ini agak sulit dilakukan dalam tempo 24 jam. Karena jarak dan geografis desa yang sangat menyebar, biasanya beras dengan kualitas buruk baru diketahui setelah karung dibuka di titik bagi yang kebanyakan terletak di dusun dan telah lebih dari 24 jam. Apalagi jumlah karung beras yang tiba di titik distribusi (kantor desa) biasanya dalam jumlah yang banyak
102 | P a g e
sehingga pengelola raskin di tingkat desa tidak dapat memeriksa satu demi satu karung Raskin untuk melihat kualitasnya. Selain itu peralatan untuk memeriksa Raskin juga tidak dimiliki oleh petugas raskin di tingkat desa. Oleh karena itu waktu 1 x 24 jam yang diberikan oleh BULOG untuk melakukan penukaran tidak akan mungkin bisa dipenuhi oleh aparat ditingkat desa. Proses distribusi dari kantor desa ke dusun/banjar memerlukan waktu 1‐2 hari, dan kualitas beras baru dapat diketahui pada hari kedua sehingga sudah tidak bisa melakukan klaim. Di samping itu petugas yang mengantarkan beras hanyalah supir truk dan kuli angkut bukan karyawan BULOG, sehingga urusan keluhan tidak bisa ditangani langsung di lapangan. Sementara kendala teknis yang dihadapi di Bogor adalah penyaluran oleh BULOG dilakukan pada malam hari/tengah malam sehingga pihak kelurahan atau warga tidak sempat memeriksa kualitas beras pada setiap karung yang diantar. Kesempatan untuk memeriksa itu baru dapat dilakukan setelah beras sampai di rumah Ketua RT/RW saat beras dibongkar dan ditimbang di sana. Tetapi ketika warga menjumpai beras berkualitas kurang baik, ada semacam keengganan warga untuk mengembalikan beras ke RT/RW/Kelurahan karena beranggapan akan menyita waktu padahal kebutuhan beras sudah tidak bisa ditunda lagi. Meskipun demikian di beberapa wilayah ada sejumlah aparat yang sudah pernah melakukan pengembalian Raskin kepada BULOG, antara lain Semarang, Gowa, Bangka, Makasar. Di Semarang pengelola Raskin pernah mengembalikan Raskin karena ditemukan banyak kutunya dan selanjutnya BULOG mengganti dengan beras yang lebih baik. Pengalaman yang sama pernah dialami oleh aparat kelurahan di Makasar, namun pihak kelurahan harus mengantar dan mengambil penggantinya sendiri serta dengan menggunakan biaya sendiri. Demikian pula yang terjadi di salah satu kelurahan di Bangka pada bulan September. Saat itu ditemukan sekarung beras ukuran 50 kg yang tidak layak konsumsi karena isinya menggumpal seperti sudah pernah terkena air dan kadaluarsa. Barangkali karena penyaluran dari BULOG itu sudah berlangsung lama sehingga tidak mengidentifikasi karung tersebut secara seksama termasuk beras
103 | P a g e
buruk tadi. Lalu pihak kepala lingkungan setempat melaporkan temuan itu kepada pihak BULOG, dan menukarkan dengan beras yang layak dikonsumsi. Penukaran beras dari desa kepada BULOG tersebut, menurut Ketua Tim Raskin BULOG di Bali, rata‐rata per bulan terjadi sebanyak 11%. Diakui oleh pihaknya bahwa cara penyimpanan beras di BULOG masih konvensional dan sangat manual. Hal ini sangat berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dimana beras yang disimpan tersebut semakin lama kualitasnya justru semakin baik. Namun ternyata penukaran beras tidak selalu menghasilkan kualitas yang lebih baik. Antara lain hal ini dialami oleh warga di Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Ada satu desa yang mengembalikan beras dengan kualitas jelek ke BULOG. Pada hari berikutnya beras pengganti datang tetapi dengan kualitas yang tidak lebih baik. Hal ini tentu saja membuat para pengelola Raskin untuk berpikir ulang bila ingin mengganti beras. Apalagi ternyata biaya transportasi tetap ditanggung sendiri oleh pengurus desa. Kini aparat di Brebes agak enggan menukarkan beras lagi kepada BULOG. Bila hampir setiap penyaluran, selalu ada beras dalam kualitas yangburuk, maka akan menyita waktu dan merepotkan atau menambah pekerjaan mereka. Alasan biaya dan waktu juga mengemuka dari wilayah lain, seperti Sampang, Pamekasan, Halmahera Utara, dan Muna. Sempat terpikir akan mengembalikan beras ke BULOG, tetapi selain masyarakat tidak paham caranya, para pengurus Raskin juga mempertanyakan biaya transportasi dan biaya buruh menjadi tanggungan masyarakat atau BULOG. Selain itu kalau dikembalikan ke BULOG prosesnya akan memakan waktu yang lama. Oleh karena itu biasanya masyarakat menerima saja apa adanya beras yang sudah ditebus. Pasrah. Barangkali itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sikap masyarakat miskin pada umumnya terhadap kualitas Raskin. Mereka menerima begitu saja beras pemberian pemerintah dengan harga murah ini. Karena Raskin merupakan bantuan pemerintah, baik buruknya tidak diperhitungkan atau lebih
104 | P a g e
tepatnya sudah dimaklumi. Mereka tetap bersyukur telah mendapatkan bantuan. Tanpa protes. Karena menurut warga di Brebes, “Rasanya tidak etis sudah dikasih beras murah tetapi masih protes.“ Sesungguhnya banyak keluhan masyarakat terhadap kualitas Raskin. Namun biasanya hanya sampai pada obrolan dengan tetangga saja. Sangat jarang keluhan tersebut disampaikan secara langsung kepada perangkat desa. Hal ini terutama karena warga khawatir keluhan atau protes yang disampaikan akan membuat nama mereka dicoret atau dikeluarkan dari Daftar Penerima Raskin. Permasalahan kualitas beras dapat dikatakan sebagai persoalan yang menuntut perhatian serius dari pemerintah. Memperbaiki atau meningkatkan kualitas beras harus menjadi prioritas pemerintah dalam penyaluran Raskin mendatang. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh aparat di Kabupaten Subang berikut ini, “Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan kualitas beras terlebih dahulu dibandingkan mengubah sistim atau menerapkan metode baru.” Bahkan bila BULOG tidak sanggup menyediakan beras dengan kualitas layak konsumsi, salah seorang camat setempat, yang daerahnya merupakan salah satu wilayah lumbung padi, mengusulkan untuk menggunakan beras lokal produksi wilayahnya yang kualitasnya lebih baik daripada mutu beras BULOG.
Harga Raskin
4.6
Tepat Harga merupakan indikator lainnya dalam mengukur keberhasilan
pencapaian penyaluran Raskin. Dimana ketetapannya adalah Raskin ditebus dengan harga Rp 1.600 per kg netto di Titik Distribusi atau lokasi penyerahan Raskin di tingkat Desa/Kelurahan atau lokasi lain sesuai kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Tim BULOG setempat (Pedum Raskin 2012).
Pada umumnya masyarakat penerima Raskin tidak mengetahui berapa harga Raskin
per kg/liter yang ditetapkan Pemerintah. Setidaknya demikianlah yang tergambar dari hasil pengolahan data kualitatif. Hanya sebagian kecil saja yang telah mendapatkan informasi mengenai ketentuan harga Raskin. Sedangkan sebagian besar lainnya hanya mengetahui total biaya yang akan dibayarkan untuk menebus sejumlah Raskin yang
105 | P a g e
menjadi jatahnya, dan sedikit yang menyadari atau memahami bahwa mereka sudah mengeluarkan uang melebihi dari yang seharusnya. Terkait dengan persoalan harga ini, terungkap pula dari beberapa pihak tentang besarnya biaya tambahan yang dikutip serta kegunaannya. Selain itu diperoleh informasi mengenai kemampuan masyarakat miskin untuk menebus beras baik bagi warga yang menerimanya setiap bulan maupun beberapa bulan sekaligus. Selanjutnya dalam bab ini akan dibahas mengenai 1) Kemampuan Menebus Beras dan 2) Biaya Tambahan dan Peruntukannya.
4.6.1. Kemampuan Menebus Beras Mayoritas warga selalu mengambil jatahnya saat beras datang.Termasuk warga penerima Raskin diSampang yang penyalurannya dilakukan dengan model diputar atau bergilir per dusun dimana setiap 1 dusun penyalurannya 2 bulan sekali atau 3 bulan sekali. Demikian pula bagi sebagian warga Semarang Utara yang tidak merasa kesulitan dalam menebus Raskin sejumlah 1‐3 kg saja dengan harga kurang dari Rp 10.000. Hal ini masih dianggap ringan oleh sebagian warga. Apalagi di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung dimana Raskin diberikan secara gratis. Meski demikian bukan berarti kelompok warga yang tidak pernah melewatkan setiap jadwal distribusi Raskin itu selalu mempunyai dana untuk menebusnya. Warga Karangasem, salah satu contohnya, selalu dapat menebus beras dalam setiap penyaluran, karena dibantu secara tidak langsung oleh Kepala Lingkungan yang sudah membayar dimuka seluruh jatah beras warga di lingkungannya. Sehingga warga masih mempunyai waktu sekitar 3 hari untuk melunasi penebusannya. Namun pada setiap penyaluran ada beberapa warga yang tidak menebus Raskin, karena beberapa alasan berikut ini: ¾ Tidak mempunyai uang. Seperti yang dinyatakan oleh seorang warga Ciasem, Kabupaten Subang, berikut ini: “Saya tidak pernah merasakan program raskin karena tidak sanggup menebus walaupun hanya lima liter beras seharga Rp 10.000. Apalagi Ketua RT tidak memberi kelonggaran atau keringanan apapun.”
106 | P a g e
¾ Kualitas beras yang jelek ¾ Musim panen Khusus di wilayah pertanian ketika tiba musim panen kebanyakan warga yang mempunyai lahan maupun para pekerjanya biasanya enggan membeli Raskinkarena masih memiliki persediaan beras dan beranggapan kualitas beras hasil panen lebih bagus dari Raskin. Dari pemaparan tersebut diperoleh gambaran bahwa kemampuan warga kurang mampu ini tetap saja dalam keterbatasan terutama dalam persoalan ketersediaan dana. Pekerjaan mereka yang kebanyakan pada bidang usaha yang tidak memberikan penghasilan yang tetap membuat mereka seringkali kesulitan membayar Raskin. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan warga penerima Raskin bertambah sulit untuk menebus beras yang menjadi jatahnya.
1.
Jadwal datang beras setiap bulan tidak tetap waktunya. Misalkan distribusi pernah dilakukan pada tengah bulan atau kadang pada
awal bulan. Tetapi tidak selalu pada waktu tersebut. Waktu yang tidak tentu itu menyulitkan mereka yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap untuk menyiapkan dananya. Tidak bisa dipastikan apakah mereka mempunyai uang atau tidak ketika beras datang dalam jadwal yang tidak menentu ini. Apalagi jika Raskin disalurkan saat masyarakat belum menerima gaji atau bahkan ketika uang penghasilan warga sudah habis atau tanggal tua. Akibatnya pada situasi seperti itu dimana ada warga yang tidak menebus Raskin maka jatahnya akan dialihkan kepada warga penerima lainnya. Dan bilakeluarga lain yang tercantum dalam DPM itu tidak mampu atau tidak sanggup menebusnya maka biasanya akan ditawarkan kepadamasyarakat lainnyaselain yang terdaftardi DPM. Di Buleleng ada beberapa dusun yang mempertanyakan masalah jadwal penebusan beras ini. Karena ketua lingkungan/RT di wilayah mereka tidak mengumumkan kapan tepatnya beras dapat ditebus. Mereka hanya diberi tahu bahwa waktu penebusan beras hanya 1 hari, dan bila melampaui dari jadwal tersebut aparat tidak akan melayani lagi dengan alasan beras sudah ditebus oleh warga lainnya. Padahal warga masih mengumpulkan dana untuk menebusnya
107 | P a g e
dengan menempuh berbagai cara seperti mengumpulkan barang‐barang bekas terlebih dahulu untuk dijual atau bekerja serabutan lainnya. Ternyata ada permainan di sana. Hasil observasi di lapangan menemukan bahwa pada setiap penyaluran di wilayah itu selalu ada tukang tadah yang sudah siap menampung beras dari Kepala RT dengan harga pasaran berkisar Rp. 4.000 ‐ Rp. 5.000.
2.
Penyaluran beras dalam waktu beberapa bulan sekaligus Di beberapa wilayah, dengan pertimbangan utama menghemat biaya
transportasi, distribusi beras kepada keluarga miskin yang tercantum dalam DPM seringkali dilakukan tidak setiap bulan (antara lain di Nias Selatan, Karangasem, Timor Tengah Selatan, Buton, Muna, Halmahera Utara, Tidore), misalnya dalam kurun waktu 3 bulan sekali atau 4 bulan sekali. Penyaluran beberapa bulan sekaligus seperti itu dirasa sangat memberatkan bagi masyarakat. Terlebih bila datangnya beras bertepatan dengan adanya upacara di dusun/desa (Karangasem) atau pada waktu hasil bumi berkurang (Nias Selatan). Padahal terkadang beras yang diterima tidak sesuai dengan jatah sejumlah bulan penyaluran yang sudah dibayar oleh warga. Artinya ketika warga telah membayar beras untuk jatah 3 bulan, misalnya, maka selayaknya mereka akan menerima beras sebanyak jatah 3 bulan tersebut. Tetapi kadang tidak demikian praktik yang terjadi di lapangan. Hal itu terjadi belum lama ini di Lahusa, Nias Selatan. Warga diminta membayar jatah beras untuk 3 bulan berikutnya, sementara jatah 3 bulan sebelumnya yang telah mereka setor sekaligus masih belum genap diterima semuanya atau tersisa jatah 1 bulan lagi. Di sisi lain dengan pola penyaluran seperti ini ada sebagian masyarakat yang tidak sanggup bila harus menebus jatahnya sebanyak jumlah bulan distribusinya. Misalnya seharusnya warga berhak menebus Raskin sejumlah 45 kg untuk jatah distribusi selama 3 bulan, tetapi karena tidak memiliki cukup dana maka mereka hanya mampu menebus 20 – 30 kg.
3.
Pembayaran Raskin harus dilakukan sebelum penebusan. Bagi para pengelola hal ini meringankan karena hasil pembayaran dari
warga dapat disetor guna pengambilan beras jatah desanya. Namun jika penagihan
108 | P a g e
dilakukan sebelumnya selain warga belum mempunyai dana tebusan juga khawatir tidak akan menerima beras sesuai harga yang sudah dibayar. Masyarakat lebih semangat membayar jika beras sudah datang dan terlihat berada di kantor desa/kelurahan. Terkait dengan hal tersebut, di Desa Sidamangura dan Konawe, Kabupaten Muna, sering terjadi keributan pada setiap pembagian Raskin. Karena masyarakat yang sudah membayar sebelumnya justru tidak dapat menerima jatahnya. Aparat desa justru mendahulukan pelayanan terhadap warga yang menebus setelah beras datang dibandingkan mereka yang telah membayar jauh sebelum hari penebusan tiba. Ketika warga mengajukan keberatan dan protes mengenai persoalan itu, pihak aparat desa justru menawarkan pengembalian uang mereka sebagai solusinya.
4.
Adanya biaya tambahan Biaya tambahan di luar harga semestinya Raskin turut menambah kesulitan
warga meski bagi sebagian orang barangkali tidak besar nilainya. Khusus tentang hal ini selengkapnya akan dibahas dalam bagian tersendiri di bab ini (Biaya Tambahan dan Peruntukannya). Warga yang sering mengalami kesulitan dalam menebus Raskin mungkin tidak banyak jumlahnya. Terutama para lansia, janda, keluarga miskin sekali dan keluarga miskin dengan banyak anak. Akan tetapi jumlahnya akan semakin bertambah pada saat musim paceklik dan tidak banyak pekerjaan di lingkungan tempat tinggalnya. Karena rata‐rata pekerjaan warga adalah petani, nelayan, pekerja lepas, dan buruh.Sehingga pada saat musim paceklik atau sedang mengganggur, mereka tidak punya pendapatan sama sekali. Seperti di Batumarmar, Pamekasan, misalnya. Meski terlihat banyak rumah besar dan mewah di sana namun itu merupakan hasil dari masa lalu saat mereka bekerja sebagai TKI bukan cermin keadaan sekarang. Karena setelah kembali ke kampungnya mereka tidak bekerja lagi atau hanya bekerja sebagai petani yang tidak menentu penghasilannya. Keadaan tak pasti ini dialami juga oleh buruh tani bawang di Brebes. Ketika musim paceklik mereka kehilangan pendapatan yang biasanya diterima sebesar Rp 12.000 untuk setengah hari kerja. Sedangkan di Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, masa‐masa sulit penduduk di sana justru terjadi pada saat panen
109 | P a g e
padi. Pundi keuangan mereka terisi kala tiba musim jambu sekitar bulan September‐Desember. Jadi kemampuan keuangan mereka tergantung musim. Begitu pula para nelayan di Semarang Utara. Mereka pergi melaut tidak setiap hari dan ketika melaut pun belum tentu memperoleh hasil. Oleh karena itu banyak pula di antara mereka yang bersedia melakukan usaha apa saja atau bekerja serabutan sepanjang mendatangkan uang. Seperti yang diungkapkan oleh seorang warga di Semarang, yang tinggal bersama anak‐anaknya yang sudah berkeluarga beserta cucu‐cucunya dengan total anggota rumah tangga sejumlah 8 orang dalam rumah berukuran 4x5 m2 dan berdinding papan. Penghasilan keluarga ini tidak menentu karena hanya menantu dan cucunya saja yang bekerja secara serabutan. Sehingga mereka seringkali merasa kesulitan untuk menebus raskin. Untuk mensiasati hal ini cara yang umum ditempuh oleh kebanyakan warga adalah meminjam uang atau berhutang. Baik pada tetangga, saudara, kepala desa maupun
pihak
lainnya.Pinjaman
akan
dikembalikankelak
setelahmereka
mempunyai uang atau mendapatkan kiriman dari keluarga yang merantau. Sedangkan para jompo dan janda mengandalkan pemberian uang dari sanak saudara dan anak‐anaknya. Cara lainnya adalah menjual harta yang masih dimiliki atau menjual hasil kebun berupa sayur mayur, singkong, ubi, buah‐buahan (antara lain di Timor Tengah Selatan, Buton, Muna) dan hasil ternak seperti ayam, babi, dan kambing (antara lain di Timor Tengah Selatan). Ada pula yang sengaja menyisihkan uang atau menyimpan sisa uang belanja harian demi dapat menebus Raskin. Meski kebanyakan titik bagi menerapkan sistim beras boleh dibawa pulang oleh warga setelah dibayar atau ‘ada uang ada barang’, tetapi di beberapa wilayah lainnya terdapat pengecualian. Di Semarang Utara masyarakat diperbolehkan mengambil Raskin terlebih dulu dan membayarnya setelah mempunyai uang. Bahkan bagi warga yang sangat tidak mampu biasanya ditalangi terlebih dahulu oleh tetangga yang lebih mampu atau oleh aparat desa seperti kepala dusun/ketua RT/ketua RW/kepala desa/korlap Raskin. Dana talangan itu, menurut pengakuan
110 | P a g e
pengelola Raskin di Sampang, dapat mencapai 30 % dari jumlah keseluruhan hasil pembayaran Raskin desa. Di Brebes ada ketua RT yang terpaksa menggunakan uang pribadi atau nombok hingga Rp 400.000 setiap bulan karena beras tidak ditebus warga yang tidak mampu. Jika demikian kondisinya aparat terpaksa harus menutupi jumlah keseluruhan tebusan beras termasuk menanggung pembayaran dari warga yang belum melunasi pembayaran atau menunggak (di Nias Selatan, ada yang menunggak sampai 3‐6 bulan). Selain dengan cara merogoh kantong pribadi, ada pula pengelola Raskin yang mengambil jalan dengan menjual beras yang tersisa kepada pihak lain. Dengan harga yang lebih tinggi atau yang berlaku di pasaran. Tentu saja ada laba di sana. Namun mereka berdalih hal ini dilakukan supaya dapat mengembalikan uang tebusan saat mengambil beras di BULOG. Di sisi lain bila ingin dibandingkan antara harga Raskin yang ditetapkan dengan nilai kualitasnya, kebanyakan warga menganggap kedua hal itu sudah setara atau sesuai. Dengan nada yang pasrah bahkan tak jarang yang sinis. “Yaa…, harga Rp 2.000 wajarlah kalau kualitasnya juga seperti ini,” demikian pernyataan salah seorang warga di Bogor. Atau seperti yang diungkapkan oleh masyarakat di Semarang dan Gowa, “Harga tersebut memang sesuai karena kualitasnya juga jelek.” Jauh lebih jelek dari beras di pasar, tambah warga Muna. Jadi semuanya tergantung pada sudut pandangnya. Beras akan dinilai kualitasnya berdasarkan harga yang mana. Bila hanya berdasarkan angka Rp 1.600 atau Rp 2.000 atau variasinya, maka harga yang ditebus warga sudah sesuai dengan kualitasnya. Namun jika ditinjau dari harga beli Pemerintah ke BULOG sebesar Rp 6.000 (antara lain di Deli Serdang, Bogor) atau Rp 7.000 (antara lain di Gowa), maka beras yang selama ini diterima warga dinilai masih jauh dari kualitas seharusnya pada harga tersebut.
4.6.2. Biaya Tambahan dan Peruntukannya Harga yang dibebankan kepada sebagian warga untuk membeli Raskin lebih dari yang ditetapkan Rp 1.600 per kg. Besarnya beragam di berbagai wilayah. Sebagian warga di Deli Serdang, Nias Selatan, Semarang, Sampang, Buleleng,
111 | P a g e
Karangasem, Buton, Halmahera Utara, dan Tidore menebus beras dengan harga antara Rp 1.700‐Rp 3.000 per kg. Sementara masyarakat di Subang, Brebes, dan Gowa dibebani harga Rp 1.800‐Rp 2.500 per liter. Dan sebesar Rp 2.000‐Rp 2.500 per liter bagi warga di Bogor, Banjar, Barito Kuala. Menurut warga desa Madongka, Buton, “Jika kami bandingkan dengan harga pasar, harga Rp 2.000 sangat murah. Kami bayar 1 karung (15 kg‐red) seharga Rp.35.000. Ada biaya Rp. 5.000 katanya untuk sumbangan desa jika ada urusan atau kegiatan sosial di desa kami tidak ditagih lagi.” Oleh karena itu pada akhirnya besarnya biaya tambahan disesuaikan dengan kebutuhan atau peruntukan setiap desa/kelurahan. Langkah penambahan harga tersebut, menurut para pengelola Raskin, terpaksa ditempuh terutama digunakan untuk menutupi biaya transportasi dan pembelian kemasan (berupa kantong plastic, karung, dll). Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang petugas Raskin di Tidore :
Bila ditelusuri berdasarkan hasil wawancara
mendalam dan diskusi terarah, ditemukan beragam peruntukan dari kelebihan harga resmi Pemerintah. Catatan selengkapnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
FG “Sebenarnya harus dijual Rp. 1.600/Kg, namun karena biaya penebusan ini kami pinjam maka ada bunga 10% yang harus dibayar, selain itu pembelian kantong plastik untuk mengisi beras (5 pak), dan sisa lainnya diberikan untuk honorarium petugas”. (Petugas Raskin, Tidore)
ED
112 | P a g e
Tabel 4.9 Peruntukan Biaya Tambahan di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev No
Kabupaten/Kotamadya
Peruntukan
1
Deli Serdang
Operasional petugas, kantong plastik/karung
2
Nias Selatan
Angkut, gudang, administrasi termasuk Satgas Raskin
3
Bangka
‐
4
Belitung
Sumbangan sukarela, uang konsumsi, upah para penimbang
5
Bogor
Transportasi, kemasan/plastic
6
Subang
Kas RT (upah RT, kursi)
7
Brebes
Iuran RT, transportasi
8
Semarang
Transportasi, kemasan/plastic, kas RT
9
Sampang
Transportasi
10
Pamekasan
Transportasi
11
Karangasem
Transportasi, kantong plastic
12
Buleleng
Transportasi, kantong plastik, upah petugas, Kas Desa
13
Sumba Barat Daya
‐
14
Timor Tengah Selatan
Transportasi
15
Barito Kuala
Transportasi, upah angkut, plastik, susut beras
16
Banjar
Transportasi, bongkar muat, upah kemasan dan timbang
17
Gowa
Honor petugas
18
Makasar
Administrasi,angkut, karung
19
Buton
Transportasi, masjid, keperluan desa
20
Muna
Sumbangan desa
21
Halmahera Utara
Transportasi, upah petugas
22
Tidore Kepulauan
Transportasi, kantong plastic, honor petugas, bunga pinjaman
113 | P a g e
Biasanya biaya tambahan merupakan hasil musyawarah desa dengan peruntukan yang sudah disepakati pula. Seperti yang terjadi di Kelurahan Kombeli, KabupatenButon,
dimana
hasil
musyawarah
memutuskan
pada
setiap
penebusanwarga dikenakan biaya tambahan sebesar Rp1.000. Dengan pembagiansebagai berikut: 40% untuk kelurahan,40% untuk kegiatan mesjid,10% untuk kegiatan generasi muda, dan 10% untuk kegiatan adat. Demikian pula di Halmahera Utara. Untuk harga Raskin sebesar Rp 2.000 per kg, maka alokasinya adalah Rp 1.700 akan disetor ke kecamatan, Rp 100 untuk biaya transportasi petugas kecamatan, dan Rp 200 untuk petugas Raskin desa. Biaya transportasi, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, merupakan alasan utama kebanyakan desa mengutip tambahan dari harga resmi. Karena harus menanggung biaya pengambilan beras ke BULOG yang berjarak 60 km dari lokasi desa, maka aparat salah satu desa di Buton mengenakan tambahan biaya sebesar Rp 2.000 untuk satu kali penebusan pada warganya. Padahal berdasarkan hasil wawancara dengan BULOG Divre Bau‐Bau, biaya penyaluran (berupa biaya buruh dan transportasi) sampai ke titik distribusi (kantor desa/kelurahan) dan biaya penyimpanan (berupa biaya perawatan beras) menjadi tanggungan BULOG yang bersumber dari Anggaran Pusat. Alasan serupa muncul pula dari Kecamatan Kota Soe dan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan alokasi dana transportasi sebesar Rp 100 – Rp 150 per kg. Khusus Kecamatan Kota Soe menjadi menarik karena sebenarnya letak kecamatan ini sangat dekat dengan gudang beras, sementara kecamatan lain yang lokasinya jauh dari gudang beras justru tidak mengutip biaya transportasi dari warganya. Sementara di Sampang, dari hasil FGD, terungkap bahwa di beberapa desa berlaku pungutan uang transpor lokal dalam desa guna mengangkut beras dari rumah kepala desa ke rumah kepala dusun. Hal yang sama berlaku pula di Makasar, Buleleng, dan Karangasem. Besarnya Rp 200 – Rp 400 per kg beras yang ditebus atau Rp 1.000 per RTS.
114 | P a g e
Sedangkan di Banjar tambahan biaya digunakan untuk biaya bongkar muat beras dari titik distribusi di kecamatan sampai ke titik distribusi dan transportasi. Seperti di Kecamatan Sei Tabuk, desa Lok Buntar, untuk kuota 2.850 kg biaya transport yang dikenakan pada warga adalah Rp 400/kg, sehingga total ongkos transportasi yang dikeluarkan sebesar Rp1.140.000 dengan dua moda transportasi yakni mobil dan perahu. Selain untuk transportasi, kelebihan harga juga dialokasikan untuk pengelola Raskin itu sendiri. Dengan nama atau istilah yang berbeda. Ada yang mengatasnamakan biaya operasional petugas raskin. Ada pula yang menyebut jasa pendistribusian, hanya karena tim Raskin desa tidak menerima beras jatah. Padahal di beberapa wilayah ditemukan para pengelola Raskin turut menikmati berkah beras murah ini. Seorang kader Posyandu di Kecamatan Subang yang merangkap sebagai pengelola Raskin tingkat RW mengaku bahwa setiap kader dan RT mendapat jatah beras masing‐masing 1 karung ukuran 15 kg, sementara RW setiap bulan mendapat jatah Rp 100.000. Ditambahkan oleh seorang ketua RT di Kecamatan Cipunagara, Subang, dari penyelenggaraan program Raskin ini RT mendapat upah Rp 100.000 per bulan. Dan ternyata berkah Raskin begitu luas hingga berwujud kursi. Kini setiap RT di salah satu desa di Subang sudah mempunyai kursi yang lazim dimanfaatkan untuk pertemuan tingkat RT atau disewakan untuk hajatan sebagai pemasukan kas RT. Selama ini warga tidak pernah mengajukan keberatan atau protes kepada pihak pengelola Raskin karena ada kekhawatiran bila melakukan protes maka tidak akan diperbolehkan menebus Raskin lagi. Untuk meminta keringanan kepada aparat desa pun merekatidak berani dan takut diprotes oleh warga lainnya. Sehingga keluhan mereka hanya disampaikan pada tetangga saja. Sedangkan warga yang tidak merasa keberatan dengan biaya tambahan tersebut beranggapan bahwa itu hal yang wajar dan manusiawi mengingat tim Raskin desa telah bekerja keras. Mulai dari pengutipan yang terkadang sampai berkali‐kali menjemput ke rumah warga karena tidak ada uang atau sedang pergi hingga tiba saat pendistribusian.
115 | P a g e
Namun ada beberapa wilayah yang tetap memberlakukan harga Raskin sesuai ketetapan Pemerintah. Dan keputusan itu tidak berlaku di semua wilayah administrative dari tingkat paling atas sampai paling rendah di tingkat desa. Hanya 1 desa atau kelurahan dalam suatu kecamatan atau 1 kecamatan dalam suatu kabupaten saja. Contohnya antara lain adalah desa Mayong di Kecamatan Seririt, Buleleng; desa Seraya Timur, Karangasem; begitu pula Kecamatan Kedundung, Sampang dan Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang. Di wilayah Kecamatan Lubuk Pakam, tidak ada tambahan biaya untuk penebusan raskin. Warga menebus beras dengan harga Rp. 1.600/kg atau Rp. 24.000 per 15 kg. Sedangkan biaya lain seperti biaya transportasi menjadi tanggungan pihak desa yaitu dari dana Alokasi Dana Desa (ADD). Begitu pula yang terjadi di Kecamatan Kedundung. Namun pihak penanggung biaya lainnya (berupa bongkar muat dan transportasi dari desa ke dusun) berbeda pada setiap desa sampel. Di desa Batoporo Timur dan Banjar, biaya lain diambil dari kas desa, sementara di desa Palenggiyan dan Jerruan berasal dari dana pribadi. Demikian pula di Sumba Barat Daya. Harga tebus beras dari masyarakat sesuai dengan pedoman umum Raskin. Tanpa ada biaya tambahan lainnya, sekalipun bagi masyarakat yang tinggal di desa yang berjarak sekitar 59 km menuju BULOG atau harus ditempuh selama 5.5 jam. Biaya angkut dari BULOG ke titik distribusi (desa) menjadi tanggungan BULOG melalui pos biaya operasional Raskin yang telah ditetapkan dari Pusat. Selain itu BULOG juga menanggung biaya koordinasi dengan pemerintah kabupaten sejumlah Rp 1.500.000/bulan, dengan kecamatan Rp 100.000/bulan, dan dengan pemerintah desa Rp 30.000/bulan. Sedangkan APBD Kabupaten hanya menanggung biaya sosialisasi. Jadi tidak ada biaya lain lagi yang dikenakan bagi penerima Raskin, selain biaya tebus raskin, yakni Rp. 1.600/Kg. Lain halnya yang terjadi di Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera Utara. Di wilayah ini masyarakat menebus Raskin tanpa membayar. Karena seluruh biaya tebus ditanggung oleh PT. NHM sebagai wujud tanggungjawab social perusahaan terhadap masyarakat lingkar tambang.
116 | P a g e
Agak berbeda dengan wilayah lainnya, masyarakat di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung tidak perlu mengeluarkan biaya apapun untuk menebus Raskin atau gratis.Hal ini sudah berlaku di Propinsi Bangka Belitung sejak tahun 2009 dimana biaya beras Rp 1.600/kg disubsidi dari APBD Propinsi melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (total Rp 8,9 miliar). Sedangkan biaya angkut/distribusi ditanggung oleh APBD Kabupaten masing‐masing. Untuk biaya operasional Raskin pemerintah Kabupaten Bangka telah mengalokasikan anggaran khusus senilai Rp 300/Kg. Biaya tersebut digunakan untuk kepentingan para perangkat kelurahan/desa ketika mendistribusikan raskin. Sementara pemerintah Kabupaten Belitung menanggung biaya yang disebut sebagai upah timbang sebesar Rp 4.000 per RTS untuk setiap kali penyaluran. Meski demikian tetap saja ada istilah ‘sumbangan sukarela’, ‘uang konsumsi’, dan lain sebagainya dengan nilai yang bervariasi. Ada yang sebesar Rp 3.000, Rp 5.000, atau Rp 6.000 yang diserahkan pada saat pengambilan untuk satu paket Raskin. Sumbangan itu diberikan secara langsung pada aparat, tetapi ada pula yang dimasukkan ke kotak sumbangan yang sudah disiapkan oleh pihak desa. Tambahan biaya yang dikutip di Belitung ini terkesan janggal. Apalagi jika dana tambahan itu digunakan untuk membayar biaya timbang yang sesungguhnya sudah ditanggung oleh APBD Kabupaten.Namun setelah bulan September atau sejak dibagikan beras dengan ukuran karung kecil 15kg, pengelola desa Air Seru tidak lagi memungut biaya timbang karena tidak perlu membayar tenaga penimbang lagi.
117 | P a g e
BAB V P E N U T U P 5.1. Kesimpulan Dari kegiatan monitoring atas pelaksanaan program raskin, maka beberapa masalah yang ditemui secara umum meliputi : 1)
Di sejumlah lokasi, kegiatan sosialisasi tentang program raskin terutama kepada masyarakat kurang dilaksanakan sehingga warga kurang mnegetahui secara benar bagaimana mekanisme dan ketentuan dari program raskin.
2)
Poster DPM di sebagian besar desa/kelurahan tidak atau belum dipasang sehingga warga tidak mengetahui apakah sebagai rumah tangga sasaran penerima manfaat atau tidak
3)
Pembagian raskin umumnya diberikan secara merata sehingga jumlah beras yang diterima oleh setiap warga tidak seluruhnya sesuai dengan alokasi yang ditentukan yaitu sebanyak 15 kg
4)
Titik pendistribusian di beberapa lokasi dianggap oleh warga jauh dari tempat tinggal warga penerima, sehingga membutuhkan tambahan biaya untuk transportasi
5)
Di berbagai daerah, kualitas beras yang dibagikan masih jauh dari layak atau sesuai dengan kualitas beras di pasar. Meskipun dalam penyaluran dalam 2 bulan terakhir sudah lebih baik.
6)
Di sebagian lokasi, beras yang disalurkan ke warga dijual kembali ke pasar dan pedagang dan hasil penjualannya digunakan untuk membeli beras dan keperluan lainnya. Kegiatan monitoring atas program raskin di 11 Propinsi, pada dasarnya telah
berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan. Sampai laporan dibuat sudah 92,3 % dari 220 desa yang telah dikumpulkan informasinya dengan mewawancarai sekitar 2000 rumah tangga miskin yang menjadi penerima manfaat. Termasuk telah mewawancarai 1 komunitas di 220 desa. Untuk melengkapi informasi, Kegiatan diskusi kelompok juga telah
118 | P a g e
dimulai meskin baru di 5 Kecamatan. Hal ini dikarenakan tidak ada hambatan yang berarti yang berpengaruh terhadap proses monitoring. Masalah birokrasi perizinan relative dapat diselesaikan oleh coordinator kabupaten sehingga tidak berpengaruh terhadap penundaan wawancara. Satu‐satunya hambatan yang berpengaruh adalah lokasi desa monitoring yang sangat jauh, kondisi geografis yang berat dan tingkat keamanan yang rendah seperti di Nias Selatan 5.2.
Tindak Lanjut Belajar dari pelaksanaan monitoring dan evaluasi pada putaran I dan II, maka dalam
rangka meningkatkan kualitas data pada putaran III yang direncanakan berlangsung dalam bulan Januari 2013, beberapa kegiatan pengumpulan data yang akan dilakuan adalah : 1)
Survei Kuantitatif, dengan melakukan wawancara kepada 3.000 RTS‐PM yang tersebar di 22 Kabupaten/Kota dengan instrument yang lebih sederhana
2)
Survei Kualitatif , dengan melakukan indepth interview terhadap komunitas di tingkat dusun, desa, kecamatan dan kabupaten terhadap beberapa nara sumber yang kompeten dan mengerti masalah pengelolaan raskin Dalam rangka pelaksanaan 2 bentuk kegiatan tersebut diatas, maka sub‐kegiatan
yang akan dilakukan sesuai dengan hasil diskusi dengan TNP2K untuk proses pengumpulan data putaran I dan II yang berakhir pada bulan Desember 2012, maka tindak lanjut kegiatan yang akan dilakukan oleh Tim Prisma – LP3ES untuk putaran III adalah sebagai berikut : 1.
Menyelesaikan penulisan laporan kegiatan wawancara dengan rumah tangga miskin di 10 desa dan komunitas pada putaran III
2.
Menyelesaikan persiapan monev, seperti ; surat izin pemerintah, penggandaan kuesioner dan
3.
Melanjutkan kegiatan indepth interview dengan wakil masyarakat di 66 kecamatan (186 desa)
4.
Melaksanakan kegiatan FGD dengan Tim Raskin dan instansi terkait di 22 Kabupaten
5.
Melakukan kegiatan entry data dan pengiriman ke Prims‐LP3ES
119 | P a g e
6.
Melakukan kunjungan untuk memantau pelaksanaan kegiatan wawancara
7.
Menyusun laporan hasil monitoring putaran III
8.
Mempresentasikan dan membahas hasil monitoring putaran III dengan TNP2K
120 | P a g e