PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 3 2006
Laju Dekomposisi Jerami Padi dan Serasah Jagung dengan Pemberian Inokulan dan Pupuk Hijau Nuraida dan Muchtar A.N
Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros, Sulawesi Selatan
ABSTRACT. Decomposition Rate of Rice Straw and Corn Stover under Bacterial Decomposer Inoculation and Gamal Leaves Mulch. Rice and corn straws contain high cellulose which cause problems when they are used for fresh mulch, because decomposition takes longer times. An experiment was conducted in Laboratory of Indonesian Cereal Research Institutes, from September to November 2000.The objective was to evaluate the effect of decomposer microbes EM4 and green manure of gamal leaves, to hasten the process of straw decomposition. Soil from Bajeng Experimental farm was used as media. The experiment was arranged in a randomize block design with nine treatments. Rate of decomposition was measured based on CO2 evolution, using techniques described by Stozky (1965) and its modification by Momuat (1985). The fastest CO2 release 5.4 mg C/kg soil/day occured on soil + straw + EM4 treatment at 20-25 days incubation. The slowest CO2 release occured on soil + gamal 1.2 mg C/kg soil/ day at 35 days incubation. Keywords: Decomposition, rice straw, corn stover, inoculant, green manure ABSTRAK. Jerami padi dan serasah jagung merupakan sumber bahan organik yang potensial, mudah diperoleh dan relatif murah. Tingginya kadar selulosa dari kedua bahan organik tersebut merupakan kendala utama pemanfaatannya. Untuk mengetahui pengaruh pemberian inokulan dan pupuk hijau terhadap laju dekomposisi jerami padi dan serasah jagung dilaksanakan penelitian di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Serealia pada bulan September-Nopember 2000, menggunakan tanah yang berasal dari kebun percobaan Instalasi Bajeng, Sulawesi Selatan. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan sembilan perlakuan. Aktvitas mikroorganisme tanah diukur melalui pengamatan hasil respirasi, yaitu jumlah CO2 yang dibebaskan dari bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan kecepatan pelepasan CO2 tertinggi (5,4 mg C/kg tanah/ hari) terjadi pada perlakuan tanah + jerami + EM4 setelah 20-25 hari inkubasi. Pelepasan CO2 terendah (1,2 mg C/kg tanah/hari) terjadi pada perlakuan tanah + gamal setelah 35 hari inkubasi.
B
Kata kunci: Dekomposisi, jerami padi, serasah jagung, inokulan, pupuk hijau
ahan organik sangat bermanfaat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroflora di dalam tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah akan menimbulkan proses kegiatan berbagai jenis organisme tanah. Jasad hidup ini memerlukan karbon dan dari bahan organik untuk memperoleh energi dan zat penyusun tubuhnya. Bahan organik yang telah mengalami proses perombakan akan memberikan manfaat secara tidak
langsung bagi pertumbuhan tanaman, karena dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah unsur-unsur hara dan mengurangi pencucian hara (Miller and Donahue 1990). Kohnche (1968) mengemukakan bahwa keuntungan penggunaan bahan organik adalah dapat mensuplai CO2, NO3-, SO4- dan asam-asam organik serta hara tanaman lainnya secara langsung dan tidak langsung. Mikroorganisme berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik dan menentukan produk yang dihasilkan. Jerami padi dan serasah jagung merupakan sumber bahan organik yang potensial dan mudah didapat. Namun tingginya kadar selulosa dan lignin dari kedua bahan organik ini merupakan kendala utama, karena proses dekomposisi secara alami akan berjalan lebih lama. Di samping itu, nisbah C/N nya juga lebih besar dari 30. Menurut Tisdale dan Nelson (1975) bila nisbah C/N bahan organik lebih besar dari 30 maka akan menyebabkan terjadinya imobilisasi N oleh jasad renik tanah. Penggunaan jerami sebagai bahan organik dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N, memperbaiki kesuburan tanah sawah dengan memasok beberapa unsur hara terutama K, selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah (Sri Adiningsih et al. 1988). Hasil penelitian Suhartatik et al. (1999) mengemukakan bahwa pemberian jerami dengan cara memotongmotong terlebih dahulu sepanjang 10 cm dan 2,5 cm akan memberikan kandungan karbon terendah dibanding dengan jerami utuh, sebaliknya kandungan N total meningkat. Pencampuran pupuk hijau nyata meningkatkan kandungan N total jerami pada minggu pertama, sedangkan pemberian pupuk urea mempercepat penurunan karbon dan nisbah C/N. Pemberian inokulan dan pupuk hijau diharapkan dapat mempercepat pelapukan bahan organik. Inokulan EM4 merupakan campuran dari berbagai mikroorganisme (bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, actinomycetes, ragi dan jamur), yang secara aktif mengatur mikroorganisme yang ada di tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah (Wididana 1994).
185
NURAIDA DAN MUCHTAR: DEKOMPOSISI JERAMI PADI DAN SERASAH JAGUNG
Penambahan pupuk hijau (gamal) juga diharapkan dapat mempercepat proses dekomposisi jerami padi dan serasah jagung. Gamal tergolong tanaman leguminosa pohon, tahan hidup pada tanah yang kurang subur dan toleran kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulan dan pupuk hijau terhadap laju dekomposisi campuran bahan organik dan tanah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Serealia pada bulan September- Nopember 2000, dengan menggunakan tanah yang berasal dari kebun Instalasi Bajeng, Sulawesi Selatan. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dengan sembilan perlakuan dan dua ulangan. Susunan perlakuan adalah sebagai berikut: P0 = Tanah P1 = Tanah + EM4 P2 = Tanah + jerami P3 = Tanah + jerami + EM4 P4 = Tanah + gamal(100 %) P5 = Tanah + jerami (50%) + gamal (50%) P6 = Tanah + serasah + EM4 P7 = Tanah + serasah + EM4 P8 = Tanah + serasah (50%) + gamal (50%) Contoh tanah sebanyak 1 kg kering udara digunakan untuk tiap perlakuan. Tanah-tanah yang akan diberi berbagai perlakuan ditempatkan dalam botol inkubasi dan tidak ditanami, karena pengamatan hanya di-
lakukan terhadap kegiatan mikroorganisme tanah. Pemberian bahan organik sebanyak 5 g dilakukan sebelum botol inkubasi ditutup. Pembersihan udara (Gambar 1) dilakukan pertama kali 24 jam setelah wadah inkubasi ditutup tetapi belum dilakukan penampungan gas CO2 untuk diamati. Kegiatan mikroorganisme tanah diukur melalui pengamatan hasil respirasi yaitu jumlah CO2 yang dibebaskan dalam proses dekomposisi bahan organik. N, P, C organik, dan nisbah C/N dianalisis setelah 35 hari inkubasi. Gas CO2 hasil respirasi ditampung dengan cara mendorong atmosfer tanah pada tiap perlakuan atau botol inkubasi. Untuk itu digunakan metode yang dianjurkan oleh Stotzky (1965) yang telah dimodifikasi oleh Momuat (1985). Penetapan jumlah CO2 hasil respirasi di-lakukan dengan selang waktu lima hari. Penampungan CO2 hasil respirasi dilakukan dengan larutan 0,1 N NaOH sebanyak 50 ml di dalam tabung penampung. Larutan alkali yang telah mengikat CO2 tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan 0,1 N HCl. Untuk menghitung hasil titrasi digunakan persamaan Stotzky (1985) sebagai berikut: C atau CO2 (mg/kg) = ( B – V ) * N * E
di mana: B = volume (ml) asam yang digunakan untuk menitrasi alkali dari penampung pada kontrol V = volume (ml) asam yang digunakan untuk menitrasi alkali penampung pada perlakuan tertentu N = normalitas asam (0,1) E = bobot setara: - jika data dinyatakan sebagai C maka E = 16 - jika data dinyatakan sebagai CO2 maka E = 22
HASIL DAN PEMBAHASAN A
B
C
D
E
F Ke sistem pembagi
K
Keterangan : A = Botol kosng B = H2SO4 C = Botol kosong D = 4 N NaOH E = Botol kosong F = Air suling K = Kompressor
Gambar 1. Sistem pembersih udara (A-F) untuk membersihkan udara dari kompresor agar bebas gas NH3, karbon gerbak rantai. Pengamatan: - Pengukuran jumlah CO2 yang dibebaskan dari dalam tanah dengan berbagai perlakuan yang menggambarkan aktivitas mikroorganisme - Analisis tanah setelah selesai penelitian (N, P, C organik, pH, C/N)
186
Analisis awal contoh tanah dari lokasi Bajeng disajikan pada Tabel 1. Secara umum dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tergolong kurang subur, mempunyai pH agak masam, KTK (me/100 g) rendah, N total sangat rendah, P tersedia sedang, C organik rendah, dengan kejenuhan basa yang tinggi. Nilai nisbah C/N 14 memberi pertanda bahwa dalam tanah sudah terjadi keseimbangan perombakan bahan organik dengan mikroorganisme tanah. Pada proses dekomposisi bahan organik akan dibebaskan sejumlah CO2 yang bereaksi dalam tanah membentuk asam karbonat, yang merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Selama masa inkubasi kandungan karbon ini akan mengalami penurunan.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 3 2006
Hasil pengamatan pelepasan karbon selama masa inkubasi disajikan pada Gambar 2. Pada 5 dan 10 hari setelah proses inkubasi, rata-rata karbon yang dilepas akibat aktivitas mikroorganisme pada perlakuan yang diberi EM4 terendah. Pelepasan karbon pada perlakuan yang diberi gamal 100% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang diberi jerami dan serasah. Pelepasan karbon pada perlakuan yang diberi 100% gamal mencapai puncaknya pada 10 hari setelah inkubasi yang selanjutnya mulai menurun (Gambar 2). Hal ini disebabkan karena nisbah C/N gamal sebelum perlakuan sudah rendah, yaitu 13 dengan kadar N total 3,13% (Tabel 1). Hasil analisis menunjukkan bahwa contoh tanah mempunyai nisbah C/N 14 sehingga pada awal proses dekomposisi, jasad renik dapat menggunakan karbon dengan cepat. Laju penggunaan C menentukan laju dekomposisi, karena laju dekomposisi tidak dibatasi oleh kekurangan N atau C. Pada perlakuan yang menggunakan jerami dan serasah 100% atau yang diberi inokulan atau pupuk hijau
Tabel 1. Hasil analisis fisik dan kimia tanah asal Bajeng Gowa, Sulawesi Selatan, sebelum diberi perlakuan. Maros, 2001. Uraian
Nilai
Keterangan
Tekstur Liat (%) Debu (%) Pasir (%) pH H2O pH KCl C Organik (%) N Total (%) - C/N P Olsen (ppm) Kdd (me100 g) Cadd (me/100 g) Mgdd (me/100 g) Nadd (me/100 g) Aldd (me/100 g) H+ (me/100 g) KTK (me/100 g) Kej. basa (%)
16 52 32 5,90 5,10 2,16 0,09 14 13,4 0,49 6,59 1,28 0,14 0 0,06 11,95 74
Lempung Agak masam Agak masam R SR
SR= sangat rendah, R= rendah, T= tinggi, ST= sangat tinggi
Tabel 2. Hasil analisis kadar N,P, C organik dan nisbah C/N tiga jenis bahan organik sebelum diberi perlakuan. Maros, 2000. Jenis bahan organik
Serasah jagung Jerami padi Gamal
%N
0,56 0,64 3,13
%P
0,10 0,15 0,22
30
25 Laju dekomposisi (mg C2/kg tanah/5 hari)
S S R S S R R R ST
+ bahan organik 50%, laju pelepasan karbon tertinggi pada 20 hari setelah inkubasi. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh nisbah C/N dari jerami padi dan serasah jagung yang cukup tinggi, berturut-turut 61 dan 82 (Tabel 2), sehingga laju dekomposisi lebih lambat karena aktivitas mikroorganisme dibatasi oleh ketersediaan C dan N. Sebelum diberi perlakuan, kadar N total gamal sangat tinggi dibanding bahan organik lainnya dengan nisbah C/N terendah (Tabel 2) sehingga penambahan gamal akan mempercepat dekomposisi jerami padi dan serasah jagung. Nisbah C/N, kadar P, N total, dan C organik dari jerami, serasah jagung, dan gamal sebelum percobaan disajikan pada Tabel 2. Pada akhir percobaan, yaitu 35 hari setelah inkubasi, kadar N total untuk semua perlakuan yang menggunakan bahan organik berbeda nyata dengan kontrol. Kadar N total tertinggi terdapat pada perlakuan yang diberi 100% gamal (pupuk hijau), diikuti oleh perlakuan pemberian jerami +inokulan dan jerami + gamal 50% (Tabel 3). Tingginya kadar N total dari biomas gamal pada awal percobaan mempercepat proses dekomposisi oleh mikroorganisme. Nisbah C/N merupakan salah satu indikator tingkat kematangan tanah atau kompos. Pemberian inokulan dan pupuk hijau 35 hari setelah inkubasi cenderung menurunkan C/N. Nisbah C/N gamal pada awal per-
%C organik
Nisbah C/N
45,0 39,3 41,0
82 61 13
20
15
10
Tanah (T)
5
T+EM4 T+Gamal (G)
T+J
T+J+EM T+S
T+S+EM4
T+S+G
T+J+G
0 5
10
15
20
25
30
35
Interval pengamatan (hari)
Gambar 2. Hubungan antara CO2 yang hilang dengan berbagai perlakuan dekomposisi bahan organik.
187
NURAIDA DAN MUCHTAR: DEKOMPOSISI JERAMI PADI DAN SERASAH JAGUNG
Tabel 3. Hasil analisis N, P, C organik, dan nisbah C/N tanah 35 hari setelah inkubasi. Maros, 2001. Perlakuan
N total (%)
Tanah (T) T + EM4 T + jerami (J) T + J + EM4 T + Gamal (G) T+J+G T + serasah jagung (S) T + S + EM4 T+S+G
0,15 0,17 0,18 0,21 0,22 0,20 0,18 0,19 0,18
e de bcd ab a abc cde bcd bcd
P tersedia (ppm) 6,1 9,6 10,4 12,2 12,2 12,1 9,8 10,7 10,3
d c bc a a ab abc bc
C organik (%) 2,09 2,36 4,03 3,03 2,68 3,52 4,14 2,97 4,14
d d ab bcd cd abc a bcd a
Nisbah C/N 13,5 d 11,5 d 21,0 ab 13,0 d 11,0 d 18,2 bc 23,0 a 17,0 bc 18,7 bc
pH 5,90 5,97 6,04 6,21 6,16 6,07 5,95 6,17 6,17
c c bc a ab abc c ab ab
Angka selajur yang diikuti oleh hurup yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
cobaan memang rendah yaitu 13, sementara kadar C/N jerami dan serasah jagung cukup tinggi masing-masing 61 dan 82 (Tabel 2). Ternyata pemberian inokulan dan gamal dapat menurunkan nisbah C/N dengan kecepatan pelepasan CO2 tertinggi 5,4 mg/hari/kg tanah pada perlakuan tanah + jerami + EM setelah 20-25 hari inkubasi dan terendah 1,2 mg/hari/kg tanah pada perlakuan tanah + gamal setelah 35 hari (Gambar 2). Tisdale dan Nelson (1975) mengemukakan bahwa bila nisbah C/N <20 akan segera terjadi pelepasan N, sehingga bahan organik yang terdekomposi tidak akan memberi dampak buruk terhadap tanaman. Sejalan dengan pendapat Alexander (1977), bahan organik yang kaya N dengan nisbah C/N rendah mudah terurai dan menghasilkan banyak CO2 dibandingkan dengan bahan organik yang miskin N tetapi kaya C, seperti jerami padi. Kadar P tersedia setelah diinkubasi selama 35 hari berbeda nyata dengan kontrol. Kadar P tertinggi terdapat pada perlakuan tanah + jerami +EM4, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanah + gamal 100%. Hal ini antara lain disebabkan karena EM4 mengandung salah satu mikroorganisme yang menguntungkan, yaitu Streptomyces yang mempunyai kerja spesifik dan bersifat sinergis. Bahan organik selain merupakan salah satu sumber P dalam tanah juga sebagai sumber energi bagi mikroorganisme yang menghasilkan enzim fosfatase. Enzim ini diperlukan untuk mempercepat proses dekomposisi P organik dalam tanah. Hasil penelitian Salam et al. (1990), menunjukkan bahwa penambahan bahan organik 6 t/ha meningkatkan aktivitas fosfatase hingga minggu ke-4 dengan rentang maksimum sekitar minggu ke-12. Pada perlakuan yang menggunakan inokulan dan bahan organik terjadi perubahan pH tanah, pH tertinggi terjadi pada perlakuan jerami padi + EM4 (Tabel 3). Salam et al. (1990) menyatakan bahwa adanya perubahan pH pada perlakuan yang menggunakan bahan organik erat kaitannya dengan aktivitas fosfatase, di mana sampai dengan minggu ke-4 bahan organik 188
merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dan substrat bagi fosfatase.
KESIMPULAN
1. Pemberian bahan organik meningkatkan jumlah CO2 yang dibebaskan dari kegiatan jasad renik dalam tanah. Kecepatan pelepasan CO2 tertinggi 5,4 mg/hari/kg tanah pada perlakuan T + J + EM setelah 20-25 hari inkubasi dan terendah 1,2 mg/hari/kg tanah pada perlakuan T + G setelah 35 hari inkubasi (Gambar 2). Pemberian inokulan dan pupuk hijau (gamal) setelah 35 hari inkubasi menurunkan nisbah C/N terendah dibanding perlakuan lainnya. 2. Kadar N total setelah diinkubasi selama 35 hari tertinggi pada perlakuan yang menggunakan 100% gamal diikuti dengan perlakuan jerami + inokulan dan jerami + gamal 50%. 3. Kadar P tertinggi juga didapatkan pada perlakuan yang menggunakan tanah + jerami + EM4 dan tanah + gamal 100%.
DAFTAR PUSTAKA Kohnche, H. 1968. Soil physicals Mc. Grow-Hill. Book chanes In Rice Soil, In soils and rize. IRRI, Manila Philippines. p.361365. Miller, R.V. and R.L. Donahue. 1990. Soil. an introduction to soil and plant growth. J.U. Miller, (Ed.). Assistant Prentice Hall. Englewood Cliffs, N.J. p.210-211. Momuat, E.O. 1985. Pengelolaan belerang pada tanah sawah berdasarkan kelakuannya (Disertasi). Universitas Gajah Mada. Jogyakarta. Salam, A.K., Sri Yusnaeni, dan Rachmalia. 1998. Perubahan aktivitas fosfatase selama 16 minggu dalam tanah Ultisol Tanjungan Lampung akibat perlakuan bahan organik. Prosiding Seminar Pertanian Mikrobiologi dalam Agroindustri untuk menunjang Ketahanan Pangan Nasional. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia Cabang Lampung.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 3 2006 Suhartatik,E., S. Salma, R. Damanhuri, dan Suwangsih. 1999. Pengaruh pemberian Trichoderma sp dan pemotongan jerami terhadap nisbah C dan N padi. Penelitian Pertanian 18 (2). Sri Adiningsih, Sri Rochayati, Diah Setiorini, dan M. Sujadi. 1988. Efisiensi penggunaan pupuk pada lahan sawah. Simposium Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Stotzky, G. 1965. Method respiration. In: methods of soil aanalysis part 2. Chemical and Microbiological Properties. Black et al. (Eds.). p.1550-1572. Am. Sic. Agron. Madison. Wisconsin, USA. Tisdale, S and Nelson. 1975. Soil fertlity and fertilyzer. Third edition. Collier MacNillan Publisher. London. Wididana, G.N. 1994. Penerapan teknologi efektivitas mikroorganisme (EM) dalam bidang pertanian di Indonesia. Buletin Kyusei Native Farmning Vol.05/IKNFS/TH II.
189