10/12/09
1
10/12/09
INFORMAN
METODE PENGUMPULAN DATA
Koordinasi awal/kulonuwun dengan Korkot dan BKM (Kulonuwun sebagai langkah awal untuk masuk ke masyarakat) Faskel/Senior Faskel SSI dan FgGD (SSI dilakukan erhadap RT/RW/Kepala Wawancara bebas untuk mendapat ambaran umum Jtg kondisi wilayah Faskel/Mantan F askel p endamping Lingkungan dan pelaksanaan program yang diketahui kelurahan terpilih yang bersifat informa=f Warmis Wawancara bebas dan observasi kantong2 kemiskinan per RT dantara an dan konfirma=f, dan FGD terpisah Lingkungan laki-‐laki dan perempuan) KSM
SSI dan FGD (Untuk SSI, daNar nama KSM dari Asmandat sebagai basis, dan snowball, dan FGD terpisah antara laki-‐laki dan perempuan)
Relawan
SSI, FGD (Untuk SSI, daNar nama relawan terdaNar sebagai basis penyusuran, dan FGD terpisah antara laki-‐laki dan perempuan)
BKM
SSI, Wawancara bebas secara berulang yang bersifat informa=f dan konfirma=f terhadap temuan lapangan, FGD (Untuk SSI, daNar nama BKM terpilih sebagai basis penyusuran)
Korkot, Asmandat
SSI dan Wawancara bebas secara berulang yang bersifat informa=f dan konfirma=f terhadap temuan lapangan
2
10/12/09
INFORMAN Faskel/Senior Faskel
METODE PENGUMPULAN DATA SSI dan FGD (SSI dilakukan terhadap Faskel/Mantan Faskel pendamping kelurahan terpilih yang bersifat informa=f dan konfirma=f, dan FGD terpisah antara laki-‐laki dan perempuan)
KMW Faskel/Senior (TL dan TA) Faskel SSI dan Wawancara bebas yang SSI bersifat an konfirma=f dan Finforma=f GD (SSI ddilakukan terhadap
Faskel/Mantan Faskel pendamping
Lurah/Mantan Lurah dan aparat kelurahan
Wawancara bebas terkait kondisi kelurahan terpilih dan koordinasi pelaksanaan program kelurahan yang bersifat informa=f
Bappeda
Wawancara bebas terkait pelaksanaan program di =ngkat Kota, termasuk masalah sharing dana dan kondisi kemiskinan kota secara umum
BPS Kota
Mendapat data skunder dan wawancara bebas tentang kondisi atau angka kemiskinan =ngkat kota
Badan Pemeberdayaan Perempuan Tingkat Kota
Wawancara bebas seputar program pemberdayaan perempuan yang ada di =ngkat kota dan sinergisitas yang terbangun
Toma/Toga
Wawancara bebas untuk mendapat pandangan umum tentang kondisi kemiskinan yang ada di lingkungannya dan pandangan tentang ak=vitas/peran perempuan di ranah publik
dan konfirma=f, dan FGD terpisah antara laki-‐laki dan perempuan)
1. Peneli= =dak bisa melakukan pentahapan proses peneli=an sebagaimana yang direkomendasikan . Studi ini mengharuskan peneli= memahami dua isu peneli=an yang berbeda tapi =dak terpisah, yakni dinamika P2KP di lokasi peneli=an di satu sisi dan persoalaan perempuan di lain pihak. 2. Karena itu, metode observasi, wawancara informal/bebas yang semi investagasi digunakan terutama untuk mengungkap dinamika pelaksanaan P2KP di lokasi peneli=an. Sedangkan SSI atau wawancara terfokus, FGD digunakan untuk mengarahkan data/informasi yang dikumpulkanagar =dak keluar dari 6 pertanyaan pokok peneli=an. Selain itu, pelaksanaan FGD itu sendiri adalah bentuk obeservasi par=sipan bagi peneli= untuk mengetahui eksistensi relawan, KSM dan juga BKM. 3. Metode wawancara bebas semi inves=gasi bermanfaat untuk mendapatkan infoman kunci. Informan kunci sering kali diwawancarai b erulang-‐ulang. Kita juga mewawancari informan masal lalu , yakni untuk mendapatkan proses sosial yang berlangsung dari masa lalu hingga sekarang. Mantan Lurah,mantan BKM, KSM, Relawan, Faskel kita wawancarai. Jadi dengan demikian, peneli= lebih terfokus pada mendapatkan kebenaran data/ infomasi daripada mendapatkan target jumlah informan sebagaimana direkomendasikan. 4. Pendekatan proses pengumpulan data yang demikian, peneli= =dak mau didampingi orang P2KP (BKM atau faskel). Dengan bekal data tertulis (daNar relawan, KSM, PJM Prognangkis) peneli= menyusuri informan peneli=an.
3
10/12/09
Item Perbandingan Nama Kelurahan
Kota Mataram (P2KP-‐2004)
Kota Bima (PNPM-‐2007)
Karang Pule
Mataram Barat
Sambinae
Sarae
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Pinggiran kota
Pusat kota
Pinggiran kota
Pusat kota
% Total Capaian PAD (terkait par=sipasi perempuan)
40%
58%
49%
62%
Anggota BKM Perempuan
0 %
80%
15%
7%
Koordinator BKM
Lelaki
Perempuan
Lelaki
Lelaki
Sarana Pendidikan
Hanya SD/ sederajat
s/d PT
Hanya s.d SD/ sederajat
s/d PT
Kategori Par=sipasi Perempuan Lokasi kelurahan
4
10/12/09
Pertanyaan Peneli8an I.1. Masalah Keterlibatan perempuan dalam penerimaan BLM
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Mataram Barat-‐ Mataram
Karangpule-‐ Mataram
Perempuan miskin =dak bisa akses dana bergulir karena persyaratan administra=f yang rumit (kepemilikan KTP menjadi permasalahan sendiri di kel.ini)
Perempuan penerima dana bergulir hanya yang memiliki koneksi dengan dengan anggota BKM
Perempuan tertutup akses dari dana bergullir karena terjadi gerakan kintalisasi (-dak mau bayar)-‐ ada anggota. BKM tdk nyicil, sehingga BLM untuk dana bergulir di=adakan
Perempuan miskin =dak bisa akses kegiatan sosial karena =dak bisa swadaya (bayar uang transport sendiri)
Perempuan yang mendapat prioritas biasanya memiliki koneksi dengan anggota BKM
Keberlanjutan peserta kursus =dak ada karena tdk memiliki modal
Peserta kursus memiliki koneksi dgn. Koord. BKM dan =dak ada keberlanjutan
Pekerjaan fisik menjadi wilayah lelaki
Pertanyaan Peneli8an I.1. Masalah Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Mataram Barat-‐ Mataram
Karangpule-‐Mataram
Jumlah perempuan dominan sebagai relawan tetapi minimal yang menjadi angg. BKM. Problem ke=dakmampuan perempuan adalah masalah perempuan terlibat di BKM
Jumlah perempuan dominan sebagai relawan tetapi tak ada satupun di di BKM. Ada problem di diri perempuan (rendah diri untuk tampil di publik)
Banyak perempuan yang menjadi anggota BKM. Problemnya adalah kesibukan membantu ekonomi RT karena faktor suami yang =dak punya pekerjaan tetap.
Masyarakat lebih memprioritaskan lelaki dalam urusan publik
Tradisi wanita ak=f di kegiatan publik =dak terjadi di kelurahan ini, shg perempuan =dak PD dan =dak terbiasa mengemukakan pendapat
Di kalangan perempuan sendiri, perempuan kri=s dianggap “aneh”. Image di masyarakat, perempuan kri=s itu adalah perempuan yang ambisius dan ini membuat lelaki kurang nyaman
Keterlibatan perempuan di BKM cukup besar. Problemnya adalah dominasi koordInator BKM dan menyebabkan sesama anggota BKM =dak kompak.
Perempuan satu-‐satunya anggota BKM yang menjadi koord. BKM tetapi =dak dapat bertahan lama karena perbuatannya dianggap bermasalah
Pada tahap kegiatan yang membutuhkan “pemikiran” biasanya perempuan agak enggan terlibat, bersifat pasif.
Ada perempuan yang =dak mau duduk di BKM karena alasan didominasi bapak-‐ bapak tua di BKM
Terjadi penyingkiran perempuan relawan kri=s yang menyikapi kinerja BKM
5
10/12/09
Pertanyaan Peneli8an I.2. Hambatan Keterlibatan perempuan dalam penerimaan BLM
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Kebijakan repayment rate (RR) menghambat perempuan miskin mendapat modal untuk berusaha
Mataram Barat-‐ Mataram
Karangpule-‐ Mataram
Akses perempuan mendapat dana bergulir terturup karena kebijakan RR diberlakukan surut
Perempuan =dak bisa terlibat lebih jauh karena image P2KP adalah pekerjaan fisik yang iden=k dengan lelaki. Sementara alokasi dana non fisik dimana perempuan bisa terlibat, kecil (20%) Pembangunan jalan gang lebih mendapat prioritas. Karena itu, perempuan =dak langsung diuntungkan kecuali MCK dan bedah rumah.
Pertanyaan Peneli8an I.2. Hambatan Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan
Sambinae-‐Bima
Sosialisasi awal P2KP menimbulkan image P2KP adalah “proyek”. Implikasinya, lelaki yang dianggap mampu menjalankan proyek
Sarae-‐Bima
Pembangunan jalan gang lebih mendapat prioritas. Karena itu, perempuan =dak langsung diuntungkan kecuali MCK dan bedah rumah.
Mataram Barat-‐ Mataram
Karangpule-‐Mataram
Prioritas pembangunan fisik menyebabkan perempuan hanya menjadi penonton
BKM dipadang sebagai tempat proyek. Proyek dipandang menjadi urusan lelaki.
Tidak ada perempuan yang duduk di BKM.
BKM dikuasai kaum perempuan tetapi proses pengambilan keputusan =dak pernah bersama. Terjadi distrust antar perempuan di BKM. Terjadi wacana penduduk asli/=dak di masyarakat
Tidak ada perempuan di BKM II. Pada BKM I, pernah ada perempuan memegang posisi di BKM (koordinator) tetapi perilakunya dinilai kontroversial. Tidak ada leadership di BKM. BKM = KSM
6
10/12/09
Pertanyaan Peneli8an I.3. Peluang Keterlibatan perempuan dalam penerimaan BLM
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Mataram Barat-‐ Mataram
Karangpule-‐ Mataram
Perempuan miskin memiliki kegiatan usaha, baik bakulan keliling, jualan di rumah maupun di pasar. Perempuan miskin adalah pencari nadah ak=f untuk kegiatan ekonomi mikro seper= bakulan, dagang kecil (ini potensial menjadi sasaran pemanfaat P2KP) Perempuan punya peran dalam berbagai kegitan sosial kemasyarakatan di kelurahan (pengajian, PKK, arisan , melakukan pendataan, dll). Ini terjadi di kel. Serae-‐Bima, Karang Pule-‐Mataram dan Mataram Barat-‐Mataram.
Perempuan umumnya dianggap lebih jujur/polos, rapi, lebih mau bekerja sukarela, telaten, mudah masuk ke masyarakat, lebih sabar menunggu, lebih mudah diberi penger=an, pintar membawa diri dan lebih mampu mengendalikan emosi terkait pelaksanaan program/proyek dibanding lelaki
Relawan yang dipilih pada umumnya perempuan. Perempuan dipandang lebih bisa memperjuangkan sesama perempuan,walau kecil peluang untuk menjadi anggota BKM
Pertanyaan Peneli8an II. Apa peran Perempuan elit dalam kerelawanan lokal dan @ngkat keterlibatannnya mempengaruhi perempuan miskin
Kaum lelaki =dak tertarik dengan urusan P2KP. Peluang perempuan besar
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Mataram Barat-‐ Mataram
Karangpule-‐Mataram
Tidak ada perempuan elit yang menjadi anggota BKM.
Image yang dibangun oleh elit lokal (RT,RW) bahwa kerelawanan adalah kegiatan orang miskin yang =dak punya penghasilan .
Ada potensi dan peluang perempuan elit terlibat mempengaruhi, baik di BKM atau di masyarakat
Ada hambatan dari masyarakat bagi perempuan tampil di publik karena alasan agama
Relawan diisi oleh perempuan yang ak=f di lingkungan/kelurahan (kader PKK, Posyandu).
Kerelawanan berhen= pada saat pendataan.
Kerelawanan berhen= saat pendataan.
Ada perempuan elit dalam BKM (guru). Tetapi tdk bisa berbuat banyak dan =dak mau ak=f di BKM.
Pernah ada perempuan elit di BKM I tetapi perilakunya kontroversial (melakukan gerakan kintalisasi/=dak mencicil dana bergulir).
Kerelawan lokal dipahami seper= pekerjaan kader di masyarakat. Pendataan dari rumah ke rumah dan =dak dibayar. Tugas relawan (waktu iitu) melakukan pemetaan swadaya. Tetapi =dak terlibat dalam perumusan program Karena antara pendataan dan realiasi program =dak op=mal (rr), seringkali relawan (terutama relawan anggota KSM) ditagih realisasi program oleh warga miskin yang menunggu.
Pekerjaan relawan berhen= pada siklus pemetaan swadaya/ pendataan, sedangkan perumusan program (PJM Pronangkis) , dimana dilakukan BKM, relawan =dak terlibat.
Perempuan miskin yang pernah didata selalu BKM diisi oleh kaum lelaki mempertanyakan semua. Jadi =dak kapan dana bergulir nyambung antara hasil PS diberikan yang dilakukan perempuan dengan penyusunan program yang dilakukan BKM ( lelaki)
Perempuan miskin yang pernah didata selalu mempertanyakan kapan giliran dana bergulir diperoleh.
7
10/12/09
Pertanyaan Peneli8an
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
III.1. Adakah peran Fasilitator perempuan dalam mendorong par@sipasi perempuan
Tidak ada perempuan fasilitator di kelurahan ini.
III.2. Apakah faskel perempuan mampu mempengaruhi par@sipasi perempuan miskin ?
Tidak ada perempuan fasilitator di kelurahan ini.
Karena pelaksanaan program sejak awal sangat ketat dengan pelaksanaan siklus kegiatan, minim aspek pemberdayaan/pendampingan (apalagi kepada masyarakat perempuan miskin), maka kebutuhan akan faskel perempuan seolah terabaikan dan =dak menjadi satu kebutuhan di =ngkat masyarakat. Masyarakat hanya sibuk memenuhi target pelaksanaan siklus kegiatan saja. Mereka lebih fokus pada bantuan/program apa yang akan dibawa oleh faskel ke kelurahannya, bukan pada pendekatan atau model pendampingan yang mereka butuhkan.
Mataram Barat-‐ Mataram
Ada peran fasilitator perempuan. Faskel perempuan bisa menjadi penengah konflik yang terjadi di masyarakat. Warga masyarakat mengakui ada sentuhan yang beda antara fasilitator laki dan perempuan
Tidak ada perempuan Perempuan faskel =dak fasilitator di kelurahan ini. bisa mempengaruhi atau menyarankan BKM Kecenderungannnya untuk melibatkan Yang bisa sama, BKM lebih banyak perempuan miskin mempengaruhi menentukan. Perempuan dalam pemanfaatan perempuan miskin miskin dalam keterlibatan BLM. BKM. pemanfaatan BLM. Faskel perempuan juga Faskel =dak bisa berbuat Faskel =dak bisa berbuat =dak pernah meberikan banyak. banyak. masukan soal pen=ngnya peran perempuan dalam BKM
Pertanyaan Peneli8an IV.1. Strategi peningkatan kapasitas yang sesuai dengan kebutuhan perempuan di lokasi peneli@an
Sambinae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Karangpule-‐Mataram
Perempuan faskel =dak bisa mempengaruhi atau menyarankan BKM untuk melibatkan perempuan miskin dalam pemanfaatan BLM. Faskel perempuan =dak pernah melakukan dialog dengan tomas/ toga soal pen=ngnya par=sipasi perempuan.
Mataram Barat-‐ Karangpule-‐Mataram Mataram Kebijakan RR di lokasi peneli=an yang berlaku surut menyebabkan perempuan tertutup untuk memanfaatkan BLM, khususnya dana bergulir
Tidak ada strategi peningkatan kapasitas yang didorong permintaan kebutuhan perempuan di lokasi peneli=an. Contohnya adalah pembentukan formasi =m faskel yang =dak ada kepekaan pen=ngnya peran faskel perempuan di lokasi PNPM 2007 Tidak ada kebijakan program atau improvisasi implementasi program di lokasi peneli=an, yakni mengapa KSM ekonomi =dak dijadikan sebagai program yang khusus diperuntukkan kalangan kaum perempuan-‐ ibu RTM. Modal usaha bagi perempuan ibu RTM di lokasi peneli=an merupakan kebutuhan mendesak. Seper= diketahui bahwa sebagian besar perempuan ibu RTM di lokasi peneli=an memiliki kegiatan berdagang/usaha atau membantu usaha suami. Selama ini, kebutuhan modal perempuan ibu RT dipenuhi dari koperasi (baca:renternir) yang bunganya besar. Pendekatan dalam pendampingan dilakukan secara seragam dan seentak, padahal karakteris=k masyarakat berbeda antara satu dengan lainnya. IV.2. Hubungan apa Realitas masyarakat yang paternalis=k di lokasi peneli=an menempatkan kaum lelaki yang memungkinkan dianggap tepat untuk mengurusi kegiatan yang berhubungan dengan urusan publik. untuk kegiatan Keterlibatan perempuan, baik sebagai penerima BLM maupun ikut dalam pengambilan peningkatan keputusan (BKM) belum dielaborasikan kedalam strategi dan program kegiatan sebagai kapasitas yang ada di sebuah kesadaran bersama (KMW, Korkot, Faskel, dan BKM) yang dimunculkan dalam berbagai bidang/ perencanaan. departemen
8
10/12/09
Pertanyaan Peneli8an Sambinae-‐Bima V. Strategi apa yang dapat membahas kesenjangan reaksi jender sebagai bagian dari budaya proyek di semua @ngkatan ?
Mataram Barat-‐ Karangpule-‐ Mataram Mataram Di lihat dari sudut kepen=ngan perempuan, maka sebaiknya perlu memberikan peran faskel yang lebih luas dan mandiri sebagai ujung tombak di lapangan. Faskel =dak hanya sebatas sebagai pendamping tetapi seharusnya terlibat langsung sebagai “local leader baru ” yang bisa mengarahkan dan menentukan sasaran dan target program ini di lokasi peneli=an. Keterlibatan ak=f “orang luar” tampaknya dibutuhkan. Proses belajar harus didampingi dan dilakukan terus menerus. Karena, realitanya =dak ada modal sosial di masyarakat. BKM =dak berjalan seper= diharapkan. Terjadi kecurigaan soal uang sesama anggota BKM ke=ka BLM turun. Warmis yang dahulu didata dan belum mendapat giliran pinjaman selalu mencurigai relawan atau BKM. Mengingat orientasi masyarakat yang paternalis=k, maka masalah dan hambatan yang sifatnya struktural perlu menjadi perha=an program ini. Orang-‐orang kunci (Toga/Tomas) yang menentukan keterlibatan perempuan ( baik sebagai pemanfaat maupun ruang untuk ikut proses pengambilan keputusan) perlu diubah mainsetnya. Korkot atau KMW perlu bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Kota melakukan kegiatan yang tujuannya adalah merubah mainset masyarakat dalam menempatkan perempuan dalam program.
Pertanyaan Peneli8an Sambinae-‐Bima V. Strategi apa yang dapat membahas kesenjangan reaksi jender sebagai bagian dari budaya proyek di semua @ngkatan ?
Sarae-‐Bima
Sarae-‐Bima
Mataram Barat-‐ Karangpule-‐ Mataram Mataram Bagi faskel, waktu untuk memfasiitasi pela=han/peningkatan kapasitas yang bersifat ”wajib” saja ”keteteran”. Bagi perempuan di lokasi peneli=an juga =dak terfikirkan apa yang menjadi kebutuhan mereka dalam rangka meningkatkan kapasitasnya, karena siklus kegiatan berjalan sangat cepat, dan mereka minim pendampingan oleh faskel untuk melaksanakan program. Mereka lebih fokus pada bantuan/program apa yang akan dibawa oleh faskel ke kelurahannya, bukan pada kebutuhan akan peningkatan kapasitas mereka. Sistem quota perempuan di semua =ngkatan perlu dilakukan. Sistem pemilihan yang demokra=s (tanpa ada afirma-ve ac-on) sering kali kurang memberikan ruang bagi perempuan untuk terlibat terlebih jika masyarakat itu sara dengan sistem patriarki. Dalam situasi seper= ini kaum perempuan umumnya akan tersingkir. Sistem quota perempuan ini utamanya dilakukan dilevel basis (BKM). Oleh karena itu, perlu ditetapkan nama-‐nama calon anggota BKM dari kaum perempuan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemilihan di kelurahan. Dari sini quota jumlah perempuan diambil /ditetapkan sebagai anggota BKM.
9
10/12/09
Pertanyaan Sambinae Bima Sarae Bima Mataram Barat Karangpul Peneli8an Mataram Mataram VI. Perubahan o Sistem pemilihan anggota BKM perlu diubah agar program ini responsive jender, apakah yang yakni dengan system quota perempuan dalam BKM. diperlukan o Dana bergulir ditetapkan untuk perempuan RTM. Pelaksanaan simpan-‐pinjam rancangan program perlu mencontoh model koperasi atau elaborasi dari model grameen bank yang mencakup strategi terbuk= efek=f walaupun tetap memperha=kan bunga kecil untuk kepegawaian, pela@han dan o Komposisi anggaran dikembalikan pada open menu dan program kegiatan program responsif disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Misalnya, jika program jender? kegiatan fisik sudah terpenuhi/target perlu dialihkan ke kegiatan non-‐fisik, atau paling =dak alokasi anggaran fleksibel (=dak harus 70% ) Pematokan kegiatan ekonomi 20% pada saat BLM turun mengakibatkan minimnya perempuan (miskin) yang bisa menjadi pemanfaat kegiatan program o Sistem quota faskel perempuan dalam =m faskel. Selain itu, ada ruang bagi faskel yang dapat melakukan improvisasi di lapangan sehingga bisa mempengaruhi BKM di dalam menentukan keterlibatan perempuan baik sebagai pemanfaat maupun pengambil keputusan di BKM.
Pertanyaan Sambinae-‐Bima Sarae-‐Bima Mataram Barat-‐ Karangpule-‐ Peneli8an Mataram Mataram • Perlu ada strategi pela=han atau workshop dengaan masyarakat, terutama untuk VI. Perubahan orang-‐orang kunci di masyarakat seper= tokoh agama (ulama, tuan guru) dan apakah yang tokoh masyarakat (Ketua RT, Kepala Lingkungan/RW/Dusun) dengan tujuan diperlukan merubah mainset pen=ngnya peran serta perempuan dalam kegiatan program rancangan program ini. mencakup strategi untuk kepegawaian, • Program P2KP sarat dengan standar teknis keproyekan yang rela=f =nggi untuk pela@han dan ukuran masyarakat di =ngkat kelurahan, misalnya perumusan PJM, kajian PS, program yang proposal kegiatan, LPJ kegiatan dll, dengan pendampingan yang sangat minim responsif jender ? secara waktu maupun kemampuan. Padahal SDM pelaku program “yang peduli” di =ngkat kelurahan (BKM, KSM, UP, Relawan dll) juga terbatas. Implikasinya, BKM (terutama) menggunakan berbagai cara untuk memenuhi standar tsb, misalnya menggunakan pihak ke-‐3 (faskel, konsultan independen, dll) atau menjiplak. Untuk itu perlu ada review atau kajian khusus terhadap “atribut” keproyekan ini
10
10/12/09
ASPEK PEMBANDING 1. Kinerja Program P2KP di =ngkat kota
KOTA BIMA
KOTA MATARAM
Penentuan =m anggota faskel =dak memiliki sensi=fitas pen=ngnya peran faskel perempuan
Surplus faskel perempuan.
Kebijakan repayment rate sebagai syarat BLM mempengaruhi kebijakan BKM untuk =dak menggunakan PJM Prognangkis sebagai pedoman pemanfaatan BLM, agar RR tercapai
Kebijakan repayment rate yang berlaku surut merugikan kaum perempuan dalam program P2KP, karena BLM berikutnya =dak membolehkan adanya dana bergulir yang notabene pemanfaatnya mayoritas perempuan
Kriteria kemiskinan MDGc kurang diterjemahkan ke Sama dengan Bima. Apalagi karakteris=k dalam indikator kemiskinan lokal yang dicantumkan kemiskinan di se=ap lingkungan sangat berbeda. pada PJM Prognangkis. Tidak jauh berbeda dengan Mataram.
Korkot menyadari koordinasi dengan kota masih terbatas pada rapat 2 Tim Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan. P2KP dan Pemkot belum saling memanfaatkan /tukar menukar data kemiskinan (sinergisitas program penanggulangan kemiskinan)
Tidak ada desain kegiatan pengembangan kapasitas perempuan dalam PNPM 2007. Komitmen keterlibatan perempuan dalam P2KP tampaknya terhen= pada “poli=cal will” PNPM 2007. Peningkatan peran serta perempuan hanya dimaknai pada kehadiran/aspek kuan=tas pada pelaksanaan siklus P2KP.
Tidak jauh berbeda dengan Mataram. Tidak ada program kegiatan P2KP yang merubah kultur mayarakat yang kurang pro perempuan.
11
10/12/09
GAMBARAN PERBEDAAN KONDISI ANTAR KOTA BIMA MATARAM
ASPEK
2. Karakteris=k warga miskin kota
Dibandingkan orang Lombok, orang Bima lebih mau bekerja keras untuk mencari nadah, baik sebagai pemecah batu, buruh pelabuhan maupun jualan di pasar atau kaki lima
Di sektor pertanian, posisi ekonomi orang Lombok lebih rendah dibandingkan orang Bali. Berkurangnya lahan pertanian di kota menjadikan buruh tani bagian warga miskin kota yang =dak mampu beradaptasi dan dinilai malas bekerja. lelaki =dak minat menjadi P2KP menjelaskan mengapa sebagian besar anggota BKM perempuan (M. Barat yang urban). Di Karangpule lebih bercirirural -‐ lelaki memiliki kepen=ngan thd BKM.
3. Karakteris=k budaya warga kota
Kultur patriaki di masyarakat sangat Budaya kawin lari atau disebut selarian kuat , hal ini terlihat dari (tepelai”an) merupakan gambaran posisi dan stereotype perempuan sebagai ibu kondisi perempuan yang lemah di masyarakat rumah tangga yang selalu dikemukakan informan Homogen. Iden=tas keIslaman dan Pluralis. Iden=tas keIslaman cukup kuat, tetapi pengaruh budaya Bugis pada ada pengaruh budaya Bali terutama di orang mBojo cukup kuat, terlihat Kelurahan Mataram Barat dari baju rimpu dan pakaian adat bangsawasan
12
10/12/09
13
10/12/09
14
10/12/09
Ibu ini satu-satunya perempuan anggota bkm di sambinae-kota bima. Tradisi wanita aktif di kegiatan publik tidak terjadi di kelurahan ini, shg perempuan tidak PD dan tidak terbiasa mengemukakan pendapat. Oleh sebab itu, motivasi menjadi anggota BKM bisa dapat pinjaman dana bergulir. Suaminya juga anggota bkm yang memiliki profesi sama sebagai pelepas uang/kredit uang Suami-istri anggota bkm yang berasal dari lingkungan ni’usambinae termasuk anggota bkm yang tidak pernah aktif
Profil relawan perempuan aktif di kel. Sambinae-kota bima, tetapi karena kekritisannnya ia disingkirkan oleh beberapa anggota BKM. Perempuan ini dianggap tidak aktif dan diganti begitu saja oleh orang lain yang bisa diajak kerjasama Ada 3 relawan perempuan yang senasib seperti perempuan ini, yang kebetulan sama-sama berprofesi guru , dan belum berumah tangga
15
10/12/09
Koordinator BKM ini perempuan memiliki personality yang keras, pandai berbicara/ berdebat. Selain aktif di BKM juga seorang aktivis LSM anak jalanan di kota Mataram. Ibu Hajjah ini yang berasal dari Bima pernah menjadi TKI di Timteng dan kini seorang single parent yang walaupun belum cerai. Sekalipun anggota BKM Mataram Barat mayoritas perempuan, tetapi model kepemimpinannya tidak disukai anggotaa BKM lainnya. Perilakunya dianggap tidak sopan, one man show. Ia menjadi anggota BKM dipilih warga luar lingkungannya. Ketidaksukaan terhadap koordinator BKM ini seringjkali dikaitkan dengan keberadaan sebagai pendatang, sebagai orang yang tidak pantas mengeloa program di masyarakat yang mayoritas bukan orang Bima.
Perempuan ini koordinator BKM yang pertama kali dibentuk di kelurahan ini, Ia satu-satunya perempuan di BKM Karangpule. Ibu ini seorang sarjana hukum yang bekerja di asuransi, berasal dari keluarga pengusaha emas di Scarbele-Karangpule Kepemimpinan di BKM dianggap bermasalah karena pada periode BKM 1 terjadi isu KSM fiktif-dimana ia terlibat didalamnya. Kasus ini sempat dilaporkan (oleh lurah) ke polisi Karena BKM ini dianggap bermasalah maka dilakukan pembentukan BKM baru yang pada akhirnya didominasi oleh kaum lelaki semua. Dan, tidak terjadi serah terima antara BKM 1 dan BKM 2 secara baik.
16
10/12/09
17
10/12/09
18
10/12/09
19
10/12/09
20