KRITIK FEMINISME DALAM NOVEL DAUGHTER OF FORTUNE KARYA : ISABEL ALLENDE Eka Yuniar Ernawati
[email protected] ABSTRACT The point of this writing is the feminist critique in the novel Daughter of Fortune by Isabel Allende. This writing tells about Eliza Sommers, the main character who lives in Valparaiso, Chile. This setting is in Chile and America in the nineteenth century. She has been educated by Victorian values to be a good lady.The Gold Rush in California during nineteenth century is the point where she enters a rough-and trouble world whose newly arrived inhabitants are driven mad by gold fever.There are much more men society who try to get the better life, and among them, there are the less women in the lower class as prostitutes. Eliza tries to change this stereotype. She changes her performance like a man in order to get the equal right as a man.She doesn’t want to be the same like other women there. The best chance she gets is when she finally takes an opportunity to help the men make the letters for their family who are far from them. Her ability in writing is very needed by the men at that time.America is a promise land, and California opens the door to a new life of freedom and independence for the young Chilean. Key words: Eliza Sommers, Chilean woman immigrant in California-America, Gold Rush history, feminism, American value, individualism.
1
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang, yang seringkali menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Sebuah teks karya sastra dibangun berdasarkan pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung yang didengar dan dibaca lewat teks lain), sehingga apa yang tertuang dalam teks pada dasarnya adalah pengalaman pengarang. Pengarang tidak sekedar menampilkan fakta yang terjadi dalam kehidupan, tetapi ada proses kreatif yang terjadi yaitu proses imajinatif yang menjadi satu dengan segala pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang. Selain itu, kehadiran karya sastra dapat membawakan rasa dan persepsi tentang kehidupan kepada pembacanya, seperti pengalaman yang memberi pembaca kesadaran dan pengertian akan makna tentang hidupnya (Sugihastuti, 2002:33).
Feminisme sebagai sebuah teori dan gerakan sosial memiliki sejarah panjang dan terbagi dalam beberapa tahapan dalam perkembangannya, seperti yang diungkapkan oleh Josephine Donovan (2000:11), yang terdiri dari gelombang pertama (the first wave) yang dimulai pada akhir abad 18 hingga awal abad 20, gelombang kedua ( the second wave) yang berlangsung kurang lebih dua dekade, sekitar tahun 1960-an hingga 1980-an dan gelombang ketiga (the third wave) pada dekade tahun 1990-an hingga saat ini. (Haryanto, 2012:99) Di sisi lain, feminisme sebagai teori dan gerakan pembebasan perempuan memiliki visi dengan cara pertama kali menunjukkan asal usul patriarkalisme di masyarakat dan bagaimana kemudian perempuan menjadi sadar dan peduli dengan penindasan yang menimpa diri dan kaumnya.( Haryanto, 2012: 110) Kritik sastra feminis merupakan suatu gagasan dimana pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang benyak berhubungan dengan budaya sastra, dan kehidupan. Kesadaran akan perbedaan penting dalam jenis kelamin akan memunculkan makna-makna baru yang dapat mempengaruhi serta meramaikan dunia sastra. (Sugihastuti, 2002:5) Kritik feminis sosial mengkaji para tokoh perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, dilihat dari sudut pandang kelas sosial dan kedudukan dalam keluarga. Soenarjati memberikan keterangan lebih jauh, bahwa kajian wanita yang dikaitkan dengan kesusastraan memiliki dua fokus, yaitu kanon, yang sudah diterima dari generasi ke generasi secara tradisional, di sisi lain mengadakan pendekatan terhadap karya sastra, dan tentang watak serta pengalaman manusia yang ditulis dan dijelaskan dalam karya sastra.
(sosbud.kompasiana.com/kritik-sastra-
feminis.html) Feminisme liberal dipengaruhi paham individualisme yang menekankan pentingnya kebebasan, khususnya kebebasan untuk memilih. Mereka melihat beberapa kesamaan antara perempuan dan laki-laki dan melihat ke depan sebuah masyarakat yang terdapat kesamaan kesempatan antara keduanya. Dalam hal ini mereka melihat pilihan merupakan suatu hak yang bersifat absolut.Mereka juga melihat kebanyakan stereotip, baik yang menyangkut laki-laki maupun perempuan dibentuk oleh budaya. (Haryanto, 2012: 119) Novel yang berjudul Daughter of Fortune adalah karya sastra yang ditulis oleh Isabel Allende. Novel tersebut menceritakan tokoh
wanita bernama Eliza Sommers. Cerita berawal dari sebuah daerah kecil di Chili, yaitu Valparaiso, sebuah koloni Inggris di abad 19-an. Eliza adalah gadis Chili yang diangkat menjadi anak oleh keluarga terpandang Inggris yang berada di Chili. Dengan didikan dan asuhan yang ia peroleh, Eliza merupakan gambaran wanita yang berasal dari keluarga terpandang dan mapan. Ia memiliki kehidupan yang serba ada dan didikan aristokrat Inggris yang sangat keras di masa poskolonial oleh keluarganya. Dalam pandangan banyak orang di lingkungannya di Valparaiso, Chile, sebagai bagian dari keluarga
aristokrat, seorang wanita harus menjaga nilai-nilai
kesopanan dan kehormatan baik dalam bertutur kata dan bersikap dan senantiasa melakukan kegiatan domestik yang menjadi bagian utama dalam ranah wanita sebagai bekalnya kelak ketika mendapatkan pendamping dengan latar belakang yang sama. Pada waktu yang bersamaan, terdengar kabar akan banyaknya orang yang berhasil memperoleh emas di California, menyebar luas melintasi batas-batas negara dan benua. Begitu pula dengan Eliza, di mana dengan banyak alasan yang melatar belakanginya, ia memutuskan untuk pergi ke California. California “Gold Rush” dimulai pada tanggal 24 Januari 1848, ketika James Wilson Marshall menemukan partikel berkilauan di perairan sungai Amerika, dan demam emas segera menyapu bangsa dan dunia. Setelah itu, ratusn ribu pendatang baru bergegas ke California dari manamana. Pencari emas membanjiri San Francisco dan kota-kota lainnya. California “Gold Rush” dari tahun 1848-1849 membawa sekitar imigran AS tambahan ke negara dan California menjadi 31 negara Uni tahun 1850. Penyelesaian jalan kereta api antar benua pada tahun 1869 adalah sebuah peristiwa besar dalam sejarah California. Melalui tokoh Eliza Sommers, Isabel Allende sebagai penulis ingin memberikan gambaran kepada para pembaca bagaimana tokoh Eliza pada saat berada di california berupaya memperlihatkan citra perempuan di dalam sistim patriaki di mana wanita senantiasa diposisikan dalam lingkup domestik dan berbeda dengan kaum laki-laki dan berupaya mencari cara untuk memperoleh hak yang sama dengan kaum laki-laki. Tekadnya yang besar, kecakapannya dalam banyak hal ia upayakan untuk membuktikan bahwa sebagai perempuan dirinya bisa disejajarkan untuk memperoleh peluang dan hak yang sama dengan kaum laki-laki, serta sebagai upaya untuk membuka mata kaum perempuan lainnya agar mau berusaha seperti dirinya.
2
PEMBAHASAN
Novel yang berjudul Daughter of Fortune karya Isabel Allende dengan tokoh utamanya yaitu Eliza Sommers. Pada hakekatnya kritik feminis sosial mengkaji para tokoh perempuan yang terdapat dalam sebuah karya sastra, dilihat dari sudut pandang kelas sosial dan kedudukan dalam keluarga. Di dalam kajian wanita hal tersebut dikaitkan dengan kesusastraan yang terbagi antara yang kanon, yaitu yang sudah diterima dari generasi ke generasi secara tradisional, dan di sisi lain mengadakan pendekatan terhadap karya sastra, dan tentang watak serta pengalaman manusia yang ditulis dan dijelaskan dalam karya sastra. Dalam kajian sastra, tokoh Eliza merupakan representasi dari perlawanan simbolis yang terkungkung dalam tradisi yang ada dalam keturunan keluarga kelas atasInggris yang berada di Chili. Dalam sejarahnya, Chili adalah tempat terbuka bagi para imigran, sejak merdeka tahun 1810. Hal ini tidak disia-siakan oleh siapapun, termasuk orang Inggris. Mereka yang datang ke Chili pada masa itu tergolong dari kelas atas, sebagai saudagar dan penjual perlengkapan kapal. Kemampuan mereka untuk berasimilasi dengan penduduk asli Chili, memudahkan mereka untuk diterima menjadi bagian dari masyarakat disana. Umumnya para imigran Inggris tersebut tersebar di wilayah valparasio dan mengendalikan wilayah tersebut sebagai jalur pelayaran Pasifik. (Allende, 1999; 15) Sedari kecil, keluarganya senantiasa memberikan pendidikan yang sesuai, layaknya seorang anak kelas atas sebagai cara mendapatkan jodoh yang layak.
“If she has an education, she will make a good marriage.” (Allende, 1999; 49) Tradisi mengharuskan Eliza untuk selalu berlatih berbagai bidang seni. Ia merupakan tokoh perempuan yang berasal dari dalam kelas atas serta memperoleh aturan norma yang kaku, yang berlaku di dalam masyarakatnya. The piano lessons-now with a professor newly arrived from belgium who used a ferule to rap the clumsy fingers of his students-became a daily martyrdom for Eliza. She also attended an academy of ballroom dancing, and at the master’s suggestion Miss Rose obliged her to walk for hours balancing a book on her head, the purpose of which was to teach her to stand up straight. (Allende, 1999: 32)
The Sommers had broght her up within the strict norms of good behaviour...(Allende, 1999: 150) Dilihat dari latar lainnya, kedatangan Eliza ke Amerika melalui wilayah California. Di wilayah tersebut, Eliza melihat adanya ketimpangan posisi perempuan dalam kehidupan masyarakat yang didominasi oleh pria di California pada abad -18an, khususnya ketika tersebar berita bahwa di wilayah tersebut terdapat emas yang begitu banyak. Berita besar tersebut sangat menggembirakan banyak orang di Chili, sehingga dengan segala upaya, mereka berupaya untuk mencapai wilayah California, mengadu nasib memperoleh keberuntungan. Para imigran Chili umumnya adalah mereka yang terbiasa dan memiliki jiwa penambang. Emas adalah impian mereka untuk sukses. Hal itu berbanding terbalik dengan posisi imigran perempuan sebagai bagian minoritas. The news of the gold discovered in California reached Chile in August..... “There’s gold everywhere, you can shoved it up, they say there are nuggets the size of oranges!...” (Allende, 120: 1999) The wildfire of greed flared immediately among Chileans, who had the souls of miners, and the rush to California .... (Allende, 121: 1999) Average citizens who had appointments to visit the ships and buy contraband, blended seamen, travelers,...., while a group of prostitutes, stationed at a
certain
with
distance,...
(Allende, 1999: 130) California pada masa itu adalah wilayah yang dipenuhi oleh para imigran dengan warna kulit, kebudayaan, agama, dan bahasa yang berbeda, tetapi dengan kesamaan obsesi yang terpusat pada kehidupan sosial dari komunitas penambang yang terdiri atas pria-pria kesepian. California
was
swarming
with
white
men
of
various
nationalities...;
Chinese...:Mexicans...:South American-all in a hodgepodge of colors, religions, and tongues, but with in a single obsession. (Allende, 1999: 261) The store, built of fogs and boards, was the center of social life in that community of solitary men...At night, when the miners came to drink, a violinist livened things up with his melodies.
A few men would tuck a kerchief into their belts, a sign that
they were playing the part of
women,... (Allende, 1999: 264) Sementara tempat perempuan termajinalkan dan hanya dapat diterima untuk diposisikan sebagai wanita penghibur dan sebagai wanita nakal. Para wanita tersebut tidak ada pilihan lain selain menerima pekerjaan menjadi penghibur, dikarenakan masalah ekonomi. “No one goes in there,but bad women, nina, it’s a mortal sin!” (Allende, 1999: 144) “can you hide me in a ship? I have to go to California, “ she explained.“Why? That’s no place for women, only bandits.” (Allende, 1999: 147) in the city,
several months ago,
were welcomed by a throng euphoric males who stood in line for hours to take their turn, paying in gold dust, nuggets, coins, even bars. ...Since then, more than five hundred whores had arrived, nearly all of them Mexicans, Chileans, and Peruvians, ... (Allende, 1999: 210) Kondisi seperti itu membuat Eliza merasa tidak nyaman dan ia berupaya untuk dapat diterima di lingkungan komunitas laki-laki, namun ia tidak menginginkan memperoleh perlakuan status yang sama dengan perempuan lain pada umumnya di wilayah tersebut. Untuk menyamarkan sosok Eliza, melalui pertolongan temannya, Tao, Eliza merubah penampilannya seperti sosok laki-laki Cina. Hal ini dilakukan demi menjaga Eliza agar tidak terlihat seperti wanita ..., Tao Chi’en handed Eliza a pair of baggy trousers and a worn smock, indicating that she should put them them on... She removed her straw bonnet, undid the buttons on her kidskin boots and her dress, ... (Allende, 1999: 152) Tao instructed Azucena to braid Eliza’s long hair in a queue like his own ... They dressed the girl in cut-off pants, a smock tied at the waist with a cord, and a straw hat like a Japanese parasol. (Allende, 1999:220)
Individualisme yang menekankan pentingnya kebebasan adalah landasan nilai budaya utama masyarakat Amerika yang mempengaruhi pemikiran Feminisme liberal. Hal tersebut dapat dilihat ketika Eliza merubah penampilan lamanya menjadi baru dengan mengenakan pakaian lelaki membuat Eliza nyaman, seakan memberikan kebebasan yang belum pernah ia rasakan
sebelumnya, dimana ia selalu terkungkung oleh tradisi tentang cara berpakaian wanita yang layak, dengan rok dalam yang menyesakkan. ..., but the man’s clothing gave her unfamiliar freedom; she had never felt so invisible. Once she got over that feeling that she was naked, she could enjoy the
breeze blowing up her
sleeves and pants legs. Accustomed to the prison of her petticoats, she could now breathe. (Allende, 1999;222)
Di sisi lain, Eliza tidak menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan posisi yang layak dalam pekerjaan. Keahliannya dalam membaca dan menulis dengan banyaknya para penambang lakilaki yang tidak memiliki kecakapan dalam hal surat menyurat, ia jadikan aset dengan memberikan jasa penulisan surat kepada para laki-laki, dan hal itu membuat dirinya merasa nyaman berada di lingkungan laki-laki. The idea of writing letters had come from the good advice of her friend the mailman.....many miners could barely read or sign their names; the had never written a letter in their lives but they waited for mail with heartrending anxiety:... (Allende, 1999: 281)
Berbagai cara telah diupayakan oleh Eliza untuk dapat diterima, menjadi bagian dari masyarakat di wilayah California Amerika yang mayoritas adalah para laki-laki pada waktu demam emas di wilayah tersebut. Keyakinannya yang besar bahwa ia harus mampu mewujudkan cita-citanya tersebut tidak terlepas dari kemampuannya untuk mewujudkan nilai individualis Amerika, yang memberikan hak yang sama terhadap setiap warganegara. 3
KESIMPULAN
Dalam novel Daughter of Fortune karya Isabel Allende, penulis dapat melihat adanya upaya keras yang dilakukan dalam diri tokoh Eliza Sommers yang telah dibesarkgan dengan pendidikan , dan itu adalah aset dirinya yang memiliki cita-cita besar untuk memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dan merubah citra perempuan yang termarjinalkan dengan stereotip negatif. Budaya senantiasa menjadi tolak ukur dalam sebuah masyarakat yang meyakini nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan mereka sendiri dimana dalam banyak hal terdapat nilai yang saling
bertentangan antara satu nilai budaya dengan nilai budaya lainnya. Hal itu tidak dapat dipungkiri, selama nilai budaya tersebut dapat dimaknai dengan pandangan positif dan saling menghargai. Nilai kebebasan sebagai representasi individualisme Amerika yang menjadi dasar feminisme liberal dimaknai sebagai nilai positif untuk menjunjung tinggi hak setiap individu agar mampu menerapkan berbagai hal yang bermanfaat dalam kehidupannya sebagai bagian dari masyarakat Amerika dengan caranya. Eliza Sommers sebagai representasi dari tokoh feminis liberal pada dekade pertama (first wave) mampu menentukan apa yang dianggapnya baik bagi dirinya, dengan segala kesuksesan yang telah diraihnya di California Amerika . 4
DAFTAR PUSTAKA
Allende, Isabel. (2000). Daughter of Fortune. NY: Harper Collins Publishers Bimbie, Berdasarkan Pandangan Rene Welek dan Austin, [online], (http://www.bimbie.com/teori-sastramenurut-para-ahli.htm,
diunduh tanggal 10 Februari 2014).
Gabriel, Ralph H. (1974). Nilai-Nilai Amerika: Pelestarian dan Perubahan ( Drs. Paul Surono Hargosewoyo, Penerjemah).Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Haryanto, Sindung. (2012). Spektrum Teori Sosial. Sleman: Ar-Ruzz Media Miller, Perry.1956). Errand to Wilderness, Harper Toorchbooks. The Academy Library:New York. Oemarjati, Boen S. dkk.. 1994. Citra Manusia dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960. Jakarta: Balai Pustaka. Sejarah California
http://sebelasipadualabsky.blogspot.com/2011/05/saya-dan-california-golden-state.html
diakses
pada hari Minggu, 16 Maret 2014 Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. Yogyakarta: ANDI Kritik Sastra Feminis sosbud.kompasiana.com/kritik-sastra-feminis.html
diakses
pada
hari
Kamis, tanggal 10 Juli 2014 Sugihastuti, Suharto.( 2002). Kritik Sastra Feminis : Teori dan Aplikasinya.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka