Kontrasepsi Emergensi Pendahuluan Sudah sejak lama usaha-usaha untuk mencegah dan menunda kehamilan dilakukan orang, terlebih sejak ditemukannya metoda kontrasepsi pada awal abad 20an. Sejak saat itu kontrasepsi dipakai secara luas di masyarakat. Tetapi sikap, kepatuhan dan pengetahuan tentang kontrasepsi itu sendiri masih relatif rendah, sehingga seringkali dijumpai adanya kegagalan yang akhirnya terjadi kehamilan yang tidak di inginkan. Kehamilan yang tidak di inginkan masih menjadi masalah kesehatan reproduksi di dunia sampai saat ini. Walaupun di setiap tempat tersedia alat kontrasepsi yang sangat efektif, tetapi angka kehamilan tidak di inginkan masih besar. Banyak nya wanita yang terkena masalah kehamilan tidak di inginkan adalah akibat tidak memakai alat kontrasepsi atau alat kontrasepsi yang rusak. Dalam menghadapi perubahan perilaku seks remaja, sebagian besar negara dan bangsa di dunia mengharapkan peranan kontrasepsi darurat untuk dapat menghindari kehamilan yang tidak di inginkan ( KTD ). Gagasan kontrasepsi darurat semula dikembangkan oleh Morris dan Van Wagenen di Amerika dengan menggunakan diethylstilbestrol, sedangkan di Belanda oleh Haspel dengan menggunakan ethinylestradiol dosis tinggi. Metode ini kemudian dikenal dengan nama morning after pill.
1
Kontrasepsi Emergensi Kontrasepsi Emergensi merupakan usaha keluarga berencana yang digunakan setelah melakukan hubungan seks yang tidak terlindungi untuk mencegah kehamilan. Biasanya kontrasepsi emergensi digunakan karena rusaknya alat kontrasepsi yg digunakan ketika melakukan hubungan seks, lupa memakai kontrasepsi, atau karena tindakan pemerkosaan. Kontrasepsi Emergensi adalah kontrasepsi yang dapat diberikan pada hubungan seks yang tidak terlindung dalam waktu 72 jam sampai 7 hari, sehingga dapat menghindari kehamilan. Sexache adalah waktu hubungan seks pertama yang sebagian besar tidak terlindung oleh alat kontrasepsi. Indikasi Kontrasepsi Emergensi 1. Perkosaan. 2. Senggama tanpa menggunakan kontrasepsi. 3. Pemakaian kontrasepsi tidak benar atau tidak konsisten - Kondom bocor, lepas atau salah digunakan. - Diafragma pecah, robek, atau diangkat terlalu cepat. - Senggama terputus gagal dilakukan sehingga ejakulasi terjadi di vagina atau -
genitalia eksterna. Salah hitung masa subur. AKDR ekspulsi. Lupa minum pil KB lebih dari 2 tablet. Terlambat suntik progesti lebih dari 2 minggu, atau terlambat suntik kombinasi lebih dari 7 hari.
Mekanisme Kerja Mekanisme kerja dari kontrasepsi emergensi yang selama ini diketahui adalah menunda atau memperlambat ovulasi, menghambat perjalanan sel telur atau sel sperma dalam saluran tuba, mempengaruhi sel luteal, embriotoksik, menginduksi aborsi dan mencegah implantasi dengan merubah kondisi endometrium. Saat ini, kontrasepsi emergensi dapat diberikan dalam 2 cara, yaitu cara mekanik dengan menggunakan AKDR/IUD atau penggunaan hormonal dengan cara oral. IUD IUD adalah alat kontrasepsi yang dipasang di dalam rahim. Di mana IUD terdiri dari bermacam-macam bentuk, terdiri dari plastik (polietiline), ada yang di lilit tembaga (Cu), ada pula yang tidak. Tetapi ada pula yang di lilit tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang batangnya berisi hormon progesterone. Mekanisme Kerja IUD Sampai sekarang, mekanisme kerja IUD belum diketahui secara pasti. Kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa IUD dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium 2
yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai IUD seringkali dijumpai pula sel sel makrofag yang mengandung spermatozoa. Mekanisme kerja lokal IUD sebagai berikut: 1. IUD merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan leukosit, makrofag, dan limfosit. 2. IUD menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang menghalangi kapasitasi spermatozoa. 3. Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag dan limfosit menyebabkan blastokis mungkin dirusak oleh makrofag. 4. Ion Cu yang dikeluarkan IUD Copper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi. 5. IUD menghentikan fertilisasi dari sel telur itu sendiri dan menghentikan sel telur dari penempelan ke uterus. Pada penggunaan untuk kontrasepsi emergensi, IUD dapat dipasang dalam waktu 5-7 hari setelah berhubungan seks. IUD dapat membunuh sel sperma serta menyebabkan perubahan pada endometrium sehingga mencegah nidasi. Untuk selanjutnya, IUD dapat dipakai sampai 10 tahun Jenis-jenis IUD untuk Kontrasepsi Emergensi 1. Lippes Loop – IUD ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loopterdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loopmempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. Yang banyak dipergunakan dalam program KB masional adalah IUD jenis ini. Dalam perannya terhadap kontrasepsi emergensi, Lippes Loop menimbulkan reaksi benda asing dengan terjadi migrasi dari leukosit, limfosit dan makrofag. Pemadatan lapisan endometrium menyebabkan gangguan nidasi hasil konsepsi, sehingga tidak terjadi kehamilan. 2. Cooper T – IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD ini melepaskan lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam mencegah 3
kehamilan yang tidak direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal dan amenorhea. Keuntungan IUD 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat kegagalan yang sangat rendah. (1:100 pemasangan) Lamanya proteksi dari 10 hingga 13 tahun. Harga yang relatif terjangkau. Pemulihan kesuburan yang relatif cepat setelah pencabutan AKDR. Tidak memerlukan tindakan medis yang sulit.
Indikasi -
Alat pencegah kehamilan.
Kontraindikasi 1. Hamil atau curiga hamil. 2. Kelainan uterus yang menyebabkan distorsi pada rongga uterus. 3. Acute pelvic inflammatory disease atau riwayat pelvic inflammatory disease kecuali 4. 5. 6. 7.
jika telah terdapat kehamilan di uterus setelahnya. Endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi pada 3 bulan terakhir. Neoplasia uterus atau serviks. Perdarahan genital yang etiologinya tidak diketahui. Servisitis atau vaginitis akut yang tidak diobati, termasuk vaginosis bakterialis,
sampai infeksi terkontrol. 8. Wanita atau pasangannya yang mempunyai banyak partner seksual. 9. Kondisi yang berhubungan dengan peningkatan kecurigaan terhadap infeksi mikroorganisme. 10. Riwayat kehamilan ektopik atau kondisi yang menjadi predisposisi terhadap kehamilan ektopik. 11. Aktinomikosis genital. 12. AKDR yang dipasang sebelumnya yang belum dilepas.
Hormonal Terdapat paling sedikit 5 cara pemberian kontrasepsi emergensi yang telah diteliti secara luas, metoda terbanyak masing-masing bersifat hormonal dan saat ini diterapkan secara oral. Sekalipun pemberian pervaginam sedang dalam tahap penelitian, namun kepustakaan yang telah dipublikasi masih terbatas pada pemberian oral. 1. Progestin Cara kontrasepsi emergensi dengan menggunakan turunan progesteron terdiri dari 0,75 mg levonogestrel yang terbagi dalam 2 dosis. Pemberian dimulai dalam jangka waktu 48 jam setelah senggama. Walaupun cara ini termasuk yang pertama kali ditemukan tahun 1960, hanya sedikit penelitian yang telah dipublikasikan yang 4
menguraikan tentang efektifitas kontrasepsi pasca senggama. Dilaporkan angka kegagalan 2,4%. 2. Estrogen Pemberian estrogen dosis tinggi sama efektifnya seperti metoda Yuzpe. Namun efek sampingnya lebih sering timbul. Pada setiap kasus, pemberian estrogen dosis tinggi harus diberikan dalam waktu 72 jam setelah senggama. Hal ini penting diketahui karena bila sampai lebih dari 72 jam, disamping kurang berguna, akan menimbulkan efek teratogen. Pil diminum 2x sehari selama 5 hari. 3. Kombinasi Estrogen-Progesteron Kombinasi ini disebut juga Yuzpe. Minimal 100 ug ethinyl estradiol dan 0,5 mg levonorgestrel diberikan. Produk yang mengandung estrogen dan progesteron yang resmi disetujui FDA untuk kontrasepsi emergensi adalah Preven Emergency Contraceptive Kit. Dosis pertama idealnya diberikan dalam 72 jam setelah hubungan seksual, namun dapat diberikan sampai 120 jam. Dosis kedua diberikan 12 jam kemudian setelah dosis pertama. Regimen kontrasepsi hormonal emergensi sangat efektif dan menurunkan resiko kehamilan sampai 94 %. a. Jenis-jenis pil kombinasi: - Monofasik Monofasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen dan progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. - Bifasik Bifasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen dan progestin dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 teblet tanpa hormon aktif. - Trifasik Trifasik adalah pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen dan progestin dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. 4. Anti-Progesteron Metoda baru dengan pemakaian antiprogestin ini dapat digunakan tanpa mengindahkan tenggang waktu setelah hubungan seksual yang tak terlindung. Tak penting pula kapan atau berapa kali hubungan seksual dilakukan asal diberikan pada fase luteal. Jika antiprogestin diberikan pada fase luteal, perdarahan ini terjadi tanpa memandang adanya hasil pembuahan dini atau hasil konsepsi tersebut telah nidasi atau belum. 5. Danazol Danacrine dapat digunakan untuk kontrasepsi emergensi. Cara ini dapat diberikan dengan dosis 2 x 400 mg yang diberikan selang 12 jam, seperti halnya dengan cara yuzpe. Varian lain juga telah diteliti dengan pemberian dosis 3 x 400 mg yang diberikan selang waktu 12 jam. Keuntungan danazol antara lain karena jarang terjadi 5
efek samping. Efek samping ini yang mungkin terjadi tidak terlalu berat dibandingkan dengan cara Yuzpe. Danazol dapat juga diberikan kepada wanita yang mempunyai kontraindikasi terhadap pil KB atau estrogen. Kerugiannya adalah kurangnya informasi tentang cara ini dan harganya relatif mahal. Efek Samping Kontrasepsi Emergensi IUD 1. Perdarahan Umumnya setelah pemasangan IUD terjadi perdarahan sedikit-sedikit yang cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid, perdarahan yang sedikit-sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang sering terdapat pada pemakai IUD ialah menoragia, spotting dan metroragia. 2. Rasa Nyeri dan Kejang di Perut Rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasanga IUD. Biasanya rasa nyeri ini berangsur-angsur hilang, dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan memberi analgetika. Jika keluhan berlangsung terus, sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran lebih kecil. 3. Gangguan pada Suami Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD sewaktu bersenggama. Ini disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari porsio uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk mengurangi atau atau menghilangkan keluhan ini, benang IUD yang terlalu panjang dipotong sampai kira-kira 2-8cm dari porsio, sedang jika benang IUD terlalu pendek, sebaiknya IUD diganti. Biasanya dengan cara ini keluhan suami akan hilang. 4. Ekspulsi Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi biasanya terjadi waktu haid dan dipengaruhi oleh hal-hal berikut: - Umur dan Paritas: pada paritas yang rendah, 1 atau 2, kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar daripada pada paritas 5 atau lebih, demikian pula pada perempuan muda, ekspulsi lebih sering terjadi daripada perempuan yang -
umurnya lebih tua. Lama pemakaian: ekspulsi biasanya paling sering terjadi pada 3 bulan pertama setelah pemasangan.
6
-
Ekspulsi sebelumnya: pada perempuan yang pernah mengalami ekspulsi, maka pada pemasangan kedua kalinya, kecendrungan terjadi ekspulsi lagi
-
ialah kira-kira 50%. Jenis dan ukuran: Jenis dan ukuran IUD yang dipasang sangat mempengaruhi frekuensi terjadinya ekspulsi. Pada Lippes Loop, makin besar ukuran IUD
-
makin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi. Faktor Psikis: oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada perempuan emosional dan ketakutan, dan yang psikisnya labil.
Hormonal 1. Efek Kelebihan Estrogen Efek yang sering terjadi ialah rasa mual, terjadinya retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada mamma atau fluor albus. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diare dan perut terasa kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium dan dapat meningkatkan bertambahnya berat badan. Sakit kepala sebagian juga disebabkan oleh retensi cairan. Pemberian garam kepada penderita perlu dikurangi dan dapat diberikan obat anti diuretik. 2. Efek Kelebihan Progesteron Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambahnya berat badan, akne, alopesia, kadang-kadang mamma mengecil, fluor albus dan hipemenorea. Bertambahnya berat badan karena progestagen meningkatkan nafsu makan dan ehek metabolik hormon dari hormon itu sendiri. Akne dan alopesia bisa timbul karena efek androgenik dari jenis progestagen yang dipakai dalam pil. Progestagen dapat mengakibatkan mengecilnya mamma. 3. Efek Samping yang Berat Bahaya yang dikhawatirkan dengan pil terutama pil kombinasi ialah trombo-emboli, termasuk tromboflebitis, emboli paru-paru, dan trombosis otak. Namun dampak tersebut masih menimbulkan silang pendapat di kalangan ahli. Yang dapat dipakai sebagai pegangan ialah, bahwa kemungkinan untuk terjadinya trombo-emboli pada perempuan yang minum pil, lebih besar apabila ada faktor-faktor yang memberikan pradisposisi, seperti minum minuman keras, merokok, dan hipertensi, diabetes, dan obesitas. Penyulit pemakaian Kontrasepsi Emergensi Penggunaan kontrasepsi emergensi mempunyai beberapa penyulit sebagai berikut: 7
1. Kontrasepsi emergensi hormonal Penyulit kontrasepsi darurat hormonal disebabkan komponen estrogen dan derivatnya yang menyebabkan keluhan atau penyulit seperti terasa mual, muntah-muntah, payudara tegang, dan menoragia. Keluhan ini terjadi pada jam atau hari pertama memakai kontrasepsi emergensi hormonal yang dapat diatasi dengan pemberian obat anti muntah. 2. Kontrasepsi emergensi IUD IUD adalah benda asing yang dipasang pada rahim sekitar 72 jam sampai 7 hari setelah hubungan seks tanpa proteksi alat kontrasepsi. Penyulit yang berkaitan dengan pemasangan IUD adalah: a. Infeksi alat genitalia Infeksi alat genitalia dalam bentuk infeksi penyakit hubungan seks, infeksi tanpa gejala yang jelas dan infeksi sekitar panggul wanita. b. Perforasi IUD Pemasangan IUD yang kurang legeartis mungkin menimbulkan perforasi dengan gejala sakit mendadak dan dapat disertai syok. c. Kehamilan berlangsung Pemasangan IUD yang tidak mencapai fundus uteri menyebabkan daerah ini bebas dari pengaruh IUVD atau ion Cu, sehingga terjadi konsepsi, nidasi dan kehamilan berlangsung.
8
Daftar Pustaka 1. Manuaba, I. Pedoman Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Dalam: Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998: 485-8. 2. Affandi, B and Albar, E. Kontrasepsi. Dalam: Ilmu Kandungan ed 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011: 444-55. 3. Amran R. Kontrasepsi Darurat: Pilihan Terkini untuk Mencegah Kehamilan yang Tidak Diinginkan . 2011. Dalam: http://eprints.unsri.ac.id/1753/1/Kontrasepsi_Darurat_Pilihan_Terkini_Untuk_Mence gah_Kehamilan_Yang_Tidak_Diinginkan.pdf. Diunduh pada 18 Juni 2014. 4. Dalby J. Emergency Contraception: An Underutilized Resource. 2012. Dalam: http://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=4&sid=dff423b3-8ae84ab1-ac30-491ab552fdab%40sessionmgr4001&hid=4104. Diunduh pada 18 Juni 2014. 5. Cunningham, FG et al. Kontrasepsi. Dalam: Obstetri Williams vol 1 ed 23.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013: 724-25. 6. WHO, et al. Kontrasepsi Darurat. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: 2013: 254-5
9