KONSEP RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN
.
KONSEP RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN
Pradnanda Berbudy, dkk
Prakarsa Desa
Konsep Rancangan Peraturan Presiden Penyusun : Pradnanda Berbudy, dkk Tata letak : Prasetyo Desain cover : R0bby Eebor dan Sholeh Budi Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (Prakarsa Desa): Gedung Permata Kuningan Lt 17 Jl. Kuningan Mulia, Kav. 9C Jakarta Selatan 12910 Jl. Tebet Utara III-H No. 17 Jakarta Selatan 10240 t/f. +6221 8378 9729 m. +62821 2188 5876 e.
[email protected] w. www.prakarsadesa.id Cetakan Pertama, 2015 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Pradnanda B., dkk (penyusun) Konsep Rancangan Peraturan Presiden Cet. 1—Jakarta: 198 hal., 14 X 20 cm ISBN: 978-602-72556-3-0 © Hak Cipta dilindungi undang-undang All Rights Reserved .
PENGANTAR
Pengorganisasian Sistem Informasi Desa dan Kawasan (SIDEKA) membutuhkan lebih dari sekedar proses instalasi di desa-desa. Proses instalasi adalah proses keteknikan, yang sudah barang tentu menjadi faktor yang penting, bagi keberadaan SIDEKA sendiri. Namun, seperti kita ketahui bahwa jika hanya berhenti pada soal keteknikan, maka SIDEKA hanya akan jatuh sebagai sebuah aplikasi, atau sekedar alat saja. Bagi Prakarsa Desa, sistem informasi, dalam hal ini SIDEKA, bukan sekedar alat, akan tetapi menjadi pintu masuk, yang akan membuka banyak kemungkinan. Untuk karena itulah, persis di sebelah, dan bahkan di bagian depan dari pembangunan dan penyelenggaraan SIDEKA, dilakukan usaha-usaha yang dapat dikatakan sebagai suatu proses pengorganisasian, yang didalamnya memuat pula dimensi advokasi dan edukasi. Hal penting yang harus senantiasa mendapatkan perhatian v
konsep rancangan peraturan presiden
adalah bahwa SIDEKA sebagai sebuah sistem informasi adalah alat yang menjadi bagian dari pemerintahan – di desa, kabupaten, propinsi dan nasional. Dalam kerangka desa, SIDEKA akan menjadi bagian dari upaya: (1) memperluas akses publik; (2) meningkatkan kualitas layanan; (3) membangun suatu jenis konstituensi baru; dan secara umum hendak dikatakan sebagai cara baru negara hadir. Di tingkat supra desa, SIDEKA tentu bukan alat bagi suatu kontrol, pengendalian atau sejenisnya, melainkan menjadi wahana untuk memperkuat perencanaan, memperkuat ruang partisipasi publik, dan sekaligus menjadi metode baru bagi kerja yang berbasis pada desa dan informatika. Dengan kesadaran inilah, maka penyelenggaraan SIDEKA tidak menjadi jalan bagi eksklusifisme, yang berlindung di balik topeng keragaman, atau keunikan masing-masing desa. Pada intinya kita ingin membangun suatu sistem yang terintegrasi, yang sedemikian rupa sehingga menyokong gagasan satu data, dan satu peta. Untuk karenanya sangat dibutuhkan semacam standar data, yang sudah barang tentu dimulai dengan data dasar yang paling dibutuhkan, terutama untuk layanan dasar, seperti data kependudukan. Dengan data yang baik dan terintegrasi, maka layanan dasar akan lebih dimudahkan, dan pada sisi yang lain, program-program seperti pendidikan, kesehatan dan layanan bagi warga miskin, akan terhindar dari ketidaktepatan sasaran. Data yang baik, yang dihimpun dengan baik, yang disimpan dengan baik, dan yang diolah dengan baik – yang sepenuhnya mempertimbangkan serta menggunakan perspektif desa, tentu akan memberi makna strategis bagi pembangunan: desa garis depan Nawacita. vi
pengantar
Naskah ini sendiri adalah suatu konsepsi yang hendak diusulkan menjadi kebijakan dalam penyelenggaraan SIDEKA dalam skala nasional. Konsep ini dihasilkan dari sejumlah pertemuan, riset kecil dan berbagai usulan yang masuk. Sangat disadari bahwa sebagai sebuah gagasan yang melampaui kerja-kerja yang selama ini telah dijalankan, maka terbuka kemungkinan bagi kritik, salah mengerti dan segala jenisnya. Apa yang kerapkali muncul memberikan respon terhadap gagasan pengaturan SIDEKA secara nasional adalah kekhawatiran terjadinya penyeragaman. Kekhawatiran ini tentu saja tidak perlu terjadi, oleh sebab dengan adanya UU Desa, maka segala jenis tendensi ke arah penyeragaman, atau segala sesuatu yang bersifat top down, tidak akan dimungkinkan. Usaha untuk mendorong kebijakan SIDEKA lebih dimaksudkan untuk: (1) mendorong suatu jenis percepatan di semua lini dan di semua pihak; (2) mendorong bagi terbangunnya sistem komunikasi data yang lebih strategis, sehingga antar desa dapat terjalin model komunikasi baru yang bisa saling mengetahui kebutuhan masingmasing, sedemikian memungkinkan saling mengisi, dan seterusnya; dan (3) melakukan perlindungan dan penguatan bagi semua prakarsa yang berkembang. Berharap dengan penerbitan konsepsi ini, akan lebih memperkaya dan memperluas inisiatif, baik bagi desa, atau bagi organisasi masyarakat sipil, untuk menemukan cara-cara baru dalam pengorganisasian. Mengapa dengan cara baru? Oleh sebab kita yakin bahwa tidak mungkin mengharapkan hasil baru dengan cara yang lama. Pengalaman selama ini telah memberikan kesaksian yang sangat baik, bahwa kita vii
konsep rancangan peraturan presiden
membutuhkan sesuatu yang baru, atau kita membutuhkan cara baru, agar ruang kesempatan yang makin terbuka, dapat memberi hasil yang lebih baik. Penerbitan naskah ini, kendati sangat terbatas, tidak lepas dari dukungan banyak pihak, antara lain Departement of Foreign Affairs and Trade-DFAT Australia, komunitas ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi, yang ikut dalam diskusi-diskusi, organisasi masyarakat sipil, komunitas IT, komunitas desa, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Keberadaan naskah ini, kendari kedudukannya sebagai suatu naskah rancangan suatu usulan kebijakan, namun tetaplah berkedudukan sebagai bahan belajar, dan pada khususnya bagi para Pandu Desa, yang kelak akan mendorong langkah perubahan kebijakan di tingkatan masing-masing. Berharap naskah ini dapat ikut memicu pemikiran dan disain-disain baru yang kreatif dan bersifat menjawab tantangan untuk memastikan impelentasi UU Desa. Jakarta, April 2015.
viii
DAFTAR ISI
0
Pengantar ~~~ v
0
Makalah Akademik ~~~ 1 Bab I Pendahuluan ~~~ 3 Bab II Kajian Teoretis ~~~ 13 Bab III Sistem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan ~~~ 27 Bab IV Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi Muatan Sideka dalam Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Tata Kelola Sistem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan Berbasis Elektronik ~~~ 89 Bab V Penutup ~~~ 93
0
Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Tata Kelola Sistem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan Berbasis Elektronik ~~~ 101
ix
konsep rancangan peraturan presiden
x
0
Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik ~~~ 127
0
Tanggapan terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik ~~~ 173
MAKALAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA KELOLA SISTEM INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS ELEKTRONIK
.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Alinea keempat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dengan bahwa tujuan membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia adalah: “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” Makna dari alinea tersebut adalah, bahwa pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan semestinya mampu melindungi segenap bangsa dan mewujudkan kehidupan dan penghidupan yang dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. 3
konsep rancangan peraturan presiden
Demi mencapai tujuan tersebut, itulah sebabnya negara harus tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam kehidupan masyarakat disemua bidang guna tercapainya kesejahteraan umat manusia yang berkeadilan sosial. Tercapainya keadilan sosial, memiliki makna yang sangat mendalam. Dalam arti kesejahteraan, makna keadilan sosial itu harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluaruh warga negara tanpa terkecuali. Saat ini tidak dipungkiri, terjadinya ketidakadilan sosial menyebabkan masih banyak rakyat Indonesia yang masih bergelut dengan kemiskinan, terutama masyarakat yang masih hidup di pedalaman pedesaan-pedesaan yang jauh dari jangkaukan Pemerintah. Kegagalan Pemerintah dalam memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak dapat disebabkan karena satu faktor saja. Misalnya faktor ekonomi saja atau politik saja, akan tetapi kegagalan Pemerintah tersebut disebabkan oleh multi faktor. Ekomoni, politik, sosial, budaya dan hukum adalah semua bidang yang menjadi satu kesatuan persoalan yang saling kaitmengkait menjadi faktor penyebab kegagalan Pemerintah dalam memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengatasi persoalan yang demikian rumit dan multi sektor tersebut memang bukan persoalan mudah. T idak hanya komitmen atau janji-janji politik saja dari penguasa untuk mengatasi hal tersebut. Perbaikan ekonomi disemua bidang jelas merupakan tujuan utama dalam mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, perbaikan ekononomi tidak dapat terelisasi tanpa 4
makalah akademik
pembangunan infra struktur di daerah-daerah tertinggal. Tidak akan terealisasi juga tanpa adanya komunikasi serta dukungan politik dari semua pihak untuk sama-sama bergerak memecahkan persoalan kemiskinan. Selain itu, program pengentasan kemiskinan juga tak mungkin berjalan tanpa adanya tata-kelola pemerintahan yang baik (good governance), sebagai dasar bagi terlaksananya pembangunan berkelanjutan di manapun, termasuk dan terutama di Indonesia, yang diantaranya ditandai oleh berjalannya: 1.
sistem pemerintahan yang demokratis, transparan dan bertanggung gugat kepada publik; 2. kebijakan ekonomi, sosial dan lingkungan yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan partisipatif; 3. lembaga-lembaga demokratis yang tanggap (responsif) terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat; 4. peraturan hukum dan perundang-undangan yang ditaati dan dilaksanakan secara konsisten dan adil; 5. upaya pemberantasan korupsi yang dilaksanakan secara tegas tanpa pandang bulu; 6. pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia serta hak-hak dan kepentingan masyarakat adat dan kelompok masyarakat rentan Artinya, dalam rangka mengentaskan kemiskinan program pembangunan yang berbasis pada keterlibatan seluruh komponen atau potensi masyarakat lokal di daerah-daerah atau di desa-desa setempat haruslah lebih ditingkatkan. Pembangunan dengan mengikutsertakan masyarakat lokal lokal 5
konsep rancangan peraturan presiden
di daerah-daerah atau di desa-desa, akan memberikan penguatan peran masyarakat setempat untuk lebih mampu mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada secara produktif, kreatif dan berwawasan ke depan untuk pengentasan kemiskinan secara mandiri. Persoalannya yang nyata dalam melaksanakan pembangunan yang berbasis pada keterlibatan seluruh komponen atau potensi masyarakat lokal di daerah-daerah atau di desa-desa, adalah minimnya akses informasi baik dari desa sampai ke pusat (pemerintah pusat) atau pun sebaliknya, jangkauan Pemerintah yang tidak sampai menjangkau desa-desa menyebabkan desa ‘miskin’ perkembangan informasi. Belum lagi berbicara persoalan kevalidan/kebenaran mengenai informasi yang didapat baik dari Pusat maupaun dari Desa. Persoalan akses informasi serta kebeneran akan suau informasi menjadi sangat vital untuk terlebih dahulu dibenahi. Asumsinya, bagaimana mungkin Pemerintah dapat merumuskan suatu kebijakan untuk menyelesaikan suatu persoalan yang terjadi di daerah-daerah/di desa-desa, jika tidak adanya akses infromasi atau tidak dapatnya informasi yang benar mengenai apa yang terjadi di daerah-daerah/di desa-desa tersebut. Persoalan tersebut disebabkan karena tidak adanya suatu sistem informasi yang terbangun, yang bisa menghubungkan secara langsung antara Pemerintah Pusat dengan Desa atau sebaliknya dari Desa ke Pemerintah Pusat. Tidak adanya suatu sistem infromasi yang langsung dari desa kepada Pemerintah Pusat atau 6
makalah akademik
sebaliknya dari Pusat kepada Desa, merupakan suatu persoalan yang saat ini harus segera dicarikan jalan keluarnya. Tujuannya jelas, agar semua informasi yang ada dan sedang terjadi di suatu daerah/desa dapat segera sampai kepada Pemerintan Pusat sekaligus dengan kevalidan akan informasi tersebut. Maksudnya, salah satu solusi dalam rangka mengentaskan kemiskinan yang terjadi di daerah-daerah/di desa-desa, adalah dengan membangun suatu sistem infromasi yang dapat diakses langsung oleh Pemerintah Pusat dengan kevalidan data dalam informasi tersebut, serta sebaliknya di mana Desa juga dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Pusat mengenai informasi yang ada dan sedang terjadi di desanya. Kita menyadari bahwa bangsa Indonesia hidup dalam suatu tatanan dunia yang sedang bergerak, berubah, makin terkoneksi (IT) dan pada dirinya mengidap krisis nyata, sebagai akibat dari menurunnya daya dukung bumi. Kesadaran tersebut mengharuskan kita untuk mengurus secara benar dua tindakan sekaligus, yakni internal dan interaksi (eksternal) – dalam mana keduanya saling berhubungan satu sama lain, bersifat saling memperkuat dan atau memperlemah, bergantung pada bagaimana kita mengelolanya. Agar berkedudukan baik, punya peran strategis dan ikut menjamin ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka dibutuhkan sejumlah keadaan. Pertama oleh kemampuan untuk menjadikan bangsa sebagai kekuatan produktif, dalam mana desa menjadi salah satu 7
konsep rancangan peraturan presiden
elemen pentingnya, yang sekaligus menjadi soko guru pembangunan keadilan dan kemakmuran bangsa.Kedua oleh kemampuan untuk mengembalikan watak sosial dan watak nasional dari kekuasaan negara, sedemikian rupa sehingga kedaulatan sosial-politik dicapai dengan partisipasi dan kualitas baru demokrasi.Serta ketiga oleh kemampuan untuk menghidup-hidupkan jiwa bangsa, nasionalitas dan keberagaman, yang kesemuanya membentuk kepribadian bangsa. Ketiga hal tersebut tidak lain adalah Trisakti – berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Trisakti akan memberikan kita dasar kokoh untuk kita menata diri (ke dalam) dan menempatkan diri secara benar dalam pergaulan dunia (ke luar). Hal ini hendak menegaskan bahwa bagi kita, pembangunan bangsa bukan hanya sekedar pencapaian pertumbuhan ekonomi.Dengan Trisakti kita menempatkan pencapaian pertumbuhan hanya salah satu dari sejumlah elemen pencapaian pembangunan bangsa. Pemerintahan Jokowi-JK menterjemahkan Trisakti di dalam agenda pembangunan, yang disebut dengan Nawacita (sembilan program prioritas). Agenda yang dimaksud adalah: 1.
2.
8
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis,
makalah akademik
3.
4.
5.
6.
7. 8. 9.
dan terpercaya. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan kesejateraan rakyat. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional. Kesembilan, memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Pada titik inilah kita membutuhkan cara-cara baru, atau cara tentang bagaimana negara hadir di tengah kehidupan bangsa, hadir secara kongkrit menjadi bagian dari penyelesaian masalahmasalah bangsa, dan sekaligus memastikan bangsa mencapai masa depannya yang lebih baik dan lebih bermakna. Bagi desa politik baru yang dimaksud tentu adalah suatu langkah pembangunan yang menempatkan desa di garis depan (Desa Garis Depan Nawacita).1 Desa dalam hal ini bukanlah suatu lokasi, namun sebagai “actor” (subyek), perspektif dan arena. Oleh 9
konsep rancangan peraturan presiden
sebab itulah, kita membutuhkan cara yang sepenuhnya baru, yang didalam hal ini, akan dikembangkan suatu sistem saraf Nawacita (SIDeKa), yang akan menjadi cara baru negara hadir. Kehadiran SIDeKa sebagai cara baru untuk mewujudkan tujuan negara, merupakan suatu gagasan baru yang belum pernah dilakukan di Indonesia. Hampir selama sejak Indonesia merdeka, desa hanya ditempatkan sebagai obyek dalam pemerintahan negara. Akan tetapi, sejak lahirnya UU Desa, arah politik pemerintahan negara nampaknya akan berubah. UU Desa telah menempatkan Desa sebagai Pemerintahan terkecil dalam suatu negara. Pasal tegas menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa adalah. Hal tersebut mengartikan bahwa Desa tidak lagi merupakan obyek pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan negara, tetapi Desa berdasarkan UU Desa telah bertransformasi menjadi subyek dalam negara yang juga wajib mewujudkan tujuan negara sebagaimana disebutkan dalam alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945. Oleh karenanya, dalam rangka mensejahterahkan masyarakat Indonesia seluruhnya, kehadiran Desa yang didalamnya akan dibangun suatu sistem informasi (SIDeKa)2 tidaklah dapat dihindari lagi atau ditunda-tunda. Pelaksanaan SIDeKa yang merupakan sistem syaraf informasi antara Pusat Pemerintah dengan Pemerintah Desa haruslah segera direalisasikan, selain sebagai pelaknsanaan ketentuan Pasal 86 UU Desa, SIDeKa juga merupakan harapan dari masyarakat Desa untuk memperoleh kesejahterahan yang berkeadilan sosial sebagaimana yang dicitacitakan oleh founding father’s. ‘ 10
makalah akademik
B. IDENTIFIKASI MASALAH Pelaksanaan SIDeKa sejak diundangkannya UU Desa hingga saat ini, masih belum terealisasi. Ada beberapa hal masalah yang menyebabkan SIDeKa belum terealisasi hingga saat ini, yaitu: 1.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
8. 9.
Governance lemah terkait SIDeKa, terjadi frakmentasi, lemahnya manajemen dalam menudukung proses pengambilan keputusan; Masing-masing program mengembangkan sistem sendirisendiri yang akhirnya data bersifat sektoral serta tidak dapat dijadikan rujukan untuk pengambilan keputusan secara nasional/masih lokal desa; banyaknya format dan versi laporan semakin lama tidak secara efektif dijadikan rujukan pengambilan kebijakan; Sistem dan format yang dikembangkan tidak standar sehingga sulit untuk dilakukan rekapitulasi data atau diintegrasikan; Ada kesimpangsiuran sistem pelaporan data khususnya terkait dengan pencatan dan pelaporan (beberapa daerah ada yang menambah dan ada yang mengurangi pelaporan; Ada permasalahan dengan agregasi pelaporan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional; Pemanfaatan informasi data dan informasi belum didesiminasikan dengan para pemangku kepentingan dan belum dipakai secara semestinya; Kemampuan dan kualitas data informasi desa sangat kurang; Kemampuan sumber data untuk menyediakan data dan 11
konsep rancangan peraturan presiden
10. 11. 12. 13.
informasi pada umunya masih lemah; Landasan hukum SIDeKa juga belum jelas; Belum ada kerjasama dan koordinasi yang dilakuakn antar kementrian/ lembaga, dan; Pada pemerintahan desa belum secara khusus ada staf khusus yang mengurus tentang SIDeKa. Belum adanya regulasi yang mengatur mengenai pedoman pelaksanaan SIDeKa.
C. TUJUAN Tujuan dirumuskannya Makalah Akademik mengenai perlunya SIDeKa diatur Peraturan Presiden Republik Indonesia, adalah agar SIDeKa sebagai amanat dalam Pasal 86 UU Desa dapat dilaksanakan dengan melandaskan pada Peraturan Perundangundangan.
D. METODE Dalam penulisan ini metode yang digunakan merupakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan tersier.
Catatan Akhir 1
Lihat dokumen hasil lokakarya Desa Garis Depan Nawacita, 08 Nopember 2014, di Kampus UGM, Yogyakarta 2 Lihat dalam Pasal 86 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa
12
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. OTONOMI DAERAH Reformasi telah membawa perubahan yang berarti bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan runtuhnya sistem sentralistik yang diyakini telah diemban oleh pemerintahan orde baru yang selama lebih dari tiga puluh tahun di dalamnya dipenuhi praktek-praktek kotor, yakni kolusi, korupsi, dan nepotisme. Salah satu perubahan berarti tersebut adalah lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Kemudian selang berapa lama setelah berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, undang-undang ini pun digantikan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Berdasarkan perubahan kedua UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) menyebutkan, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas 13
konsep rancangan peraturan presiden
Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 (amandemen) disebutkan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Sedangkan ayat (2) menyebutkan, “Negara mengakui dan menghomati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang berupaya untuk melaksanakan otonomi Daerah sebagai bagian dari pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Dalam pengaturan UU Pemda tersebut, otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan ini maka daerah memiliki keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban oleh badan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manifestasi dari desentralisasi. Menurut Josef Riwu Kaho menyebutkan tujuan dari otonomi daerah adalah, agar daerah dapat berfungsi sebagai “daerah otonom yang mandiri”, berdasarkan azas demokratisasi dan kedaulatan rakyat, dengan memperhatikan nilai-nilai lokal, 14
makalah akademik
memperhatikan potensi, perbedaan dan keanekaragaman setempat serta mempertimbangkan stabilitas nasional dan keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.1 Otonomi Daerah yang mandiri dan kuat dapat menjadi penyangga eksistensi bangsa dan negara. Desentralisasi wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat, menyangkut beberapa hal diantaranya: pertama, adanya pola pengambilan keputusan dari atas menjadi dari bawah. Kedua, perpindahan pendekatan pembangunan sektoral ke pembangunan regional holistik. Ketiga, pembangunan dengan wilayah negara yang dominan ke wilayah masyarakat madani yang dominan. Keempat, pola pembangunan yang semula berorientasi ekonomi ke pola pembangunan menyeluruh. Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan (staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi negara (administratiefrechtelijk). Sebagai tatanan ketatanegaraan, otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi negara. Paling tidak, ada dua arahan dasar susunan ketatanegaran dalam perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan negara berdasarkan atas hukum.2 Bagir Manan mengatakan, di masa modern ini Indonesia yang luas dengan penduduk yang banyak, tidak lagi mungkin menjalankan pemerintahan langsung oleh semua warga, tetapi 15
konsep rancangan peraturan presiden
usaha atau penciptaan mekanisme untuk mengikutsertakan sebanyak-banyaknya rakyat harus tetap dipertahankan. Sistem pemerintahan otonom yang diselenggarakan atas dasar permusyawaratan rakyat daerah bersangkutan melalui wakilwakil mereka memungkinkan perluasan partisipasi demokratis rakyat. Satuan-satuan pemerintahan otonomi yang mandiri dan demokratis lebih mendekatkan pemerintahan kepada rakyat sehingga berbagai kepentingan rakyat yang berbeda-beda dapat dilayani secara wajar. Hal ini berkaitan dengan pengerianpengertian materiil dari demokrasi maupun paham negara kesejahteraan sebagai suatu bentuk lebih lanjut dari paham negara berdasarkan atas hukum. Baik dari sudut paham materiil dari demokrasi maupun negara kesejahteraan, fungsi utama pemerintahan bukan sekedar pemberi ketertiban dan keamanan, melainkan sebagai penyelenggara kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Sebagai suatu ketentuan hukum, sebagai fungsi pemerintahan hal itu harus tercermin dalam organisasi pemerintahan yang memungkinkan pencapaiannya. Fungsi kesejahteraan harus diusahakan dilekatkan pada satuansatuan pemerintahan yang lebih dekat pada pusat-pusat kesejahteraan. Otonomilah sebagai ujung tombak usaha mewujudkan kesejahteran tersebut. Mengenai fungsi kesejahteraan akan menghadapkan pemerintah pada kenyataan konkret yang berbeda-beda antara Daerah satu dengan Daerah lain serta berkembang mengikuti dinamika kebutuhan masyarakat setempat, maka dalam otonomi harus tersedia ruang gerak yang cukup untuk melakukan kebebasan menjalankan pemerintahan. Untuk memungkinkan penyelenggaan kebebasan tersebut sekaligus mencerminkan otonomi sebagai 16
makalah akademik
satuan demokratis, maka otonomi senantiasa memerlukan kemandirian atau keleluasaan. Bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan hakekat otonomi adalah kemandirian, walaupun bukan suatu bentuk kebebasan sebuah satuan yang merdeka (zelfstandigheid bukan onafhankelijkheid).3 Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (publik service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah, yaitu:4 a.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, b. Menciptakan efisiensi dan efektifitas bpengelolaan sumbrdaya daerah, dan c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Berbicara tentang otonomi daerah tentu tidak akan lepas dari masalah pemerintahan daerah dan prinsip-prinsip dari pemerintahan daerah itu sendiri. Menurut Josef Riwu Kaho tentang pengertian daerah otonom adalah daerah yang berhak dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.5 Di sisi lain, otonomi merupakan, kebebasan untuk mengurus rumah tangganya sendiri tanpa mengabaikan kedudukan Pemerintah Daerah sebagai aparat Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan urusan-urusan yang ditugaskan kepadanya. 17
konsep rancangan peraturan presiden
Oleh sebab itu usaha membangun keseimbangan harus dipertahankan dalam konteks hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah artinya: Daerah harus dipandang dalam dua kedudukan yaitu: sebagai organ-organ Daerah untuk melaksanakan tugas-tugas otonomi sebagai agen Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan urusan Pusat di Daerah.6 Desentralisasi atau Otonomi adalah pilihan dari beberapa pilihan dalam sistem ketatanegaraan suatu Negara untuk mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat memiliki keuntungan dan kelemahan.7 Keuntungan yang diperoleh dengan dianutnya sistem desentralisasi antara lain: (1) mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan; (2) dalam menghadapi masalah yang amanat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari Pemerintah Pusat; (3) dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan; (4) dalam sistem desentralisasi, dapat diadakan pembedaan (diferensiasi) dan pengkhususan (spesialiasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teritorial dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan dan keadaan khusus daerah (5) dengan adanya desentralisasi teritorial daerah otonom dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik dapat diterapkan di seluruh wilayah negara sedangkan kurang baik, dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dapat lebih mudah untuk ditiadakan; (6) mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat; 18
makalah akademik
dan (7) dari segi psikologis desentralisasi dapat lebih memberikan kepuasan bagi daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung. Selain kebaikan ataupun keuntungan tersebut di atas, desentralisasi juga mengandung kelemahan-kelemahan, antara lain: (1) Karena besarnya organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi; (2) Keseimbangan dan keserasian antara bermacammacam kepentingan dan Daerah dapat lebih mudah terganggu; (3) Khususnya mengenai desentralisasi teritorial dapat mendorong timbulnya apa yang disebut daerahisme atau propinsialisme; (4) Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama karena memerlukan perundingan yang bertele-tele; (5) Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk memperoleh keseragaman/ uniformitas dan kesederhanaan. Suatu negara dengan daerah yang diberi hak otonomi adalah konsekuensinya dari negara dengan menganut azas desentralisasi, yaitu azas penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau Daerah Otonom tingkat atasnya kepada Daerah Otonom di bawahnya, untuk mengurusi rumah tangganya sendiri.8 Pada sistem Residu (Teori Residu) seara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi wewenang pemerintah pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga daerah. Kebaikan sistem ini terutama terletak pada saat timbulnya keperluan-keperluan baru, pemerintah daerah dengan cepat mengambil keputusan dan tindakan yang dipandang perlu tanpa 19
konsep rancangan peraturan presiden
menunggu perintah dari pusat. Sebaliknya, sistem ini dapat menimbulkan kesulitan mengingat kemampuan daerah yang satu dengan yang lainnya tidak sama dalam pelbagai lapangan atau bidang. Akibatnya, bidang atau tugas yang dirumuskan secara umum ini dapat jadi terlalu sempit bagi daerah yang kapasitasnya besar atau sebaliknya terlalu luas bagi daerah yang kemampuannya terbatas.9
B. OTONOMI DESA Mengantisipasi aspirasi masyarakat yang terus berkembang serta menghadpai perkembangna yang terjadi, baik dalam lingkungan nasional maupun internasional yang secara langsung akan berpengaruh terhadap roda atau pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Negara kita, maka untuk menjawab dan menghadapi tantangan dan sekaligus peluang diperlukan adanya pemerintahan daerah yang tangguh, yang didukung oleh system dan mekanisme kerja yang professional. Lahirnya reformasi kebijakan desentralisasi pertama kali melalui Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian dilanjutkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dimaksudkan agar daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai 20
makalah akademik
dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian kewenangan otonomi harus berdasarkan asas desentralisasi dan dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata, dan bertanggungjawab. Sehubungan dengan pemberian kewenangan otonomi kepada daerah-daerah di Indonesia, Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam konsideran UU tersebut disampaikan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hakikat otonomi daerah adalah efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaran pemerintahan, yang pada akhirnya bernuansa pada pemberian pelayanan kepada masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk member peluang peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara luas dalam konteks demokrasi. Berkaitan dengan otonomi desa, maka pertanyaannya bagaimana hubungan otonomi daerah dengan otonomi desa dalam konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Dalam pandangan 21
konsep rancangan peraturan presiden
Sutoro Eko mengatakan bahwa” sejauh ini belum ada definisi formal tentang otonomi desa yang dirumuskan dalam undangundang”.10 Namun, menurut Ni’matul Huda, dalam wacana yang berkembang ada empat cara pandang dan pemahaman tentang otonomi desa, yaitu:11 1.
2.
22
Cara pandang legal formal yang sering dikemukakan oleh para ahli hukum. Dalam UU sering ditemukan diktum :desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mengataur dan mengurus rumah tangganya sendiri’ sebagai definisi standar otonomi desa. Pengertian ini berarti desa merupakan sebuah subyek hukum yang berhak dan berwenang membuat tindakan huku: membuat pertauran yang mengikat, menguasai tanah, membuat surat-surat resmi, berhubungan dengan pengendalian, menyelenggarakan kerjasama dan lain-lain. Padahal otonomi tidak hanya sekedar persoalan hubungan hukum, tetapi hubungan antara desa dengan Negara. Desa baru bias disebut otonom kalau ia memperoleh pembagian kewenangan dan keuangan dari Negara, sehingga desa mempunyai kewenangan untuk mengelola pemerintahan. Otonomi desa baru dipahami dan ditegaskan sebagai bentuk pengakuan Negara terhadap eksistensi desa beserta hak asal-usul dan adat istiadatnya. Ini artinya Negara tidak merusak, melainkan melindungi eksistensi desa. Negara juga harus memberikan pengakuan terhadap
makalah akademik
eksistensi desa yang umumnya jauh lebih tua ketimbang NKRI. Pengakuan adalah pijakan utama, tetapi lebih dari sekedar pengakuan, otonomi desa berarti pembagian kekuasaan, kewenangan dan keuangan kepada desa. 3. Konsep “self-governing community” sering juga dirujuk sebagai padanan frasa “kesatuan masyarakat hukum”, tetapi sejauh ini belum ada elaborasi yang memadai tentang konsep asing itu. 4. Cara pandang romantic-lokalistik. Meski UU tidak ada rumusan tentang otonomi desa, tetapi wacana resmi mengesankan bahwa desa memiliki “otonomi asli” berdasarkana asal-usul dan adat setempat. Konsep otonomi asli justru bias menjadi jebakan yang mematikan bagi desa, banyak hal yang “asli” milik desa (terutama sumber daya alam) sudah diambil oleh Negara dan dieksploitasi oleh investor. Menurut Widjaja, menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.12 Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan 23
konsep rancangan peraturan presiden
daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Dengan berdasarkan pada adat istiadat dan asal usul Desa dimungkinkan adanya pembagian wilayah yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan Pemerintah Desa. Oleh karenanya, Menurutt AW. Widjaja, kewenangan desa dalam otonomi desa berdasarkan adat istiadat dan asal-usul desa mencakup:13 a.
Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa; b. Kewenangan yang oleh Peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan Daerah dan Pusat; c. Tugas pembantuan dari pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten. Kewenangan otonomi desa yang begitu luas, masih ditambah dengan beban dalam kapasitasnya sebagai organisasi pemerintah terendah guna mengemban tugas, misi dari seluruh Departemen/ Kementerian, sehingga idealnya desa harus memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk membiayai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa. Keberhasilan pembangunan desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik (political -will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk dapat memainkan peranan penting dalam proses pembangunan di desanya. Kewenangan otonomi desa yang begitu luas, masih ditambah dengan beban dalam kapasitasnya sebagai organisasi 24
makalah akademik
pemerintah terendah guna mengemban tugas, misi dari seluruh Departemen/ Kementerian, sehingga ideahiya desa harus memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk membiayai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan desa. Keberhasilan pembangunan desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik ((political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk dapat memainkan peranan penting dalam proses pembangunan di desanya. Pemerintah Desa berhak menolak pelaksanaan tugas perbatuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Dengan demikian, otonomi desa harus amenjadi inti dari konsep NKRI. Dengan catatan bahawa “otonomi desa” buka merupakan cabang dari otonomi daerah, karena yang member inspirasi adanya otonomi daerah yang kahas bagi NKRI adalah otonomi desa. Otonomi desa harus menjadi pijakan dalam pembagian struktur ketatanegaraan Indonesia mulai dari pusat sampai ke daerah yang kemudian bermuara pada regulasi otonomi desa yang tetap berpedoman pada keaslian “desa” sebagai kesatuan masyarakat hukum.14
Catatan Akhir 1
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Identif ikasi Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 3 2 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001, hal 24.
25
konsep rancangan peraturan presiden
3
Ibid, hal 26 Mardiasmo, Otonomi dan Manajeman Keuangan daerah, Ctk Pertama, Andi, Yogyakarta, 2002, hal. 131 5 Josef Riwu Kaho, Op cit, hal. 14. 6 Moh. Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, LP3S, Jakarta, 1998, hal. 93. 7 Josef Riwu Kaho, Op cit, hal 12-148 Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Liberty, Yogyakarta, 1995, hal 112 9 Josef Riwu Kaho, Op cit, hal 15 10 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa “Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemardekaan Hingga Era Reformasi“, Setara Press, Malang, 2015, hal 49 11 Ibid, hal 50 12 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat Dan Utuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 165 13 HAW. Widjaja, Pemerintahan Desa/Marga, Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 hal 73 14 Ni’matul Huda, Op cit, hal 51 4
26
BAB III SISTEM INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN
A. DEFINISI DESA Desa, sejak kemerdekaan Republik ini sampai sekarang, hanyalah dipandang sebagai bagian terkecil dari wilayah negara. Namun sejatinya desa adalah bagian vital yang tidak dapat dipisahkan dalam hierarki struktur bernegara. Karena pada hakikatnya tidak akan ada suatu negara yanpa memiliki bagianbagian terkecil yang dalam konteks negara Indonesia biasa disebut dengan desa. Aristoteles,1 mengatakan bahwa negara adalah persekutuan daripada keluarga dan desa, guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya. Dengan logika bahwa negara itu diawali dari manusia, manusia itu kemudian membentuk keluarga, masing-masing keluarga itu bersatu dan membentuk desa, desa-desa yang ditinggali keluarga kemudian membentuk kata negara (polis dalam bahasa Yunani), dengan tujuan untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh. Sehingga dalam tafsir yang sama istilah “republik” dan istilah “desa” dapat diletakkan pada istilah “negara”, atau dengan kata 27
konsep rancangan peraturan presiden
lain dapat pula diartikan bahwa adalah cikal bakal atau asal mula negara.2 Konsep desa sebagai entitas sosial sangatlah beragam, yaitu sesuai dengan maksud dan sudut pandang yang hendak diguanakan dalam melihat desa. Sebutan desa dapat berupa konsep tanpa makna politik, namun juga dapat berarti suatu posisi politik sekaligus kualitas posisi dihadapkan pihak atau kekuatan lain. Pada umumnya pengertian desa dikaitkan dengan pertanian, yang sebenarnya masih bisa didefinisikan lagi berdasarkan pada jenis dan tingkatannya. Secara etimologis istilah desa itu sendiri berasal dari kata “swadesi” bahasa Sansekerta yang berarti wilayah, tempat atau bagian yang mandiri dan otonom.3 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia desa diartikan sebagai kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri.4 Istilah desa yang berasal dari bahasa sansekerta, yang juga sering digunakan dengan perkataan “desa”, “dusun”, “desi” (dalam perkataan swadesi) seperti juga halnya perkataan “Negara”, “negeri”, “nagari”, “negory” (dari perkataan nagarom), menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagaiama dikutip oleh Ni’matul Huda diartikan sebagai tanahair, tanah asasl, tanah kelahiran. Lebih lanjut, Soetardjo Kartohadikoesoemo menyatakan, perkataan desa hanya dipakai di Jawa, Madura dan Bali. Perkataan dusun dipakai di Sumatera Selatan; di Maluku orang mengenal nama dusun-dati. Di Batak perkataan dusun dipakai buat nama pedukuhan. Di Aceh orang memakai nama gampong 28
makalah akademik
dan meunasah buat daerah hukum yang paling bawah. Di Batak, daerah hukum setingkat dengan desa diberi nama kuta, uta atau huta. Pedukuhannya dinamakan dusun sosor (ingatlah perkataan selosor di jawa) dan pagaran. Pedukuhan lain yang merupakan masyarakat pertanian, dinamakan banjar atau jamban. Di Simelungun, daerah desa sebagai daerah hukum telah terdesak mati. Di atas daerah-daerah itu dibentuk daerah-gabungan yang dinamakan perbapan, induk nihuta. Bagiannya dinamakan anak ni huta atau sosor. Di Batak Utara daerah-gabungan tadi dinamakan hunduluan, akan tetapi hanya bersifat daerah pemerintahan, bukan suatu daerah hukum. Di Batak Selatan daerah hukum yang paling bawah bukanlah daerah yang setingkat dengan desa, melainkan sekumpulan kampong atau tempat kediaman penduduk yang dinamakan kuria, dulu juga diberi nama janjian. Daerah hukum di Minangkabau diberi nama nagari, daerah gabungan ada yang dinamakan ‘luha’. Di Sumatera Timur daerah hukum yang paling bawah ialah suku. Di Sumatera Selatan (Kirontji, Palembang, Bengkulu) nama daerah hukum ialah dusun dan daerah gabungan dinamakan mendapo atau marga. Nama marga atau merga di batak dipakai buat suatu masyarakat seturunan, di daerah Alas namanya margo. Daerah hukum di Lampung namanya dusun atau tiuh, di Minahasa wanua, di daerah Makasar ialah daerah gaukang, di daerah bugis adalah daerah matowa. Di Tanah Toraja daerahdaerah hukum disebut dengan namanya sendiri-sendiri. Di Maluku daerah hukum yang paling bawah disebut negory, atau pun dati.5 Sedikit berbeda halnya dengan Ateng Syafrudin yang juga 29
konsep rancangan peraturan presiden
memberikan tafsir informasi tentang istilah yang digunakan sebagai kesamaan istilah “desa”, yakni “swargama (gramani), dhisa, marga, nagari, mukim, kuria, tumenggungan, negorey, wanua, atau negory, manoa, banjar, dan penanian.6 Menurut Mashuri Maschab, apabila membicarakan ‘desa’ di Indonesia maka sekurang-kurangnya akan minumbulkan tiga macam penafsiran atau pengertian. Pertama, pengertian secara sosiologis yang menggambarkan suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang tinggal dan menetap dalam suatu lingkungan, dimana diantara mereka saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan mereka relatif homogeny, serta banyak bergantung kepada kebaikan-kebaikan alam. Kedua, pengertian secara ekonomi, desa sebagai suatu lingkungan masyarakat yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari apa yang disediakan alam di sekitarnya. Dalam pengertian yang kedua ini, desa merupakan satu lingkungan ekonomi, di mana penduduknya berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketiga, pengertian secara politik, di mana ‘desa’ sebagai suatu organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politik mempunyai wewenang tertentu karena merupakan bagian dari pemerintahan Negara. Delam pengertian yang ketiga ini desa sering dirumuskan sebagai “suatu kesatuan masyarakat hukum yang berkuasa menyelenggarakan pemerintahan sendiri”.7 Lebih lanjut, Desa menurut H.A.W. Widjaja adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan 30
makalah akademik
pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.8 Menurut Sutoro Eko, desa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi. Kedua pendapat ahli tersebut memiliki persamaan padang tentang desa, yaitu memiliki kemandirian pemerintahan sendiri (otonomi), tanpa bergantug dengan pemerintahan lain yang lebih tinggi. Berbeda dengan Geerts, yang mengemukakan bahwa desa berasal dari bahasa Sanskrit yang berarti ‘daerah pinggiran, tempat, daerah yang tergantung pada kekuasaan yang lbih tinggi atau daerah yang diperintah oleh suatu kekuasaaan di luar desa.9 Dalam pandangan Ter Haar, sejatinnya desa adalah ‘negara kecil’, atau apa yang dimaksud oleh Ter Haar sebagai doorps republiek, karena sebagai masyarakat hukum desa memiliki semua perangkat suatu Negara: teritori, warga, aturan atau hukum (rules atau laws), dan pemerintahan. Dengan unkapan lain, pemerintahan desa memiliki alat (polisi dan pengendalian desa) dengan mekanisme (aturan/hukum) untuk menjalankan “hak menggunakan kekerasan” (coercion) di dalam teritori atau wilayah (domain) hukumnya. Wilayah keberlakuan (domain) hukum suatu masyarakat hukum dapat berupa suatu teritori tetap, artinya berlaku bagi setiap orang yang berada di wilayah itu dan/atau bagi setiap warga masyarakat itu, di mana pun ia berada.10 Dari kacamata pemerintahan nasional, pemerintah desa 31
konsep rancangan peraturan presiden
dipandang sebagai unit pemerintahan terendah yang menempati, sebagian dari wilayah Negara. Dalam konteks ini, Pemerintahan nasional adalah jalinan antar sistem-sistem pemerintahn desa dan berbagai struktur pemerintahan lain di atasnya. Dengan kata lain, pemerintah desa hanya berperan sebagai sub-sistem yang mati hidupnya tergantung pada kemauan supra-sistem diatasnya, yaitu pemerintah nasional (negara) yang secara berlapis mengungkungnya sejak dari pemerintaha Kecamatan, Kabupaten, Provinsi sampai pemerintah Pusat. Apabila kungkungan structural tersebut dilepaskan, maka pemerintah desa akan menjadi sistem tersendiri. Dari sudut pandang ini, maka pemerintah nasional bisa diasumsikan sebagai artikulator dan integrator dari beragam kepentingan dari sistem-sistem pemerintahan yang tumbuh dan berkembang pada level akar rumput (grass roots).11
B. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Apakah setelah terbitnya Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa12, gerak langkah desa dan seluruh pihak yang berkepentingan dengan gerak “maju” desa (termasuk pemerintah daerah dan pusat), akan berjalan sebagaimana lajimnya? Pada bagian menimbang UU Desa, telah dengan sangat jelas merumuskan dalih: (a) bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara 32
makalah akademik
Republik Indonesia Tahun 1945; (b) bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; dan (c) bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang. Apa artinya? Kita menangkap setidaknya ada tiga hal pokok yang disorong ke depan, yakni: Pertama, tentang pengakuan terhadap keberadaan dan kedudukan desa, dengan segala keragaman, kompleksitas dan tantangannnya. Pada periode sebelum reformasi, untuk suatu periode yang panjang, di bawah UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, berlangsung suatu penyeragaman. Pada bagian menimbang UU No.5 tahun 1979 menyatakan: bahwa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kedudukan pemerintahan Desasejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan keragaman keadaan Desa dan ketentuan adatistiadat yang masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan Desa agar makin mampu menggerakkanmasyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi Desa yangmakin meluas dan efektif. Desain tersebut, pada satu sisi menonjolkan koersi, dan pada sisi yang lain, menghilangkan kesempatan bagi desa untuk 33
konsep rancangan peraturan presiden
mengoptimalkan apa yang dimilikinya. Penyeragaman membuat desa harus menjalankan apa yang sebetulnya tidak dibutuhkan, namun harus dijalankan, agar tidak dituding sebagai bentuk perlawanan. Maka tidak heran jika desa merumuskan dirinya bukan sebagai ujung tombak, melainkan sebagai ujung “tombok”.Dan kalau dilihat dalam hirarki tersebut, maka desa sesungguhnya lebih diposisikan sebagai penyedia tenaga kerja dan tentu suara ketika musim pemilu datang. UU Desa, dapat dibaca sebagai upaya memperkuat apa yang telah berkembang di awal reformasi, melalui UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang menggantikan UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. UU No.22 tahun 1999 secara vulgar memberikan kesaksian, sebagaimana termuat dalam bagian menimbang, huruf (d) dan (e), yang menyatakan: bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti; dan (e) bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asalusul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti.
34
makalah akademik
Pengakuan akan keragaman dieksplisitkan dalam rumusan tentang desa, yang disebut: Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asalusul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan. Selanjutnya UU No. 6 tahun 2014, lebih mempertegas dengan rumusan: bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, perlindungan dan sekaligus menempatkan desa sebagai subyek. Ekspresi dari posisi ini dapat dilihat pada pasal 4, yang menguraikan bahwa pengaturan desa bertujuan untuk: (b) memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; (c) melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; (d) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan 35
konsep rancangan peraturan presiden
Aset Desa guna kesejahteraan bersama; (g) meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; dan (i) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. Pembangunan desa tidak lagi diletakkan sekedar sebagai alas dari pembangunan nasional, namun berfokus pada desa: Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Terang bagi kita, bahwa tekad dan posisi baru ini, membutuhkan lebih dari sekedar kemauan, namun juga suatu langkah-langkah kongkrit sedemikian rupa sehingga dari waktu ke waktu, desa makin meningkat kesadaran dan kemampuan, dalam menggerakkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya, demi mewujudkan makan desa sebagai subyek, yang dengan demikian akan lebih terjamin hadirnya suatu tata hidup yang dalam setiap seginya menyelamatkan desa. Ketiga, pemberdayaan. Posisi desa sebagai obyek, atau sebagai “alas kaki” dari suatu rejim (untuk periode yang panjang), tentu saja menempatkan desa dalam posisi dan kondisi yang kurang menguntungkan. Keadaan inilah yang membuat desa tidak akan dapat dengan serta merta berubah, kendati telah terjadi perubahan kebijakan. Hendak dikatakan di sini bahwa dengan terbitnya UU Desa bukan berarti desa dengan sendirinya berubah.Kebijakan tersebut memberikan kerangka kerja legal bagi desa untuk mengubah diri.Dalam kerangka inilah dibutuhkan suatu kerja pemberdayaan. UU Desa memberikan landasan dengan menyebutkan pemberdayaan masyarakat desa sebagai 36
makalah akademik
upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Kerja pemberdayaan dapat dikatakan punya tiga dimensi utama, yakni: (i) peningkatan kapasitas politik; (ii) peningkatan kapasitas social-ekonomi; dan (iii) peningkatan pengetahuan (suatu kemampuan untuk mengerti secara persis realitas desa, dan dapat mengelola segala sumberdaya desa untuk sebesar-besar kemakmuran desa).
C. SISTEM INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb; metode. Wikipedia13 menyebutkan bahwa sistem berasal dari bahasa Latin (systçma) dan bahasa Yunani (sustçma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem dengan demikian, dapat kita katakan sebagai suatu kesatuan dari elemen-elemen yang saling terhubung satu sama lain, melalui sejumlah prosedur, mekanisme atau tata aturan tertentu, sesuai dengan tujuan pembentukannya (keberadaannya). 37
konsep rancangan peraturan presiden
Apakah maksud dari sebutan saraf? Apa makna sistem saraf? Kalau kita mengggunakan pandangan dalam ilmu hayat, maka saraf yang dimaksudkan adalah suatu jaringan; koneksi; suatu saluran dari segala jenis rangsangan (informasi) dan respon (perintah), dari pusat (sistem saraf pusat) ke seluruh bagian tubuh.Oleh karena yang bekerja adalah “informasi” (pesan), maka kerja saraf pada dasarnya adalah kerja “otak”.Secara demikian, sistem saraf tidak lain dari suatu perangkat yang terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan jaringan sel-sel saraf yang sangat kompleks – dengan fungsi dan karakteristiknya tersendiri. Sistem inilah yang mengurus proses pengiriman informasi (pesan), menerima (rangsang, dalam ataupun luar) dan sekaligus mengolahnya sedemikian rupa sehingga muncul suatu respon yang tepat (bersifat menjaga, melindungi atau mencapai suatu keadaan tertentu). Apakah keberadaan suatu sistem saraf dengan sendiri menghasilkan suatu kualitas kinerja sebagaimana seluruh fungsi yang dimilikinya?Pada manusia kita menemukan banyak keragaman – tentu dari ketersediaan organ dan sistem yang ada. Keragaman dimaksud kita pandang disebabkan oleh: (1) factor internal, bawaan atau keadaan awal; dan (2) factor eksternal, atau lingkungan tempat dimana manusia tersebut berada. Kuantitas dan kualitas sistem saraf akan sangat ditentukan oleh proses pembentukannya, dalam masa pertumbuhan. Pada tahap berikutnya menyangkut kinerja dari sistem saraf akan ditentukan oleh factor-faktor eksternal, dan factor gabungan antara factor internal dan eksternal. Apa yang hendak dikatakan di sini bahwa suatu sistem saraf pada dasarnya 38
makalah akademik
adalah sistem yang (i) dibangun (pembentukan, “diciptakan”), (ii) yang tumbuh (sampai pada batas tertentu) dan (iii) berkembang (dari segi kemampuan). Konsepsi pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan, membuka ruang kesempatan bagi kita untuk memikirkan suatu sistem saraf yang bekerja dalam kerangka Nawacita (Trisakti), dengan keutamaan membangun dari desa, atau desa sebagai garis depannya, sebagai subyek dari pembangunan. Arah tersebut membutuhkan beberapa hal pokok, yakni: (1) badan, atau organ kerja; (2) jelas apa yang hendak dilakukan, atau apa yang hendak dikerjakan; dan (3) pengendalian, suatu mekanisme yang mengontrol dan memastikan seluruh proses berjalan sebagaimana maksudnya: keputusan dari atas sama dan sebangun dengan apa yang diinginkan atau yang menjadi kebutuhan di bawah; sebaliknya aspirasi arus bawah kongruen dengan keputusan politik yang diambil di tingkat pusat (atas); yang bottom up sama dan sebangun dengan top down, pun sebaliknya. Kesemuanya itu, tidak saja melibatkan pergerakan barang dan jasa, tetapi juga pergerakan informasi.Bagi kita, pergerakan informasi adalah pergerakan otak, pergerakan sistem saraf. Apakah organ kerja Nawacita, atau seluruh pergerakan yang hendak mewujudkan Trisakti (berdaulat, berdikari, dan berkepribadian), telah memiliki suatu sistem saraf (sistem saraf Nawacita, SSN).Atau apakah sistem semacam ini dibutuhkan? Bagaimana susunan dan cara kerja dari suatu SSN? Kalau kita berpandangan bahwa suatu tujuan hanya dapat dicapai jika dan 39
konsep rancangan peraturan presiden
hanya jika semua syarat yang dibutuhkan untuk suatu kinerja dengan kualitas dipenuhi atau tersedia. Jika kita berkaca pada kinerja manusia (yang dilengkapi dengan suatu sistem saraf), maka kinerja individu tersebut akan sangat bergantung kepada kemampuannya dalam memberikan respon secara benar atas segala dinamika yang berlangsung, baik di dalam maupun di luar. Suatu respon yang benar adalah cerminan kemampuan diri dalam mendapatkan informasi yang benar (dan dapat dipertanggungjawabkan, akurat), mengolah, dan menyimpannya, yang sedemikian rupa sehingga ketika dibutuhkan dapat disediakan dengan cepat dan baik.Ketika seorang petani ada di tengah sawah, maka seluruh “ingatan” diarahkan pada seluruh segi yang dibutuhkan dalam kerja sawah. Jika saja “ingatannya” melayang, pergi atau tercerabut dari kenyataan dimana dia berada, maka dengan sendirinya akan muncul masalah. Mulai dari kinerja yang buruk, sampai dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan. Artinya, pada diri yang dilengkapi dengan sistem saraf yang baik, akan dengan sendirinya menghimpun informasi yang dibutuhkan, dan memblok informasi yang tidak dibutuhkan. Dalam kerangka kerja Nawacita, maka dapat dikatakan bahwa pencapaian perwujudan Nawacita akan sangat bergantung pada kemampuan “pemerintahan yang mendasarkan diri pada ajaran Trisakti”, dalam memberikan respon dan menyesuaikan diri, dengan harapan, kenyataan-kenyataan social-ekologi, dan sejumlah kejadian yang langsung atau tidak langsung, berpengaruh dalam langkah-langkah pembangunan. Dalam 40
makalah akademik
konteks desa, dapat dikatakan bahwa segala usaha desa untuk menggerakan suatu pembaruan desa, akan sangat bergantung pada kemampuan desa untuk memahami kenyataan-kenyataan sosio-ekologi, memahami kemampuan atau daya dukung lingkungan, memahami sumberdaya yang tersedia, dan memahami harapan dan partisipasi warga14. Lebih dari sekedar memahami adalah kemampuan dalam memberikan respon serta secara cepat menyesuaikan diri dengan semua kenyataan tersebut, sedemikian sehingga dihasilkan suatu jenis kinerja yang baik dan bermakna. Dengan cara berpikir yang demikian ini, kita hendak menegaskan tentang pentingnya suatu SSN, yang diperkuat dengan subsistem yang bekerja di desa dan kawasan, yang merupakan wujud dari langkah membangun dari desa. Bagaimana susunan dari SSN? Oleh sebab kita “meniru” kinerja dari sistem saraf pada manusia, maka kita sebenarnya juga berharap bahwa dengan sistem ini, maka kemampuan kerja-kerja mewujudkan Nawacita (dengan desa sebagai garis depannya), akan lebih tinggi, terutama yang ditunjukan oleh kemampuannya dalam bertindak, mendengar, merasakan, dan berpikir (secara cepat dan benar), sehingga menghasilkan rangkaian perbuatan yang menggambarkan langkah pencapaian Nawacita. Pembangunan (dari nasional sampai ke desa, dan demikian sebaliknya), membutuhkan informasi dan pengetahuan khusus.Ada informasi yang kita himpun, sedemikian rupa sehingga ketika dibutuhkan dapat tersedia dengan cepat dan mudah. Ada informasi yang tidak kita butuhkan, dan karenanya akan diblok, agar tidak mengganggu kerja-kerja produktif, atau tidak membuat distorsi yang tidak diinginkan. Arahnya agar 41
konsep rancangan peraturan presiden
seri konsep regulasi
penyelenggaraan negara benar-benar punya kemampuan bereaksi secara benar, tepat dan fleksibel.Tentu hal ini hanya dapat diwujudkan jika negara dilengkapi dengan sistem syaraf dengan dukungan teknologi koneksi yang tinggi (tepat guna), agar punya daya dalam mendistribusikan informasi secara cepat dan tepat.
Oleh sebab itulah susunan SSN, secara umum mengikuti kerangka berpikir sistem saraf manusia, yang berarti: (1) memiliki apa yang disebut sebagai sistem saraf pusat (SSP); dan (2) memiliki sistem saraf depan (SSD, diambil dari pikiran bahwa Desa Garis Depan Nawacita). SSP adalah pusat “pikiran” dan “kendali”. SSD mengurus dua soal sekaligus: (i) kendali internal – kesiapan diri dalam menghadapi dinamika internal dalam rangka menghadapi situasi eksternal; dan (ii) interaksi eksternal, baik dalam kerangka menerima segala hal yang berasal dari luar, maupun 42
makalah akademik
penyampaian respon yang diberikan atas situasi eksternal yang berkembang. SSD berada di desa, yang dalam hal ini, akan mengambil posisi ganda, pada satu sisi menjadi SSP (sejalan dengan konsep otonomi desa), dan di sisi yang lain akan menjadi SSD (lihat UU Desa). SSN pada dasarnya adalah produk pertemuan dua arus utama, yakni arus dimana makin dibutuhkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih dari apa yang kini berjalan, dan arus dimana teknologi makin mampu mengatasi kelemahan-kelemahan biologis manusia, seperti kapasitas dalam menyimpan informasi, kecepatan kerja, dan lain-lain. Kita dapat membayangkan suatu keadaan dimana kerja otak (dari suatu tim, atau dari suatu birokrasi pemerintahan) dapat dihimpun sedemikian rupa sehingga seluruh pikiran yang berkembang, bukan hanya terekam dengan baik, namun juga terkoneksi (terhubung) satu sama lain, sehingga membentuk jaringan pikiran dan aktivitas yag dinamis. Dengan sistem saraf tersebut, maka berbagai operasi dasar pemerintahan atau layanan publik, akan mendapatkan umpan balik dari publik, dan kemudian diolah oleh piranti yang tersedia (piranti keras, yang telah dilengkapi piranti lunak), sedemikian diperoleh informasi yang memberikan dasar bagi tindakan response yang lebih cepat dan tepat. Kita tentu akan membayangkan suatu jenis kualitas kerja baru dari pelayanan publik, dan berbagai tugas pemerintahan, yakni suatu kualitas yang didukung oleh suatu sistem yang membantu dalam mensinkronisasi proses pengambilan dengan realitas yang berkembang secara dinamis – sebagai konsekuensi dari proses 43
konsep rancangan peraturan presiden
demokrasi, dan keterbukaan informasi. Di masa depan, sistem ini tentu akan semakin canggih dan kompleks, terutama jika telah dikembangkan kemampuan dalam mengolah citra, wajah manusia, ekspresi, nuansa, dan lain-lain, sehingga kecerdasan sistem akan semakin meningkat. Peningkatan ini akan menjadi keniscayaan, mengingat sistem ini pada dasarnya adalah kombinasi antara kecerdasan individu, kecerdasan komunitas, dan kemajuan dalam teknologi informasi. [lihat bagan berikut].
Sistem Saraf Sistem Infromasi Depan: SSD, Sistem Infromasi Desa dan Kawasan SIDeKa Sistem Infromasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) Sistem Infromasi Desa dan Kawasan (SIDeKa) Desa dan Kawasan (SIDeKa) (SIDeKa)
Sistem Respon Internal Keadaan Positif sistem saraf kendali (ke dalam) Sistem Respon Internal Problem
Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem Saraf Depan: SSD, SIDeKa Sistem Penyerapan Informasi
Sistem Infromasi Sistem Infromasi Desa dan Kawasan Sistem Infromasi Desa dan Kawasan Sistem Infromasi (SIDeKa) Desa dan Kawasan Sistem Saraf (SIDeKa) Desa dan Kawasan (SIDeKa) Depan: (SIDeKa)SSD, SIDeKa
sistem saraf interaksi (ke luar) Sistem Output (respon ke luar)
Konsepsi tentang sistem saraf (SSN) dengan sendirinya menempatkan SIDeKa, sebagai sistem saraf depan (SSD) dan sekaligus sub-sistem dari SSP. Konsepsi ini dikembangkan sebagai respon terhadap: Pertama, kenyataan dimana kemajuan ICT telah demikian pesat, dan bergerak eksponensial – suatu 44
makalah akademik
perkembangan yang belum pernah terduga dan cepat. Desa adalah juga sasaran atau obyek pergerakan kemajuan ICT.Internet masuk desa, merupakan salah satu aspek dari banyak aspek dan layanan yang berkembang. Penggunaan IT dalam mengelola pemerintahan desa, mulai dan terus berkembang. Tuntutan untuk transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, dalam batas tertentu terjawab dengan e-gov di tingkat desa. Dengan berbagai aplikasiyang telah berkembang, layanan publik dimudahkan, dan keterlibatan publik makin besar, yang secara demikian akan meningkatkan kualitas layanan publik. Dalam buku berjudul: Buku Pintar Sistem Administrasi dan Informasi Desa, yang disusun oleh FPPD (Forum Pengembangan Pembaharuan Desa) dan Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) tahap II (2014), Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri, Tarmizi A. Karim, mengatakan: “Sistem Administrasi dan Informasi Desa/Kelurahan (SAID/K) yang dikembangkan Combine Resource Institu-tion (CRI) merupakan sebuah aplikasi yang membantu pemerintahan desa dalam mendokumentasikan data milik desa guna memudahkan proses pencariannya. Sedang-kan dalam arti luas dimaksudkan sebagai suatu rangkaian/sistem (baik mekanisme, prosedur hingga pemanfaatan) yang bertujuan untuk mengelola sumber daya yang ada di desa. Adanya dokumentasi data tersebut pada akhirnya bisa menjadi pangkalan data (database) warga yang bisa dimanfaatkan untuk membantu peningkatan kinerja pelayanan publik, pemetaan sosial, perencanaan pembangun-an desa, hingga mitigasi kebencanaan.” 45
konsep rancangan peraturan presiden
Dengan sebuah aplikasi berbasis teknologi informasi ini tentunya pengelolaan data dan informasi yang dibutuh-kan oleh warga dan pemerintah supra desa akan dengan mudah, cepat dan akurat dalam proses penyajiannya. Pada akhirnya program apapun yang dilakukan oleh pemerintah akan semakin berkualitas, berdaya guna dan tepat sasaran. Adanya kebutuhan untuk dijalankannya dua arus utama secara bersamaan dan bertemu, yakni arus atas (top down) dan arus bawah (bottom up).Negara dalam hal ini memiliki kewajiban untuk membangun desa, dan pada sisi yang lain, desa memiliki hak untuk mengubah kondisi dan posisinya, melalui langkahlangkah pembaruan desa, yang sepenuhnya berdasarkan kenyataan-kenyataan, harapan dan tantangan setempat.Para penggiat aplikasi Sistem Informasi Desa15, menemukan keadaan dimana data di desa, tidak cukup memadai untuk menjadi instrument pokok pembangunan desa.Baik karena prosesnya, kualitasnya, maupun akurasinya dalam memberikan gambaran yang lebih dekat dengan kenyataan di situ dan kini. Dimensi kekinian dan kedisinian, sangat penting, agar data menjadi relevan dan dapat menjadi dasar bagi langkah-langkah yang benar: menjadi jawaban atas masalah-masalah setempat, jangka dekat dan jauh. Dengan demikian, SID bukan hanya sekedar sebagai suatu aplikasi informasi, tetapi juga perlengkapan pendukung untuk penguatan partisipasi dan sekaligus perlengkapan pendukung gerak pembangunan desa (baik dari atas maupun dari bawah).
46
makalah akademik
Dengan kenyataan tersebut dapat: (1) pemerintah pusat dan atau pemerintahan supra desa, mengalami kesulitan untuk menyusun suatu rencana pembangunan yang persis sebagaimana yang dibutuhkan dan didasarkan pada kenyataan setempat, oleh sebab tidak tersedia data yang cukup, dan tidak tersedia saluran yang memadai yang dapat memberikan gambaran persis mengenai apa yang menjadi harapan rakyat desa; (2) pemerintahan desa dan komunitas, yang jika mengandalkan data desa sebagaimana yang termuat dalam profil desa, tentu juga akan kesulitan dalam mengembangkan rencana kerja kongkrit yang menjadi tantangan desa, oleh tidak tersedia 47
konsep rancangan peraturan presiden
data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Desa mengakui bahwa data yang tersedia, bukan saja kurang mencerminkan kenyataan, namun juga sangat sulit untuk “dipanggil” (menemukan data secara cepat dan dalam kondisi baik), oleh sebab sistem dokumentasi data tidak memadai, dan cenderung merusak data. Keadaan ini sudah barang tentu menyulitkan keinginan untuk mengembangkan suatu proses pengambilan keputusan yang demokratik dan tepat. Di sisi yang lain, desa juga kehilangan kesempatan untuk mengkonsolidasi pengetahuan yang mereka kembangkan, untuk membangun apa yang layak disebut sebagai kecerdasan desa. Dalam kerangka inilah SIDeKa dikembangkan, sebagai suatu visi teknologi-desa, yang pada satu sisi merupakan upaya desa dalam mengembangkan sistem yang akan didukung oleh berbagai jenis aplikasi sesuai dengan kebutuhan setempat, dan sejalan dengan kebutuhan pembangunan nasional. Aplikasi SAID/K (Sistem Administrasi dan Informasi Desa/Kelurahan), adalah contoh aplikasi, yang lebih berfokus pada penyediaan layanan administrasi kependudukan, kendati dalam kenyataan memiliki banyak fungsi ikutan dalam rangka memperkuat e-gov. Pengalaman banyak desa, yang telah mengembangkan sistem informasi berbasis web, pada khususnya yang menggunakan domin desa.id, memperlihat dengan jelas tentang dinamika dan perkembangan kebutuhan yang meluas – yang lebih dari sekedar perkara data kependudukan. Ada kebutuhan untuk membangun komunikasi yang luas, terutama untuk maksud pembelajaran dan promosi – khususnya untuk desa-desa dengan 48
makalah akademik
potensi wisata desa yang baik.Dengan masuk ke dalam jaringan dan terkoneksi, maka desa-desa tersebut telah dapat menghadirkan profil singkat desa ke dalam dunia maya, dan memudahkan siapa saja untuk melihat, menyebarluaskan informasi, dan melakukan koneksi langsung. Kebutuhan ini sudah barang tentu menantang para pekerja ICT, untuk mengembangkan berbagai jenis aplikasi, yang menjawab dan melayani kebutuhan desa. Dengan SiDeKa yang didukung oleh aplikasi tepat guna, maka: (1) kepada desa dan supra desa, dalam kepentingan pembangunan, investasi, dan atau upaya-upaya pemberdayaan, akan dapat disediakan data yang dibutuhkan, baik dalam kerangka merancang suatu program pembangunan maupun program dukungan, maupun dalam kerangka mengambil keputusan strategis. Jika negara bermaksud mencapai swasembada pangan dan energy, serta mampu dengan cepat mengentaskan warga miskin, maka tidak terhindarkan adanya kebutuhan akan data yang akurat mengenai keadaan alam, keadaan tanah, dan berbagai informasi lain berkait dengan pertanian di desa-desa. Data yang dimaksud, tentu bukan data hasil pengolahan, melainkan data primer, yang mampu memberikan gambaran kongkrit mengenai kapasitas desa dalam ikut ambil bagian dalam percepatan produksi pertanian pangan. Pada sisi yang lain, dalam soal kemiskinan, sampai hari ini kita belum punya data yang paling dapat dipercaya: tidak hanya dekat dengan kenyataan, namun juga bersifat mutakhir; (2) bukan hanya data yang akan mengalir dari bawah ke atas, namun juga 49
konsep rancangan peraturan presiden
aliran informasi dari atas ke bawah, pada khususnya mengenai proses kebijakan, kebijakan dan berbagai informasi lain yang dibutuhkan desa dan para pihak lainnya. Kita juga mengetahui bahwa sampai kini, informasi dari atas menjadi semacam komoditas, yang daripadanya muncul banyak sekali kegiatan spekulasi, dan pada gilirannya menjadi dasar bagi praktek manipulasi yang justru merugikan desa, serta bangsa secara keseluruhan.Aliran informasi yang multi arah, tidak saja bermakna mengalirkan, tetapi juga mencegah yang tidak perlu, dan membantu membacanya sebagai sebuah kecenderungan, sehingga dapat diperoleh gambaran tentang keadaan untuk suatu periode tertentu. Dalam upaya negara mengentaskan kemiskinan, kita hedak menekankan tentang pentingnya kebijakan satu data, dengan kualitas data yang baik, akurat dan mutakhir – serta tepat, karena didasarkan pada indicator yang dekat dengan kenyataan.Kita menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya data yang baik, maka pelaksanaan program pengentasan kemiskinan sangat sulit diukur tingkat keberhasilannya secara baik.Baik menyangkut ketepatan sasaran program, maupu dalam pembelanjaan. Oleh sebab itulah, kehadiran suatu sistem informasi, sebagaimana SIDeKa dimaksudkan, akan sangat mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pada khususnya memperkuat basis bagi kebijakan satu data dalam program pengentasan kemiskinan. Desa sendiri dalam hal ini sangat berkepentingan, baik dalam soal menyusun data yang dimaksud, maupun dalam mengakses informasi mengenai program pengentasan kemiskinan, agar desa dapat ambil bagian sejak dalam proses perencanaannya. 50
makalah akademik
Di atas itu semua, sebagaimana yang telah dikatakan di depan, bahwa yang hendak dikembangkan adalah suatu sistem saraf Nawacita, yang bekerja layaknya sistem saraf manusia. Dengan sistem tersebut, desa dan supra desa (termasuk pusat), akan memiliki suatu kecepatan tertentu dalam memberikan reaksi atas suatu keadaan. Sebagai contoh, ketika tersentuh benda dengan suhu tinggi, tangan secara refleks bergerak menjauh, dan diambil tindakan tertentu, yang intinya menghindari bahaya dan atau menyelamatkan diri. Sebaliknya, ketika terlihat buah durian yang sudah layak untuk dipetik, maka dengan sigap dicari alat bantu untuk menjolok durian tersebut, dan berbagai upaya pendukungnya. Yang satu menghindar dan yang lain menggapai. Kedua reaksi yang berlawanan ini, dapat muncul cepat, sesuai dengan keadaan yang berkembang. Ketika terserang hama tikus atau hama lain yang mengancam produksi pertanian di desa tersebut, maka dengan cepat dapat ditemukan langkah yang tepat. Dikatakan tepat, tentu bukan karena kecanggihannya, namun karena ketersediaan data yang mutakhir (dimana setiap warga ambil bagian dalam membangun data desa), sehingga wabah diatasi sebelum berkembang menjadi besar.Demikian halnya ketika memberikan respon terhadap program pengentasan kemiskinan dari pusat, desa akan menampilkan kinerja yang baik, sehingga tidak terjadi duplikasi, dan lebih penting lagi kegiatan akan terukur dengan baik, sehingga kemajuan atau kemundurannya dapat diketahui. Segala potensi dapat dikelola dengan baik, dan segala tantangan diatasi sejak dini.
51
konsep rancangan peraturan presiden
Sebagai sebuah sistem syaraf Nawacita, SIDeKa tentu tidak hanya dilengkapi dengan aplikasi yang diperuntukan bagi peningkatan layanan pemerintah desa, seperti aplikasi kependudukan, keuangan desa, dan berbagai aplikasi untuk layanan dasar, namun juga dengan suatu sistem yang mengintegrasikan desa-desa dalam suatu jaringan, yang terkoneksi dengan baik, mengintegrasikan desa-desa dengan sistem diatasnya, yakni kabupaten, propinsi dan pusat. Sistem yang dimaksud, tidak hanya peduli dengan pencarian atau penghimpunan, serta penyimpanan data, melainkan juga sistem yang meningkatkan “kepekaan” desa, dan sekaligus meningkatkan “kecerdasan desa” – yang secara demikian memuat pula semacam “aplikasi kecerdasan buatan”, yang mendukung seluruh pergerakan informasi tersebut. Oleh karena kita tidak ingin desa hanya menjadi penonton, maka dibutuhkan tiga jenis kebaruan yang mendesak dimiliki desa, yakni: (1) kesadaran baru – suatu kesadaran yang menempatkan informasi sebagai titik penting dalam keseluruhan pergerakan desa untuk membangun; (2) ketrampilan baru – pada khususnya dalam menghimpun, mengolah, mengelola dan menggunakan informasi, termasuk penggunaan teknologi informasi; dan (3) kebiasaan baru. Apa yang paling utama dari hal yang terakhir ini adalah bahwa soalnya bukan terletak pada sekedar penghimpunan informasi, melainkan pada kemampuan untuk menatanya menjadi sumber informasi yang akurat, berdaya guna dan memberi dasar benar bagi usaha mengubah kondisi dan posisi desa.
52
makalah akademik
Posisi desa sebagai subyek di dalam proses pembangunan (membangun dari desa, Desa Garis Depan Nawacita), tentu saja membutuhkan suatu cara baru dala mengurus negara, untuk memastikan negara berjalan di jalan yang benar, dan melangkah untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita proklamasi. Kita tidak mungkin mendapatkan hasil baru dengan cara yang lain. Oleh sebab itulah, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kemampuan negara agar dapat hadir dengan cara yang berbeda, cara baru. SIDeKa dalam batas tertentu hendak kita beri makna sebagai cara baru kehadiran negara. Kehadiran negara haruslah suatu kehadiran yang kongkrit, yakni kehadiran yang mampu menjadi jawaban atas masalah-masalah rakyat, bangsa dan negara, khususnya masalah-masalah masyarakat desa.Oleh sebab itulah, politik negara haruslah politik yang bersentuhan langsung dengan rakyat.Suatu politik yang menghasilkan keputusan benar, yaitu keputusan yang didasarkan pada pengetahuan yang luas dan persis tentang kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat. SIDeKa pada dasarnya adalah sistem saraf, Sistem Saraf Nawacita. Dengan sistem ini, kita mengharapkan: Pertama, makin baiknya kualitas layanan publik. Kedua, makin terintegrasinya informasi (satu data), sedemikian sehingga response para pihak menjadi semakin cepat dan tepat.Ketiga, makin menempatkan masyarakat (desa) sebagai subyek, sebagai pusat, yang ditunjukan oleh kemudahan akses dan layanan. Keempat, makin terkoneksi, sedemikian semua operasi menjadi 53
konsep rancangan peraturan presiden
semakin cepat, efisien dan memungkinkan proses-proses baru yang tidak mengandalkan kertas, pertemuan, dan lain-lain. Kelima, makin memungkinkan menghimpun pikiran-pikiran sehingga membentuk kecerdasan komunitas (desa). Pada intinya kita akan mendapatkan lebih dari apa yang selama ini dapat kita peroleh dengan cara-cara lama.
D. LANDASAN HUKUM SIDEKA 1. Peraturan Presiden sebagai Landasan Hukum SIDEKA Amanat dalam UU Desa menegaskan bahwa Sistem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan (SIDEKA), perlu dikembangkan dalam rangka desa mendapatkan akses data pembangunan desa dan kawasan perdesaan. Pasal 86 UU Desa menyatakan bahwa: (1) Desa berhak mendapatkan akses melalui sistem Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; (3) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia; (4) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; (5) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan dan; (6) Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota menyediakan perencanaan pembangunan Kabupaten/ 54
makalah akademik
Kota untuk Desa. Amanat UU tersebut dengan jelas bahwa desa ada pengembangan perangkat SIDEKA yang menjadi alat masyarakat dalam pengelolaan pembangunan desa dan kawasan perdesaan secara transparan dan akuntabilitas. Sistem informasi desa selama telah berkembang di beberapa titik desa yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, relawan desa atau inisiatif desa sendiri ada beberapa model yang dikembangkan. Salah satu persoalan tersebut muncul karena ketiadaan peraturan pelaksana mengenai sistem informasi desa. Jika merujuk pada ketentuan Pasal 86 UU Desa, maka jelas bahwa UU telah mengamanatkan dengan memberikan hak kepada Desa atas akses melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta hak pengelolaan sistem informasi desa. Persoalannya bagaimana desa dapat mengelola sistem informasi desa dalam rangka memenuhi hak desa atas akses informasi? Alih-alih, Padal 86 UU Desa hanya mengamanatkan adanya sistem informasi desa, sedangkan bagaimana pengelolaannya tidak diatur lebih lanjut, bahkan Pasal 86 UU Desa tidak memberikan delegasi untuk mengatur teknis sistem infromasi desa dalam perturan perundang-undangan di bawah Undang-undang. Dengan demikian, Pasal 86 UU Desa telah terjadi kekosongan hukum dalam rangka pelaksanaan Sistem Informasi Desa. Berdasarkan hal tersebut, maka persoalannya semakin mengkerucut, yaitu apa bentuk produk hukum yang tepat untuk mengatur Sistem 55
konsep rancangan peraturan presiden
Informasi Desa, agar ketentuan Pasal 86 UU Desa dapat dilaksanakan? Dalam menjawab persoalan tersebut, maka ada baiknya melihat hirarki peraturan perundang-undangan berdasarkan UU. No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Dalam Pasal 7 disebutkan: (1) Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Merujuk pada ketentuan Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka pertauran perundang-undangan setelah undang-undang adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Dengan demikian, merujuk pada Pasal 86 UU Desa serta Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka ada 2 (dua) produk hukum yang dapat digunakan untuk mengatur mengenai Sistem Informasi Desa, yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. 56
makalah akademik
Lebih lanjut, untuk melihat mana diantara dua produk hukum yang tepat dan memungkinkan untuk mengatur Sistem Informasi Desa sebagai pelaksanaan dari Pasal 86 UU Desa, maka perlu sekiranya mengkaji terlebih dahulu kedua bentuk produk hukum tersebut. 1.
Peraturan Pemerintah Ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya”. Ketentuan konstitusi tersebut selanjutnya ditegaskan dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Pasal 1 angka 5, disebutkan bahwa Definisi Peraturan Pemeirntah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Lebih lanjut, materi muatan dari Peraturan Pemerintah itu sendiri sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 12 UU No. 12 tahun 2011, yaitu Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan UndangUndang sebagaimana mestinya. Dalam penjelasan Pasal 12 tersebut dijelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan”.
57
konsep rancangan peraturan presiden
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah dibuat oleh Presiden hanya untuk melaksanakan undang-undang. Tidak ada Peraturan Pemerintah dibuat untuk melaksanakan UUD 1945, atau semata-mata didasarkan pada kewenangan mandiri (original power) Presiden membentuk peraturan perundangundangan. Menurut Ni’matu Huda, yang dimaksud dengan “melaksanakan undang-undang”, bahwa Peraturan Pemerintah hanya berisi ketentuan lebih lanjut (rincian) dari ketentuan-ketentuan yang telah terdapat dalam undang-undang. Dengan perkataan lain setiap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah harus berkaitan dengan satu atau beberapa ketentuan undang-undang. Jelas bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah adalah keseluruhan materi muatan undang-undang yang dilimpahkan kepadanya.16 Dengan demikian, jelas bahwa Peraturan Pemerintah dibentuk berdasarkan delegasi dari undang-udang. Artinya, undang-undang harus mencantumkan secara tegas apabila menghendaki diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Persoalanya bagaimana jika Undang-undang tidak menyebut secara tegas untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah? Dalam pandangan A. Hamid Attamimi sebagaimana dikutip oleh Ni’matul Huda mengatakan:17 “Suatu Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meski 58
makalah akademik
undang-undang yang bersangkutan tidak memintanya dengan tegas, atau meski undangundang itu tidak menyatakan dalam ketentuannya tentang perlunya sebuah Peraturan Pemerintah. Meskipun Peraturan Pemerintah merupakan peraturan delegasian dari undang-undang, dan mendelegasikan kewenangan memerlukan pernyataan yang tegas, namun dalam hal Peraturan Pemerintah ini pendelegasian kewenangan itu sudah “dilakukan” secara tidak langsung dalam UUD 1945 Pasal 5 ayat (2) dalam wujud kekuasaan reglementer. Sebaliknya Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk meski kekuasaan reglementer sudah diberikan oleh UUD 1945, menginagt sifat dan hakikat Peraturan Pemerintah yang berfungsi menjalankan undang-undang tersebut.” Pandangan Attamimi tersebut terlihat lebih realistik, mengingat banyaknya undang-undang yang masih membutuhkan Peraturan Pemerintah, tetapi dalam undang-undang tersebut kadang tidak tercantum dengan tegas ‘diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah’, menyebabkan Peraturan Pemerintah memang harus bisa hadir untuk memenuhi kekosongan hukum, agar implementasi suatu norma dalam undang-undang dapat berjalan dengan berdasarkan ketentuan hukum itu sendiri. Dalam pandangan Atamimi tersebut memang dimungkinkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah, 59
konsep rancangan peraturan presiden
walau undang-undang tidak menghendakinya secara langsung. Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan ialah perlunya batasan dalam membentuk Peraturan Pemerintah yang undang-undang tidak secara tegas menghendakinya. Beberapa hal yang harus menjadi batasan membentuk Perturan Pemerintah, dalam hal undang-udang tidak menghendakinya secara langsung, yaitu:18 a.
Materi muatan mengandung hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban rakyat banyak, atau dalam batas-batas tertentu berkaitan dengan hak asasi atau salah satu hak yang dijamin UUD 1945. b. Berfungsi untuk melaksanakan undang-undang. c. Materinya tidak mengubah atau tidak menambah dan mengurangi, serta tidak mnyisipi suatu ketentuan dan juga tidak boleh memodifikasi materi dan pengertian yang telah ada dalam undang-undang yang menjadi induknya d. Tidak berisi penetapan semata. Harus merupakan peraturan (regeling) atau kombinasi peraturan dan penetapan (beschikking). Seperti yang telah diuaraikan di atas, dalam hal suatu undag-undang tidak menyebut tegas ‘diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah’, maka Presiden dapat membentuk suatu Perturan Pemerintah. Akan tetapi, yang patut untuk dijadikan catatan, walau Konstitusi memberikan wewenang reglementer kepada Presiden 60
makalah akademik
untuk membentuk suatu Peraturan Pemerintah, UU No. 12 tahun 2011 telah mengatur dengan tegas bahwa Peraturan Pemerintah dibentuk untuk menjalankan undang-undang. Artinya, tidak lain dan tidak bukan, bahwa kewenangan membentuk Peraturan Pemerintah bukan kewenangan regelementer yang mandiri (original power) Presiden, melainkan kewenangan reglementer yang bersifat atribusi (perlu adanya delegasi yang tegas dan jelas dari UU). Dengan demikian, Peraturan Pemerintah adalah suatu bentuk peraturan perundang-undangan untuk menjalankan undang-undang yang dibentuk dengan mendasarkan pada adanya perintah dalam UU tersebut, yang menghendaki diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Kehendak tersebut harus jelas dan tegas disebutkan dalam undang-undang. 2.
Peraturan Presiden Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Ketentuan konstitusi tersebut meyatakan secara tegas bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan mendasarkan pada ketentuan tersebutlah, maka Presiden berwenang untuk mengeluarkan Peraturan Presiden. Ketentuan konstitusi tersebut, lebih lanjut terderevasi dalam Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011, yang mengatur tentang materi muatan Peraturan Presiden. Ketentuan Pasal 13 UU No. 12 tahun 2001 tersebut menyatakan 61
konsep rancangan peraturan presiden
bahwa:”Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, meteri untuk melaksankan Peraturan Pemerintah, atau meteri untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah”. Kemudian dalam penjelasan Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 tersebut dijelaskan bahwa:”Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya”. Penjelasan Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 tersebut diatas menyatakan bahwa Peraturan Presiden dapat dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya. Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagai atribusi dari Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945. Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahakan pembentukannya.19 Dengan demikian, materi muatan Peraturan Presiden ada 3 (tiga) jenis, yaitu:20 1.
62
Yang diperoleh dari kewenangan atribusi yang dimiliki Presiden dalam rangka penyelenggaraan
makalah akademik
2. 3.
pemerintahan negara. Materi muatan Perpres ini yang didasarkan langsung pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, yang mengatribusikan kewenangan umum pengaturan oleh Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersifat pengaturan dan mandiri. Materi keputusan yang demikian tidak tertentu linkupnya. Yang didasarkan pada UU yang memerintahkan untuk diatur lebih lanjt dengan Perpres. Yang didasarkan pada PP yang mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut kepada Perpres. Materi muatan Peraturan Presiden yang demikian tertentu lingkupnya.
Menurut Jimly Asshiddiqie, penjelasan Pasal 13 itu harus dipahami dalam arti “diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Misalnya undang-undang menentukan bahwa ketentuan mengenai pelaksanaan pasal sekian “diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden”, atau dapat pula dinyatakan “diatur lebih lanjut oleh pemerintah”. Contoh pertama adalah diperintah yang bersifat tegas, sedangkan contoh kedua adalah perintah yang tidak tegas. Perintah yang tegas langsung menyebut bentuk hukum Peraturan Presiden sebagai bentuk penuangan norma peraturan pelaksanaan undang-undang itu. Sedangkan dalam contoh kedua, pengaturannya diserahkan kepada pemerintah yang dapat saja menetukan bentuk peraturan mana yang dianggap tepat. Misalnya pemerintah dapat menuangkan norma 63
konsep rancangan peraturan presiden
hukum dimaksud delam bentuk Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presiden (Perpres).21 Materi muatan Peraturan Presiden (berupa peraturan perundang-undangan) sebagai perwujudan kekuasaan asli Presiden, terutama mencakup semua kekuasaan Presiden untuk menjalankan pemerintahan (administrasi negara), baik yang bersifat instrumental maupun yang bersifat pemberian “jaminan” terhadap rakyat. Sedangkan materi muatan Peraturan Presiden yang bersumber pada delegasi akan terdiri dari materi muatan yang didelegasikan tersebut. Dari pembahasan di atas sangat jelas bahwa, Presiden seyogyanya dapat menentukan sendiri norma-norma aturan kebijakan atau policy rules (beleides regels) yang diperlukan untuk menjalankan undang-undang. Jika Pemerintah dibatasi terlalu kaku, sehingga tidak diijinkan mengatur pelaksanaan tugasnya sendiri, kecuali apa yang sudah ditentukan secara normatif oleh undang-undang, mana pemerintah akan berjalan lamban dan kaku, atau malah menjadi lame duck government yang tidak dapat efektif bekerja, terutama dalam rangka meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.22 Berdasarkan uraian mengenai 2 (dua) bentuk produk peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka Sistem Informasi Desa lebih lanjut dapat diatur dalam Peraturan Presiden. Pilihan terhadap Peraturan Presiden didasarkan atas Pasal 86 ayat (2) 64
makalah akademik
UU Desa, yang menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan”. Ketetuan tersebut jelas mengamanatkan kepada Pemerintah untuk wajib mengembangkan sistem informasi desa. Dengan demikian, oleh karena Pasal 86 UU Desa tidak menghendaki mengatur kewajiban Pemerintah tersebut dengan Peraturan Pemerintah, maka pengaturan kewajiban Pemerintah untuk mengembangkan Sistem Informasi Desa dapat diatur dengan Peraturan Presiden.
2. Asas-Asas Hukum dalam Peraturan Presiden yang Mengatur Tentang Sideka Membentuk suatu peraturan perundang-undangan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas di bidang hukum untuk dapat membentuk suatu peraturan perundang-undangan. Bahkan, seoarang sarjana hukum (S1) dapat dianggap belum ‘mumpuni’ untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang merupakan suatu norma hukum tertulis, jelas dalam pemberlakuanya akan mengikat dan mempunyai sifat memaksa kepada masyarakat. Sehingga, untuk membentuk suatu pertauran perundang-undangan selain dibutuhkan keilmuan hukum dan wawasan yang luas, juga dibutuhkan kehati-hatian dalam setiap membentuk suatu peraturana perundang-undangan.
65
konsep rancangan peraturan presiden
Dalam membentuk suatu perturan perundang-undangan, maka hal yang sangat mendasar harus diketahui dan dipahami secara keilmuan adalah mengenai asas-asas hukum dalam pembentukan perturan perundang-undangan. Asas-asas hukum dimaksud bukan hanya asas-asas hukum yang menjadi dasar (guidance) dalam membentuk peraturan perundangundangan,23 tetapi melingkupi juga asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam mengatur sesatu hal dalam suatu peraturan perundang-undangan. Sebelum membahas mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan secara mendalam, ada baiknya menguraikan terlebih dahulu mengenai asas hukum. Hal ini penting, agar dalam pembahasan mengani asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dibedakan antara asas hukum dengan norma/kaidah hukum. Kaidah hukum perlu dibedakan dari asas hukum. Menurut belleforid, asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas-asas hukum umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Dalam pandangan Paul Scholten, asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang diiisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi tidak boleh tidak harus ada. Lebih lanjut Scholten mengemukakan, asas hukum (rechtsbeginsel) adalah penting untuk dapat melihat “benang merah” dari sistem hukum 66
makalah akademik
positif yang ditelusuri dan diteliti. Untuk dapat memberikan kejelasan mengenai perbedaan antara norma hukum (rechtsnorm) dan asas hukum (rechtsbeginsel) dalam pembentukan peratuaran perundang-undangan, Paul Scholten mengemukakan, sebuah asas hukum (rechtsbeginsel) bukanlah sebuah aturan hukum (rechtsregel). Untuk dapat dikatakan sebagai aturan hukum, sebuah asas hukum adalah terlalu umum sehingga ia atau bukan apa-apa atau bicara terlalu banyak (of niets of veel te veel zeide). Penerapan asas hukum secara langsung melalui jalan subsumsi atau pengelompokan sebagai aturan tidaklah mungkin, karena untuk itu terlebih dahulu perlu dibentuk isi yang lebih konkrit. Dengan perkataan lain, asas hukum bukanlan huku, namun hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut. Asas hukum memang bukan merupakan aturan hukum, karena asas hukum tidak dapat dilaksanakan/dioperasikan langsung terhadap suatu peristiwa dengan menganggapnya sebagai bagian dari aturan umum, dengan cara subsumsi, untuk itu diperlukan isi yang lebih konkrit. Dengan perkataan lain, asas hukum bukanlah hukum, namum hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut.24 Sejalan dengan pemikiran Scholten, menurut Sudikno Mertokusumo asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundangundangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari 67
konsep rancangan peraturan presiden
peraturan yang konkrit tersebut.25 Sehubungan dengan sifat dan fungsinya yang berbeda tersebut, asas hukum dan norma hukum memberikan pengaruh yang berlainan terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam suatu sistem norma hukum, terdapat hirarki norma-norma secara berjenjang, yang menetapkan bahwa norma yang di bawah adalah abash atau mempunyai daya laku (valid) apabila dibentuk oleh dan berdasar serta bersumber pada norma yang lebih tinggi. Hal itu berlangsung berjenjang-jenjang seterusnya, hingga sampai pada norma yang tertinggi, disebut norma dasar (grundnorm).26 Pandangan hirarki norma berjenjang tersebut merupakan pandangan yang teori hukum murni yang dikemukana oleh Hans Kelsan. Menurut Arief Sidharta tesis-tesis pokok teori murni tentang hukum yang dikemukakan Hans Kelsen adalah: Dasar berlakunya suatu norma adalah norma lain yang kedudukannya lebih tinggi. Norma yang melandasi norma yang lebih rendah tidak berlangsung terus-menerus tanpa batas (regressus ad infitium). Pada akhirnya harus ada suatu norma yang dianggap sebagai norma yang tertinggi dan terakhir. Norma tertinggi ini dinamakan grundnorm. Grundnorm tidak masuk dalam tata hukum positif; ia berada di luar dan menjadi landasan (fundasi) tata hukum positif. Grundnorm berfungsi sebagai asas kesatuan yang menjalin keseluruhan norma yang majemuk itu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Norma adalah makna sebuah tindakan kemauan, yakni tindakan yang ditujukan pada perilaku 68
makalah akademik
orang lain, sebuah tindakan yang maknanya adalah bahwa bahwa orang atau orang-orang lain seharusnya berperilaku dengan cara tertentu. Norma hukum dibedakan kedalam dua jenis, yakni norma hukum yang menetapkan perilaku yang seharusnya dilakukan atau apa yang seharusnya terjadi jika kondisi tertentu terpenuhi, dan norma hukum yang memberikan kewenangan untuk membentuk norma hukum (normcrating norm). Suatu norma hukum berlaku bukan karena ia mempunyai isi tertentu, melainkan karena ia dibuat menurut cara yang ditetapkan dalam apa yang dianggap grundnorm.27 Berdasarkan hal di atas, maka jelas asas hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit, melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau abstrak. Dengan demikian, karena asas hukum itu bukanlah norma hukum, maka dia harus dilihat dari fungsinya. Sudikno mengemukakan, asas hukum mempunyai dua fungsi,yaitu fungsi dalam hukum dan fungsi dalam ilmu hukum. Pertama, asas dalam hukum mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim (ini fungsi yang bersifat mengesahkan) serta mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak. Kedua, asas dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan). Tujuannya adalah member ikhtisar, tidak nromatif sifatnya dan tidak termasuk hukum positif. Sudikno juga mengemukakan, asas hukum juga dapat dibagi menjadi asas hukum umum dan asas hukum.28 Berkaitan dengan asas-asas dalam pembentukan suatu 69
konsep rancangan peraturan presiden
peraturan perundang-undangan, Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengatur asas-asas yang menjadi dasar dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas-asas yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagaimana diataur dalam Pasal 5 dan Pasal 6, yang menyebutkan: Pasal 5 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: i. kejelasan tujuan; ii. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; iii. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; iv. dapat dilaksanakan; v. kedayagunaan dan kehasilgunaan; vi. kejelasan rumusan; dan vii. keterbukaan. Pasal 6 (1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; 70
makalah akademik
g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka jelas dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan asas-asas tersebut harus mendasarkan dan mencerminkan asas-asas yang telah diatur tersebut. Ada pun, dalam pembentukan norma yang akan diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, juga harus mencerminkan asas-asas lain yang sesuai dengan pertauran perundang-undangan yang hendak dibentuk. Sebagaimana telah diuraikan diatas mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Sistem Informasi Desa Dan Kawasan yang henda disusun, dalam pembentukannya haruslah mendasarkan pada asas-asas yang telah secara tegas diatur dalam UU Pembentukan Pertauran Perundang-undangan. Lebih lanjut, dalam mengatur SIDEKA itu sendiri dalam Rancangan Perpres tentang SIDEKA, maka harus didasarkan juga pada asas-asas yang berkaitan dengan SIDEKA. Ada pun asasasas yang yang menjadi dasar dalam pengaturan mengenai 71
konsep rancangan peraturan presiden
SIDEKA adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
kedaulatan sumber daya dalam negeri; optimalisasi; interoperabilitas; akuntabilitas; profesionalitas; partisipatif; keberlanjutan; Subsidaritas; dan Rekognisi
Asas-asas tersebut di atas merupakan asas-asas yang menjadi dasar pengaturan SIDEKA. Penggunaan asas-asas tersebut adalah agar SIDEKA yang diatur dalam Rancangan Perpres ini nantinya bias berlaku sebagai ius contituendum, tidak hanya sebagai ius constitutum.
E. URGENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA KOORDINASI DALAM PELAKNSANAAN SIDEKA Secara sedehana, istilah organ Negara atau lembaga Negara dapat dibedakan dari perkataan organ atau lembaga yang bersifat non-pemerintah, yang biasa disebut Ornop atau Organisasi Non Pemerintah yang dalam bahasa Inggris Non-Government Organization atau Non-Govenmental Organizations (NGO’s). Oleh sebab itu, lembaga apa saja yang dibentuk bukan sebagai lembaga masyarakat dapat kita sebut sebagai lembaga negara.29 72
makalah akademik
Dalam artian bahasa, Jimly Asshidiqqie menyebut konsepsi tentang lembaga negara dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia, kata staatsorgan itu diterjemhkan sebagai alat perlengkapan Negara. Dalam Kamus Hukum Fockema Andreae yang diterjemahkan oleh Saleh Adiwinata dkk, kata organ juga diartikan sebagai perlengkapan. Lebih lanjut, dalam bahsa Indonesia hal itu identik dengan lembaga Negara, badan Negara, atau disebut juga dengan organ Negara. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “lembaga” sebagai “asal mula bakal (yang akan menjadi sesuatu); bentuk asli (rupa, wujud); acuan, ikatan; badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan pola perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi social yang berstruktur”. Karena itu, istilah lembaga Negara, organ Negara, badan Negara, dan alat perlengkapan Negara seringkali dipertukarkan satu sama lain.30 Istilah organ, badan, lembaga dan alat perlengkapan Negara memang terlihat sangat identik, sehingga penggunaan istilahistilah tersbeut sering dipertukarkan. Akan tetapi, istilah-istilah tersebut sebenarnya dapat dan memang perlu untuk di bedakan, agar dalam penggunaannya tidak membingungkan. Untuk dapat memahami pembedaan dalam penggunaan istilahistilah tersebut, bukanlah hal yang mudah untuk dapat dipahami secara tepat. Oleh karenanya, yang penting untuk dibedakan apakah lembaga atau badan itu merupakan lembaga yang dibentuk oleh dan untuk Negara atau oleh dan untuk masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lembaga apa saja yang 73
konsep rancangan peraturan presiden
dibentuk bukan sebagai lembaga masyarakat dapat kita sebut sebagai lembaga Negara. Lembaga Negara itu dapat berada dalam ranah legislative, eksekutif, yudikatif ataupun yang bersifat campuran.31 Secara definitif, alat-alat kelengkapan suatu negara atau lazim di sebut sebagai lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (yudikatif). Alat kelengkapan negara berdasarkan teori-teori klasik hukum negara meliputi kekuasaan eksekutif dalam hal ini raja/presiden, kekuasaan legislatif disebut dengan parlemen atau semacam dewan perwakilan rakyat, sedangkan kekuasaan yudikatif ada pada Mahkamah Agung.32 Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah untuk menjalankan fungsi negara dan menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual.33 Dalam Wikipedia disebutkan bahwa Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau “Civilizated Organization”, di mana lembaga tersebut dibuat oleh negara, dari negara, dan untuk negara yang bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.34 Kemuidan dalam studi hukum maupun politik di Barat, lembagalembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara disebut branches of government, arms of the state, maupun organs of 74
makalah akademik
the state. Keberadaan alat-alat perlengkapan negara mencerminkan pemisahan kekuasaan negara yang diatur di dalam konstitusi.35 Untuk memahami pengertian lembaga atau organ negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ”. Siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ. Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk organik. Di samping organ yang berbentuk organik, lebih luas lagi, setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pula disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat menciptakan norma (normcreating) dan/atau bersifat menjalankan norma (norm applying). “These functions, be they of a norm creating or of a norm applying character, are all ultimately aimed at the execution of a legal sanction”36 Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan, adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata, dalam pengertian yang luas ini, organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai 75
konsep rancangan peraturan presiden
jabatan publik atau jabatan umum (publik offi¬ces) dan pejabat publik atau pejabat umum (publik offi¬cials). Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga menguraikan adanya pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil. Individu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (...he personally has a specific legal position). Suatu transaksi hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tindakan atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan.37 Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan UU merupakan organ UU, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.38 Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua 76
makalah akademik
unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya, sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Dilihat dari segi fungsinya Lembaga-Lembaga Negara ada yang bersifat utama/primer (primary constitutional organs), dan bersifat penunjang/sekunder (auxiliary state organs). Sedangkan dari segi hirarkinya lembaga negara itu dibedakan kedalam 3 (tiga) lapis yaitu:39 1.
Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan UUD 1945. Adapun yang disebut sebagai organ-organ konstitusi pada lapis pertama atau dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara yaitu ; Presiden an Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2.
Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari UUD, ada pula sumber 77
konsep rancangan peraturan presiden
kewenangannya dari Undang-Undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah Undang-Undang. Kelompok pertama yakni organ konstitusi yang mendapat kewenangan dari UUD misalnya Menteri Negara, Komisi Yudisial (KY), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara, Komisi pemilihan umum, Bank Sentral. Kelompok kedua organ institusi yang sumber kewenangannya adalah Undang-Undang misalnya seperti Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan lain sebagainya. Walaupun dasar/sumber kewenangannya berbeda kedudukan kedua jenis lembaga negara ini dapat di sebandingkan satu sama lain, hanya saja kedudukannya walaupun tidak lebih tinggi tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam UUD, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentukan Undang-Undang. Sedangkan Kelompok Ketiga yakni organ konstitusi yang termasuk kategori Lembaga Negara yang sumber kewenangannya berasal dari regulator atau pembentuk peraturan di bawah Undang-Undang, misalnya Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. 3.
78
Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh UUD 1945 yaitu: Pemerintah Daerah Provinsi; Gubernur; DPRD Provinsi;
makalah akademik
Pemerintahan Daerah Kabupaten; Bupati; DPRD Kabupaten; Pemerintahan Daerah Kota; Walikota; DPRD Kota. Disamping itu didalam UUD 1945 disebutkan pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh UUD, sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional. Lembaga-lembaga negara baik dibentuk berdasarkan konstitusi maupun dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam perjalannannya harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelengaraan fungsi negara, hal ini disebut oleh Sri Soemantri sebagai actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda, secara konsep, lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.40 Penyebutan lembaga negara di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: Lembaga negara sebelum Amandemen UUD 1945 dan lembaga negara setelah diadakannya amandemen. Penyebutan lembaga negara sebelum amandemen UUD 1945 diantarannya:41 1.
Dalam Konstitusi RIS 1949 menyebut lembaga negara dengan istilah alat-alat perlengkapan federal terdiri 79
konsep rancangan peraturan presiden
2.
(Presiden, menteri-menteri,Senat,Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia dan Dewen Pengawasan Keuangan). Dalam UUDS 1950 menyebut alat perlengkapan negara terdiri dari Presiden, wakil presiden, menteri-menteri , Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawasan Keuangan.
Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Secara keseluruhan UUD 1945 sebelum perubahan mengenal enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara; DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah perubahan, lembaga negara berdasarkan ketentuan UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara.42 Dalam UUD 1945 tersebut tidak ditemukan satu kata “lembaga negara”pun sehingga menyulitkan dalam mengidentifikasikan dan memaknai lembaga negara. Yang ada ada “badan”, misalnya dalam pasal 23 ayat (5) UUD 1945 ‘badan’ dipergunakan untuk menyebut Badan Pemeriksa Keuangan. Namun istilah lembaga negara dijumpai dalam ketetapan MPRS No. X/MPRS/1969 tentang kedudukan semua lembaga-lembaga negara tingkat pusat dan daerah. Dan Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 yang menggunakan istilah lembaga negara dengan mengkategorikan lembaga tertinggi negara (MPR)dan lembaga tinggi negara 80
makalah akademik
(Presiden,DPA, DPR,BPK dan MA). Ketidakjelasan ketentuan UUD 1945 dalam mengatur lembaga negara mengakibatkan munculnya banyak ragam penafsiran. Ketidakjelasan itu dapat dilihat dari tidak adanya standard atau kriteria suatu lembaga bisa diatur atau tidak diatur dalam konstitusi (UUD) di amandeman UUD 1945, diantaranya adanya penyebutan lembaga-lembaga secara jalas bersama kewenangannya dan begitu juga sebaliknya. Sri Soemantri menafsirkan lembaga negara berdasarkan hasil amandemen adalah BPK, DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK dan KY (8 lembaga negara) yang didasarkan pada pembagian menjadi 3 fungsi/bidang yaitu, pertama bidang perundang-undangan, kedua berkaitan bidang pengawasan dan ketiga bidang pengangkatan hakim agung.43 Bintan R. Saragih menggolongkan lembaga negara secara fungsional dalan kaitannya dengan penyelenggaraan negara, meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.44 Dalam ketatanegaraan Indonesia saat ini lembaga negara berdasarkan UUD 1945 terdapat 14 jenis yaitu:45 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah. Presiden. Mahkamah Agung. Badan Pemeriksa Keuangan. 81
konsep rancangan peraturan presiden
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Pemerintah-(an)daerah (Gubernur, DPRDtingkat Provinsi, Walikota/Bupati, dan DPRD tingkat Kabupaten/Kota). Komisi Pemilihan Umum. Komisi Yudisial. Mahkamah Konstitusi. Bank Sentral. TNI (Tentara Nasional Indonesia). Kepolisian Republik Indonesia. Dewan Pertimbangan Presiden.
Dalam negara hukum yang demokratik, hubungan antara infra struktur politik (Socio Political Sphere) selaku pemilik kedaulatan (Political Sovereignty) dengan supra struktur politik (Governmental Political Sphere) sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat menurut hukum (Legal Sovereignty), terdapat hubungan yang saling menentukan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, hubungan antar dua komponen struktur ketatanegaraan tersebut ditentukan dalam UUD, terutama supra struktur politik telah ditentukan satu sistem, bagaimana kedaulatan rakyat sebagai dasar kekuasaan tertinggi negara itu dibagi-bagi dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara.46 Membaca Pasal 86 UU Desa, pertanyaan yang muncul perlukah lembaga/badan yang mempunyai tugas dalam rangka pelaksanaan Pasal 86 UU Desa? Jika perlu adanya lembaga/badan tersebut, maka siapa lembaga koordinasi dari pelaksanaan ketentuan tersebut? Ketentuan Pasa 86 UU Desa memang telah memberikan amanat 82
makalah akademik
untuk diadakannya Sistem Informasi Desa, hanya saja ketentuan tersebut memberikan amanat untuk melaksanakan Sistem Informasi Desa tidak tegas. Jika dikaji lebih dalam, Pasal 86 UU Desa telah membelah 2 (dua) kewenangan dalam pelaksanaan Sistem Infromasi Desa, yaitu pertama adalah kewenangan untuk melakukan pengembangan terhadap sistem infromasi desa, di mana delegasi tersebut diberikan oleh UU kepada Pemrintah/ Pemerintah Daerah. Kedua, kewenangan mengelola Sistem Informasi Desa yang diberikan delegasinya oleh UU kepada Pemerintah Desa. Adanya pembelahan kewenangan dalam Pasal 86 UU Desa, jelas merupakan suatu persoalan dalam implementasi Sistem Informasi Desa. Dengan demikian, maka bagaimana harmonisasi kewenangan antara Pemerintah/Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa dapat terjalin? Belum lagi Sistem Infromasi Desa dalam pelaksanaanya akan melibatkan di seluruh Desa yang ada di Indonesia, yang hingga saat ini jumlahnya sudah sampai ±72 ribu desa. Hal tersebut jelas bukan merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Dalam Pasal 86 UU Desa memang mengamatkan kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk melakukan pengembangan terhadap Sistem Informasi Desa, kemudian memberikan kewenangan juga kepada Pemerintah Desa untuk melakukan pengelolaan Sistem Informasi Desa tersebut. Akan tetapi, melihat dan mebayangkan kondisi riil dalam implementasi Sistem Infromasi Desa di ±72 ribu desa yang ada di Indonesia, maka bagaimana koordinasi pelaksanaan Sistem Informasi Desa 83
konsep rancangan peraturan presiden
di ±72 ribu desa dapat terlaksana? Kementrian/Lembaga apa yang dapat melakukan koordinasi dalam melaksanakan Sistem Infromasi Desa di ±72 ribu desa. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelaksanaan Sistem Infromasi Desa nantinya akan melibatkan sejumlah lembaga baik kementrian maupun lembaga non kementrian dalam mendukung terlaksananya Sistem Informasi Desa. Artinya, implementasi Sistem Informasi Desa merupakan suatu kegiatan yang lintas sektoral. Kemudian, jumlah keberadaan desa yang hingga saat ini mencapai ±72 ribu desa adalah suatu persoalan yang riil dalam implementasi Sistem Infromasi Desa. Berdasarkan hal tersebut, untuk menyamakan misi, tujuan, dan keseragaman langkah serta kebijakan dalam implementasi Sistem Infromasi Desa diperlukan suatu lembaga khusus yang berfungsi koordinasi. Lembaga tersebut dapat berupa Lembaga/ Badan Non-Kementrian yang berkoordinasi di bawah satu lembaga Kementrian. Dengan kata lain, jika memerhatikan ragam Sistem Infromasi Desa yang diatur dalam Pasal 86 UU Desa, maka keberadaan lembaga/badan koordinasi tersebut sangat jelas urgensinya untuk dibentuk, di mana koordinasinya dapat berada di bawah koordinasi Kementrian Komunikasi Dan Informatika.
84
makalah akademik
Catatan Akhir 1
Lihat dalam Sri Soemantri Martoseewignjo, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, Tarsito, Bandung, 1976. hal 3 2 Didik Sukriono, Pembaharuan Hukum Pemerintah Desa, Setara Press, Malang, 2010. 3 P. J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuno Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal 212 4 T im Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka, Edisi Kedua, Cet. VII, Jakarta , 1995,hal 226 5 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa “Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemardekaan Hingga Era Reformasi“, Setara Press, Malang, 2015, hal 33 6 Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa, Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, PT Alumni, Bandung, 2010, hal 2-3 7 Ni’matul Huda, Op cit, hal 32-33 8 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat dan Utuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 3 9
Ni’matul Huda, Op cit, hal 34 Ibid, hal 35 11 Ibid, hal 35-36 10
12
Dapat dikatakan bahwa UU Desa adalah produk dari suatu gerakan yang sejak awalnya hendak menempatkan desa bukan sebagai alas kaki, atau sekedar sebagai obyek, melainkan sebagai subyek, dan pembangunan hendaknya mulai desa.Gerakan yang dimaksud, sebagian adalah gerakan yang telah lama mengambil prakarsa, sejak di masa kekuasaan Orde Baru, yang melihat bahwa penyeragaman merupakan masalah besar. Sebagian yang lain adalah gerakan yang berkembang paska reformasi, khususnya yang beriring dengan lahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah mengakui adanya kesalahan konstitusional melalui melalui UU No.5 tahun 1979. Juga 85
konsep rancangan peraturan presiden
gerakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, terutama yang diwakili oleh berbagai organisasi pemerintahan desa. 13 Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem 14 Kita berpandangan bahwa sudah waktunya desa melengkapi diri dengan suatu kemampuan baru yang mengekpresikan kesadaran ruang dan waktu.Kesadaran ruang dalam tata kelola pemerintahan bermakna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan tindakan-tindakan “pembangunan” yang sesuai dengan keadaan alam dan daya dukung lingkungannya.Kesadaran ini bukan saja membantu desa untuk mengurus diri secara benar, berdasarkan kenyataan-kenyataan, namun juga mampu bersikap kritis terutama terhadap berbagai jenis intervensi yang tidak mempertimbangkan kenyataan-kenyataan desa, dan berpotensi merusak daya dukung lingkungan desa.Untuk memperkuat kesadaran baru tersebut, desa membutuhkan peralatan (teknologi), sedemikian sehingga penglihatan desa dalam meliputi seluruh kawasan, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi (desa). Kesadaran waktu. 15 Lihat Sistem Informasi Desa, Sistem Informasi dan Data untuk Pembaruan Desa, 2012, diterbitkan CRI dan TIFA, disusun oleh Ranggoaini Jahja, Dina Mariana, Haryana,dan Meldi Rendra. Dalam buku termuat pula alur sejarah pemikiran SID, yang dimulai sejak tahun 2006.Pengembangan SID sendiri tekankan sebagai suatu Namun demikian seperti yang diulas di awal bagian ini kelahiran SID berangkat dari kebutuhan untuk memperbaiki kapasitas dalam menyimpan data, memanggil data dan mengolah data tentang desa.Aspek efektifitas dan efisiensi inilah yang menjadi penekanan latar belakang lahirnya SID.(p.20). Adapun SID dirumuskan sebagai sebuah platform teknologi informasi komunikasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya komunitas di tingkat desa. Dikatakan bahwa inisiatif ini bersifat terbuka bagi siapa saja yang akan bergabung dalam gerakan membangun kemandirian komunitas. Konsep pengelolaan sumber daya ini berada dalam payung besar gagasan Lumbung Komunitas yang dikelola oleh COMBINE Resource Institution. (lihat: http://lumbung.combine.or.id/). Juga Gerakan Desa Membangun yang mengembangkan program penggunaan domain desa.id. Pada alamat http://desamembangun.or.id/ termuat ajakan: Mari dukung program #1000web desa gratis dengan
86
makalah akademik
domain DESA.ID periode II 2014 yang digagas oleh Gerakan Desa Membangun dan pelbagai elemen pegiat pemberdayaan desa lainnya di Indonesia. 16 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Teori Dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Nusa Media, Bandung, 2011, hal 103 17 Ibid, hal 103-104 18 Ibid, hal 105-106 19 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pres, Jakarta, 2010, hal 151. 20 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Op cit, hal 108 21 Jimly Asshiddiqie, Op cit, hal 152 22 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Op cit, hal 110. 23 Lihat dalam Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 24 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Op cit, hal 20-21 25 Ibid. 26 Ibid, hal 22 27 Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta (Penyunting), Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hal 59 28 Op cit, hal 23 29 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cetakan Kedua, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hal 31 30 Ibid, hal 32 31 Ibid, 32-33 32 Arifin Firmansyah dkk, Lembaga Negara dan Senketa Kewenangan Antar Lemaga Negara, Konsursium Reformasi Hukum Nasional, Jakarta, 2005, hal 31 33 Ibid. 34 http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_negara 35 Artikel Presentasi Adriana Grahani Firdausy, di unduh dari: google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=8&ved=0CCoQF jAH&url= http%3A%2F%2Fadrianafirdausy.staff.hukum.uns.ac.id%2Ffiles%2F2010% 2F03%2Fkd-i-b.ppt&ei=_EZWTPqxMo2XrAfg4tTyAw&usg=AFQjCNGCZk SNoE5APEysHcxBarJkphTTHA
87
konsep rancangan peraturan presiden
36
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan..., Op cit, hal 36 Ibid, hal 37-38 38 Ibid, hal 42-43 39 http://kanekzoke.blogspot.com/ 40 www.legalitas.org/Eksistensi%20Lembaga%20Negara%20 Berdasarkan%20Undang-Undang%20Dasar%20Negara%20Republik%20 Indonesia%20Tahun%201945 41 Arifin Firmansyah dkk, Op cit, hal 32 42 www.legalitas.org, Loc cit. 43 Sri Soemantri, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945 , Alumni, Bandung. 1986, hal 59 44 Bintan R. Saragih, Makalah diskusi “Komisi-Komisi Negara Negara dalam Sistem Pemerintahan yang Berubah“, (KRHN), Jakarta, 2004, hal 57 45 Arifin Firmansyah dkk, Op cit, hal 72. 46 http://www.legalitas.org/, Loc cit. 37
88
BAB IV JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN SIDEKA Dalam Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Tata Kelola SIstem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan Bebasis Elektronik
A. RUANG LINKUP Ruang lingkup pengaturan dalam Tata Kelola Sistem Informasi Desa Dan Kawasan Perdesaan Berbasis Elektronik ini meliputi seluruh aspek yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari Sistem Informasi Desa Dan Kawasan, yang meliputi pengembangan Sideka yang dilakukan oleh Pemerindath Daerah serta tata kelola Sideka yang dilakukan oleh Pemerintah Desa agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atas kebutuhan dokumentasi dan informasi desa dan kawasan perdesaan secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat; melakukan penataan terhadap Sideka; melakukan penataan organisai dan tata laksana sideka, Penguatan Sumber Daya Manusia,
89
konsep rancangan peraturan presiden
Pengamanan terhadap informasi dalam Sideka, Pembiayaan dan Pengadaan serta Pengawasan dan Evaluasi.
B. MATERI MUATAN Ada pun materi muatan Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Tata Kelola Sistem Informasi Desa Dan Kawasan Perdesaan Berbasis Elektronik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Maksud dan Tujuan Sideka Maksud dari pengaturan Sideka adalah agar pelaksanaan Sideka memiliki keseragaman tata kelola diseluruh Desa yang ada di Indonesia. Tujuan dari Sideka adalah menjamin terciptanya Pengelolaan SIDEKA yang terpadu dan terintegrasi diberbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi data yang ada di masing-masing Desa dengan lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah; mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka system informasi desa dan kawasan; dan meningkatkan kualitas pembangunan desa dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketata pemerintahan desa yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab.
b. Pengembangan Sideka Pengembangan Sideka dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang 90
makalah akademik
meliputi pengembangan Infrastruktur Teknologi Informasi.
c. Tata Kelola Tata Kelola Sideka dilakukan oleh Pemerintah Desa, yang meliputi a. pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan Data Desa, Data Pembangunan Desa, Data Kawasan Perdesaan dan Informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; b. Penataan SIDEKA c. Organisasi dan Tata Laksana; d. Penguatan Sumber Daya Manusia; e. Pengamanan; f. Pembiayaan dan Pengadaan; dan g. Pengawasan dan Evaluasi d. Pembentukan Lembaga Koordinasi Sideka Lembaga koordinasi adalah Lembaga Non-Kementrian di bawah koordinasi Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang urusan Komunikasi Dan Infomartika yang mempunyai wewenang sebagi lembaga koordinasi terhadap pengelolaan Sideka yang meliputi kegiatan pembinaan pengembangan, dan monitoring.
C. USULAN SISTEMATIKA Usulan sistematika Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Tata Kelola Sistem Informasi Desa Dan Kawasan Perdesaan Berbasis Elektronik adalah sebagai berikut: 91
konsep rancangan peraturan presiden
BABI KETENTUAN UMUM BAB II RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Pengembangan Bagian Kedua Tata Kelola BAB III PENGELOLAAN Bagian Kesatu pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan Bagian Kedua Penataan SIDEKA Bagian Ketiga Organisasi dan Tata Laksana Bagian Keempat Penguatan Sumber Daya Manusia Bagian Kelima Pengamanan Bagian Keenam Pembiayaan dan Pengadaan Bagian Ketujuh Pengawasan dan Evaluasi BAB VI KETENTUAN LAIN BAB VII KETENTUAN PERALIHAN BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
92
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1.
Ketentuan Pasal 86 UU Desa yang mengatur mengenai Sistem Infromasi Desa, masih belum jelas dalam hal pengaturannya. Ketentuan tersebut masih secara umum mengatur mengani Sistem Informasi Desa. Oleh karenanya, perlu dipertegas mengenai bagaiman sistem infromasi desa yang akan diselenggarakan oleh setiap Dessa, sebagai perwujudan dari Pasal 86 UU Desa. SID bukan hanya sekedar sebagai suatu aplikasi informasi, tetapi juga perlengkapan pendukung untuk penguatan partisipasi dan sekaligus perlengkapan pendukung gerak pembangunan desa. Dengan kenyataan tersebut dapat: (1) pemerintah pusat dan atau pemerintahan supra desa, mengalami kesulitan untuk menyusun suatu rencana pembangunan yang persis sebagaimana yang dibutuhkan dan didasarkan pada kenyataan setempat, oleh sebab tidak tersedia data yang cukup, dan tidak tersedia saluran 93
konsep rancangan peraturan presiden
yang memadai yang dapat memberikan gambaran persis mengenai apa yang menjadi harapan rakyat desa; (2) pemerintahan desa dan komunitas, yang jika mengandalkan data desa sebagaimana yang termuat dalam profil desa, tentu juga akan kesulitan dalam mengembangkan rencana kerja kongkrit yang menjadi tantangan desa, oleh tidak tersedia data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Desa mengakui bahwa data yang tersedia, bukan saja kurang mencerminkan kenyataan, namun juga sangat sulit untuk “dipanggil” (menemukan data secara cepat dan dalam kondisi baik), oleh sebab sistem dokumentasi data tidak memadai, dan cenderung merusak data. Keadaan ini sudah barang tentu menyulitkan keinginan untuk mengembangkan suatu proses pengambilan keputusan yang demokratik dan tepat. Di sisi yang lain, desa juga kehilangan kesempatan untuk mengkonsolidasi pengetahuan yang mereka kembangkan, untuk membangun apa yang layak disebut sebagai kecerdasan desa. 2.
94
Dengan SiDeKa yang didukung oleh aplikasi tepat guna, maka: (1) kepada desa dan supra desa, dalam kepentingan pembangunan, investasi, dan atau upaya-upaya pemberdayaan, akan dapat disediakan data yang dibutuhkan, baik dalam kerangka merancang suatu program pembangunan maupun program dukungan, maupun dalam kerangka mengambil keputusan strategis. Jika negara bermaksud mencapai swasembada pangan dan energi, serta mampu dengan cepat mengentaskan
makalah akademik
warga miskin, maka tidak terhindarkan adanya kebutuhan akan data yang akurat mengenai keadaan alam, keadaan tanah, dan berbagai informasi lain berkait dengan pertanian di desa-desa. Data yang dimaksud, tentu bukan data hasil pengolahan, melainkan data primer, yang mampu memberikan gambaran kongkrit mengenai kapasitas desa dalam ikut ambil bagian dalam percepatan produksi pertanian pangan. 3.
Dalam upaya negara mengentaskan kemiskinan, kita hedak menekankan tentang pentingnya kebijakan satu data, dengan kualitas data yang baik, akurat dan mutakhir – serta tepat, karena didasarkan pada indicator yang dekat dengan kenyataan.Kita menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya data yang baik, maka pelaksanaan program pengentasan kemiskinan sangat sulit diukur tingkat keberhasilannya secara baik.Baik menyangkut ketepatan sasaran program, maupu dalam pembelanjaan. Oleh sebab itulah, kehadiran suatu system informasi, sebagaimana SIDeKa dimaksudkan, akan sangat mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pada khususnya memperkuat basis bagi kebijakan satu data dalam program pengentasan kemiskinan. Desa sendiri dalam hal ini sangat berkepentingan, baik dalam soal menyusun data yang dimaksud, maupun dalam mengakses informasi mengenai program pengentasan kemiskinan, agar desa dapat ambil bagian sejak dalam proses perencanaannya.
4. SIDeKa dalam batas tertentu hendak kita beri makna 95
konsep rancangan peraturan presiden
sebagai cara baru kehadiran negara. Kehadiran negara haruslah suatu kehadiran yang kongkrit, yakni kehadiran yang mampu menjadi jawaban atas masalah-masalah rakyat, bangsa dan negara, khususnya masalah-masalah masyarakat desa.Oleh sebab itulah, politik negara haruslah politik yang bersentuhan langsung dengan rakyat.Suatu politik yang menghasilkan keputusan benar, yaitu keputusan yang didasarkan pada pengetahuan yang luas dan persis tentang kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat. 5.
96
SIDeKa pada dasarnya adalah system saraf, System Saraf Nawacita. Dengan system ini, kita mengharapkan: Pertama, makin baiknya kualitas layanan publik. Kedua, makin terintegrasinya informasi (satu data), sedemikian sehingga response para pihak menjadi semakin cepat dan tepat.Ketiga, makin menempatkan masyarakat (desa) sebagai subyek, sebagai pusat, yang ditunjukan oleh kemudahan akses dan layanan.Keempat, makin terkoneksi, sedemikian semua operasi menjadi semakin cepat, efisien dan memungkinkan proses-proses baru yang tidak mengandalkan kertas, pertemuan, dan lainlain.Kelima, makin memungkinkan menghimpun pikiranpikiran sehingga membentuk kecerdasan komunitas (desa). Pada intinya kita akan mendapatkan lebih dari apa yang selama ini dapat kita peroleh dengan cara-cara lama.
makalah akademik
B. SARAN Sebagai bagian dari proses yang demokratis dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, kajian ini mengajukan suatu rekomendasi agar Sistem Informasi Desa (SIDEKA) dalam penerapannya memiliki landasan hukum yang kuat, bukan hanya UU Desa, tetapi juga peraturan pelaksnanya. Dalam hal ini maka Sistem Informasi Desa (SIDEKA) perlu diatur dalam Peraturan Presiden.
97
konsep rancangan peraturan presiden
DAFTAR PUSTAKA Buku Arif in F irmansyah dkk, Lembaga Negara dan Senketa Kewenangan Antar Lemaga Negara, Konsursium Reformasi Hukum Nasional, Jakarta, 2005. Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa, Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, PT Alumni, Bandung, 2010. Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001. Bintan R. Saragih, Makalah diskusi “Komisi-Komisi Negara Negara dalam Sistem Pemerintahan yang Berubah”, (KRHN), Jakarta, 2004. Didik Sukriono, Pembaharuan Hukum Pemerintah Desa, Setara Press, Malang, 2010. HAW. Widjaja, Pemerintahan Desa/Marga, Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. _____, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat Dan Utuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cetakan Kedua, Konstitusi Press, Jakarta, 2006. _____, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pres, Jakarta, 2010. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Identifikasi Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, PT Raja Grafindo 98
makalah akademik
Persada, Jakarta, 2001. Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta (Penyunting), Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. Mardiasmo, Otonomi dan Manajeman Keuangan daerah, Ctk Pertama, Andi, Yogyakarta, 2002. Moh. Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, LP3S, Jakarta, 1998. Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Teori Dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Nusa Media, Bandung, 2011. Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa “Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemardekaan Hingga Era Reformasi”, Setara Press, Malang, 2015. P. J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuno Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006. Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Liberty, Yogyakarta, 1995. Sri Soemantri Martoseewignjo, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, Tarsito, Bandung, 1976. _____, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945, Alumni, Bandung. 1986. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka, Edisi Kedua, Cet. VII, Jakarta , 1995
Peraturan Perundang-undangan Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 99
konsep rancangan peraturan presiden
Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa
Internet http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_negara google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=8&ved=0CCoQFjAH& url=http%3A%2F%2Fadrianafirdausy.staff.hukum.uns.ac.id %2Ffiles%2F2010%2F03%2Fkd-i-b.ppt&ei=_EZWTPqxMo2X rAfg4tTyAw&usg=AFQjCNGCZkSNoE5APEysHcxBarJkph TTHA http://kanekzoke.blogspot.com/ www.legalitas.org/Eksistensi%20Lembaga%20Negara%20 Berdasarkan%20Undang-Undang%20Dasar%20Negara% 20Republik%20Indonesia%20Tahun%201945
100
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG TATA KELOLA SISTEM INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS ELEKTRONIK
.
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG TATA KELOLA SISTEM INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS ELEKTRONIK Menimbang a. bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 86 Undangundang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa perlu dibentuk Sistem Informasi Desa Dan Kawasan; b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atas kebutuhan dokumentasi dan informasi desa dan kawasan perdesaan secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat, perlu adanya tata kelola sistem informasi desa dan kawasan perdesaan yang tertata dan terselenggara dengan baik; c. bahwa untuk mewujudkan sistem informasi desa dan kawasan perlu dibentuk tata kelola sistem informasi desa dan kawasan berbasis elektronik; d. bahwa dalam rangka pelaksanaan tujuan sebagaimana pada butir a, b dan c diperlukan norma hukum yang mengatur mengenai kebijakan tata kelola sistem informasi desa dan kawasan; 103
konsep rancangan peraturan presiden
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b, c, dan d dipandang perlu membentuk Peraturan Presiden tentang tata kelola sistem informasi desa dan kawasan perdesaan berbasis elektronik; Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang system Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan sistem dan 104
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
7.
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539). MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG TATA KELOLA SISTEM INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS ELEKTRONIK
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Tata kelola sistem informasi desa dan kawasan perdesaan, adalah suatu tata kelola sistem informasi desa dan kawasan perdesaan yang memanfaatkan teknologi informasi yang merupakan wadah pendayagunaan bersama atas Data Desa, Data Pembangunan Desa, Data Kawasan Perdesaan dan Informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan 105
konsep rancangan peraturan presiden
2.
3.
4.
5.
6.
106
Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan secara menyeluruh, tertib, terpadu, dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi desa secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat. Sistem Informasi Desa Dan Kawasan Perdesaan yang selanjutnya disebut SIDEKA adalah suatu sistem untuk mengelola database desa dan kawasan yang meliputi Data Desa, Data Pembangunan Desa, Data Kawasan Perdesaan dan Informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. Pengelolaan SIDEKA adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan informasi Desa Dan Kawasan Perdesaan. Infrastruktur Teknologi Informasi, selanjutnya disebut Infrastruktur, adalah peranti keras, peranti lunak, jaringan komunikasi data dan fasilitas pendukung lainnya, yang ketika digunakan bersama menjadi pondasi dasar untuk mendukung Tata kelola sistem informasi desa dan kawasan perdesaan. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 107
konsep rancangan peraturan presiden
14.
15.
16.
17. 18.
(1) (2)
108
Interoperabilitas adalah kemampuan dua sistem atau dua komponen atau lebih untuk bertukar informasi dan untuk menggunakan informasi yang telah dipertukarkan. Keamanan Informasi adalah proteksi informasi dan sistem informasi dari akses, penggunaan, penyebaran, pengubahan, penggangguan, atau penghancuran oleh pihak yang tidak berwenang. Evaluasi adalah pemeriksaan terhadap Teknologi Informasi dan Tata Kelola dalam rangka untuk memastikan keabsahan, kehandalan, dan kesesuaian dengan ketentuan yang berlaku. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan. Unit teknis operasional SIDEKA adalah unit yang dibentuk oleh Kepala Desa dan berkedudukan di bawah Sekretaris Desa yang melakukan pengelolaan teknis operasional SIDEKA Pasal 2 Peraturan Presiden ini dimaksudkan untuk mengatur SIDEKA secara nasional. SIDEKA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertujuan untuk: a. menjamin terciptanya Pengelolaan SIDEKA yang terpadu dan terintegrasi diberbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; b. menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi data yang ada di masing-masing Desa dengan lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
mudah olehsemua pemangku kepentingan; c. meningkatkan kualitas pembangunan desa dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketata pemerintahan desa yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab; dan d. mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka system informasi desa dan kawasan. Pasal 3 SIDEKA diselenggarakan berdasarkan atas asas: a. kedaulatan sumber daya dalam negeri; b. optimalisasi; c. interoperabilitas; d. akuntabilitas; e. profesionalitas; f. partisipatif; g. keberlanjutan; h. Subsidaritas; dan i. Rekognisi BAB II RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang lingkup penyelenggaraan SIDEKA meliputi: a. Pengembangan; dan b. Tata Kelola
109
konsep rancangan peraturan presiden
(1)
(2)
(1)
110
Bagian Kesatu Pengembangan Pasal 5 Pengembangan sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf (a) adalah pengembangan terhadap Infrastruktur Teknologi Informasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Infrastruktur Teknologi Informasi diatur oleh masingmasing Pemerintah Daerah. Bagian Kedua Tata Kelola Pasal 6 Tata Kelola sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf (b) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melakukan Pengelolaan SIDEKA yang meliputi: a. pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan Data Desa, Data Pembangunan Desa, Data Kawasan Perdesaan dan Informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; b. Penataan SIDEKA c. Organisasi dan Tata Laksana; d. Penguatan Sumber Daya Manusia; e. Pengamanan; f. Pembiayaan dan Pengadaan; dan g. Pengawasan dan Evaluasi.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
BAB III PENGELOLAAN Bagian Kesatu Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan Pasal 7 (1) Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan SIDEKA, sekurang-kurangnya memuat: a. Data Desa yaitu data yang memuat tentang profil desa b. Data Pembangunan Desa, yaitu data yang terdiri dari Data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) 6 (enam) tahun dan Data Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa 1 (satu) tahun. c. Data Kawasan Perdesaan, yaitu data yang terdiri dari Data pertanian, Data pengelolaan sumber daya alam dengan parameter susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, Data pelayanan jasa pemerintahan, Data pelayanan sosial, dan Data kegiatan ekonomi. d. Data informasi lain, yaitu data yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. (2) Dalam rangka pengelolaan SIDEKA, seluruh Pemerintah Desa wajib melakukan perencanaan terlebih dahulu yang tersusun dalam dokumen perencanaan pengelolaan SIDEKA. (3) Dokumen perencanaan pengelolaan sideka memuat pal111
konsep rancangan peraturan presiden
(4)
112
ing sedikit mengenai: a. Pengumpulan; b. Pengolahan; c. Penyimpanan; dan d. pelestarian, dan pendayagunaan Dalam rangka penyusunan dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setiap Pemerintah Desa wajib: a. melaksanakan inventarisasi seluruh Data Desa, Data Pembangunan Desa, Data Kawasan Perdesaan dan Informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; b. memastikan sistem teknologi informasi dan komunikasi yang akan dioperasikan telah memenuhi standar kelaikan sistem teknologi informasi dan komunikasi pemerintah; c. memastikan sistem teknologi informasi dan komunikasi yang akan dioperasikan dapat terhubung dengan sistem sistem teknologi informasi dan komunikasi di Badan Pemerintahan lain; d. memastikan data yang dihasilkan dapat diakses oleh Badan Pemerintahan lain dan semua pemangku kepentingan; e. memastikan teknologi informasi dan komunikasi yang dioperasikan dilindungi dengan sistem keamanan informasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan; f. melaksanakan pengelolaan, perawatan, dan pemutakhiran system teknologi informasi dan
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(5)
(6)
(1)
(2)
(3)
(4)
komunikasi. Perencanaan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) diprioritaskan untuk melaksanakan indikator kinerja utama SIDEKA, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang jangka menengah. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan SIDEKA diatur lebih lanjut dalam Peraturan Desa masing-masing Pemerintah Desa Bagian Kedua Penataan SIDEKA Pasal 8 Penataan SIDEKA dilaksanakan antara lain melalui: a. Sistem katalog; b. Sistem mandiri/stand alone; dan c. Sistem internet/website. Penataan SIDEKA melalui sistem katalog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola dengan cara merekam informasi Penataan SIDEKA melalui sistem mandiri/stand alone sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola melalui system aplikasi database SIDEKA yang berdiri sendiri dalam satu unit komputer tanpa menggunakan jaringan. Penataan SIDEKA melalui sistem internet/website sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikelola melalui website:
113
konsep rancangan peraturan presiden
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
114
Pasal 9 Pemerintah Desa melakukan penataan Website SIDEKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b di masing-masing lingkungan Pemerintah Desa-nya. Pemerintah Desa yang telah melakukan penataan website SIDEKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kepada ______________ paling lambat 7 hari kerja setelah website SIDEKA beroperasi/online. Pasal 10 Website SIDEKA wajib terintegrasi/link dengan website SIDEKA lainnya yang ada di Pemerintah Desa seluruh Indonesia. Website SIDEKA wajib terintegrasi/link dengan Website dengan seluruh badan Pemerintahan yang ada di Indonesia. Pasal 11 Pengelola SIDEKA paling sedikit 1 (satu) minggu sekali melakukan updating data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dalam rangka Pelestarian dan pendayagunaan informasi dan di upload melalui website SIDEKA masing-masing Pemerintah Desa. Pelestarian dan pendayagunaan informasi dan upload melalui website sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah dilakukan pengkajian konsekuensi dan pengklasifikasian informasi.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
Pasal 12 Pemohon informasi dapat mengunduh/download data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) melalui website________
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
Bagian Ketiga Organisasi dan Tata Laksana Pasal 13 Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) wajib melakukan Pengelolaan SIDEKA dengan menyediakan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia, dan anggaran. Dalam rangka pengelolaan SIDEKA, maka Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa berperan dan berfungsi serta bertanggung jawab terhadap jalannya pengelolaan SIDEKA. Dalam melakukan pegelolaan SIDEKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) tiap-tiap Pemerintah Desa membentuk unit yang mengurusi teknis operasional SIDEKA yang keberadaannya di bawah Skretaris Desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan anggaran serta tugas dan fungsi unit teknis operasional SIDEKA diatur dalam Peraturan Desa masing-masing Pemerintah Desa. Pasal 14 Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) bertugas melakukan pembinaan pengembangan, dan monitoring pada unit teknis operasional SIDEKA yang 115
konsep rancangan peraturan presiden
(2)
(3)
116
meliputi: a. Organisasi; b. Pengembangan Sumber Daya Manusia; c. Koleksi Dokumen atau Data; d. Teknis pengelolaan; e. Sarana prasarana; f. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan pembinaan dan pengembangan SIDEKA; b. penyusunan dan/atau penyempurnaan pedoman/ standar pengelolaan teknis dokumentasi dan informasi; c. pemberian konsultasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh staff unit teknis operasional SIDEKA; d. sosialisasi kebijakan dan pengelolaan teknis dokumentasi dan informasi SIDEKA; e. pembinaan sumber daya manusia pengelola SIDEKA; f. pusat rujukan dokumentasi dan informasi dari SIDEKA; dan g. monitoring dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi anggota unit teknis operasional SIDEKA. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan/atau penyempurnaan pedoman/standar pengelolaan teknik dokumentasi dan informasi SIDEKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Desa masing-masing Pemerintah Desa.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3) (4)
Pasal 15 Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, maka dibentuk suatu badan yang bertugas melakukan koordinasi dalam rangka pembinaan pengembangan, dan monitoring SIDEKA. Badan Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Lembaga Non-Kementrian di bawah koordinasi Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang urusan Komunikasi Dan Infomartika. Pembentukan, susunan keanggotaan, dan tugas badan kooedinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Bagian Keempat Penguatan Sumber Daya Manusia Pasal 16 Setiap Pemerintah Desa menyiapkan sumber daya manusia dengan kualifikasi keahlian yang dibutuhkan dalam pelaksanaan SIDEKA sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; Setiap Pemerintah Desa melakukan perekrutan, pendidikan, pelatihan, dan pembinaan terhadap sumber daya manusia agar memiliki kualif ikasi keahlian sebagaimana di maksud dalam ayat (1); Sumber daya manusia pengelola SIDEKA adalah Aparatur Sipil Negara; Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di urusan dalam negeri menyusun jabatan fungsional 117
konsep rancangan peraturan presiden
dalam rangka mendukung Pengelolaan SIDEKA sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
118
Bagian Kelima Pengamanan Pasal 17 Setiap Pemerintah Desa menugaskan kepada unit teknis operasional SIDEKA untuk melindungi keamanan SIDEKA sesuai ketentuan keamanan informasi pemerintah, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dari tugas tersebut. Permerintah Desa serta personil unit teknis operasional SIDEKA yang merencanakan, membuat, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik memastikan arsitektur dan desain teknis sistem elektronik, perangkat keras, perangkat lunak, dan sistem keamanan, telah lulus uji keamanan atau sesuai ketentuan keamanan informasi pemerintah. Permerintah Desa menetapkan prosedur keamanan sistem elektronik dan melakukan uji risiko sebelum menerapkan prosedur keamanan sistem elektronik agar prosedur tersebut dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan (2), Pimpinan unit teknis operasional SIDEKA mengacu kepada ketentuan keamanan informasi pemerintah. Ketentuan keamanan informasi pemerintah sebagaimana di maksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
diatur oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan permerintahan di bidang komunikasi dan informasi.
(1)
(2)
Pasal 18 Setiap Pemerintah Desa bertanggungjawab menjaga keamanan informasi SIDEKA di masing-masing Pemerintah Desa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1), kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. membangun mekanisme yang berfungsi dan berperan sebagai CSIRT (Computer Security Incident Response Team); b. melakukan pemantauan terhadap kinerja teknis dari sistem; c. menerima laporan gangguan dari pengguna sistem, CSIRT, atau pihak manapun yang mengetahui adanya gangguan; d. melakukan penanganan terhadap gangguan teknis yang dilaporkan; e. meneruskan persoalan gangguan teknis yang tidak berhasil ditangani sendiri ke_________ dan; f. melaporkan jenis gangguan, penanganan yang dilakukan, dan hasil penanganannya kepada ________________; g. melakukan koordinasi dengan CSIRT sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
119
konsep rancangan peraturan presiden
(1)
(2)
Bagian Keenam Pembiayaan dan Pengadaan Pasal 19 Pembiayaan untuk pengelolaan SIDEKA di setiap Pemerintahan Desa dapat diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Dsa (APB Des) atau sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dapat menolak pengajuan anggaran pembiayaan dari setiap Pemerintah Desa yang tidak sesuai dengan dokumen perencanaan pengelolaan SIDEKA .
Pasal 20 Pembiayaan yang termasuk dalam kelompok pengelolaan SIDEKA meliputi: a. operasional satuan kerja pengelola SIDEKA; b. pembuatan dan/atau pengembangan aplikasi khusus sesuai dengan tugas dan fungsi spesifik setelah disetujui oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi; c. penyediaan akses internet secara menyeluruh dan terpadu; d. penyimpanan data elektronik pada pusat data yang telah lulus uji keamanan; e. pengadaan perangkat keras dan/atau lunak yang berfungsi untuk mengoptimalkan pengelolaan SIDEKA f. penyediaan jasa profesional dalam rangka mendukung pengembangan dan pelaksanaan SIDEKA; g. pengamanan sistem elektronik dan/atau data elektronik 120
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
h.
i.
(1)
(2)
(3)
untuk mendeteksi, mengantisipasi, dan menanggulangi serangan, akses yang tidak sah, modifikasi yang tidak sah, dan/atau intersepsi yang tidak sah; penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan yang hasilnya akan meningkatkan kompetensi pengelolaan SIDEKA dari personil disetiap unit teknis operasional SIDEKA pada tiaptiap Pemerintahan Desa; dan penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, promosi, edukasi, atau publikasi yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan aparatur negara dalam memanfaatkan SIDEKA yang dikeloala oleh Pemeritah Desa tersebut. Pasal 21 Pengadaan barang dan/atau jasa untuk melaksanakan rencana dan anggaran di setiap Pemerintah Desa mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus untuk pengadaan akses Internet, setiap Pemerintah Desa memiliki peta kebutuhan pita lebar pada tiap-tiap unit internal dan melaksanakan pengadaan akses internet secara terpusat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengadaan akses internet secara terpusat sebagaimana di maksud dalam ayat (2) tidak berarti ada 1 (satu) penyedia jasa internet saja untuk setiap Pemerintahan Desa
121
konsep rancangan peraturan presiden
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
122
Bagian Ketujuh Pengawasan dan Evaluasi Pasal 22 Setiap Pemerintah Desa bertanggung jawab melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja pengelolaan SIDEKA. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri bertanggung jawab terhadap koordinasi pelaksanaan pengelolaan SIDEKA. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi bertanggung jawab atas pengawasan dan evaluasi pengelolaan SIDEKA Setiap Pemerintahan Desa melaporkan kinerja pengelolaan SIDEKA kepada Presiden melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi. BAB VI KETENTUAN LAIN Pasal 23 Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan Peraturan Presiden ini seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa telah melaksanakan pngembangan dan pengelolaan SIDEKA. Untuk melaksanakan ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka: a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi bertanggung jawab terhadap koordinasi penyediaan
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
aplikasi, hal lain sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini serta pelaksanaan pengelolaan SPBE; menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional bertanggung jawab terhadap pengendalian perencanaan SIDEKA menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan bertanggung jawab terhadap pembiayaan pelaksanaan SIDEKA menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara bertanggungjawab terhadap pengawasan dan evaluasi kinerja pengelola SIDEKA menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri bertanggung jawab terhadap koordinasi pelaksanaan pengelolaan SIDEKA di tiap-tiap Pemerintah Desa kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang statistik dan/atau informasi geospasial bertanggung jawab terhadap penetapan standar teknis data yang terkait dengan bidang tugasnya masing-masing kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang penerapan dan pengkajian teknologi bertanggung jawab terhadap kajian teknologi informasi kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang sandi negara bertanggung jawab terhadap keamanan informasi publik kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang kearsipan bertanggung jawab terhadap pengelolaan 123
konsep rancangan peraturan presiden
penyimpanan dokumen kearsipan BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 Pada saat berlakunya peraturan presiden ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur system informasi desa berbasis elektronik yang telah ada yang tidak bertentangan dengan peraturan presiden ini dinyatakan tetap berlaku. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ............ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
IR. H. JOKO WIDODO
124
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ............... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR
125
.
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK
.
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK Menimbang a. bahwa untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien perlu dibentuk sistem penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik; b. bahwa dalam rangka pelaksanaan tujuan sebagaimana pada butir a, diperlukan norma hukum yang mengatur mengenai kebijakan SPBE, Kebijakan SIDEKA, rencana induk, peta jalan dan tata kelola; c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a dan b, dipandang perlu membentuk Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Sistem Informasi Pemerintahan Desa Berbasis Elektronik; Mengingat 1 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 129
konsep rancangan peraturan presiden
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7); 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224 ); 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348). 130
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
MEMUTUSKAN : Menetapkan PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, selanjutnya disebut SPBE adalah suatu sistem tata kelola pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi secara menyeluruh dan terpadu dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik pada Badan Pemerintahan. 2. Badan Pemerintahan adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. 3. Pemerintah Pusat adalah selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia 131
konsep rancangan peraturan presiden
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
132
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Perangkat Desa adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Desa yang membantu Pemerintah desa atau Kepala Desa yang terdiri atas sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh bahdan dan/atau pejabat pemerintahan. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang selanjutnya disebut Kebijakan SPBE adalah pengaturan mengenai sistem tata kelola pemerintahan yang
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
12.
13.
14.
15.
16.
memanfaatkan teknologi informasi secara menyeluruh dan terpadu dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik pada Badan Pemerintahan. Kebijakan Sistem Informasi Desa Dan Kawasan Perdesaan, yang selanjutnya disebut Kebijakan SIDEKA adalah bagian dari Kebijakan SPBE yang merupakan pengaturan mengenai sistem tata kelola pemerintahan desa yang memanfaatkan teknologi informasi secara menyeluruh dan terpadu dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik pada pemerintahan desa. Infrastruktur Teknologi Informasi, selanjutnya disebut Infrastruktur, adalah peranti keras, peranti lunak, jaringan komunikasi data dan fasilitas pendukung lainnya, yang ketika digunakan bersama menjadi pondasi dasar untuk mendukung penyelenggaraan SPBE dan penyelenggaraan SIDEKA. Interoperabilitas adalah kemampuan dua sistem atau dua komponen atau lebih untuk bertukar informasi dan untuk menggunakan informasi yang telah dipertukarkan. Naskah Dinas adalah komunikasi tulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dibuat dan/atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Badan Pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan oleh pemerintah daerah dan pemerintah desa. Aplikasi adalah komponen sistem informasi yang digunakan untuk menjalankan fungsi, proses, dan 133
konsep rancangan peraturan presiden
17. 18. 19.
20. 21.
22.
23.
24. 134
mekanisme kerja yang mendukung pelaksanaan SPBE dan SIDEKA. Aplikasi Umum adalah aplikasi elektronik yang digunakan oleh seluruh Badan Pemerintahan. Aplikasi Khusus adalah aplikasi elektronik yang digunakan sesuai karakteristik masing-masing Badan Pemerintahan. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah, yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Situs Web adalah kumpulan halaman web yang berisi Informasi Elektronik. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Keamanan Informasi adalah proteksi informasi dan sistem informasi dari akses, penggunaan, penyebaran, pengubahan, penggangguan, atau penghancuran oleh pihak yang tidak berwenang. Audit adalah pemeriksaan terhadap Teknologi Informasi dan Tata Kelola dalam rangka untuk memastikan keabsahan, kehandalan, dan kesesuaian dengan ketentuan yang berlaku. Nama Domain adalah alamat internet seseorang,
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
25.
26.
27.
28.
29.
30. 31.
perkumpulan, organisasi, badan usaha, atau Badan Pemerintahan yang dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui internet yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik. Repositori adalah fasilitas untuk menyimpan informasi elektronik secara terpusat, seperti dokumen elektronik, perangkat lunak, kode sumber, dan pedoman dengan tujuan untuk memudahkan penyimpanan, pengaksesan, pemeliharaan, dan pendistribusian. Tata Kelola Teknologi Informasi adalah kerangka kerja akuntabilitas untuk mendorong perilaku yang diinginkan dalam penggunaan Teknologi Informasi, yang melingkupi perencanaan, manajemen belanja/investasi, realisasi, pengoperasian, dan pemeliharaan sistem. Rencana Induk SPBE dan SIDEKA adalah dokumen perencanaan yang menjadi acuan penyelenggaraan SPBE dan SIDEKA. Peta Jalan SPBEdan SIDEKA adalah tahapan atau kegiatankegiatan yang dilakukan untuk setiap program dalam rentang waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang ada di dalam Rencana Induk Nasional SPBEdan SIDEKA. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan. Media koneksi adalah sistem elektronik tertentu yang berfungsi sebagai sarana untuk menyediakan akses terhadap layanan yang disediakan secara elektronik. 135
konsep rancangan peraturan presiden
32.
33.
(1) (2)
Forum Data dan Konsolidasi Nasional adalah wadah koordinasi bagi seluruh Unit Kerja pada Badan Pemerintahan. Unit Kerja adalah unit yang menangani bidang tugas data dan teknologi informasi, dimana pimpinannya berperan sekaligus sebagai Government CIO pada setiap Badan Pemerintahan. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dibentuknya Peraturan Presiden ini untuk mengatur SPBE dan SIDEKA secara nasional. SPBE dan SIDEKA dalam Peraturan Presiden ini bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan administrasi pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif dan efisien, serta dalam rangka meningkatkan kualitas layanan Badan Pemerintahan dengan: a. Badan Pemerintahan termasuk Pemerintahan Desa; b. kalangan dunia usaha, dan; c. masyarakat.
BAB III ASAS-ASAS PENYELENGGARAAN SPBE DAN SIDEKA Pasal 3 SPBE dan SIDEKA diselenggarakan berdasarkan asas: a. kedaulatan sumber daya dalam negeri; b. optimalisasi; c. interoperabilitas; 136
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
d. e. f. g.
(1)
(2) (3)
(1) (2) (3)
akuntabilitas; profesionalitas; partisipatif; dan keberlanjutan. BAB IV BAGIAN KESATU KEBIJAKAN SPBE Pasal 4 Kebijakan SPBE terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu: a. Rencana Induk Nasional SPBE; dan b. Peta Jalan SPBE. Kebijakan SPBE dilaksanakan pada setiap Badan Pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi. Dalam penyusunan Kebijakan SPBE sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui pengharmonisasian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem informasi oleh Badan Pemerintahan. BAGIAN KEDUA KEBIJAKAN SIDEKA Pasal 5 Kebijakan SIDEKA mengikuti kebijakan SPBE sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1). Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pengembangan Kebijakan SIDEKA Pemerintah Desa melakukan pengelolaan kebijakan SIDEKA yang sudah dikembangkan oleh Pemerintah dan 137
konsep rancangan peraturan presiden
(4) (5)
(6)
(1)
(2)
138
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Kebijakan SIDEKA dilaksanakan pada setiap Pemerintah Desa sesuai dengan tugas dan fungsi. Dalam penyusunan Kebijakan SIDEKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan melalui pengharmonisasian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem informasi oleh Pemerintah Desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan SIDEKA oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. BAB III RENCANA INDUK NASIONAL SPBE DAN SIDEKA Pasal 6 Rencana Induk Nasional SPBE dan SIDEKA disusun dalam rangka memberikan arah pelaksanaan SPBE dan SIDEKA agar pengembangan sistem elektronik pemerintah, pemerintahan daerah dan Pemerintahan Desa berjalan terpadu dan berkesinambungan. Rencana Induk Nasional SPBE dan SIDEKA terdiri atas 6 (enam) program utama yaitu: a. Keamanan Informasi Pemerintah (Government Information Security) b. Jaringan Intra Pemerintah (Government Internet Exchange) c. Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (Government Service Bus) d. Pusat Data Elektronik Terpadu (Government Inte-
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
grated Data Center) e. Sistem Perizinan Nasional Satu Pintu (National Single Window) f. Sistem Portal Layanan Publik (Citizen Services System)
(1)
(2)
(3)
(4)
Bagian Kesatu Keamanan Informasi Pemerintah (Government Information Security) Pasal 7 Pimpinan Badan Pemerintahan menugaskan kepada Unit Kerja untuk melindungi keamanan SPBE sesuai ketentuan keamanan informasi pemerintah, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dari tugas tersebut. Pemerintah Desa menugaskan kepada perangkat desa yang melakukan pengelolaan SIDEKA untuk melindungi keamanan SIDEKA sesuai ketentuan keamanan informasi pemerintah, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dari tugas tersebut. Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa serta personil yang merencanakan, membuat, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik memastikan arsitektur dan desain teknis sistem elektronik, perangkat keras, perangkat lunak, dan sistem keamanan, telah lulus uji keamanan atau sesuai ketentuan keamanan informasi pemerintah. Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintah Daerah dan Permerintah Desa menetapkan prosedur keamanan sistem elektronik dan melakukan uji risiko sebelum 139
konsep rancangan peraturan presiden
(5)
(6)
menerapkan prosedur keamanan sistem elektronik agar prosedur tersebut dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan (2), pimpinan Unit Kerja serta Perangkat Desa mengacu kepada ketentuan keamanan informasi pemerintah. Ketentuan keamanan informasi pemerintah sebagaimana di maksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) diatur oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi.
Pasal 8 Government CIO Nasional bertanggung jawab terhadap keamanan informasi penyelenggaraan SPBEdan SIDEKA secara nasional.
(1) (2)
(3)
140
Pasal 9 Setiap Unit Kerja bertanggung jawab menjaga keamanan informasi SPBE di masing-masing Badan Pemerintahan. Setiap Pemerintah Desa bertanggungjawab menjaga keamanan informasi SIDEKA di masing-masing Pemerintah Desa Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1), kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. membangun mekanisme yang berfungsi dan berperan sebagai CSIRT (Computer Security Incident Response Team); b. melakukan pemantauan terhadap kinerja teknis dari
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
sistem; c. menerima laporan gangguan dari pengguna sistem, CSIRT, atau pihak manapun yang mengetahui adanya gangguan; d. melakukan penanganan terhadap gangguan teknis yang dilaporkan; e. meneruskan persoalan gangguan teknis yang tidak berhasil ditangani sendiri ke Government CIO Nasional, dan; f. melaporkan jenis gangguan, penanganan yang dilakukan, dan hasil penanganannya kepada Government CIO Nasional; g. melakukan koordinasi dengan CSIRT sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
(1)
(2)
Bagian Kedua Jaringan Intra Pemerintah (Government Internet Exchange) Pasal 10 Jaringan intra pemerintah merupakan infrastruktur dasar yang menghubungkan semua layanan pemerintah melalui sebuah jaringan yang aman dan handal. Jaringan intra pemerintah menghubungkan semua komponen TIK dasar pemerintah yang termasuk di dalamnya adalah pusat data elektronik, sistem penghubung layanan pemerintah, dan semua aplikasi pemerintahan.
141
konsep rancangan peraturan presiden
Pasal 11 Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa harus berkonsolidasi dalam melakukan pengadaan semua infrastruktur jaringan maupun jaringan internet secara terpusat.
(1)
(2)
(1)
142
Pasal 12 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi bertugas untuk menyiapkan dan mengelola Jaringan Intra Pemerintah. Penyiapan dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. menyusun desain Jaringan Intra Pemerintah; b. membangun Jaringan Intra Pemerintah; c. menyediakan sarana yang dapat digunakan oleh penyedia jasa akses Internet untuk terhubung ke dalam Jaringan Intra Pemerintah; d. mengoperasikan jaringan internet pemerintah sesuai ketentuan keamanan informasi pemerintah, dan; e. menyusun dan mensosialisasikan prosedur operasional pemanfaatan Jaringan Intra Pemerintah ke seluruh Badan Pemerintahan dan penyedia jasa akses internet. Bagian Ketiga Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (Government Service Bus) Pasal 13 Sistem penghubung layanan pemerintah berfungsi sebagai sistem manajemen informasi dan pertukaran data
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
dalam lingkungan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa yang mampu melakukan integrasi informasi dari beberapa sistem informasi atau penyedia layanan dan data. Sistem penghubung layanan pemerintah dilakukan melalui pengaturan aplikasi dan konsolidasi aplikasi berbasis standar terbuka. Pasal 14 Aplikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) terdiri atas a. aplikasi umum; dan b. aplikasikhusus. Aplikasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi. Aplikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan sesuai tugas dan fungsi Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa, yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi. Aplikasi Umum dioperasikan secara seragam di seluruh Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa, sedangkan Aplikasi Khusus dioperasikan hanya di Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa yang membuatnya dan/ atau Badan Pemerintahan lain sesuai fungsinya. Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan 143
konsep rancangan peraturan presiden
(6)
(7)
(1)
(2)
(1)
(2)
144
Pemerintahan Desa melaporkan dan mendaftarkan aplikasi yang digunakannya kepada Menteri yang bertanggungjawab dalam urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi. Setiap Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah mengoperasikan Aplikasi Umum di Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerahnya. Setiap Pemerintahan Desa mengoperasikan Aplikasi Umum di Pemerintahan Desanya Pasal 15 Aplikasi sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 14 memenuhi ketentuan interoperabilitas, keamanan sistem informasi, antar muka, dan akses. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi. Pasal 16 Konsolidasi aplikasi berbasis standar terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 menggunakan kode sumber terbuka (open source). Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa dapat menggunakan aplikasi dengan kode sumber tidak terbuka setelah berkoordinasi dan mendapat rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 17 Hak cipta atas aplikasi dan kode sumber yang dibangun oleh Badan Pemerintahandan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam peraturan presiden ini menjadi milik negara. Kode sumber aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen-dokumen teknisnya disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasiuntuk dapat dimanfaatkan bagi negara sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan mengenai tatakelola hak cipta dan kode sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 18 Pembangunan dan/atau pengembangan aplikasi yang melibatkan lebih dari satu Badan Pemerintahan dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi. Pembangunan dan/atau pengembangan aplikasi bagi Pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi
Pasal 19 Aplikasi yang digunakan untuk SPBEdan SIDEKA dapat diperiksa kesesuaian fungsinya melalui audit yang dilakukan oleh tenaga 145
konsep rancangan peraturan presiden
ahli yang kompeten yang ditunjuk Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi.
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 20 Setiap Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa memastikan sistem elektronik yang dibangunmenggunakan standar teknis terbuka, mempersiapkan tabel alokasi file untuk kepentingan pertukaran data, dan mencatat log transaksi pertukaran data. Mekanisme Pertukaran data dan/atau pemanfaatan data bersama (data sharing) antara Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa dilakukan sesuai kewenangan dan kualifikasi informasi. Setiap pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa mempersiapkan sarana tatap muka yang dibutuhkan untuk interkoneksi. Setiap pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa mengatur agar pertukaran data yang menyangkut data pribadi penduduk dan data aparatur negara dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa yang telah membuat dan/atau mengembangkan dan mengoperasikan aplikasi pada saat ditetapkannya Peraturan Presiden ini telah menyelesaikan 146
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
pekerjaan pembuatan dan/atau pengembangannya paling lambat 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan Peraturan Presiden ini. Bagian Keempat Pusat Data Elektronik Terpadu (Government Integrated Data Center) Pasal 22 Pusat data elektronik terpadu merupakan suatu fasilitas yang digunakan untuk menampung semua data-data pemerintahan agar setiap Badan Pemerintahandan Pemerintahan Desa dapat berbagi data untuk kebutuhan pelayanan masyarakat yang lebih efektif.
(1)
(2)
(3)
Pasal 23 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa melakukan pendataan terhadap datadata yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan, wilayah dari subyek atau obyek kerja, atau peristiwa. Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa data statistik, data geospasial, atau data lain yang jenisnya ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Agar data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memiliki tingkat keakurasian tinggi dan dapat digunakan dengan mudah untuk kegiatan perencanaan pembangunan nasional, maka Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional secara berkala dapat menyampaikan permintaan data kepada setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa. 147
konsep rancangan peraturan presiden
(4)
(5)
(6)
(1)
(2)
(3)
148
Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa mengisi permintaan data sebagaimana di maksud dalam ayat (3) secara lengkap, menyampaikannya secara tepat waktu, dan mengacu pada standar teknis data yang telah dibakukan oleh Lembaga yang menangani statistik dan/atau informasi geospasial. Pemanfaatan data antar Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa dilakukan melalui mekanisme layanan terpadu. Pengembangan dan pengoperasian layanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi. Pasal 24 Setiap data dan dokumen elektronik yang dibuat oleh Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa disimpan dalam format data terbuka. Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa melaporkan seluruh basis data elektronik yang telah dikelola dan rencana pengembangannya secara elektronik kepada Government CIO Nasional, paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan. Terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Government CIO Nasional berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku: a. menambah, mengurangi, mengubah, dan/atau menghilangkan satu atau beberapa elemen di dalam
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
basis data elektronik nya, dan/atau; b. menghubungkan, menggabungkan, atau mengintegrasikan basis data elektroniknya dengan basis data elektronik di Badan Pemerintahan lain.
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 25 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa menyediakan data secara elektronik sebagai informasi publik. Dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik, setiap pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa mempertimbangkan perlindungan terhadap aspek privasi, data pribadi, keselamatan warganegara, dan/atau keamanan dan keselamatan negara. Pasal 26 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi bertugas untuk membangun Pusat Data Elektronik Nasional. Pusat Data Elektronik Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tempat penyimpanan dokumentasi sistem elektronik, data elektronik, dan basis data elektronik dari seluruh Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa yang dimanfaatkan untuk kepentingan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik
149
konsep rancangan peraturan presiden
(1)
(2)
(3)
Pasal 27 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa menggunakan fasilitas pusat data dan pusat pemulihan data (data recovery center) yang berupa sarana dan prasarana terpusat yang berada di wilayah hukum Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasimenyediakan fasilitas pusat data nasional yang terintegrasi dengan seluruh fasilitas pusat data sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai pusat data elektronik nasional dan pusat pemulihan data (data recovery center) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi.
Pasal 28 Pusat Data Elektronik Nasional diselenggarakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. berlokasi di wilayah darat, laut, dan udara Republik Indonesia; b. perangkat lunak dan keras dari sistem elektronik yang digunakan telah sesuai dengan standar keamanan informasi pemerintah. c. personil yang mengoperasikan telah sesuai dengan ketentuan standar keamanan pemerintah. d. sistem elektronik dan datanya dilindungi dengan sarana kriptografi yang mengacu pada standar yang ditetapkan 150
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
e. f. g.
(1)
(2)
oleh Badan Pemerintahan yang bertanggungjawab dalam urusan persandian negara; lokasi kedudukan pusat data elektronik dijaga secara fisik, trafik masuk dan keluar dari pusat data elektronik dicatat dalam sistem; dan area sekitar pusat data elektronik direkam secara terus menerus dengan perangkat kamera yang memiliki kemampuan merekam dalam gelap. Bagian Kelima Sistem Perizinan Nasional Satu Pintu (National Single Window) Pasal 29 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan perizinan mengoperasikan 1 (satu) Aplikasi Khusus untuk mengadministrasikan seluruh ragam dan proses perizinan. Aplikasi Khusus yang dimaksud pada ayat (1) merupakan aplikasi elektronik untuk melaksanakan kegiatan sebagai berikut: a. menerima permohonan perizinan dari masyarakat; b. memberikan tanda terima permohonan dari masyarakat; c. menginformasikan kepada masyarakat, unit kerja atau perangkat desa yang sedang menangani permohonan; d. menginformasikan kepada masyarakat, keputusan Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintah Daerah, 151
konsep rancangan peraturan presiden
dan Pemerintah Desa mengenai penerimaan atau penolakan terhadap permohonan yang diajukan, dan; e. kegiatan lain yang dipandang dapat mempermudah masyarakat dalam melaksanakan proses perizinan atau membuat proses perizinan semakin transparan dan cepat. Bagian Keenam Sistem Portal Layanan Publik (Citizen Services System) Pasal 30 Sistem Portal Layanan Publik merupakan pintu gerbang bagi layanan Pemerintah berbasis situsweb.
(1) (2)
(3)
(1)
(2) 152
Pasal 31 Setiap Badan Pemerintahandan Pemerintahan Desa mengelola situsweb dan menggunakan standar metadata. Situsweb Badan Pemerintahandan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan dengan menggunakan nama domain resmi Pemerintah dengan alamat .go.id. Informasi yang ditampilkan dalam web atau fasilitas terkait lainnya dimutakhirkan secara berkala dan berkelanjutan. Pasal 31 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa mengelola situsweb dan menggunakan standar metadata. Situsweb Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah,
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(3)
(1) (2) (3)
dan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan dengan menggunakan nama domain resmi Pemerintah dengan alamat .go.id. Informasi yang ditampilkan dalam web atau fasilitas terkait lainnya dimutakhirkan secara berkala dan berkelanjutan. Pasal 32 Setiap situsweb Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah dikelola oleh Unit Kerja. Setiap situsweb Pemerintahan Desa dikelola oleh Perangkat Desa yang telah diberikan wewenang. Unit Kerja dan Perangkat Desa sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan (2) memastikan hal-hal sebagai berikut: a. Dalam data kontak pendaftar nama domain (registrant contact) tercantum data kontak dari administrator situsweb di Penyelenggara SPBE dan SIDEKA pada Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa tersebut. b. Dalam data kontak admin tercantum data kontak dari administrator situsweb penyelenggara SPBE dan SIDEKA pada Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desatersebut. c. Dalam data kontak teknis (technical contact) tercantum data kontak dari administrator situsweb Penyelenggara SPBE dan SIDEKA pada Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desatersebut. d. Dalam data Penagihan (billing contact), data kontak admin tercantum data kontak dari administrator 153
konsep rancangan peraturan presiden
situsweb Penyelenggara SPBE dan SIDEKA pada Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa tersebut. e. Alamat surat elektronik yang digunakan dalam data kontak situsweb sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan alamat surat eletronik resmi Pemerintah dengan alamat .go.id.
(1) (2)
(3)
(1)
(2) 154
Pasal 33 Situsweb yang merupakan portal nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Indonesia.go.id Seluruh administrator situsweb Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa menghubungkan situswebnya dengan situsweb indonesia.go.id atau situs induk lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Badan Pemerintahan yang melaksanakan fungsi di bidang sekretariat negara mengelola portal nasional dibawah koordinasi Government CIO Nasional. Pasal 34 Setiap administrator situsweb dan fasilitas lain terkait Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa menyediakan fitur di situsweb Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa yang dapat dengan mudah digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan saran, keluhan, usulan, pendapat, kritik, atau gagasannya. Setiap administrator situsweb dan fasilitas lainterkait,
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(3)
(4)
(1)
(2)
(1)
mendata seluruh saran, keluhan, usulan, pendapat, kritik, atau gagasan yang masuk dan melaporkannya secara elektronik kepada Unit Kerja. Setiap administrator situsweb dan fasilitas lain terkait di Pemerintahan Desa, mendata seluruh saran, keluhan, usulan, pendapat, kritik, atau gagasan yang masuk dan melaporkannya secara elektronik kepada Perangkat Desa yang telah diberikan wewenang pengelolaan. Unit Kerja dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) melakukan analisis dan menentukan langkah untuk menindaklanjuti saran dan keluhan tersebut. Pasal 35 Setiap pemilik sistem elektronik privat menjaga keamanan sistem, pusat data, dan/atau basis data elektroniknya masing-masing. Administrator keamanan komputer di setiap sistem elektronik privat berkoordinasi dengan Government CIO Kabupaten/Kota untuk saling berbagi informasi seputar adanya serangan atau ancaman serangan terhadap sistem, pusat data, dan/atau basis data elektronik, agar secara bersama-sama dapat melakukan upaya untuk menanggulanginya. Pasal 36 Setiap pimpinan Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah memprioritaskan pemanfaatan barang, jasa, dan personil dalam negeri dalam pembangunan dan 155
konsep rancangan peraturan presiden
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
pengelolaan infrastruktur SPBE dan SIDEKA dengan memperhatikan ketentuan perdagangan dunia. Setiap Penyelenggara SPBE dan SIDEKA meneliti terlebih dahulu kebutuhan internal dan spesifikasi teknis dari setiap tawaran bantuan untuk pembangunan atau pengelolaan infrastruktur dan melakukan kajian manajemen resiko, uji keamanan terhadap perangkat keras, lunak, dan prosedurnya sebelum memutuskan untuk menerima bantuan. Pasal 37 Setiap korporasi dapat bekerjasama dengan Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah untuk membangun dan mengelola infrastruktur SPBE. Setiap korporasi dapat bekerjasama dengan Pemerintahan Desa untuk membangun dan mengelola infrastruktur SIDEKA. Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa bertanggung jawab atas pembangunan dan pengelolaan infrastruktur SPBE dan SIDEKA. Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan yang terkait.
Pasal 38 Rencana Induk Nasional SPBEdan SIDEKA sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. 156
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(1)
(2)
(3)
(4)
BAB IV PETA JALAN Pasal 39 Peta jalan dan tahapan pengembangan SPBE dibuat untuk memandu pemerintah dalam mencapai visi dan tujuan yang ada dalam rencana induk. Peta jalan dan tahapan pengembangan SIDEKA dibuat untuk memandu Pemerintah Desa dalam mencapai visi dan tujuan yang ada dalam rencana induk. Peta jalan dan tahapan pengembangan SPBE dan SIDEKA dibuat dengan membandingkan antara kondisi saat ini (existing) dan kondisi ideal yang terdapat di rencana induk Peta jalan dan tahapan pengembangan SPBE dan SIDEKA dirumuskan dalam 5 (lima) tahap dengan tema yang berbeda di setiap tahapannya. Tahapan-tahapan tersebut adalah: a. Informasi, Mendekatkan informasi ke publik dan pengguna. b. Interaksi, Publik dan pengguna dapat berinteraksi dengan pemerintah melalui sistem TIK terpadu. c. Transaksi, Publik dan pengguna dapat melakukan transaksi (misalnya perizinan) melalui sistem TIK pemerintah. d. Kolaborasi, Antar kementerian dan lembaga berkolaborasi untuk memadukan layanan dalam sistem TIK pemerintah. e. Optimalisasi, Layanan yang telah terpadu terus dioptimalisasikan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi. 157
konsep rancangan peraturan presiden
(5)
Peta Jalan dan tahapan pengembangan SPBE dan SIDEKA sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
BAB V TATA KELOLA Pasal 40 Tata Kelola SPBE dan SIDEKA, meliputi: a. Perencanaan; b. Organisasi dan Tata Laksana; c. Penguatan Sumber Daya Manusia; d. Pembiayaan dan Pengadaan; dan e. Pengawasan dan Evaluasi.
(1)
(2)
(3)
158
Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 41 Seluruh Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah melakukan perencanaan SPBE untuk melaksanakan administrasi pemerintahan dan menyelenggarakan pelayanan publik. Seluruh Pemerintahan Desa melakukan perencanaan SIDEKA untuk melaksanakan administrasi pemerintahan dan menyelenggarakan pelayanan publik. Dalam penyusunan dokumen perencanaan, setiap Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa: a. melaksanakan inventarisasi seluruh kegiatan
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(4)
(5)
(1)
administrasi pemerintahan dan administrasi Pemerintahan Desa serta pelayanan publik yang dapat dilakukan secara elektronik; b. memastikan sistem elektronik yang akan dioperasikan telah memenuhi standar kelaikan sistem elektronik pemerintah; c. memastikan sistem elektronik yang akan dioperasikan dapat terhubung dengan sistem elektronik di Badan Pemerintahan lain; d. memastikan data yang dihasilkan dapat diakses oleh Badan Pemerintahan lain dan/atau masyarakat; e. memastikan sistem elektronik yang dioperasikan dilindungi dengan sistem keamanan informasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan; f. melaksanakan pengelolaan, perawatan, dan pemutakhiran sistem elektronik. Perencanaan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk melaksanakan indikator kinerja utama SPBE dan SIDEKA, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang jangka menengah. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara perencanaan SPBE dan SIDEKA diatur lebih lanjut oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Bagian Kedua Organisasi dan Tata Laksana Pasal 42 Dalam rangka pelaksanaan Kebijakan SPBEdan Kebijakan 159
konsep rancangan peraturan presiden
(2)
160
SIDEKA, maka menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Komunikasi dan Informasi berperan dan berfungsi serta bertanggung jawab sebagai Government CIO Nasional. Government CIO Nasional sebagaimana di maksud dalam ayat (1) menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Melakukan koordinasi, pengendalian keterpaduan, monitoring, dan evaluasi SPBEdanSIDEKA secara nasional. b. mensosialisasikan Kebijakan SPBEdan Kebijakan SIDEKA ke setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa; c. membantu Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa dalam menyusun rencana pengimplementasian Kebijakan SPBEdan Kebijakan SIDEKA. d. membantu Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa dalam menyusun desain sistem elektronik sesuai dengan Kebijakan SPBEdan Kebijakan SIDEKA; e. membantu Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa dalam menyusun norma tata kelola SPBEdan Kebijakan SIDEKA; f. membantu Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan desa dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlukan untuk melaksanakan SPBEdanSIDEKA, g. meneliti, mengevaluasi, dan merekomendasikan aplikasi sistem elektronik di Badan Pemerintahan,
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa yang dapat dilanjutkan, diintegrasikan, dimodifikasi, atau dihentikan pengoperasiannya, dan; h. menyelenggarakan secara berkala Forum Data dan Konsolidasi Nasional.
(1)
(2)
Pasal 43 Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa memastikan terlaksananya transformasi Sistem Pemerintahan Non-elektronik menjadi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Transformasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan sebagai berikut: a. melakukan perumusan kebijakan, pengendalian, penetapan tahap-tahap implementasi. b. melakukan digitalisasi dokumen atau pengarsipan, administrasi perkantoran, dan surat menyurat secara elektronik, di lingkungan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan di lingkungan Pemerintahan Desa; c. menggunakan sistem surat elektronik pemerintah bagi Aparatur Sipil Negara; d. menetapkan pengelolaan tata naskah dinas secara elektronik pada Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa; e. mengaplikasikan sistem penandatanganan elektronik berbasis kriptografi untuk naskah dinas, terutama keputusan berbentuk elektronis; f. menstandarisasikan pengisian informasi kontak ad161
konsep rancangan peraturan presiden
(3)
(4)
162
ministrator di setiap situsweb yang dikelola oleh Unit Kerja dan Perangkat Desa; Unit Kerja menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. mengkonsolidasikan pengelolaan seluruh sistem informasi yang tersebar ke dalam satu sistem pengelolaan yang menyeluruh dan terintegrasi; b. mengelola, merawat, memperbaiki, dan memutakhirkan sistem elektronik, yang sekurangkurangnya meliputi: infrastruktur jaringan, koneksi internet, sistem informasi, penyimpanan data elektronik, aplikasi elektronik, keamanan sistem dan data, dan portal atau situsweb Badan Pemerintahan; c. melaporkan hasil pencapaian kinerja SPBE beserta kendala dan usulan perbaikan, secara berkala kepada Pimpinan Badan Pemerintahan. Perangkat Desa yang diberikan wewenang pengelolaan SIDEKA menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. mengkonsolidasikan pengelolaan seluruh sistem informasi yang tersebar ke dalam satu sistem pengelolaan yang menyeluruh dan terintegrasi; b. mengelola, merawat, memperbaiki, dan memutakhirkan sistem elektronik, yang sekurangkurangnya meliputi: infrastruktur jaringan, koneksi internet, sistem informasi, penyimpanan data elektronik, aplikasi elektronik, keamanan sistem dan data, dan portal atau situsweb Pemerintahan Desa; c. melaporkan hasil pencapaian kinerja SIDEKA beserta kendala dan usulan perbaikan, secara berkala kepada Pemerintah Desa.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
Pasal 44 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa memanfaatkan unit kerja, Perangkat Daerah, dan Perangkat Desa yang telah ada, dengan melakukan langkahlangkah penguatan kapasitas melalui: a. mengumpulkan data dari berbagai unit kerja lain, Perangkat Daerah, dan Perangkat Desa lain; b. memastikan penyajian data, metadata statistik, dan metadata informasi geospasial dalam format dan struktur yang sudah dibakukan oleh Kepala Lembaga yang menangani statistik dan/atau informasi geospasial; c. menyampaikan data dan metadata kepada Unit Kerja lain, Perangkat Daerah, dan Perangkat Desa lain untuk digunakan sebagai rujukan pertama dan utama bagi penyusunan rencana, anggaran, dan evaluasi rencana pembangunan; d. menyediakan data untuk pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa dan masyarakat; e. melakukan koordinasi penyelenggaraan data melalui Forum Data dan Konsolidasi Nasional. Pasal 45 Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa memastikan bahwa penguatan tugas dan fungsi pada Unit Kerja, Perangkat Daerah, dan Perangkat Desa di lingkungan masing-masing telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
163
konsep rancangan peraturan presiden
(1) (2)
(1)
(2)
(3) (4) (5)
164
Pasal 46 Struktur kelembagaan pelaksana SPBE sebagaimana terlampir dalam lampiran Peraturan Presiden ini. Struktur pengelola SIDEKA diatur dalam Peraturan Desa. Bagian Ketiga Penguatan Sumber Daya Manusia Pasal 47 Setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa menyiapkan sumber daya manusia dengan kualifikasi keahlian yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan SPBE dan kebijakan SIDEKA sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Setiap Pimpinan Badan Pemerintahan, Pemerintah Daerah,dan Pemerintah Desa melakukan perekrutan, pendidikan, pelatihan, dan pembinaan terhadap sumber daya manusia agar memiliki kualifikasi keahlian sebagaimana di maksud dalam ayat (1); Sumber daya manusia pelaksana SPBE adalah Aparatur Sipil Negara; Sumber daya manusia pelaksana SIDEKA adalah ___________________ Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi menyusun jabatan fungsional dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan SPBE sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(1)
(2)
(3)
Bagian Keempat Pembiayaan dan Pengadaan Pasal 48 Pembiayaan untuk penyelenggaraan SPBE di setiap Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah dapat diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pembiayaan untuk pengelolaan SIDEKA di setiap Pemerintahan Desa dapat diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) atau sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dapat menolak pengajuan anggaran pembiayaan dari setiap Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah yang tidak sesuai Rencana Induk Nasional SPBE.
Pasal 49 Pembiayaan yang termasuk dalam kelompok anggaran SPBE dan SIDEKAmeliputi: a. operasional satuan kerja pengelola SPBEdan SIDEKA; b. pembuatan dan/atau pengembangan aplikasi khusus sesuai dengan tugas dan fungsi spesifik setelah disetujui oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi; c. penyediaan akses internet secara menyeluruh dan terpadu; 165
konsep rancangan peraturan presiden
d. e.
f. g. h.
i.
j.
166
penyimpanan data elektronik pada pusat data yang telah lulus uji keamanan; pengadaan perangkat keras dan/atau lunak yang berfungsi untuk penyelenggaraan sistem elektronik untuk pelayanan publik di Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa tersebut yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan kartu tanda penduduk elektronik dan/atau mengautentikasi identitas penduduk dan data elektronik; pengoperasian tandatangan digital yang terhubung dengan infrastruktur kunci publik pemerintah; penyediaan jasa profesional dalam rangka mendukung pengembangan dan pelaksanaan SPBEdan SIDEKA; pengamanan sistem elektronik dan/atau data elektronik untuk mendeteksi, mengantisipasi, dan menanggulangi serangan, akses yang tidak sah, modifikasi yang tidak sah, dan/atau intersepsi yang tidak sah; penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan yang hasilnya akan meningkatkan kompetensi pengelolaan SPBEdan SIDEKA dari personil di Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa; dan penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, promosi, edukasi, atau publikasi yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan aparatur negara dalam memanfaatkan SPBE dan SIDEKA yang diselenggarakan Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa tersebut.
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 50 Pengadaan barang dan/atau jasa untuk melaksanakan rencana dan anggaran di setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus untuk pengadaan akses Internet, setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa memiliki peta kebutuhan pita lebar pada tiap-tiap unit internal dan melaksanakan pengadaan akses internet secara terpusat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengadaan akses internet secara terpusat sebagaimana di maksud dalam ayat (2) tidak berarti ada 1 (satu) penyedia jasa internet saja untuk setiap Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa. Bagian Kelima Pengawasan dan Evaluasi Pasal 51 Setiap Pimpinan Badan Pemerintahan. Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Desa bertanggung jawab melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan SPBE dan SIDEKA. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara bertanggungjawab atas pengawasan dan evaluasi kebijakan SPBE. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang _________ bertanggungjawab atas pengawasan dan evaluasi kebijakan SIDEKA. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan 167
konsep rancangan peraturan presiden
(5)
(1)
(2)
168
di bidang komunikasi dan informasi bertanggung jawab atas pengawasan dan evaluasi pelaksanaan SPBE dan SIDEKA. Setiap Pimpinan Badan Pemerintahan dan Pemerintahan Desa melaporkan kinerja pelaksanaan SPBEdan SIDEKA kepada Presiden melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi. BAB VI KETENTUAN LAIN Pasal 52 Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan Peraturan Presiden ini seluruh Badan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Desa telah melaksanakan SPBEdan SIDEKA. Untuk melaksanakan ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka: a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi bertanggung jawab terhadap penyediaan aplikasi, hal lain sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini serta pelaksanaan kebijakan SPBEdan SIDEKA; b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional bertanggung jawab terhadap pengendalian perencanaan SPBEdan SIDEKA c. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan bertanggung
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
jawab terhadap pembiayaan pelaksanaan SPBEdan SIDEKA menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara bertanggungjawab terhadap pengawasan dan evaluasi kebijakan SPBE menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bertanggung jawab terhadap pengelolaan portal nasional menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri bertanggung jawab terhadap koordinasi pelaksanaan kebijakan SPBE di daerah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan bertanggung jawab terhadap keamanan informasi lingkup militer kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang statistik dan/atau informasi geospasial bertanggung jawab terhadap penetapan standar teknis data yang terkait dengan bidang tugasnya masing-masing kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang penerapan dan pengkajian teknologi bertanggung jawab terhadap kajian teknologi informasi kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang sandi negara bertanggung jawab terhadap keamanan informasi publik kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang penanaman modal bertanggung jawab terhadap tata 169
konsep rancangan peraturan presiden
l.
kelola perizinan penanaman modal kepala lembaga yang mempunyai tugas di bidang kearsipan bertanggung jawab terhadap pengelolaan penyimpanan dokumen kearsipan
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 53 Pada saat berlakunya Peraturan Presiden ini, semua peraturan perundang-undangan di bidang SPBE dan SIDEKA yang telah ada yang bertentangan dengan Peraturan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ............ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
IR. H. JOKO WIDODO 170
rancangan peraturan presiden tentang tata kelola ....
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ............... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR
171
.
TANGGAPAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK
.
Tanggapan terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik [A.A. Oka Mahendra, S.H.]
I. Pengantar. Penyelenggaraan sistem informasi pemerintahan berbasis elektronik sudah cukup lama menjadi wacana di tanah air kita khususnya di kalangan lembaga administrasi negara.Lebih lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi pada era globalisasi dewasa ini. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi terasa dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bahkan dalam kehidupan pribadi. Pada zaman yang disebut sebagai zaman teknologi informasi,siapa yang menguasai teknologi informasi dalam arti dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk menopang 175
konsep rancangan peraturan presiden
berbagai aspek kehidupannya,lebih berpeluang untuk meraih kemajuan. Karena itu,para penyelenggara pemerintahan berupaya untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi untuk meningkatkan efektif itas dan ef isiensi penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, teknologi informasi berbasis elektronik dijadikan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan pemerintahan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik(ITE) dibentuk sebagai dasar hukum untuk mengatur pemanfaatan teknologi informasi berbasis sistem komputer dalam penyampaian informasi,komunikasidan/atau transaksi secara elektronikkhususnya yang terkait dengan pembuktian dan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. 176
tanggapan terhadap rancangan peraturan presiden
Sistem informasi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari : 1. Sisi teknis dan manajemen 2. Sisi teknis dan fungsional. Dari sisi teknis dan manajemen, sistem informasi adalah penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan organisasi tersebut dan tujuan peruntukannya. Dari sisi teknis dan fungsional, sistem informasi adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup input, output, storagedan communication. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE mengatur secara umum pemanfaatan informasi elektronik dan pelakasanaan ternasaksi elektronik, tidak mengatur secara spesifik penyelenggaraan sistem pemerintahan berbasis elektronik. Sehubungan dengan itu, pemerintah memandang perlu untuk membentuk Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Bebasis Elektronik.
II. Permasalahan. Pada kesempatan iniada tiga permasalahan yang akan ditanggapi 177
konsep rancangan peraturan presiden
yaitu: 1. Apakah Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Bebasis Elektronik cukup diatur dengan instrumen hukum berbentuk Peraturan Presiden? 2. Bagaimana posisi pengaturan kebijakan sistem informasi desa dan kawasan perdesaan(SIDEKA) yang pokokpokoknya telah ditur dalam Pasal 86 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa? 3. Apakah pemerintah telah siap untuk melaksanakan sistem informasi berbasis elektronik dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan? Apakah Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Bebasis Elektronik cukup diatur dengan instrumen hukum berbentuk Peraturan Presiden? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu perlu disamakan pemahaman kita tentang frasa “sistem pemerintahan”. Sistem pemerintahan yang dianut dalam UUD Negara RI Tahun 1945 adalah sitem presidensial. Menurut Bambang Kesowo(Kompas 20 Maret 2015,Buah Dari Sitem Menyimpang),”Sistem pemerinahan presidensial memberikan posisi presiden sebagai “pancer”dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.Presiden adalah kepalanya negara,yang memimpin negara dan sekaligus pemerintah”. 178
tanggapan terhadap rancangan peraturan presiden
Lebih lanjut dikemukakan,”Lekat pada makna “pancer”dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara tadi,sistem presidensial juga membebankan tanggungjawab atas segala hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut kepada Presiden.Oleh karena itu,ketika arahan yang diberikan dalam Undang-Undang Dasar(UUD)harus dijabarkan dalam Undang-Undang(UU),ketika kebijakan dan program yang dikeluarkannya harus dibalut dengan baju yuridis yang bernama UU,ketika tata kerja dalam penyelenggaraan hubungan antarlembaga negara juga harus dilangsungkan dalam kerangka sebagaimana diatur dalam UU,semuanya menjadi aturan main yang harus diikuti dan ditaati.” Dari uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa sistem pemerintahan negara telah diatur dalam UUD dan dijabarkan lebih lanjut dalam UU. Dalam kontek seperti diuraikan di atas maka tidaklah tepat jika penyelenggaraan sistem pemerintahan berbasis elektronik diatur dalam Peraturan Presiden(Perpres). Penyelenggaraan sistem pemerintahan pokok-pokoknya telah diatur dalam UUD dan penjabaran lebih lanjut diatur dalam UU. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 10 ayat(1)UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang menentukan”Materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi anatara lain”pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD Negara RI Tahun 1945".
179
konsep rancangan peraturan presiden
Bertolak dari ketentuan Pasal tersebut,maka pengaturan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem pemerintahan menurut UUD harus diatur dengan UU. Sedangkan materi muatan Perpres menurut Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah materi yang diperintahkan oleh UU,materi untuk melaksanakan PP atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Rancangan Perpres tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik disususn tidak berdasarkan perintah UU,atau untu melaksanakan PP,karena tidak ada perintah UU atau PP untuk itu. Yang paling mungkin adalah Perpres tersebut disusun untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan dalam hal ini adalah untuk mengatur kebijakan pemanfaatan teknologi informasi dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan dan penyelenggaraan pelayanan publik,sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1 angka 1 R Perpres. Sehubungan dengan itu,maka nama Perpres harus diubah menjadi “Rencana Induk Nasional Dan Peta Jalan Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan Dan Penyelenggaraan Pelayanan Publik”. Nama tersebut lebih menggambarkan isi yang akan diatur dalam Perpres yang bersangkutan dan tidak ambigu,seakan-akan 180
tanggapan terhadap rancangan peraturan presiden
Perpres hendak mengatur penyelenggaraan sistem pemerintahan berbasis elektronik. 33 dari 54 Pasal dalam perpres mengatur mengenai Rencana Induk Nasional, 1 Pasal peta Jalan dan 12 Pasal mengatur tata kelola. Basis elektronik adalah berkenaan dengan teknik atau cara/ sarana dalam penyelenggaraan pemerintahan . Taliziduhu Ndraha (Kybernology/Ilmu Pemerintahan Baru jilid 2, 2003 hal 540) mengemukakan ”Teknologi pemerintahan diartikan sebagai kajian tentang pembuatan dan penggunaan cara dan alat tertentu untuk memcahkan masalah-masalah pemerintahan tertentu guna meningkatkan dan mengaktualisasikan niai-nilai pemerintahan (dalam praktik)”. Sedangkan information technology (IT) dengan mengutip pendapat Keneth C.Laudon dan Jane P.Laudon, diartikan “intrument through wich management controls and creates and it is an arrow in the manager quiver’. (ibid hal 538). Bagaimana posisi pengaturan kebijakan sistem informasi desa dan kawasan perdesaan(SIDEKA) yang pokok-pokoknya telah ditur dalam Pasal 86 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa? Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 86 ayat (1) menentukan ”Desa berhak mendapatkan akses informasi 181
konsep rancangan peraturan presiden
melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota”. Pada ayat (2) ditentukan ”Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan”. Sistem informasi Desa tersebut, menurut ayat (3) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan serta sumber daya manusia”. Pada ayat (4) ditentukan antara lain bahwa sistem informasi Desa meliputi data Desa, data pembangunan Desa, Kawasan perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan. Sistem informasi Desa tersebut, menurut ayat (5) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan. Pada ayat (6)ditentukan ”Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi perencanaan pemabngunan Kabupaten/ Kota untuk Desa”. Apabila Perpres ini dimaksudkan untuk melaksanakan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah daerah untuk mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan maka materi muatannya harus diharmonisasikan dengan UU Desa. 182
tanggapan terhadap rancangan peraturan presiden
Sehubungan dengan itu,dapat dikemukakan beberapa catatan terhadap Raperpres sebagai berikut: 1.
Pasal 1 angka 9, pengertian SIDEKA agar disesuai kan dengan ketantuan Pasal 86 UU Desa. 2. Pasal 1 angka 24 apakah SPBE dan SIDEKA masing-masing mempunyai Rencana Induk? Atau hanya ada satu Rencana Induk Nasional SPBE yang di dalamnya termasuk SIDEKA? 3. Pasal 5 ayat (1) apa yang dimaksud dengan mengikuti kebijakan SPBE? Apakah sama dengan frasa ”adalah bagian dari Kebijakan SPBE” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9? Rujukan ke Pasal 4 ayat (2) tidak jelas maksudnya, karena Pasal 4 ayat (2) hanya menentukan ”Kebijakan SPBE dilaksanakan pada setiap Badan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi”. 4. Pasal 5 ayat (2) tidak sesuai dengan Pasal 86 ayat (2) yang mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota untuk mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. 5. Pasal 5 ayat (3) belum sespenuhnya sesusai dengan Pasal 86 ayat (5) UU Desa yang mencatumkan frasa ”dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan”. Mekanisme untuk mengakses perlu diatur secara operasional dalam perpres. 6. Pasal 5 ayat (5) tidak memuat norma operasional dalam penyusunan Kebijakan SIDEKA selain pengharmonisasian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan 183
konsep rancangan peraturan presiden
7.a.
b.
c.
d.
8.
184
penyelenggaraan sistem informasi oleh Pemerintah Desa. Norma operasional dimaksud antara lain: harus memperhatikan karakteristik, kebutuhan dan kemampuan Desa, ketersediaan sumber daya, partisipasi publik dalam proses penyusunan dll. Pasal yang mengatur tentang Rencana Induk Nasional SPBE dan SIDEKA perlu memilah secara jelas mana yang menjadi tugas pemerintah, Pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. Pemerintah desa harus diposisikan sebagai pengelola Sistem informasi desa yang wajib dikembangkan oleh Pemerintah dan pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Bab III terkesan bahwa Pemerintah daerah tidak hanya sebagai pengelola Sistem tetapi juga sebagai pihak yang mengembangkan sistem Informasi Desa. Selain itu, ada bias pengaturan antara penyusuanan Rencana induk Nasional dengan pengoperasiannya. Apakah 6 program dalam Pasal 6 ayat (2) sudah mencakup seluruh aspek strategis dari suatu Rencana Induk Nasional SPBE? Apakah perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi sudah tercakup? Pasal 37 ayat (2) apakah Pemerintah desa bertanggung jawab untuk membangun SIDEKA? UU Desa menentukan Pemerintah Desa mengelola SIDEKA yang wajib dikembangkan oleh pemerintah dan Pemerintaha Daerah
tanggapan terhadap rancangan peraturan presiden
Kabupaten/Kota. Apakah tidak perlu ada rambu-rambu dalam kerjasama Pemerintah desa dan korporasi dalam pengeleolaan SIDEKA? Hal ini penting untuk dibahas mengingat kapasitas Pemerintah desa di bidang teknologi informasi berbasis elektronik masih belum memadai. 9. Pasal 38 Dengan adanya Pasal ini, maka Pasal 6 sampai dengan Pasal 37 perlu ditinjau kembali. Agar tidak mubazir. Karena isi Rencana Induk Nasional sudah tercantum dalam Lampiran. Pasal 6 sd Pasal 37 perlu ditinjau kembali rumusannya. Pokok-pokok dan sistimatika Rencana Induk saja yang dimuat dalam Bab III, sedangkan uraian rincinya dicantumkan dalam Lampiran. Untuk rencana Induk SIDEKA juga dilampirkan dalam Perpres? Apakah mampu menampung keragaman kondisi 72.000 desa di tanah air. Sebaiknya Rencana Induk SIDEKA diserahkan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang lebih dekat dengan dan lebih memahami kondisi Desa di wilayahnya. 10. Pasal 39 ayat (2) jo ayat (5) apakah tidak sebaiknya diserahkan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/Kota untuk menyusun dengan berpedoman pada Peta Jalan dalam lampiran perpres ini. 11. Bab IV tentang Tata Kelola. Perpres menyemakan tata kelola SPBE dengan SIDEKA. Apakah kebijakan tersebut realistis sesuai dengan kemampuan Pemerintah Desa yang tingkat literasinya terhadap teknologi informasi pada umumnya masih belum 185
konsep rancangan peraturan presiden
memadai?. Pengelolaan SIDEKA oleh Pemerintah Desa paling tidak akan mengalami kendala di bidang SDM, masyarakat yang belum teredukasi untuk memanfaatkan teknologi informasi, pemeliharaan infra struktur dan anggaran. Apakah pemerintah telah siap untuk melaksanakan sistem informasi berbasis elektronik dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan? Membuat peraturan yang baik dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien tidak mudah. Lebih sulit lagi untuk melaksanakan peraturan tersebut secara konsisten dan konsekuen untuk kesejahteraan rakyat, merupakan suatu hal yang lebih sulit lagi. Peraturan dapat dilaksnakan secata efektif dan efisien apabila: a. Rumusan normanya jelas ; b. Aparat pelaksana memiliki kapasitas untuk melaksakanan peraturan tersebut, sebab peraturan tidak dapat tegak dengan sendidirnya; c. Komitmen yang kuat dari penentu kebijakan untuk melaksanakan peraturan tersebut; d. Mendapat dukungan masyarakat yang memandang peraturan tersebut sesusi dengan aspirasi mereka; e. Dukungan sarana dan dana yang memadai. Jika tidak terdapat unsur-unsur tersebut maka suatu peraturan 186
tanggapan terhadap rancangan peraturan presiden
akan merupakan the law in the book,tetapi tidak pernah menjadi the law in action yang mampu mengubah kehidupan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang tercantum dalam peraturan tersebut. Sehubungan dengan itu,disarankan agar sebelum penyusunan Perpres ini dilanjutkan terlebih dahulu perlu dilakukan regulatory Impact assesment.
III. Penutup. Demikian beberapa catatan yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini menanggapi Rancangan Perpres tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Berbasis Elektronik. Dari segi teknis penyusunan masih terdapt berbagai kesalahan misalnya konsistensi penggunanaan istilah, harmonisasi dengan Peraturan Perundang-undangan secara vertikal dan horizontal, perumusan norma dan masalah redaksional. Demikian untuk maklum mudah-mudahan ada manfaatnya. Jakarta, 20 Maret 2015 A.A.Oka Mahendra,S.H.
187