ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
OLEH PUPUT MALAHAYATI SARI H14102100
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
PUPUT MALAHAYATI SARI. Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Kawasan Timur Indonesia (dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS).
Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang memiliki perbedaan karakteristik tiap daerah dan keragaman yang tinggi antar daerahnya yang menyebabkan pola pembangunan ekonomi di Indonesia tidak seragam, sehingga akan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh tiap daerah berbeda-beda, ada beberapa wilayah yang tumbuh lebih cepat dan ada wilayah yang tumbuh lebih lambat. Kemampuan untuk tumbuh yang berbeda inilah yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar wilayah. Pada awal pembangunan beberapa wilayah mempunyai pendapatan per kapita yang sama yaitu pola perkembangan pendapatannya cenderung untuk terus naik. Setelah beberapa tahun, ternyata terjadi ketimpangan pendapatan antar wilayah. Ini dapat terjadi karena pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah tidak seragam, salah satunya dikarenakan proses penetesan kebawah (trickle down effect) dari manfaat pertumbuhan ekonomi untuk daerah miskin tidak terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di KTI, menganalisis konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di KTI, dan mengkaji pengaruh variabel pendidikan terhadap konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di KTI. Wilayah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah seluruh dari 109 kabupaten/kota yang ada di Kawasan Timur Indonesia. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi: PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 1993 menurut kabupaten/kota di KTI, jumlah penduduk, dan tingkat pendidikan dilihat dari jumlah murid SD, SMP, SMU seluruh kabupaten/kota di KTI. Tahun yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tahun 1993, tahun 1996, dan tahun 1998. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu analisis tingkat ketimpangan pendapatan dihitung dengan menggunakan formulasi Williamson (CVw), dan yang kedua analisis regresi linier sederhana dan regresi linier berganda untuk melihat apakah terjadi konvergensi absolut dan analisis konvergensi bersyarat serta melihat apakah variabel pendidikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di KTI. Hasil penelitian dari perhitungan menunjukan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan Kawasan Timur Indonesia memiliki ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota yang cukup besar, tetapi ketimpangan tersebut cenderung menurun pada tahun 1996-2004. Nilai CVw yang diperoleh pada tahun 1993 sebesar 0,99113, sedangkan pada tahun 1996 nilainya meningkat menjadi 0,99136, dan pada tahun 1998 menurun menjadi 0,99077. Perkembangan pertumbuhan PDRB per kapita di Kawasan Timur Indonesia mengalami konvergensi pendapatan pada tahun 1993, 1996, dan 1998. Nilai koefisien regresi
yang didapat secara berturut-turut adalah sebagai berikut 0,0324, 0,0658, dan 0,0426. Pada tahun 1996 tingkat konvergensi pendapatan mengalami peningkatan dari tahun 1993, sedangkan tahun 1998 mengalami penurunan dari tahun 1996. Hal ini disebabkan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah berpengaruh pada perekonomian di Kawasan Timur Indonesia. Variabel pendidikan yang ditambahkan pada perhitungan regresi menunjukan hasil bahwa pendidikan tidak mempengaruhi konvergensi pendapatan di Kawasan Timur Indonesia. Dengan adanya kebijakan seperti halnya otonomi daerah yang diberlakukan oleh pemerintah pada tahun 2001, diharapkan setiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk memaksimalkan kegiatannya untuk memperoleh pendapatan yang dapat dirasakan oleh semua masyarakat. Sehingga setiap daerah dapat mensejajarkan diri dengan daerah yang lain, dan dapat menghilangkan ketimpangan yang terjadi antar daerah. Untuk penelitian yang akan datang, dapat menggunakan data panel untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Variabel yang digunakan pada penelitian yang akan datang sebaiknya tidak hanya dari pendidikan saja, tetapi dapat berupa investasi, keamanan, kesehatan, dan sebagainya.
ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
Oleh PUPUT MALAHAYATI SARI H14102100
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Puput Malahayati Sari
Nomor Registrasi Pokok
: H14102100
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis
Ketimpangan
Pendapatan
antar
Kabupaten/Kota di Kawasan Timur Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Muhammad Firdaus, SP, M. Si NIP. 132 158 758
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI PENELITIAN ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2007
Puput Malahayati Sari H14102100
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Puput Malahayati Sari lahir pada tanggal 2 Maret 1984 di Jakarta, sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Ngaderi dan Ibu Suparmi. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri Mekar Jaya pada tahun 1990 sampai dengan 1996 dan melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN 8 Cimanggis Depok dari tahun 1996 sampai dengan 1999. Pada tahun 1999 – 2002, penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas di SMAN 8 Bogor. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti SES-C, dan panitia PGCA.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Kawasan Indonesia Timur”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Dr. Muhammad Firdaus, SP, M. Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Sahara, SP, M. Si dan Widyastutik, SE, M. Si selaku dosen penguji hasil karya ini yang telah berkenan meluangkan waktunya, 2. Ayah, Ibu, dan kakak-kakakku yang telah banyak memberikan do’a, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis, 3. Mulyani Efendi, S. Hut selaku suami yang telah memberikan dorongan dan motivasi, kasih sayang dan waktunya kepada penulis selama penulisan skripsi ini, 4. Pusatakawan FEM, IPB, dan BPS yang telah berkenan membantu penulisan skripsi ini, 5. Semua teman-teman FEM angkatan 39 (Nonon, Endang, Burik, Cenong, Galon, Cerus, Venti, Mamae, Mami, Iyas, Mailo)
atas motivasi dan
kebersamaannya selama penulisan skripsi ini, 6. Bapak Encep Entah selaku orang tua angkat yanmg selalu membantu dan memberikan doa restunya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini, 7. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
ii Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Januari 2007
Puput Malahayati Sari H14102100
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR..............................................................................
i
DAFTAR ISI.............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
v
I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup...............................................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN...............
8
2.1. Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................
8
2.2. Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah ......................................
10
2.3. Definisi konvergensi ......................................................................
14
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu .............................................................
17
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ..........................................................
21
2.5.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi ...............................................
21
2.5.2. Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah ............................
28
2.5.3. Pendapatan Domestik Regional Bruto .................................
29
2.5.4. Konvergensi Absolut dan Konvergensi Bersyarat ...............
32
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ....................................................
36
2.7. Hipotesis ........................................................................................
39
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................
40
3.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................................
40
3.3. Metode Analisis .............................................................................
41
3.3.1. Analisis Ketimpangan Pendapatan.................................
42
3.3.2. Analisis Konvergensi .....................................................
42
iv
3.3.3. Koefisien Determinasi (R2 dan Adj R2) ........................
44
3.3.4. Pengujian Terhadap Model Penduga (Uji F) ................
45
3.3.5. Uji Signifikan Individu (Uji t) .......................................
45
3.4. Definisi Operasional .......................................................................
46
IV. GAMBARAN UMUM KETERTINGGALAN KAWASAN TIMUR INDONESIA ............................................................................
48
4.1. Keadaan Umum Kawasan Timur Indonesia ..................................
48
4.2. Permasalahan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia...............
52
4.3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Timur Indonesia ........................................................................................
53
4.4. Perkembangan PDRB di Kawasan Timur Indonesia .....................
54
V. ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA.........
58
5.1. Analisis Ketimpangan Pendapatan.................................................
58
5.2. Analisis Konvergensi Pendapatan Absolut ....................................
60
5.3. Analisis Konvergensi Pendapatan Bersyarat .................................
68
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
74
6.1. Kesimpulan ....................................................................................
74
6.2. Saran...... ........................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
76
LAMPIRAN............................................................................................
78
v
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 1986-2003 ..................................
2
2.
Indeks Ketimpangan Pendapatan Tingkat Nasional .........................
18
3.
Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia..........................
19
4.
Analisis Konvergensi Absolut di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ........................................................................................
60
Analisis Konvergensi Absolut di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 ........................................................................................
63
Analisis Konvergensi Absolut di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 ........................................................................................
65
Analisis Konvergensi Bersyarat di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ........................................................................................
68
Analisis Konvergensi Bersyarat di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 ........................................................................................
70
Analisis Konvergensi Bersyarat di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 ........................................................................................
72
5. 6. 7. 8. 9.
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kemajuan Teknologi dan Model Pertumbuhan Solow ......................
25
2.
Kerangka Pemikiran Penelitian..........................................................
38
3.
Jumlah Penduduk tiap Propinsi di KTI (1993-2004) .........................
49
4.
Jumlah Murid tiap Propinsi di KTI (1993-2004) ...............................
51
5.
Pertumbuhan PDRB per kapita per Tahun.........................................
53
6.
Persentase PDRB per kapita tiap Pulau KTI......................................
56
7.
Persentase PDRB per kapita tiap propinsi terhadap PDRB di KTI ...
58
8.
Indeks Kesenjangan Pendapatan antar kabupaten/kota di KTI..........
59
9.
Plot pola hubungan antara PDRB 1993 dengan pertumbuhan tahun 2004..........................................................................................
10.
Plot pola hubungan antara PDRB 1996 dengan pertumbuhan tahun 2004..........................................................................................
11.
62
64
Plot pola hubungan antara PDRB 1998 dengan pertumbuhan tahun 2004..........................................................................................
67
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman PDRB atas dasar harga berlaku dan peranannya menurut propinsi, pulau. Tahun 1996, 2000, 2003 .....................................
79
2.
Pertumbuhan Ekonomi Antar Provinsi, Tahun 1993-2003 (%).....
80
3.
Data Pendidikan Dilihat dari Jumlah Murid SD-SMU Menurut Kabupaten/Kota Di Kawasan Timur Indonesia (jiwa)...................
81
4.
Perhitungan CVw Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ...........
82
5.
Perhitungan CVw Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 ...........
86
6.
Perhitungan CVw Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 ...........
89
7.
Persentase PDRB per kapita Propinsi di KTI ................................
92
8.
Plot Antara Sisaan Baku (SRES) dan Dugaan (Fits) Tahun 1993
93
9.
Plot Antara Sisaan Baku (SRES) dan Dugaan (Fits) Tahun 1996
93
10.
Plot Antara Sisaan Baku (SRES) dan Dugaan (Fits) Tahun 1998
94
11.
Analisis Konvergensi Absolut Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ....................................................................................
95
Analisis Konvergensi Absolut Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 ....................................................................................
96
Analisis Konvergensi Absolut Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 ....................................................................................
97
Analisis Konvergensi Bersyarat Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ....................................................................................
98
Analisis Konvergensi Bersyarat Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 ....................................................................................
99
Analisis Konvergensi Bersyarat Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 ....................................................................................
100
12. 13. 14. 15. 16.
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai pulau dengan perbedaan karakteristik dan
keragaman yang tinggi antar daerahnya. Perbedaan tersebut meliputi sumber daya alam, ekonomi, sosial budaya, adat-istiadat, jumlah dan kepadatan penduduk, mutu sumber daya manusia, letak geografis, serta sarana dan prasarana yang tersedia di setiap daerah. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan tumbuh di daerah tersebut sehingga ada daerah mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan antar wilayah. Pada awal pembangunan semua wilayah mempunyai pendapatan per kapita yang sama yaitu pola perkembangan pendapatannya cenderung untuk terus naik. Setelah beberapa tahun, ternyata terjadi ketimpangan pendapatan antar wilayah karena pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah tidak seragam. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kesejahteraan penduduk antar daerah. Namun kenyataannya bahwa PDRB per kapita tidak sepenuhnya dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat karena ada daerah yang PDRB-nya besar tetapi kebanyakan masyarakatnya masih dalam keadaan miskin. Provinsi-provinsi yang kaya sumber daya dapat menghasilkan PDRB yang lebih besar, namun hasilnya tidak menetes ke bawah (trickle down effect) sehingga masyarakat miskin tidak merasakan atas kekayaan daerah yang dimiliki.
2
Pertumbuhan ekonomi di negara sedang berkembang lebih diarahkan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya dengan berusaha meningkatkan pendapatan perkapita yang masih rendah. Sedangkan di negara maju lebih mengutamakan masalah pemerataan karena tingkat pendapatan per kapitanya tinggi dan lebih memperhatikan kualitas hidup (quality of life). Hal ini dapat terlihat dengan adanya gerakan lingkungan hidup. Menurut Tabel 1 dalam Sukirno (2004) menunjukkan bahwa selama periode 1986-1996 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif pesat, hanya pada tahun 1987 tingkat pertumbuhannya dibawah 5 persen. Dalam periode 1986-1996 secara rata-rata pertumbuhan ekonomi hampir mencapai 7 persen. Sejak tahun 1997 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kemunduran yang disebabkan oleh krisis pada tahun 1997. Puncaknya pada tahun 1998 tingkat pertumbuhan Ekonomi Indonesia berada di bawah 0 persen (-13,1 %) dan pada tahun berikutnya perekonomian mulai mengalami perbaikan walaupun belum mencapai kondisi seperti pada saat belum terjadi krisis. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 1986-2003 Tahun 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994
Pertumbuhan ekonomi (%) 5,9 4,9 6,9 7,5 7,0 7,0 6,2 5,8 7,2
Sumber : Sukirno (2004)
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Pertumbuhan ekonomi (%) 6,8 5,8 4,7 -13,1 0,9 4,9 3,4 3,6 4,1
3
Perkembangan hasil pembangunan yang telah dicapai di Indonesia menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan GDP per kapita antar provinsi, maupun antar Kawasan Timur Indonesia dengan Kawasan Barat Indonesia. Jawa mendominasi aktivitas ekonomi Indonesia karena dari wilayah-wilayah di Indonesia, SDM wilayah Jawa baik dilihat dari jumlah maupun mutu dianggap lebih baik dari wilayah lainnya. Selain itu, pada masa orde baru proses pembangunan di Indonesia dilaksanakan dengan sistem sentralistik. Semua kebijakan pembangunan diatur oleh pemerintah pusat. Sistem pemerintahan inilah yang diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan selama ini. Ketimpangan yang terjadi selama ini telah membuat beberapa daerah merasa diberlakukan tidak adil. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan pembangunan antar daerah seperti ketimpangan yang terjadi antar Kawasan Timur Indonesia dengan Kawasan Barat Indonesia bahkan antar sub wilayah atau daerah dalam suatu wilayah atau kawasan. Pembangunan yang dilaksanakan selama PJP I telah mampu menaikkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sebesar 27,35 kali lipat selama periode 1970 sampai 1992, yakni sebesar Rp 17.417 per kapita pertahun menjadi Rp 476.348 per kapita per tahun. Akan tetapi, selama PJP I juga telah terjadi pergeseran pendapatan dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa, serta semakin meningkatnya ketimpangan pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia. Pada awal tahun 70-an pendapatan di luar Pulau Jawa jauh lebih besar, kenyataan ini didukung oleh hasil penelitian Esmara (1975), berdasarkan data tahun 1972 ditemukannya secara umum Jawa yang menyumbang 60 persen terhadap Produk
4
Nasional Bruto (GDP) ternyata pendapatan per kapita masyarakatnya berada di bawah pendapatan Nasional (sebesar Rp 33.695,81). Sebaliknya luar Jawa secara umum pendapatan perkapitanya berada di atas pendapatan perkapita Nasional, misalnya Kalimantan Timur yang merupakan provinsi dengan pendapatan per kapita paling tinggi (Rp 211.546,36), mencapai hampir tujuh kali lipat dari pendapatan per kapita Nasional. Kawasan Timur Indonesia menyimpan berbagai keunggulan untuk diberdayakan misalnya sumber daya alam yang berlimpah.
Wilayah ini
sesungguhnya sangat potensial untuk menjadi kekuatan ekonomi baik pada tingkat nasional, regional, maupun internasional. Namun sumber daya manusia yang tersedia di kawasan ini sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk menggali potensi yang ada, inilah yang disebut “kaya tetapi miskin”, artinya bahwa sumber daya alamnya sangat berpotensi tetapi pengolahannya masih sangat minim atau belum optimal. Adapun beberapa kendala atau indikator yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi, yang pertama adalah begitu luasnya kawasan dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yang sangat rendah, kedua keaneka-ragaman masyarakat dan kultural dengan tingkat penguasaan informasi dan teknologi yang rendah, ketiga rendahnya tingkat pendidikan, melek huruf dan akses atas pendidikan tinggi, keempat adalah tingkat pendapatan per kepita yang masih rendah. Sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam, tidaklah dengan sendirinya memberikan kemakmuran bagi warga masyarakatnya, jika sumber daya manusia yang ada tidak mampu memanfaatkan dan mengembangkan
5
teknologi guna memanfaatkan sumber alamnya. Sebaliknya, sebuah wilayah yang miskin sumber alam, namun cakap dalam mengembangkan teknologi, ternyata lebih cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumber daya alam dan manusia yang unggul.
Ada lima kepulauan
yang diambil sebagai sampel dalam tulisan ini, antara lain Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya serta pulau Bali
1.2.
Perumusan Masalah Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam
berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan misalnya dalam hal pendapatan perkapita atau pendapatan daerah, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Ketika arus globalisasi semakin tak terbendung di Indonesia, semangat regionalisasi dari berbagai daerah semakin menguat, terutama daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah. Semangat itu muncul sebagai perlawanan terhadap sistem sentralisasi yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru yang runtuh akibat adanya krisis ekonomi pada tahun 1997. semangat regionalisasi tersebut akhirnya ditanggapi oleh pemerintah dengan dikeluarkannya undang-undang tentang otonomi daerah yang mulai dilaksanakan pada tahun 2001.
6
Di Kawasan Timur Indonesia, dengan melihat potensi yang dimiliki masing-masing daerah diharapkan daerah tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya dan mengatasi ketimpangan baik antar golongan masyarakat, antar daerah, maupun antar propinsi yang terjadi selama ini. Dengan perbedaan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah secara otomatis menyebabkan PDRB antar daerah di kawasan timur Indonesia berbeda-beda pula. Berdasarkan data PDRB tahun 1993, 1996 dan 1998 belum diketahui terjadinya ketimpangan pendapatan antar daerah. Tapi secara umum terjadi kenaikan PDRB untuk tiap daerah tersebut dan diharapkan terjadi konvergensi sehingga daerah yang miskin dapat mengejar daerah yang kaya. Di samping itu perlu adanya kajian untuk mengetahui dampak variabel pendidikan dalam mempercepat terjadinya konvergensi sehingga kesejahteraan antar daerah dapat tercapai secepatnya.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah: 1) Menganalisis ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia. 2) Menganalisis konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia. 3) Mengkaji pengaruh pendidikan terhadap konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia.
7
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi bagi: 1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, baik pemerintah pusat dan khususnya pemerintah daerah kabupaten/kota di KTI mengenai arah kebijakan yang tepat dalam mengatasi ketimpangan dan dalam
merencanakan
program
pembangunan
untuk
meningkatkan
konvergensi pendapatan antar daerah kabupaten/kota di KTI. 2) Bagi penulis, adalah sebagai wahana untuk mengaplikasikan pemahaman penulis tentang teori-teori yang di dapatkan selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, serta peneliti dan akademis yang ingin melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan masalah konvergensi pendapatan antar wilayah.
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian tentang konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota dari
seratus sembilan kabupaten/kota yang ada di KTI menggunakan data PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 1993, jumlah penduduk, dan pendidikan. Data yang dipakai adalah data tahun 1993, tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2004.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan
ekonomi
dan
pembangunan
ekonomi
sama-sama
menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan suatu negara yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil (Sukirno, 2004). Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Para ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan. Dalam pembangunan ekonomi tingkat pendapatan per kapita terus menerus meningkat, kalau pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti oleh kenaikan pendapatan per kapita (Sukirno, 2004). Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas (Todaro, 1999). Tingkat output pada suatu saat tertentu ditentukan oleh beberapa faktor. Faktorfaktor ini berhubungan satu sama lain. Faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi dua yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi (seperti sistem hukum,
9
pendidikan, kesehatan, agama, pemerintah, dan sebagainya). Jadi ekonomi pembangunan atau ilmu yang mempelajari tentang pembangunan ekonomi tidak hanya menggambarkan jalannya perkembangan ekonomi saja, tetapi juga menganalisa hubungan sebab akibat dari faktor-faktor perkembangan tersebut. Dikatakan ada pertumbuhan ekonomi apabila terdapat lebih banyak output dan dapat meliputi penggunaan input lebih banyak dan lebih efisien. Ada perkembangan atau pembangunan ekonomi kalau tidak hanya terdapat lebih banyak output, tetapi juga perubahan-perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan output yang lebih banyak. Pembangunan atau perkembangan ekonomi menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian di samping kenaikan output. Jadi pada umumnya perkembangan atau pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan atau perkembangan (Sukirno, 2004). Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, jadi persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Para teoritis ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritis tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan,
10
kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan masyarakat luas.
2.2.
Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah Adanya perbedaan kemajuan antar daerah di jelaskan Myrdal dalam
teorinya, Myrdal berpendapat pembangunan ekonomi proses sebab dan penyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan yang semakin banyak dan mereka yang tinggal di belakang akan menjadi semakin terhambat. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Jhingan, 1990). Perbedaan kemajuan antar wilayah berarti tidak samanya kemampuan untuk bertumbuh yang sama dengan kesenjangan sehingga yang timbul adalah ketidakmerataan, sehingga muncul pendapat dan studi-studi empiris yang menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada posisi yang dikotomis. Dalam hal ini (Kuznet, 1955) mengemukakan suatu hipotesis yang di kenal dengan sebutan “ U Hypothesis”, hipotesa ini dihasilkan lewat kajian empiris terhadap pola pertumbuhan ekonomi terhadap trade off antara pertumbuhan dan pemerataan. Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi maka setelah mencapai tahap tertentu trade off tersebut akan menghilang diganti dengan
11
hubungan kolerasi positif antara pertumbuhan dan pemerataan yang disebabkan karena pertumbuhan pada tahap awal pembangunan cenderung dipusatkan pada sektor modern perekonomian yang pada saat itu kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Ketimpangan membesar karena kesenjangan antar sektor modern dan tradisional meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena perkembangan di sektor modern lebih cepat dibandingkan sektor tradisional. Berdasarkan tingkat kemajuannya wilayah-wilayah dalam suatu Negara dapat di kelompokkan sebagai berikut (Hanafiah, 1998) yaitu: 1. Wilayah terlalu maju terutama kota-kota besar dimana terdapat batas pertumbuhan atau polarisasi, umpamanya dalam menghadapi masalah diseconomies of scale yang menyebabkan masalah manajemen, kenaikan biaya produksi, kenaikan biaya fasilitas pelayanan umum, kenaikan gaji dan upah, kenaikan harga bahan baku energi, peningkatan ongkos sosial. 2. Wilayah netral di cirikan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan ongkos sosial dan merupakan kota satelit bagi wilayah yang terlalu padat. 3. Wilayah sedang merupakan wilayah dengan ciri-ciri campuran pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik yang merupakan gambaran kombinasi antara daerah maju dan kurang maju dimana terdapat juga pengangguran dan kelompok masyarakat miskin. 4. Wilayah kurang berkembang atau kurang maju yan merupakan wilayah dengan tingkat pertumbuhan jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional
12
dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional seperti daerah-daerah konsentrasi industri yang sudah mundur. 5. Wilayah tidak berkembang merupakan wilayah tidak maju atau wilayah miskin dimana industri modern tidak pernah dapat berkembang dalam berbagai skala umumnya di tandai dengan daerah pertanian dengan usaha tani subsisten dan kecil, berpenduduk jarang dan tersebar dan tidak terdapat kota atau konsentrasi pemukiman yang relatif besar. Kesenjangan regional oleh Murty dalam Abel (2006) diartikan sebagai ketidakseimbangan pertumbuhan antar sektor primer, sekunder, tersier atau sektor sosial di suatu negara, distrik, atau tempat dimana peristiwa itu terjadi. Di setiap negara apakah itu negara maju atau berkembang, negara pertanian atau industri, negara besar atau kecil, mempunyai wilayah yang maju dan tertinggal secara ekonomi. Adalah penting untuk menghubungkan pola pembangunan ekonomi regional
dengan
beragam
variabel
fisik
dan
sosial
ekonomi
untuk
mengidentifikasikan variabel mana yang mempunyai pengaruh terbanyak terhadap pola pertumbuhan. Meskipun kesenjangan tidak berlaku di semua wilayah dengan kekuatan (tingkatan) yang sama, tetap terdapat aspek-aspek umum yang dapat memberikan beberapa generalisasi, penyebab utama kesenjangan adalah: a). Faktor Geografis. Apabila suatu wilayah yang sangat luas, distribusi dari sumberdaya nasional, sumber energi, sumberdaya pertanian, topografi, iklim dan curah hujan
13
tidak akan merata. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang lebih baik akan menyebabkan suatu wilayah berkembang lebih baik. b). Faktor Historis. Tingkat pembangunan suatu masyarakat juga bergantung pada masa yang lalu untuk menyiapkan masa depan. Bentuk organisasi ekonomi yang hidup di masa lalu menjadi alasan penting yang dihubingkan dengan isu insentif, untuk pekerja dan pengusaha. Sistem feodal memberikan sangat sedikit insentif untuk bekerja keras. Sistem industri dimana pekerja merasa tereksploitasi, bekerja tanpa istirahat, suatu perencanaan dan sistem yang membatasi akan memberi sedikit insentif dan menyebabkan pembangunan terhambat. c). Faktor Politik. Ketidakstabilan politik dapat menjadi penghambat pembangunan yang sangat kuat. Selain itu, jika pemerintah stabil tapi lemah, korupsi dan ketidakmampuan untuk mengalahkan sikap mementingkan diri sendiri dan menolak tekanan atau kontrol sosial akan menggagalkan tujuan dari kebijakan pembangunan. Kondisi politik disetiap wilayah tidak sama. d). Faktor Kebijakan Pemerintah Belakangan ini, hampir semua negara kaya sedang diterapkan konsep negara kesejahteraan (welfare of state). Di negara tersebut, kebijakan pemerintah mulai diarahkan secara langsung pada pemerataan regional yang lebih besar. Kekuatan pasar yang menghasilkan efek ”backwash” dihilangkan, sementara yang menghasilkan efek menyebar didukung sementara di negara-negara miskin, kebijakan yang demikian masih sangat sedikit.
14
e). Faktor Administrasi (birokrasi) Faktor administrasi yang efisien atau tidak efisien berpengaruh dalam menambah kesenjangan antar wilayah. Saat ini pemerintah dalam menjalankan fungsinya membutuhkan administrator yang jujur, terdidik, terlatih dan efisien karena birokrasi yang efisien akan berhasil dalam pembangunan regional dan sebaliknya. f). Faktor Sosial Banyak faktor sosial yang menjadi penghalang dalam pembangunan. Penduduk di wilayah yang belum berkembang memiliki lembaga dan keinginan (attitude) yang kondusif untuk pembangunan ekonomi. Di lain pihak penduduk dari wilayah yang lebih maju memiliki kelembagaan dan keinginan yang kondusif untuk pembangunan. g). Faktor Ekonomi Penyebab secara ekonomis seperti perbedaan-perbedaan dalam faktor produksi, proses kumulatif dari berbagai faktor, siklus kemiskinan yang buruk, kekuatan pasar yang bebas dan efek ”backwash” dan efek menyebar (spread) dan pasar tidak sempurna, berlangsung dan menambah kesenjangan dalam pembangunan ekonomi.
2.3.
Definisi Konvergensi Konvergensi
perekonomian
pertumbuhan
adalah
kecenderungan
perekonomian-
miskin tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian-
perekonomian kaya dengan demikian diharapkan perekonomian daerah miskin
15
dapat mengejar ketertinggalannya dan ketimpangan perekonomian antar daerah dapat menurun (Sukirno, 1985). Menurut Barro and Martin dalam Garcia dan Soelistianingsih (1998) terdapat dua pendekatan utama dalam konvergensi regional, yang pertama yaitu analisa konvergensi regional yang diturunkan dari pokok penelitian utama di tingkat internasional. Analisa jenis ini umumnya menggunakan cross section regretion antara Negara, antar tingkat pertumbuhan dengan tingkat awal pendapatan perkapita. Pendekatan yang kedua berakar pada tradisi panjang dalam penelitian regional dimana perhatian utama diberikan pada analisa disparitas pendapatan yang membedakan dengan pendekatan satu dalam analisa pendekatan dua kesenjangan regional di pelajari secara independen dari teori pertumbuhan. Williamson (1965) menjelaskan bahwa proses konvergensi regional terkait dengan proses pembangunan nasional, Williamson memprediksi bahwa disparitas pendapatan regional akan memusat (konvergen) setelah melalui tiga fase yaitu dari tahap awal pembangunan hingga tahap kematangan (maturity) dalam proses pembangunan. Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik, konvergensi adalah kondisi dimana daerah miskin yang belum mencapai kemapanan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah kaya yang telah mencapai kemapanan. Pada kondisi ini, pendapatan per kapita akan tumbuh konstan sebagai tidak adanya pertambahan modal kecuali untuk menutupi pertambahan penduduk dan depresiasi. Dengan demikian, setiap daerah atau Negara yang mengalami
16
kemapanan akan tumbuh konstan. Sedangkan Negara atau daerah lain akan terus tumbuh hingga posisi kemapanannya. Menurut Solow-Swan model menyatakan bahwa Negara-negara yang mempunyai perbedaan dalam proses produksi, tabungan, dan pertumbuhan penduduk akan tetapi mempunyai kesamaan dalam kemajuan teknologi akan menyebabkan rata-rata pendapatan perkapita mencapai konvergen menuju titik keseimbangan pertumbuhan akan tetapi jika teknologi, tabungan dan pertumbuhan penduduk sama antar Negara maka Negara-negara tersebut akan mencapai konvergen dengan tingkat pendapatan per kapita yang tinggi (Mankiw,2000). Menurut teori basis ekspor dalam Richardson (1991), faktor-faktor yang menimbulkan konvergensi antara lain : 1. Adanya kemungkinan arus faktor yang bersifat menyeimbangkan seperti yang diprediksikan oleh model Neo Klasik. Dimana tenaga kerja akan berpindah dari daerah-daerah upah rendah ke daerah-daerah upah tinggi dan jika upah dan produk marjinal dari modal mempunyai korelasi terbalik, modal akan mengalir menurut arah yang sebaliknya. Dengan demikian, daerah-daerah upah rendah pun cenderung untuk tumbuh lebih cepat. 2. Alokasi sumber daya di dalam lingkungan daerah-daerah yang bersangkutan dari sektor upah rendah (seperti sektor pertanian) ke sektor produktivitas yang tinggi, upah tinggi, sehingga meningkatkan pendapatan rata-rata per kapita.
17
3. Ciri-ciri kematangan dalam daerah-daerah yang sudah lama berpendapatan tinggi dapat melambatkan kenaikan pendapatan per kapita di masa mendatang.
2.4.
Hasil Penelitian Terdahulu Esmara dalam Wijaya (2001) melakukan penelitian dengan menggunakan
data
PDRB
dan
menerapkan
koefisien
Williamson
yang
dibobot.
Ia
memperkirakan tingkat perbedaan pendapatan regional untuk tahun 1968-1972. Menurut tulisan yang merupakan perintis ini, indeks ketidaksamaan Williamson dari tahun tersebut meningkat tajam dari 0,571 menjadi 0,945 jika semua pendapatan dimasukkan, tetapi jika pendapatan dari minyak bumi dikeluarkan dari PDRB propinsi-propinsi yang kaya minyak (seperti Riau dan Kalimantan Timur) maka angka-angka itu antara 0,34 sampai 0,552. Ia menunjukkan bahwa propinsipropinsi dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi juga mempunyai biaya hidup yang lebih tinggi, sehingga kalau PDRB per kapita di koreksi berdasarkan perbedaan-perbedaan harga, indeks ketidakmerataan tersebut akan banyak merosot. Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dengan menggunakan formulasi Williamson (CVw) untuk tahun 1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan PDRB diluar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan belum mengarah
18
pada
perbaikan
ketimpangan
dan
faktor
yang
cenderung
menurunkan
ketimpangan pendapatan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan kepada propinsi. Tadjoedin (1996) juga mengukur ketimpangan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep pengukuran yang sama dengan diatas untuk periode 1984-1993. Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan selama periode analisis. Tabel 2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Tingkat Nasional Tahun 1976 1977 1978 1979 1980 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Uppal & Handoko 0,4631 0,4609 0,4344 0,5240 0,4435
Di luar Migas Tadjoedin
0,4875 0,4714 0,4600 0,4567 0,4609 0,5632 0,5385 0,5392 0,5442 0,5489
Tadjoedin, et al
0,923 0,938 0,962 0,966 0,982 0,965
Sumber: Uppal dan Handoko (1986) dan Tadjoedin (1996) dan Tadjoedin, et al, (2001)
Tadjoedin, et al, (2001) melakukan penelitian untuk mengukur tingkat ketimpangan nasional untuk tahun 1993-1998. Ketimpangan dihitung dengan menggunakan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota yang ada di Indonesia
19
berdasarkan harga konstan tahun 1993. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat ketimpangan semakin meningkat, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di atas. Selain mengukur Ketimpangan nasional, Tadjoedin (1996) juga mengukur besarnya ketimpangan pendapatan antar pulau, hasil yang diperoleh yaitu pulau yang perekonomiannya di dominasi oleh sektor pertanian (Pulau Sumatra) mempunyai tingkat ketimpangan yang lebih kecil dibandingkan dengan pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri (Pulau Jawa). Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor pertanian tidak berada pada posisi yang dikotomis dengan pemerataan. Tabel 3. Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
Sumatera 0,2460 0,2459 0,2470 0,2460 0,2521 0,2157 0,1931 0,1814 0,1860 0,1883
Jawa 0,5680 0,5377 0,5177 0,5120 0,5054 0,6209 0,6034 0,6041 0,6108 0,6158
Kalimantan 0,4381 0,4629 0,4420 0,4710 0,4595 0,4681 0,4516 0,4448 0,4502 0,4401
Sulawesi 0,0522 0,0408 0,0423 0,0390 0,0460 0,0508 0,0515 0,5800 0,0591 0,0632
Lainnya 0,3435 0,3582 0,3780 0,3324 0,4129 0,4183 0,4086 0,4507 0,4550 0,4775
Sumber: Tadjoedin (1996)
Mattola (1985) melakukan penelitian untuk menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di Jawa Barat tahun 1977-1981 dengan menggunakan formulasi Williamson. Mattola juga menganalisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat peranan tersebut, dibandingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan dan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil yang
20
diperoleh dari analisi tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran untuk mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi. Lutvi (1995) dalam penelitiannya yang berjudul kesenjangan kondisi ekonomi regional antara Kawasan Barat dan Timur Indonesia menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu daerah secara nyata adalah pendapatan regional yang mencerminkan perolehan nilai tambah, kapital/modal dan investasi, tenaga kerja yang dipengaruhi tingkat pendidikan, upah, dan jumlah penduduk, dan pembiayaan pembangunan baik dari pusat maupun pendapatan asli daerah (PAD) yang mempengaruhi secara tidak langsung pembentukkan investasi. Selama sebelas tahun pengamatan 1983-1993 terlihat kesenjangan pertumbuhan masing-masing peubah pembangunan Kawasan Barat dan Kawasan Timur. Pertumbuhan kawasan barat diketahui jauh lebih pesat dan ini semakin dikuatkan dari hasil perhitungan terhadap efek yang dimiliki masing-masing kawasan. Dari hasil analisis deskriptif, kesenjangan yang terjadi antara Kawasan Barat dan Timur sepanjang tahun 1983-1993 antara lain adalah kesenjangan PDRB non migas dan PDRB non migas perkapita, dimana kawasan barat mempunyai keadaan yang lebih baik dari kawasan timur. Selain itu terdapat kesenjangan dalam arus penanaman modal/investasi, kapital, pembiayaan pembangunan baik dari pusat maupun PAD, tingkat kemampuan baca tulis, tingkat partisipasi pendidikan yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia
21
serta partisipasi angkatan kerja yang menunjukkan ketidakmerataan distribusi dan produktivitas tenaga kerja.
2.5.
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.5.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Dalam Teori pertumbuhan basis ekspor, pertumbuhan suatu daerah tergantung
pada
pertumbuhan
industri-industri
ekspornya
dan
kenaikan
permintaan yang bersifat eksternal bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu pokok dari pertumbuhan regional. Sektor-sektor perekonomian suatu daerah dikelompokkan menjadi sektor basis dan non basis. Prediksi-prediksi dari hipotesa basis ekspor berbeda dari prediksi model lainnya. Pertama, bertambah luasnya basis ekspor suatu daerah akan cenderung menaikkan tingkat pertumbuhan. Kedua, teori basis ekspor tidak mencakup tingkat pertumbuhan keseimbangan; Ketiga, teori ini sama sekali tidak mempersoalkan apakah tingkat pertumbuhan regional cenderung untuk konvergen atau divergen. Terdapat tiga kekuatan potensial yang penting dalam konvergensi. Pertama, adanya kemungkinan arus faktor yang bersifat menyeimbangkan seperti yang diprediksikan oleh model NeoKlasik. Dimana tenaga kerja akan berpindah dari daerah-daerah upah rendah ke daerah-daerah upah tinggi dan jika upah dan produk marjinal dari modal mempunyai korelasi terbalik, modal akan mengalir menurut arah yang sebaliknya. Dengan demikian, daerah-daerah upah rendah pun cenderung untuk tumbuh lebih cepat. Sumber utama kedua yang menimbulkan konvergensi, alokasi sumber daya di dalam lingkungan daerah-daerah yang bersangkutan dari sektor upah rendah (seperti sektor pertanian) ke sektor produktivitas yang tinggi, upah tinggi,
22
sehingga meningkatkan pendapatan rata-rata per kapita. Ketiga, ciri-ciri kematangan dalam daerah-daerah yang sudah lama berpendapatan tinggi dapat melambatkan kenaikan pendapatan per kapita di masa mendatang. Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sector yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi (Richardson, 1991). Dalam Arsyad (1999) teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik berkembang sejak tahun 1950-an, berdasarkan analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi Klasik. Teori pertumbuhan ini dirintis oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W Swan (1956) dari Australia. Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan moneter. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Dalam model tersebut masalah teknologi di anggap fungsi dari waktu oleh karena itu fungsi produksinya berbentuk Yi = fi (K,L,t). Apabila tiap daerah
23
dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi produksi yang identik maka di daerah yang memiliki K atau L yang tinggi terdapat upah riil yang tinggi dan MPK yang rendah dan adapun daerah yang K atau L yang rendah terdapat upah rill yang rendah dan MPK yang tinggi sebagai akibatnya modal akan mengalir dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah karena akan memberikan balas jasa untuk modal yang lebih tinggi dan sebaliknya tenaga kerja akan mengalir dari daerah yang upahnya rendah ke daerah yang upahnya tinggi sehingga mekanisme diatas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktorfaktor produksi di semua daerah sama, dengan demikian perekonomian regional atau pendapatan perkapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin sama). Paham neoklasik melihat peran kemajuan teknologi/inovasi sangat besar memacu pertumbuhan wilayah dan menciptakan pertumbuhan yang mantap (steady growth). Teori pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal dan angkatan kerja serta kemajuan tehnologi berinteraksi dalam perekonomian dan pengaruhnya terhadap output total barang dan jasa. Model ini mengasumsikan hubungan yang tidak berubah antara input modal dan tenaga kerja dan output barang dan jasa. Tetapi model ini bisa dimodifikasi, yang memungkinkan peningkatan dalam kemampuan masyarakat untuk berproduksi. Untuk memasukkan kemajuan tehnologi, kita harus kembali ke fungsi produksi yang mengaitkan modal total K dan tenaga kerja L ke output total Y. Jadi, fungsi produksi itu adalah : Y = F (K,L) ...........................................................................................................(1)
24
Kini kita tulis fungsi produksi sebagai berikut : Y = F (K, L x E) ...................................................................................................(2) Dimana E adalah variabel baru (dan abstrak) yang disebut efisiensi tenaga kerja. Efisiensi tenaga kerja berarti mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi : ketika tehnologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat. Efisiensi tenaga kerja juga meningkat ketika ada pengembangan dalam kesehatan, pendidikan, atau keahlian angkatan kerja. L x E mengukur jumlah para pekerja efektif. Fungsi produksi yang baru ini menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah pekerja efektif, L x E. Peningkatan dalam efisiensi tenaga kerja E, sebagai dampaknya, seperti peningkatan dalam angkatan kerja L. Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan tehnologi adalah kemajuan tehnologi yang menyebabkan efisiensi tenaga kerja tumbuh pada tingkat konstan g. Bentuk kemajuan tehnologi disebut pengoptimalan tenaga kerja dan g disebut tingkat kemajuan tehnologi yang mengoptimalkan tenaga kerja. Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, jumlah pekerja efekti L x E tumbuh pada tingkat n + g (Mankiw, 2000). Analisis
tentang perekonomian membuahkan hasil ketika mengkaji
pertumbuhan populasi, persamaannya adalah: Δk = sf (k) – (δ + n + g)k ......................................................................................(3) Dimana Δk sama dengan infestasi sf (k) dikurangi investasi pulang pokok (δ + n + g)k. Investasi pulang pokok meliputi 3 kaidah, yaitu: menjaga k tetap konstan, δk dibutuhkan untuk mengganti modal yang disusutkan, nk dibutuhkan
25
untuk memberi modal bagi pekerja baru, dan gk dibutuhkan untuk memberi modal bagi para pekerja efektif baru yang diciptakan oleh kemajuan teknologi. Investasi Pulangpokok
Investasi pulang-pokok (δ + n+ g)k Investasi, Sf(k)
*
k
Modal per pekerja, k
Kondisi mapan Sumber : Mankiw,2000
Gambar 1. Kemajuan Teknologi dan Model Pertumbuhan Solow
Dampak kemajuan teknologi menunjukkan empat variabel kunci dalam kondisi mapan dengan kemajuan teknologi. Dimana k adalah konstan dalam kondisi mapan, y = f(k), output per pekerja efektif juga konstan. Tingkat efisiensi setiap pekerja aktual tumbuh pada tingkat g, output per pekerja juga tumbuh pada tingkat g, sehingga output total tumbuh pada tingkat n + g. Kemajuan teknologi dan model pertumbuhan Solow melihat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja pada tingkat g mempengaruhi model pertumbuhan Solow dalam jumlah yang sama dengan pertumbuhan populasi pada tingkat n. Sekarang k didefinisikan sebagai jumlah modal per pekerja efektif. Kenaikan dalam jumlah pekerja efektif karena kemajuan teknologi cenderung mengurangi k. Dalam kondisi mapan investasi sf (k) benar-benar menghilangkan
26
penurunan dalam k yang terkait dengan penyusutan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi. Dengan adanya kemajuan teknologi, menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dapat mengarah ke pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per pekerja. Sebaliknya, tingkat tabungan yang yang tinggi mengarah ke tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya jika kondisi mapan dicapai. Sekali perekonomian berada pada kondisi mapan, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat kemajuan teknologi. Mengacu pada model solow, hanya kemajuan
teknologi
bisa
menjelaskan
peningkatan
standar
kehidupan
berkelanjutan (Mankiw, 2000). Teori pertumbuhan endogen (Endogenous Growth Theory) berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang menentukan besaran λ, yaitu tingkat pertumbuhan GDP yang tidak dijelaskan dan dianggap sebagai variabel eksogen dalam perhitungan teori Neo Klasik Solow. Teori pertumbuhan endogen ini mempunyai fungsi produksi sebagai berikut: Y = AK, dimana Y adalah output, K adalah modal fisik dan sumber daya manusia, dan A adalah semua faktor yang mempengaruhi teknologi. Fungsi produksi ini tidak menunjukkan muatan dari pengembalian modal yang kian menurun. Satu unit modal tambahan memproduksi unit output tambahan A, tanpa memperhitungkan berapa banyak modal di sini. Keberadaan pengembalian modal yang kian menurun merupakan perbedaan penting antar model pertumbuhan endogen dan model Solow. Jika diasumsikan sebagai pendapatan ditabung dan diinvestasikan, akumulasi modal dengan persamaan sebagai berikut: ΔK = sY – δK. Persamaan ini menyatakan bahwa
27
perubahan dalam persediaan modal (ΔK) sama dengan investasi (sY) kurang penyusutan (δK). Menggabungkan fungsi persamaan ini dengan fungsi produksi Y= AK, kita dapatkan ΔY/Y = ΔK/K = sA-δ, persamaan ini menunjukkan apa yang menentukan tingkat pertumbuhan output ΔY/Y. Selama sA > δ, pendapatan perekonomian tumbuh selamanya bahkan tanpa asumsi kemajuan tehnologi eksogen. Dalam model pertumbuhan endogen, tabungan dan investasi bisa mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan (Mankiw, 2000). Dalam Arsyad (1999) teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal ( gedung-gedung, peralatan, material) yang rusak. Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal . Teori Harrod-Domar ini mempunyai beberapa asumsi yaitu: 1. perekonomian dalam keadaan pekerja penuh (full employment) dan barangbarang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh. 2. perekonomian terdiri dari 2 sektor yaitu sektor rumah tangga dan sector perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.
28
3. besarnya tabungan masyarakat adalah proposional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol. 4. kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capitaloutput ratio = ICOR). 2.5.2. Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah Ketimpangan pendapatan antar daerah atau wilayah dapat dipandang sebagai salah satu ukuran dalam melihat perbedaan tingkat kemakmuran antar daerah, walaupun kemakmuran itu sendiri tidak hanya diukur dengan indikator pendapatan per kapita, sebagaimana indikator yang digunakan dalam ketimpangan pendapatan daerah. Penyajian ketimpangan pendapatan antar daerah pada dasarnya hanyalah memberikan gambaran secara makro mengenai ketimpangan pendapatan rata-rata antara berbagai daerah atau wilayah tertentu dan tidak memperlihatkan
pola
pembagian
pendapatan
antar
golongan
penerima
pendapatan. Todaro (1981) menggambarkan ketimpangan dengan mempertimbangkan hubungan antara tingkat pendapatan per kapita dan tingkat ketimpangan pendapatan
untuk
negara
maju
dan
negara
sedang
berkembang
dan
menggambarkan ketimpangan pendapatan dari negara-negara tersebut dalam tiga kelompok, dimana pengelompokan tersebut disesuaikan dengan tinggi, sedang dan rendahnya tingkat pendapatan di masing-masing wilayah.
29
Metode CVw umum digunakan untuk mengukur ketimpangan PDRB per kapita. Tingkat ketimpangan yang terjadi dalam metode ini tercermin dalam sebuah angka indeks. Cara pengukuran ini diperkenalkan oleh Williamson (1965) dengan menimbangnya dengan proporsi penduduk. Semakin besar angka indeks berarti semakin tinggi pula tingkat ketimpangan regional yang terjadi. Indeks CVw yang dihasilkan dari suatu perhitungan akan sangat sensitif terhadap perbedaan data yang digunakan. Rumus indeks yang diformulasikan Williamson (1965) adalah sebagai berikut:
∑ (Υ − Υ )
2
i
CVW =
i
Υ
⋅
fi n
…………..………………………………………... (4)
Dimana: CVw = indeks ketimpangan pendapatan daerah fi = jumlah penduduk di daerah i (jiwa) n = penduduk total (jiwa)
Υi = PDRB per kapita di daerah i (rupiah)
Υ = PDRB per kapita untuk propinsi (rupiah) 2.5.3. Pendapatan Domestik Regional Bruto Prestasi ekonomi suatu bangsa atau Negara dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran dengan istilah Pendapatan Nasional. Pendapatan Nasional tidak hanya berguna untuk menilai perkembangan ekonomi suatu bangsa dari waktu ke waktu, tetapi juga membandingkannya dengan Negara lain. Dikenal beberapa ukuran pendapatan nasional, diantaranya: Gross National Product (GNP) atau Produk
30
Nasional Bruto (PNB), Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto, Net National Product (NNP) atau Produk Nasional Neto (PNN), dan National Income (NI) atau Pendapatan Nasional (PN) (Dumairy, 1996). Menurut Gillis et al. dalam Hendra (2004), produk Nasional Bruto (PNB) adalah penjumlahan nilai produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) tanpa menghitung nilai produk antara. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah penjumlahan nilai produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) tanpa menghitung nilai produk antara, dalam penghitungannya mengeluarkan pendapatan warga Negara yang berada di luar negeri, dan memasukkan seluruh produksi dalam negeri termasuk pendapatan yang diterima warga Negara asing. PDB diangkat regional menjadi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan dua metode yaitu: a. Metode Langsung Dalam menghitung PDRB dengan metode langsung, penghitungan didasarkan sepenuhnya kepada data daerah yang terpisah dari data nasional, sehingga hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dapat dihitung atau diukur dengan tiga pendekatan yaitu (Dumairy, 1996): 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu
31
tertentu. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan galian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintahan; (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi dimaksudkan meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga penyusutan dan pajak-pajak tak langsung neto. Jumlah komponen semua pendapatan persektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha. 3. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor neto (yaitu ekspor dikurangi impor), dalam jangka waktu satu tahun.
32
b. Metode Tidak Langsung/Alokasi Menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaiaan kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah, sedang metode tidak langsung akan merupakan koreksi dan pembanding bagi data daerah. Dilihat dari penjelasan diatas PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk di daerah bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representative dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya. 2.5.4. Konvergensi Absolut dan Konvergensi Bersyarat Studi empiris menunjukkan bahwa meskipun perekonomian miskin tumbuh lebih cepat dibanding perekonomian kaya, ketimpangan pada tahap awal pembangunan persaingan perekonomian justru meningkat, hal ini disebabkan ketimpangan perekonomian daerah yang kaya lebih rendah namun secara relatif nilai perubahan itu masih terlalu besar dibandingkan perubahan perekonomian di daerah miskin (Garcia dan Soelistianingsih, 1998).
33
Dalam literatur teori pertumbuhan ekonomi terdapat dua pandangan tentang konsep konvergensi. Konvergensi terjadi ketika perekonomian miskin cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian kaya. Property ini dihubungkan dengan konsep β-convergence yang diperoleh dari analisa regresi antar perekonomian. Konsep konvergensi adalah β-convergence yang terdiri dari konvergensi
absolut
dan
bersyarat
serta
α-convergence
(Garcia
dan
Soelistianingsih, 1998). Terjadinya proses konvergensi dimana daerah miskin cenderung tumbuh lebih cepat tidak serta merta menyebabkan menurunnya disparitas pendapatan regional per kapita. Artinya β-convergence tidak selalu identik dengan αconvergence. Meskipun tidak identik tetapi secara empiris β-convergence akan terverifikasi ketika α konvergen juga terverifikasi sehingga dalam prakteknya kedua konsep di atas dapat dilaksanakan bergantian. α-convergence akan terjadi antar beberapa negara ketika negara-negara tersebut mempunyai dispersi pendapatan per kapita yang cenderung menurun lebih cepat. Satu kelebihan utama dari β-convergence adalah analisa bersifat dinamis. Bila pengamatan jangka pendek tidak mampu memberi jawaban tentang dampak dari kebijakan publik, maka kita tidak dapat melihat bahwa dampak tersebut dalam kecenderungan jangka panjang. Dari sudut pandang teoritis, analisa βconvergence hanyalah analisa deskriptif dan sama sekali tidak berbicara tentang mekanisme di balik bekerjanya konvergensi tersebut, walaupun demikian analisanya berupa tes langsung terhadap hipotesis teori pertumbuhan neoklasik dengan asumsi diminishing return of capital.
34
Dengan analisa β-convergence, dapat diketahui kecepatan konvergensi secara pasti. Jika konvergensi adalah cepat, maka fokus kita adalah prilaku steadystate sebagaimana telah di ketahui bahwa mayoritas perekonomian berada dekat pada posisi steady-state. Jika konvergensi tidak cepat berarti bahwa posisi perekonomian berada jauh dari posisi steady-state maka lebih baik difokuskan pada pengalaman pertumbuhan yang dialami perekonomian dalam dinamika transisional. Model standar pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan tergantung dari perekonomian awal. Hubungan yang negatif antara pendapatan dengan tingkat pertumbuhan berarti daerah kaya mengalami pertumbuhan ekonomi rendah yang menunjukkan pendapatan cenderung konvergen secara absolut. Proses konvergen seperti ini disebut dengan konvergensi absolut (Absolute Convergence), karena kenyataanya bahwa antar daerah mempunyai karakteristik perekonomian yang beragam mengakibatkan dugaan proses konvergensi absolut dinilai menjadi lemah sehingga konvergensi absolut pada umumnya diikuti oleh konvergensi bersyarat (Conditional Convergence). Untuk melihat konsep konvergensi absolut tersebut dengan menggunakan persamaan ln ( yt y0 ) t = a + b ln ( y0 ) + ε t ............................................................................ (5) Dimana: ln(yt/y0)/t = Pertumbuhan pendapatan per kapita per tahun pada tahun akhir t y0 = PDRB per kapita tahun awal (rupiah)
35
yt = PDRB per kapita tahun akhir t (rupiah) a = Konstanta b = Koefisien regresi t = Tahun akhir dikurangi tahun awal εt = error Dimana persamaan ini menunjukkan bahwa untuk ß-convergence yang diperoleh adalah harus memenuhi syarat b<0, yang mengimplikasikan tingkat pengembalian rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita per tahun. Dengan nilai b yang lebih tinggi akan mengakibatkan kecenderungan mencapai konvergen yang tinggi pula. Hipotesis konvergensi absolut tidak selalu ada dengan keluarnya hubungan negatif antar pendapatan dengan tingkat pertumbuhan. Adakalanya hubungan tersebut tidak muncul namun ada ketika variabel-variabel lain yang dianggap berpengaruh seperti pendidikan, kesuburan dan kesehatan yang diikutsertakan dalam proses regresi. Kecenderungan konvergensi yang timbul dengan syarat keadaan variabel-variabel tersebut disebut konvergensi bersyarat. Konvergensi bersyarat merupakan alternatif uji konvergensi apabila daerah-daerah yang diteliti tidak memiliki heterogenitas parameter-parameter yang memungkinkan setiap daerah memiliki posisi kondisi mapan (steady-state). Untuk melihat konsep konvergensi bersyarat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ln ( y t y 0 ) t = a + b1 ln ( y 0 ) + b2 Χ i + ε t ...............................................................(6) Dimana: ln(yt/y0)/t = Pertumbuhan pendapatan per kapita per tahun pada tahun akhir t
36
y0
= PDRB per kapita tahun awal (rupiah)
yt
= PDRB per kapita tahun akhir (rupiah)
Xi
= Tingkat Pendidikan tahun awal
a
= Konstanta
b1, b2 = Koefisien regresi t
= tahun akhir dikurangi tahun awal
εt
= error
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual
Dalam pertumbuhan ekonomi di Negara sedang berkembang, pemerintah lebih memusatkan kepada peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, seperti halnya di Indonesia karena memiliki pendapatan yang rendah. Tetapi hasil perkembangan pembangunan di Indonesia belum merata, masih terjadi ketimpangan antar KBI dengan KTI, antar daerah maupun antar golongan masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan selama PJP 1 telah meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia, tetapi efek yang diharapkan dari proses trickle down effect sangat lambat mengalir kebawah, bahkan terjadi pergeseran pendapatan yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar daerah. Ketimpangan yang terjadi antar daerah, baik daerah miskin maupun daerah kaya salah satunya disebabkan karena adanya perbedaan dari faktor pendidikan, jumlah maupun kualitas penduduknya, SDA, letak geografisnya, kesehatan, dan lain-lain. Hal tersebut yang bisa menyebabkan pertumbuhan pendapatan per
37
kapita di suatu daerah bisa rendah, sedang atau tinggi. Sebagai satu kepulauan pertumbuhan ekonomi di KTI juga sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten/kota yang ada. Oleh karena itu, untuk melihat apakah terjadi konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di KTI dilakukan analisis konvergensi. Bila dari hasil regresi tersebut tidak terjadi konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota, maka ketimpangan pendapatan makin tinggi. Tetapi bila terjadi konvergensi antar kabupaten/kota, maka ketimpangan makin menurun. Kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 2.
38
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi KTI
Daerah Kaya • Penduduk • Pendidikan • dll
Daerah Miskin • Penduduk • Pendidikan • dll
Pertumbuhan PDRB (rendah, sedang, tinggi)
Pertumbuhan PDRB (rendah, sedang, tinggi)
Ya
Tidak Konvergen (Analisis Regresi)
Ketimpangan makin tinggi
Pendapatan antar kabupaten/Kota makin Konvergen
Implikasi Kebijakan dari faktor-faktor yang mempengaruhi ke konvergen pendapatan
Keterangan :
Analisis tahun selanjutnya (1993,1996,& 1998)
= hal yang dibahas = hal yang dianalisis lebih lanjut
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
39
2.5. Hipotesis
Untuk memberi arahan dalam melakukan analisis data, dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia semakin berkurang. 2. Pertumbuhan pendapatan per kapita yang terjadi antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia semakin konvergen. 3. Pendidikan meningkatkan kecepatan konvergensi pendapatan antar kabupaten/ Kota di Kawasan Timur Indonesia.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penulisan skripsi di mulai pada bulan April 2006. Waktu yang diperlukan dalam rencana penulisan penelitian, pengumpulan data, hingga penulisan laporan dilakukan sampai bulan Desember 2006. Adapun wilayah yang dipilih sebagai obyek studi dan sekaligus sebagai lokasi penelitian adalah Kabupaten Dati II di Kawasan Timur Indonesia. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan: (1) tersedianya data PDRB kabupaten/kota yang ada di Kawasan Timur Indonesia, (2) kondisi sumber daya alam yang begitu melimpah namun kesejahteraan masyarakat rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diharapkan ketimpangan yang terjadi dapat tergambar dengan nyata dan diharapkan adanya solusi penanggulangan dari permasalahan tersebut, supaya antar kabupaten Dati II di Kawasan Timur Indonesia dapat mencapai konvergensi.
3.2. Jenis dan Sumber Data Analisis data dilakukan dengan regresi yang menggunakan data dari seratus sembilan kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Kawasan Timur Indonesia. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: (1) PDRB atas dasar harga konstan (tahun 1993, 1996, 1998 dan 2004) menurut kabupaten/kota yang ada di Kawasan Timur Indonesia, (2) jumlah penduduk (tahun 1993, 1996, 1998 dan 2004) menurut kabupaten/kota Kawasan Timur Indonesia, (3) Kawasan Timur Indonesia dalam angka, (4) pendidikan
41
(tahun 1993, 1996, 1998 dan 2004) menurut kabupaten/kota di Kawasan timur Indonesia, dan (5) beberapa macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Sumber data tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik (BPS Pusat), (2) publikasi beberapa penelitian terdahulu, (3) serta literatur dan sumber pustaka lainnya. Periode analisis dalam penelitian ini adalah tahun 1993, 1996, dan 1998. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak software Minitab dan Microsoft Excel.
3.3. Metode Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif diinterpretasikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif akan diolah dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi adalah analisis yang berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel terhadap satu atau lebih variabel lain (Gujarati, 1978). Regresi yang digunakan adalah regresi linear sederhana dan regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan software Minitab dan Microsoft Excel. Untuk mengukur apakah konvergensi pendapatan antar Kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia terjadi, dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan atau tahapan-tahapan antara lain adalah analisis tingkat konvergensi antar Kabupaten/kota yang terdiri dari analisis konvergensi absolut dan analisis konvergensi bersyarat dengan memasukkan variable-variabel lain seperti pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
42
3.3.1. Analisis Ketimpangan Pendapatan Pengukuran ketimpangan pendapatan antar daerah di Kawasan Timur Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode CVw yang diperkenalkan oleh Williamson (1965) dengan rumus:
∑ (Υ − Υ )
2
i
CVW =
i
⋅
fi n
Υ
dimana: CVw = indeks ketimpangan pendapatan daerah fi = jumlah penduduk di daerah i (jiwa) n = penduduk total (jiwa)
Υi = PDRB per kapita di daerah i (rupiah)
Υ = PDRB per kapita untuk propinsi (rupiah) Oshima dalam Matolla (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan kurang dari 0,35 b. Ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan antara 0,35 – 0,50 c. Ketimpangan taraf tinggi, bila indeks ketimpangan lebih dari 0,50 3.3.2. Analisis Konvergensi Dalam Garcia dan Soelistianingsih (1998) disebutkan model yang digunakan untuk menguji apakah terjadi konvergensi absolut (kabupaten yang lebih miskin tumbuh lebih cepat dari pada kabupaten yang lebih kaya) dapat ditulis sebagai berikut:
43
ln ( yt y0 ) t = a + b ln ( y0 ) + ε t …………………………………………………. (5) dimana: ln(yt/y0)/t = Pertumbuhan pendapatan per kapita per tahun pada tahun akhir t y0
= PDRB per kapita tahun awal (1993,1996 dan 1998)
yt
= PDRB per kapita tahun akhir (2004)
a
= Konstanta
b
= Koefisien regresi
t
= tahun akhir dikurangi tahun awal
εt
= error
Jika nilai b<0 akan mengakibatkan kecenderungan untuk mencapai konvergen yang tinggi atau nilai konvergensi pendapatan yang terjadi tinggi. Untuk melihat tingkat konvergensi absolut yang terjadi, data yang digunakan adalah dengan meregresikan PDRB per kapita tahun 2004 dengan PDRB per kapita tahun 1993, tahun 1996, dan tahun 1998. Untuk menguji apakah terjadi konvergensi bersyarat (kabupaten yang lebih miskin tumbuh lebih cepat dari pada kabupaten yang lebih kaya jika variabel yang lain seperti presentase pendidikan dimasukkan) maka model analisis yang digunakan adalah: ln ( y t y 0 ) t = a + b1 ln ( y 0 ) + b2 Χ i + ε t .................................................................(6) dimana: ln(yt/y0)/t = Pertumbuhan pendapatan per kapita per tahun pada tahun akhir t y0
= PDRB per kapita tahun awal (1993,1996 dan 1998)
yt
= PDRB per kapita tahun akhir (2004)
44
Xi
= Tingkat Pendidikan tahun awal
a
= Konstanta
b1, b2 = Koefisien regresi t
= tahun akhir dikurangi tahun awal
εt
= error
Untuk melihat tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi, dapat dilihat dari nilai koefisien regresi. Jika nilai koefisien regresinya lebih kecil dari nol (b1< 0) maka akan cenderung konvergen atau nilai konvergensi antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia tinggi.
3.3.3. Koefisien Determinasi (R2 dan Adj R2) Digunakan
untuk
melihat
sejauh
mana
variabel
bebas
mampu
menerangkan keragaman variabel terikatnya. Menurut Gujarati (1993), terdapat dua sifat R2 yaitu: 1. Merupakan besaran non-negatif 2. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 maka tidak ada hubungan antara variabel terikat dan bebasnya. Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R2 untuk menilai baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus meningkat seiring dengan penambahan variabel bebas ke dalam model, sehingga Adj R2 bisa juga digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikatnya. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan kedalam model dapat menerangkan model. Secara
45
umum, R2 (Adj) merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk mengukur kebaikan-suai (goodness of fit) garis regresi. Koefisien determinasi mengukur persentase atau proporsional total varians dalam variabel endogen yang dijelaskan model regresi. Sifat dasar dari R2 (Adj) adalah besaran yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu. Nilai R2 (Adj) berkisar antara 0 hingga 1 kecocokan model dikatakan lebih baik jika R2 (Adj) semakin mendekati 1 (satu)
3.3.4. Pengujian Terhadap Model Penduga (Uji F) Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas. Untuk uji F hipotesis yang di uji adalah: H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 H1 : tidak semua β sama dengan 0 Dalam uji F jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi (k adalah variabel-variabel bebas dalam persamaan) sama dengan nol, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Atau dapat dilihat juga dari nilai probability F-statistiknya, jika probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel-variabel tak bebas.
3.3.5. Uji Signifikan Individu (Uji t) Uji signifikan individu dikenal dengan uji t (uji parsial). Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan atau tidak. Dengan uji t akan dilihat apakah secara
46
statistik koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas secara terpisah memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Melalui uji t ini akan diuji apakah koefisien regresi satu per satu secara statistik signifikan atau tidak. Untuk uji t hipotesis yang di uji adalah: H0 : β = 0 H1 : β ≠ 0 Untuk uji t ini dapat dilihat melalui probabilitas dari masing-masing variabel bebas, jika probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas, dan sebaliknya jika probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut tidak signifikan mempengaruhi variabel tak bebas.
3.4. Definisi Operasional Data 1. PDRB adalah jumlah seluruh nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh berbagai lapangan usaha atau sektor yang melakukan kegiatan usahanya disuatu wilayah tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi yang dipakai. Saat ini PDRB masih digunakan sebagai alat untuk mengukur pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Hal ini dikarenakan masih sulitnya memperhatikan arus pendapatan yang mengalir antar wilayah (antar propinsi). Definisi pendapatan yang sebenarnya adalah perkiraan pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu wilayah yaitu jumlah seluruh pendapatan /balas jasa atas faktor produksi yang dimiliki oleh suatu wilayah tersebut
47
tanpa memperhatikan dimana faktor produksi tersebut berproduksi. PDRB terbagi menjadi dua bagian yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku adalah PDRB yang dinilai atas dasar harga berlaku dari masing-masing tahunnya pada wilayah yang bersangkutan. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar adalah PDRB tersebut dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar wilayah yang bersangkutan. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini atas dasar harga konstan tahun 1993, dan data PDRB yang gunakan dalam penelitian ini adalah data PDRB kabupaten/kota di KTI tahun 1993, tahun 1996, tahun 1998, dan tahun 2004. 2. Jumlah Penduduk adalah jumlah seluruh penduduk pada suatu wilayah menurut perkiraan akhir tahun. 3. Tingkat Pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh seseorang dalam hidupnya dan dihitung dalam tahun dilihat dari jumlah murid SD, SMP, SMU. 4. Tahun awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 1993, tahun 1996, dan tahun 1998. Dalam penelitian ini tahun akhir yang digunakan adalah tahun 2004.
IV. GAMBARAN UMUM KETERTINGGALAN KAWASAN TIMUR INDONESIA
4.1. Keadaan Umum Kawasan Timur Indonesia Menentukan batasan dan lingkup wilayah KTI yang terdiri dari berbagai pulau sangat sulit dan tidak dapat hanya berdasarkan posisi geografis wilayah yang berada di bagian timur Indonesia atau berdasarkan kinerja perekonomian semata. Tetapi beberapa aspek seperti demografi, sumber daya alam, sarana dan prasarana serta aspek sosial ekonomi perlu dipertimbangkan. Batasan KTI yang menjadi ruang lingkup pada penelitian ini adalah wilayah Indonesia selain Sumatera dan Jawa, yaitu: Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Maluku, dan Irian Jaya. Penentuan batasan dan lingkup wilayah ini
bertujuan untuk mempermudah pembahasan dalam mengkaji konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia. Ketidakseimbangan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan yang terjadi antara KTI dan KBI (Kawasan Barat Indonesia), antara lain akibat perbedaan perlakuan pembangunan yang selama ini dilakukan terutama pada saat sebelum masa reformasi. Dalam statistik dapat dikatakan prestasi kemajuan daerah-daerah di KTI secara rata-rata belum menyamai keberhasilan daerah di KBI, padahal potensi KTI cukup besar dalam pembangunan seperti tersedianya sumber daya alam yang melimpah tetapi pengolahannya belum optimal,
49
pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan mantap, dan lahan yang luas tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan data di bawah yang diperoleh dari BPS dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk antara tahun 1993-2004 cenderung di beberapa wilayah di KTI relatif meningkat. Untuk KTI, wilayah Sulawesi Selatan memiliki jumlah penduduk yang tertinggi dari tahun 1993 sampai 2004. Pada tahun 2004 Sulawesi Selatan memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu 8534330 jiwa, sedangkan yang terendah adalah NTT yaitu sebesar 1093162 jiwa pada tahun
Jumlah penduduk (Juta jiwa)
2004. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
1993 1996 1998 2004
Propinsi
Sumber : BPS, data diolah
Gambar 3. Jumlah Penduduk tiap Propinsi di KTI (1993-2004)
Pada tahun 2005, diperkirakan penduduk Indonesia mencapai jumlah 225,2 juta jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut diperkirakan kurang lebih 13 persen berada di KTI, dan jika dilihat dari persebarannya tampak tidak merata. Sebagian besar penduduk Indonesia didominasi di Pulau Jawa sebesar 60 persen, yang kedua berada di Sumatera (20 persen), kemudian di Sulawesi sekitar 7 persen, 5,5 persen berada di Kalimantan, selanjutnya 1 persen di Irian Jaya, dan sisanya tinggal di pulau-pulau lainnya (6,5 persen). Jumlah penduduk untuk Kawasan
50
Timur Indonesia masih tergolong jarang jika dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia, karena banyak penduduk di KTI yang bermigrasi ke luar KTI misalnya saja bermigrasi ke Jawa dikarenakan Jawa merupakan sentral perekonomian. Salah satu sarana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia adalah pendidikan, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Pendidikan dapat pula dilihat sebagai investasi sumber daya manusia dan hasilnya akan diperoleh beberapa tahun kemudian. Ketimpangan dalam partisipasi pendidikan menjadi fenomena klasik di KTI. Kecenderungan rendahnya upaya pengembangan sumber daya baik alam dan manusia sebagai suatu keunggulan komparatif menyebabkan belum optimalnya pengembangan dan pembangunan di KTI. Secara keseluruhan Kawasan Barat mempunyai tahun partisipasi pendidikan pada fenomena yang konstan (87-88 persen), sedangkan KTI mempunyai pangsa sisanya. Di lain pihak kualitas sarana dan prasarana pendidikan di KTI cukup meningkat, akan tetapi kebanyakan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, terutama di ibukota propinsi. Sekolah-sekolah kejuruan serta pelatihan-pelatihan BLK yang sesuai dengan potensi lokal dianggap masih kurang. Pendidikan di beberapa wilayah di KTI cukup meningkat, seperti halnya di Provinsi Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan mengingat sudah berdirinya perguruan tinggi negeri dan beberapa perguruan tinggi swasta. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa antara tahun 1993-2004 jumlah murid cenderung meningkat, namun ada beberapa propinsi yang mengalami penurunan misalnya Sulawesi Utara. Dapat dilihat pula yang memiliki jumlah murid
51
terbanyak berada di Provinsi Sulawesi Selatan yang hampir mencapai dua juta jiwa lebih pada tahun 2004. daerah yang mempunyai jumlah murid sedikit berada di propinsi Irian Jaya. Rendahnya tingkat pendidikan di wilayah KTI telah mengakibatkan rendahnya partisipasi penduduk dalam kegiatan pembangunan. Hal ini mengingat banyak diantara mereka yang tidak dapat memasuki pasaran kerja terutama yang memerlukan ketrampilan khusus.
Jumlah Murid (Ribu Jiwa)
2500 2000 1500
X1993 X1996
1000
X1998 500
X2004
0
Propinsi
Ket : X = Jumlah Murid tahun analisis Sumber : BPS, data diolah
Gambar 4. Jumlah Murid tiap Propinsi di KTI (1993-2004)
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan di wilayah KTI perlu mendapat perhatian khusus. Dalam rangka meningkatkan bidang pendidikan di Kawasan Timur Indonesia salah satu strategi yang dapat dikembangkan adalah dengan peningkatan partisipasi sekolah terutama sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan sejenis yang setara, pendirian sekolahsekolah kejuruan yang sesuai dengan potensi sumber daya setempat, peningkatan mutu perguruan tinggi dan peningkatan akses di segala bidang yang menunjang untuk peningkatan pendidikan.
52
4.2. Permasalahan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia KTI terdiri dari beberapa kepulauan yang mempunyai keragaman di setiap antar wilayahnya, baik dari budaya, SDA, perekonomiannya, dan lain-lain. Akan tetapi, dari keragaman yang dimiliki ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif dalam pembangunan di wilayah KTI. Adapun beberapa permasalahan yang ada dalam pembangunan wilayah di KTI, yakni: (1) keterbatasan dalam sarana dan prasarana dasar (fisik maupun non fisik), (2) rendahnya kualitas dan kuantitas serta jumlah dari sumber daya manusia (SDM) dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, (3) belum optimalnya pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam (SDA), (4) rendahnya investasi dan peran swasta dalam pengembangan wilayah KTI, (5) tingkat komparasi antar daerah kompetitif sehingga tidak memancing pergerakkan penduduk, (6) masih terkonsentrasi pada pola kerja pertanian, (7) rendahnya kesehatan (status gizi) penduduk, (8) ketergantungan pemerintah dan masyarakat daerah relatif masih tinggi kepada bantuan pemerintah pusat, (9) pembangunan ekonomi
daerah
belum
diprioritaskan
untuk
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. (10) pendidikan yang masih rendah, (11) pola migrasi yang tidak mendorong pertumbuhan regional dan kelembagaan yang belum mampu menjadi pendorong pembangunan.
53
4.3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Timur Indonesia Perkembangan pertumbuhan PDRB per kapita antara tahun 1993 hingga 2004 sangat bervariasi. Kontribusi pertumbuhan PDRB per kapita antara tahun 1993 hingga 2004 dari tiap daerah berbeda-beda, baik dari daerah kaya maupun daerah miskin. Pembagian daerah kaya dan daerah miskin pada penelitian ini didasarkan pada rata-rata PDRB per kapita pada tahun 1993 di KTI, dimana daerah kaya adalah daerah yang PDRB per kapita-nya di atas Rp 695.596,00 dan sebaliknya untuk daerah miskin. Dari Gambar 5 terlihat bahwa pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi terjadi antara tahun 1993 sampai 1996 baik di daerah miskin maupun di daerah kaya. Sedangkan pertumbuhan per tahun daerah miskin (0,872) lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan per tahun di daerah kaya (0,941). 1.000 0.800 0.600 DAERAH MISKIN
0.400
DAERAH KAYA
0.200 0.000 g(93-96)
g(96-98)
g(98-04)
-0.200 Waktu (tahun)
Ket : g = Pertumbuhan tahun analisis Sumber : BPS, data diolah
Gambar 5. Pertumbuhan PDRB per kapita per Tahun
Pada Gambar 5 pertumbuhan PDRB per kapita di KTI antara tahun 1996 sampai 1998 mengalami penurunan hampir mencapai -0,2, baik daerah kaya sebesar -0,057 maupun daerah miskin sebesar -0,004. Hal ini dikarenakan pada
54
tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang mempengaruhi perekonomian di Indonesia, tetapi tidak terlalu berdampak besar terhadap perekonomian di KTI. Bila dibandingkan antara KTI(Kawasan Timur Indonesia) dengan KBI(Kawasan Barat Indonesia) penurunan pertumbuhan ekonomi lebih di alami di KBI terutama di pulau Jawa, pulau tersebut merupakan sentral dari perekonomian di tahun tersebut. Pada tahun 1997 pertumbuhan PDRB per kapita di KTI untuk daerah miskin lebih tinggi dari pada pertumbuhan PDRB per kapita di daerah kaya, dikarenakan pada tahun ini pertumbuhan pendapatan di KTI cenderung terjadi konvergensi. Begitu pula antara tahun 1998 hingga 2004, perekonomian di seluruh Indonesia khususnya KTI cenderung membaik dan terus meningkat. Akan tetapi peningkatan pertumbuhan di KTI pada tahun 1998-2004 belum kembali normal atau menyamai pada tahun 1993-1996. pada tahun 1998-2004 daerah miskin lebih tinggi dari daerah kaya, dikarenakan pada tahun tersebut pertumbuhan pendapatan di KTI cenderung terjadi konvergensi.
4.4. Perkembangan PDRB di Kawasan Timur Indonesia Pada tahun 1996 total PDRB atas dasar harga berlaku di Indonesia mencapai Rp 510,7 juta dengan kontribusi terbesar berasal dari pulau Jawa sebesar Rp 307,5 juta atau peranannya sebesar 60,2 persen, kemudian diikuti pulau Sumatera sebesar Rp 108,7 juta atau sebesar 21,29 persen terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku di Indonesia(lampiran 1). Sementara itu wilayah KTI pada tahun 1996 hanya memberi peranan kurang lebih sebesar 18,51 persen, wilayah yang terbesar memberikan kontribusi berasal dari pulau Kalimantan
55
sebesar Rp 45,04 juta atau peranannya sebesar 8,82 persen dan wilayah kontri busi terendah berasal dari pulau Nusa Tenggara Timur yaitu sebesar Rp 3,3 juta atau sebesar 0,65 persen. Pada tahun 2003 kontribusi dari seluruh pulau menurun karena terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 yang mempengaruhi seluruh kegiatan perekonomian di Indonesia. Tetapi untuk Kawasan Timur Indonesia krisis ekonomi tersebut tidak terlalu berpengaruh, ada beberapa daerah yang tidak mengalami penurunan dan kalaupun terjadi hanya turun beberapa persen saja. Dari tahun 1996 sampai 2003 jumlah PDRB atas dasar harga berlaku terus meningkat, hanya di wilayah Maluku saja terjadi penurunan PDRB menjadi Rp 2,7 juta pada tahun 2000. Bila dilihat dari peranan PDRB tiap propinsi terhadap total PDRB di Indonesia, dalam kurun waktu tersebut ada beberapa wilayah yang mengalami penurunan dan kenaikan, misalnya Kalimantan Timur yang memiliki peningkatan kontribusi pada tahun 2000 menjadi 5,52 persen tetapi pada tahun 2003 turun menjadi 4,46 persen. Begitu pula yang dialami untuk daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Barat (Lampiran 1). Perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga konstan setiap propinsi di Kawasan Timur Indonesia antara tahun 1993 sampai tahun 2004 cenderung terus meningkat, tetapi pada tahun 1997 terjadi penurunan PDRB per kapita yang dikarenakan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis yang terjadi tidak terlalu berpengaruh di KTI, karena pada tahun tersebut kegiatan perekonomian lebih didominasi di Jawa.
PDRB per kapita (Rp .000)
56
400.000 350.000
KALIMANTAN
300.000
SULAWESI
250.000
BALI
200.000
NUSA TENGGARA
150.000
MALUKU
100.000
IRIAN JAYA
50.000 0.000 1993
1996
1998
2004
TAHUN
Sumber: BPS, diolah
Gambar 6. Persentase PDRB per kapita tiap Pulau KTI
Dalam Gambar 6 terlihat perkembangan PDRB per kapita masing-masing wilayah di Kawasan Timur Indonesia. Jika dilihat dari arah perkembangan PDRB per kapita masing-masing wilayah menunjukkan perkembangan pendapatan yang hampir sama yaitu cenderung meningkat, hanya dari segi nilai absolutnya yang jauh berbeda. Dari tahun 1993-2004 nilai PDRB per kapita masing-masing wilayah meningkat secara bertahap. Pada saat memasuki masa krisis tahun 1997, hampir semua wilayah mengalami penurunan nilai PDRB per kapita, kecuali wilayah Sulawesi. Propinsi yang mengalami penurunan kontribusi antara lain dari propinsi Kalimantan Tengah, Bali, NTB, dan Irian Jaya, adapun persentase PDRB per kapitanya secara berturut-turut pada tahun 1998 sebesar 6.45%, 9,59%, 2,58%, dan 16.98% (Lampiran 7). Bila dilihat dari Gambar 6 pada tahun 1996-2004, Kalimantan adalah wilayah yang memiliki nilai PDRB per kapita paling tinggi bila dibandingkan dengan wilayah lain. Propinsi yang memberikan kontribusi terbesar berasal dari Propinsi Kalimantan Timur, persentase PDRB per kapitanya
57
secara berturut-turut pada tahun 1996, 1998, dan 2004 sebesar 21,31%, 23,00%, dan 26,33% (Lampiran 7). Pada tahun 1993-1998 perkembangan PDRB per kapita tidak jauh berbeda, tetapi setelah tahun 1998 dan setelah adanya otonomi daerah tahun 2001, PDRB per kapita dari masing-masing wilayah meningkat tajam. Pada tahun 2004 yang memiliki PDRB per kapita paling tinggi tetap berasal dari wilayah Kalimantan dibandingkan dengan wilayah lainnya, diikuti dengan Sulawesi di posisi kedua, Nusa Tenggara, Irian Jaya, Bali, dan yang terakhir Maluku. Beberapa propinsi yang memberikan kontribusi terbesar pada tahun 2004 antara lain dari propinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Irian Jaya, dan Sulawesi Utara, persentase PDRB per kapitanya secara berturut-turut sebesar 26,33%, 11,68%, 9,68%, dan 8,73% (Lampiran 7).
V. ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
5.1. Analisis Ketimpangan Pendapatan Persentase PDRB per kapita dari masing-masing propinsi di Kawasan Timur Indonesia mempunyai nilai yang beranekaragam (Gambar 7.). Kalimantan Timur merupakan propinsi yang memiliki PDRB per kapita tertinggi dibandingkan propinsi yang lainnya yaitu rata-rata sebesar 22,72 %, sedangkan daerah yang memiliki PDRB per kapita terendah adalah propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara yaitu rata-rata sebesar 2,16 % dan 2,30 %. Dari gambar di bawah ini bisa dilihat bahwa ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah sangat tinggi.
PDRB per kapita (%)
30.00 25.00 1993
20.00
1996
15.00
1998
10.00
2004
5.00 0.00
PROPINSI
Sumber : BPS, data diolah
Gambar 7. Persentase PDRB per kapita tiap propinsi terhadap PDRB di KTI
Ketimpangan
pendapatan
antar
kabupaten/kota
diukur
dengan
menggunakan metode CVw. Nilai CVw yang kecil menggambarkan tingkat ketimpangan yang rendah atau tingkat pemerataan yang lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai CVw besar maka menggambarkan tingkat ketimpangan yang tinggi
59
atau tingkat pemerataan semakin timpang. Hasil analisis CVw untuk Kawasan Timur Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.
CVw
0.9915 0.9910 0.9905 0.9900 1990
1995
2000
2005
tahun Sumber : BPS, data diolah
Gambar 8. Indeks kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di KTI
Pada tahun 1993 nilai CVw yang diperoleh sebesar 0,99113 hal ini berarti bahwa nilai ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia pada tahun 1993 tergolong tinggi karena lebih besar dari 0,5. Ketimpangan ini diduga karena Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari beberapa kepulauan yang memiliki kebudayaan, SDA dan SDM yang berbedabeda serta faktor lain sehingga masing-masing daerah memiliki kemampuan untuk tumbuh yang berbeda-beda pula. Pada tahun 1996 nilai CVw lebih besar lagi dari tahun 1993 yaitu sebesar 0,991364. Hal ini berarti bahwa tingkat ketimpangan pendapatan antar kabupaten/ kota di Kawasan Timur Indonesia makin besar. Nilai ini diduga karena jumlah penduduk dari masing-masing daerah rata-rata meningkat sehingga nilai CVw-nya makin besar.
60
Sedangkan untuk tahun 1998 nilai CVw menurun menjadi 0,990768, hal ini diduga karena meningkatnya nilai pertumbuhan dari masing-masing kabupaten atau kota. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai konvergen yang dapat ditunjukan dari koefisien regresinya yang sebesar – 0,0658 (persamaan 8).
5.2. Analisis Konvergensi Pendapatan Absolut Konvergensi absolut terjadi jika dengan tingkat pendapatan yang sama, setiap daerah dapat mencapai kondisi kemapanan yang sama. Tingkat konvergensi yang terjadi antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia dapat dilihat melalui hasil perhitungan analisis regresi linier dengan menggunakan minitab. Untuk mengetahui adanya konvergensi absolut antar kabupaten/kota yang terjadi di Kawasan Timur Indonesia tahun 1993, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Konvergensi Absolut di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 Prediktor Koefisien Konstanta 0,40346 ln1993 -0,032376 R-Sq(adj) = 10,8% S = 0,05734
SE Koefisien T 0,05441 7,42 0,008629 -3,75 R-Sq = 11,6% Prob(F-statistik) = 0,000*
P-Value 0,000 0,000
Sumber : Lampiran 11
Keterangan : * nyata pada taraf 5 persen
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4 maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: ln(2004/1993)/11 = 0,403 - 0,0324 ln1993 .............................................................7 Persamaan regresi PDRB per kapita pada tahun 1993 memiliki R2 sebesar 11,6 persen yang berarti bahwa variasi variabel tidak bebas dari persamaan regresi PDRB per kapita dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas di dalam
61
persamaan sebesar 11,6 persen, sedangkan lainnya dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan sebesar 88,4 persen. Berdasarkan hasil uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah persamaan yang diperoleh signifikan atau tidak, maka nilai peluang F-statistik yang diperoleh pada tahun 1993 yaitu sebesar 0,000 menyatakan bahwa persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Untuk melakukan pengujian pada masing-masing faktor (uji t) yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004 signifikan atau tidak, perlu dilakukan uji signifikan terhadap masing-masing variabel tersebut. Nilai peluang yang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Berdasarkan hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel tersebut signifikan karena nilai peluangnya kurang dari taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0,000. Plot antara sisaan baku (SRES) dengan dugaan (Fits) dapat dilihat pada gambar lampiran 8. Pada gambar tersebut ada 6 sisaan yang diluar batas antara 2 sampai dengan -2. Jika dalam pencilan itu (out line) ini tidak ada dalam gambar maka pola sisaan tersebut tidak begitu terlihat adanya pola heteroskedastisitas. Dari plot sisaan dengan nilai dugaan y terlihat menyebar saling bebas dan pencaran sisaan mulai nilai dugaan y minimum ke maksimum terlihat konstan, hal ini mengindikasikan asumsi kebebasan sisaan dan kehomogenan ragam terpenuhi.
62
Gambar 9. Plot pola hubungan antara PDRB 1993 dengan pertumbuhan tahun 2004
Untuk melihat tingkat konvergensi PDRB per kapita yang terjadi pada tahun 1993, dapat dilihat dari nilai koefisien regresi. Jika nilai koefisien regresinya lebih rendah dari nol maka cenderung terjadi konvergensi. Berdasarkan hasil persamaan regresi di atas, koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,0324 (b < 0), hal ini berimplikasi bahwa pada tahun tersebut cenderung terjadi konvergensi pendapatan atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari pada daerah kaya sehingga pertumbuhan pendapatan per kapitanya semakin memusat. Bila dilihat dari Gambar 9. dapat disimpulkan bahwa suatu daerah yang PDRB per kapitanya pada tahun 1993 relatif rendah, cenderung pertumbuhan PDRB per kapitanya pada tahun 2004 relatif tinggi. Untuk melihat hasil analisis konvergensi pendapatan yang terjadi antar kabupaten/kota di KTI sebelum adanya krisis ekonomi pada tahun 2004/1996, dapat dilihat pada Tabel 5.
63
Tabel 5. Analisis Konvergensi Absolut di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 Prediktor Koefisien Konstanta 0,62118 ln1996 -0,065780 R-Sq(adj) = 28,8% S = 0,08151
SE Koefisien T 0,07332 8,47 0,009846 -6,68 R-Sq = 29,4% Prob(F-statistik) = 0,000*
P-Value 0,000 0,000
Sumber : Lampiran 12 Keterangan : * nyata pada taraf 5 persen
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5 maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: ln(2004/1996)/8 = 0,621 - 0,0658 ln1996....................................................8 Persamaan regresi dari pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004/1996 memiliki R2 sebesar 29,4 persen, yang berarti variasi variabel tidak bebas dari persamaan regresi PDRB per kapita dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas di dalam persamaan sebesar 29,4 persen, sedangkan lainnya dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan sebesar 70,6 persen. Sedangkan nilai peluang F-statistik yang diperoleh pada tahun 1996 yaitu sebesar 0,000 menyatakan bahwa persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Untuk melakukan pengujian pada masing-masing variabel (uji t) yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004/1996 secara signifikan, perlu dilakukan uji signifikan terhadap masing-masing variabel tersebut. Nilai peluang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa
64
variabel tersebut signifikan. Nilai peluang pada tabel diatas menunjukkan bahwa variabel tersebut signifikan karena nilai peluangnya kurang dari taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0,000. Plot antara sisaan baku (SRES) dengan dugaan (Fits) dapat dilihat pada gambar lampiran 9. Pada gambar tersebut ada 7 sisaan yang diluar batas antara 2 sampai dengan -2. Jika dalam pencilan itu (out line) ini tidak ada dalam gambar maka pola sisaan tersebut tidak begitu terlihat adanya pola heteroskedastisitas. Dari plot sisaan dengan nilai dugaan y terlihat menyebar saling bebas dan pencaran sisaan mulai nilai dugaan y minimum ke maksimum terlihat konstan, hal ini mengindikasikan asumsi kebebasan sisaan dan kehomogenan ragam terpenuhi.
Gambar 10. Plot pola hubungan antara PDRB 1996 dengan pertumbuhan tahun 2004
Untuk melihat tingkat konvergensi PDRB per kapita yang terjadi pada tahun 1996, dapat dilihat dari nilai koefisien regresi. Jika nilai koefisien regresinya lebih rendah dari nol maka cenderung terjadi konvergensi. Berdasarkan hasil persamaan regresi di atas, koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,0658 (b < 0), hal ini berimplikasi bahwa pada tahun tersebut cenderung terjadi
65
konvergensi pendapatan atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari pada daerah kaya sehingga pertumbuhan pendapatan per kapitanya semakin memusat. Bila dilihat dari Gambar 10. dapat disimpulkan bahwa suatu daerah yang PDRB per kapitanya pada tahun 1996 relatif rendah, cenderung pertumbuhan PDRB per kapitanya pada tahun 2004 relatif tinggi. Tingkat konvergensi absolut yang terjadi pada tahun 2004/1998 setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, dapat dilihat dari Tabel 6 berikut: Tabel 6. Analisis Konvergensi Absolut di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 Prediktor Koefisien Konstanta 0,50323 ln1998 -0,04261 R-Sq(adj) = 10,5% S = 0,08705
SE Koefisien T 0,08482 5,93 0,01151 -3,70 R-Sq = 11,4% Prob(F-statistik) = 0,000*
P-Value 0,000 0,000
Sumber : Lampiran 13 Keterangan : * nyata pada taraf 5 persen
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 6 maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: ln(2004/1998)/6 = 0,503 - 0,0426 ln1998 …..................................................…..(9) Persamaan regresi dari pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004/1998 memiliki R2 sebesar 11,4 persen, yang berarti variasi variabel tidak bebas dari persamaan regresi PDRB per kapita dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas di dalam persamaan sebesar 11,4 persen sedangkan sisanya sebesar 88,6 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah persamaan yang diperoleh berarti atau tidak, maka nilai peluang F-statistik yang diperoleh pada tahun 1998 yaitu sebesar 0,000 menyatakan bahwa persamaan ini
66
melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Untuk melakukan pengujian pada masing-masing faktor (uji t) yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004/1998 secara signifikan, perlu dilakukan uji signifikan terhadap masing-masing variabel tersebut. Nilai peluang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Nilai peluang pada tabel diatas menunjukkan bahwa variabel tersebut signifikan karena nilai peluangnya kurang dari taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0,000. Plot antara sisaan baku (SRES) dengan dugaan (Fits) dapat dilihat pada gambar lampiran 10. Pada gambar tersebut ada 6 sisaan yang diluar batas antara 2 sampai dengan -2. Jika dalam pencilan itu (out line) ini tidak ada dalam gambar maka pola sisaan tersebut tidak begitu terlihat adanya pola heteroskedastisitas. Dari plot sisaan dengan nilai dugaan y terlihat menyebar saling bebas dan pencaran sisaan mulai nilai dugaan y minimum ke maksimum terlihat konstan, hal ini mengindikasikan asumsi kebebasan sisaan dan kehomogenan ragam terpenuhi.
67
Gambar 11. Plot pola hubungan antara PDRB 1998 dengan pertumbuhan tahun 2004
Untuk melihat tingkat konvergensi PDRB per kapita yang terjadi pada tahun 1996, dapat dilihat dari nilai koefisien regresi. Jika nilai koefisien regresinya lebih rendah dari nol maka cenderung terjadi konvergensi. Berdasarkan hasil persamaan regresi di atas, koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,0426 (b < 0), hal ini berimplikasi bahwa pada tahun tersebut cenderung terjadi konvergensi pendapatan atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari pada daerah kaya sehingga pertumbuhan pendapatan per kapitanya semakin memusat. Bila dilihat dari Gambar 10. dapat disimpulkan bahwa suatu daerah yang PDRB per kapitanya pada tahun 1998 relatif rendah, cenderung pertumbuhan PDRB per kapitanya pada tahun 2004 relatif tinggi.
68
5.3. Analisis Konvergensi Pendapatan Bersyarat Untuk mengetahui adanya konvergensi bersyarat yang terjadi di Kawasan Timur Indonesia, dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi dengan memasukkan variabel lain seperti tingkat pendidikan yang dilihat dari jumlah murid dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum atau sederajat. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Konvergensi Bersyarat di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 Prediktor Konstanta ln1993 X1993 R-Sq = 11,9% S = 0,05749
Koefisien 0,39614 -0,032005 0,00000008
SE Koefisien T 0,05580 7,10 0,008672 -3,69 0,00000014 0,62 R-Sq(adj) = 10,3% Prob(F-statistic) = 0,001*
P-Value 0,000 0,000 0,537
Sumber : Lampiran 14 Keterangan : * nyata pada taraf 5 persen
Dari hasil regresi diperoleh persamaan sebagai berikut : ln(04/93)/11 = 0,396 - 0,0320 ln1993 +0,00000008 X1993.......................(10) Persamaan regresi dari pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 memiliki R2 sebesar 11,9 persen, yang berarti variasi variabel tidak bebas dari persamaan regresi PDRB per kapita dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas di dalam persamaan sebesar 11,9 persen sedangkan sisanya sebesar 88,1 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah semua koefisien regresi pada persamaan signifikan atau tidak terhadap variabel tidak bebas, maka nilai peluang F-statistik yang diperoleh pada tahun 1993 yaitu sebesar 0,001 menyatakan bahwa persamaan ini melewati uji F. Nilai ini
69
menandakan bahwa persamaan diatas mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Selanjutnya untuk melakukan pengujian pada masing-masing variabel (uji t) yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 secara signifikan, perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing variabel tersebut. Nilai peluang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Nilai peluang pada Tabel 7 untuk tingkat PDRB per kapita tahun 1993 signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004 pada taraf nyata 5 persen, sedangkan tingkat pendidikan pada tahun tersebut tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004. Berdasarkan hasil analisis regresi tahun 1993 pada Tabel 7 setelah memasukkan variabel pendidikan dalam analisis, dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi yang diperoleh kurang dari nol yaitu sebesar -0,0320. Hal ini menunjukkan bahwa suatu daerah yang PDRB per kapitanya pada tahun 1993 relatif rendah, cenderung pertumbuhan pendapatan per kapitanya pada tahun 2004 relatif tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1993 cenderung terjadi konvergensi. Untuk konvergensi bersyarat yang terjadi antar kabupaten/kota di KTI pada tahun 1996 sebelum adanya krisis ekonomi, dapat dapat dilihat pada Tabel 8.
70
Tabel 8. Analisis Konvergensi Bersyarat di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 Prediktor Koefisien Konstanta 0,61914 ln1996 -0,065819 X1996 0,00000003 R-Sq(adj) = 28,1% S = 0,08187
SE Koefisien T 0,07425 8,34 0,009893 -6,65 0,00000017 0,20 R-Sq = 29,5% Prob(F-statistic) = 0,000*
P-Value 0,000 0,000 0,841
Sumber : Lampiran 15
Keterangan : * nyata pada taraf 5 persen
Dari hasil regresi diperoleh persamaan sebagai berikut : ln(04/96)/8 = 0,619 - 0,0658 ln1996 +0,00000003 X1996...................................... Persamaan regresi dari pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 memiliki R2 sebesar 29,5 persen, yang berarti variasi variabel tidak bebas dari persamaan regresi PDRB per kapita dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas di dalam persamaan sebesar 29,5 persen sedangkan sisanya sebesar 70,5 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah persamaan yang diperoleh berarti atau tidak, maka nilai peluang F-statistik yang diperoleh pada tahun 1996 yaitu sebesar 0,000 menyatakan bahwa persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Selanjutnya untuk melakukan pengujian pada masing-masing variabel (uji t) yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 secara signifikan, perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing
71
variabel tersebut. Nilai peluang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Nilai peluang pada Tabel 8 untuk tingkat PDRB per kapita tahun 1996 signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004 pada taraf nyata 5 persen, sedangkan tingkat pendidikan pada tahun tersebut tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004. Berdasarkan hasil analisis regresi tahun 1996 pada Tabel 8 setelah memasukkan variabel pendidikan dalam analisis, dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi yang diperoleh kurang dari nol yaitu sebesar -0,0658. Hal ini menunjukkan bahwa suatu daerah yang PDRB per kapitanya pada tahun 1996 relatif rendah, cenderung pertumbuhan pendapatan per kapitanya pada tahun 2004 relatif tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1996 cenderung terjadi konvergensi. Untuk konvergensi bersyarat yang terjadi pada tahun 1998 setelah krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang mengakibatkan tingkat perekonomian menurun sangat tajam, hasil analisis regresinya dapat dilihat pada Tabel 9.
72
Tabel 9. Analisis Konvergensi Bersyarat di Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 Prediktor Koefisien Konstanta 0,48943 ln1998 -0,04249 X1998 0,00000017 R-Sq(adj) = 10,6% S = 0,08702
SE Koefisien T 0,08581 5,70 0,01151 -3,69 0,00000016 1,04 R-Sq = 12,2% Prob(F-statistic) = 0,001*
P-Value 0,000 0,000 0,302
Sumber : Lampiran 16 Keterangan : * nyata pada taraf 5 persen
Dari hasil regresi diperoleh persamaan sebagai berikut : ln(04/98)/6 = 0,489 - 0,0425 ln1998 +0,00000017 X1998…..…………(10) Persamaan regresi dari pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 memiliki R2 sebesar 12,2 persen, yang berarti variasi variabel tidak bebas dari persamaan regresi PDRB per kapita dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebas di dalam persamaan sebesar 12,2 persen sedangkan sisanya sebesar 87,8 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji F yang digunakan untuk mengetahui apakah persamaan yang diperoleh berarti atau tidak, maka nilai peluang F-statistik yang diperoleh pada tahun 1998 yaitu sebesar 0,001 menyatakan bahwa persamaan ini melewati uji F. Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas mendukung keabsahan model, dan dapat juga dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap PDRB per kapita pada taraf nyata 5 persen. Selanjutnya untuk melakukan pengujian pada masing-masing variabel (uji t) yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 secara signifikan, perlu dilakukan uji signifikansi terhadap masing-masing
73
variabel tersebut. Nilai peluang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan. Nilai peluang pada Tabel 9 untuk tingkat PDRB per kapita tahun 1998 signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004 pada taraf nyata 5 persen, sedangkan tingkat pendidikan pada tahun tersebut tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2004. Berdasarkan hasil analisis regresi tahun 1998 pada Tabel 9 setelah memasukkan variabel pendidikan dalam analisis, dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi yang diperoleh kurang dari nol yaitu sebesar -0,0425. Hal ini menunjukkan bahwa suatu daerah yang PDRB per kapitanya pada tahun 1998 relatif rendah, cenderung pertumbuhan pendapatan per kapitanya pada tahun 2004 relatif tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada tahun 1998 cenderung terjadi konvergensi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: 1. Kawasan Timur Indonesia memiliki ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota yang cukup besar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ketimpangan tersebut cenderung menurun pada tahun 1996-2004. Nilai CVw yang diperoleh pada tahun 1993 sebesar 0,99113, sedangkan pada tahun 1996 nilainya meningkat menjadi 0,99136, dan pada tahun 1998 menurun menjadi 0,99077. 2. Perkembangan pertumbuhan PDRB per kapita di Kawasan Timur Indonesia mengalami konvergensi pada tahun 1993, 1996 dan 1998. Nilai koefisien regresi yang didapat secara berturut-turut adalah sebagai berikut 0,0324, 0,0658, dan 0,0426. Pada tahun 1996 tingkat konvergensi pendapatan mengalami peningkatan dari tahun 1993, sedangkan tahun 1998 mengalami penurunan dari tahun 1996. Hal ini disebabkan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah berpengaruh pada perekonomian di Kawasan Timur Indonesia. 3. Variabel pendidikan tidak mempengaruhi konvergensi pendapatan antar kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia.
75
6.2. Saran 1. Dengan adanya kebijakan seperti halnya otonomi
daerah yang
diberlakukan oleh pemerintah pada tahun 2001, diharapkan setiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk memaksimalkan kegiatannya untuk memperoleh pendapatan yang dapat dirasakan oleh semua masyarakat. Sehingga setiap daerah dapat mensejajarkan diri dengan daerah yang lain, dan dapat menghilangkan ketimpangan yang terjadi antar daerah. 2. Untuk penelitian yang akan datang, dapat menggunakan data panel untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan metode yang digunakan pada penelitian ini. 3. Variabel yang digunakan pada penelitian yang akan datang sebaiknya tidak hanya dari pendidikan saja, tetapi dapat berupa investasi, keamanan, kesehatan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Abel, Y.H.F.H. 2006. Disparitas Pendapatan Antar KBI dan KTI Wilayah Indonesia. Program Pascasarjana. IPB. Bogor Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. STIE YKPN. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 1993-2004. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Kabupaten/Kota. BPS. Jakarta. . 1993-2004. Kalimantan Dalam Angka. BPS Kalimantan. . 1993-2004. Sulawesi Dalam Angka. BPS Sulawesi. . 1993-2004. Bali Dalam angka. BPS Bali. . 1993-2004. Nusa Tenggara Dalam Angka.BPS Nusa Tenggara. . 1993-2004. Maluku Dalam Angka. BPS Maluku. . 1993-2004. Irian Jaya Dalam Angka. BPS Irian Jaya. Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis. Pengantar Ilmu Ekonomi No. 4. BPFE. Yogyakarta. Dumairy, M. A. 1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta. Garcia, J. G. and Soelistianingsih, L. 1998. Why do differences in provincial incomes persist in Indonesia. Bulletin. Indonesian Economic Studies 34(1) : 95-120. Gujarati. D. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hanafiah, T. 1998. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hendra. 2004. Peran Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Propinsi Lampung. Sarjana Ilmu Ekonomi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jhingan, M. L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press. Jakarta.
77
Kuznet, S. 1995. Quantitative Aspect of The Economic Growth of Nation: I. Economic Development and Cultural Change, Vol. V. Lutvi, T. L. M. 1995. Kesenjangan Kondisi Ekonomi Regional Antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Matolla, A. Z. 1985. Peran Sektor Pertanian Terhadap Peningkatan dan Pemerataan Pendapatan Daerah Di Jawa Barat. Program Perencanaan Wilayah dan Kota, Pasca Sarjana ITB. Bandung. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta Richardson, H. W. 1991. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta. Sukirno, S. 1985. Pengantar Teori Makroekonomi. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta. . 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tadjoedin, M. Z. 1996. Disparitas Pendapatan Regional Indonesia Dalam Kaitan Dengan Pola Pertumbuhan dan Investasi. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor. Tadjoedin, M. Z, et al. 2001. Aspirasi Terhadap Ketidakmerataan: Disparitas Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia, UNSFIR Working Paper. Jakarta. Todaro, M. P. 1999. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jilid 1, Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta. Uppal, J. S. dan Handoko, B. S. 1986. Regional Income Disparities in Indonesia. Ekonomi Keuangan Indonesia Vol XXXIV No 3. LPEM-FEUI. Jakarta. Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wijaya, A. 2001. Kajian Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Wilayah Indonesia. PEP-LIPI. Jakarta. Willianson, J. G. 1965. Regional and Equality and The Process of National Development; A Description of Pattern. Economic Development and Cultural Change, Vol.13, No. 4, Hal 3-45.
79
Lampiran 1. PDRB atas dasar harga berlaku dan peranannya menurut propinsi, pulau. Tahun 1996, 2000, 2003 Provinsi
PDRB atas dasar harga berlaku (Rp.Juta) 1996 2000 2003
Nangro Aceh 14.636.988 28.923.265 Darussalam Sumut 28.173.101 67.659.899 Sumbar 9.514.827 22.462.448 Riau 23.854.824 55.260.499 Jambi 4.023.782 9.380.650 Sumsel 16.986.104 39.252.009 Bangka Belitung 5.336.039 Bengkulu 2.280.656 4.539.983 Lampung 9.239.172 23.200.302 Sumatera 108.709.454 256.015.092 DKI 82.587.252 189.075.401 Jawa Barat 89.405.209 174.915.258 Banten 43.184.332 Jawa Tengah 52.505.361 117.782.925 DI Yogyakarta 7.399.742 13.093.980 Jawa Timur 76.566.557 169.680.628 Jawa 307.464.121 707.732.524 Bali 8.621.457 16.509.986 Kalimantan Barat 8.454.484 17.968.167 Kalimantan Tengah 5.205.744 10.859.485 Kalimantan Selatan 7.262.944 16.170.221 Kalimantan Timur 24.118.257 75.013.549 Kalimantan 45.041.430 120.011.422 Sulawesi Utara 4.790.736 9.339.015 Gorontalo 1.622.000 Sulawesi tengah 3.023.915 8.240.293 sulawesi selatan 11.833.098 27.2772.137 sulawesi tenggara 2.101.872 5.730.160 Sulawesi 21.749.621 52.703.605 Nusa Tenggara 3.986.481 11.569.977 Barat Nusa Tenggara 3.335.148 6.357.557 Timur 3.634.361 2.729.582 Maluku 1.865.627 Maluku Utara 8.189.133 20.802.655 Papua lainnya 19.145.123 43.325.398 jumlah 30 propinsi 510.731.206 1.358.886.871 Sumber : PDRB Propinsi-propinsi di Indonesia Tahun 2000-2004
1996
Peranan (%) 2000 2003
38.570.815
2.87
2.13
1.75
96.233.394 32.023.286 73.576.528 15.303.107 54.748.216 8.097.736 6.845.791 30.806.567 356.205.440 284.000.239 234.450.804 64.669.890 175.105.659 18.838.843 254.380.758 1.031.446.193 24.033.316 23.157.812 15.860.941 22.383.693 98.309.771 159.712.217 12.682.633 2.741.574 12.323.778 40.094.870 8.899.240 76.742.095
5.52 1.86 4.67 0.79 3.33 0.45 1.181 21.29 16.17 17.51 10.28 1.25 14.99 60.2 1.69 1.66 1.02 1.42 4.72 8.82 0.92 0.59 2.32 0.41 4.26
4.98 1.65 4.07 0.69 2.89 0.39 0.33 1.71 18.8 13.9 12.9 3.18 8.67 0.96 12.5 52.1 1.21 1.32 0.8 1.19 5.52 8.83 0.69 0.12 0.61 2.04 0.42 3.88
4.37 1.45 3.34 0.69 2.49 0.37 0.31 1.4 16.2 12.9 10.6 2.94 7.95 0.86 11.6 46.8 1.09 1.05 0.72 1.02 4.46 7.25 0.58 0.12 0.56 1.82 0.4 3.48
16.725.736
0.78
0.85
0.76
9.627.271
0.65
0.47
0.44
3.613.865 2.060.123 28.725.638 60.752.633 2.202.878.171
0.71 1.6 3.75 100
0.2 0.14 1.53 3.19 100
0.16 0.09 1.3 2.76 100
80
Lampiran 2. Pertumbuhan Ekonomi Antar Provinsi, Tahun 1993-2003 (%) Provinsi NAD Sumatra Utara Saumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Rataan
19931994 1.31 9.48 7.45 4.18 8.17 7.26 6.84 7.21 8.61 7.2 6.96 8.11 7.23 7.52 7.27 8.55 7.54 7.92 8.68 9.25 7.52 7.6 7.67 6.38 6.52 7.53 7.31
Sumber: BPS (1993-2003)
19941995 1.46 9.09 8.93 4.64 8.48 8.69 7.42 10.41 9.27 8.07 7.34 7.98 8.18 7.93 8.03 9.02 9.5 9.03 9.13 4.42 8.41 8.13 8.28 7.37 6.49 20.18 8.3
19951996 2.47 9.01 7.87 5.46 8.81 8.03 5.72 7.95 9.1 9.21 7.3 7.79 8.26 8.16 8.11 8.22 10.75 11.85 9.95 8.29 9.25 8.33 8.31 6.01 7.14 13.87 8.28
19961997 -0.16 5.7 5.14 3.16 3.91 5.08 3.07 4.15 5.11 4.87 3.03 3.53 4.2 5.81 5.26 5.62 7.53 6.29 4.57 4.45 5.38 4.71 4.3 5.32 3.5 7.42 4.65
Tahun 199719981998 1999 -9.26 -4.19 -10.9 2.59 -6.78 1.59 -3.86 3.38 -5.41 2.9 -6.81 -12.1 -6.27 2.88 -6.95 3.54 -17.49 -0.29 -17.77 -9.19 -11.74 3.49 -9.63 0.99 -15.46 1.21 -4.04 0.67 -3.07 4.24 -2.73 2.73 -4.71 2.71 -6.92 0.98 -5.42 4.53 -0.76 4.9 -2.37 -17.43 -3.96 2.8 -5.33 2.83 -5.78 2.55 -5.93 -53.96 12.72 -3.48 -6.41 -1.89
19992000 -8.25 4.83 3.84 6.52 5.43 3.34 3.93 3.4 4.33 4.15 3.93 4.01 3.26 3.05 28.8 4.17 2.95 1.5 4.33 4.02 6.05 4.21 4.89 5.27 -2.92 2.16 4.28
20002001 1.19 3.72 3.63 4.25 5.87 2.39 4.03 3.61 3.64 4.76 3.33 3.37 3.33 3.39 8.99 5.1 1.87 2.72 3.74 5.05 4.25 5.19 4.97 5.63 -1.58 -1.63 3.65
20012002 0.38 4.07 4.31 4.4 4.39 3.76 4.32 5.17 3.99 3.91 3.48 4.02 3.41 3.15 3.78 5.96 2.01 3.27 3.83 4.72 3.96 5.41 4.61 6.49 3 8.7 4.17
20022003 3.39 4.42 4.48 4.7 4.46 4.52 5.12 5.71 4.39 4.27 4.18 4.09 4.11 3.65 3.1 5.87 2.95 4.86 4.85 2.39 5.19 6.26 5.39 7.19 3.52 2.96 4.46
81
Lampiran 3. Data Pendidikan Dilihat dari Jumlah Murid SD-SMU Menurut Kabupaten/Kota Di Kawasan Timur Indonesia (jiwa) KABUPATEN/KOTA Sambas Pontianak Sanggau Ketapang Sintang Kapuas Hulu Pontianak Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Palangkaraya Tanah Laut Kotabaru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Banjarmasin Pasir Kutai Berau Bulungan Balikpapan Samarinda Gorontalo Bolaang Mongondow Minahasa Sangihe Talaud Gorontalo Manado Bitung Banggai Poso Donggala Buol Toli-Toli Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang
1996 164032 174388 118966 88512 95201 35541 76673 46639 98703 94394 37896 31157 43401 38227 44970 63820 32882 22095 25156 34160 19188 24438 86158 52171 144929 17535 35525 39631 125435 74370 44416 78539 28601 18395 40763 15581 70551 94925 133706 96763 18016 68834 30161 58016 41260 74864 41527 53754 54090 20216 120765 39930 72414 46889 60620
1998 169924 178929 122458 89343 95519 37196 92477 47069 103453 99424 37926 37155 47923 40850 70685 78840 38155 24142 29100 37946 39338 29697 101209 55562 170592 22204 45550 92150 140466 105177 65106 99043 40635 19948 44220 17168 88548 96267 138982 127512 19411 69735 30599 63661 45012 88819 42636 56786 54735 32228 126585 40403 72796 48672 65026
2004 177816 188470 113966 88112 96037 41851 114281 52499 93703 110454 38073 51153 38401 48473 119390 116860 51428 26789 38044 46732 67488 39956 121960 63953 222255 31873 60575 224669 179497 38370 25416 54539 22601 16795 35653 13581 53551 98109 150258 89763 21806 74636 34037 74315 53764 106774 48745 64818 60380 51240 138405 43876 72114 55545 74432
82
Lanjutan lampiran 3 Enrekang Luwu Tana Toraja polewali mamasa Majene Mamuju Makasar Pare-Pare Buton Muna Kendari Kolaka Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Dompu Bima Mataram Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Maluku Tenggara Maluku Tengah maluku utara halmahera tengah Ambon Merauke Jayawijaya Jayapura Paniai Fak-Fak Sorong Manokwari Yapen Waropen Biak Numfor
Sumber: BPS, diolah
37725 177217 96301 69488 25979 30097 285594 29375 103501 48586 184450 64513 41727 51185 40766 62284 29924 32876 68484 111233 88171 101063 123160 166550 92650 40964 119987 81959 69257 39561 143141 83975 36177 37890 37717 60736 7524 17416 13112 33741 74771 99379 159275 35172 72254 77779 55013 75828 38144 19715 53098 42862 21598 27850
41573 192235 101511 82936 27197 45278 370739 29749 120917 75435 191957 72483 42623 57310 57118 65845 30231 33471 69146 111507 104052 116414 134370 181802 93413 46069 132815 82793 72696 40554 144403 84289 38046 50536 37882 61857 52346 55065 45957 121078 90118 190136 190032 44228 88102 91341 60845 85729 41193 20659 66491 43082 22043 32931
50421 224253 111721 109424 33415 77096 271594 30623 145333 28586 207464 87453 47519 69435 83470 79406 32538 35066 71808 113754 141933 143765 155580 215054 99176 56174 150643 84627 81135 44647 148264 89603 44915 69182 39047 64978 117168 112714 98802 278416 54771 340893 240789 54284 62254 109903 71677 99630 49242 24603 84884 44302 27488 43012
83
Lampiran 4. Perhitunganan CVw Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 Nama daerah
PDRB1993
P1993
(Yi-Y)2
fi/n
(Yi-Y) x fi/n
Sambas Pontianak Sanggau Ketapang Sintang Kapuas Hulu Pontianak Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Palangkaraya Tanah Laut Kotabaru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Banjarmasin Pasir Kutai Berau Bulungan Balikpapan Samarinda Gorontalo Bolaang Mongondow Minahasa Sangihe Talaud Gorontalo Manado Bitung Banggai Poso Donggala Buol Toli-Toli Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa
399.110 587.561 420.060 478.315 284.140 396.926 1304.235 1001.053 694.620 504.213 544.036 558.168 655.790 542.257 654.033 491.943 995.287 613.676 678.310 474.382 602.776 617.872 863.734 1027.879 5247.325 1510.920 2765.882 3443.460 1346.499 334.119 437.013 522.241 385.799 556.267 761.610 779.562 342.826 306.458 597.770 448.740 483.548 431.502 425.927 260.360 408.668 397.746
815700 837600 465800 352000 420800 169800 429800 179572 410034 465111 162684 158533 126449 192783 315981 450981 228079 128532 187233 223653 279142 153488 485851 230388 741740 70696 166796 343517 524492 605583 390551 725711 262510 120302 324234 104256 365494 371480 647711 246791 99895 338691 146694 302623 208962 436711
5688205668 5659815172 5685045979 5676264572 5705561041 5688535134 5552495578 5597770757 5643718079 5672362936 5666365929 5664238637 5649553825 5666633751 5649817965 5674211297 5598633562 5655886487 5646168992 5676857243 5657526137 5655255314 5618337483 5593757245 4980404211 5521735933 5336802513 5238262815 5546198671 5698013101 5682489744 5669647704 5690213731 5664524779 5633657362 5630962902 5696698668 5702189918 5658279225 5680721914 5675476174 5683320621 5684161229 5709153981 5686764082 5688411430
0.022426247 0.023028349 0.012806358 0.009677625 0.011569161 0.004668355 0.011816601 0.004937019 0.011273169 0.012787415 0.004472713 0.004358588 0.003476494 0.005300232 0.008687346 0.012398935 0.006270634 0.003533763 0.005147644 0.006148949 0.007674522 0.004219885 0.013357625 0.006334116 0.020392846 0.001943663 0.004585765 0.0094444 0.014419992 0.016649447 0.010737518 0.019952157 0.007217254 0.003307493 0.008914248 0.002866337 0.010048619 0.010213194 0.017807683 0.006785088 0.002746439 0.009311718 0.004033095 0.008320091 0.005745045 0.012006606
127565106.5 130336201.7 72804732.19 54932762.07 66008555.68 26556098.67 65611622.2 27636298.3 63622586.98 72534857.88 25344025.83 24688082.68 19640642.59 30034473.36 49081922.73 70354177.86 35106981.18 19986561.9 29064470.25 34906704.06 43418808.15 23864524.56 75047644.69 35431506.05 101564616.9 10732394.26 24473321 49472249.88 79976138.98 94868768.18 61015834.82 113121699.9 41067718.29 18735378.5 50219817.12 16140235.51 57243956.44 58237571.65 100760842.7 38544195.96 15587346.83 52921477 22924764.44 47500680.53 32670717.39 68298517.13
84
Lanjutan lampiran 4 Nama daerah
PDRB1993
P1993
(Yi-Y)2
fi/n
(Yi-Y) x fi/n
Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja polewali mamasa Majene Mamuju Makasar Pare-Pare Buton Muna Kendari Kolaka Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Dompu Bima Mataram Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Flores Timur Sikka Ende
480.205 528.518 594.408 507.077 552.622 475.598 573.459 482.543 560.269 339.931 464.154 341.173 364.289 535.955 297.970 753.924 628.526 368.757 382.363 435.865 732.466 827.808 551.685 2826.564 517.704 313.185 626.377 873.745 1017.110 1077.298 302.765 232.388 245.123 377.443 454.518 285.533 337.558 221.609 350.177 443.363 178.735 223.386 227.171 285.907 215.826 258.086 299.662
195733 243176 250535 148007 608336 230100 376250 233370 299979 151272 734119 363874 416771 132707 225083 926393 101485 408326 237484 515290 253530 208616 369417 276575 342431 331919 159875 186060 348038 541958 904958 697034 892596 385936 158832 464650 568311 302239 159391 537029 357859 170391 222603 147646 268110 247557 221750
5675979811 5668702390 5658784983 5671931480 5665073384 5676674099 5661937169 5675627597 5663922316 5697135791 5678398687 5696948253 5693459322 5667582614 5703471877 5634811261 5653653039 5692785069 5690732128 5682662839 5638033303 5623724468 5665214396 5327940060 5670330918 5701174030 5653976292 5616836810 5595368197 5586367535 5702747597 5713381944 5711456802 5691474329 5679850972 5705350532 5697493959 5715011431 5695589189 5681532422 5721495648 5714742786 5714170535 5705294088 5715885947 5709497663 5703216361
0.005381337 0.0066857 0.006888022 0.004069194 0.016725136 0.006326198 0.010344337 0.006416101 0.008247399 0.00415896 0.02018332 0.01000408 0.011458391 0.003648547 0.006188264 0.025469558 0.002790153 0.01122621 0.006529208 0.014166999 0.006970365 0.005735533 0.010156475 0.007603947 0.009414542 0.009125533 0.004395484 0.005115395 0.009568697 0.014900189 0.02488024 0.019163733 0.024540368 0.010610636 0.004366809 0.01277474 0.015624719 0.008309534 0.004382177 0.014764675 0.009838708 0.004684603 0.006120081 0.004059269 0.007371216 0.006806147 0.006096629
30544360.56 37899240.81 38977837.54 23080189.73 94749123.43 35911762.77 58568984.93 36415398 46712626.2 23694157.05 114608938.2 56992727.64 65237882.63 20678442.94 35294590.09 143516152.1 15774556.27 63908402.93 37155973.23 80506277.67 39299148.11 32255055.34 57538610.53 40513372.24 53383571.02 52026253.72 24851962.15 28732337.94 53540383.47 83237931.56 141885729.3 109489724.6 140161254.4 60390164.92 24802821.53 72884372.1 89021739.97 47489079.33 24959081.28 83885977.76 56292127.02 26771301.36 34971185.38 23159323.24 42133031.7 38859683.01 34770394.57
85
Lanjutan lampiran 4 Nama daerah
PDRB1993
P1993
(Yi-Y)2
fi/n
(Yi-Y) x fi/n
Ngada Manggarai Maluku Tenggara Maluku Tengah maluku utara halmahera tengah Ambon Merauke Jayawijaya Jayapura Paniai Fak-Fak Sorong Manokwari Yapen Waropen Biak Numfor
244.611 205.175 406.853 394.841 471.483 614.557 795.319 367.766 190.720 1874.883 1201.319 4785.237 364.376 277.183 1293.071 776.492
201553 520971 303500 654400 624900 159100 305900 268600 395700 120000 245700 99300 222800 145200 68700 97200
5711534283 5717496570 5687037709 5688849607 5677294064 5655753989 5628598366 5692934557 5719682681 5467777348 5567843733 5045838723 5693446141 5706612016 5554159357 5631423667
0.005541348 0.014323188 0.008344203 0.017991585 0.017180534 0.004374177 0.008410186 0.007384688 0.010879081 0.00329919 0.006755092 0.00273008 0.006125497 0.00399202 0.001888787 0.002672344
31649597.96 81892778.16 47453794.62 102351423.3 97538945.78 24739267.3 47337561.26 42040545.51 62224888.74 18039238.91 37611299.36 13775543.95 34875187.09 22780911.97 10490621.45 15049102.83
Jumlah
75819.304
CVw = 0,99113
5647041542
86
Lampiran 5. Perhitunganan CVw Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 Nama daerah
PDRB 1996
P1996
(Yi-Y)2
fI/n
(Yi-Y) x fi/n
Sambas Pontianak Sanggau Ketapang Sintang Kapuas Hulu Pontianak Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Palangkaraya Tanah Laut Kotabaru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Banjarmasin Pasir Kutai Berau Bulungan Balikpapan Samarinda Gorontalo Bolaang Mongondow Minahasa Sangihe Talaud Gorontalo Manado Bitung Banggai Poso Donggala Buol Toli-Toli Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa
1282.362 2392.431 1469.016 1701.268 1090.485 1510.095 4205.283 4930.795 2808.999 1609.901 3126.086 3989.091 2515.285 1739.984 3060.004 1930.701 2962.583 1615.352 1355.527 1079.246 1899.409 1413.215 2497.070 2767.748 29176.192 6764.841 4794.176 13050.162 4989.923 1045.126 1078.307 1508.693 1021.197 1257.343 1810.970 2654.033 1004.078 1119.295 942.788 2464.417 998.972 1027.939 937.164 752.199 978.833 1037.932
798148 846184 469450 376062 419931 171471 431777 148357 406878 512749 121330 143779 140906 230341 412425 413240 246205 120059 186461 223581 272175 160746 530780 291021 545365 69345 250039 386405 494488 667358 435174 719354 271452 137886 428810 107646 410223 408697 716500 270974 102489 340858 148554 299799 216089 439157
82651346017 82014307531 82544058192 82410657956 82761708884 82520455609 80979259659 80566870176 81775886534 82463123855 81594635370 81102349545 81943956508 82388430630 81632392087 82278982758 81688070514 82459993267 82609283074 82768175356 82296935559 82576124872 81954385146 81799481066 67390935511 79529071812 80644445540 76023543112 80533307888 82787809174 82768716078 82521261107 82801579630 82665732181 82347684975 81864540317 82811432008 82745133670 82846710407 81973082036 82814370691 82797699757 82849948468 82956461936 82825962262 82791949098
0.021350657 0.022635632 0.012557904 0.010059752 0.011233258 0.004586892 0.011550142 0.003968587 0.010884087 0.013716163 0.003245608 0.003846124 0.00376927 0.006161679 0.011032471 0.011054272 0.006586045 0.003211608 0.004987878 0.005980847 0.007280749 0.004299995 0.014198497 0.007784884 0.014588649 0.001854996 0.006688605 0.01033643 0.013227677 0.017851992 0.011641012 0.019242898 0.007261408 0.003688485 0.011470774 0.002879557 0.010973567 0.010932746 0.019166553 0.007248622 0.002741606 0.009118036 0.003973856 0.008019698 0.005780434 0.011747559
1764660534 1856445672 1036580352 829030762 929683661 378512399 935321934 319736597 890055897 1131077641 264824168 311929685 308868933 507651052 900607001 909534295 538001293 264829176 412045025 495023810 599183311 355076954 1163629061 636799465 983142704 147526106 539398862 785812000 1065268555 1477927307 963511652 1587948202 601256079 304911288 944591671 235733626 908736796 904631538 1587885840 594191861 227044389 754952410 329233793 665285739 478770036 972603278
87
Lanjutan lampiran 5 Nama daerah Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja polewali mamasa Majene Mamuju Makasar Pare-Pare Buton Muna Kendari Kolaka Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Dompu Bima Mataram Sumba Barat Sumba Timur Kupang TimorTengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Flores Timur Sikka Ende
PDRB1996 998.348 1278.638 1427.343 1016.617 1295.144 1079.914 1297.126 1206.533 1322.783 793.230 1205.742 752.168 836.350 1199.548 721.497 2296.324 1443.087 833.846 861.706 920.023 1223.221 2314.906 1949.104 5873.335 2327.227 2187.469 1863.365 1445.687 4072.347 19062.061 859.193 675.064 711.286 1204.396 1039.293 1741.362 10430.689 506.456 962.798 1354.499 528.546 664.984 636.139 716.533 605.004 704.610 800.145
P1996
(Yi-Y)2
197534 249725 255820 149653 620315 230039 397507 239279 300973 153079 744218 372639 420413 121284 257796 1E+06 101897 437620 260365 631059 319768 211599 359534 294640 346738 158493 186396 353413 560099 378444 650405 715509 918865 401896 171992 480710 306336 327803 172733 590750 378163 177289 243169 154360 270214 251849 227171
82814729776 82653487216 82568005322 82804215279 82643996765 82767790969 82642857348 82694952153 82628106123 82932827821 82695407080 82956479916 82907994128 82698969564 82974148382 82069363099 82558957521 82909436308 82893392809 82859815926 82685354441 82058717043 82268425286 80032692120 82051658270 82131744363 82317616920 82557463900 81054936263 72744440250 82894840111 83000900782 82980031389 82696181033 82791165520 82387639864 77474906152 83098080809 82835192264 82609873529 83085345439 83006709332 83023331077 82977008047 83041274374 82983877170 82928845203
fi/n 0.005284083 0.006680206 0.006843248 0.004003255 0.01659358 0.0061536 0.010633411 0.006400773 0.008051102 0.004094901 0.019908016 0.009968186 0.011246152 0.003244377 0.006896107 0.030612235 0.00272577 0.011706444 0.006964828 0.016880985 0.008553873 0.005660326 0.009617624 0.007881693 0.009275327 0.004239727 0.004986139 0.009453885 0.014982787 0.010123471 0.017398495 0.019140043 0.024579867 0.010750818 0.004600829 0.012859112 0.008194564 0.008768812 0.004620651 0.015802709 0.010115954 0.004742525 0.006504831 0.004129168 0.007228292 0.006737023 0.006076881
(Yi-Y) x fi/n 437599946 552142295 565033374 331486378 1371359779 509319903 878775454 529311583 665247343 339601737 1646301492 826925594 932395905 268306641 572198600 2512326613 225036731 970574634 577338250 1398755289 707280046 464479067 791226754 630793115 761056001 348216179 410447099 780488802 1214428858 736426221 1442245465 1588640826 2039638104 889051564 380907967 1059431865 634873075 728671410 382752480 1305459792 840487535 393661371 540052742 342626030 600246539 559064306 503948690
88
Lanjutan lampiran 5 Nama daerah
PDRB1996
Ngada Manggarai Maluku Tenggara Maluku Tengah maluku utara halmahera tengah Ambon Merauke Jayawijaya Jayapura Paniai Fak-Fak Sorong Manokwari Yapen Waropen Biak Numfor
686.032 534.706 1373.079 2292.265 1324.893 2517.233 3031.729 1318.141 601.569 3401.705 1252.249 33870.478 5621.841 2230.651 1909.001 2196.059
Jumlah
288773.833
CVw = 0,99136
P1996
(Yi-Y)2
212272 571280 256935 645875 612112 101231 268798 284315 425275 230011 261532 108016 238526 157294 72475 102241
82994581135 83081794460 82599193690 82071688733 82626893265 81942841011 81648550173 82630775012 83043253826 81437251359 82668661253 64975720504 80175050854 82106995390 82291431991 82126820657
fi/n 0.005678329 0.015281882 0.006873075 0.017277316 0.016374148 0.002707954 0.007190413 0.007605497 0.011376212 0.006152851 0.006996046 0.002889455 0.00638063 0.004207654 0.001938724 0.002734972
(Yi-Y) x fi/n 471270507 1269646152 567710451 1417978536 1352944963 221897473 587086810 628448092 944717637 501071297 578353745 187744407 511567307 345477787 159540393 224614564 8.1956E+10
89
Lampiran 6. Perhitunganan CVw Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 Nama daerah
PDRB 1998
P1998
(Yi-Y)2
fI/n
(Yi-Y) x fi/n
Sambas Pontianak Sanggau Ketapang Sintang Kapuas Hulu Pontianak Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kapuas Barito Selatan Barito Utara Palangkaraya Tanah Laut Kotabaru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Banjarmasin Pasir Kutai Berau Bulungan Balikpapan Samarinda Gorontalo Bolaang Mongondow Minahasa Sangihe Talaud Gorontalo Manado Bitung Banggai Poso Donggala Buol Toli-Toli Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa
1219.815 2193.562 1477.819 1708.119 969.692 1505.990 4012.840 3271.719 2444.348 1564.704 2173.690 3350.676 2655.789 1449.493 3510.981 1546.915 2549.193 1425.540 1278.033 866.925 3310.136 3954.777 2259.099 2939.564 21803.266 7318.557 3457.434 12791.109 6800.606 1002.706 1055.929 1638.656 1088.838 1370.711 2007.182 2903.015 992.718 1148.191 950.423 2361.246 1045.139 955.448 958.883 730.371 972.565 980.791
895900 925800 523900 390800 492500 184800 478800 226603 473458 524004 177516 173296 144364 238817 414929 507580 267384 138374 193924 231829 290589 171132 550606 292384 712733 74843 270653 406833 576250 660470 427664 717452 271348 136164 414768 108745 416100 418000 717900 275200 101226 347338 151450 309968 219693 479401
56846473359 56383090533 56723511129 56613864145 56965807090 56710093135 55522420807 55872233329 56264054619 56682132002 56392528351 55834913344 56163791473 56737004471 55759180383 56690602801 56214327186 56748415799 56818715586 57014873532 55854073649 55549787084 56351971172 56029368797 47454934179 53975483227 55784471943 51462597287 54216418641 56950049292 56924649259 56646924693 56908947125 56774541593 56471637428 56046672843 56954816292 56880632415 56975005489 56303484920 56929798232 56972606891 56970967165 57080104677 56964435752 56960509294
0.022472224 0.023222218 0.013141197 0.009802595 0.012353578 0.004635414 0.012009935 0.005683975 0.01187594 0.013143805 0.004452706 0.004346854 0.003621141 0.005990344 0.010407833 0.012731836 0.006706902 0.003470891 0.004864275 0.005815061 0.007288962 0.004292574 0.013811074 0.007333987 0.017877772 0.001877317 0.006788899 0.010204758 0.014454313 0.016566838 0.01072727 0.01799614 0.006806332 0.003415457 0.010403794 0.002727695 0.010437206 0.010484864 0.018007378 0.006902954 0.002539093 0.00871242 0.003798882 0.007775053 0.005510649 0.01202501
1277466687 1309340416 745414821.7 554962801.1 703731530.3 262874734.8 666820672.5 317576389.3 668188513 745018915.7 251099350.9 242706219.2 203377003.9 339874171 580332230.1 721775433.9 377023962.2 196967583.9 276381833 331544973 407118224.5 238451547.2 778281257.4 410918650.6 848388480.2 101329114.3 378715161.3 525163331 783661091.3 943482219.9 610646085.1 1019426005 387341201.9 193911005.1 587519307.3 152878232.8 594449123.8 596385695.5 1025970442 388660339.9 144550048.1 496369298.1 216425978.7 443800862.7 313911003.6 684950708.9
90
Lanjutan lampiran 6 Nama daerah Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja polewali mamasa Majene Mamuju Makasar Pare-Pare Buton Muna Kendari Kolaka Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng denpasar Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Dompu Bima mataram Sumba Barat Sumba Timur Kupang TimorTengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Flores Timur Sikka Ende
PDRB1998 963.313 1244.401 1433.858 992.238 1227.055 1042.498 2409.451 1148.459 1281.868 764.813 1097.328 743.536 824.429 1045.429 716.788 2069.134 1456.259 760.529 817.899 924.098 1248.988 2286.505 1864.916 5831.866 2364.899 2162.764 1797.765 1383.833 1568.967 3709.046 807.840 665.644 707.674 1228.296 1011.137 594.078 1165.970 508.173 953.338 1351.596 552.293 655.677 661.468 719.671 605.018 745.156 786.982
P1998 200905 252172 265754 151509 629794 233358 405875 241439 307637 160731 799715 381260 435795 135784 283381 1251493 103536 446080 264142 641255 321182 216473 378631 300353 352334 164039 196400 376354 571361 382555 686608 735560 947111 417179 188239 820957 322525 334408 174984 599883 382701 180835 245609 155836 276034 253600 229191
(Yi-Y)2
fi/n
56968852162 56834750242 56744452785 56955045656 56843021451 56931058837 56280610717 56880504889 56816887255 57063648399 56904896404 57073814256 57035169762 56929660012 57086594778 56442197105 56733781167 57065695194 57038288913 56987573847 56832563503 56338960271 56539273343 54668488415 56301751465 56397717702 56571212071 56768288295 56680102291 55665680002 57043093319 57111037332 57090950504 56842429391 56946024978 57145247658 56872152445 57186326550 56973613981 56783651099 57165226866 57115801194 57113033155 57085217148 57140017680 57073039889 57053057152
(Yi-Y) x fi/n 0.005039382 0.006325333 0.006666016 0.003800362 0.015797379 0.005853414 0.010180728 0.006056113 0.007716584 0.004031681 0.020059577 0.0095633 0.010931223 0.003405925 0.007108161 0.031391708 0.002597036 0.011189206 0.006625581 0.01608486 0.008056339 0.00542988 0.009497355 0.007533876 0.008837737 0.004114657 0.004926381 0.00944024 0.01433168 0.009595783 0.017222468 0.018450351 0.02375677 0.010464271 0.004721675 0.020592398 0.008090026 0.008388092 0.004389195 0.015047109 0.009599445 0.004535958 0.00616071 0.003908898 0.006923873 0.006361152 0.005748891
287087798.3 359498712.1 378259411.4 216449783.7 897970756.2 333241035.5 572977572.6 344474744.3 438432282.7 230062429.6 1141488128 545813987.6 623464172.6 193898169.2 405780699.7 1771816966 147339649.3 638519823 377911815.7 916637145.6 457862382.8 305913810.6 536973571.2 411865637.8 497580073.3 232057261.4 278691348.8 535906291.5 812321108 534155766.7 982422833.3 1053718664 1356296604 594814558.8 268880645.1 1176757702 460097177.8 479684161 250068292.6 854429802.9 548754441.7 259074867 351856859.6 223140278 395630230.8 363050278.6 327991810.7
91
Lanjutan lampiran 6 Nama daerah
PDRB1998
Ngada Manggarai Maluku Tenggara Maluku Tengah maluku utara halmahera tengah Ambon Merauke Jayawijaya Jayapura Paniai Fak-Fak Sorong Manokwari Yapen Waropen Biak Numfor
718.525 541.068 984.158 1814.198 1182.434 2446.060 2384.088 1266.689 565.170 5166.986 19512.858 1396.718 6824.242 1954.835 1790.120 2220.503
Jumlah
239644.800
CVw = 0,99077
P1998 215224 579524 316300 716800 686600 181100 334900 301500 465800 144500 278200 117200 256900 170100 72700 103600
(Yi-Y)2
fi/n
57085764902 57170594580 56958902264 56563395334 56864300125 56263242185 56292645555 56824123921 57159069788 54979845342 48458071875 56762148752 54205412211 56496519511 56574848657 56370296767
(Yi-Y) x fi/n 0.005398551 0.014536436 0.007933882 0.017979786 0.017222267 0.004542605 0.008400433 0.007562647 0.011683851 0.003624552 0.006978204 0.002939775 0.006443927 0.004266687 0.001823564 0.002598641
308180420.5 831056700.3 451905183.5 1016997740 979332162.5 255581682.8 472882592.3 429740797.4 667838046.1 199277323.3 338150298.8 166867961 349295729.4 241052992.6 103167838.6 146486160.7 56374117834
92
Lampiran 7. Persentase PDRB per kapita Propinsi di KTI PROPINSI KALBAR KALTENG KALSEL KALTIM SULUT SULTENG SULSEL SULTENGG BALI NTB NTT MALUKU IRIAN JAYA KTI Sumber: BPS, diolah
TAHUN 1993 5.10 5.22 8.62 20.23 4.98 2.24 14.36 2.53 11.38 2.95 4.16 3.54 14.68 100
1996 4.73 6.57 6.77 21.31 3.59 1.92 8.97 1.33 14.23 5.77 3.01 3.65 18.15 100
1998 5.46 6.45 9.24 23.00 4.62 2.28 10.89 1.57 9.59 2.58 3.67 3.68 16.98 100
2004 4.63 4.88 8.77 26.33 8.73 2.21 11.68 3.76 6.98 4.19 6.50 1.67 9.68 100
93
Lampiran 8. Plot Antara Sisaan Baku (Sres) dan Dugaan (Fits) Tahun 1993
Lampiran 9. Plot Antara Sisaan Baku (Sres) dan Dugaan (Fits) Tahun 1996
94
Lampiran 10. Plot Antara Sisaan Baku (Sres) dan Dugaan (Fits) Tahun 1998
95
Lampiran 11. Analisis Konvergensi Absolut Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ln(2004/1993)/11 = 0.403 - 0.0324 ln1993 Predictor Coef Constant 0.40341 ln1993 -0.032367 S = 0.05732
SE Coef 0.05440 0.008627
R-Sq = 11.6%
T P 7.42 0.000 -3.75 0.000
R-Sq(adj) = 10.8%
Analysis of Variance Source DF SS MS Regression 1 0.046252 0.046252 Residual Error 107 0.351603 0.003286 Total 108 0.397856
Unusual Observations Obs ln1993 ln(04/93 25 8.57 0.20200 27 7.93 0.09800 28 8.14 0.23000 29 7.21 0.36000 34 6.32 0.36100 67 6.60 0.30500 70 7.95 0.05200 95 5.32 0.40600 99 6.42 0.05700 104 7.09 0.30900 105 8.47 -0.05500
Fit 0.12619 0.14691 0.13982 0.17021 0.19882 0.18992 0.14620 0.23109 0.19559 0.17390 0.12917
SE Fit 0.02052 0.01527 0.01705 0.00974 0.00551 0.00616 0.01545 0.00986 0.00564 0.00894 0.01976
F 14.08
P 0.000
Residual 0.07581 -0.04891 0.09018 0.18979 0.16218 0.11508 -0.09420 0.17491 -0.13859 0.13510 -0.18417
St Resid 1.42 X -0.89 X 1.65 X 3.36R 2.84R 2.02R -1.71 X 3.10R -2.43R 2.39R -3.42RX
96
Lampiran 12. Analisis Konvergensi Absolut Kawasan Timur Indonesia tahun 1996 ln(04/96)/8 = 0.621 - 0.0658 ln1996 Predictor Coef Constant 0.62105 ln1996 -0.065767 S = 0.08150
SE Coef 0.07331 0.009845
R-Sq = 29.4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0.29642 Residual Error 107 0.71075 Total 108 1.00717
Unusual Observations Obs ln1996 ln(04/96 25 10.3 0.06300 28 9.5 0.15000 29 8.5 0.33100 34 7.1 0.39500 67 7.1 0.35500 76 9.9 -0.09600 83 9.3 -0.12000 95 6.3 0.43900 99 7.8 -0.09800 104 7.1 0.42000 105 10.4 -0.32000
T P 8.47 0.000 -6.68 0.000
R-Sq(adj) = 28.8%
MS 0.29642 0.00664
Fit -0.05509 -0.00222 0.06105 0.15168 0.15352 -0.02708 0.01251 0.20791 0.10603 0.15194 -0.06489
F 44.62
SE Fit 0.02938 0.02185 0.01344 0.00824 0.00833 0.02536 0.01981 0.01353 0.00887 0.00825 0.03080
P 0.000
Residual 0.11809 0.15222 0.26995 0.24332 0.20148 -0.06892 -0.13251 0.23109 -0.20403 0.26806 -0.25511
St Resid 1.55 X 1.94 X 3.36R 3.00R 2.49R -0.89 X -1.68 X 2.88R -2.52R 3.31R -3.38RX
97
Lampiran 13. Analisis Konvergensi Absolut Kawasan Timur Indonesia tahun 1998 ln(04/98)/6 = 0.503 - 0.0426 ln1998 Predictor Constant ln1998
Coef 0.50315 -0.04260
S = 0.08705
SE Coef 0.08482 0.01151
R-Sq = 11.4%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 0.10382 Residual Error 107 0.81089 Total 108 0.91471
Unusual Observations Obs ln1998 ln(04/98 25 9.99 0.13263 28 9.46 0.20353 29 8.82 0.39031 34 7.22 0.51203 67 7.13 0.46986 80 7.11 0.38396 95 6.29 0.58326 99 7.80 -0.12569 104 9.88 0.10178
T P 5.93 0.000 -3.70 0.000 R-Sq(adj) = 10.5%
MS 0.10382 0.00758
Fit 0.07753 0.10024 0.12717 0.19542 0.19938 0.20011 0.23500 0.17075 0.08226
F 13.70
P 0.000
SE Fit Residual 0.03170 0.05510 0.02584 0.10329 0.01910 0.26314 0.00843 0.31661 0.00866 0.27047 0.00871 0.18385 0.01458 0.34826 0.00994 -0.29645 0.03047 0.01952
St Resid 0.68 X 1.24 X 3.10R 3.65R 3.12R 2.12R 4.06R -3.43R 0.24 X
98
Lampiran 14. Analisis Konvergensi Bersyarat Kawasan Timur Indonesia Tahun 1993 ln(04/93)/11 = 0.396 - 0.0320 ln1993 + 0.00000008 X1993 Predictor Constant ln1993 X1993
Coef 0.39614 -0.032005 0.00000008
S = 0.05749
SE Coef 0.05580 0.008672 0.00000014
R-Sq = 11.9%
R-Sq(adj) = 10.3%
Analysis of Variance Source DF SS MS Regression 2 0.047520 0.023760 Residual Error 106 0.350335 0.003305 Total 108 0.397856 Source ln1993 X1993
T P 7.10 0.000 -3.69 0.000 0.62 0.537
F 7.19
P 0.001
DF Seq SS 1 0.046252 1 0.001268
Unusual Observations Obs ln1993 ln(04/93 25 8.57 0.20200 28 8.14 0.23000 29 7.21 0.36000 34 6.32 0.36100 62 6.63 0.21900 66 6.08 0.20600 67 6.60 0.30500 95 5.32 0.40600 99 6.42 0.05700 104 7.09 0.30900 105 8.47 -0.05500
Fit 0.13209 0.13827 0.17487 0.19526 0.20104 0.21659 0.18981 0.22833 0.19284 0.17216 0.12655
SE Fit Residual 0.02268 0.06991 0.01728 0.09173 0.01232 0.18513 0.00798 0.16574 0.02045 0.01796 0.01694 -0.01059 0.00618 0.11519 0.01085 0.17767 0.00718 -0.13584 0.00940 0.13684 0.02026 -0.18155
St Resid 1.32 X 1.67 X 3.30R 2.91R 0.33 X -0.19 X 2.02R 3.15R -2.38R 2.41R -3.37RX
99
Lampiran 15. Analisis Konvergensi Bersyarat Kawasan Timur Indonesia Tahun 1996 ln(04/96)/8 = 0.619 - 0.0658 ln1996 +0.00000003 X1996 Predictor Constant ln1996 X1996
Coef 0.61914 -0.065819 0.00000003
S = 0.08187
SE Coef 0.07425 0.009893 0.00000017
R-Sq = 29.5%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 2 0.29669 Residual Error 106 0.71048 Total 108 1.00717 Source ln1996 X1996
T P 8.34 0.000 -6.65 0.000 0.20 0.841
R-Sq(adj) = 28.1%
MS 0.14835 0.00670
F 22.13
P 0.000
DF Seq SS 1 0.29642 1 0.00027
Unusual Observations Obs ln1996 ln(04/96 Fit SE Fit 25 10.3 0.06300 -0.05254 0.03214 29 8.5 0.33100 0.06303 0.01671 34 7.1 0.39500 0.15003 0.01165 62 7.7 0.16200 0.11963 0.03852 67 7.1 0.35500 0.15346 0.00837 76 9.9 -0.09600 -0.02646 0.02566 95 6.3 0.43900 0.20683 0.01460 99 7.8 -0.09800 0.10493 0.01047 104 7.1 0.42000 0.15097 0.00958 105 10.4 -0.32000 -0.06667 0.03217
Residual 0.11554 0.26797 0.24497 0.04237 0.20154 -0.06954 0.23217 -0.20293 0.26903 -0.25333
St Resid 1.53 X 3.34R 3.02R 0.59 X 2.47R -0.89 X 2.88R -2.50R 3.31R -3.37RX
100
Lampiran 16. Analisis Konvergensi Bersyarat Kawasan Timur Indonesia Tahun 1998 ln(04/98)/6 = 0.489 - 0.0425 ln1998 +0.00000017 X1998 Predictor Constant ln1998 X1998
Coef 0.48943 -0.04249 0.00000017
S = 0.08702
SE Coef 0.08581 0.01151 0.00000016
R-Sq = 12.2%
P 0.000 0.000 0.302
R-Sq(adj) = 10.6%
Analysis of Variance Source DF SS MS Regression 2 0.111957 0.055979 Residual Error 106 0.802757 0.007573 Total 108 0.914714 Source ln1998 X1998
T 5.70 -3.69 1.04
F P 7.39 0.001
DF Seq SS 1 0.103820 1 0.008137
Unusual Observations Obs ln1998 ln(04/98 25 9.99 0.13263 28 9.46 0.20353 29 8.82 0.39031 34 7.22 0.51203 62 7.64 0.23359 67 7.13 0.46986 80 7.11 0.38396 95 6.29 0.58326 97 7.50 0.03178 99 7.80 -0.12569 104 9.88 0.10178
Fit 0.09326 0.10291 0.13776 0.18586 0.22646 0.19851 0.20270 0.24208 0.20215 0.16528 0.07654
SE Fit Residual 0.03514 0.03937 0.02595 0.10063 0.02165 0.25255 0.01250 0.32617 0.04774 0.00714 0.00870 0.27134 0.00906 0.18126 0.01609 0.34118 0.01993 -0.17037 0.01125 -0.29098 0.03096 0.02524
St Resid 0.49 X 1.21 X 3.00R 3.79R 0.10 X 3.13R 2.09R 3.99R -2.01R -3.37R 0.31 X