RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Mengingat:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26A ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengalihan Saham dan Batasan Luasan Lahan Dalam Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Pemanfaatan Perairan di Sekitarnya dalam Rangka Penanaman Modal Asing; 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1.
Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil dari atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. 1
2.
Pulau-Pulau Kecil Terluar, yang selanjutnya disingkat PPKT adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.
3.
Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
4.
Garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi.
5.
Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir.
6.
Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
7.
Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, dan masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
8.
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
9.
Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
10.
Saham adalah penyertaan modal seseorang atau badan usaha dalam suatu perseroan terbatas.
11.
Pengalihan saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual atau dialihkan kepada Peserta Indonesia.
12.
Peserta Indonesia adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, BUMN, BUMD, usaha mikro, kecil, dan menengah, Koperasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta Badan Usaha Swasta yang modal seluruhnya dimiliki Warga Negara Indonesia.
13.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
2
15.
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
16.
Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disebut BUMD, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
17.
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya.
18.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. Pasal 2
Tujuan penyelenggaraan pengalihan saham dan pembatasan luasan lahan dalam rangka penanaman modal asing di pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya untuk: a. menjaga kedaulatan NKRI di pulau-pulau kecil; b. meningkatkan partisipasi dan kemandirian peserta Indonesia dalam rangka pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya; c. meningkatkan pengendalian pemanfaatan lahan di pulau-pulau kecil; dan d. menjaga kelestarian lingkungan dan daya dukung pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya. BAB II PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA Pasal 3 (1) Kegiatan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing dapat dilakukan untuk kepentingan sebagai berikut: a. budi daya laut; b. pariwisata; c. industri pengolahan; d. pertanian organik; e. peternakan; f. perkebunan; g. pelabuhan; h. permukiman; i. transportasi; j. industri kelautan; k. jasa kelautan; dan/atau l. pembangunan untuk kepentingan umum. 3
(2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dimanfaatkan juga untuk kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2 ) harus mengutamakan kepentingan nasional. (4) Kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. pertahanan dan keamanan negara; b. kelestarian lingkungan; c. kesejahteraan masyarakat; dan d. proyek strategis nasional. (5) Perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diukur paling jauh 12 (dua belas) mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Pasal 4 Dalam hal pulau kecil memiliki luas daratan kurang dari atau sama dengan 100 km2 (seratus kilometer persegi), pemanfaatan pulau kecil tersebut wajib memperhatikan: a. pelarangan seluruh kegiatan yang mengurangi luas pulau kecil; dan b. pemanfaatan sumber daya hayati dan/atau pemanfaatan jasa lingkungan berkelanjutan; c. kelestarian ekosistem pulau-pulau kecil; d. daya dukung dan daya tampung lingkungan; e. teknologi yang digunakan; dan f. dampak lingkungan yang ditimbulkan.
BAB III PENGALIHAN SAHAM
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 5 Penanaman modal asing untuk kegiatan pemanfaatan pulau–pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas. Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan kepemilikan saham peserta Indonesia dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Perseroan terbatas yang melakukan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya paling sedikit 20 (dua puluh) tahun wajib melakukan pengalihan saham secara bertahap kepada peserta Indonesia paling sedikit 20% (dua puluh persen). Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam 2 (dua) tahapan: a. tahap kesatu, dilakukan pada tahun ke-5 (kelima) sejak perseroan terbatas melakukan kegiatan pemanfaatan; dan b. tahap kedua, dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sebelum izin usaha perseroan terbatas berakhir.
4
(5) Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
dengan cara: a. penjualan langsung kepada peserta Indonesia; atau b. penjualan melalui pasar modal dalam negeri. Pasal 6 (1)
Pengalihan saham dalam bentuk penjualan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf a dilakukan melalui penawaran saham.
(2)
Penawaran saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak: a.
tahap kesatu; dan
b.
tahap kedua.
(3)
Penawaran saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diprioritaskan untuk peserta Indonesia yang menjadi pemegang saham (shareholder) awal saham perusahaan Penanaman Modal Asing pada saat perusahaan didirikan.
(4)
Dalam hal pemegang saham (shareholder) awal tidak berminat atau tidak membeli saham yang ditawarkan secara keseluruhan maka penawaran pengalihan saham diberikan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD.
(5)
Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender setelah tanggal penawaran saham.
(6)
Dalam hal Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD tidak berminat atau tidak membeli saham yang ditawarkan secara keseluruhan maka penawaran pengalihan saham diberikan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Koperasi dan Badan Usaha Swasta Nasional.
(7)
Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Koperasi dan Badan Usaha Swasta Nasional harus menyatakan minatnya dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tanggal penawaran.
(8)
Pembayaran dan penyerahan saham yang dibeli oleh peserta Indonesia dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender setelah tanggal pernyataan minat.
(9)
Apabila pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penawaran saham dilakukan dalam bentuk penjualan melalui pasar modal dalam negeri atau melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Dalam hal pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak tercapai, penawaran saham akan dilakukan pada tahun berikutnya berdasarkan mekanisme ketentuan pada ayat (2) sampai dengan ayat (9).
5
(11) Dalam hal proses pengalihan saham telah selesai dilaksanakan, perusahaan Penanaman Modal Asing wajib menyatakan perubahan penyertaan modal perseroannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Pasal 7 Tata cara penjualan melalui pasar modal dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf b dilakukan melalui penerbitan kembali saham PMA dimaksud (right issue) dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) kepada peserta Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Pasal 8 (1)
Dalam hal terjadi peningkatan jumlah modal perseroan, saham peserta Indonesia tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil setelah dilakukan pengalihan saham.
(2)
Apabila penanam modal asing tidak melanjutkan investasinya atau mengalami kebangkrutan, maka penanam modal asing dapat menawarkan sahamnya kepada penanam modal asing lainnya atau penanam modal dalam negeri untuk memiliki saham asing tersebut.
(3)
Penanam modal asing yang akan melaksanakan Pengalihan Saham dilarang meminjamkan dana untuk pembelian Pengalihan Saham kepada Peserta Indonesia. Pasal 9
Pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikecualikan bagi: a. perseroan terbatas penanaman modal asing yang persentase kepemilikan saham peserta Indonesianya sudah memenuhi 20% (dua puluh persen) dari modal disetor perusahaan; b. penanaman modal asing di kawasan ekonomi khusus; c. penanaman modal asing di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; d. penanaman modal asing lain yang sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang energi dan sumber daya mineral. BAB IV BATASAN LUASAN LAHAN DAN PERAIRAN Pasal 10 (1) Penetapan batasan luasan lahan dan perairan dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing wajib: a. sesuai dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K) dan/atau rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat;
6
(2)
(3)
(4)
(5)
c. menggunakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan; dan d. memperhatikan perlindungan dan kelestarian sumber daya alam dan laut. Penetapan batasan luasan lahan untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan: a. aspek ekologi; b. aspek sosial budaya; c. aspek ekonomi; dan d. aspek pertahanan keamanan. Aspek ekologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi: a. karakteristik biogeofisik pulau; b. kerentanan ekosistem pulau-pulau kecil terhadap bencana dan perubahan iklim; c. daya dukung dan daya tampung pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya; d. keanekaragaman hayati, flora dan fauna endemik, langka, terancam punah, dan sebarannya terbatas; dan e. pertimbangan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. perlindungan Masyarakat; b. ketersediaan akses masyarakat menuju dan dari laut; c. keberadaan situs budaya dan agama; d. status kepemilikan hak atas tanah; dan e. kelestarian budaya dan adat istiadat. Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi: a. ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil, dan petambak garam; b. aktivitas ekonomi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah; c. keselarasan skala usaha dalam pengembangan kegiatan investasi di pulau-pulau kecil dengan kegiatan ekonomi lokal; d. pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya yang telah ada; dan e. kontribusi terhadap masyarakat setempat.
(6) Aspek pertahanan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, meliputi: a. pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk penyelenggaraan pertahanan negara; b. penentuan kegiatan pemanfaatan umum yang selektif di pulau kecil dan perairan di sekitarnya untuk mendukung fungsi pertahanan dan keamanan laut; c. pengamanan posisi titik dasar dan titik referensi untuk penentuan lebar laut teritorial, zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan landas kontinen; dan d. percepatan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan pulaupulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar.
7
Pasal 11 (1) Pulau kecil yang akan dimanfaatkan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau dikuasai oleh negara untuk dialokasikan sebagai ruang terbuka hijau. (2) Batasan luasan lahan dalam rangka pemanfaatan pulau-pulau kecil oleh perseroan terbatas paling banyak 70% (tujuh puluh persen) dari luas pulau. (3) Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) untuk: a. area publik; b. fasilitas umum; dan c. fasilitas sosial. BAB V SANKSI ADMINISTRATIF
(1)
(2)
(3) (4)
(1)
(2)
Pasal 12 Perseroan terbatas yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 7, dan Pasal 8, dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. rekomendasi penghentian sementara kegiatan; dan c. rekomendasi pencabutan izin usaha. Sanksi administratif terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri. Sanksi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c disampaikan kepada pemberi izin usaha untuk ditindaklanjuti. Pasal 13 Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Menteri terhitung sejak: a. perseroan terbatas tidak melakukan pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4); dan b. perseroan terbatas tidak memenuhi ketentuan luasan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8. Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipatuhi, selanjutnya Menteri memberikan rekomendasi kepada pemberi izin usaha untuk dilakukan penghentian sementara kegiatan atau rekomendasi pencabutan izin usaha. BAB VI PENGAWASAN
Pasal 14 (1) Pengawasan pelaksanaan pengalihan saham dalam pemanfaatan pulaupulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing dilakukan oleh Lembaga yang menangani di bidang penanaman modal. 8
(2) Pengawasan pelaksanaan batasan luasan lahan dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang telah memiliki izin usaha di pulaupulau kecil dan perairan di sekitarnya. (2) Penanaman modal asing di pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang telah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izin usaha berakhir. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lembar Pengesahan No.
Pejabat
1.
Sekretaris Jenderal
2.
Dirjen PRL
3.
Karo Hukum dan Organisasi
Paraf
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal … MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR ...
9