LAPORAN AKHIR APLIKASI 1-METHYLCYCLOPROPENE (1-MCP) UNTUK MEMPERPANJANG KESEGARAN BUNGA KRISAN (Dendrathema grandiflora) cv White Fiji DAN Yellow Fiji
Oleh : Yayat Rochayat Suradinata
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bunga krisan (Dendranthema grandiflora) merupakan salah satu jenis
bunga potong populer di dunia setelah mawar. Bunga ini digemari dan paling banyak peminatnya karena mempunyai variasi bentuk, warna, dan ukuran (Sanjaya, 1996). Komoditas ini sangat disukai para pecinta tanaman hias, karena bentuk dan warnanya yang bervariasi sehingga mudah dirangkai bersama bunga potong lainnya sesuai dengan selera (Cahyono, 1990) sehingga konsumen dapat menuangkan kreatifitas pada rangkain bunga dengan menggunakan bunga krisan. Menurut data statistik Departemen Pertanian (2011) produksi bunga krisan dari tahun 2000 – 2010 terus mengalami peningkatan hal ini dikarenakan permintaan pasar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Produksi bunga krisan tahun 2000 - 2010 No Tahun Jumlah Produksi (tangkai) 1 2000 2,281,125.00 2 2001 7,387,737.00 3 2002 25,804,630.00 4 2003 27,406,464.00 5 2004 27,683,449.00 6 2005 47,465,794.00 7 2006 63,716,256.00 8 2007 66,979,260.00 9 2008 101,777,126.00 10 2009 107,847,072.00 11 2010 185,232,970.00 Sumber : Departemen Pertanian (2011)
1
Dengan bertambahnya produksi bunga krisan dari tahun ke tahun memperlihatkan bahwa permintaan pasar dalam dan luar negeri terus meningkat, sehingga produsen harus meningkatkan produksi dan produktivitas bunga krisan agar permintaan pasar dapat terpenuhi dan kualitas bunga krisan dapat meningkat. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bunga krisan merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor. Menurut Budiarto (2007), bahwa pada tahun 2003 perdagangan Indonesia atas komoditas bunga krisan mengalami surplus sekitar US $ 1 juta dan nilai ekspor ini meningkat dari tahun ke tahun hingga saat ini. Warna bunga krisan yang indah dan bervariasi merupakan salah satu daya tarik untuk konsumen. Menurut Kusumah Effendie (1994), bahwa minat konsumen terhadap warna bunga potong yang dominan untuk berbagai kegiatan atau digunakan pada hari-hari tertentu adalah merah (upacara, hari valentine, imlek dan pernikahan), kuning (upacara dan pernikahan), putih (upacara, hari kematian, imlek, dan pernikahan), merah muda (hari valentine), ungu (hari kematian dan pernikahan), dan kuning (upacara dan pernikahan). Hingga saat ini, warna bunga krisan yang paling disukai oleh konsumen adalah merah, putih, dan kuning. Varietas krisan banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat, sehingga memotivasi para peneliti di balai-balai penelitian khususnya Balai Penelitian Tanaman Hias untuk menghasilkan varietas krisan baru. Menurut Marwoto, Sutater, dan J. de Jond (1999), bahwa saat ini telah banyak dihasilkan varietas baru krisan tipe spray di dalam negeri. Selain bunga
2
krisan tipe spray, varietas baru bunga krisan tipe standar banyak dihasilkan. Menurut Sulusi, Murtiningsih, Dondy, dan Nurmalinda (2002), bahwa banyaknya varietas baru dari kedua tipe bunga krisan spray dan standar bertujuan untuk merespon kebutuhan pasar dan hal ini perlu didukung tekhnologi pascapanen untuk keperluan pemasarannya. Bunga berkualitas tinggi yang dihasilkan dari sistem budidaya yang optimal perlu didukung penanganan pascapanen yang memadai untuk mempertahankan kualitasnya. Kualitas akhir bunga potong yang siap dipasarkan merupakan hasil serangkaian budidaya, berawal dari pemilihan varietas yang cocok dengan kondisi iklim dan lingkungan serta cocok dengan selera konsumen, cara pembibitan tanaman yang baik, pemupukan, pengendalian hama/penyakit dan penanganan pascapanen yang tepat. Dengan rangkaian budidaya yang baik akan didapat kualitas bunga krisan potong yang tinggi sesuai dengan keinginan pasar dan kondisi bunga dengan kualitas tersebut dapat dilihat secara visual. Berbagai macam cara untuk memperpanjang kesegaran bunga potong, antara lain dengan memanen pada umur yang tepat, menyimpan pada suhu yang sesuai, menghambat produksi etilen, menyediakan karbohidrat, dan lain sebagainya (Reid, 1985). Inhibitor etilen dapat menghambat kerja etilen yang diproduksi bunga maupun etilen yang berasal dari lingkungan sehingga kesegaran bunga dapat ditingkatkan setelah pascapanen. Menurut Sylvia M. B. dan John M. D. (2002) bahwa pengatur pertumbuhan tanaman ini adalah alat yang dapat membantu ilmuwan membuat kemajuan besar dalam memahami peran etilen pada
3
tanaman. 1-MCP mencegah efek etilen dalam berbagai buah-buahan, sayuran dan tanaman florikultur.
1.2
Tujuan Penelian Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan 1-MCP yang menjadi
salah satu cara memperpanjang kesegaran bunga krisan (Dendranthema grandiflora) setelah pascapanen dan mengetahui konsentrasi 1-MCP optimum untuk 2 kultivar krisan.
II. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 2.1
Waktu dan Tempat Penelitian
a) Tahap 1 Tahap pertama yaitu percobaan pendahuluan yang dilakukan untuk menentukan kriteria kesegaran bunga potong krisan standar yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai November 2011 yang di dalam ruang percobaan di Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Dengan ketinggian tempat kurang lebih 720 m di atas permukaan laut. Kondisi ruangan atap tertutup genting dan terdapat ventilasi, cahaya masuk satu arah. b) Tahap 2 Tahap kedua yaitu percobaan lanjutan untuk mengetahui pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga potong krisan standar yang dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Desember 2011 di dalam ruang percobaan di
4
Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Dengan ketinggian tempat kurang lebih 720 m di atas permukaan laut. Kondisi ruangan atap tertutup genting dan terdapat ventilasi, cahaya masuk satu arah. 2.2
WAKTU
Pelaksanaan
penelitian
dari
bulan
Oktober
2011
sampai
dengan
Desember 2011.
III.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1
BAHAN DAN ALAT
3.1.1 Tahap 1 Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga potong krisan standar kultivar White Fiji dan Yellow Fiji dengan panjang tangkai 67 cm dan diameter mahkota bunga yang seragam sebanyak dua tangkai masing-masing kultivar. Sebagai larutan perendam digunakan air biasa sebanyak 200 mL setiap gelas percobaan. Alat-alat yang digunakan adalah 2 gelas percobaan berupa botol kaca bekas kemasan minuman, satu ember plastik, satu buah cutter, dua buah karet gelang, satu buah penggaris, satu buah busur derajat, kertas label, dan alat tulis. 3.1.2 Tahap 2 Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga potong krisan standar kultivar White Fiji dan Yellow Fiji sebanyak 60 tangkai bunga potong krisan setiap kultivar dalam keadaan sangat segar (acuan tingkat kesegaran bunga potong krisan dapat dilihat pada Lampiran 4), panjang tangkai bunga dibuat seragam
5
setinggi 52 cm dan kemekaran mahkota setengah mekar seragam sebesar 45o, dan ethylbloc 0,014% sebanyak 4.500 mg. Sebagai larutan perendam yang digunakan adalah air biasa sebanyak 9.000 mL. Alat-alat yang digunakan adalah 5 buah akuarium dan tutup akuarium, dua bungkus kapas basah, satu buah isolasi besar, gelas percobaan berupa 30 buah botol kaca bekas kemasan minuman, dua buah ember plastik, kertas koran, kertas HVS, lima buah kertas manila, satu buah gunting stek, satu buah penggaris, satu buah busur derajat, satu buah penggaris, satu buah termohigrometer, kertas label, dan alat tulis.
3.2
Metode Penelitian
Tahap 1 Percobaan tahap 1 yaitu percobaan untuk mendapatkan acuan tingkat kesegaran bunga potong krisan standar dan tidak diberikan perlakuan khusus. Siapkan 2 tangkai bunga potong krisan sangat segar yang berasal dari bedeng penanaman di daerah Cihideung, Lembang, Bandung. Kemudian, 2 tangkai bunga potong krisan direndam dalam botol yang berisi air biasa dengan volume 200 mL. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap kesegaran bunga dengan cara mengamati jumlah lingkaran petalum bunga cakram terluar yang mekar sampai kriteria layu, yaitu jumlahnya lebih dari atau sama dengan dua lingkaran. Selain itu diamati sudut kulai mahkota bunga tepi, diameter bunga, sudut tangkai bunga, warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, warna pangkal tangkai bunga, dan daun senesen. Kriteria acuan kesegaran bunga potong krisan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
6
Tahap 2 Percobaan tahap 2 yaitu percobaan untuk mengetahui pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga potong krisan dengan menggunakan bunga potong krisan standar kultivar White Fiji dan Yellow Fiji. Perlakuan pada percobaan ini sebanyak lima perlakuan, yaitu : 1. mo = 0 μl l-1, tanpa 1-MCP sebagai kontrol 2. m1 = 0,25 μl l-1 1-MCP 3. m2 = 0,5 μl l-1 1-MCP 4. m3 = 0,75 μl l-1 1-MCP 5. m4 = 1 μl l-1 1-MCP
7
3.3
Rancangan Penelitian Tabel 2. Perlakuan antara Jenis bunga (k) dan Jenis inhibitor etilen (m) Jenis etilen inhibitor (m) m0
m1
m2
m3
m4
Jenis bunga (k) k1
k1m0 k1m1 k1m2 k1m3 k1m4
k2
k2m0 k2m1 k2m2 k2m3 k2m4
Berdasarkan rancangan tersebut terdapat 10 kombinasi perlakuan dan menggunakan 3 ulangan, sehingga terdapat 30 perlakuan (Lampiran 4). Dalam setiap akuarium terdapat 12 tangkai bunga, yaitu 6 tangkai bunga setiap kultivar. Tanaman sampel dipilih secara acak sebanyak dua tangkai setiap ulangan, yaitu satu tangkai bunga setiap kultivar untuk pengamatan. 3.3.1 Rancangan Analisis Setiap perlakuan terdiri dari dua tangkai bunga dan masing-masing perlakuan diulang empat kali. Model linier dari Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial menurut Gaspersz (1994) adalah =
di mana,
+
+
+(
) +
, ( = , ;
= , , , , ;
= , , )
= respon tanaman yang diamati = nilai tengah populasi (rata-rata) = pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A = pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B (
) = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B = pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan yang ke-k
8
Berdasarkan model linier tersebut, maka analisis variannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Keragaman (db) (JK) (KT) KT(P) JK(P) Perlakuan ΣX km − 1 − FK (P) KT(G) km − 1 r Jenis KT(k) JK(k) Σk Tanaman k−1 − FK KT(G) k−1 rm (k) Jenis KT(m) JK(m) Σm Inhibitor m−1 − FK KT(G) m−1 rk Etilen (m) JK(km) KT(km) (k − 1)(m − 1) kxm JKP-JK(k)-JK(m) (k − 1)(m − 1) KT(G) Galat JK(G) Percobaan (kr − 1)(m − 1) JK(T) − JK(P) (kr − 1)(m − 1) (G) Total (T) ∑X − FK rkm − 1 Sumber: Gaspersz (1994) Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5%, dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. 3.3.2 Rancangan Respons Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan pengamatan pada masing–masing perlakuan selama 14 HSP (Hari Setelah Perlakuan). Pengamatan meliputi pengamatan utama dan pengamatan penunjang. Pengamatan utama dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman krisan. Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
9
1. Lama kesegaran bunga. Pengamatan lama kesegaran setiap tangkai bunga potong krisan standar dilakukan mulai dari bunga krisan sangat segar sampai sebelum kualitas hilang (layu) dengan cara menghitung jumlah lingkaran petalum bunga cakram dimulai dari lingkaran terluar, sudut kulai bunga tepi diukur dengan menggunakan busur derajat (sudut antara bunga tepi dan tangkai bunga), dan perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar. 2. Tingkat kesegaran bunga. Pengamatan tingkat kesegaran bunga setiap tangkai bunga potong krisan standar dilakukan mulai dari bunga krisan sangat segar sampai kualitas hilang (layu) dengan cara menghitung jumlah lingkaran petalum bunga cakram dimulai dari lingkaran terluar, sudut kulai bunga tepi diukur dengan menggunakan busur derajat (sudut antara bunga tepi dan tangkai bunga), dan perubahan warna bunga tepi. Interval pengamatan setiap hari mulai 1 HSP sampai 14 HSP. Pengamatan menggunakan skoring, yaitu sangat segar dengan skor 4 (100% - 75,1%), segar dengan skor 3 (75% - 50,1%), agak layu dengan skor 2 (50% - 25,1%), dan layu dengan skor 1 (25% - 0%). Tingkat kesegaran bunga krisan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. 3. Derajat warna bunga. Pengamatan derajat warna dengan menggunakan cara visual pada setiap tangkai bunga potong krisan standar. Pengamatan dilakukan mulai dari warna bunga tepi cerah sampai pudar dengan menggunakan skoring. Untuk
10
skoring bunga krisan ‘White Fiji’, yaitu putih pekat (skor 4), putih (skor 3), putih pucat (skor 2), dan putih kecoklatan (skor 1). Sedangkan untuk skoring bunga krisan ‘Yellow Fiji’, yaitu kuning pekat (skor 4), kuning (skor 3), kuning pucat (skor 2), dan kuning kecoklatan (skor 1). 4. Waktu bunga cakram terbuka. Pengamatan waktu bunga cakram terbuka dengan cara visual pada setiap tangkai bunga potong krisan standar dilakukan mulai dari bunga cakram terluar terbuka dengan menggunakan skoring, yaitu sangat segar (skor 4), segar (skor 3), agak layu (skor 2), dan layu (skor 1). Tingkat kesegaran bunga krisan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Pengamatan penunjang yang dilakukan terdiri dari suhu harian (oC) dan kelembaban relatif (%) Suhu harian diamati dengan menggunakan termohigrometer setiap hari selama percobaan berlangsung dan dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pukul 07.00 – 08.00, 13.00 – 14.00, dan 17.00 – 18.00. Kemudian rata-rata suhu harian dihitung dengan cara sebagai berikut : −
ℎ ℎ
=
(
ℎ
× 2) +
ℎ 4
+
ℎ
Kelembaban relatif diamati dengan menggunakan termohigrometer
setiap hari selama percobaan berlangsung dan dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pukul 07.00 – 08.00, 13.00 – 14.00, dan 17.00 – 18.00. Kemudian rata-rata suhu harian dihitung dengan cara sebagai berikut :
11
= 3.4
(
−
× 2) +
4
+
Pelaksanaan penelitian
3.4.1 Persiapan bunga Bunga potong krisan standar berasal dari bedeng penanaman di Cihideung, Lembang, Bandung. Waktu tempuh dari tempat pemanenan ke tempat percobaan kurang lebih satu jam. Panen dilakukan pada pagi hari dan dibawa ke tempat percobaan pada pukul 12.30 WIB. Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu dilakukan pemilihan tanaman krisan yang memiliki panjang tangkai lebih dari 60 cm. Panen dilakukan dengan menggunakan gunting stek agar tidak merusak jaringan tanaman kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik berisi aqua demineralisasi hingga tangkai bunga terendam setinggi 15 cm. Setiap 20 tangkai dikemas dengan kertas koran dan setiap mahkota bunga dibungkus dengan kertas HVS membentuk corong. Bunga krisan potong dibawa ke tempat percobaan dengan menggunakan mobil tertutup yang dilengkapi dengan fasilitas pengatur suhu. Setelah sampai tempat percobaan, seluruh tangkai bunga segera diberi kapas mengandung air pada pangkal tangkai bunga. 3.4.2 Persiapan akuarium dan pemberian 1-MCP Siapkan 5 buah akuarium yang digunakan terbuat dari kaca dengan volume 150 liter (Lampiran 5), dalam akuarium dibersihkan, diberi alas karton manila, dan diberi label sesuai perlakuan sebelum digunakan. Setiap akuarium diisi dengan 6 tangkai bunga krisan standar potong White Fiji dan 6 tangkai bunga
12
krisan standar potong Yellow Fiji yang telah diberi kapas pada seluruh pangkal tangkai bunga. Susun setiap tangkai bunga dengan rapi dan taruh wadah yang berisi ethylbloc 0,014% di dalam sudut akuarium. Setiap akuarium diberi konsentrasi ethylbloc 0,014% yang berbeda, yaitu sebagai berikut: (1) Akuarium 1, yaitu akuarium yang tidak diberi perlakuan ethylbloc 0,014% sebagai kontrol percobaan. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam. (2) Akuarium 2, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,25 μl l-1. Ethylbloc 0,014% sebanyak 450 mg dimasukkan ke dalam wadah, kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP 0,25 μl l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam. (3) Akuarium 3, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,5 μl l-1. Ethylbloc 0,014% sebanyak 900 mg dimasukkan ke dalam wadah, kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP 0,5 μl l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam. (4) Akuarium 4, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,75 μl l-1. Ethylbloc 0,014% sebanyak 1.350 mg dimasukkan ke dalam wadah, kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih
13
berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP 0,75 μl l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam. (5) Akuarium 5, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 1 μl l-1. Ethylbloc 0,014% sebanyak 1.800 mg dimasukkan ke dalam wadah, kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP 1 μl l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam. 3.4.3 Persiapan gelas penelitian Botol percobaan yang digunakan merupakan gelas percobaan yang sebelumnya dicuci dengan larutan detergen. Kemudian, gelas percobaan dibilas hingga bersih. Gelas percobaan yang sudah bersih dicuci dengan detergen disimpan diatas alas kertas koran dengan posisi permukaan botol di bawah agar cepat kering. Sebelum diisi air, setiap gelas percobaan dibilas dengan air demineralisasi agar tidak ada sisa detergen dan zat lain. Kemudian, isi gelas percobaan dengan air 200 mL setiap gelas perlakuan dan diberi label sesuai dengan 5 perlakuan yang diberikan. Setelah bunga krisan diberi perlakuan 0 μl l-1 1-MCP, 0,25 μl l-1 1-MCP, 0,5 μl l-1 1-MCP, 0,75 μl l-1 1-MCP, dan 1 μl l-1 1-MCP selama 6 jam, lalu masukkan 2 tangkai bunga krisan potong ke dalam setiap gelas percobaan berisi air sebanyak 300 mL yang telah disediakan sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Sebelum dimasukkan ke dalam gelas percobaan, kapas yang terpasang
14
pada pangkal batang dilepaskan. Setelah itu gelas percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial dengan jarak 30 cm x 30 cm yang dapat dilihat pada Lampiran 6.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang pada penelitian ini meliputi suhu harian dan
kelembapan relatif. Data pengamatan suhu dan kelembapan relatif dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 – 08.00, siang hari pukul 13.00 – 14.00, dan sore hari pukul 17.00 – 18.00 (Lampiran 8 dan Lampiran 9).
Suhu (oC)
a)
27 26,5 26 25,5 25 24,5 24
Suhu pukul 07.0008.00 Suhu pukul 13.0014.00 Suhu pukul 17.0018.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
b)
Kelembapan Relatif (%)
HSP
81 80,5 80 79,5 79 78,5 78
Kelembapan pukul 07.00 - 08,00 Kelembapan pukul 13.00 - 14.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314 HSP
Kelembapan pukul 17.00 - 18.00
15
Gambar 1. (a) Suhu Harian dan (b) Rata-rata Kelembapan Relatif Selama Penelitian Rata-rata suhu harian selama 14 HSP dihitung dengan cara sebagai berikut: −
ℎ ℎ
=
(
ℎ
× 2) +
ℎ 4
+
ℎ
Suhu ruangan selama 14 HSP tidak berfluktuasi dengan suhu rata-rata 25,63oC.
harian
Pengukuran
suhu
menggunakan
alat
termohigrometer
menunjukkan suhu tidak banyak mengalami perbedaan selama percobaan. Pada Gambar 3a didapatkan dilihat bahwa suhu rata-rata pada pagi hari 25oC, lalu pada siang hari meningkat hingga 26,5oC dan pada sore hari suhu menurun kembali menjadi 26oC. Suhu ruangan rata-rata harian selama percobaan sesuai dengan suhu yang dikehendaki bunga krisan hingga 27oC. Hal ini menyebabkan kesegaran bunga dapat bertahan dan tidak mempengaruhi perubahan warna bunga. Suhu yang tidak dikehendaki oleh bunga krisan dapat mempengaruhi proses metabolisme bunga krisan sehingga proses pemekaran bunga terganggu. Boodley (1981) menyatakan bahwa setiap kenaikan temperatur 10oC, maka kecepatan laju reaksi metabolisme tersebut bertambah dua kali lipat. Rata-rata kelembapan relatif selama 14 HSP dihitung dengan cara sebagai berikut:
=
(
−
× 2) +
4
+
16
Kelembapan selama 14 HSP tidak berfluktuasi dengan rata-rata kelembapan relatif harian 80,13%. Pengukuran kelembapan menggunakan alat termohigrometer menunjukkan kelembapan tidak banyak mengalami perbedaan selama percobaan. Pada Gambar 3b dapat dilihat bahwa kelembapan rata-rata pada pagi hari 80,5%, lalu pada siang hari menurun hingga 79% dan pada sore hari suhu meningkat kembali menjadi 80,5%. Rata-rata kelembaban relatif harian selama percobaan lebih tinggi 0,13% dari kelembaban yang dikehendaki bunga krisan hingga 80%. Hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kesegaran bunga krisan dan tidak berkembangnya organisme penyebab penyakit karena diimbangi dengan sirkulasi udara yang baik.
4.2
Pengamatan Utama Pengamatan utama pada penelitian ini meliputi; (1) lama kesegaran bunga,
(2) tingkat kesegaran bunga, (3) lama perubahan warna bunga, dan (4) waktu bunga cakram terbuka. 4.2.1 Lama Kesegaran Bunga Lama kesegaran bunga krisan dapat dilihat dari keadaan bunga krisan sangat segar sampai sebelum kualitas hilang (layu). Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar, berapa banyak lingkaran bunga cakram yang terbuka, dan sudut kulai bunga. Pengaruh berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
17
Untuk menentukan hasil penelitian semakin reliable (semakin dapat dipercaya) pada Gambar 4 dan Gambar 5, maka standar error dihitung dengan ( )
( )=
cara :
( )
Lama Kesegaran Bunga (HSP)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 Perlakuan Gambar 2. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Lama Kesegaran Bunga Krisan ‘White Fiji’. Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, dan E secara nyata mempengaruhi lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dibandingkan dengan perlakuan A. Pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ terlama terdapat pada perlakuan B dengan konsentrasi 0,25 µL L-1.
18
Lama Kesegaran Bunga (HSP)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 Perlakuan Gambar 3. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Lama Kesegaran Bunga Krisan ‘Yellow Fiji’. Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, dan E secara nyata mempengaruhi lama kesegaran bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dibandingkan dengan perlakuan A. Pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan ‘Yellow Fiji’ terlama terdapat pada perlakuan E dengan konsentrasi 1 µL L-1. Dari pembahasan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengaruh konsentrasi 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan sejalan dengan hasil penelitian Kebenei, et al. (2003) yang mengemukakan bahwa, 1-MCP secara nyata dapat memperpanjang kesegaran bunga kalancu dan sweet pea selama 4 hari lebih lama dibandingkan dengan kontrol. 4.2.2 Tingkat Kesegaran Bunga Tingkat kesegaran bunga krisan dapat dilihat dari perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar, berapa banyak lingkaran bunga cakram yang terbuka, dan sudut kulai bunga. Pengaruh kombinasi 1-MCP terhadap tingkat kesegaran bunga
19
krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. Untuk menentukan hasil penelitian semakin reliable (semakin dapat dipercaya) pada Gambar 6 dan Gambar 7, maka standar error dihitung dengan ( )=
cara :
( )
( )
.
20
Tingkat Kesegaran Bunga (%)
120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00
Konsentrasi 1-MCP (µL L-1)
0 (A) 0,25 (B) 0,5 (C) 0,75 (D) 1 (E)
1 HSP 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
2 HSP 94,44 97,22 100,00 94,44 97,22
3 HSP 88,89 94,44 97,22 91,67 94,44
4 HSP 83,33 91,67 97,22 91,67 91,67
5 HSP 80,56 91,67 97,22 88,89 91,67
6 HSP 75,00 86,11 83,33 83,33 83,33
7 HSP 75,00 80,56 83,33 83,33 83,33
8 HSP 75,00 80,56 79,17 83,33 80,56
9 HSP 69,44 79,17 75,00 80,56 80,56
10 HSP 69,44 77,78 69,44 80,56 80,56
11 HSP 61,11 73,61 69,44 77,78 77,78
12 HSP 51,39 70,83 68,06 77,78 75,00
13 HSP 50,00 70,83 65,28 75,00 73,61
14 HSP 33,33 70,83 62,50 72,22 70,83
Keterangan : 100 % - 75,1% = Sangat segar (skor 4); 75% - 50,1% = Segar (skor 3); 50% - 25,1% = Agak layu (skor 2); dan 25% - 0% = Layu (skor 1).
Gambar 4. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Tingkat Kesegaran Bunga Krisan ‘White Fiji’ 1 HSP sampai 14 HSP
21
Dari Gambar 4 dapat dilihat perkembangan tingkat kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP sebagai berikut : Pada 1 HSP, seluruh bunga krisan ‘White Fiji’ dan keadaan seluruh bunga dalam keadaan 100% atau sangat segar. Pada 2 HSP dan 3 HSP, terjadi penurunan pada tingkat kesegaran seluruh perlakuan. Pada perlakuan B, C, D, dan E masih memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dibandingkan dengan perlakuan A. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar. Pada 4 HSP, bunga pada perlakuan A terus mengalami penurunan tingkat kesegaran lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar. Pada 5 HSP, bunga pada perlakuan C memiliki pengaruh dalam mempertahankan tingkat kesegaran lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan B dan E masih memiliki potensi dalam mempertahankan kesegaran sama dengan perlakuan C. Sedangkan perlakuan D masih memiliki potensi dalam mempertahankan kesegaran sama dengan perlakuan B dan E, tetapi tidak sama dengan perlakuan C. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar. Pada 6 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran. Bunga pada perlakuan A mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar).
22
Pada 7 HSP, seluruh perlakuan dapat mempertahankan kesegaran dari 6 HSP. Kecuali, bunga pada perlakuan B yang mengalami penurunan tingkat kesegaran dari 86,11% menjadi 80,56% karena terserang hama Aphis gossypii. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Vasquez et al. (2006) yang menyatakan bahwa A. gossypii dapat menyerang tanaman Krisan. Pada 8 HSP, seluruh perlakuan dapat mempertahankan kesegaran dari 7 HSP. Kecuali, bunga pada perlakuan C dan E yang mengalami penurunan tingkat kesegaran menjadi 79,17% dan 80,56%. Pada 9 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran. Perlakuan A memiliki potensi dalam mempertahankan kesegaran seperti perlakuan C, tetapi tidak memiliki potensi seperti perlakuan B, D, dan E yang dapat lebih lama mempertahankan kesegaran. Bunga pada perlakuan C telah mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar). Pada 10 HSP, perlakuan B, D, dan E memiliki pengaruh yang lebih baik dibandingkan perlakuan A dan C dalam mempertahankan kesegaran bunga. Pada 11 HSP, perlakuan B mengalami penurunan tingkat kesegaran menjadi 73,61% (segar). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A. Pada 12 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran kecuali bunga pada perlakuan D. Bunga pada perlakuan E mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75%
23
(segar). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A. Pada 13 HSP, bunga pada perlakuan D mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar) dan bunga pada perlakuan A mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 50% atau pada saat ini dalam keadaan 50% (agak layu). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A. Pada 14 HSP, perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dengan keadaan segar dibandingkan dengan perlakuan A (0 µL L-1 1-MCP) dengan keadaan agak layu. Tetapi, potensi perlakuan B, D, dan E tidak sama dengan perlakuan C dalam mempertahankan kesegaran bunga. Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘White Fiji’ yang diberi perlakuan 0,25 µL L-1 1-MCP; 0,5 µL L-1 1-MCP; 0,75 µL L-1 1-MCP; dan 1 µL L-1 1-MCP dapat mempertahankan kesegaran bunga lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’ yang tidak diberi perlakuan 1-MCP. Keadaan bunga yang diberi perlakuan 1-MCP tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh etilen eksogen pada bunga potong. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Serek dan Sisler (2001) menyatakan bahwa, eksogenous etilen tidak akan mempengaruhi senesen pada spesies bunga potong dan pot yang memiliki kandungan 1-MCP. Penelitian lain yang dilakukan Serek et al (1995) menyatakan bahwa 1-MCP mencegah rontoknya bunga atau kelopak dan layu
24
bunga kecil dari bunga anyelir 'Sandra’. Celikel et al (2002) menyatakan bahwa 1-MCP mencegah rontoknya tunas rapid dan bunga oriental lily (Lilium) ‘Mona Lisa’ dan ‘Stargazer’. Dengan demikian, senesen pada bunga krisan ‘White Fiji’ dapat ditunda dan kesegaran bunga dapat dipertahankan. Bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran yang ditandai dengan sudut kulai bunga tepi yang semakin besar, warna bunga tepi yang menjadi putih kecoklatan, dan bunga cakram yang terbuka. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wuryan (2008) yang menyatakan bahwa, masa kesegaran bunga potong gerbera dihitung sejak bunga dipanen hingga layu yang ditandai oleh mekar dan terkulainya mahkota bunga atau mengkerutnya jaringan akibat perubahan sifat elastis dan menurunkan tekanan turgor.
25
Tingkat Kesegaran Bunga (%)
120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00
Konsentrasi 1-MCP (µL L-1)
-
1 HSP 0 (A) 100,00 0,25 (B) 100,00 0,5 (C) 100,00 0,75 (D) 100,00 1 (E) 100,00
2 HSP 97,22 97,22 100,00 98,61 98,61
3 HSP 95,83 91,67 98,61 93,06 95,83
4 HSP 93,06 91,67 97,22 91,67 93,06
5 HSP 88,89 83,33 88,89 86,11 86,11
6 HSP 81,94 83,33 86,11 83,33 83,33
7 HSP 77,78 83,33 83,33 81,94 81,94
8 HSP 77,78 81,94 80,56 81,94 81,94
9 HSP 76,39 81,94 80,56 81,94 81,94
10 HSP 76,39 80,56 79,17 81,94 81,94
11 HSP 69,44 77,78 77,78 79,17 80,56
12 HSP 66,67 77,78 73,61 75,00 80,56
13 HSP 55,56 75,00 73,61 73,61 79,17
14 HSP 44,44 65,28 66,67 62,50 72,22
Keterangan : 100 % - 75,1% = Sangat segar (skor 4); 75% - 50,1% = Segar (skor 3); 50% - 25,1% = Agak layu (skor 2); dan 25% - 0% = Layu (skor 1).
Gambar 5. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Tingkat Kesegaran Bunga Krisan ‘Yellow Fiji’ 1 HSP sampai 14 HSP
26
Dari Gambar 5 dapat dilihat perkembangan tingkat kesegaran bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP sebagai berikut : Pada 1 HSP, seluruh bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dan keadaan seluruh bunga dalam keadaan 100% atau sangat segar. Pada 2 HSP, terjadi penurunan pada tingkat kesegaran seluruh perlakuan kecuali perlakuan C. Pada 3 HSP sampai 4 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran.. Perlakuan C memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga. Pada 5 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran. Seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan kesegaran. Perlakuan A, D, dan E memiliki potensi dalam mempertahankan kesegaran sama dengan perlakuan C, tetapi perlakuan B memiliki potensi yang sama dengan perlakuan C. Pada 6 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran. Perlakuan C memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga. Pada 7 HSP sampai 10 HSP bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran. Seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan kesegaran. Pada 11 HSP, seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan kesegaran. Perlakuan B, C, D, dan E dapat mempertahankan bunga dalam keadaan sangat segar, hal ini berpengaruh nyata dalam
27
mempertahankan kesegaran lebih lama dibandingkan dengan perlakuan A dengan bunga dalam keadaan 69,44% (segar). Pada 12 HSP, bunga pada perlakuan C dan D mengalami penurunan tingkat kesegaran menjadi keadaan segar. Perlakuan E memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga. Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A. Pada 13 HSP, bunga pada perlakuan B mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar). Perlakuan E memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga. Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A. Pada 14 HSP, bunga pada perlakuan B mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 27,78% atau pada saat ini dalam keadaan 72,22% (segar). perlakuan B (0,25 µL L-1 1-MCP), C (0,5 µL L-1 1-MCP), D (0,75 µL L-1 1-MCP), dan E (1 µL L-1 1-MCP) memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dengan keadaan segar dibandingkan dengan perlakuan A (0 µL L-1 1-MCP) dengan keadaan 44,44% atau agak layu. Tetapi, potensi perlakuan B, C, dan D tidak sama dengan perlakuan E dalam mempertahankan kesegaran bunga. Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ yang diberi perlakuan 0,25 µL L-1 1-MCP; 0,5 µL L-1 1-MCP; 0,75 µL L-1 1-MCP; dan 1 µL L-1 1-MCP dapat mempertahankan kesegaran bunga lama dibandingkan
28
bunga krisan ‘Yellow Fiji’ yang tidak diberi perlakuan 1-MCP. Keadaan bunga yang diberi perlakuan 1-MCP tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh etilen eksogen pada bunga potong. Dalam mempertahankan kesegaran bunga dibutuhkan jumlah air yang mencukupi selama percobaan untuk proses metabolisme dalam proses pemekaran bunga. Oleh karena itu, selama 14 HSP ketersediaan air dalam gelas percobaan harus selalu tersedia. Batang bagian bawah harus selalu terendam oleh air agar proses pemekaran bunga tidak terganggu. Hal ini sejalan dengan penelitian Nelson (1981), Coorts (1973), Halevy et al (1978), dan Marousky (1972) yang mengemukakan bahwa bunga walaupun telah dipotong dari tangkainya masih melakukan aktivitas metabolisme. Penyerapan air oleh tanaman selama 14 HSP terkait dengan proses respirasi dan transpirasi. Menurut Jiang et al (2002b) menyatakan bahwa menariknya tingkat respirasi pada perlakuan ketumbar dengan 1-MCP sama atau lebih besar daripada kontrol. 4.2.3 Derajat warna bunga Pengaruh berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ 2 HSP sampai 14 HSP disajikan pada Tabel 4 sampai Tabel 16 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 2 HSP
29
Tabel 4. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 2 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 3,667 a A 4,000 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 4,000 a 4,000 a 4,000 a B B B 4,000 a 4,000 a 4,000 a A A A
1 µL L-1 (m4) 4,000 a B 4,000 a A
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 4 menunjukkan awal perubahan warna bunga pada k1m0 (Krisan ‘White Fiji’ tanpa perlakuan 1-MCP) dari warna putih pekat menuju ke putih. Dimana awal perubahan warna bunga merupakan pengaruh etilen terhadap perubahan warna bunga menjadi pudar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Michelle et al (2001) menyatakan bahwa etilen menyebabkan ejakulasi layu, warna memudar dan gugurnya kelopak bunga. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Jiang (2000) menyatakan bahwa dengan keberadaan etilen, hal itu menyebabkan penuaan bunga, memperpendek hidup dan hilangnya warna cerah Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 3 HSP
30
Tabel 5. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 3 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 3,500 a A 4,000 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 3,667 a 4,000 a 4,000 a B C C 4,000 b 4,000 a 4,000 a A A A
1 µL L-1 (m4) 4,000 a C 4,000 a A
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 5 menunjukkan k1m0 dan k1m1 terus mengalami perubahan warna dari putih pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m2, k1m3, dan k1m4 dengan nyata dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning pekat. Pada perlakuan m0 dan m1, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 4 HSP
31
Tabel 6. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 4 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 3,500 a A 4,000 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 3,500 a 3,833 a 4,000 a A B C 4,000 b 4,000 b 4,000 a A A A
1 µL L-1 (m4) 4,000 a C 4,000 a A
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 6 menunjukkan k1m2 mengalami perubahan warna dari putih pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m3 dan k1m4 dengan nyata dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning pekat. Pada perlakuan m0; m1; dan m2, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 5 HSP
32
Tabel 7. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 5 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 3,500 a A 4,000 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 3,500 a 3,833 a 3,833 a A B B 4,000 b 4,000 b 4,000 b A A A
1 µL L-1 (m4) 4,000 a B 4,000 a A
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 7 menunjukkan k1m3 mengalami perubahan warna dari putih pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m4 dengan nyata dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning pekat. Pada perlakuan m0; m1; m2; dan m3, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 6 HSP
33
Tabel 8. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 6 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 3,000 a A 3,833 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 3,333 a 3,500 a 3,833 a B B C 4,000 b 4,000 b 4,000 b A A A
1 µL L-1 (m4) 4,000 a C 4,000 a A
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 8 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m3 dan k1m4 secara nyata mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan k1m0, k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m0 mulai mengalami perubahan warna dari kuning pekat menjadi kuning. Pada perlakuan m0; m1; m2; dan m3, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 7 HSP
34
Tabel 9. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 7 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Perubahan Warna 3,300 a 3,933 b 3,333 a 3,667 b 3,583 b 3,750 b 3,750 b
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 9 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-1 1-MCP. Pengaruh paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1 dan 1 µL L-1. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 8 HSP
35
Tabel 10. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 8 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Perubahan Warna 3,300 a 3,933 b 3,333 a 3,667 b 3,583 b 3,750 b 3,750 b
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 10 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-1 1-MCP. Pengaruh paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1 dan 1 µL L-1. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 9 HSP
36
Tabel 11. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 9 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Perubahan Warna 3,200 a 3,933 b 3,167 a 3,667 bc 3,500 b 3,750 c 3,750 c
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 11 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-1 1-MCP. Pengaruh paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1 dan 1 µL L-1. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 10 HSP
37
Tabel 12. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 10 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 2,500 a A 3,667 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 2,667 a 2,500 a 3,500 a A A B 4,000 b 4,000 b 4,000 b B B B
1 µL L-1 (m4) 3,333 a B 4,000 b B
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 12 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m0, k1m1, dan k1m2 terus mengalami pemudaran dari warna putih menjadi putih pucat. Perlakuan k1m3 dan k1m4 secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k1m0, k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m0 terus mengalami pemudaran warna. Pada seluruh perlakuan dapat dilihat bahwa bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 11 HSP
38
Tabel 13. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 11 HSP
Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Yellow Fiji (k2)
0 µL L-1 (m0) 2,500 a A 3,167 b A
Konsentrasi 1-MCP 0,25 µL L-1 0,5 µL L-1 0,75 µL L-1 (m1) (m2) (m3) 2,500 a 2,167 a 3,167 a A A B 3,883 b 4,000 b 4,000 b B B B
1 µL L-1 (m4) 3,167 a B 4,000 b B
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 12 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m1 dan k1m2 terus mengalami pemudaran dari warna putih menjadi putih pucat. Perlakuan k1m3 dan k1m4 secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k1m0, k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m1 baru mengalami pemudaran warna dari kuning pekat menjadi kuning. Perlakuan k2m2, k2m3, dan k2m4 secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k2m0 dan k2m1.Pada seluruh perlakuan dapat dilihat bahwa bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata
mempertahankan warna bunga lebih lama
dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 12 HSP
39
Tabel 14. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 12 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Perubahan Warna 2,467 a 3,700 b 2,500 a 3,083 bc 2,917 b 3,583 d 3,333 cd
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 14 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-1 1-MCP. Pengaruh paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 13 HSP
40
Tabel 15. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 13 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Perubahan Warna 2,267 a 3,700 b 2,500 a 3,000 bc 2,917 b 3,333 d 3,167 cd
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 15 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-1 1-MCP. Pengaruh paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga pada 14 HSP
41
Tabel 16. Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 14 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Perubahan Warna 2,167 a 2,933 b 2,083 a 2,583 bc 2,500 b 2,833 c 2,750 bc
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 16 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’. Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-1 1-MCP. Pengaruh paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1. Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dengan nyata mempertahankan warna lebih lama dibandingkan krisan ‘White Fiji’, sedangkan perlakuan 1-MCP dengan nyata mempertahankan warna lebih lama terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-1 1-MCP. . 4.2.4 Waktu Bunga Cakram Terbuka Waktu bunga cakram terbuka dapat dilihat lingkaran terluar bunga cakram terbuka. Pengaruh berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap waktu bunga cakram
42
terbuka pada bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ disajikan pada Tabel 17 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan kombinasi 1-MCP terhadap waktu bunga cakram terbuka pada 5 HSP. Tabel 17 Derajat Warna Bunga Krisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’ pada 14 HSP Perlakuan Jenis Bunga Krisan White Fiji (k1) Krisan Yellow Fiji (k2) Konsentrasi 1-MCP 0 µL L-1 (m0) 0,25 µL L-1 (m1) 0,5 µL L-1 (m2) 0,75 µL L-1 (m3) 1 µL L-1 (m4)
Skor Bunga Cakram 3,867 b 3,267 a 3,583 a 3,500 a 3,583 a 3,500 a 3,667 a
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Tabel 16 menunjukkan bahwa pada 5 HSP awal bunga cakram terbuka. Pada bunga ‘Yellow Fiji’ secara nyata bunga cakram lebih cepat terbuka dibanding krisan ‘White Fiji’. Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap wantu bunga cakram terbuka antara perlakuan yang diberikan konsentrasi 1-MCP dengan yang tidak diberikan perlakuan 1-MCP. Seiring bertambahnya sudut kulai bunga, maka lingkaran bunga cakram ikut terbuka. Bunga cakram terbuka menandakan awal senesen terjadi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wuryan (2008) yang menyatakan bahwa, masa kesegaran bunga potong gerbera dihitung sejak bunga dipanen hingga layu yang ditandai oleh mekar dan terkulainya
43
mahkota bunga atau mengkerutnya jaringan akibat perubahan sifat elastis dan menurunkan tekanan turgor
44
16
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, K. 2007. Produktivitas Tanaman Induk dan Kualitas Stek Varietas Krisan di Rumah Plastik dan Lahan Terbuka. Jurnal Hortikultura. 17(4):321-327p. Cahyono. 1990. Chrysanthemum dalam Tuntunan Mambangun Agribisnis. Dalam Supari, D. H (ed). Seri Praktek Ciputri Hijau. PT. Elex Media Kupindo. Gramedia, Jakarta. 235-259p. Departemen Pertanian. 2011. Produksi Bunga Krisan Tahun 2000-2010. Available online at: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. Diakses tanggal 26 Agustus 2011. Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Jakarta.
Gunawan. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Kusumah E. 1994. Tataniaga dan Perilaku Konsumen Bunga Potong Dalam: Buletin Peneletian Tananaman Hias No. 2, Vol. 2, 94. Puslitbang Hortikultura. Marwoto, B., T. Sutater, dan J. de Jond. 1999. Varietas baru Krisan Tipe Spray. Jurnal Hortikultura. 9(3):275-281p. Pierik. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Nijhoff Publisher. Dordrecht.
Reid, M.S. 1985. Postharvest handling System Ornamental. Postharvest Technology of Horticulture Crops. The Regent of the University of California. ___________. 1992. Ethylene in Postharvest Technology. Dalam: A. A. kader (ed) Postharvest Technology of Horticulture Crops. University of California. Division of Agriculture and Natural Resources. Publication 3311. 97-108p. Sanjaya, L. 1996. Krisan, Bunga Potong dan Tanaman Hias yang Menawan. Jurnal Litbung Pertanian. XV(3):55-60p. Sulusi P., Murtiningsih, Dondy A.S., dan Nurmalinda. 2002. Pengaruh Komposisi Pulsing terhadap Mutu Segar Bunga Krisan. Jurnal Hortikultura. 12(2):124-130p. Sylvia M. B. dan John M. D. 2002. 1-Methylcyclopropene: a Review. Postharvest Biol. Technol. 28 (2003):1-25p.
17