No. Kode : 26.3.RPTP.1435.A.1
LAPORAN AKHIR TAHUN 2010
Pengkajian Pengembangan Model Integrasi Kelapa Sawit Rakyat dan Sapi (untuk meningkatkan pendapatan petani sekitar 20 persen) Oleh Iswandi HBasri Ruswendi Yahumri
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2 0 10
1
LEMBAR PENGESAHAN 1.
Judul
2. 3. 4.
5.
Unit Kerja Alamat Unit Kerja Penanggung Jawab a. Nama b.Pangkat /Golongan c. Jabatan c1. Struktural c2. Fungsional Lokasi Kegiatan
6. 7. 8. 9.
Status Kegiatan Tahun Dimulai Tahun ke Biaya
: Pengembangan Model Integrasi Kelapa Sawit Rakyat dan Sapi (untuk meningkatkan pendapatan petani sekitar 20 persen : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu : Jalan Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 : : Prof.Dr.Ir.Iswandi HB, M.Sc : Pembina Utama (IV/e) : : ---: Profesor Riset : Desa Tanjung Mulia, Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko : Lanjutan : 2009 : dua : Rp 35.250.000 Tiga puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah rupiah)p000 (Seratn juta empat ratuupiah)
Mengetahui Kepala Balai,
Dr. Ir. Tri Sudaryono, MS NIP. 19580820 198303 1 002
Penanggung Jawab,
Prof.Dr.Ir.Iswandi HB, M.Sc NIP 19460930 197703 1 001
2
KATA PENGANTAR Pertama-tama marilah kita selalu mempersembahkan puji dan syukur pada Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat karunia dan hidayahNya sehingga kegiatan Pengkajian Integrasi Kelapa Sawit rakyat dan Sapi TA 2010 ini dapat terselenggara dengan lancar, sehingga dapat dijadikan bahan dalam penyusunan laporan akhir tahun. Laporan ini disusun sebagai kewajiban penanggung jawab selama melaksanakan kegiatannya. Dalam laporan ini dilaporkan kegiatan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Muko muko. Kegiatan lapangan di Muko muko dilaksanakan mulai bulan
April
sampai Desember 2010. Kegiatan ini melibatkan 20 orang petani kooperator yang sudah mempunyai tanaman Kelapa Sawit dan Sapi. Namun hanya 9 kooperator yang mempunyai kelapa sawit sudah berproduksi, yang lain tanaman mereka belum berbuah atau belum berproduksi. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelenggaraan kegiatan dan penyusunan laporan masih banyak ditemui berbagai kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami hargai demi perbaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semuanya. Bengkulu, 31 Desember
2010.
Penanggung Jawab Kegiatan
DR.Ir.Iswandi M.Sc NIP. 19460930 197703 1 001
3
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL ........................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. DAFTAR TABEL............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... Ringkasan.................................................................................................... Summary.....................................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii
I. PENDAHULUAN.........................................................................................
1
I.1. Latar Belakang......................................................................................... I.2.Tujuan .................................................................................................... I.3.Target Keluaran ....................................................................................... I.4. Prakiraan Hasil ....................................................................................... I.5. Perkiraan Manfaat dan Target ..................................................................
1 2 2 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4 III. METODA PENELITIAN ............................................................................ 7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 9 V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………………………… 11 Kesimpulan ………………………………………………………………………………………… 11 Saran ………………………………………………………………………………………………… 12 VI. KINERJA HASIL PENELITIAN ………………………………………………………………. 13 VII. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………….. 14 Lampiran-Lampiran ..................................................................................... 17
4
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Biomassa tanaman dan olahan kelapa sawit untuk setiap Hektar ............................................................................ Tabel 2. Komponen Model Integrasi Kelapa Sawit – Sapi ................
3 7
5
LAMPIRAN Lampiran 1. Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit......................... 17 Lampiran 2. Kriteria sifat fisik lahan untuk tanaman kelapa sawit............................ 18 Lampiran 3. Potensi Produksi TBS Kelapa Sawit (ton/ha/tahun berdasarkan Kelas lahan...................................................................................... 19 Lampiran 4. Produksi kelapa sawit yang dipupuk dan tidak dipupuk di desa Tanjung Mulia 2010......................................................................... 20
6
RINGKASAN Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (SISKA) membuka peluang pengembangan agribisnis ternak sapi dan perkebunan kelapa sawit dan dapat menjadi sentra bibit sapi dan industri daging. Dalam jangka panjang hal ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor daging dan sapi bakalan terutama dari negara Australia yang pada tahun 2003 mencapai sekitar 400 ribu ekor. Pengembangan SISKA juga akan memberikan peluang untuk terciptanya lapangan kerja, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta menjaga pelestarian lingkungan dengan cara pemanfaatan limbah pabrik secara optimal. Sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA) yang ada saat ini perlu kembangkan agar produktivitas ternak sapi yang dipelihara dapat meningkat. Kelembagaan yang ada belum efektif, pengelolaan usaha peternakan sapi masih menyatu dengan usaha kebun, sehingga perlu perbaikan dalam hal sistem pengelolaan dan manajemen organisasi. Sistem integrasi kelapa sawit dan sapi yang akan dikembangkan diharapkan kedua komponen dapat saling menunjang dalam hal penyediaan pupuk organik dan pakan ternak serta tambahan pendapatan untuk petani. Kabupaten Muko-Muko dengan luas 4.036, 7 ha dengan penduduk 158.590 mempunyai luas tanaman kelapa sawit yang menghasilkan (TM) 6.015,75 ha dengan jumlah rumah tangga 9.989 rumah tangga. Setiap hektar tanaman kelapa sawit dengan populasi 130 batang, akan menghasilkan minyak mentah (CPO) sebesar 175 – 250 kg tergantung kadar minyak dari jenis yang ditanam. Disamping minyak segar setiap hektar kebun kelapa sawit menghasilkan biomas yang cukup besar bila diolah menjadi pakan dan pupuk organik. Tanaman kelapa sawit yang ditanam petani umumnya hanya diberi pupuk kandang yang tersedia di lokasi dengan takaran yang seadanya (tanpa adanya takaran yang pasti). Petani memberikan pupuk dalam keadaan segar, atau pun kotoran sapi yang dikeluarkan di kebun karena kebun kelapa sawit juga di gunakan tempat menambatkan sapi. Dari hasil pengamatan terhadap produksi buah (Tandan Buah Segar, TBS) terhadap tanaman yang berumur 3-5 tahun dan > 6 tahun didapatkan data sebagai berikut: Tanaman yang berumur > 6 tahun yang di pupuk dengan NPK menghasilkan 10 – 20 kg/batang/panen dan tanaman yang tidak di pupuk 1,0 – 6,8 kg/batang/panen. Disini terlihat peningkatan produksi yang nyata. Namun demikian pertambahan berat sapi per hari termasuk rendah tidak mencapai 0,2 kg/ekor/hari. Hal ini disebabkan petani hanya memberikan rumput alam yang diarit pada sore hari (untuk makan malam sapi) sedangkan pada siang hari sebagian di tambatkan di kebun sawit. Sapi dewasa terlihat sehat namun anak sapi yang baru lahir memerlukan obat cacing. Selama tahun 2009 walaupun pemberian makanan tambahan berupa daun/pelepah kelapa sawit untuk sapi belum direspon secara merata oleh petani. Baru beberapa orang petani yang melakukan dan sapi mereka mau memakan daun kelapa sawit. Untuk tahun 2010 perlu dikhususkan beberapa kooperator yang akan melaksanakan pemberian pakan tambahan berupa daun/pelepah kelapa sawit dan solid. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan peneliti melakukan bimbingan terhadap petani kooperator.
7
EXECUTIVE SUMMARY Palm Oil – Cattle Integration system offer the chance to develop palm oil – cow agribussiness production, cow breeding as well as beef production and in long run will be reduced the dependency of import. Palm Oil – Cow Integration System offer the prospect to create job opportunity, regional in come, guarding clean environment through optimum utilization of factory waste. The present Palm Oil – Cow need to be improved to increase cow productivity. The present farmers organization were not effectively function, cow management were done under plam oil tree unless additional feed were given. The integrated palm oil cow system which will developed is the system where the two component must be integrated each other in term of feed for cow from palm oil leaves and cow disposal to fertilized palm oil as well as provided the additional income for farmers. Muko muko District cover the area of 4,036.7 ha with population 158,590 head have palm oil plantation 6,015.75 ha and the number of household involves 9,989. Every hectare land have 130 palm oil plant will produce Crude Palm Oil around 175 – 250 kg depend on variety planted. Beside Crude palm oil palm oil also produced abundant biomass which can be processed to become organic fertilizer. Farmer only applied cow manure available in situ during planting and is fresh farm manure which available in situ without processed earlier and exact amount they applied. Observation on production of Fresh Fruit Bunch (FFB) to palm oil at age 3-5 and over 6 year old are as follow: palm oil more than 6 years old which fertilized with organik manure and NPK fertilizer producwed 10 – 20 kg/plant/harvest while plant without fertilizer produced only 1,0 – 6,8 kg/plant/harvest. However cow daily weight gain is less than 0,2 kg/head. The reason might be due to farmers give only natural grass for cow during the night and during the day cow tied under palm oil trunk. Adult cow look healhty but newly born infected by nematode. During 2009 assessment program additional feed (pelepah sawit) did not adopted by cooperator farmers. During the coming year (2010) several cooperator to be selected to give additional feed namely palm oil and solid will applied be several cooperator whose able to do it. Arrangement were done to make easy for researcher to provide extension and guidance to farmers.
8
PENDAHULUAN Hingga saat ini telah diketahui bahwa SISKA yang dikembangkan oleh PT. Agricinal memberi manfaat dan nilai tambah bagi karyawan maupun petani plasma yang dibinanya. Melalui SISKA suplai tandan buah segar (TBS) untuk pabrik kelapa sawit dan pakan ternak sapi dapat berkelanjutan, pendapatan pemanen meningkat serta terjadi efisiensi biaya perusahaan (BPTP, 2003). Disisi lain dengan adanya SISKA terbuka peluang pengembangan agribisnis ternak sapi dan perkebunan kelapa sawit dan dapat menjadi sentra bibit sapi dan industri daging. Dalam jangka panjang hal ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor daging dan sapi bakalan terutama dari negara Australia yang pada tahun 2003 mencapai sekitar 400 ribu ekor (Puslitbangnak, 2003). Pengembangan SISKA juga akan memberikan peluang untuk terciptanya lapangan kerja, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta menjaga pelestarian lingkungan dengan cara pemanfaatan limbah pabrik secara optimal (Soentoro dan Azmi, 2003). Dari hasil pengamatan dan pengkajian yang dilakukan oleh BPTP pada tahun 2003 diperoleh kesimpulan bahwa model pengembangan SISKA yang dilakukan oleh PT. Agricinal belum optimal dalam penerapan teknologi budidaya ternak sapi maupun pengembangan kelembagaannya. Penerapan teknologi budidaya ternak sapi potong meliputi aspek reproduksi, pakan, manajemen serta kontrol terhadap penyakit belum diterapkan secara baik, sehingga produktivitasnya rendah. Tingkat kelahiran sapi di wilayah inti adalah 42%, sedangkan di wilayah plasma adalah 38% (BPTP, 2003). Lantai kandang sapi di lokasi perkebunan kelapa sawit umumnya masih becek dan ternak sapi yang dipelihara masih banyak yang terserang penyakit cacing dan kembung. Jumlah dan nilai gizi pakan yang diberikan oleh peternak belum mencukupi kebutuhan gizi, sehingga penampilan sapi belum sesuai dengan potensi genetiknya (Mathius et al., 2003). Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, naum produksi yang tinggi akan dicapai pada tanah dengan solum dalam, drainase baik dan bukan pada
9
tanah gambut, topografi datar dan subur, dengan curah hujan antara 2.000-2.500 mm/tahun yang tersebar merata, tanpa adanya periode kering lebih dari 3 bulan dan kelembaban udara sebaiknya > 75%. Besarnya minat petani dan pengusaha untuk menanam kelapa sawit menyebabkan meluasnya penanaman kelapa sawit pada lahan gambut, dimana ditinjau dari segi kemampuan lahan sudah barang tentu produksi yang diperoleh tidak akan menyamai produksi di lahan subur (kelas I, II, dan III). Namun dengan pemeliharaan yang baik usaha perkebunan kelapa sawit di lahan gambut, masih memberi harapan. Lahan gambut adalah lahan rawa yang mempunyai lapisan gambut dengan berbagai ketebalan (Widjaya-Adhi, 1988): (a) gambut dangkal (50-100 cm), (b) gambut sedang (100-200 cm), (c) gambut dalam (>200 cm). Sedangkan lahan dengan ketebalan gambut <50 cm disebut lahan bergambut. Djaenudin et al., (2003), membagi kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit berdasarkan faktor iklim dan tanah. Persyaratan mencakup temperatur, ketersediaan air dan ketersediaan oksigen. Faktor tanah mencakup media perakaran, ketebalan gambut, retensi hara, toksisitas, sodisitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir dan singkapan batu (Lampiran 1). Lubis (1992, 1994) menggolongkan berdasarkan sifat fisik lahan (Lampiran 2) dan potensi produksi kelapa sawit masing-masing kelas lahan (Lampiran 3). Untuk meningkatkan pendapatan petani sebesar 20 persen dilaksanakan pengkajian Model Integrasi Kelapa Sawit dan ternak Sapi pada kebun kelapa sawit petani di Kabupaten Mukomuko, sehingga didapatkan model integrasi kelapa sawit dan sapi yang mampu meningkatkan pendaptan petani sebesar 20 persen. Model
integrasi
Tanaman
Perkebunan
dan
Ternak
yang
ditemukan
diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani, membuka lapangan kerja. Menciptakan sistem usaha tani yang zero waste (tanpa limbah) dan secara tidak langsung akan berdampak pada konservasi lahan dan perbaikan kesuburan lahan serta mengurangi ketergantungan pada input dari luar (pupuk anorganik) mengingat limbah kebun dan pabrik kelapa sawit cukup banyak yang dapat digunakan sebagai pakan ternak (Tabel 1).
10
Tabel 1. Biomassa tanaman dan olahan kelapa sawit untuk setiap hektar . Biomassa
Segar (kg)
Daun tanpa lidi
1.430
Pelepah
9.292
Tandan kosong
3.680
Serat perasan
2.880
Lumpur sawit (solid
4.704
Bungkil kelapa sawit
560
Total biomas
22.546
Keterangan: ha = 130 pohon: 1 pohon menghasilkan 22 pelepah per tahun 1 pelepah, beratnya 2,2 kg (hanya 1/3 bagian yang dimanfaatkan; bobot daun per pelepah 0,5 kg. Tandan kosong 23 % dari TBS
11
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa
sawit
merupakan
salah
satu
komoditas
perkebunan,
perkembangannya cukup pesat dibandingkan dengan komoditas lain terutama terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Untuk seluruh Indonesia, pada tahun 1986 luas pertanaman kelapa sawit hanya sekitar 593.800 ha, semenjak tahun 2001 sampai 2006 perkembangan luas tanam kelapa sawit cukup pesat yaitu: 4.713.000 ha (2001); 5.067.000 ha (2002); 5.239.000 ha (2003); 5.284.000 ha (2004); 5.454.000 ha (2005); dan 6.074.000 ha (2006) (Ditjen Perkebunan, 2007). Pesatnya perkembangan kelapa sawit di Indonesia didukung oleh kondisi tanah dan iklim yang memang sesuai untuk tanaman kelapa sawit, dan ini merupakan salah satu keunggulan komparatif Indonesia di industri kelapa sawit (Elizabeth dan Ginting, 2003). Kelapa sawit juga memiliki keunggulan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha, sedangkan kedelai menghasilkan minyak sebesar 3 ton/ha. Disamping itu kelapa sawit juga memerlukan biaya produksi yang lebih rendah. Luas tanaman kelapa sawit berproduksi di Indonesia pada tahun 2000 telah mencapai 2,014 juta ha, dengan laju pertumbuhan 12,6%/tahun (Liwang, 2003 dalam Diwiyanto et al., 2004). Perluasan kebun kelapa sawit akan menyebabkan peningkatan produk samping yang berpotensi mengganggu lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Beberapa sumber mengemukakan bahwa ternak ruminansia dapat difungsikan sebagai fabrik pengolah limbah kelapa sawit (daun dan pelepah) yang menghasilkan bahan organik dan sekaligus sebagai bahan dasar pakan ternak ruminansia seperti disajikan pada Tabel 1 (Corley, 2003; Mohammad et al., 2004; Jalaludin et al., 1991; Noel, 2003). Perkembangan populasi ternak ruminansia di Indonesia menunjukkan hal yang kurang menggembirakan, sehingga produksi daging dan susu nasional saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat (Elizabeth dan Ginting, 2003). Salah satu faktor yang mempengaruhi terkendalanya pengembangan populasi ternak ruminansia di Indonesia adalah semakin terbatasnya lahan
12
pertanian, baik sebagai basis pengembangan ternak maupun sebagai sumber pakan hijauan. Usaha peternakan sapi sebagaimana dikembangkan oleh PT Agricinal di Bengkulu merupakan alternatif yang dapat dijadikan model yang secara teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan layak untuk dikembangkan. Pengembangan Sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA) untuk kawasan perkebunan lainnya dapat dimodifikasi, disesuaikan dengan kondisi agroekologi, sosial ekonomi masyarakat serta peluang pengembangan dan pemasaran sapi. Integrasi usaha peternakan dengan tanaman perkebunan kelapa sawit memberikan dampak yang sangat besar, terutama dalam memperbaiki manajemen pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan pengelolaan sapi yang efektif bagi peningkatan produktivitasnya (Zainudin dan Zahari, 1992; Damanik, 1994; Ditjen BP Peternakan, 2002). Namun demikian sampai saat ini integrasi kelapa sawit dan sapi yang efisien hanya terdapat pada tingkat perkebunan besar, sedangkan pada tingkat petani masih merupakan dua kegiatan yang terpisah. Pemeliharaan kelapa sawit di satu sisi dan pemeliharaan ternak sapi di sisi lain atau belum ada suatu integrasi yang efisien yang menuju pada zero wastes. Untuk mencapai suatu sistem integrasi yang saling terkait antara kedua komponen dilaksanakan kegiatan integrasi kelapa sawit dan sapi di desa Tanjung Mulia, Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko mulai 2009 sampai 2011. Driessen dan Dudal (1989) menyatakan lahan gambut sangat masam, pH 34,5 dan kandungan bahan organik <5%. Fraksi organik tanah mengandung lignin, seluulosa, hemisellulosa dan protein, tannin, resin dalam jumlah yang relatif kecil. Kandungan abu, K2o, P2O dan Si2O pada tanah lapisan atas menurun setelah deforestasi, tetapi CaO dan MgO cenderung meningkat. Kandungan nitrogen tanah gambut berkisar antara 2.000 – 4.000 kg/ha pada kedalaman 0 – 20 cm, tetapi hanya sebagian kecil yang tersedia bagi tanaman. Selanjutnya Widjaya-Adhi et al., (1990) menyatakan gambut dalam dan sering disebut sebagai lahan yang tidak layak huni dan tidak direkomendasikan untuk usaha transmigrasi, namun kenyataannya lahan tersebut masih digunakan untuk pemukiman dan penanaman
13
tanaman tahunan. Lahan gambut yang tersebar sangat luas di tanah air Indonesia, mulai dimanfaatkan untuk perluasan kebun kelapa sawit karena mengandung lapisan bahan organik yang belum terhumifikasi. Lapisan atas terdiri dari gambut yang tebalnya bervariasi antara 20-40 cm, terdiri atas partikel halus yang bukan mineral, berstruktur remah dan berkonsistensi gembur. Lapisan kedua adalah lapisan lempung berpasir berwarna hitam dan bercampur dengan humus, konsisitensi teguh dan berstruktur gumpalserta selalu berada dibawah permukaan air dalam suasana reduksi total. Secara umum gambut mempunyai berat isi (bulk
density) yang rendah, berkisar antara 0,05-0,25 gr/cm3, dan gambut yang telah direklamasi akan lebih padat dengan berat isi berkisar antara 0,1-0,4 gr/cm3, jauh lebih rendah dari tanah mineral dengan berat isi sekitar 1 gr/cm3 (Bouman dan Driessen, 1985). Hal ini berakibat pada pertumbuhan kelapa sawit yang tidak vertikal tapi melengkung pada pangkal batang sebelum tumbuh vertikal. Dengan pemeliharaan yang baik kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi pada lahan gambut sampai kedalaman 90-120 cm.
14
METODA PENELITIAN Dalam Kabupaten Mukomuko dipilih Kecamatan dan desa dimana sudah ada petani kelapa sawit yang memelihara sapi dan sudah mulai dikandangkan. Pembanding diambil petani yang mempunyai kelapa sawit saja, atau sapi saja atau dan kelapa sawit dan sapi yang masih dilepas. Pembanding di usahakan dalam desa pengkajian atau desa tetangga. Pengkajian ini melibatkan 18
petani kooperator yang menerapkan model
agribisnis kelapa sawit yang berintegrasi dengan ternak sapi (Tabel 2). Model yang diteliti dalam kegiatan ini mengarah pada zero waste (tak ada limbah) dimana limbah kelapa sawit berupa pelepah, daun dan solid digunakan sebagai pakan sapi, selanjutnya limbah ternak (kotoran ternak) digunakan sebagai pupuk dan bahan dasar untuk membuat biogas. Tabel 2. Komponen Model Integrasi Kelapa Sawit – Sapi. Komponen Kelapa Sawit
Sapi
Implementasi dalam model Kelapa sawit di pupuk dengan pupuk kimia Kelapa sawit di pupuk dengan pupuk kimia dan kompos berasal dari limbah sapi. Pakan tambahan sapi berasal dari pelepah dan daun kelapa sawit. Pakan tambahan sapi berasal solid Sapi digunakan sebagai tenaga angkut TBS (tandan buah segar). Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos dan biogas/bio urine.
Kelapa sawit Diantara 18 orang petani kooperator hanya 9 kooperator yang mempunyai tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi, sedang yang lainnya belum walaupun umur tanaman sudah lebih dari 5 tahun. Dari kondisi ini dapat dilihat bahwa sebelumnya petani tidak mengelola tanaman secara benar (di pupuk) dan juga banyak diantaranya yang menanam bibit asalan. Tanaman petani kooperator yang bervariasi luasnya 0,25- 1 ha perlakuan pupuk diberikan untuk 10 batang/kooperator dipupuk dengan NPK Mutiara sebanyak
15
1 kg/batang. Sedangkan yang sisanya menurut cara pemeliharaan petani, yaitu tidak memakai pupuk kimia atau memberi pupuk seadanya malahan ada yang tidak dipupuk samasekali. Pengamatan hasil dilakukan tiap panen (per 2 minggu). Caranya produksi dari tanaman yang di pupuk ditimbang terpisah dan dicatat sebelum ditimbang total produksi dari masing-masing petani kooperator. Berat dari sepuluh batang tanaman yang dipupuk ditabulasikan terpisah dengan tanaman yang tidak dipupuk dan di ektrapolasikan ke luasan satu hektar. Produksi kelapa sawit setiap bulan selama tahun 2010 ditabulasikan sehingga dapat dilihat pengaruh pemberian pupuk NPK, besaran kenaikan hasil akibat pupuk dan trend produksi dalam 1 tahun. Sapi Untuk melihat perkembangan berat sapi perhari dilakukan penimbangan sapi dengan interval satu, dua atau 3 bulan. Pertambahan berat sapi per hari dari diketahui dengan membagi pertambahan berat dari waktu penimbangan sebelumnya dengan faktor pembagi adalah selisih hari antara waktu penimbangan terakhir dengan waktu sebelumnya. Pengamatan Dalam pengkajian ini data yang diamati untuk kelapa sawit adalah produksi per bulan sedang untuk sapi adalah data pertambahan berat sapi harian. Data yang diperoleh ditabulasikan secara sederhana.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Model Integrasi Kelapa sawit dan sapi yang diharapkan belum didapatkan dalam kegiatan ini selama kegiatan tahun 2010, disebabkan sebegitu jauh data yang didapat khusus produksi kelapa sawit yang diberi pupuk NPK di bandingkan dengan produksi kelapa sawit yang tanpa dipupuk. Data pertambahan berat ternak walaupun sudah dilakukan penimbangan secara reguler namun petani kooperator tidak membawa sapi untuk ketempat penimbangan pada waktu dan tempat yang sudah disepakati. Dengan sendirinya Model Integrasi Kelapa Sawit dan Sapi yang diharapkan belum didapatkan. Kelapa sawit Pengamatan produksi selama tahun 2010 pada tanaman yang berumur 5 – 8 tahun menghasilkan 10,6 – 16,6 ton TBS/ha/th pada tanaman yangn dipupuk, sedangkan tanaman yang tidak di pupuk hanya menghasilkan 2,9 – 5,3 ton TBS/ha/th. Produksi per batang tanaman yang dipupuk berkisar antara 77 – 126 kg TBS/th, sedangkan tanaman yang tidak dipupuk hanya menghasilkan 32 – 40 kg TBS/bt/th (Lampiran 4). Produksi tersebut setara dengan produksi tanaman yang dikelola perusahaan perkebunan pada lahan gambut dalam (Lampiran 3). Pada tanaman berumur 6 – 8 tahun produksi tanaman di lahan gambut yang dikelola perkebunan menghasilkan 19 – 23 ton TBS/ha/th. Hal ini dapat dipahami tanaman petani di lokasi pengkajian dipupuk secara intensif dua tahun terakhir. Bila petani dapat melanjutkan pemberian pupuk untuk tahun berikutnya diperkirakan produksi dapat menyamai produksi di lahan gambut sedang atau dangkal yang dikelola perkebunan. Lubis (1992) menjelaskan bahwa tanah gambut memiliki potensi yang baik untuk ditanami kelapa sawit. Sebagai contoh kemampuan produksi/ha/tahun di kebun Ajamu tanaman yang ditanam tahun 1975 sebagai berikut: umur 4,5,6,7,8,9 dan 10 tahun berturut-turut 18, 20, 23, 28, 29, 29 ton TBS/ha/tahun. Di Malaysia kemampuan produksi kelapa sawit di lahan gambut dangkal rata-rata adalah 23,7 ton TBS/ha/tahun. Untuk gambut sedang dan gambut dalam masing-masingnya 20,2 dan 17,3 ton TBS/ha/tahun. Potensi produksi dari masing-masing kelas lahan
17
ditentukan oleh kualitas bahan tanaman yang digunakan dan tindakan kultur teknis yang diterapkan. Produksi rata-rata kelapa sawit di desa Talang karet Muko muko umur 5,6,7 dan 8 tahun masing-masingnya 7,7; 13,1; 14, 0; dan 18,3 ton TBS/ha/tahun (Basri dan Shoffahayati, 2007), menyamai produksi kelapa sawit dilahan gambut dangkal di Malaysia (Lubis, 1992). Richardson (1970) menjelaskan dalam banyak kasus produksi meningkat dengan pemberian pupuk, namun biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk jauh lebih besar dari pada peningkatan produksinya. Pada kondisi lahan dan iklim mendekati ideal, produksi TBS dapat mencapai 20-30 ton/ha/th yang setara dengan 214-229 kg TBS/batang/th pada populasi tanaman 131 batang/ha. Produksi ratarata berkisar antara 18-24 ton/ha/th setara dengan 137-183 TBS/batang/th dapat dicapai. Pada kondisi lahan dan iklim yang kurang mendukung dapat menghasilkan 10-16 ton/ha/th yang setara dengan 76-122 kg TBS/batang/th. Dalam kajian ini satu orang petani kooperator (kooperator no 4, lihat Tabel 4)
mendapatkan
produksi
TBS
pada
perlakuan
yang
tidak
dipupuk
NPK
menghasilkan lebih tinggi dari perlakuan yang dipupuk. Hal ini terjadi karena yang bersangkutan menanam bibit baik dan memupuk tanamannya sebelum adanya pengkajian. Produksi TBS per bulan bila di persentasekan terlihat produksi per bulan bervariasi antara 3 – 12 persen. Data ini menggambarkan tidak ada satu bulan yang menghasilkan produksi diatas 15 persen. Hal ini menandakan bahwa lingkungan cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit. Produksi tinggi umum terjadi antara bulan Januari sampai Agustus dan menurun sampai bulan Desember. Hal ini berhubungan dengan penyinaran matahari yang menurun dari bulan Agustus sampai bulan Desember. Sapi Sampai saat terakhir kegiatan ini petani tidak mampu mendapatkan solid dan tidak memberikan pelepah kelapa sawit sebagai pakan tambahan sebagai mana dicantumkan dalam proposal kegiatan ini. Sangat disayangkan data pertambahan berat sapi yang hanya diberikan rumput alam tidak dapat ditampil kan karena petani
18
kooperator tidak membawa sapi mereka ketempat penimbangan secara reguler. Malahan sering terjadi sapi yang ditimbang dari waktu ke waktu tidak tetap.
19
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Model Integrasi Kelapa sawit dan Sapi yang diharapkan dapat diformulasikan dalam pengkajian ini belumm dapat disajikan. 2. Pengelolaan tanaman kelapa sawit dan sapi di desa Tanjung Mulia masih tradisional dalam hal pemberian pupuk dan pakan dan perkawinan walaupun sudah ada perlakuan Inseminasi Buatan. Hal ini terbukti tanaman yang berumur < 5 tahun belum ada yang berbuah. Secara normal tanaman yang berumur 3 tahun sudah berbuah pasir. Yang dapat diamati pada tanaman yang dipupuk daun yang baru keluar mempunyai warna hijau mengkilat sadangkan yang tidak di pupuk berwarna hijau kusam. 3. Selama tahun 2010 penimbangan ternak baru dilakukan satu kali dan tidak dicantumkan dalam kesimpulan karena tidak diperoleh peningkatan berat per waktu tertentu. Pertambahan berat sapi per hari termasuk rendah tidak mencapai 0,2 kg/ekor/hari. Hal ini disebabkan petani hanya memberikan rumput alam yang diarit pada sore hari (untuk makan malam sapi) sedangkan pada siang hari sebagian di tambatkan di kebun sapi. Sapi dewasa terlihat sehat namun anak sapi yang baru lahir memerlukan obat cacing. 4. Dengan segala keterbatasan yang ada pada lahan gambut baik ditinjau dari segi fisik dan kimia ternyata dapat dimanfaatkan untuk usaha tanaman tahunan dalam ini kelapa sawit. Lahan gambut yang memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit adalah gambut dangkal sampai gambut sedang. 5. Untuk berhasilnya penanaman kelapa sawit di lahan gambut, faktor pemeliharaan khususnya pengaturan drainase dan pemupukan harus benarbenar diperhatikan. 6. Pemberian
pupuk
NPK
Mutiara
secara
berkala
dapat
diharapkan
meningkatkan produksi tanaman menyamai produksi di gambut sedang atau dangkal yang dikelola perusahaan perkebunan.
20
Saran 1. Dalam upaya menciptakan suatu sistem integrasi kelapa sawit sapi, perlu ditingkatkan pengelolaan tanaman kelapa sawit dan sapi sehingga integrasi antara kedua komponen dapat berjalan dengan baik. 2.
Pemanfaatan limbah kelapa sawit untuk ternak dan limbah ternak untuk kelapa sawit mulai ditingkatkan dengan memanfaatkan pelepah sawit untuk ternak.
3. Pemanfaatan limbah ternak untuk tanaman kelapa sawit dimulai dengan membuat rumah kompos sehingga petani terbiasa dengan mengelola limbah dan selanjutnya di arahkan pada pembuatan biogas. 4. Pemberian solid harus digiatkan karena hal ini mencerminkan integrasi antara tanaman dan ternak, yang belum komplit kalau hanya pupuk kandang saja yang dimamfaatkan untuk pupuk, sedang limbah kelapa sawit belum dimanfaatkan oleh ternak.
21
KINERJA HASIL PENELITIAN Kegiatan pengkajian ini menitik beratkan kegiatan pada integrasi antara kelapa sawit dan sapi dimana limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan sapi dan limbah ternak digunakan sebagai pupuk tanaman kelapa sawit sesudah dip roses menjadi kompos. Namun model yang diharapkan belum dapat disajikan berhubung berbagai kendala di lapangan. Kelapa sawit yang tidak dipupuk selama ini dengan diberikan pupuk anorganik sudah menunjukkan peningkatan hasil yang nyata dan sudah menyamai hasil produksi kelapa sawit yang di kelola oleh perusahaan perkebunan. Dalam kegiatan ini belum semua hasil pengkajian dapat diterapkan oleh petani dilapangan yaitu pemberian pakan tambahan untuk sapi tidak terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ketidaktersediaan bahan yang dibutuhkan di lapangan dan juga disebabkan petani masih beranggapan bahwa masih mudah untuk men dapatkan rumput alam disekitar lokasi. Pakan tambahan yang diintroduksikan adalah lumpur pabrik kelapa sawit ternyata tidak berhasil di dapatkan petani walaupun sudah menghubungi beberapa pabrik kelapa sawit disekitar lokasi pengkajian.
22
DAFTAR PUSTAKA Basri, I.H., dan Shoffahayati. 2007. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Bengkulu. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bouman, S.A.M., and P.M. Driessen. 1985. Physical Properties of Peat Soil Affecting Rice-Based Cropping Systems, p:71-83 In IRRI. Soil Physics and Rice. International Rice Research Institute. Los Banos Laguna Philippines. Damanik.K.1994. Integrasi Ternak Domba dengan Perkebunan Kelapa Sawit Prospek dan Tantangannya. Prosiding Ruminansia Kecil. Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sei Putih. Sub Balitnak Sei Putih. De Geus, J.G. 1973. Oil Palm. p: 337-362. In De Geus and Spraque (Eds). Fertilizer Guide for the tropics and Subtropics. Centre d’ Etude de I’ Azote Zurich. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Integrasi Ternak dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Ditjen Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Diwiyanto, K., D. Sitompul, I.Manti, I-Wayan Mathius, Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi. Departemen Pertanian Bekerjasama. Dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan P.T. Agrisinal. Bengkulu 9–10 September 2003 hal: 11-22. Djaenudin D, H. Marwan, H.Subagio, dan A.Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Puslitbangtanak, badan Litbang Pertanian.
Tanah,
Jalaludin., S, Z.A. Jelan, N. Abdullah and Y.H.Ho. 1991. Recent Developments in the Oil Palm By-Product Based Ruminant Feeding System, MSAP, Penang, Malaysia pp: 35-44.
23
Driessen, P.M., and R.Dudal.1989. Lecture Notes on the Geography, Formati on, Properties and Use of the Major soils of the World. Agricultural University Wageningen and Katholieke Universiteit Leuven, Wageningen, Leuven. Elizabeth., J, dan S.P.Ginting. 2004. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi. Departemen Pertanian Bekerjasama Dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan P.T. Agrisinal. Bengkulu 9–10 September 2003. hal 110-119. Lubis, H.A.U. 1992. Kelapa Sawit Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Marihat Sumatera Utara. Lubis, H.A.U. 1994. Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Mathius, W., Azmi, A.R.Setioko, B.P. Manurung, D.M. Sitompul dan Rokhman. 2003. Pemanfaatan Produk Samping Tanaman Kelapa Sawit (pelepah) sebagai Bahan Dasar Pakan Sapi. Laporan Akhir Penelitian. Proyek PAATP dan Bagian Proyek Penelitian Peternakan Ciawi-Bogor. Badan Litbang Pertanian. Mohammad, H., H.A. Halim and T.M. Ahmad. 1986. Availability and Potencial of oil palm trunks and fronds up to the 2000. Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM) 20: 1-17. Noel, J.M. 2003. Products and by-product Burotrop 19:8. Puslitbangnak. 2003. Laporan Tahunan Puslitbang Peternakan. Richardson, R.L. 1970. Oil Palm In Detecting Mineral Nutrient Deficiencis in Tropical and Temperate Crops (Plucknett and Spraque Eds) p: 395-404. Westview Press San Francisco. Soentoro, Azmi. 2003. Pengkajian Model Pengembangan Agribisnis Sapi Sistem Integrasi dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Laporan (tidak dipublikasikan).
melalui Kegiatan.
Widjaya-Adhi, I.P.G. 1988. Physical and Chemical Characteristics of Peat Soil of Indonesia. IARD Journal Vol 10 No.3:59-64.
24
Widjaya-Adhi, I.P.G., I.G.M. Subiksa, Sutjipto Ph, dan B. Radjagukguk. 1990. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Pasang Surut: Study Kasus Karang Agung Sumatera Selatan hal 121-131 dalam Syam et al., (Eds) Usahatani di Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps II. Bogor 19-21 September 1989. Badan Litbang Pertanian. Zainudin,AT. and M.W.Zahari. 1992. Research on Nutrition and Feed Resources to enhance Livestock Production in Malaysia,Proc. Utilization of Feed Resources in Relation Nutrition and Physiology of Ruminants in the Tropics. Trop.Agric.Res Series.
25
Lampiran 1. Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit. Persyaratan
Kelas kesesuaian lahan
penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur: Rata-rata (0C) Ketersediaan air (mm) Lama bulan kering (bln) Ketersediaan oksigen/drainase Media perakaran: Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut: Ketebalan (cm) Kematangan Resistensi hara: KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O
S1 25-28
S2 22-25 28-32 1.45-1.700 2.500-3.500 2-3
S3 20-22 32-35 1.250-1.450 3.500-4.000 3-4
N <20 >35 <1.250 >4.000 >4
Baik,sedang
Agak terhambat
Terhambat
Sangat terhambat
Halus, agak halus, sedang <15 >100
-
Agak kasar
Kasar
15-35 75-100
35-55 50-75
>55 <50
<60 Saprik
60-140 Saprik,hemik
35-55 50-75
Fibrik
>16 >20 5,0-6,5
< 16 < 20 4,2-5,0 6,5-7,0 <0,8
<4,2 >7,0
1.700-2.500 <2
C-organik >0,8 Sumber: Djaenudin et al., (2003)
-
26
Lampiran 2. Kriteria sifat fisik lahan untuk tanaman Kelapa Sawit. Uraian Baik (I) Tinggi tempat (m) Topografi Lereng (%) Solum (cm) Air Tanah (cm) Tekstur
0-400
Kelas Kesesuaian Lahan Sedang (II) Kurang baik (III) 0-400 0-400
Tidak baik (IV) 0-400
Datarberombak
Datar-berombak bergelombang
Berbukit
-
0-15 >80 >80 Lempunglempung liat
16-25 80 60-80 Lempung liat, liat
25-35 60-80 50-60 Pasir-lempungliat
>36 <60 40-50 Pasir
Dalam Baik t.a t.a
Dalam Agak baik t.a t.a
Sedikit Agak baik Sedikit ada
Organik (cm) Batuan Dalam Drainase Baik Banjir t.a Pasang surut t.a Sumber: Lubis (1992)
27
Lampiran 3. Potensi Produksi TBS Kelapa Sawit (ton/ha/tahun) berdasarkan kelas lahan. Umur kelas lahan tanaman Tanah mineral (th) I II III 3 9,0 8,0 7,0 4 17,0 16,0 14,0 5 22,5 21,0 18,0 6 27,0 24,5 21,0 7 29,0 27,0 24,5 8 31,5 28,0 26,5 9 32,0 30,0 27,0 10 32,0 30,0 27,0 11 32,0 30,0 27,0 12 32,0 30,0 27,0 13 31,5 29,5 26,5 14 31,5 28,5 25,5 15 30,0 27,5 25,0 16 29,0 26,5 24,0 17 28,0 26,0 23,0 18 27,0 24,5 22,5 19 26,0 23,5 21,0 20 25,0 22,5 20,5 21 23,5 21,5 19,5 22 22,0 20,5 18,5 23 21,0 19,5 17,5 24 19,5 18,5 17,0 24 18,5 17,5 16,5 Total 596,5 550,5 496,0 Rata-rata 25,93 23,93 21,56 Sumber: Lubis H.A.U. (1992) Angka olahan.
Tanah gambut * Dangkal Tengahan Dalam 6,0 5,0 4,0 13,0 11,0 7,0 17,0 12,0 11,0 19,0 14,0 13,0 22,0 15,0 14,0 23,0 19,0 17,0 25,0 23,0 21,0 25,0 23,0 21,0 25,0 23,0 21,0 25,0 23,0 21,0 24,5 22,5 20,5 23,5 21,5 18,5 22,5 21,0 18,5 21,5 20,0 19,0 20,5 19,0 17,0 19,5 18,0 16,0 18,5 17,0 15,0 17,5 16,5 14,0 16,5 15,5 13,0 15,5 14,5 12,0 14,5 13,5 11,0 13,5 13,0 10,0 13,0 12,0 9,0 441,0 397,0 344,0 19,17 17,26 14,98
28
Lampiran 4. Produksi kelapa sawit yang di pupuk dan tidak No Petani Luas Pupuk 1 2 3 4 1 Aris ¼ NPK 5,0 6,0 6,5 6,0 0 4,3 1,7 2,2 3,9 2 Parlan ¾ NPK 10,0 9,0 8,0 9,0 0 0,6 1,2 0,8 0,8 3 Nasiri ¼ NPK 5,0 6,0 5,0 6,0 0 2,2 3,9 2,4 3,5 4 Sajuni ¼ NPK 10,0 15,0 20,0 14,0 0 2,6 30,4 26,1 28,7 5 Giman 1 NPK 16,6 17,0 16,5 18,0 0 4,4 5,2 5,0 4,9 6 Basuki 1 NPK 14,0 15,6 15,5 16,0 0 3,8 4,1 3,6 4,2 7 Gatot ¼ NPK 10,0 9,0 11,0 0 4,5 2,7 3,6 8 Sarji ¾ NPK 17,0 16,5 17,0 20,0 0 5,6 4,9 4,5 5,3 9 Taufik ½ NPK 10,0 10,5 11,0 9,5 0 3,6 7,8 3,2 2,6
dipupuk di Desa Tanjung Mulia 2010. Bulan Btg/th Ha/th 5 6 7 8 9 10 11 12 6,5 10,5 12,0 6,0 6,0 6,5 4,0 3,0 78 10.296 2,2 5,2 4,6 2,0 2,4 2,4 4,8 3,7 40 5.280 6,0 10,9 11,0 5,0 5,0 6,5 2,5 2,7 89 11.748 2,7 2,2 4,4 2,2 2,2 2,5 0,9 1,1 22 2.904 8,0 11,5 11,5 6,5 6,0 6,5 2,0 2,5 85 11.220 0,9 4,3 4,3 1,5 2,0 2,2 2,2 2,0 31 4.092 7,5 15,5 15,0 7,0 7,5 9,0 3,0 3,0 126 16.632 31,5 45,4 52,2 33,9 35,9 37,4 18,3 17,2 390 51.480 7,0 12,5 11,5 6,5 6,0 7,0 2,5 2,7 124 16.368 0,6 1,1 1,1 0,6 2,3 1,1 1,0 0,6 29 3.828 7,5 12,0 12,5 7,0 6,0 7,0 3,0 2,9 119 15.708 2,7 5,5 4,7 2,3 2,3 3,1 2,6 2,8 37 4.884 6,5 11,5 11,0 5,5 5,0 5,5 2,0 1,5 77 10.164 2,3 4,3 5,4 2,5 2,5 2,7 2,2 2,6 35 4.620 7,0 11,5 12,5 6,6 5,5 6,5 2,5 2,5 125 16.500 3,7 8,8 7,0 4,4 3,9 4,3 2,7 2,9 58 7.656 6,0 7,5 9,0 5,0 4,5 5,0 1,5 2,0 81 10.692 2,5 3,8 4,8 0,7 0,8 0,9 0,8 0,7 32 4.224
Jumlah NPK Jumlah - 0 Rata2 kg/bt/bln NPK
62,0 17,6 6,9
Rata2 kg/bt/bln 0 Prod/ha/bln (ton) NPK Persentase
87,6 105,6 108,5 109,5 24,5 33,3 24,4 28,8 10,9 11,7 12,0 12,2
103,4 96,0 35,2 36,3 11,5 10,6
3,5
4,2
3,0
3,6
2,2
4,4
1,44
1,54
1,58
1,61
0,91
1,52
10
12
12
12
7
12
4,5
55,1 16,2 6,1
51,5 18,4 5,7
59,5 19,2 6,6
23,0 17,2 2,5
22,8 16,4 2,5
2,0
2,3
2,4
2,1
2,0
884,8
1,40 0,80 0,75 0,87 0,33 0,33 11
6
6
7
3
3
Catatan: V = tanaman dipupuk dengan NPK Mutiara 1 kg/batang/tahun. - = tanaman tidak dipupuk.
29
23