KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA AL-MUTA’ALLIM SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: MUHAMAD ILZAM SYAH ALMUTAQI NIM: 11107054 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 1434 H/2013 M
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperiksa, maka skripsi Saudara: Nama
: Muhamad Ilzam Syah Almutaqi
Nim
: 11107054
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB ALALIM WA AL-MUTA’ALLIM
telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 29 Maret 2013 Pembimbing
M. Gufron, M. Ag NIP. 19720814200312 1 001
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA AL-MUTA’ALLIM DISUSUN OLEH: M. ILZAM SYAH AL-MUTAQI NIM: 11107054
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 04 April 2013 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Dr. Rahmat Hriyadi, M.Pd.
Sekretaris Penguji
: Suwardi, M. Pd.
Penguji I
: Benny Ridwan, M. Hum
Penguji II
: Eni Titikusumawati, M. Pd.
Penguji III
: M. Gufron, M.Ag. Salatiga, 04 April 2013 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M. Ag NIP: 19580827 198303 1002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Muhamad Ilzam Syah Almutaqi
NIM
: 11107054
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 28 Maret 2013 Yang menyatakan,
Muhammad Ilzam Syah Almutaqi
MOTTO
ﻟﻴﺲ اﻟﻔﺘﻰ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل ﻛﺎن أﺑﻰ وﻟﻜﻦ اﻟﻔﺘﻰ ﻣﻦ ﻳﻘﻮل ﻫﺎ اﻧﺎ ذا ()ﺳﯾّدﻧﺎ ﻋﻠﻰ اﺑن اﺑﻰ طﺎﻟب
Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan bapakku adalah orang yang hebat Akan tetapi seorang pemuda yang mengatakan, inilah saya.
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada: Ø Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti memberikan semangat serta do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Ø Syaikhi murobbi rukhina almukarrom romo yai As’ad Haris Nasution dan seluruh ahlu baitnya yang senantiasa dengan tulus ikhlas mengodokku dengan kerohanian dan semangat sepiritual sampai sekarang. Ø Teman-temanku seperjuangan dan seluruh keluarga besar Al-manar tercinta yang aku banggakan, terkhusus teman-teman se-gotak-ku yang tak pernah lelah mensuport dan menghiburku sehingga aku bisa ta’allum serta tertawa bersama kalian. Ø Mba ivah & mba latif maaf telah menganggu pekerjaan kalian dan terima kasih buat lape topnya yang sering aku gunakan. Ø Teman-teman sak angkatanku terkhusus PAI B. Ø Semua yang telah mendo’akan aku yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Ø Kaum muslimin yang senantiasa belajar dan mengajar serta semua yang bersedia membaca skripsi ini.
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ اﻟﺬ ّى وﻛﻔﻰ ﺛﻢ ّ اﻟﺼ ّﻼة واﻟﺴ ّﻼم ﻋﻠﻰ ﺳﯿّﺪﻧﺎ اﻟﻤﺼﻄﻔﻰ وﻋﻠﻰ أﻟﮫ وأﺻﺤﺎﺑﮫ أھﻞ
اﻟﺤﻤﺪ
.اﻟﺼ ّ ﺪق واﻟﻮﻓﻰ أم ﺑﻌﺪ Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana. Salam sejahtera semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi agung Muhammad SAW. Yang telah menuntun umatnya dari zaman kejahilan menuju zaman keislaman. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo. M. Ag. Selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Bapak M. Gufron, M. Ag. Selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan STAIN yang telah memberikan pelayanan kepada penulis. 4. Almukarrom romo Kyai As’ad Haris Nasution, romo Kyai Taufikurrahman, ibunda Nyai Fatikhah Ulfah Imam Fauzi, Nyai Chusnul Khalimah, serta ustadz-ustadzah pon-pes Al-Manar yang telah berjuang bersama dalam agama Allah SWT.
5. Bapak, ibuku dan seluruh keluargaku yang telah mendo’akan dan membantuku dalam menyelesaikan studi di STAIN salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Atas jasa-jasa dan kebaikan beliau di atas, penulis berdo’a semoga Allah SWT. Menerima amalnya dan memberikan balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu karena keterbatasan penulis. Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali kalimat al-hamdulillahi Robbil Alamin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik di dnia maupun di akhirat.
ABSTRAK
M. Ilzam syah, al-mutaqi. 2007. Konsep Pendidikan Akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Skripsi. Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Negeri Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Gufron, M. Ag. Kata kunci: Konsep Pendidikan Akhlak. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Hasyim Asy’ari merupakan seorang pahlawan nasional dan ulama’ nasionalis, merasa sangat pentingnya sebuah tatanan akhlak yang harus dibiasakan oleh para pelajar dan pengajar dalam prosesi pembelajaran. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab Adab al-Alim wa alMuta’allim?, (2) Bgaimana konsep pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari?, dan (3) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian kepustakaan (library research), sumber data primer adalah kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, dan sumber sekundernya adalah kitab Ta’limul Muta’allim, serta buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan. Adapun teknis analisis data menggunakan metode Deduktif dan Induktif dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Konsep Pendidikan Akhlak menurut Hasyim Asy’ari ini sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, yang nantinya dapat dibiasakan juga dalam keluarga, sekolah, pergaulan, maupun sosial kemasyarakatan. Karakteristik pemikiran beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadis. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dapat diklarifikasikan menjadi dua, yakni: pertama akhlak kepada Allah, guru dan murid dalam prosesi belajar mengajar diniatkan kepada Allah, menyerahkan semua urusan kepada Allah, dan sabar dengan segala kondisi dirinya. kedua akhlak kepada sesama manusia, paling tidak terhadap teman sesamanya harus saling meghormati dan menghargai satu sama lain. Dengan optimalisasi guru dan murid, konsep beliau berusaha membuat dasar pembangunan masyarakat yang berakhlak religius melalui pembinaan individu. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah tatanan masyarakat yang berakhlak tinggi dan berbudi pekerti yang luhur.
DAFTAR ISI
1. JUDUL ......................................................................................................
i
2. LOGO STAIN ..........................................................................................
ii
3. NOTA PEMBIMBING............................................................................
iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN .............................................................
iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..............................................
v
6. MOTTO ...................................................................................................
vi
7. PERSEMBAHAN....................................................................................
vii
8. KATA PENGANTAR ............................................................................
viii
9. ABSTRAK ..............................................................................................
x
10. DAFTAR ISI .........................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
9
C. Tujuan Penelilitian .....................................................................
9
D. Kegunaan Penelitian ................................................................
9
E. Penegasan Istilah .....................................................................
10
F. Metode Penelitian ....................................................................
12
G. Sistematika Penulisan ...............................................................
14
BABII. BIOGRAFI
A. Latar Belakang Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim .............
16
B. Sistematika Penulisan kitab Adab al-Allim Wa al-Muta’allim.
18
C. Riwayat Hidup Hasyim Asy’ari .................................................
19
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN HASYIM ASY’ARI A. Pengertian Pendidikan Akhlak ..............................................
39
1. Pengertian pendidikan ......................................................
39
2. Pengertian Akhlak ............................................................
41
B. Pemikiran Hasyim Asy’ari tentang Pendidika Akhlak dalam Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim ...........................................
42
1. Akhlak seorang murid dalam pembelajaran .....................
43
2. Akhlak seorang murid terhadap guru ...............................
44
3. Akhlak seorang murid terhadap pelajarannya dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru ......................................
46
4. Akhlak yang harus diperhatikan oleh guru ......................
48
5. Akhlak guru dalam pembelajaran ....................................
50
6. Akhlak bagi guru bersama murid .....................................
52
7. Akhlak menggunakan kitab dan alat-alat yang digunakan dalam belajar ...............................................................................
54
BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN HASYM ASY’ARI TENTANG KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK A. Konsep Pendidikan Akhlak menurut Hasyim Asy’ari .........
56
B. Implikasi pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam kehidupan ..............................................................................
72
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................
80
B. Saran ......................................................................................
84
C. Penutu ....................................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang terkecil sampai pada hal-hal yang besar. Baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan kepada manusia dan sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam. Rasulullah SAW. sebagai utusan yang menyempurnakan akhlak manusia, karena beliau dalam hidupnya penuh dengan akhlak-akhlak yang mulia dan sifat-sifat yang baik. Para sahabat dan keluarga beliau menjadikan perjalanan Nabi SAW. sebagai pelita
untuk
penyiaran agama. Hal ini digambarkan oleh Allah di dalam al-Qur’an:
ÇÍÈ 5O ŠÏà tã @, è=äz 4’n?yès9 y7 ¯RÎ)ur Artinya: “Dan sesungghnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-qalam:4). (http//www.alquran-digital.com). Pujian Allah tersebut merupakan kepribadian yang terdapat dalam diri Rasullullah. Yang memang benar-benar dituangkan dalam kehidupan seharihari beliau. Akhlak ditempatkan dalam mata air islam yang pertama berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah dan dia itu agama secara keseluruhan. Jika ada sedikitpun kekurangannya, hubungan suatu umat dengan Allah atau
dalam hubungannya dengan sesama manusia, maka derajatnya pun akan berkurang dan akhlaknya akan menurun sebanyak kekuranganya itu. (Masy’ari, 2008:11). Agama Islam sangat memperhatikan masalah akhlak, melebihi perhatiannya dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa, sehingga akhlak sebagai salah satu pokok tujuan risalah. Dalam hal ini belaiu bersabda:
(ا ِﻧ ﱠﻤ َ ﺎ ﺑُﻌ ِ ﺜ ْﺖ ُ ﻷ ِ ُ ﺗ َﻤ ﱢﻢ َ ﻣ َﻜﺎ َر ِ م َ اﻷ ْ َﺧ ْ ﻼ َق ِ )رواه أﺣﻤﺪ Artinya; “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”. (HR. Ahmad). (http//www.maktabahsamilah.com). Akhlak merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat, dan umat. Karena itulah akhlak yang menentukan eksistensi seorang muslim. Agama Islam mempunyai tiga cabang yang saling berkaitan, yaitu akidah, syariat, dan akhlak. Akhlak hendaknya menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakannya dengan makhlukmakhluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik, bertindak tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk, dan terhadap Tuhan. (Masy’ari, 2008:10). Akhlak merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan seseorang. Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan seyakinyakinya akan ke-Esa-an Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat
dengan segala sifat kesempurnaan dan tidak memiliki sifat kekurangan, atau menyerupai sifat-sifat makhluk ciptaan-Nya. (Siroj, 2009:2). Saat ini lingkungan pergaulan anak sudah sangat mengkhawatirkan, karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh orangorang. Hal ini menjadi keprihatinan kita bersama. Sebab, kondisi tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan anak hingga menjadi dewasa kelak. Apabila tidak ada cara untuk membentengi diri anak dari segala terjangan halhal yang buruk, maka bisa dipastikan anak akan terpengaruh oleh perilaku yang buruk, dan bukan tidak mungkin anak menjadi terbiasa untuk melakukan perbuatan yang buruk. Sebagai orang tua, tentu sangat tidak ingin anaknya mengalami nasib seperti itu. Allah telah memberikan berbagai macam amanah dan tanggung jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Allah berikan kepada manusia, dalam hal ini, orang tua (termasuk guru, pengajar, ataupun pengasuh) harus memberikan pendidikan yang benar terhadap anak. Yang demikian ini merupakan penerapan dari firman Allah:
ÇÏÈ #Y‘$tR ö/ä3 ‹Î=÷d r&ur ö/ä3 |¡ àÿRr&(#þqè% (#qãZtB#uä tû ïÏ% ©!$#$pkš‰r'¯»tƒ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim:6). (http//www.alqurandigital.com). Untuk itu, setiap orang tua harus memperhatikan pendidikan dan perkembangan akhlaknya dalam kehidupan yang dijalani oleh anak.
Imam al-Ghazali menegaskan dalam kitabnya Ihya’ ulumuddin juz 3,
bahwa usaha untuk melatih anak-anak agar mereka itu memperoleh pendidikan yang baik serta akhlak yang mulia termasuk hal yang amat penting. Seorang anak adalah amanat yang diberikan oleh Allah SWT. kepada orang tuanya. Hatinya yang suci adalah bagaikan mutiara yang belum dibentuk. Karena itu, dengan mudah saja ia menerima segala bentuk rekayasa yang ditujukan kepadanya. Jika dibiasakan melakukan kebaikan dan menerima pengajaran yang baik, ia akan tumbuh dewasa dalam keadaan baik dan bahagia, dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. Dan kedua orang tuanya, gurunya serta pendidikannyapun ikut pula menerima pahala yang disediakan baginya. Tetapi jika dibiasakan kepadanya perbuatan yang buruk atau ditelantarkan seperti halnya hewan yang berkeliaran tak menentu, niscaya ia akan sengsara dan binasa, dosanya akan dipikul juga oleh kedua orang tuanya, walinya atau siapa saja yang bertanggung jawab atas pendidikannya. Oleh karena seorang anak siap menerima pengaruh apapun dari orang lain, maka pendidikan akhlak harus dimulai sejak dini sekali. Sejak awal anak harus dihindarkan dari lingkungan yang jelek dan mesti diasuh dan disusui oleh wanita yang shalihah, kuat dalam melaksanakan ajaran agama, dan tidak makan kecuali
yang halal saja. Kemudian pada saat kemampuan
membedakan antara yang baik dan buruk (tamyiz) mulai muncul dalam diri anak, perhatian harus lebih ditingkatkan lagi untuk memastikan bahwa ia mengaitkan nilai kebaikan dengan hal-hal yang memang baik dan nilai
keburukan kepada hal-hal yang memang buruk (asosiasi nilai). (Al-Ghozali, tt:69-70). Harkat manusia ditentukan oleh akhlaknya. Akhlak yang sudah membentuk menjadi kepribadian akan memberikan jati diri yang agung. Jati diri tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi perlu adanya langkah-langkah untuk mengukirnya. Mengukir jati diri di waktu kecil seperti mengukir batu, butuh ketekunan tetapi hasilnya kukuh hingga akhir hayat. (Mubarok, 2011:iii). Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang. Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Baik buruknya lingkungan sedikit banyak akan diikuti oleh anak. Padahal, kita sendiri telah menyaksikan, bagaimana prilaku orang-orang yang berada di sekeliling kita sangat memprihatinkan. Bahkan kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat kita lihat banyaknya siswa yang tawuran, mabuk, membolos, berani dan durhaka kepada orang tua, bahkan sampai membunuh. Dalam hal ini dibutuhkan benteng pembatas untuk membentuk akhlak kepribadian yang baik, yakni keluarga dan lembaga pendidikan. Upaya setrategis tersebut untuk memulihkan kondisi yang baik, dengan memberikan dan menanamkan kembali akan pentingnya peranan pendidikan dalam membina akhlak anak didik. Baik itu kepada orang tuannya, lingkungan, maupun saat prosesi pembelajaran itu sendiri sangat dibutuhkannya sebuah tatanan akhlak yang
harus diterapkan, agar kemanfaatan sebuah ilmu itu merasuk pada hati peserta didik dan dapat terlahir dalam kehidupan nyata. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan adanya kerja sama anatar pendidik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik berusaha menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik, apabila tidak ada kesediaan dan kesiapan dari peserta didik itu sendiri untuk mencapai tujuan, maka pendidikan akan sulit dibayangkan dapat berhasil. Namun perlu digaris bawahi, bahwa adanya proses belajar mengajar dalam lembaga pendidikan sangat membutuhkan adanya sebuah akhlak dan aturan yang bisa mengantarkan kepada sebuah keberhasilan guru dan murid. Dengan kata lain, adanya suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan akhirat. Adanya penanaman akhlak, terutama terhadap peserta didik memang harus dikedepankan, karena hal ini merupakan suatu yang sangat vokal sekali. Salah seorang ulama Indonesia yang memberikan kontribusi yang sangat besar dalam dunia pendidikan adalah KH. Hasyim Asy’ari. Beliau melihat kehidupan masyarakat di masa itu, masih banyak penduduk yang belum beragama, hidup dengan adat dan istiadat yang bertentangan dengan perikemanusiaan. (Nasir, 2005:252). Melihat kondisi kehidupan sosial masyarakat yang minim akhlaknya, perlu adanya sebuah konsep tatanan akhlak
yang
harus
diterapkan
dalam
keberlangsungan
kehidupan
bermasyarakat, terlebih penanaman akhlak terhadap peserta didik. Dengan
membiasakan akhlak antara peserta didik dan pendidik dalam prosesi pembelajaran, nantinya akan memberikan dampak yang positif dalam interaksi kehidupan masyarakat. Merespon
pentingnya
akhlak
yang
harus
diterapkan
dalam
pembelajaran, Hasyim Asy’ari membuat satu karya yang sangat populer di dunia pendidikan hingga saat ini, yaitu: Adab al-Alim wa al-Muta’allim (akhlak pengajar dan pelajar). Yang di dalamnya membahas tentang hal-hal yang diperlukan oleh pelajar dalam kegiatan belajar serta hal-hal yang berhubungan dengan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Karya ini merupakan resume dari tiga buah kitab yang menguraikan tentang pendidikan Islam, yaitu: kitab Adab al-Mu’allim (akhlak pengajar) hasil karya Syaikh Muhammad bin Sahnun (w. 871 H/466 M); Ta’lim al-Muta’allim fi Tariq atTa’allum (pengajaran untuk pelajar: tentang cara-cara belajar) yang dikarang oleh Syaikh Burhan al-Din al-Zarnuji (w. 591 H/1194 M); dan kitab Tadkhirat al-Shaml wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim (pengingat: memuat pembicaraan mengenai akhlak pengajar dan pelajar) karya Syaikh Ibn Jama’ah. Sebagaimana telah diterangkan oleh Kyai Hasyim sendiri. (Zuhri, 2010:86). Karakteristik pemikiran pendidikan kyai Hasyim dalam kitab ini dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegangan teguh pada al-Qur’an dan
al-Hadis.
Kecenderungan
lain
dalam
pemikiran
beliau
adalah
mengetengahkan nilai-nilai yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasan beliau. Misalnya, keutamaan menuntut ilmu.
Menurut kyai Hasyim, ilmu dapat diraih hanya jika orang yang mencari ilmu itu suci dan bersih dari segala sifat-sifat jahat dan aspek keduniaan. (Asy’ari, tt:22-23). Melihat betapa pentingnya seorang pelajar dalam memahami pembelajarannya, maka kyai Hasyim menyusun sebuah risalah (kitab kecil) yang berisi tentang akhlak-akhlak yang harus diketahui oleh setiap pelajar dan pengajar. Karena akhlak dalam mencari sebuah ilmu menurut beliau sangat menentukan derajatnya di dalam memahami sebuah ilmu yang sedang dikaji. Dalam risalah ini, beliau sajikan runtutan-runtutan akhlak yang harus ditempuh oleh setiap pelajar dan pengajar. Untuk itu beliau berharap dapat menjadi suatu bahan renungan dan ingatan, betapa pentingnya sebuah akhlak dalam pencapaian sebuah ilmu yang bermanfaat. Dan beliau berharap, dengan adanya risalah ini semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi siapa saja. (Asy’ari, tt:11-12). Untuk itu, tokoh yang penulis angkat disini adalah Hasyim Asy’ari. Beliau merupakan seorang pahlawan nasional dan tokoh ulama’ nasionalis yang telah meninggalkan kita berpuluh-puluh tahun yang lalu, namun gema itu masih berkumandang dalam berbagai aspek kehidupan, sosial, kultur, keagamaan dan politik. Tapi tidak kalah pentingnya, beliau sangat memperhatikan masalah pendidikan. Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang pemikiran Hasyim Asy’ari melalui sebagian karya-karyanya yang cukup fundamental yaitu kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim yang secara langsung
memuat pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan akhlak. Untuk itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA AL-MUTA’ALIM. Penulis akan mencoba mengulas tentang pendidikan akhlak dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’alim dan bagaimana sosok Hasyim Asy’ari, semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab Adab al-Alim wa alMuta’allim? 2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari? 3. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam kehidupan sehari-hari? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana sistematika penulisan dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim. 2. Mengetahui konsep pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari. 3. Mengetahui implikasi pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam kehidupan sehari-hari. D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai sumbangan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya yaitu ajaran Islam. 2. Sebagai sumbangan
yang dimaksud agar hasil penelitian dapat
memberikan dan membantu wawasan masyarakat di bidang ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah akhlak. E. Penegasan Istilah Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penugasan judul proposal ini sebagai berikut: 1. Konsep pendidikan Akhlak Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan pemikiran. (Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu, ada juga yang mengartikan bahwa konsep adalah Gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:588). Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran dan latihan. (Ensiklopedi nasional indonesia, 1990:365). Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik maupun jelek kepadanya. (Al-Jazairi, tt:223). Dengan demikian pendidikan akhlak adalah merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan seseorang
untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik dan terpuji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. 2. Adab al-Alim wa al-Muta’allim Ini adalah kitab yang ditulis oleh KH. Hasyim Asy’ari. Arti kitab ini mempunyai pengertian sopan santun atau akhlak antara pendidik dan yang dididik yang sampai sekarang masih dipelajari diberbagai lembaga pendidikan, khususnya pesantren. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai akhlak yang berhubungan dengan guru dan murid. Kitab ini terdiri atas delapan bab pembahasan, dimulai dari pengenalan terhadap pengarang (ta’rif al-muallif), kemudian khutbah kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga sampai delapan. Pada bagian akhir ditulis surat altaqariz (surat pujian dari para ulama’ terhadap kemunculan kitab ini) dan fahrasat (daftar isi). Hasyim Asy’ri adalah Hasyim Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim yang bergelar Pangeran Benawa (w. 1587 M) bin Abdurrahman (w. 1582 M) yang bergelar Jaka Tingkir Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah (w. 1583 M) bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq (w. 1463 M) bapak dari Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan Sunan Giri Tebuireng (w. 1506 M), Jombang. Beliau dilahirkan di Desa Gedang, sebelah utara kota Jombang pada hari selasa tangal 24 Dzulqa’dah 1287 H/14 Februari 1871 M. Beliau meninggal pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H/25 Juli 1947 M di kediaman beliau Tebuireng, Jombang. Dan beliau di makamkan di pondok pesantren yang dibangunnya. (Hadziq, tt:3).
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan obyek kitab-kitab, serta lainnya yang ada kaitannya dengan obyek kajian, karena yang dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran. 2. Sumber Data Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya Hasyim Asy’ari. Kemudian yang menjadi sumber data sekunder
adalah kitab
Ta’limul Muta’allim, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Akhlak al-Qur’an, kitab-kitab, buku-buku serta lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembahasan penulis. 3. Teknik Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yakni kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, dan data skunder yakni, kitab Ta’limul muta’allim, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Akhlak al-Qur’an dan buku-buku serta kitab-kitab yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam
hubunganya
dengan
masalah
yang
diteliti,
sehingga
diperoleh
data/informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data. Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya. Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut: a. Metode Deduktif Yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan beragkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus. (Hadi, 1990:26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan dari pola pemikiran yang bersifat umum kepada penarika pola pemikiran yang khusus. Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisis data tentang pendidikan. b. Metode Induktif Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum. (Hadi, 1990:26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta dan
peristiwa-peristiwa yang khusus kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data tentang konsep pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari, yang tertuang dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim. G. Sistematika penulisan Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab II
: Latar Belakang penulisan kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, Sistematika penulisan kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, Biografi dan pemikiran Hasyim Asy’ari, menguraikan tentang: Biografi Hasyim Asy’ari, yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan intelektual, karya-karya, dan guru-gurunya.
BAB III
: Deskripsi pemikiran Hasyim Asy’ari.
BAB IV : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi pemikiran, dan implikasi. BAB V
: Penutup, menguraikan kesimpulan, saran dan penutup.
BAB II BIOGRAFI
A. Latar Belakang Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim Adanya penanaman akhlak, terutama terhadap peserta didik memang harus dikedepankan, karena hal ini merupakan suatu yang sangat vokal sekali. Hasyim Asy’ari melihat kehidupan masyarakat di masa itu, masih banyak penduduk yang belum beragama, hidup dengan adat dan istiadat yang bertentangan dengan perikemanusiaan. (Nasir, 2005:252). Melihat kondisi kehidupan sosial masyarakat saat itu, perlu adanya sebuah konsep tatanan akhlak
yang
harus
diterapkan
dalam
keberlangsungan
kehidupan
bermasyarakat, terlebih penanaman akhlak terhadap peserta didik. Dengan membiasakan akhlak antara peserta didik dan pendidik pada prosesi pembelajaran, nantinya akan memberikan dampak yang positif dalam interaksi kehidupan masyarakat. Merespon
pentingnya
akhlak
yang
harus
diterapkan
dalam
pembelajaran, Hasyim Asy’ari membuat satu karya yang sangat populer di dunia pendidikan hingga saat ini, yaitu: Adab al-Alim wa al-Muta’allim (akhlak pengajar dan pelajar). Yang di dalamnya membahas tentang hal-hal yang diperlukan oleh pelajar dalam kegiatan belajar serta hal-hal yang berhubungan dengan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Karya ini merupakan resume dari tiga buah kitab yang menguraikan tentang pendidikan Islam, yaitu: kitab Adab al-Mu’allim (akhlak pengajar) hasil karya Syaikh
Muhammad bin Sahnun (w. 871 H/466 M); Ta’lim al-Muta’allim fi Tariq atTa’allum (pengajaran untuk pelajar: tentang cara-cara belajar) yang dikarang oleh Syaikh Burhan al-Din al-Zarnuji (w. 591 H/1194 M); dan kitab Tadkhirat al-Shaml wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim (pengingat: memuat pembicaraan mengenai akhlak pengajar dan pelajar) karya Syaikh Ibn Jama’ah. Sebagaimana telah diterangkan oleh Kyai Hasyim sendiri. (Zuhri, 2010:86). Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim yang sedang dikaji ini mempunyai pengertian sopan santun atau akhlak antara pendidik dan yang di didik. Kitab ini sampai sekarang masih dipelajari di berbagai lembaga pendidikan, khususnya pesantren. Karya KH. Hasyim Asy’ari ini, merupakan karya satu-satunya yang berisi tentang aturan-aturan etis dalam proses pembelajaran. Karakteristik pemikiran pendidikan kyai Hasyim dalam kitab ini dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegangan teguh pada al-Qur’an dan
al-Hadis.
Kecenderungan
lain
dalam
pemikiran
beliau
adalah
mengetengahkan nilai-nilai yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasan beliau. Misalnya, keutamaan menuntut ilmu. Menurut kyai Hasyim, ilmu dapat diraih hanya jika orang yang mencari ilmu itu suci dan bersih dari segala sifat-sifat jahat dan aspek keduniaan. (Asy’ari, tt:22-23). Melihat betapa pentingnya seorang pelajar dalam memahami pembelajarannya, maka kyai Hasyim menyusun sebuah risalah (kitab kecil)
yang berisi tentang akhlak-akhlak yang harus diketahui oleh setiap pelajar dan pengajar. Karena akhlak dalam mencari sebuah ilmu menurut beliau sangat menentukan derajatnya di dalam memahami sebuah ilmu yang sedang dikaji. Dalam risalah ini, beliau sajikan runtutan-runtutan akhlak yang harus ditempuh oleh setiap pelajar dan pengajar. Walaupun sulit untuk menerapkan kesemuanya, akan tetapi beliau berharap dapat menjadi suatu bahan renungan dan ingatan, betapa pentingnya sebuah akhlak dalam pencapaian sebuah ilmu yang bermanfaat. Dan beliau berharap, dengan adanya risalah ini semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi siapa saja, khususnya bagi beliau sendiri semasa hidup dan setelah meninggalnya. (Asy’ari, tt:11-12). B. Sistematika Penulisan Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim Sitematika yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain. Kiab ini terdiri dari delapan bab pembahasan, yang dimulai dengan: 1. Pengenalan dengan pengarang (Ta’rif bi al-Mu’allif). 2. Khutbah kitab. 3. Bab pertama. Pada bab ini menjelaskan tentang keutamaan pendidikan. Terdiri dari tiga pasal, meliputi pasal tentang keutamaan ilmu dan ulama’ (ahli ilmu), pasal tentang keutamaan belajar dan mengajar, dan pasal yang menjelaskan bahwa keutamaan ilmun hanya dimiliki ulama’ yang mengamalkan ilmunya.
4. Bab kedua menjelaskan tentang akhlak yang harus dipegang oleh murid. Berisi sepuluh macam perincian akhlak. 5. Bab ketiga menjelaskan tentang akhlak murid kepada gurunya. Dalam bab ini terdiri dari dua belas uraian tentang akhlak. 6. Bab keempat menjelaskan akhlak murid terhadap pelajaran dan segala yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Pada bab ini diuraikan tiga belas penjelasan tentang akhlak. 7. Bab kelima menjelaskan tentang akhlak yang harus ada bagi guru. Terdiri atas sepuluh penjelasan akhlak. 8. Bab
keenam
menjelaskan
tentang
akhlak
guru
terhadap
pelajarannya. Pada bab ini tidak berisi penjelasan panjang lebar tentang akhlak-akhlak guru terhadap pelajaran. 9. Bab ketujuh menjelaskan tentang akhlak guru terhadap murid. Pada bab ini terdiri atas empat belas pembahasan tentang akhlak. 10. Bab kedelapan, sebagai bab yang terakhir berisi tentang penjelasan secara umum terhadap kitab dan segala hal yang ada hubungan dengannya (cara mendapatakan, meletakkan dan menulisnya). 11. Surat altaqariz (surat pujian dari para ulama’ terhadap kemunculan kitab ini ). 12. Fahrasat (daftar isi). C. Riwayat hidup Hasyim Asy’ari Hasyim Asy’ri adalah Hasyim Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (w. 1587 M) yang bergelar Pangeran Benawa bin Abdurrahman (w.
1582 M) yang bergelar Jaka Tigkir Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq (w. 1463 M) bapak dari Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan Sunan Giri Tebuireng (w. 1506 M), Jombang. Beliau dilahirkan di Desa Gedang, sebelah utara kota Jombang, Jawa Timur pada hari selasa tangal 24 Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M. (Hadziq, tt:3). Sementara Akarhanaf dan Khuluq menyebutnya Muhammad Hasyim Asy’ari binti halimah binti Layyinah binti Sihah (w. 1860 M) bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama mas Karebet bin Lembu Peteng (Prabu Brawijaya VI, w. 1498 M). Penyebutan pertama menunjuk pada silsilah keturunan dari bapak beliau, sedangkan yang kedua dari jalur ibu. (Zuhri, 2010:67-68). Ditilik dari dua silsilah di atas, Kyai Hasyim mewakili dua trah sekaligus, aristrokrat atau bangsawan Jawa dan elit agama (Islam). Dari jalur ayah, mata rantai genetisnya bertemu langsung dengan bangsawan Muslim Jawa (Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir) dan sekaligus elit agama Jawa (Sunan Giri). Sementara dari jalur ibu, Kyai Hasyim masih keturunan langsung Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng) yang berlatar belakang Hindu Jawa. (Zuhri, 2010:68). Gedang sendiri merupakan salah satu dusun yang menjadi wilayah administratif Desa Tambakrejo Kecamatan Jombang. Dengan demikian, ditilik dari waktu kelahirannya, beliau dipandang sebagai bagian dari generasi Muslim paruh akhir abad ke-19. (Zuhri, 2010:69). Pondok Gedang adalah
satu-satunya pondok di masa itu yang boleh dibanggakan dan di bawah pimpinan K. Utsman (w. 1910 M), kakek Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, yang akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Kyai Tebuireng. (Nasir, 2005:247-248). KH. Hasyim Asyari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Sementara kesepuluh saudaranya antara lain: Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. (http//id.wikipedia.org). Beliau meninggal pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H/25 Juli 1947 M di kediaman beliau Tebuireng, Jombang. Menurut berbagai sumber, Kyai Hasyim meninggal dunia akibat penyakit darah tinggi atau stroke setelah menerima kabar tentang kondisi Republik saat itu. Pada saat itu datang utusan Bung Tomo dan Jenderal Sudirman untuk menyampaikan kabar perihal agresi Militer Belanda I. Dari keduanya, diperoleh kabar bahwa pasukan Belanda yang membonceng Sekutu pimpinan Jenderal SH. Poor telah berhasil mengalahkan tentara Republik dan menguasai wilayah Singosari (Malang). Tidak hanya itu, pasukan Belanda juga menjadikan warga sipil sebagai korban, sehingga banyak diantara mereka meninggal dunia, situs resmi milik Pesantren Tebuireng menjelaskan secara detail peristiwa tersebut. Kompleks Pesantren Tebuireng menjadi
tempat
peristirahatan
terakhir
bagi
Kyai
Hasyim.
Karena
keteguhannya dalam membela NKRI semasa hidupnya itulah, Kyai Hasyim
mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional dari Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No. 249/1964. (Zuhri, 2010:71-73). D. Pendidikan Sejak masa kanak-kanak, Kyai Hasyim hidup dalam lingkungan pesantren Muslim tradisional. Ayah Kyai Hasyim (Kyai Asy’ari) merupakan pendiri dan pengasuh Pesantren Keras (Jombang). Sedangkan kakeknya dari jalur ibu (Kyai Utsman, w. 1910 M) dikenal sebagai pendiri dan pengasuh Pesantren Gedang yang pernah menjadi pusat perhatian, terutama dari santrisantri Jawa pada akhir abad ke-19. Sementara kakek ibunya yang bernama Kyai Sihah (w. 1860 M) dikenal luas sebagai pendiri dan pengasuh Pesantren Tambak Beras (Jombang). (Zuhri, 2010:69). KH. Hasyim Asy’ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya. Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. (http//www.masphi.blogspot). Selama lima tahun KH. Hasyim Asyi’ari di sisi dua orang neneknya yang mencintainya, dan beliaupun cinta pula kepadanya. Dalam usia enam tahun, beliau diajak pindah oleh orang tuanya ke Desa Keras sebelah selatan kota Jombang atau tepatnya sebelah barat Tebuireng pada tahun 1293 H atau 1876 M. Di Desa keras inilah pertama kali beliau merasakan hidup, karena di situlah beliau mula-mula menerima santapan rohani dan pelajaran agama setiap hari dari ayahnya. (Nasir, 2005:248). Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus pengetahuan agama (Islam). Untuk mengobati kehausannya itu, Kyai Hasyim melanglang buana ke
berbagai pesantren terkenal di Jawa pada saat itu. Dapat dikatakan, Kyai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah Jawa, “luruh ilmu kanti lelaku” (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau santri kelana. (Zuhri, 2010:74). Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santrisantri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Kyai Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren Langitan, Tuban. Pindah lagi ke Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan di Bangkalan di bawah asuhan Kyai Cholil (w. 1926 M), kemudian Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. (http//www.masphi.blogspot). Pesantren Siwalan dipimpin oleh Kyai Ya’qub terkenal dengan nama Kyai Ya’qub Siwalan, salah seorang kyai yang terkenal luas ilmunya dan manis budinya. Setelah selama enam tahun menuntut ilmu agama di pondok tersebut, beliau mendapatkan perhatian dari gurunya karena tingkah lakunya dan kecerdasan otaknya dalam menerima pelajaran. Kemudian beliau diambil menantu oleh Kyai Ya’qub yaitu dikawinkan dengan putrinya yang bernama Nafisah (w. 1893 M). Perkawinan tersebut dilaksanakan pada tahun1892 M. Pada saat itu beliau masih berumur 21 tahun. Selang beberapa waktu setelah perkawinannya, beliau dengan istri dan mertuanya pergi ke Baitullah untuk menunaikan haji. Sesuai hasrat dan minatnya beliau menimba ilmu di tanah
suci tersebut, karena merasa belum cukup di Jawa. (Nasir, 2005:249). Tujuh bulan kemudian, Nafisah meninggal dunia setelah melahirkan seorang putra bernama Abdullah. Empat puluh hari kemudian, Abdullah (w. 1893 M) menyusul sang ibu ke alam baka. Kematian dua orang yang sangat dicintainya itu, membuat Kyai Hasyim sangat terpukul. Kyai Hasyim akhirnya memutuskan tidak berlama-lama di tanah suci dan kembali ke Indonesia. (Zuhri, 2010:70) Selama beliau menetap di Makkah, kurang lebih 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (w. 1915 M), Syaikh Mahfudh atTarmasi (w. 1920 M), Syaikh Ahmad Amin al-Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmahullah, Syaikh Shaleh Bafadhal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad as-Saqqaf, dan Sayyid Husein alHabsyi. (http//www.masphi.blogspot). Di Makkah, awalnya KH. Hasyim Asy'ari belajar di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz dari Termas (Kediri) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhari di Makkah. Syaikh Mahfudz adalah ahli hadis dan hal ini sangat menarik minat belajar KH. Hasyim Asy'ari sehingga sekembalinya ke Indonesia pesantren ia sangat terkenal dalam pengajaran ilmu hadis. Ia mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mahfudz untuk mengajar Sahih Bukhari, dimana Syaikh Mahfudz merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini. Selain belajar hadis ia juga belajar tasawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. KH. Hasyim Asy'ari juga mempelajari fiqih
madzab Syafi'i di bawah asuhan Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau yang juga ahli dalam bidang astronomi (ilmu falak), matematika (ilmu hisab), dan aljabar. Di masa belajar pada Syaikh Ahmad Khatib inilah KH. Hasyim Asy'ari mempelajari Tafsir Al-manar karya monumental Muhammad Abduh (w. 1905 M). Pada prinsipnya ia mengagumi rasionalitas pemikiran Abduh akan tetapi kurang setuju dengan ejekan Abduh terhadap ulama tradisionalis. Guurunya yang lain adalah Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1897 M), Syaikh Shata (w. 1892 M) dan Syaikh Daghastani yang merupakan ulama terkenal pada masa itu. (http//id.wikipedia.orag). Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Kyai Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Utsman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Kyai Hasyim bukan saja kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi ke Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya. (http//www.masphi.blogspot). E. Amal dan Perjuangan 1. Mendirikan Pesantren Tebuireng Pada tahun 1899M setelah selama tujuh tahun beliau berada di sisi baitullah, beliau kembali ke tanah air Indonesia. Sekembalinya beliau dari Makkah, beliau mulai berkonsentrai untuk mengajarkan ilmunya. Sesuai dengan watak beliau yang tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain dalam
melaksanakan idealismenya karena memang beliau adalah seorang yang idealis. Kemauan dan kesanggupannya yang kuat, membuka kemungkinan baginya untuk mengajar para santri dengan mendirikan pondok pesantren. Kepalanya sudah penuh dengan contoh-contoh dari sejarah Nabi dan pengalamannya di waktu belajar di Indonesia maupun di Makkah. Beliau memilih Tebuireng untuk dijadikan pondok pesantren. (Nasir, 2005:249-250). Kompleks Pesantren Tebuireng terletak di Desa Cukir, kurang lebih 8 kilometer di sebelah Tenggara kota Jombang. Selain letaknya yang berdekatan dengan sebuah pasar yang cukup ramai, pesantren ini juga berhadapan dengan Pabrik Gula Cukir yang didirikan pada tahun 1853. Pabrik ini pada masa kini merupakan pabrik gula yang besar dan termodern di Jawa Timur. (Dhofier, 1994:100). Pilihan beliau tersebut menjadi bahan tertawaan dan ejekan dari para teman-temannya. Di samping letaknya jauh dari kota Kabupaten, Tebuireng merupakan sebuah kelurahan yang tidak aman, karena desa itu penuh dengan penduduk yang belum beragama, hidup dengan adat istiadat yang sangat bertentangan dengan perikemanusiaan. Akhirnya pada tanggal 26 Rabiul Awal tahun 1899 M, berdirilah Pondok Pesantren Tebuireng. Sebuah Pesantren yang bersejarah dalam pergerakan Islam di Indonesia, yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat sebagai sebuah pesantren yang besar dan sangat berpengaruh. Perbuatan-perbuatan kemaksiyatan berangsur-angsur menjauh dari Tebuireng. Dan sebaliknya, santri-santri makin hari makin
bertambah banyak dan pada malam harinya makin deras alunan suara ayat-ayat suci al-Qur’an yang dikumandangkan oleh para santri. (Nasir, 2005:252). KH. Hasyim Asy’ari memilih untuk mendirikan pondok pesantren di Tebuireng, desa yang dipandang hitam. Masyarakat Tebuireng terbiasa dengan perjudian, mabuk-mabukan, perzinahan, dan perampokan. Kondisi inilah yang menariknya untuk mendirikan sebuah pesantren. (Fatah, 2008:83). Pondok Persantren Tebuireng diakui resmi oleh Pemerintahan Belanda pada tanggal 6 Februari 1906. Orang jangan menggambarkan dalam pikirannya, bahwa Pondok Pesantren Tebuireng pada hari pertama itu sudah seperti sekarang ini, baik tentang besar, maupun indah dan teraturnya gedunggedung yang ada. Kamar-kamar yang ditata rapi, mempunyai persediaan air yang dapat mencukupi terutama mempunyai murid-murid yang pakaian dan kesehatanya sudah mendapat kemajuan dibandingkan kehidupan pondok pada umumnya, dengan santri-santrinya yang tidak memahami pentingnya kebersihan. Selain tempatnya tidak aman, Tebuireng waktu itu adalah daerah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan pesantren. (Nasir, 2005:252253). Pesantren Tebuireng telah memainkan peranan yang dominan dalam pelestarian dan pengembangan pesantren di abad ke-20 dan telah pula menjadi sumber penyedia (supplier) yang paling penting untuk kepemimpinan pesantren di seluruh Jawa dan Madura sejak tahun 1910-an. Pesantren Tebuireng telah memainkan peranan yang menentukan dalam pembentukan dan pengembangan Jam’iyah Nahdlatul Ulama’, yang sejak didirikannya pada
tahun 1926, telah turut mengambil bagian yang cukup penting dalam kehidupan politik di Indonesia. (Dhofier, 1994:100) Sejak berdirinya, Pesantren Tebuireng telah begitu berpengaruh dalam kehidupan politik di Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun tingkat lokal. Pimpinan tertinggi Pesantren Tebuireng hampir selalu merupakan bagian dari pada elite nasional, baik dalam kabinet maupun parlemen. (Dhofier, 1994:101). Di bidang pendidikan ini, Kyai Hasyim dan Kawan-kawanya telah meninggalkan warisan yang mendalam dan tetap diakui sebagai warisan nasional. Islamic revivalism yang berkembang diakhir abad kedua puluh, dimana kyai Hasyim menempatkan dirinya sebagai intinya, kini meninggalkan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang menampung lebih kurang 15 persen anak didik di Indonesia di tahun 1980-an. Berkat keberhasilan Kyai Hasyim dalam melestarikan dan memodernisir lembaga pesantren, maka kini lembaga tersebut tetap diakui sebagai lembaga pendidikan nasional yang mantap dan diharapkan jasa-jasanya untuk membentuk dan membina
kepribadian
masyarakat. (Abdussami, 1995:18). 2. Melawan penjajah Kyai Hasyim memiliki pengaruh yang sangat kuat di masyarakat, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Diantaranya, beliau pernah dianugerahi sebuah bintang jasa pada tahun 1937, akan tetapi beliau menolaknya. (http//www.masphi.blogspot). Justru beliau sempat membuat
Belanda kebingungan, karena beliau mengeluarkan dua fatwa yang sangat penting. Pertama, beliau memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Dan kedua, beliau melarang kaum muslimin Indonesia untuk melakukan perjalanan haji dengan kapal-kapal Belanda. Kampanye Kyai Hasyim agar kaum muslimin melancarkan perang suci melawan Belanda sangat berhasil. Hal ini disebabkan karena pengaruhnya yang luar biasa di kalangan para pengikut Islam tradisional, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pengaruh Kyai Hasyim yang luar biasa tersebut disebabkan karena suksesnya mengembangkan Pesantren Tebuireng sebagai pesantren paling besar dan paling penting di Jawa pada abad 20. (Abdussami, 1995:16). Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng pun tak luput dari sasaran represif Belanda. (http//www.masphi.blogspot). Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim. Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini
dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang. (http//www.masphi.blpgspot). Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Dan setelah lima bulan beliau dibebaskan. (Sofwan, 1993:28). Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. (http//www.masphi.blogspot).
Pada zaman revolusi kemerdekaan, tidak sedikit jasa KH. Hasyim Asy’ari untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sehingga banyak pemimpin bangsa dan Negara yang datang memohon fatwa dan nasihat beliau, diantaranya Jenderal Sudirman, Bung Tomo dan lain-lain. Beliau bersamasama dengan pemimpin-pemimpin Islam lainnya membentuk barisan Hizbullah dan Sabilillah untuk maju kemedan pertempuran melawan Belanda, bahu membahu dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan barisan-barisan perjuangan lainnya. (Sofwan, 1993:28). 3. Mendirikan Benteng Tradisional Pada waktu Kyai Hasyim belajar di Makkah, Syaikh Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan umat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Makkah. (http//www.masphi.blogspot). Dari Makkah, banyak murid-murid Syaikh Ahman Khatib yang tertarik dengan pikiran-pikiran Muhammad Abduh pergi ke Mesir
untuk
melanjutkan pelajaran mereka ke Universitas Al-Azhar dan universitasuniversitas lain. Sewaktu kembali ke Indonesia, mereka mengembangkan ideide reformasi Islam yang disodorkan oleh Muhammad Abduh. Ide-ide reformasi tersebut adalah: pertama, mengajak umat Islam untuk kembali memurnikan Islam dari pengaruh dan praktik keagamaan yang sebenarnya
bukan berasal dari Islam. Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas. Ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan moderen. Pertama dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tangung jawab yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Muhammad Abduh melancarkan ide agar umat Islam melepaskan diri dari keterkaitan mereka kepada pola pikir madzhab dan agar umat Islam meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. (Abdussami, 1995:7-8). Guru besar yang sangat mempengaruhi jalan pikiran Kyai Hasyim adalah Syaikh Mahfudz at-Tarmasi, yang mengikuti tradisi Syaikh Nawawi dan Syaikh Sambas. Ketegangan Kyai Hasyim untuk mempertahankan ajaranajaran madzhab dan pentingnya praktek-praktek tarekat, dengan demikian seirama dengan pandangan guru-gurunya sewaktu berada di Makkah. Beliau sebenarnya juga menerima ide-ide Muhammad Abduh untuk kembali membakar semangat Islam, tetapi ia menolak pikiran Muhammad Abduh agar umat Islam melepaskan diri dari keterkaitannya dengan para madzhab. Beliau tidak menganggap bahwa semua bentuk praktik keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam hal madzhab, beliau berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami yang sebenarnya ajaran-ajaran Qur’an dan Hadis tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama’ besar yang tergabung dalam sistem madzahib. Untuk menafsirkannya juga, tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama’ madzahib, hanya akan
menghasilkan pemutar-balikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. (Abdussami, 1995:8-9) 4. Mendirikan Nahdatul Ulama’ Dalam fase pergerakan kemerdekaan, ada tiga kelompok yang berkembang secara bersamaan. Munculnya elit baru sebagai hasil dari sekolahsekolah Belanda, dibarengi pula oleh dua kekuatan pergerakan bersumber dari Islam, yaitu Islam moderen dan Islam tradisional. (Abdussami, 1995:12). Pada masa 1990-an, berdiri Jam’iyat Khasr (1905 M), Persyarikatan Ulama’ (1911M) di Jawa Barat, Muhammadiyah (1912 M) di Yogyakarta, AlIrsyad (1915 M), dan Persis (1923 M). Proyek purifikasi yang menjadi orientasi masing-masing organisasi tersebut, pada saat yang sama, bagi Kyai Hasyim
dipandang mengancam
keberlagsungan gagasan dan praktik
keagamaan umat Islam, terutama yang hidup di Jawa. (Zuhri, 2010:147). Sewaktu kongres al-Islam yang ke IV diselengarakan di Bandung pada bulan Februari 1926, kongres tersebut hampir sepenuhnya dikuasai oleh para pemimpin Organisasi Islam moderen yang mengabaikan usul-usul pemimpin Islam tradisional yang menghendaki terpeliharanya praktik-praktik keagamaan tradisional (antara lain ajaran-ajaran madzhab empat, pemeliharaan kuburan Nabi dan keempat sahabat Nabi di Madinah). Akibatnya Kyai Hasyim melancarkan
kritik-kritik
yang
keras
kepada
kaum Islam
moderen.
(Abdussami, 1995:14). Melihat situasi yang pada masa itu sedang diliputi kegemparan pertentangan mengenai keagamaan dalam hal perselisihan madzhab, dan pula
mulai timbul usaha menentang penjajahan Belanda yang selalu menghambat perkembangan Islam, maka beliau berpikir atas perlunya suatu organisasi Islam ‘ala madahibil-Arba’ah yang didukung oleh para ulama diseluruh Nusantara. (Sofwan, 1993:15). Maka pada tanggal 16 Rajab 1344H bertepatan dengan 31 Januari 1926 M membentuk Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ sebagai wadah perjuangan para pemimpin Islam tradisional. Pengaruh Kyai Hasyim yang besar di kalangan para kyai di Jawa Timur dan Jawa Tengah menyebabkan para kyai dan pengikut-pengikutnya segera mendukung Nahdlatul Ulama’. (Abdussami, 1995:14). F. Gelar Hasyim Asy’ari Pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim. (http//www.masphi.blogspot). Pada tahun 1944, Kyai Hasyim Asy’ari ditunjuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang sebagai Kepala Kantor Urusan Agama untuk wilayah Jawa dan Madura. Sewaktu para pemimpin Islam modern dan tradisional bersamasama mendirikan partai politik Masyumi pada tahun 1946, Kyai Hasyim Asy’ari terpilih sebagai pemimpin tertingginya. Kyai Hasyim meninggal pada tahun 1947, dan dengan Keputusan Presiden No. 294/1964, ia diakui sebagai seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Pemberian gelar sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional ini atas dasar jasa-jasanya kepada pemerintah dan bagsa Indonesia selama perang kemerdekaan melawan Belanda. Antara tahun 1945-1947, Kyai Hasyim mengeluarkan dua buah fatwa yang sangat penting. Pertama, ia menfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci), dan kedua, ia melarang kaum muslim Indonesia untuk melakukan perjalanan ibadah haji dengan kapal-kapal Belanda. (Abdussami, 1995:16). G. Karya-karya Hasyim Asy’ari Pada zamanya, tepatnya sejak permulaan tahun 1990-an hingga paruh terakhir 1940-an, Kyai Hasyim termasuk salah satu intelektual Muslim Jawa yang cukup produktif. Beberapa karya dari berbagai disiplin kajian Islam berhasil diselesaikan. Karya-karya tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa Arab dan bahsa Jawa. Mengenai data jumlah karya tulis yang berhasil diselesaikan Kyai Hasyim, mengacu pada data koleksi perpustakaan Pesantren Tebuireng dan situs resmi pondok pesantren tersebut. Selain itu, data dan jumlah karya beliau juga mengacu kumpulan karangan Kyai Hasyim yang diedit oleh Ishamuddin Hadziq. (Zuhri, 2010:85). Adapun karya-karya beliau adalah sebagai berikut. 1. Adab al-Alim wa al-Muta’allim Menjelaskan tentang akhlak seorang murid yang menuntut ilmu dan akhlak guru dalam menyampaikan ilmu. Kitab ini selesai ditulis pada hari Minggu, tanggal 22 Jumadi Tsani tahun 1342 H/1924 M. 2. Ziyadah Ta’liqat
Berisi tentang penjelasan atau jawaban terhadap kritikan KH. Abdullah bin Yasin al-Fasuruwani yang mempertanyakan pendapat Kyai Hasyim memperbolehkan,
bahkan
menganjurkan
perempuan
mengenyam
pendidikan. Pendapat Kyai Hasyim tersebut banyak disetujui oleh ulamaulama saat ini, kecuali KH. Abdullah bin Yasin al-Fasuruwani yang mengkritik pendapat tersebut. 3. Al-Tanbihat al-Wajibah Liman Yasna’ al-Maulid bi al-Munkarat Berisi tentang nasehat-nasehat penting bagi orang-orang yang merayakan hari kelahiran Nabi dengan cara-cara yang dilarang oleh agama. 4. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah fi Hadith al-Mawta wa Ashrat alSa’ah wa Byan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah Membahas tentang beragam topik seperti kematian, tanda-tanda hari kiamat, hari pembalasan, arti sunnah dan bid’ah, dan sebagainya. 5. An-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin Dalam kitab ini beliau menguraikan dasar kewajiban Muslim untuk beriman, mentaati, meneladani, dan mencintai Nabi Muhammad SAW. selain memuat biografi singkat Nabi SAW. mulai lahir hingga wafat, dan menjelaskan mu’jizat shalawat Nabi, Kyai Hasyim juga memberikan pembelaan terhadap praktek-praktek ziarah, tawasul, serta syafaat. Kitab ini beliau selesaikan pada tanggal 25 Sya’ban 1346 H/1927 M. 6. Khasyah ‘Ala Fathurrahman Bisyarhi Risalatul Wali Kitab ini merupakan komentar terhadap kitab al-Risalah al-Wali Ruslan karya Syeikh al-Islam Zakaria al-Anshari.
7. Al-Durar al-Munqatirah fi al-Masa’il Tis’a ‘Asyara (mutiara-mutiara berharga tentang masalah-masalah sembilan belas). Berisi uraian tentang tareqat dan persoalan-persoalan penting untuk tareqat. Menjelaskan tata cara mengamalkan agama yang benar dan koreksi terhadap pandangan-pandangan yang keliru. 8. Al-Tibyan
fi Nahyi ‘An Munqatha’ati al-Arham wa al-‘Aqarib wa al-
Ikhwan Dalam
kitab ini beliau menjelaskan tentang pentingnya menjaga
silaturrahmi, bahaya dan larangan memutuskannya. Dalam membangun wilayah interaksi sosial, kitab ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Kyai Hasyim dalam masalah Ukhuwah Islamiyah. Kitab ini diselesaikan pada hari senin, 20 Syawal 1360 H/1940 M. 9. Al-Risalah al-Tauhidiyah (catatan teologi) Merupakan pembahasan terhadap teologi Ahlussunnah wal Jama’ah. 10. Al-Qalaid fi Bayani Ma Yujibu Min al-Aqa’id Memuat syair-syair yang berkaitan dengan apa yang seharusnya dipahami tentang akidah. 11. Muqaddimat al-Qanun al-Asasi li Jam’iyat Nahdat al-‘Ulama’ Risalah tersebut memuat ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa hadis yang menjadi basisi legitimasi organisasi Nahdatul Ulama’. 12. Arba’in Hadithan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’iyat Nahdat al-‘Ulama’ Risalah ini merupakan kondifikasi 40 Hadis Nabi yang menjadi basis legitimasi dan dasar-dasar pembentukan organisasi Nahdatul Ulama’.
13. Risalah fi Ta’kid al-Akhdh bi Ahad al-Madahib al-Aimmah al-Arba’ah Risalah ini lebih menitik beratkan pada uraian mengenai arti penting bermadzhab dalam fiqih, berpegangan kepada salah satu diantara empat madzhab yang ada. 14. Dhaw’ al-Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah Kitab ini mengulas tentang prosedur pernikahan secara syar’i, yang meliputi hukum-hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan. Selain berbagai karya tulis di atas, Kyai Hasyim sebenarnya juga berhasil menuangkan gagasan-gagasan kreatifnya. Namun, sayangnya belum sempat terpublikasikan dan masih berupa manuskrip. Termasuk manuskrip yang ditemukan, diantaranya: (1) Al-Risalah al-Jama’ah (risalah tentang jamaah). (2) al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus, dan (3) Manasik Sughra (Tata Cara Perjalanan Ibadah Haji). (Zuhri, 2010:85-91).
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN HASYIM ASY’ARI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA AL-MUTA’ALLIM
A. Pengertian pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis. (Nata, 2003:210). Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik. (Nata, 2003:210). Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama. (Nata, 2003:211). Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN, bab 1 pasal 1) pendidikan diartikan sebagai “usaha sadar untuk mempersiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan, bagi perannya di masa yang akan datang”. (Nata, 2003:211). Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa, beriman, berilmu dan beramal saleh. (TPIP FIP-UPI, 2007:ix). Dikatakan dalam kitab ‘Izhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi negaranya. (Al-Ghulayaini, 2009:69). Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu sendiri. (AlGhulayaini, 2009:69). Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib, sebagaimana dikatakan imam Ghazali bahwa, mendidik anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak tersebut. (AlGhulayaini, 2009:70).
Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal, lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang makmur dan diridhai Allah SWT. (Al-Ghulayaini, 2009:70). Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta tersendiri yang dapat dilihat dalam perilaku atau akhlaknya setiap memberikan keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan masyarakat. 2. Pengertian Akhlak Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab ()اﺧﻼق, jamak dari kata “Khuluqun” ( )ﺧﻠﻖyang artinya kejadian. Akhlak berhubungan juga dengan “Khaliq” ( )ﺧﺎﻟﻖyang berarti pencipta dan kata “makhluk” ( )ﻣﺨﻠﻮقyang berarti yang diciptakan. Akhlak juga bisa berarti perangai, watak, tingkah laku, dan budi pekerti. Adapun pengertian akhlak secara istilah adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. (Siroj, 2009:1). Adapun Akhlak secara istilah dapat disimak dari beberapa pendapat atau pengertian sebagai berikut:
Akhlak adalah gambaran jiwa yang tersembunyi yang timbul pada manusia ketika menjalankan perbuatan-perbuatan yang tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan. (Masy’ari, 2008:10) Akhlak adalah kondisi di dalam hati yang tetap dan menjadikan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa adanya suatu keinginan untuk memikirkan dan mempertimbangkannya. Apabila kondisi tersebut sekiranya menjadikan perbuatan-perbuatan yang elok dan terpuji secara akal dan syara’, maka hal tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Dan apabila hal tersebut menjadikan perbuatan-perbuatan yang tercela, maka dinamakan dengan akhlak yang jelek. (Al-Qasimi, tt:204). Dari beberapa devinisi di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa akhlak merupakan budi pekerti yang timbul dari kebiasaan tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan tanpa direncanakan. Jadi, pendidikan akhlak adalah suatu uasaha mengembangkan diri sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya tanpa dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu. B. Pemikiran Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan akhlak dalam Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim Salah satu karya monumental KH. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan akhlak adalah kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak Kyai Hasyim dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh pada al-
Qur’an dan Hadis. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasannya, misalnya keutamaan menuntut ilmu. Menurut kyai Hasyim, ilmu dapat diraih hanya jika orang yang mencari ilmu itu suci dan bersih dari segala sifat-sifat jahat dan aspek keduniaan. (Hadziq, tt:22). Adapun pendidikan akhlak tersebut dijelaskan dalam kitab Adab alAlim wa al-Muta’allim diantaranya: a) Akhlak seorang murid dalam pembelajaran
. ِ ْﺴ ِﻤ ُﮫ ِﺘَﻌﻠ َ ﱢﻢو ِ َ ﻓ ِﯿْﮫ ِ ﻋ َﺸ ْﺮ َ ة ُ ا َﻧ ْﻮ َاع ٍ ﻣ ِﻦ َ اﻷ ْ َ د َب ْ اب ِاﻟ ﻰ ْد َ ﻧَﻔ َ ﻓ ِﻰ ْ ا Pada bab ini terdapat sepuluh macam akhlak yang harus diperhatikan oleh seorang murid. Yaitu:
1. ٍ ا َن ْ ﯾُﻄ َ ﮭﱢﺮ َﻠﻗ َ ْ ﺒ َ ﮫُ ﻣ ِﻦ ْ ﻛ ُﻞ ﱢ ﻏ َﺶ ﱟ و َ دَﻧ َﺲ ِ و َﻏ ِﻞ ﱟ و َﺣ َﺴ َﺪ ٍ و َ ﺳ ُﻮ ْء ِ ﻋ َﻘ ِ ﺪَة ٍ و َ ﺳ ُﻮ ْء ِﺧ ُ ﻠ ُﻖ Membersihkan hati dari hal-hal yang kotor, bujukan-bujukan, prasangka jelek, dengki, jeleknya keyakinan dan akhlak yang jelek.
2. ا َن ْ ﯾُﺤ ْﺴ ِﻦ َ اﻟﻨ ﱢﯿ َﺔ َ ﻓ ِﻰ ْ ط َﻠ َﺐ ِاﻟ ْﻌﻠ ِ ْﻢ ِ ﺑﺄِ َن ْ ﻘﯾُ ْﺼ ِ ﺪ َ و َﺟ ْﮫ َ ﷲ ِ ﻋ َﺰ ﱠو َﺟ َﻞ ﱠ Memurnikan niat dalam mencari ilmu untuk menuju kepada Allah. 3. ُ ا َن ْ ﯾُﺒ َﺎد ِر َ ﺑ ِ ﺘ َﺤ ْ ﺼ ِ ﯿْﻞ ِ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ ِ ﺷ َ ﺒ َﺎﺑ َﮫ Bersegera dalam menghasilkan ilmu (mengunakan kesempatan waktu mudanya).
4.
ِ ا َن ْ ﯾﻘَ ْ ﻨ َﻊ َ ﻣ ِﻦ َاﻟ ْﻘ ُﻮ ْت ِ و َ ﻠاﻟ ﱢﺒ َﺎس ِ ﺑ ِﻤ َ ﺎ ﺗ َﯿ َﺴ ﱠﺮ َ ﻓﺒ َ ِ ﺎﻟﺼ ﱠﺮﺒْ ِ ﻋ َﻠ َﻰ ا َد ْن َاﻟ ْﻌ َ ﯿْﺲ Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan.
5. ِ ا َن ْ ﯾُﻘ ْﺴ ِ ﻢ َ أ َو ْ ﻗ َﺎت َ ﻟ َﯿْﻠ ِﮫ ِ و َ ﻧَﮭ َﺎر ِ ه ِ و َ ﯾ َﻐ ْ ﺘ َﻨ ِﻢ َ ﻣ َ ﺎ ﺑ َﻘ َﻲ ﻣ ِﻦ ْ ﻋ ُﻤ ْﺮ ِ ه Pandai mengatur waktu baik di waktu malam maupun siang yang tersisa dari umurnya. 6. َ ﻞ َ و َ اﻟﺸ َﺮ ْ ب َ ْ ْ ا َن ْ ﯾُﻘ َﻠ ﱢﻞ َ اﻷﻛ Menyederhanakan makan dan minum.
7. ِ اﻻ ْ ِﺣ ْﺘ ِﯿ َﺎط ِ ﻓ ِﻰ ْ ﺟ َﻤ ِﻊﯿْ ِ ﺄﺷَْ ﻧ ِﮫ َ ا َن ْ ﯾُﺆ َاﺧ ِﺬﻧ ََﻔ ْ ﺴ َ ﮫُ ﺑ ﻟ ِْﺎﻮ َر َع ِ و Bersikap wirai dan hati-hati dalam segala perilaku. 8. ِ ﻼ َْ ﺒد َة ِ و َ ﺿ ُ ﻌ ْﻒ ا َن ْ ﯾُﻘ َﻠ ﱢﻞ َ ا ِﺳ ْ ﺘ ِﻌ ْﻤ َ ﺎل َ اﻟ ْﻤ َﻄ َﺎﻋ ِ ﻢ ِ ا َﻟ َﺘ ِﻰ ْ ھ ِﻲ َ ﻣ ِﻦ ْ ا َﺳ ْ ﺒ َﺎب ِ اﻟ Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan kemalasan dan dapat menyebabkan kelemahan. 9. ِ ا َن ْ ﯾُﻘ َﻠ ﱢﻞ َ ﻧ َﻮ ْ ﻣ َ ﮫُ ﻣ َﺎﻟ َﻢ ْ ﯾ َﻠ ْﺤ َﻘ ْ ﮫُ ﺿ َﺮ َ ر ٌ ﻓ ِﻰ ْ ﺑ َﺪ َﻧ ِﮫ ِ و َذ َ ھ ْﻨ ِﮫ Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak dan membahayakan kesehatan baik badan maupun hati. 10. ِ ا َن ْ ﯾ َﺘ ْ ﺮ ُ ك َ اﻟ ْ ﻌ ُﺸ ْﺮ َة Meninggalkan pergaulan yang kurang bermanfaat. b) Akhlak seorang murid terhadap guru
. ِ ﻓ ِﻰ ْ ا َد َاب ِ اﻟ ْﻤ ُ ﺘ َﻌ َﻠ ﱢﻢ ِ ﻣ َ ﻊ َ ﺷ َ ﯿْﺨ ِ ﯿْﮫ ِ و َ ﻓ ِﯿْﮫ ِ ا ِﺛ ْ ﻨ َﺎ ﻋ َ ﺸ َﺮ َ ﻧ َﻮ ْ ﻋ ًﺎ ﻣ ِﻦ َ اﻷ ْ َ د َاب Pada bagian ini terdapat dua belas akhlak, adalah sebagai berikut: 1.
َ ِﺐ ِﺴ ْا َﺘ َﺨ ِ ﯿْﺮ َﷲ َ ﺗ َﻌ َ ﻠ َﻰ ﻓ ِﯿْﻤ َﻦ ْ ﯾ َﺄ ْﺧ ُﺬ ُ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ َ ﻋ َﻨ ْ ﮫُ و َ ﯾ َﻜ ْ ﺘ َﺴ ِ ﺐ َ ﺣ ُ ﺴ ْﻦ َ ن ْ ﯾُﻘﯾ َ َﻨﺪ ْ ﺒﱢم ََﻐ ِا َﻟﻰﻨ َْﻈﻟَﺮ َِﻄ َﺎﻟو َ ﯾ ُاﻷ ْ َﺧ ْ ﻼ َق ِ و َ اﻷ ْ َ د َاب ِ ﻣ ِ ﻨ ْ ﮫ Memilih seorang guru, dan meminta kepada Allah agar dipilihkan seorang guru yang darinya ia dapat memperoleh ilmu dan ahlak.
2. ُ َع ِ ٍ و َ ﻟ َﮫُ ﻣ ِ ﻤ ﱠﻦ ْ ﯾُﻮ ْ ﺛ َﻖ ﻼُ ا ﯾ َﺠ ْ ﺘ َﮭ ِ ﺪ ُ ا َن ْ ﯾ َﻜ ُﻮ ْ ن َ ا َﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ ُ ﻣ ِ ﻤ ﱠﻦ ْ ﻟ َﮫُ ﻋ َﻠ َﻰ ا ْ ﻟﻌ ُﻠ ُﻮ ْ م ِ اﻟ ْ ﺸ َﺮ ْ ﻋ ِ ﯿﱠﺔ ِ ﺗطَﻤ َ ْ ﺎم Bersunguh-sunguh dan yakin bahwa guru yang telah dipilih memiliki ilmu syariat dan dapat dipercaya. 3. ِ ا َن ْ ﯾ َﻨ ْ ﻘ َﺎد َ ﻟ ِﺸ َﯿْﺨ ِ ﮫ ِ ﻓ ِﻰ ْ ا ُﻣ ُﻮ ْ ر ِ ه Selalu mendengarkan dan memperhatikan apa yang telah dijelaskan guru. 4. ِ ْﻦ ِ ﯾ َﻨاﻻْﻈ ْ ُ ِ ﺟ ْ ﻼ َل ِ و َ اﻟ ْ ﺘَﻌ َﻈ ِ ﯿْﻢ ِ و َ ﯾ َﻌ ْ ﺘَﻘ ِﺪ َ ﻓ ِﯿْﮫ ِ د َر َﺟ َ ﺔ َ اﻟ ْ ﻜ َﻤ َ ﺎل ْ ﺮ َ ا ِﻟ َﯿْﮫ ِ ﺑ ِ ﻌاَ ﯿَن Memandang guru dengan pandangan kemulyaan, keagungan dan meyakini bahwa gurunya memiliki derajat yang sempurna. 5. ِ َن َْﻀﯾ َْﺪﻠ ْ َﮫُﻋ ُﻮ َ ﻟ َﮫُ ﻣ ُ ﺪ ﱠ ة َ ﺣ َ ﯿ َﺎﺗ ِﮫ ِ و َ ﺑ َﻌ ْ ﺪ َ ﻣ َﻤ َ ﺎﺗ ِﮫ ا َن ْ ﯾ َﻌ ْﺮ ِف َ ﻟ َﮫُ ﺣ َﻘ ﱠﮫ ُ و َ ﻻ َﯾ َﻨ ْﺲ َ وﻟ َ اﮫُ ﻓ Mengetahui apa yang menjadi hak-hak guru, tidak melupakan keutamaanya, dan senantiasa mendoakannya semasa hidup maupun setelah wafatnya. 6.
ِ ا َن ْ ﯾ َﺘ َﺼ َ ﺒﱠﺮ َ ﻋ َﻠ َﻰ ﺟ َﻔ ْﻮ َ ة ٍ ﺗ َﺼ ْ ﺪ ُ ر ُ ﻣ ِﻦ َ اﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ Bersabar terhadap kekerasan guru.
7.
ُ ﻏ َﯿْﺮﻋ َِ اﻟ ْﻤ َﺠ ْ ﻠ ِﺲ ِ اﻟ ْ ﻌ َﺎم ﱢ ا ِﻻ ﱠ ﺑ ِ ﺴ ْﺘ ِﺌ ْﺬ َان ٍ ﺳ َﻮ َ اء ٌ ﻛﺎ َن َ ا َﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ ُ و َ ﺣ ْ ﺪ َاه ﻠ َﻰ اﻟاﺸ ََن ْﯿْﺦ ِﻻ َ ﯾﻓ َﺪِﻰ ْْﺧ ُﻞ ُ َ ﻛﺎ وَن َ ﻣ َﻌ َ ﮫُ ﻏ َ ﯿْﺮ ُه Tidak mengunjungi guru pada tempatnya kecuali mendapakan izin darinya, baik guru dalam keadaan sendiri maupun dengan orang lain.
8.
ِ َن ْ ﯾ َﺠ ْ ﻠ ِﺲ َ ا َﻣ َ ﺎم َ اﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ ِ ﺑ اِﺎﻷ ْ َ د َاب ِ و َ ﯾ َﺠ ْ ﻠ ِﺲ َ ﻣ ُ ﺘ َﺮ َ ﺑﱢﻌﺎ ً ﺑ ِ ﺘ َﻮ َاﺿ ُﻊ ِ و َ ﺣ ُ ﻀ ُ ﻮ ْ ع ِ و َﺧ ُ ﺸ ُﻮ ْ ع Duduk dengan rapi dan sopan apabila berhadapan dengan guru.
9.
ِ ا َن ْ ﺗ ُﺤ ْ ﺴ ِ ﻦ َ ﺧ ِ ﻄ َﺎﺑ َﮫُ ﻣ َ ﻊ َ ا َﻟ ْ ﺸ َﯿْﺦ ِ ﺑ ِ ﻘ َﺪ ْر ِ اﻻ ْ ِ ﻣ ْﻜﺎ َن Berbicara dengan sopan dan lemah lembut saat bersamanya.
10. ً ﺳ َﻤ ِ ﻊ َ ا َﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ َ ﯾ َﺬ ْ ﻛ ُ ﺮ ُ ﺣ ُﻜ ْ ﻤ ًﺎ ﻓ ِﻰ ْ ﻣ َ ﺴ ْ ﺌ َﻠ َﺔ ٍ ا َو ْ ﻓ َﺎﺋ ِﺪَة Mendengarkan segala fatwanya. 11. ٍ ا َن ْ ﻻ َﯾ َﺴ ْﺒ ِ ﻖ َ ا َﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ َ ا ِﻟ َﻰ ﺷ َﺮ ْ ح ِ ﻣ َ ﺴ ْ ﺌ َﻠ َﺔ ٍ ا َو ْ ﺟ َﻮ َ اب ِ ﺳ ُ ﺆ َال Jangan menyela ketika guru sedang menjelaskan atau sedang menjawab sebuah pertanyaan. 12. ٍ ا ِذ َا ﻧ َﺎو َ ﻟ َﮫُ ا َﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ َ ﺷ َ ﯿْﺄ ً ﺗَﻨ َﺎو َ ﻟ َﮫُ ﺑ ِﺎﻟ ْ ﯿ َﻤ ِ ﯿْﻦ Menggunakan anggota badan yang kanan apabila menyerahkan sesuatu kepadanya. c) Akhlak seorang murid terhadap pelajarannya dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru
َاب ِْ اﺳ َِﻟ ﮫ ِْﻤ ُ ﺘوَﻌَﻣ َ ﺎ ﯾ َﻌ ْ ﺘ َﻤ ِ ﺪ َه ُ ﻣ َ ﻊ َ ا َﻟ ْ ﺸ َﯿْﺦ ِ و َ اﻟﺮ ﱠ ﻓ َﻘ َﺔ ِ و َﻓ ِ ﯿْﮫ ِ ﺛ َﻼ َﺛ َﺔ ُ ﻋ َ ﺸ َﺮ َ ﻧ َﻮ ْ ﻋ ًﺎ ِﻰ ْ ا َد ُدر ُو ْ َﻠ ﱢﻢ ِ ﻓﻓِﻰ . ِ ﻣ ِ ﻦ َ اﻻ ْ َد َاب Pada bab ini terdapat tiga belas bentuk akhlak. Dalam menuntut ilmu hendaknya memperhatikan akhlak sebagai berikut:
1. ِ ا َن ْ ﯾ َ ﺒْأﺪ َ ﺑ ِﻔ َﺮ ْض ِ ﻋ َﯿْﻨ ِﮫ Memulai belajar ilmu yang bersifat fardhu ‘ain. 2.
ِ ا َن ْ ﯾ َﺘ ْ ﺒ َﻊ َ ﻓ َﺮ ْ ض َ ﻋ َ ﯿْﻨ ِﮫ Mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung fardhu ‘ain.
3.
ِ ا َن ْ ﯾ َﺤ ْ ﺬ َر َ ﻓ ِﻰ ْ ا ِﺑْﺘ ِﺪ َاء ِ ا َﻣ ْ ﺮ ِ ه ِ ﻣ ِﻦ َ اﻻ ْ ِ ﺷ ْﺘ ِﻐ َﺎل ِ ﻓ ِﻰ ْ اﻻ ِ ﺧ ْ ﺘ ِﻼ َف ِ ﺑ َﯿْﻦ َ اﻟ ْ ﻌ ُ ﻠ َﻤ َ ﺎء Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama’.
4.
ِ ا َن ْ ﯾ َﺼ َ ﺤ ﱠﺢ َ ﻣ َ ﺎ ﯾ َﻘ ْﺮ َ ؤ ُه ُ ﻗ َﺒْﻞ َ ﺣ ِ ﻔ ْﻈ ِﮫ
Mentashihkan apa yang telah dibaca sebelum dihafalkan, baik dengan guru maupun dengan orang lain yang ia yakini.
5. ِ ا َن ْ ﯾُﺒ َﻜ ﱢﺮ َ ﻟ ِﺴ ِﻤ َعﺎ ِ اﻟ ْﻌﻠ ِ ْﻢ Berpagi-pagi dalam mempelajari ilmu. 6.
ِ ا ِذ َا ﺷ َﺮ َح َ ﻣ َﺨ ْ ﻔ ُﻮ ْ ﺿ َﺎﺗ َﮫُ ﺑ ِﺎﻟ ْﻤ ُﺨ ْ ﺘ َﺼ ِ ﺮ َات ِ ﻣ َ ﻊ َ ا َﻟ ْﻤ ُﻄ َﺎﻟ َﻌ َا َﻟﺔ ِْ ﺪ َاﺋ ِﻤ َ ﺔ Ketika menjelaskan pelajaran dengan diringkas dan senantiasan mengulang-ulang pelajaran secara kontinyu.
7.
َ ا َن ْ ﯾ َﻠ ْﺰ ِ م َ ﺣ َ ﻠ َﻘ َﺔ َ ﺷ َ ﯿْﺨ ِ ﮫ ِ ﻓ ِﻰ ْ ﺗ َﺪ ْر ِس ِ و َ اﻷ ْ ِﻗ ْﺮ َ اء ِ ا ِذ َا ا َﻣ ْ ﻜ َﻦ Berteman dengan orang yang lebih tinggi (pintar), dan bacakanlah ilmu padanya supaya ia menyimaknya jika memungkinkan.
8. َ ا ِذ َا ﺣ َﻀ َﺮ َ ﻓ ِﻰ ْ ﻣ َﺠ ْﻠ ِﺲ ِ اﻟ َ ْ ﺸ َﺦﯿْ ِ ﯾُﺴﻠ َ ﱢﻢ ُ ﻋ َﻠ َﻰ اﻟ ْﺤ َﺎﺿ ِﺮ ِ ﯾْﻦ Ucapkanlah salam ketika sampai di majlis ilmu (sekolah /madrasah).
9. ِ ا َن ْ ﻻ َ ﯾ َﺴ ْﺘ َﺤ ِﻰ َ ﻣ ِﻦ ْ ﺳُﺆ َال ِ ﻣ َﺎ أ َﺷ ْﻜﺎ َل َ ﻋ َﻠ َ ﯿْﮫ Menanyakan hal-hal yang belum dipahami. 10. ُ ا َن ْ ﯾ َﺮ َ اﻋ ِ ﻰ َ ﻧ َﻮ ْ ﺑ َﺘ َﮫُ ﻓ َﻼ َ ﯾ َﺘ َﻘ َﺪ ﱠم َ ﻋ َ ﻠ َﯿْﮭ َﺎ ﺑ ِ ﻐ َ ﯿْﺮ ِ ر ِﺿ َﺎ ﻣ َﻦ ْ ھ ِﻰ َ ﻟ َﮫ Menunggu giliran (dalam metode sorogan) dan jangan mendahului teman yang lain apabila belum mendapatkan ijin. 11. ِ ا َن ْ ﯾ َﻜ ُﻮ ْ ﯿن َْﻦ َﺟﯾ َُﻠﺪ َُﻮ ْي ﱢﺳُاﮫَُﻟ ْﺑ َﺸ َ ﯿْﺦ ِ و َ ھَﯿْﺄ َ ﺗَﮫ ُ ﻓ ِﻰ ْ ا َد َاﺑ ِﮫ ِ ﻣ َ ﻊ َ ﺷ َ ﯿْﺨ ِ ﯿْﮫ Membacakan pelajaran dihadapan guru dan menetapi sikap sopan santun. 12. َ ا َن ْ ﯾ َﺜ ْ ﺒُﺖ َ ﻋ َ ﻠ َﻰ ﻛ ِ ﺘَﺎب ٍ ﺣ َﺘ ﱠﻰ ﻻَﯾ َﺘ ْ ﺮ ُ ﻛ َ ﮫُ ا َﺑْ ﺘَﺮ Mempelajari kembali pelajaran yang telah diajarkan secara kontinyu. 13. ِ ا َن ْ ﯾُﺮ ْ ﻏ ِ ﺐ َ ا َﻟ ْﻄ َﺎﻟ ِﺒ َﺔ ُ ﻓ ِﻰ ْ ا َﻟ ْﺘ ِﺤﺼ ِ ﯿْﻞ
Menanamkan semangat untuk meraih sukses dalam belajar. d) Akhlak yang harus diperhatikan oleh guru
.ﻷ َ د َاب ِ ﻓ ِاﻰَﻟ ْ ا َﻌ َﺎﻟ ِﻢ ِ ﻓ ِﻰ ْ ﺣ َ ﻖ ﱢ ﻧ َﻔ ْﺴ ِ ﮫ ِ و َ ﻓ ِﯿْﮫ ِ ﻋ ِ ﺸ ْﺮ ُو ْن َ ا َد َﺑ ً ﺎ Adapun akhlak yang harus diperhatikan oleh guru adalah sebagai berikut: 1.
ِ ا َن ْ ﯾُﺪﯾْﻢ َ ﻣ ُﺮ َاﻗ َﺒ َﺔ َ ﷲ ِ ﺗ َﻌ َﺎﻟ َﻰ ﻓ ِﻰ ْ اﻟﺴ ِ ﺮ ﱢ و َ اﻟ ْ ﻌ َ ﻼ َﻧ ِﯿ َﺔ Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, biak ketika dalam keadaan samar maupun nyata.
2. ِ ا َن ْ ﯾُﻼ َز ِم َ ﺧ َﻮ ْﻓ َ ﮫُ ﺗ َﻌ َﺎﻟ َﻰ ﻓ ِﻰ ْ ﺟ َﻤ ِﻊﯿْ ِ ﺣ َﺮ َﻛ َﺎﺗ ِﮫ ِ و َﺳ َﻜ َﻨ َﺎﺗ ِﮫ ِ و َا َﻗ ْﻮ َاﻟ ِﮫ ِ و َا َﻓ ْﻌ َﺎﻟ ِﮫ Senantiasa takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak, diam, ucapanucapan dan tindakan-tindakan. 3. َ ا َن ْ ﯾُﻼ َز ِ م َ ا َﻟ ْ ﺴ َﻜ ِ ﯿْﻨ َﺔ Senantiasa bersikap tenang. 4. َ ا َن ْ ﯾُﻼ َز ِ م َ ا َﻟ ْﻮ َر َ ع Senantiasa bersikap wira’i. Wirai adalah berhati-hati dalam melakukan hukum, menghindari barang subhat, takut mendekati haram. (Samarqandi, 2009:526). 5. َ ا َن ْ ﯾُﻼ َز ِ م َ ا َﻟ ْ ﺘ َﻮ َ ﺿ ُﻮ ْ ع Senantiasa bersikap tawadhu’. Tawadhu adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri. (Masy’ari, 2008:66). 6. َ ا َن ْ ﯾُﻼ َز ِ م َ ا َﻟ ْﺨ ُ ﺸ ُﻮ ْ ع
Senantiasa bersikap khusyu’. Khusyu adalah dengan kerendahan hati atau dengan sungguh-sungguh. (Suharso, 2011:291). 7. ﺟ َْﻠ َﻤ ِ ﯿْﻊ ِ ا ُﻣ ُﻮ ْ ر ِ ه ِ ﻋ َﻠ َﻰ ﷲ ِ ﺗَﻌ َﺎﻟ َﻰ ا َن ْ ﯾ َﻜ ُﻮ ْ ن َﮫُ ﻓﺗَﻌِﻰ ْْﻮ ِ ﯾ Mengadukan segala permasalahannya kepada Allah. 8. ِ ا َن ْ ﻻ َﯾ َﺠ ْ ﻌ َﻞ َ ﻋ ِ ﻠ ْﻤ َ ﮫ ُ ﺳ ُﻠ ْﻤ ًﺎ ﯾ َﺘ َﻮ َ ﺻ ﱠ ﻞ ُ ﺑ ِ ﮫ ِ ا ِﻟ َﻰ اﻻ ْ ِ ﻏ ْ ﺮ َض ِ ا َﻟ ْ ﺪ ُﻧ ْ ﯿ َﻮ ِ ﯾﱠﺔ Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawiaan semata.
9. ًَا َن ْ ﻻ َﯾُﻌ َﻈ ﱢﻢ َ ا ِﺄﺑْﻨ Tidak selalu memanjakan murid. 10. ا َن ْ ﯾ َﺘ َﺨ َﻠ ﱠﻖ َ ﺑ ِﺎﻟﺰ ُ ھ ُﺪ ِ ﻓ ِﻰ ْ اﻟﺪ ُﻧ ْ ﯿ َﺎ Berprilaku zuhud dalam kehidupan dunia. Zuhud adalah menggunakan segala sesuatu yang tersedia baik berupa benda maupun tenaga dan lainlain menurut keperluan dan tidak berlebihan. (Masy’ari, 2008:47). 11. ا َن ْ ﯾ َﺘَﺒ َﺎﻋ َ ﺪ َ ﻋ َﻦ ْ د َﻧ ِﯿْﺌ ِﻰ اﻟ ْﻤ َ ﻜ َﺎﺳ ِ ﺐ ِ و َ ر َ ذ ِ ﯾْﻠ َﺘ ِﮭ َﺎ Berusaha menghindari hal-hal yang rendah dan hina.
12. ٍ ا َن ْ ﯾ َﺠ ْ ﺘ َﻨ ِﺐ َ ﻣ َﻮ َاﺿ ِﻊ َ اﻟﺘ ُﮭ َﻢ ِ ﻓ َﻼ َ ﯾﻔَ ْﻌ َﻞ ُ ﺷﺄَ ًﯿْ ﯾ َﺘ َﻀ َﻤ ﱠﻦ َ ﻧ َﻘ َﺺ َ ﻣ ُﺮ ُؤ َة Menghindari tempat-tempat kotor dan maksiat. 13. ِ ا َن ْ ﯾُﺤ َ ﺎﻓ ِﻆ َ ﻋ َ ﻠ َﻰ اﻟ ْﻘ ِﯿ َﺎم ِ ﺑ ِﺸ ِ ﻌ َﺎﺋ ِﺮ ِ اﻻ ْ ِ ﺳ ْ ﻼ َم Menjaga untuk tetap didalam syi’ar islam 14. ِ ا َن ْ ﯾ َﻘ ُﻮ ْ م َ ﺑ ِﺎ ِظ ْ ﮭ َﺎر ِ ا َﻟ ْ ﺴ ُ ﻨ َﻦ Senantiasa mengamalkan sunnah Nabi. 15. ِ ﺐﻘِ َﻠ ْو َ اﻟ ْ ﻠ ِﺴ َﺎن ْ ﻓ َﯿُﻼ َز ِ م ُ ﺗ ِﻼ َو َ ة َ اﻟ ْﻘ ُﺮ ْ أ َن ِ و َ ذ َ ﻛ َﺮ َﷲ َ ﺗَﻌ َﺎﻟ َﻰ ﺑ ِﺎﻟ
Senantiasa membaca al-Qur’an, dan berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisan. 16. ِ ا َن ْ ﯾُﻌ َﺎﻣ ِ ﻞ َ اﻟ ْ ﻨ َﺎس َ ﺑ ِﻤ َﻜﺎ َر ِ م ِ اﻻ ْ َﺧ ْ ﻼ َق ِ ﻣ ِﻦ ْ ط َ ﻼ َﻗ َﺔ ِ اﻟ ْﻮ َ ﺟ ْ ﮫ ِ و َ ا ِﻓ ْ ﺸ َﺎء ِاﻟﺴﱠﻼ َم Bersikap ramah, ceria dan suka menebar salam kepada manusia. 17. ِ ن ْ ﯾُﻄ َﮭﱢﺮ َ ﺑ َﺎطا َ ِ ﻨ َﮫُ ﺛ ُ ﻢ ﱠ ظ َﺎھ ِﺮ َ ه ُ ﻣ ِ ﻦ َ اﻻ ْ َﺧ ْ ﻼ َق ِ اﻟ ْ ﺮ َد ِ ﯾْﺌ َﺔ Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan tidak disukai Allah.
18. ِ ا َن ْ ﯾُﺪ ِ ﯾﻢْ َ اﻟ َ ْﺨ ِﺮ ْص َ ﻋ َﻠ َﻰ ا ِز ْد ِﯾ َﺎد ِاﻟ ْﻌﻠ ِ ْﻢ ِ و َاﻟ ْﻌ َﻤ َﻞ Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal. 19. ُ ا َن ْ ﻻ َ ﯾ َﺴ ْ ﺘ َﻨ ْﻜ ِﻒ َ ﻋ َﻦ ْ ا ِﺳ ْﺘ ِﻔ َﺎد َة ِ ﻣ َ ﺎﻻ َﯾ َﻌ ْﻠ َﻤ َ ﮫ Tidak menyalah gunakan ilmu serta tidak menyombongkannya. 20. َ ا َن ْ ﯾ َﺸ ْ ﺘ َﻐ ِ ﻞ َ ﺑ ِﺎﻟﺘ َﺼ ْ ﻨ ِﻒ Membiasakan diri untuk menulis. e) Akhlak guru dalam pembelajran
. ِ ﻓ ِﻰ ْ ا َد َاب ِ اﻟﻌ َﺎﻟ ِﻢ ِ ﻓ ِﻰ ْ د ُ ر ُ و ْ ﺳ ِﮫ Seorang guru hendaknya ketika akan dan saat mengajar perlu memperhatikan beberapa akhlak sebagai berikut: 1. ِ ﯾ َﺘ َﻄ َﮭﱠﺮ َ ﻣ ِ ﻦ َ اﻟ ْﺤ َ ﺪ َث ِ و َ اﻟ ْ ﺨ َ ﺒ َﺚ Mensucikan diri dari hadas dan kotoran. 2. ِ ﯾ َﺘَﻨَﻈ ﱠﻒ ُ و َ ﯾ َﺘَﻄ َﯿﱠﺐ ُ و َ ﯾ َﻠ ْ ﺒ َﺲ ُ ا َﺣ ْ ﺴ َﻦ َ ﺛ ِﯿ َﺎﺑ ِﮫ ِ اﻟ ْ ﻼ َﺋ ِ ﻘ َﺔ Berpakian sopan dan rapi diusahakan berbau wangi. 3. ا َن ْ ﯾ َﻨ ْﻮ ِى َ ﺑ ِ ﺘَﻌ ْﻠ ِﯿْﻤ ِ ﮫ ِ ﺗَﻘ َﺮ ﱠب َ ا ِ ﻟ َﻰ ﷲ ِ ﺗَﻌ َﺎﻟ َﻰ
Niat beribadah kepada Allah ketika mengajarkan ilmu kepada murid. 4. و َ ﺗَﺒْ ﻠ ِﯿْ ﻎ َ ا َﺣ ْ ﻜﺎ َم ِ ﷲ ِ ﺗ َﻌ َﺎﻟ َﻰ Sampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah. 5. ِ و َ اﻻ ْ ِ ز ْ د ِ ﯾ َﺎد ِ ﻣ ِﻦ َ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ Membiasakan untuk menambah ilmu. 6. َ و َ اﻷ ْ ِ ﺟ ْ ﺘ ِﻤ َ ﺎع ِ ﻋ َﻠ َﻰ ذ ِﻛ ْﺮ ِ ﷲ ِ ﺗ َﻌ َﺎﻟ َﻰ و َ اﻟ ْ ﺪ ُ ﻋ َﺎء ِ ﻟ ِﻠ ْ ﺴ َﻠ َﻒ ِ اﻟ ْﺼ َﺎﻟ ِﺤ ِ ﯿْﻦ Mendahulukan dalam belajar untuk berdo’a dan mendo’akan para ahli ilmu yang telah meninggal.
7. َ ﻓ َﺎ ِذ َا و َﺻ َﻞ َ ا ِﻟ َ ﯿْﮫ ِ ﯾُﺴﻠ َ ﱢﻢ ُ ﻋ َﻠ َﻰ اﻟ ْﺤ َﺎﺿ ِﺮ ِ ﯾْﻦ Mengucapkan salam kepada para murid ketika datang dalam majlis (madrasah/sekolah). 8. ِ و َ ﻟ ِﯿُﺒ َﺎﻋ ِ ﺪ َ ﻋ َﻦ ِ اﻟ ْﻤ ِ ﺰ َاح ِ و َ ﻛ َﺜ ْﺮ َة ِ اﻟ ْﻀ َ ﺤ ْﻚ Jangan bergurau dan banyak tertawa. 9.
ِ َﻀ َﺐ ِ ا َو ْ ﻧ ُﻌ َﺎس ْ ﻻ َ ﯾُﺪ َ ر ﱢس ُ و َ ﻗ ْﺖ َ ﺟ ُ ﻮ ْ ع ِ و َ ﻋ َﻄ ْﺶ ِﻏ ا َو Jangan mengajar dalam keadaan lapar, marah, ngantuk dan sebagainya.
10. َ و َ ﯾ َﺠ ْ ﻠ ِﺲ ُ ﺑ َﺎر ِ ز ًا ﻟ ِﺠ َﻤ ِ ﯿْﻊ ِ اﻟ ْﺤ َﺎﺿ ِ ﺮ ِ ﯾْﻦ Waktu mengajar mengambil tempat yang setrategis. 11. ِ اﻻﯾ ْْﺪ ِ ﺣ ْ ﺘ ِﺮ َ ام ِ و َ ﯾُﻜ ْﺮ ِ ﻣ ُ ﮭ ُﻢ ْ ﺑ ِ ﺤ ُ ﺴ ْﻦ ِ اﻟ ْﻜﻼ َم ِ و َط َﻼ َﻗ َﺔ ِ اﻟ ْﻮ َﺟ ْ ﮫ ِ و َ ﺣ ُ ﺴ ْﻦ ِ ﻣ َﺰ Sampaikan dengan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong. 12. َ و َ ا َن ْ ﺗَﻌ َ ﺪ ﱠ د َت ا َﻟ ْ ﺪ ُ ر ُو ْ س ُ ﻗ َﺪ ﱠم َ اﻷ ْ َﺷ ْﺮ َف Mendahulukan materi-materi yang penting dan profesional. 13. ﺿ ِﻊ ِ ذ َﻟ ِﻚ ْ و َ ﻻَﯾ َﺒْﺤ َﺚ َ ﻓ ِﻰ ْ ﻣ َ ﻘ َﺎم ِ ا َو ْ ﯾ َﺘ َﻜ َﻠ ﱠﻢ َ ﻋ َ ﻠ َﻰ ﻓ َﺎﻋ ِ ﺪ َ ة ٍ ا ِﻻ ﱠ ﻓ ِﻰ ْ ﻣ َ ﻮ
Perhatikan kemampuan masing-masing murid. 14. ِ ﯾ َﺼ ُﻮ ْ ن ُ ﻣ َﺠ ْ ﻠ ِﺴ َﮫ ُ ﻋ َﻦ ِ اﻟﻠ َﻐ َﻂ Menciptakan suasanan yang kondusif. 15. ِ ﻻَﯾ َﺮ ْ ﻓ َﻊ َ ﺻ َﻮ ْ ﺗَﮫُ ر َﻓ ْ ﻌ ًﺎ ز َاﺋ ِﺪ ًا ﻋ َﻠ َﻰ ﻗ َﺪ ْر ِ اﻟ ْﺤ َ ﺎﺟ َ ﺔ Tidak mengeraskan suaran dengan lantang tanpa adanya suatu kebutuhan. 16. ْ ذ ْ ﺳ ُﺌ ِﻞ َ ﻋ َ اﻤ ِ ﱠﺎ ﻟ َﻢ ْ ﯾ َﻌ ْﻠ َﻤ ْ ﮫ ُ ﻗ َﺎل َ ﻻ َ ا َﻋ ْﻠ َﻢ ْ ا َو ْ ﻻ َ ا َد ْر ِى Bersikap terbuka terhadap pertanyaan yang tidak diketahui. 17. و َ ا ِن ْ ﺟ َ ﺎء َ و َ ھ ُﻮ َ ﻓ ِﻰ ْ ﻣ َ ﺴ ْ ﺌ َﻠ َﺔ ٍ ﻋ َﺎد َاھ َﺎ ﻟ َﮫُ ا َو ْ ﻣ َﻘ ْ ﺼ ُ ﻮ ْ د ُ ھ َﺎ Mengulangi kembali pelajaran jika ada anak yang ketinggalan. 18. ُ ا ِن ْ ﻛﺎ َن َ ﻓ ِﻰ ْ ﻧ َﻔ ْﺲ ٍ ا َﺣ َ ﺪ ٍ ﺑ َﻘ َﺎﯾ َﺎ ﺳُ ﺆ َل ٍ ﺳ َﺄ َﻟ َﮫ Memberi kesempatan pada anak-anak untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami. f) Akhlak bagi guru bersama murid
. ٍ ﻓ ِﻰ ْ ا َد َاب ِ اﻟﻌ َﺎﻟ ِﻢ ِ ﻣ َ ﻊ َ ﺗَﻼ َﻣ ِ ﺬ َﺗ ِﮫ ِ و َ ﻓ ِﯿْﮫ ِ ا َر ْ ﺑ َﻌ َ ﺔ َ ﻋ َ ﺸ َﺮ َ ﻧ َﻮ ْ ﻋ ًﺎ ﻣ ِﻦ ْ ا َد َاب Pada bab ini terdapat empat belas akhlak yang harus diperhatikan, yaitu: 1. ا َن ْ ﯾ َﻘ ْﺼ ِ ﺪ َ ﺑ ِ ﺘ َﻌ ْﻠ ِﯿْﻤ ِﮭ ِﻢ ْ و َ ﺗ َﮭْﺬ ِﺑ ِﮭ ِﻢ ْ و َﺟ ْ ﮫ َ ﷲ ِ ﺗ َﻌ َﺎﻟ َﻰ Berniat untuk belajar dan mengajar karena Allah.
2. ِ ﻧ َﺸ ْﺮ ُاﻟ ْﻌﻠ ِ ْﻢ ِ و َا ِﺣ ْﯿ َﺎء ِاﻟ ْ ﺸ َﺮ ْع Berniat untuk menyebarkan ilmu dan menghidupkan syariat islam. 3. ِ ا َن ْ ﯾُﺤ ِ ﺐ ﱠ ﻟ ِﻄ َﺎﻟ ِﺐ ِ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ ِ ﻣ َ ﺎﯾُﺤ ِ ﺐ ﱠ ﻟ ِﻨ َﻔ ْﺴ ِ ﮫ Senantiasa seorang guru mencintai muridnya seperti halnya mencintai pribadinya.
ا َن ْ ﯾ َﺴ ْﻤ َﺢ َ ﻟ َ ﮫُﺑ ِ ﺴ ُﮭُﻮ ْﻟﺔ ِاﻻ ْ ءﻟ ِ ْﻘ َﺎء ِ ﻓ ِﻰ ْ ﺗ َﻌ ْﻠ ِ ﯿْﻤ ِﮫ ِ و َﺣ ُﺴ ْﻦ ِاﻟ ْ ﺘ َﻠﻔ َ ﱡﻆ ِ ﻓ ِﻰ ْ ﻔﺗ َ ْﮭ ِ ﯿْﻤ ِﮫ ِ 4. Tepat dalam menggunakan metode dalam mendidik anak. ا َﻟ ْ ﺸ َ ﯿْﺦ ُ ا َو ْ ﺻ َﺎه ُ ﺑ ِﺮ ِ ﻓ ْﻖ ٍ 5. Memotivasi murid. ا َن ْ ﯾ َﻄ ْ ﻠ ُﺐ َ ﻣ ِﻦ َ اﻟ ْﻄ َﻠ َﺒ َﺖ ِ ﻓ ِﻰ ْ ﺑ َﻌ ْﺾ ِ اﻻ ْ َو ْ ﻗ َﺎت ِ ا ِﻋَﺎدَة ِ اﻟ ْﻤ َﺤ ْ ﻔ ُﻮ ْظ َﺎت ِ 6. Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu. َاﺳ َﻠ َﻚ َ ا َﻟ ْﻄ َﺎﻟ ِﺐ ُ ا ﻓِذ ِﻰ ْ ﺗَﺤ ْ ﺼ ِ ﯿْﻞ ِ ﻓ َﻮ ْ ق َ ﻣ َ ﺎ ﯾ َﻘ ْ ﺘ َﻀ ِ ﯿْ ﮫ ِ ﺣ َﺎﻟ َﮫ ُ ا َو ْ ﻣ َ ﺎ ﯾ َﺤ ْ ﺘ َﻤ ِ ﻠ َﮫُ ط َﻘ َﺘ َﮫُ 7. Selalu memperhatikan kemampuan murid.
ا َن ْ ﻻ َ ﯾُﻈ َﮭ ِﺮ َ ﻟ ِﻠﻄ َﻠ َﺒ َﺔ ِ ﺗ َﻔ ْﻀ ِ ﯿْﻞ َ ﺑ َﻌ ْ ﻀ ِ ﮭ ِﻢ ْ ﻋ َﻠ َﻰ ﺑ َﻌ ْﺾ ٍ
8.
Tidak pilih kasih. ا َن ْ ﯾ َﺘ َﻌ َﺎھ َﺪ َ ﻣ َ ﺎ ﯾُﻌ َﺎﻣ ِﻞ َﺑ ِ ﮫ ِ 9. Mengarahkan minat murid. ا َن ْ ﻻ َ ﯾ َﻤ ْ ﺘَﻨ ِﻊ َ ﻋ َﻦ ْ ﺗ َﻌ َﻠ ُﻢ َ ا َﻟ ْﻄ َﺎﻟ ِﺐ ُ ﻟ ِﻌ َ ﺪ َم ِ ﺧ َ ﻠ ِﺺ ِ ﻧ ِﯿ َﺘ ِﮫ ِ 10. Bersikap terbuka dan sabar.
ﯾ َﺘا ََﻮنَ ْد ﱠ د َ ﻟ ِﺤ َﺎﺿ ِﺮ ِ ھ ِﻢ ْ و َﯾ َﺬ ْﻛ ُﺮ ُ ﻏ َﺎﺋ ِﺒ َ ﮭُﻢ ْ 11. Cinta kasih terhadap yang hadir, dan mencari kabar apabila ada murid yang tidak hadir. ا َن ْ ﯾ َﺴ ْﻌ َﻰ ا َﻟ ْ ﻌ َﺎﻟ ِﻢ ُ ﻓ ِﻰ ْ ﻣ َﺼ َ ﺎﻟ ِﺢ ِ اﻟﻄ َﻠﺒ َﺔ ِ ﺑ ِﻤ َ ﺎ ﺗ َﯿ َﺴ ﱠﺮ َ ﻋ َﻠ َﯿْﮫ ِ 12. Membantu memecahkan masalah. ا َن ْ ﯾُﺨ َ ﺎط ِﺐ َ ﻛ ُﻼ ﱠ ﻣ ِ ﻦ َ اﻟﻄ َﻠ ِﺒ َﺔ ِ ﻻ َﺳ ِ ﯿﱠﻤ ًﺎ ا َﻟ ْ ﻔ َﺎﺿ ِﻞ ِ 13. Menasehati murid-murid dengan keutamaan ا َن ْ ﯾ َﺘ َﻮ َ اﺿ َ ﻊ َ ﻣ َ ﻊ َ اﻟ ْﻄ َﺎﻟ ِﺐ ِ و َﻞ ﱠﻛ ُﻣ ُ ﺴ ْ ﺘ َﺮ ْﺷ ِ ﺪ ٍ 14.
Bersikap arif, bijaksana dan tawadhu terhadap orang yang meminta petunjuk. g) Akhlak menggunakan kitab dan alat-alat yang digunakan dalam belajar
ِ َﺿ ْو َﻌ ِ ﮭ َﺎ و َﻛ ِ ﺘ َﺎﺑ َﺘ ِﮭ َﺎ و َ ﻓ ِﯿْﮫ ﻓ َﻰ ْ اﻷ ْ َ د َاب ِ ﻣ َ ﻊ َ اﻟ ْﻜ ُﺘ ُﺐ ِ ا َﻟ َﺘ ِﻰ ھ ِﻲ َ ا َﻟ َﺔ ُ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ ِ و َﻣ َ ﺎ ﯾ َﺘ َﻌ َﻠ ﱠﻖ ُ ﺑ ِ ﺘ َﺨ ْ ﺼ ِ ﯿْﻠ ِوﮭ َﺎ ِ ﺧ َﻤ ْ ﺴ َﺔ ُ ا َﻧ ْﻮ َ اع ٍ ﻣ ِﻦ َ اﻻ ْ َد َاب Akhlak dalam hal ini sangat penting untuk diperhatikan, terdapat lima akhlak yang disuguhkan, adapun akhlak tersebut yaitu: 1. ِ َﺎج ِْﻜ ُ ا ِﻟ َﯿْ ﮭ َﺎ ﺑ ِﻤ َ ﺎ ا َﻣ ْ ﻜ َ ﻨَﮫُ ﺑ ِﺸ ِ ﺮ َ اء ٍ و َ اﻻ ْ ء ِ ﻓ َﺎء ْﻞ ْ ِﺘ اﻟ ﺼ ِْﻤﯿُﺤ ﯾ َﻨ ْ ﺒ َﻐ ِ ﻰ ﻟ ِﻄ َﺎﻟ ِﺐ ِ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ ِ ا َن ْ ﯾ َﻌ ْ ﺘ َﻨ ِﻰ ﺑ ِﺘ ﺘُﺐَﺤ ِ ْ اﻟ
ِ َﻟ َﺔ ُ ﺗ َﺤ ْ ﺼ ِ ﯿْﻞ ِ اﻟ ْﻌ ِ ﻠ ْﻢ, َﺎرﱠ ِﮭﯾَﺎَﺔ ٍا ﺟ َ ﺎر َ ة ٍ ا َو ْﻷ ِﻋ َﻧ Menganjurkan dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran yang diajarkan, apabila tidak mampu utuk membeli, hendaknya dapat menyewa atau meminjam kepada temannya. 2.
ْ َﺐ ﱡِﻤ َﻦ ْ ﻻ َ ﺿ َﺮ َر َ ﻋ َ ﻠ َﯿْﮫ ِ ﻓ ِ ﯿْﮭ َﺎ ﻣ ِ ﻤ ﱠﻦ ْ ﻻ َ ﺿ َﺮ َر َ ﻣ ِ ﻨ ْﮫُ ﻓ ِﯿْﮭ َﺎ و َ ﯾ َﻨ ْ ﺒ َﻐ ِﻲ َﺎب ِ ﻟ ا ِﻋ َﺎر َة ِ اﻟ ﯾُْﻜ ِﺴ ْﺘ ﺘ َﺤ ُ ﻚ َِﻟ ِ و َ ﯾ َﺮ ُ د ﱡه ﻟ ِﻠ ْﻤ ُ ﺴ ْ ﺘ َﻌ ِ ﯿْﺮ ِ ا َن ْ ﯾ َﺸ ْﻜ ُﺮ َ ﻟ ِﻠ ْﻤ ُﻌ ِ ﯿْﺮ ِ ذ
Merelakan, mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang tersebut, mengembalikan dan berterima kasih. 3. ِ َﺿ ْْﻜ ُ ﺘ ُﺐ ِ ﺑ ِ ﺎﻋ ْ ﺘ ِﺒ َﺎر ﻊ ُو اﻟ,ا ِذ َاﻧَﺴ َ ﺦ َ ﻣ ِﻦ ْ ﻛ ِ ﺘَﺎب ٍ ا َو ْط َﺎﻟ َﻌ َ ﮫُ ﻓ َﻼَﯾ َﻀ َ ﻌ ُﮫُ ﻋ َ ﻠ َﻰ اﻻ ْ َر ْ ض ِ ﻣ َ ﻔ ُﺮ ُ و ْ ﺷ ًﺎ
ْ ﻋ ُﻠ ُﻮ ْ ﻣ َِﺮ ْﮭﻓ َِﺎﯿْﮭوَﺎ اَﺷَو ْ ﻣ ُﺼ َ ﻨ ﱢﻔ ِﯿْﮭ َﺎ و َ ﺟ َ ﻼَﻟ َﺘ ِﮭ ِﻢ Meletakkan buku pada tempat yang terhormat, dengan memperhitungkan keagunggan kitab dan ketinggian keilmuan penyusunnya. Menurut beliau,
urutan yang pertama adalah al-Qur’an, disusul Hadis, Tafsir al-Qur’an, Tafsir Hadis, kemudian disusul dengan kitab-kitab yang lain. 4. َ ِﺐﮫ َ ِ ا َو َﺑْ ﻛ َﺮ َار ِ ﯾْﺴ ِ ﮫ ِ و َ ﺗ َﺼ َﻔ ﱠﺢ ِ ا ِذ َا ا ِﺳ ْ ﺘَﻌ َﺎر َ ﻛ ِ ﺘ َﺎﺑ ًﺎ ا َو ْ ا ِﺷ ْ ﺘ َﺮ َاه ُ ﺗَﻔ َﻘ ﱠ ﺪ َ ا َو ﱠﻟ َﮫ ُ و َ ا َﺧ ِ ﺮ َ ه ُ و َو َ ﺳ َﻄ َﮫ ُ و َ ﺗ َﺮﻮ ْ َﺗاﺑ
ِ ا َو ْ رَاﻗ ِﮫ Periksa terlebih dahulu apabila membeli atau meminjam buku, lihat bagian awal, tengah dan akhir buku.
5. ٍ ﯾ َﺒْﺪ َئ َ ﻛ ُ ﻞ ﱠ ﻛ ِﺘ َﺎب, ٍَ ُﺐ َ َﺴ َﺦاﻟ َ ْ ﻌﺷﺄ َُﻠ ًﯿُْﻮ ْ م ِ اﻟ ْ ﺸ َﺮ ْ ﻋ ِ ﯿﱠﺔ ِ ﻓ َﯿ َﻨ ْ ﺒ َﻐ ِﻰ ْ ا َن ْ ﯾ َﻜ ُﻮ ْن َ ﻋ َﻠ َﻰ ط َﮭ َﺎر َوة ﻣ ِﻦ ْ ﻛا ِذُﺘ َ ا ﻧ ﺘ َﺎب ُ ﻣ َ ﺒْﺪ ُو ْ أ ً ﺑ ِﺨ ُ ﻄ ْ ﺒ َﺔ ٍ ﺗَﺘ َﻀ َ ﻤ ﱠﻦ َ ﺣ َﻤ ْ ﺪ َ ﷲ ِ ﺗ َﻌ َﺎﻟ َﻰ,ِ َﺎن َﱠﺣ ِاﯿَﻟ ْْﻢ ِﻜ ﺑ ِ ﻜ ِ ﺘ َﺎﺑ َﺖ ِ ﺑ ِ ﺴ ْﻢ ِ ﷲ ِ اﻟﺮ ﱠﺣ ْﻓ َﻤﺎ ِنَﻦ ْ ِ ﻛاﻟﺮ ِ ﻼ َة ُﺼ ﱠو َ اﻟﺴﱠﻼ َم ُ ﻋ َﻠ َﻰ ر َ ﺳُﻮ ْ ﻟ ِﮫ و َ اﻟ Bila menyalin buku pelajaran syariah, hendaknya dalam keadaan suci, kemudian diawali dengan basmalah, sedang menyalinnya mulailah dengan hamdalah dan Shalawat Nabi. Demikianlah pemaparan KH. Hsyim Asy’ari dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim mengenai pendidikan akhlak yang menitik beratkan pada segi jasmani dan rohani yang harus dimiliki oleh setiap guru dan pelajar agar nantinya pencapaian sebuah ilmu yang diharapakan lebih memberikan kemanfaatan.
BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT HASYIM ASY’ARI
A. Konsep Pendidikan Akhlak menurut Hasyim Asy’ari Rasulullah SAW. merupakan sumber pendidikan sepanjang zaman, pembicaran seputar Islam dan pendidikan tetap menarik, terutama dalam kaitanya dengan membangun sumber daya manusia muslim. Dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam
halaman 222,
mengatakan bahwa islam sebagai agama dan pandangan hidup yang diyakini mutlak kebenarannya akan memberikan arah dan landasan etis serta moral pendidikan. (Nata, 2003:222). Dalam kaitan ini Malik Fajar mengatakan bahwa hubungan antara Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar. Namun demikian, upaya menghubungkan antara Islam dengan pendidikan dan masalah lainnya dalam peta pemikiran Islam, masih dijumpai adanya perdebatan yang hingga kini masih belum tuntas. (Nata, 2003:222). Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan dengan contoh dan teladan yang baik. Seorang yang berperilaku jahat tidak mungkin akan meninggalkan pengaruh yang baik dalam jiwa orang di sekelilingnya. Pengaruh yang baik itu hanya akan diperoleh dari pengamatan mata terus menerus, lalu semua mata mengagumi sopan santunnya. Di saat itulah orang akan mengambil pelajaran,
mereka akan mengikuti jajaknya, dengan penuh kecintaan yang tulus (murni). Bukan itu saja, bahkan supaya pengikutnya itu bisa mendapatkan keutamaan yang besar, maka orang yang diikutinya harus memiliki kelebihan dan kejujuran yang tinggi. (Masy’ari, 2008:17). Dengan demikian, tugas ini pada gilirannya memaksa para pakar pendidikan Islam untuk terus mengembangkan kajiannya sesuai dengan tuntutan zaman. Jika tugas ini tidak direspon secara profesional maka tidak mustahil ajaran Islam akan ditinggalkan oleh para penganutnya, dan dinilai sebagai barang kuno yang sekedar menjadi perhiasan atau lebih tidak menguntungkan lagi menjadi barang rongsokan. Pola pemikiran kependidikan Kyai Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-alim wa-Almuta’allim beliau mengawali penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis, yang kemudian diulas dan dijelaskan dengan singkat dan jelas. Ia misalnya, menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya. Hal yang demikian, dimaksdukan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Mengingat begitu pentingnya, maka syariat mewajibkan untuk menuntutnya dengan memberikan pahala yang besar. Para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil, mereka ketika masa mencari ilmu sangat menghormati ilmu dan gurunya, dan orang-orang yang
tidak berhasil dalam menuntut ilmu karena mereka tidak mau menghormati ilmu dan gurunya. (Al-Zarnuji, tt:16). Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan berniat untuk hal-hal duniawi, dan jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengerjakan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata. Di samping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat. Dalam hal ini, yang dititik beratkan adalah pada pengertian bahwa belajar
merupakan
ibadah
untuk
mencari
ridha
Allah
yang dapat
menghantarkan seseorang memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. (AlZarnuji, tt:10). Karena belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam. Disamping itu, menurut beliau bahwa ulama’ dan penuntut ilmu mempunyai derajat yang tinggi. Hal ini juga diterangkan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11.
ÇÊÊÈ ;M »y_ u‘yŠ zO ù=Ïèø9$#(#qè?ré&tû ïÏ%©!$#ur öN ä3 ZÏB (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ª! $#Æì sùötƒ Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al-Mujadalah, 11). (http//www.alquran-digital.com).
Pembahasan ini menjelaskan keutamaan ulama’ serta keutamaan belajar mengajar, juga keutamaan ilmu yang dimiliki oleh ulama’ yang mengamalkan
ilmunya. Ketegasan tentang tingginya derajat ulama itu sering diulang, misalnya dengan argumentasi hadis, “al-Ulama’u waratsatul anbiya’” (ulama’ adalah pewaris para Nabi). Hadis ini menyatakan bahwa sesungguhnya derajat para ulama’ setingkat lebih rendah di bawah derajat Nabi. Dalam konsep beliau yang telah dituangkan dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim yang menjelaskan perihal akhlak seorang murid dan guru dalam meraih ilmu, dapat ditarik analisis dalam pembahasannya. Yaitu: 1. Ikhlas Niat merupakan pokok setiap aktivitas, semua aktivitas dalam hal baikburuk sangat bergantung pada niat. Rasulullah SAW. bersabda:
.( )رواه اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ.ا ِﻧ ﱠﻤ َ ﺎ اﻻ َﻋ ْﻤ َ ﺎل ُﺑ ِﺎﻟﻨ ﱢﯿﺎ َت ِ و َا ِﻧ ﱠﻤ َﺎ ﻟ ِﻜ ُﻞ ﱢا ْﻣﺮ ِئ ٍ ﻣ َ ﺎﻧ َﻮ َ ى Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan sesuatu yang menjadi niatnya. (HR. Bukhari dan Muslim ). (An-Nawawi, tt:6).
Perlu diketahui, bahwasannya setiap satu amal dapat saja muncul atas dasar niat yang banyak. Bagi yang melakukannya, ia akan memperoleh pahala sempurna dari tiap-tiap niat yang banyak itu. (Al-Husaini, 1999:24). Untuk itu, baik guru maupun murid senantiasa memurnikan niat dalam mencapai sebuah ilmu,
mencari dan menyebarkan karena Allah.
Menyengaja menuju pada Allah, beramal untuk menghidupkan syariat, menerangi dan menghiasi hati dengan ilmu. Allah berfirma:
ÇÊÊÈ tûïÏe$!$#çm©9 $TÁ Î=øƒèC ©! $#y‰ ç7ôã r&÷b r&ßN öÏBé&þ’ ÎoTÎ)ö@ è%
Artinya: ”Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Az-Zumr:11). (http//www.alqurandigital.com).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk melandasi segala aktivitas dengan keikhlasan. Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak ada motivasi yang membangkitkannya kecuali mencari taqarrub kepada Allah (Hawwa: 2004:320). Keikhlasan hati kepada Allah itulah yang akan mengangkat derajat amal duniawi semata-mata menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah. Keikhlasan yang mendalam adalah masalah yang sangat penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebab ilmu adalah nilai tertinggi yang oleh Allah dijadikan alat penentu orang-orang mulia di antara hamba-hambanya. Sesungguhnya ilmu dengan berbagai cabangnya, duniawi ataupun yang bersifat ukhrawi itu tidak akan bercahaya dan sampai pada suatu derajat tertinggi, melainkan harus didasari dengan keikhlasan dan tujuan yang mulia. (Masy’ari, 2008:56). Untuk itu setiap guru dan murid janganlah berniat kesebalikannya dalam menuntut ilmu, yang bertujuan untuk meraih keduniawiaan semata. Baik untuk mencari kedudukan, mencari kekayaan, dan berprilaku untuk mengungguli terhadap manusia. Karena setiap amal yang di dasari dengan nafsu, tanpa adanya keikhlasan dan niat yang tulus karena Allah justru akan mengeruhkan kejernihan dari amal itu sendiri. 2. Berprilaku qanaah
Qanaah yakni menerima segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah. Guru dan murid senantiasa harus berprilaku qonaah dalam segala aspek kehidupan. Dengan menerima segala yang telah diberikan Allah, maka akhlak ini akan lebih mempermudah dalam pencapaian keluasan ilmu dan amal, karena akhlak ini dapat membentengi pecahnya hati dan akal terhadap hal-hal yang kurang bermanfaat dan justru akan melemahkan semangat pencapaian sebuah ilmu. Dengan berakhlak qanaah maka akan muncul berbagai sumber hikmah. Imam Syafi’i berkata:
ِ ﻣ َﻦ ْ ط َ ﻠ َﺒ َﮫُ ﺑ ِﺬ ِﻟ ﱠﺔ ِ اﻟﻨَﻔ ْﺲ, ِ ِﻦ َْﺔ ﻻ َ ﯾُﻔ ْ ﻠ َﺢ ُ ﻣ َﻦ ْ ط َﻠ َﺐ َ اﻟﻌ ِ ﻠ ْﻢ ِ ﺑ ِﻌ ِ ﺰ ﱠة ِ اﻟﻨَﻔ ْﺲ ِ و َ ﺳ َﻌ َﺔ ِ اﻟﻤو َ ﻟَﻌ َِﻜﯿْﺸ . َ و َ ﺿ َ ﯿْﻖ ِ اﻟﻌ َ ﯿْﺶ ِ و َ ﺧ ِ ﺪ ْﻣ َﺔ ِ اﻟﻌ ُ ﻠ َﻤ َ ﺎء ِ أ َﻓ ْ ﻠ َﺢ Artinya: Tidak akan beruntung bagi orang yang mencari ilmu dengan memulyakan dirinya dan berlebihan dalam kebutuhannya, akan tetapi orang yang beruntung itu adalah orang yang merendahkan diri, mencukupkan kebutuhan dan melayani ulama’. (Asy’ari, tt:26). 3. Bersikap khusyu Khusyu adalah dengan kerendahan hati atau dengan sungguh-sungguh. Bagi seorang guru maka harus merendahkan hati dalam menyampaikan ilmu dan bersungguh-sungguh terhadap pencapaian sebuah ilmu, mencerdaskan dan membentuk karakter perilaku pada peserta didik. Hendaknya ia tidak mengabaikan apapun untuk menasehati muridnya. Kemudian, hendaknya ia selalu mengigatkan bahwa tujuan sebenarnya dari upaya mencari ilmu adalah demi ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, bukan demi
meraih jabatan, kepemimpinan atau untuk bersaing dengan rekan sesamanya. Sedangkan peserta didik sendiri harus mengetahui tentang tujuannya mencari ilmu, memalingkan diri dari ilmu yang dapat mendatangkan kebingungan terhadap dirinya sendiri. Al-Ghazali berkata, ilmu-ilmu yang semata-mata mementingkan khilafiyyat (perbedaan pendapat dalam ilmu fiqih) atau mujadalat (perdebatan) dalam ilmu kalam, atau pengetahuan tentang cabang-cabang yang amat rinci, maka pemusatan pikiran tentangnya sambil memalingkan diri dari selainnya, tidak akan berakibat lain kecuali kekerasan hati, kelalaian akan Allah SWT. keterlibatan dalam kesesatan yang berlanjut serta menguatnya ambisi untuk meraih kedudukan dalam masyarakat. Kecuali siapa-siapa yang diselamatkan oleh Allah SWT. dengan rahmat-Nya, atau mencampurinya dengan pelbagai ilmu keagamaan. (Al-Baqir, 1996:192). Untuk itu peserta didik haruh memfokuskan diri pada pencapaian suatu keberhasilan dalam ilmu, amal dan akhlak yang baik. 4. Bersikap wirai Berprilaku wirai disini merupakan sikap kehati-hatian terhadap perkara yang syubhat bahkan haram dalam segala aspek prilaku kehidupan. Baik guru maupun murid harus berprilaku wirai terhadap makanan, minuman, tempat dan segala sesuatau yang dibutuhkan dalam pencapaian ilmu. Dengan akhlak ini hati akan mudah menangkap ilmu, cahaya dan kemanfaat ilmu.
Menghindarkan diri dari suatu yang syubhat bahkan haram ini dapat memperkokoh keberagamaan dan merupakan kebiasaan para ulama’ yang mengamalkan ilmunya. Rasulullah SAW. bersabda:
ِ ا ِن ﱠ اﻟﺤ َ ﻼ َل َ ﺑ َﯿﱢﻦ ٌ و َ ا ِن ﱠ اﻟﺤ َ ﺮﻨَﮭام َُﻤ َ ﺎﺑ َﯿا ُﱢﻦﻣٌ ُﻮ ْو َرﺑ ٌ َﯿْﻣ ُ ﺘ َﺸ َﺒ ِ ﮭ َﺎت ٌ ﻻ َ ﯾ َﻌ ْ ﻠ َﻤ ُ ﮭُﻦ ﱠ ﻛ َ ﺜ ِﯿْﺮ ٌ ﻣ ِﻦ َ اﻟﻨ ﱠﺎس َﻦ ِ ﻓ َﻘاﺗَﺪ ْ ا ِﺳ ْ ﺘَﺒْﺮ َأ َ ﻟ ِﺪ ِ ﯾْﻨ ِﮫ ِ و َﻋ ِ ﺮ ْ ﺿ ِ ﮫ ِ و َ ﻣ َﻦ ْ و َ ﻗ َﻊ َ ﻓ ِﻰ اﻟﺸ ﱡ ﺒُﮭ َﺎت ِ و َ ﻗ َﻊ َ ﻓ ِﻰ َ ﱠﻘ َﻰ اﻟﺸ ﱡ ﺒُ ﻓﮭ َﻤَﺎت .(اﻟﺤ َ ﺮ َام ِ )رواه اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram. Antara keduanya terdapat sesuatu syubhat yang sebagian besar manusia tidak mengetahuinya. Siapa saja yang berhati-hati darinya, selamatlah agamanya dan dirinya. Sebaliknya siapa yang tergelincir ke dalamnya, ia akan jatuh ke dalam keharaman. (HR. Bukhari dan Muslim). (An-Nawawi, tt:9). Perlu diketahui sesungguhnya makanan yang haram atau syubhat tidak akan mendorong pemakannya untuk melakukan amal saleh. Apabila ia melakukan amal saleh tersebut, ia tidak akan terhindar dari penyakit hati, seperti ujub dan riya’. Jelasnya, amal orang yang memakan harta haram akan ditolak. Sebab, Allah adalah Dzat yang baik dan hanya menerima yang baik. Setiap amal perbuatan pasti dilakukan oleh anggota badan. Sedangkan gerakan badan didorong oleh daya yang dihasilkan oleh makanan, jika makanannya haram maka daya yang akan dihasilkannyapun akan jelek. (AHusaini, 1999:128). Untuk itu, sikap wirai ini perlu diperhatikan baik bagi guru maupun murid. Dengan berhati-hati maka tidak akan cenderung untuk menuruti hawa nafsu dan syahwat yang nantinya akan menimbulkan keburukan dan kejahatan.
Syaikh al-Zarnuji berkata bahwa seorang murid yang berperilaku wirai, maka ilmunya akan lebih bermanfaat, dan belajarnya lebih mudah. Termasuk perilaku wirai adalah menghindari rasa kenyang, banyak tidur, dan banyak bicara. (al-Zarnuji, tt:39). 5. Berperilaku zuhud (sederhana) Sederhana disini yaitu menggunakan segala sesuatu yang tersedia baik berupa benda dan lain-lain menurut keperluan dan tidak berlebih-lebihan. Baik guru maupun murid senantiasa berperilaku sederhana dalam segala hal, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Hidup sederhana tidaklah berarti hidup melarat atau hidup serba kekurangan. Hidup sederhana adalah hidup yang wajar yang terletak diantara hidup kekurangan dan hidup yang mewah, atau dengan kata lain hidup secara seimbang. Zuhud merupakan pertanda kebahagiaan, manifestasi penjagaan Allah, apabila cinta dunia merupakan pangkal kekeliruan, maka membencinya merupakan pangkal segala ketaatan dan kebaikan. Mengenai zuhud ini, kita bisa menyimak ayat al-Qur’an yang menyifati dunia dengan mata’ul ghurur (kesenangan yang menipu). Allah berfirman:
’Îû ÖèO%s3 s?ur öN ä3 oY÷t/ 7äz $xÿs?ur ×puZƒÎ—ur ×qølm;ur Ò= Ïès9 $u‹÷R‘‰ 9$# äo4qu‹ys ø9$# $yJ ¯Rr& (#þqßJ n=ôã $# çm1uŽtIsù ßk ‹Íku‰ §N èO ¼çmè?$t7tR u‘$¤ÿä3 ø9$# |= yf ôã r& B] ø‹xî È@ sVyJ x. (ω »s9÷rF{ $#ur ÉA ºuqøBF{ $# «! $# z` ÏiB ×otÏÿøótBur Ó‰ ƒÏ‰ x© Ò> #x‹ tã ÍotÅz Fy $# ’Îûur ($VJ »sÜ ãm ãb qä3 tƒ §N èO #vxÿóÁ ãB ÇËÉÈ Í‘rãäóø9$#ßì »tFtB žw Î)!$u‹÷R‘$!$#äo4qu‹ys ø9$#$tBur 4×b ºuqôÊ Í‘ur
Artinya: “ Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid:20). (http//www.alquran-digital.com).
Kehidupan yang dihimbaukan oleh Islam adalah kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat, seimbang kehidupan jasmani dan rohani. Orang yang semata-mata mendasarkan kehidupan untuk menuntut kesenangan duniawi biasanya lupa pada kehidupan ukhrawi. Sehari-hari pikirannya tertuju
bagaimana supaya hartanya bertambah dan menjadi
banyak, dan hanya memenuhi keinginan-keinginan nafsunya. Tingkatan terendah zuhud adalah tidak meninggalkan ketaatan karena dunia atau tidak mengerjakan maksiat karenanya. Sedangkan tingkatan tertinggi zuhud adalah tidak mengambil sedikit pun dari dunia ini, kecuali bila yakin bahwa mengambilnya lebih disenangi oleh Allah daripada meninggalkannya. Di antara derajat tersebut, terdapat derajat lainnya. Zuhud yang benar ditandai oleh tiga hal: tidak merasa senang dengan pa yang kita miliki, tidak merasa sedih tatkala harta kita sirna, dan tidak menyibukkan diri mencari dunia dan bersenang-senang dengannya. (Al-Husaini, 1999:202). Seorang guru dan murid senantiasa membiasakan prilaku zuhud ini, karena akhlak ini untuk membentengi dari sifat pemborosan dan bakhil, serta tidak terlalu memikirkan dunia yang menjadi penghambat terhadap tercapainya keberhasilan ilmu dan akhlakul karimah.
6. Berprilaku tawadhu Tawadhu merupakan sikap merendahkan hati, tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, dan tidak menonjolkan diri sendiri, yang mana sikap ini perlu dimiliki oleh sorang guru dan murid. Tawadhu merupakan suatu bentuk perilaku yang diperintahkan oleh Allah melalui firman-Nya:
ÇÑÑÈ tûüÏZÏB÷sßJ ù=Ï9 y7 yn $uZy_ ôÙ Ïÿ÷z $#ur “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (alHijr:88). (http//www.alquran-digital.com).
Setiap murid hendaknya tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang telah mengajarinya, tetapi menyerahkan sepenuhnya kendali dirinya dan mematuhi segala nasihatnya. Murid sudah sepatutnya bersikap demikian dihadapan gurunya, dan mengharapkan pahala serta kemuliaan dengan berkhidmat kepadanya. Akhlak ini untuk membentengi dari sikap sombong terhadap manusia atau orang lain yang memiliki kapasitas keilmuan, derajat dan lain-lain di bawahnya. 7. Berprilaku kasih sayang antar sesama Pada dasarnya sifat kasih sayang itu adalah fitrah yang dianugerahkan oleh Allah kepada semua makhluk yang bernyawa. Bukan hanya manusia saja yang diberi sifat kasih sayang oleh Allah, akan tetapi binatang pun juga
deberi oleh-Nya. Allah memerintahkan kepada umat Islam agar mengasihi sesama manusia, terlebih terhadap sesama mukmin. Allah berfirman:
ÇÊÉÈ tb qçHxq öè? ÷/ä3 ª=yès9 ©! $#(#qà)¨?$#ur 4ö/ä3 ÷ƒuqyz r&tû÷üt/ (#qßs Î=ô¹ r'sù ×ouq÷z Î)tb qãZÏB÷sßJ ø9$#$yJ ¯RÎ) Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujarat:10). (http//www.alquran-digital.com).
Bersikap saling mengasihi dan menyayangi merupakan suatu kewajiban bagi seorang murid dan guru guna mencapai suatu tujuan. Guru adalah penyebab kehidupannya di alam yang baka. Dan sekiranya bukan karena pendidikan sang guru, niscaya apa yang diperoleh dari ayah akan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan yang terus-menerus. Sedangkan apa yang diperolehnya dari guru, itulah yang akan berguna baginya untuk kehidupan ukhrawinya yang langgeng. Yang dimaksud tentunya adalah guru yang mengajarkan ilmu-ilmu akhirat, atau ilmu-ilmu duniawi untuk digunakan sebagai sarana untuk akhirat, bukan untuk dunia saja. (Al-Baqir, 1996:188). Dengan berprilaku kasih sayang maka akan muncul sifat saling menghormati antar sesama. Sikap menghormati sesama manusia ini sangat ditekankan, karena merupakan suatu bentuk tindakan menjaga hak-hak sesama manusia. Termasuk menghormati sesama manusia adalah ramah tamah, berbicara dengan sopan, tidak menyinggung perasaan, dan
mengucapkan salam ketika bertemu baik di jalan maupun dalam suatu majlis. 8. Berprilaku sabar Sabar merupakan salah satu sifat keutamaan yang sangat dibutuhkan oleh seorang muslim, baik dalam kehidupan dunianya maupun dalam kehidupan agamanya. Antara sabar dan syukur ada keterkaitan seperti keterkaitan yang ada antara nikmah dan cobaan dimana manusia tidak bisa terlepas dari keduanya. Karena syukur dengan amal perbuatan menuntut adanya kesabaran dalam beramal, maka kesabaran memiliki tiga macam bentuk: pertama, sabar atas ketaatan. Kedua, sabar dari kemaksiatan. Ketiga, sabar menerima cobaan. Oleh karena itu, sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun maqam iman kecuali disertai kesabaran. (Hawwa, 2004:370). Bahkan Allah akan memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. Firman-Nya:
ÇÒÏÈ šc
qè=yJ ÷ètƒ (#qçR$Ÿ2
$tB Ç` |¡ ôm r'Î/ O èd tô_ r&(#ÿrçŽy9|¹ tûïÏ%©!$#žú
tïÌ“ôf uZs9ur
“Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orangorang dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka perbuat”. (QS. An-Nahl:96). (http//www.alquran-digital.com).
Untuk itu, seorang guru harus sabar dalam menyampaikan ilmu, pelanpelan dalam menyampaikannya dan memahami karakter setiap murid agar para murid tetap antusias dalam menerima pelajaran. Sedangkan murid sendiripun juga harus sabar dalam menerima ilmu, dan bersabar pula terhadap kekerasan seorang guru. Murid harus berfikir terhadap hal yang
ditujukan kepadanya, dengan fikiran yang positif, bahwa hal yang demikian itu untuk kebaikan dirinya. 9. Memanfaatkan waktu Waktu sangatlah penting bagi guru dan murid. Untuk itu harus mengoptimalkan waktu yang dimilikinya, baik di waktu malam maupun siang dengan menggunakan kesempatan yang ada dari sisa-sisa umurnya. Umur yang tersisa adalah harga yang dimilikinya, dengan begitu senantiasa pergunakanlah untuk
berdiskusi, mengarang, mengulang pelajaran dan
menghafal. Agar waktu tersebut tidak terbuang secara percuma. Seorang murid harus menunjukkan perhatiannya yang sungguhsungguh kepada tiap-tiap disiplin ilmu agar mengetahui tujuannya masingmasing. Jika ia masih ada kesempatan, sebaiknya ia berusaha untuk mendalaminya. Mengurangi segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan duniawi. Sebab keterkaitan akan memalingkan dari tujuan yang hendak dicapai. 10. Menghindari hal-hal yang kotor dan maksiat Dalam hal ini para guru dan murid senantiasa harus menghindarinya, jangan mengerjakan hal yang demikian itu, karena perbuatan kotor dan maksiat dapat menjatuhkan pada martabat yang jelek, dan perilaku tersebut justru dapat menyurutkan cahaya hati dan kejernihannya. Sehingga menghilangkan kefahaman dan menyerapnya sebuah ilmu ke dalam hati. Hati harus disucikan dari perilaku yang buruk dan sifat-sifat tercela. Hal ini
mengingatkan bahwa ilmu adalah ibadahnya hati, dan mendekatnya batin manusia kepada Allah SWT. Kalbu adalah rumah tempat para malaikat turun dan menetap. Sedangkan sifat-sifat yang buruk seperti emosi, syahwat, dendam, iri angkuh, dan yang sejenisnya adalah anjing-anjing yang senantiasa menyalak. Maka bagaimana mungkin para malaikat bersedia memasuki hati seseorang yang penuh dengan anjing-anjing?!. Padahal, dapat dipahami bahwa cahaya ilmu takkan dihujamkan Allah ke dalam hati seseorang kecuali dengan perantaraan para malaikat (Al-Baqir, 2004:166). Allah berfirman:
Zw qß™ u‘ Ÿ@ Å™ öム÷rr&A> $pgÉo Ç› !#u‘ur ` ÏB ÷rr&$·‹ôm ur žw Î)ª! $#çmyJ Ïk=s3 ムb r&AŽ|³ u;Ï9 tb %x. $tBur ÇÎÊÈ 4âä!$t± o„$tB ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ zÓÇr qã‹sù Artinya: “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki”. (QS. Asy-Syuura:51). (http//www.quran-digital.com).
Dan seperti itu pula rahmat ilmu-ilmu yang dimasukan-Nya ke dalam hati manusia, pastilah dilaksanakan oleh para malaikat yang diberi-Nya kuasa untuk itu. Dan mereka ini adalah makhluk Allah yang tersucikan dan terjauhkan dari sifat-sifat tercela. Karenanya mereka juga tidak akan mementingkan sesuatu selain yang baik, dan tidak akan membagi-bagi rahmat Allah yang khazanah-khazanahnya berada di tangan mereka, kecuali
hanya kepada orang-orang yang hatinya baik, bersih, dan suci. (Al-Baqir, 2004:166). 11. Introspeksi diri Introspeksi diri atau muhasabah merupakan suatu bentuk tindakan yang utama yang dikerjakan oleh manusia. Tentang keutamaan ini Allah telah berfirman:
©! $#(#qà)¨?$#ur (7‰ tóÏ9 ôM tB£‰ s% $¨B Ó§ øÿtR öÝà ZtFø9ur ©! $#(#qà)®?$#(#qãZtB#uä šú
ïÏ%©!$#$pkš‰r'¯»tƒ
ÇÊÑÈ tb qè=yJ ÷ès? $yJ Î/ 7ŽÎ7yz ©! $#¨b Î)4 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr:18). (http//www.alquran-digital.com)
Ayat di atas merupakan suatu bentuk isyarat introspeksi diri terhadap amal-amal atau perbuatan yang telah dikerjakan. Baik guru maupun murid harus selalu mengintropeksi dirinya. Barangkali telah melakukan kesalahankesalahan, maka harus cepat-cepat dibenahi, atau bahkan telah mengerjakan dosa-dosa baik sengaja atupun tidak maka harus segera bertobat dan menyesali pebuatan tersebut serta meninggalkan waktu-waktu yang tidak ada manfaatnya. Supaya waktu yang dimilikinya itu tidak terbuang dengan sia-sia dan meninggalkan segala bentuk tindakan yang tidak pantas untuk dikerjakan oleh seorang guru serta murid.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka membuat suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar merupakan lagkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia akhirat. Dengan optimalisasi religius pada guru dan murid tersebut, konsep ini berusaha membuat dasar pembangunan masyrakat yang berakhlak religius melalui pembinaan individu. Dari sisni diharapkan akan terwujud sebuah tatanan masyarakat yang berakhlak tinggi dan berbudi pekerti yang luhur. B. Implikasi Pendidikan Akhlak Menurut Hasyim Asy’ari dalam Kehidupan Dapat dikatakan bahwa karakter hakiki pendidikan Islam pada intinya terletak pada fungsi rububiyah Tuhan yang secara praktis dikuasakan atau diwakilkan kepada manusia. Dengan kata lain, pendidikan Islam itu tidak lain adalah
keseluruhan
dari
proses
penciptaan
serta
pertumbuhan
dan
perkembangannya secara bertahap dan berangsur-angsur sampai dewasa dan sempurna, baik dalam aspek akal, kejiwaan maupun jasmaninya. Selanjutnya, atas dasar
tugas kehalifahan, manusia sendiri bertanggung jawab untuk
merealisasikan proses pendidikan Islam (yang hakekatnya proses dan fungsi rububiyah Allah) tersebut dalam dan sepanjang kehidupan nyata di muka bumi (dunia) ini. (Maksum, 1999:29). Pendidikan Islam mendasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan faktor teologis sebagai sumber dari ilmu itu sendiri. (Nata, 2003:13). Sebagaimana firman Allah:
Ïä!$yJ ó™ r'Î/ ’ÎTqä«Î6/Rr&tA $s) sù Ïps3 Í´¯»n=yJ ø9$#’n?tã öN åkyÎ ztä §N èO $yg¯=ä. uä!$oÿôœ F{ $#tPyŠ#uä zN ¯=tæ ur ÇÌÊÈ tûüÏ%ω »|¹ öN çFZä. b Î)ÏäIw às¯»yd Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!". (QS. Al-Baqarah: 31). (http//www.alquran-digital.com).
Ayat di atas menunjukkan adanya epistemologi dalam Islam, yakni bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari yang satu, Allah SWT. Dialah pendidik yang pertama dan yang utama. Bedanya dengan orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama adalah bahwa orang tua merupakan pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya dalam keluarga, sedangkan Allah SWT. adalah pendidik pertama dan utama bagi seluruh makhluk bahkan seluruh alam. Tidak ada satu pendidikan yang terjadi dalam keluarga, bahkan alam jagad raya ini, tanpa Allah SWT. sebagai pendidik yang pertama dan utama yang mengajarkan ilmunya kepada manusia, dalam hal ini Adam sebagai manusia pertama. (Nata, 2003:13). Melihat adanya dasar pendidikan Islam berarti tidak terlepas dari tujuan pendidik Islam itu sendiri. Berbicara mengenai tujuan pendidikan Islam berarti bicara mengenai nilai-nilai yang bercorak Islam, artinya tujuan pendidikan Islam yang membentuk pribadi muslim yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Hadis.
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai. (Darajat, 1996:29). Terkait dengan hal tersebut, pada hakekatnya tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan manusia. Sedang yang dimaksud disini adalah pendidikan Islam. Adapun tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islami dalam peribadi peserta didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat. (El-saha, 2008:38). Takwa merupakan pencapaian kelebihan seorang manusia sebagai makhluk terhadap kholik-nya, untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Seperti firman Allah:
ÇÊÌÈ ×ŽÎ7yz îLìÎ=tã ©! $#¨b Î)4öN ä3 9s)ø?r&«! $#y‰ YÏã ö/ä3 tBtò2 r&¨b Î) Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujarat, 13). (http//www.alquran-digital.com). Menurut
Abu
Ahmadi,
tujuan
akhir
pendidikan
Islam
ialah
terbentuknya kepribadian muslim. Yaitu kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya. (El-Saha, 2008:38). Sedangkan menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, pendidikan agama Islam di setiap jenjangnya mempunyai kedudukan yang penting dalam
sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 203 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa p Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kereatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Depag RI, 2006:24). Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk peribadi anak didik menjadi manusia yang beribadah kepada Allah SWT. dengan sungguh-sungguh beribadah yang dibekali dengan keimanan, ketakwaan, ilmu pengetahuan, kemauan yang tinggi dan berakhlakul karimah, dengan melalui proses pembelajaran. Titik berat pendidikan akhlak yang telah dipaparkan oleh Hasyim Asy’ari dalam prosesi pembelajaran penekanannya tertuju pada akhlak yang bersifat rohani dalam membangun jiwa yang baik, akan tetapi tidak mengesampingkan akhlak yang bersifat jasmani. Dari pemaparan beliau, implikasi akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan adalah: 1. Tekun Tekun adalah rajin atau bersungguh-sungguh (Suharso, 2008:514). Dengan kata lain tekun adalah kesungguhan tekad dalam melakukan (mencapai) sesuatu. Tekun merupakan suatu sifat terpuji yang harus dipeganggi oleh setiap pelajar, dan tidak boleh berputus asa dalam menekuni setiap pembelajaran. Untuk mencapai apa yang di cita-citakan,
pelajar harus menanamkan kesadaran diri untuk senantiasa tekun. Dalam lingkup pembelajaran,
tekun sangatlah dibutuhkan,
sebab
belajar
merupakan proses yang membutuhkan waktu. Orang akan sukses apabila tekun dalam belajar dan tidak bermalas-malasan. Allah telah berfirman:
ÇÊÊÈ öN ÍkŦ àÿ Rr'Î/ $tB (#rçŽÉitóム4Ó®Lym BQ öqs)Î/ $tB çŽÉitóムŸw ©! $#žc
Î)
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.(QS. Ar-Ra’du:11). (http//www.alquran-digital.com).
Ayat di atas mengajarkan kepada kita, bahwasanya manusia haruslah mengusahakan segala hal untuk kehidupannya. Tidak sekedar menunggu apapun itu dari Allah dengan berpangku tangan. Dengan ketekunan akan meninggkatkan kesejahteraan diri, mewujudkan cita-cita dan mengapai tujuan hidup. Terlebih dalam pembelajaran, peserta didik bersungguhsungguh dalam belajarnya maka kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat akan dapat diraih. Perwujudan tekun dalam pembelajaran yaitu dengan meminimalkan keterkaitan diri dengan kesibukan dunia di luar pencarian ilmu. Hal ini dinilai akan menganggu konsentrasi dalam belajar. karena jika terlalu banyak mengerjakan hal lain di luar pembelajaran membuat peserta didik menjadi terpecah pikirannya. Ketekunan tahap awal bagi para pelajar perlu mengelakkan diri dari mendengarkan peselisihan dan perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan
manusia, baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi. Akan tetapi mengikuti alur tahap demi tahap dalam tarapan ilmu berdasarkan kemampuan dan segala upaya yang ada pada dirinya, sehingga nantinya ilmu-ilmu yang dikaji dapat memberikan kemanfaatan bagi para pelajar dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan serta memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. 2. Tirakat Tirakat adalah menahan hawa nafsu atau mengasingkan diri (Suharso, 2008:539). Dalam bahasa pesantren disebut dengan riyadhah, yaitu: menjalani laku mengendalikan dan mengekang hawa nafsu. Hal ini merupakan suatu metode untuk membersihkan diri dari hal-hal yang dapat menghambat masuknya ilmu dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Terlebih bagi para pelajar, prilaku tirakat haru senantiasa dibiasakan dalam masa-masa mencari ilmu, sebab dalam mencari ilmu itu tidak lepas dari ujian dan cobaan. Laku
tirakat
bagi
para
pelajar
dimaksudkan
sebagai
upaya
pengembangan diri untuk mendapatkan ketahanan jiwa dalam menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Prilaku ini sangat berat bagi orang yang tidak terbiasa, untuk itu pelajar senantiasa membiasakan perilaku ini. Karena mencari ilmu itu merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah maka harus membersihkan hati dan jiwa dari akhlak-akhlak tercela dalam belajar. Karena ilmu itu tidak akan masuk dalam jiwa yang kotor, untuk itu dalam belajar perlu adanya persiapan kejiwaan.
Termasuk perilaku tirakat diantaranya yaitu: mengurangi makan dan minum. Sebab kekenyangan makan dapat menghambat kegiatan beribadah dan memberatkan badan. Hal ini dimaksudkan agar keadaan lebih terjaga kondisinya dan terhindar dari berbagai macam penyakit serta kemalasan. Kemudian mengurangi tidur selama tidak menganggu badan dan pikirannya serta meninggalkan banyak bercanda. Sebab hal ini dapat menyia-yiakan waktu tanpa ada manfaatnya dan dapat menghilangkan nilai agama pada dirinya. 3. Khidmat Khidmat adalah ta’dzim, hormat dan sopan-santun (Suharso, 2008:291). Khidmat merupakan suatu perbuatan dimana sikap ini mencerminkan perilaku sopan dan menghormati terhadap orang lain. Terlebih pada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang guru dan orang yang dianggap mulya olehnya. Dengan sikap ini akan dapat membawa seseorang pada kemulyaan dan dihormati juga oleh orang lain. Sikap ini sangat berguna sekali dalam rangka memperoleh ilmu yang berhasil dan bermanfaat. Pelajar harus mempercayai dan menghormati gurunya, tidak boleh sombong terhadapnya. Bagaimanapun juga seorang guru lebih tinggi derajatnya dari kepandaian seorang murid. Itu sebabnya seorang murid tidak diperbolehkan membantah terhadap gurunya dan harus mentaati perintah gurunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga kewibawaan guru yang memilki derajat tinggi dibandingkan dengan sang murid. Kecuali guru
mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syari’at, maka sang murid tidak wajib mentaatinya. Termasuk khidmat pada guru yaitu mengetahui akan hak-hak guru dan tetap mengutamakannya, tidak masuk dalam kediaman guru kecuali telah mendapatkan izin darinya dan menetapi sikap sopan santun serta rapi dalam berbusana. Tidak menempati tempat duduknya dan tidak menganggap diri lebih sempurna dari pada gurunya serta selalu mengenang guru pada waktu masih hidup ataupun sudah meninggal. Kemudian
khidmat terhadap
teman-temannya dengan memberi
semanggat kepada teman-temannya, mengajak serta menunjukkan untuk serius dalam mencari ilmu. Menginggatkan untuk selalu mencari sesuatu yang berfaidah dengan menggali hukum-hukum, kaidah-kaidah, nasehat serta peringatan. Menampakkan kasih sayang serta menjagak hak-hak persahabatan. Hendaknya pula melupakan kekurangan teman-temanya, memaafkan kesalahannya dan menutupni aibnya. Khidmat terhadap pelajaran dan buku pelajaran yaitu memiliki buku pelajaran yang diajarkan, belajar dalam keadaan suci, mengawali dengan berdo’a
dan menaruh
buku
pada
tempat
yang
muliya
dengan
memperhitungkan keagunggan kitab dan ketinggian keilmuan penyusun. Dari beberap implikasi di atas, hendaknya dapat diterapkan oleh peserta didik, generasi saat ini dan umumnya masyarakat luas. Terlebih pemudapemudi saat ini merupakan generasi masa yang akan datang.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab Adab al-Allim wa alMuta’allim. Sitematika yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain. Kitab ini terdiri dari delapan bab pembahasan, yang dimulai dengan: Pengenalan dengan pengarang (Ta’rif bi al-Mu’allif). Dilanjutkan dengan khutbah kitab. Bab pertama. Pada bab ini menjelaskan tentang keutamaan pendidikan. Terdiri dari tiga pasal, meliputi pasal tentang keutamaan ilmu dan ulama’ (ahli ilmu), pasal tentang keutamaan belajar dan mengajar, dan pasal yang menjelaskan bahwa keutamaan ilmun hanya dimiliki ulama’ yang mengamalkan ilmunya. Bab kedua, menjelaskan tentang akhlak yang harus dipegang oleh murid. Berisi sepuluh macam perincian akhlak. Bab ketiga, menjelaskan tentang akhlak murid kepada gurunya, terdiri dari dua belas uraian tentang akhlak. Bab keempat, menjelaskan akhlak murid terhadap pelajaran dan segala yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Pada bab ini diuraikan tiga belas penjelasan tentang akhlak. Bab kelima, menjelaskan tentang akhlak yang
harus ada bagi guru, terdiri atas sepuluh penjelasan akhlak. Bab keenam, menjelaskan tentang akhlak guru terhadap pelajarannya. Bab ketujuh, menjelaskan tentang akhlak guru terhadap murid, terdiri atas empat belas pembahasan tentang akhlak. Bab kedelapan, sebagai bab yang terakhir berisi tentang penjelasan secara umum terhadap kitab dan segala hal yang ada hubungan dengannya (cara mendapatakan, meletakkan dan menulisnya). Surat altaqariz (surat pujian dari para ulama’ terhadap kemunculan kitab ini). Fahrasat (daftar isi). 2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dalam kitab tersebut dapat diklarifikasikan menjadi dua kategori, yakni akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama manusia. Pertama, akhlak kepada Allah, beliau menyatakan bahwa hendaknya aktivitas seorang guru dan murid dalam belajar mengajar diniatkan kepada Allah, bukan karena tujuan duniawi semata. Menyerahkan semua urusan kepada Allah serta memohon petunjuk kepada-Nya. Menerima apa adanya pemberian Allah (qanaah) dan sabar dengan segala kondisi dirinya. Kedua, akhlak kepada sesama manusia, khususnya akhlak murid terhadap guru. Dimana guru dipandang sebagai peribadi yang sangat dihormati, baik dikala beliau masih hidup maupun ketika sudah meninggal. Selain itu akhlak murid terhadap teman senasib seperjuangannya juga perlu mendapat perhatian. Karena dari sini akan tercipta suatu pemahaman bahwa murid mempunyai akhlak yang baik
kepada teman sesamanya, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Jadi jelas bahwa ragkaian tujuan pendidikan Hasyim Asy’ari mengandung dua makna sekaligus yaitu membentuk manusia yang berakhlak mulia kepada Tuhannya dan kepada sesamanya serta memiliki ilmu yang bermanfaat bagi diri, agama dan lingkungan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Hasym Asy’ari adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak. 3. Implikasi pendidikan akhlak menurut Hasyim Asy’ari dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak yang telah dipaparkan oleh Hasyim Asy’ari dalam prosesi pembelajaran penekanannya tertuju pada akhlak yang bersifat rohani dalam membangun jiwa yang baik, akan tetapi tidak mengesampingkan akhlak yang bersifat jasmani. Dari pemaparan beliau, implikasi akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan adalah: a. Tekun Dengan
ketekunan
akan
meninggkatkan
kesejahteraan
diri,
mewujudkan cita-cita dan mengapai tujuan hidup. Terlebih dalam pembelajaran, peserta didik bersungguh-sungguh dalam belajarnya maka kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat akan dapat diraih. Perwujudan tekun dalam pembelajaran yaitu dengan meminimalkan keterkaitan diri dengan kesibukan dunia di luar pencarian ilmu. Hal ini dinilai akan menganggu konsentrasi dalam belajar. karena jika terlalu
banyak mengerjakan hal lain di luar pembelajaran membuat peserta didik menjadi terpecah pikirannya. Ketekunan pada tahap awal bagi para pelajar perlu mengelakkan diri dari mendengarkan peselisihan dan perbedaan pendapat dikalangan manusia, baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi. Akan tetapi mengikuti alur tahap demi tahap dalam tarapan ilmu berdasarkan kemampuan dan segala upaya yang ada pada dirinya, sehingga nantinya ilmu-ilmu yang dikaji dapat memberikan kemanfaatan bagi para pelajar dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan serta memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. b. Tirakat Perilaku ini merupakan suatu metode untuk membersihkan diri dari halhal yang dapat menghambat masuknya ilmu dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Terlebih bagi para pelajar, prilaku tirakat harus senantiasa dibiasakan dalam masa-masa mencari ilmu, sebab dalam mencari ilmu itu tidak lepas dari ujian dan cobaan. Perilaku tirakat bagi para pelajar dimaksudkan sebagai upaya pengembangan diri untuk mendapatkan ketahanan jiwa dalam menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Karena mencari ilmu itu merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah maka harus membersihkan hati dan jiwa dari akhlak-akhlak tercela dalam belajar. Karena ilmu itu tidak akan masuk dalam jiwa yang kotor, untuk itu dalam belajar perlu adanya persiapan kejiwaan.
c. Khidmat Khidmat merupakan suatu perbuatan dimana sikap ini mencerminkan perilaku sopan dan menghormati terhadap orang lain. Terlebih pada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang guru dan orang yang dianggap mulya olehnya. Dengan sikap ini akan dapat membawa seseorang pada kemulyaan dan dihormati juga oleh orang lain. Sikap ini sangat berguna sekali dalam rangka memperoleh ilmu yang berhasil dan bermanfaat. B. Saran Akhlak sangat ditekankan sekali dalam sendi agama dan memiliki peranan yang sangat penting sekali dalam khidupan sehari-hari, baik dalam ibadah, keluarga, pembelajaran, interaksi dengan masyarakat dan segala aktivitas kehidupan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya siswa dan mahasiswa yang belajar dalam bidang agama islam khususnya, hendaknya bersunguhsungguh dalam mempelajari dan menerapkan akhlak yang baik dimanapun berada. Agar nantinya tergolong menjadi orang-orang yang memilki kesempurnaan iman. C. Penutup Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun sekripsi yang sangat sederhana dengan segala keterbatasannya. Akhirnya, semoga walaupun penuh dengan kekurangan dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussami, Humaidi dan Ridwan Fakla. AS. 1995. 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Al-Gulayain, Mustafa. Izatun Nasyi’in. Terjemah jilid 2 oleh Siroj, Zainuri, Hadi Nur. 2009. Jakarta: PT. Albama. Al-Ghazali, Muhammad. Tt. Ihya’ Ulumudin. Indonesia: Al-Haromain. ......................................... Khulukul Qur’an. Terjemah oleh Anwar, Masy’ari. 2008. Surabaya: PT. Bina Ilmu. ....................................... Tt. Al-‘Ilm. Terjemah oleh Al-Baqir, Muhammad. 1996. Bandung: Karisma. Al-Husaini, Abdullah bin Alawy Al-Hadad. Tt. Risalah Al-Mu’awanah wa AlMuwazhaharah wa Al-Muwazarah Li Ar-Rhaghibin min Al-Mu’minin: Fi Suluk Thariq Al-Akhirah. Terjemah oleh Anwar, Rosihon dan Maman Abd. Djaliel. 1999. Bandung: Pustaka setia. Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tt. Minhajul Muslim. Terjemah oleh Mustofa aini, Amir Hamzah Fachrudin, Kholif Mutaqin. Malang: PT. Megatama Sofwa Pressindo. Al-Nawawi, Yahya bin Syarifudin. Tt. Al-Arba’in Nawawi. Semarang: Pustaka Aalawiyah. Al-Qasimi, Muhammad Jamaludin. Tt. Mauidzatul mu’minin. Jakarta: Dar Ihya’ Al-Kutub Al-Arabiyah. Az-Zarnuji. Tt. Ta’limul muta’allim. Surabaya: Darul Ilmi. Darajat, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumu Aksara. Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3S. El-Sha, M. Ishom dan Amin Haedari. 2008. Manajemen Kependidikan Pesantren. Jakarta: Transwacana. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. Fatah, Rohadi Abdul. M. Tata Taufik dan Abdul Mukti Bisri. 2008. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan. Jakarta: Pt. Listafariska Putra.
Hadziq, Muhammad Ishom. Tt. Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Jombang: maktabah At-Turats Al-Islamy. Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Ando Offset. Hawa, Sa’id bin Muhammad Daib. Tt. Al-Mustakhlash fii Tazkiyatil Anfus. Terjemah oleh Tamhid, Aunur Rafiq Shaleh. 2004. Jakarta: Robbani Press. Maksum. 1999. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Ciputat: Logos Wacana Ilmu. Mubarok, Achmad dan Syamsul Yaqin. 2011. Buku Seri Akhlak Mulia Mengukir Jati Diri. Bandung. PT. Imperial Bhakti Utama. Nata. Abuddin (Ed). 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa. Nasir, Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pusat Bahasa Departemen Pendidikana Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Sadly, Hasan. 1991. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Samarqandi, Abu Laits. Tanbihul Ghafilin. Terjemah oleh Abu Imam Taqiyuddin. 2009. Surabaya: Mutiara Ilmu. Siroj, Zaenuri dan Ah. Adib Al Arif. 2009. Hebatnya Akhlak di Atas Ilmu dan Tahta. Surabaya: Bintang Books. Sofwan, Alwi dan Muslich Miftach. 1993. Ahlusunnah wal-Jma’ah Nahdlatul Ulama. Semarang: PPustaka al-Alawiyah. Suharso dan Ana Retroningsih. 2011. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Semarang: Widya Karya. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan bagian I. Bandung. PT. Imperial Bhakti Utama. ................................................................................. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikkan bagian III. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
Zuhri, Achmad Muhibbin. 2010. Pemikirikan KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Surabaya: Khalista. http//id.wikipedia.com. http//masphi.blogspot. http//www.aqluran-digital.com. http//www.maktabahsamilah.com
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Arab ke Latin Arab
Latin
Arab
Latin
ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض
A B T Ts J H Kh D Dz R Z S Sy Sh Dh
ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ھﻦ ء ي
Th Dh ‘ Gh F Q K L M N W H ’ Y
Untuk tanda baca panjang:
ālā
ﺗﻌﺎﻟﻰ
= ta‘
ﻣﺴﻠﻤﯿﻦ
= muslim
ﯾﺘﻔﻜﺮون
= yatafakkar n
īn ū
Untuk tanda hubungan dengan awal al:
ān
اﻟﻘﺮ ٓ ن
= al-Qur’
اﻟﺴﻨﺔ
= as-Sunnah
Sumber: buku kapita selekta pendidikan islam, hal: xv.
DAFTAR NILAI SKK
NAMA
: M. Ilzam Syah Al-mutaqi
NIM
: 11107054
No.
Nama Kegiatan
JURUSAN : Tarbiyah PAI
Pelaksanaan
Keterangan Nilai
1.
OSPEK STAIN Salatiga
28-31 Agustus 200
Peserta
3
2.
Seminar Nasional HMJ
28 Februari 2008
Peserta
6
Syari’ah 3.
Praktikum Baca Tulis AlQur’an Program Studi PAI
18 November 2008
Peserta
2
4.
MAPERBA ITTAQO
22 November 2008
Peserta
3
5.
Seminar Nasional Forum Mahasiswa Syari’ah se-
15-17 Desember 2018
Peserta
6
Indonesia 6.
Seminar Pembiayaan Pendidikan kota Salatiga oleh DEMA
25 Maret 2009
Peserta
3
7.
Haflah Akhirussanah dan Haul KH. Djalal Suyuthi ke-63 Pon-Pes Al-manar
01 Agustus 2010
Panitia
3
8.
Musabaqoh Tilawatul Qur’an, Jamiyyah Quro’ walhuffadz
24 Mei 2010
Peserta
3
9.
Praktikum Metodologi
20 Agustus 2010
Peserta
3
Pendidikan Agama Islam
Se-Program Studi PAI 10.
Seminar Nasional Pendidikan dalam Upaya
02 Juni 2010
Peserta
6
Membentuk Karakter dan Budaya Bangsa oleh DEMA 11.
Workshop Multimedia
29-30 November 2011
Peserta
3
12.
Seminar Politik oleh DEMA
27 Januari 2011
Peserta
3
13.
Praktikum ILAIK
11-26 Februari l 2011
Peserta
3
14.
Silaturrahmi dan Diskusi Kelas dalam Menyongsong Penyusunan Skripsi
08 Maret 2011
peserta
3
15.
Gorah masal oleh JQH
12 Maret 2011
Peserta
3
16.
Gebyar Rebana ke XII Pon-pes Al-manar
13 Juli 2011
Ketua Panitia
3
17.
Seminar Nasional dan
15 Juli 2011
Peserta
4
bedah buku Terpesona di Sidratul Muntaha 18.
Comparison of Englis and Arabic
12 April 2012
Peserta
3
19.
Seminar Nasional Kristologi dan Tabligh Akbar, MUI kota Salatiga
20 Mei 2012
Peserta
6
20.
Seminar Nasional Mewaspadai Islam Garis Keras di Perguruan Tinggi
23 Juni 2012
Peserta
6
21.
Tabligh Akbar, Tafsir
01 Desember 2012
Peserta
3
Tematik dalam Upaya Menjawab Persoalan Israel dan Palestina 24.
Seminar Nasional Kebangsaan Mengagas
27 Januari 2012
Peserta
6
19 Januari 2013
Ketua Panitia
3
Menasionalismekan beragama
25.
Imtihanul Awwal Pon-pes Al-manar
87
Salatiga, 18 Maret 2013 Mengetahui Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan
H. Agus Waluyo, M. Ag NIP. 1975211 200003 1 001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Muhammad Ilzam Syah Al-Mutaqi
Tempat/Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 31 Desember 1988
Alamat
: Dusun. Kalisidi Desa. Kalisidi Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang
Pendidikan
: RA Kalisidi lulus tahun 1996 MI Kalisidi lulus tahun 2001 MTs Hasyimiyah Kalisidi lulus tahun 2004 MA Al-Manar lulus tahun 2007 STAIN Salatiga lulus tahun 2013
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Penulis
M. Ilzam Syah Al-Mutaqi