PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA-AL MUTA’ALLIM
SKRIPSI DiajukanuntukMemperolehGelar SarjanaPendidikan Islam
Oleh : ABDUL MAJID NIM 11111074
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
ii
PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA-AL MUTA’ALLIM
SKRIPSI DiajukanuntukMemperolehGelar SarjanaPendidikan Islam
Oleh : ABDUL MAJID NIM 11111074
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
iii
iv
v
vi
MOTTO
ةَ ْك َم ُل ْةل ُم ْؤ ِمىِٕ َْه ةِ ْٔ َمتوًت ةَحْ َظىٍُُ ْم ُخ ْلقًت “Kaum mukminin yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. At- Tirmidzi, No. 1082)
vii
PERSEMBAHAN Karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi ini penulis persembahkan kepada : 1.
Ayah dan ibu tercinta, serta adik saya Zaidatul Ulya, yang telah memberikan motivasi, mendoakan, dan mengorbankan jiwa, raga maupun material dalam jenjang pendidikan yang telah saya tempuh.
2.
Bapak M. Gufron, M. Ag beserta keluarga selaku orang tua saya di Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga.
viii
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah swt Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang merajai semesta alam, atas rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada kekasih Allah, Muhammad bin Abdullah, sanak saudara dan para sahabat yang telah menunjukkan jalan yang benar dengan perantaraan Islam. Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi kewajiban sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Penulis perlu sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini, serta penghargaan setinggitingginya penulis sampaikan kepada : 3.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
4.
Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
5.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Kajur PAI pada FTIK Institut Agama Islam Negeri Salatiga
6.
Bapak Dr. H. Miftahuddin, M. Ag selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
7.
Guru-guru yang memberikan pengetahuannya kepada saya, semoga Allah membalasnya dengan menempatkan kalian ditempat yang layak dan dibalas dengan penuh kasih sayang-Nya.
ix
8.
Teman-teman PAI B yang mengajak untuk sesegera mungkin menyelesaikan program S1 ini.
9.
Selvi Alviana Rafida yang selalu memberikan motivasi, mendoakan dan juga mendampingi dalam segala hal.
10. Adik-adik Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga yang selalu memberikan pembelajaran meskipun secara tidak langsung. Dalam penulisan skripsi ini apabila banyak kekeliruan, kekurangan dan kesalahan, itu semua karena keterbatasan kemampuan penulis, untuk itu pula kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya kepada diri saya pribadi dan kepada semua pelajar pada umumnya. Salatiga, 5 Maret 2016 Penulis
Abdul Majid NIM: 11111074
x
ABSTRAK Abdul Majid, 2016. Pendidikan Karakter Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dr. H. Miftahuddin, M. Ag Kata Kunci : Pendidikan Karakter, dan Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) bagaimana biografi intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari?; (2) bagaimana pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang berkaitan dengan pendidikan karakter?; dan (3) bagaimana relevansi pemikiran pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap dunia pendidikan di Indonesia? Penelitian ini merupakan penelitian literatur atau naskah dengan mengambil naskah tokoh K.H. Hasyim Asy‟ari, yakni Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim. Metode yang digunakan adalah analisis isi (content analisys), dengan pendekatan historis, hermeneutika, dan fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan salah satu pemikir pendidikan karakter dalam perspektif Islam sekaligus praktisi pendidikan karakter yang K.H. Hasyim Asy‟ari terapkan di pondok pesantren Tebuireng Jombang; (2) Pemikiran pendidikan karakter yang ditekankan K.H. Hasyim Asy‟ari dapat diklasikasikan menjadi dua hal, yakni : pertama menjaga ketakwaan kepada Allah swt dan selalu cinta kepada Nabi, dan kedua adab atau akhlak kepada pendidik, anak didik, teman sebaya dan juga terhadap kitab atau buku pelajaran; dan(3) Relevansi pemikiran pendidikan karakter K.H. Hasyim Asy‟ari relevan diterapkan untuk konteks Indonesia, terutama di dunia pendidikan dalam mengoptimalkan adab pendidik dan peserta didik. Pemikiran pendidikan karakter yang K.H. Hasyim Asy‟ari sampaikan dapat dijadikan dasar bagi pengembangan pendidikan di Indonsesia dewasa ini yang mulai memudar pendidikan karakternya.
xi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN KELULUSAN DEKLARASI MOTTO PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN.……………………………………………………1 A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1 B. Rumusan Masalah………………………………………………………..4 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………...5 D. Manfaat Hasil Penelitian…………………………………………………5 E. Kajian Pustaka…………………………………………………………...6 F. Metode Penelitian………………………………………………………..7 G. Penegasan Istilah………………………………………………………...12 H. Sistematika Penulisan……………………………………………………21 BAB II : BIOGRAFI INTELEKTUAL K.H. HASYIM ASY‟ARI A. Keluarga K.H. Hasyim Asy‟ari…………………………………………23 1. Kelahiran K.H. Hasyim Asy‟ari………………………………...23 2. Silsilah Keluarga………………………………………………...26 3. Masa Kecil K.H. Hasyim Asy‟ari……………………………….28 4. Pengabdian dalam Masyarakat dan Negara……………………..30 B. Riwayat Pendidikan ……..……………………………………………..39 C. Karya-karya K.H. Hasyim Asy‟ari………………………………………43 BAB III : GARIS BESAR KITAB ADAB AL-ALIM WA-AL MUTA‟ALLIM DAN NILAI KARAKTER YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA A. Garis Besar Isi Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim………………….47 xii
B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim………………………………………………………………62 BAB IV : ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB ADAB ALALIM WA-AL MUTA‟ALLIM A. Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim………………………………………………………………70 1. Menghargai Nilai Normatif……………………………………..72 2. Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri………………...78 3. Otonomi………….……………………………………………...81 4. Keteguhan dan Kesetiaan.……………………………………….86 B. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam Dunia Pendidikan di Indonesia ………………………………… 91 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………………..101 B. Saran……………………………………………………………………103 C. Penutup…………………………………………………………………104 DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR PUSTAKA
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter telah dicanangkan sudah sejak lama sebelum datangnya kemerdekaan Indonesia, bahkan beberapa tokoh sebelum kemerdekaan telah mengeluarkan pendapatnya mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi, karena dengan pendidikan karakter dapat menghasilkan manusia yang berkualitas, kreatif, dan bertanggungjawab. Pendidikan karakter dalam perspektif Islam senantiasa menjadi sebuah kajian yang sangat menarik, bukan karena memiliki kekhasan tersendiri, namun juga karena kaya akan konsep-konsep yang tidak kalah pentingnya dengan pendidikan yang lainnya. Dalam khasanah pemikiran pendidikan Islam, ditemukan tokoh-tokoh besar dengan ide-idenya yang cerdas dan kreatif yang menjadi inspirasi dan member kontribusi yang besar bagi dinamika pendidikan karakter di Indonesia. Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu adalah lembaga pendidikan yang juga mengajarkan tentang pendidikan karakter dan ikut mengantarkan bangsa yang maju dan berpendidikan.
1
Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau melalui jalur dakwah mereka. Sebelum kemerdekaan Indonesia, pendidikan karakter lebih diajarkan didalam pondok pesantren yang berlangsung cukup lama sampai pada akhirnya timbul pendidikan karakter yang diajarkan di lembaga pendidikan formal. Akan tetapi lembaga-lembaga formal pada waktu itu tidak bisa secara bebas mengajarkan baik pendidikan formal maupun pendidikan karakter , karena adanya peraturan dari Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia, sehingga lembaga pendidikan formal pada waktu itu hanya menghasilkan tenaga kantor tingkat rendah dan juga dengan gaji yang jauh lebih murah. Meskipun pondok pesantren lebih banyak mengajarkan pendidikan karakter, bukan berarti pendidikan karakter di pondok pesantren tidak mempunyai kekurangan. Kebanyakan pondok pesantren masih juga mengajarkan karakter dengan cara menghafal dan juga pengenalan pada nilainilai pendidikan karakter akan tetapi belum sampai pada tingkat penghayatan nilai-nilai daripada pendidikan karakter tersebut. Jauh daripada harapan para tokoh-tokoh pendidikan karena masih belum bisa mencapai tingkat penghayatan apalagi sampai pada tingkat menjadikan nilai-nilai pendidikan tersebut sebagai komitmen pribadi dalam kehidupan sehari-hari bersama masyarakat. Jadi masih banyak kekurangan pada saat pelaksaan pendidikan karakter, sehingga diperlukan kajian lebih mendalam tentang pendidikan karakter dari beberapa literatur klasik maupun modern yang akan memberikan sumbangan terhadap pemikiran tersebut.
2
K.H. Hasyim Asy‟ari adalah salah satu tokoh pendidikan Islam dan juga pendiri gerakan Nahdlatul Ulama‟ (NU). K.H. Hasyim Asy‟ari melalui kitabnya yang berjudul Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim telah mengemukakan pendapatnya tentang salah satu metode pendidikan karakter menurut beliau. Dalam kitab karya K.H. Hasyim Asy‟ari tersebut, telah terdapat risalah pendidikan yang memuat tentang pendidikan karakter khususnya tentang nilai-nilai karakter yang harus dimiliki baik oleh pendidik maupun peserta didik. Tidak hanya peserta didik yang harus belajar mengenai pendidikan karakter, akan tetapi pendidik pun diharuskan untuk mendalami pendidikan karakter. Agar terjadi kesinambungan antara pendidik dengan peserta didik, sehingga dalam proses belajar mengajar pun tidak akan terjadi yang namanya kesalahpahaman peserta didik terhadap perilaku pendidik di dalam kelas. Usaha yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari adalah sebuah upaya untuk mempersiapkan model pembelajaran bagi pendidik dan juga anak didik dalam rangka menyiapka generasi penerus yang penuh dengan nilai-nilai pendidikan, sehingga kelak Indonesia akan mempunyai generasi yang dapat meneruskan pembelajaran karakter yang tidak hanya teoritis. Akan tetapi generasi yang penuh akan nilai-nilai penghayatan dan juga nilai-nilai prakteknya dalam bermasyarakat. Konsep inilah yang menurut penulis penting untuk kemudian dimunculkan kembali dalam konteks melanjutkan cita-cita perjuangan beliau. Menemukan kembali ruh pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari terkait dengan pendidikan karakter menjadi sebuah keharusan agar gerakan penerus bangsa menjadi penuh dengan nilai moral dan akhlak.
3
K.H. Hasyim asy‟ari adalah seorang tokoh pendiri NU yang brilian dan berjasa besar tidak hanya bagi kepentingan pendidikan Islam, pesantren, NU dan pergerakan Islam tetapi juga bagi bangsa dan negara Indonesia. Membaca konsep pendidikan karakter yang yang dilakukan beliau adalah penting untuk menemukan sebuah alur pemikiran yang sebenarnya telah disiapkan olehnya. Sebagai kader pergerakan tentunya beliau mempunyai kerangka pikir yang jelas sebelum bertindak. Berangkat dari latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian ilmiah dengan judul Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka selanjutnya penulis mengemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, supaya dapat mempermudah dalam proses penelitian ini. Adapun rumusan masalah penulis paparkan sebagai berikut : 1.
Bagaimana biografi intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari ?
2.
Bagaimana pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang berkaitan dengan pendidikan karakter ?
3.
Bagaimana relevansi pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap dunia pendidikan di Indonesia ?
4
C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui biografi inteletual K.H. Hasyim Asy‟ari.
2.
Menegetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang berkaitan dengan pendidikan karakter.
3.
Mengetahui relevansi pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
D. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: a.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis berupa tambahan dokumentasi bagi khasanah Ilmu Pendidikan Islam, terutama yang terkait dengan pemikiran tokoh pendidikan Islam mengenai pendidikan karakter.
b.
Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rujukan bagi para pengelola lembaga pendidikan Islam terutama para pendidik untuk mengimplementasikan mutiara-mutiara pendidikan karakter yang terdapat dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim. Harapannya, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebuah rujukan praktis oleh insan-insan di lingkungan pendidikan Islam.
5
E. Kajian Pustaka Saat ini buku yang secara khusus membahas tentang pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari masih sedikit apabila dibandingkan dengan pemikir lainnya. Penulis mengemukakan penelitian yang secara khusus membahas tentang biografi KH. Hasyim Asy‟ari dan pemikirannya tentang pendidikan karakter karya Samsul Ma‟arif yang berjudul “Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asya‟ri” yang telah diterbitkan oleh Kanza Khasanah Bogor pada tahun 2011. Diantara isi karya tersebut ada yang mengandung tentang seorang nasionalistradisional, sosok pejuang yang brilian, muda progresif dan pemikiranpemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang pemikiran agama, politik, pergerakan, pengajaran dan pendidikan. Hasbullah, menulis buku “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan”, di dalamnya Hasbullah mencatat pergulatan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam mengiringi dunia pendidikan bahwa beliau berusaha menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik, menanamkan sikap terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama dengan pihak lain, keterampilan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan duniawi dan ukhrawi sebagai sebuah kesatuan dan juga menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai. Sementara
Darmiyati
Zuchdi
dalam
“Pendidikan
Karakter”,
memfokuskan diri pada pemikiran beberapa tokoh pendidikan dalam memelihara dan mengembangkan pendidikan karakter. Darmiyati juga
6
membandingkan pemikiran beberapa tokoh pendidikan. Dalam hal ini Darmiyati mengemukakan bahwa karakter adalah sebuah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menjadi cirri khas seseorang yang menjadi kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat.
F. Metode Penelitian Proses dalam penelitiani ini, penulis menggunakan pendekatan dan metode sebagai acuan dalam penulisan karya tulis ini. Secara jelas penulis paparkan sebagai berikut : 1.
Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah : a.
Pendekatan Historis (Historical Approach) Pendekatan yang mengurai fakta-fakta pemikiran yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy‟ari. Pengembangan aspek historis dalam tulisan ini adalah sebuah analisis diskriptif yang akan membawa pada kesimpulan pada pola pemikiran yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy‟ari. Melalui pendekatan sejarah, peneliti dapat melakukan periodesasi atau derivasi sebuah fakta, yang melakukan proses genesis: perubahan dan perkembangan. Melalui sejarah dapat diketahui asal-usul pemikiran dari seorang tokoh. (Suprayogo dan Tobroni, 2003;65-66).
7
b. Pendekatan Hermeneutika Menurut Suprayogo (2003;73) hermeneutika merupakan metode bahkan aliran dalam penelitian kualitatif, khususnya dalam memahami makna teks (kitab suci, buku, undang-undang, dan lainlain) sebagai sebuah fenomena sosial budaya. Fungsi metode hermeneutika adalah agar tidak terjadi distorsi pesan atau informasi antara teks, penulis teks, dan pembaca teks. Tujuan spesifiknya adalah mengembangkan pengetahuan yang memberikan pemahaman dan penjelasan yang menyeluruh dan dan mendalam. Arti hermeneutika disini adalah analisis yang mengarah pada pembacaan teks-teks atas fakta yang terjadi dan relasi dengan konteks kesejarahannya. Pendekatan ini hanya mampu sedikit memotret dari pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari. Namun kemudian penulis akan berusaha menyajikan dengan data dan analisis yang mendetail agar mudah dipahami. c.
Pendekatan Fenomenologi Fenomenologi bisa diartikan sebagai pengalaman subyektif atau studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga digunakan sebagai pendidikan penelitian kualitatif (Meleong, 2008;15). Metode ini digunakan untuk menghindari pembahasan yang terjebak pada aspek historis-faktual saja namun
8
mampu menghasilkan sebuah konsep pemikiran yang integral dengan konteks yang terjadi waktu itu. 2.
Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dari riset kepustakaan (library research) yaitu hasil dari penelitian berbagai buku dan karya ilmiah yang ada relevansinya dengan pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari. Dalam penelitian kualitatif menempatkan sumber data sebagai subjek yang memiliki kedudukan penting. Jenis sumber data dalam penelitian kualitatif dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Sumber Data Primer Penelitian ini menggunakan sumber data primer yakni Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitia ini adalah informasi cetak maupun elektronika, termasuk di dalamnya buku-buku yang digunakan untuk melengkapi dan mendukung data penelitian yang terkait dengan tema pendidikan karakter dan ikhwal K.H. Hasyim Asy‟ari. Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder adalah buku disertasinya Samsul Ma‟arif yang berjudul Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari, Kapita Selekta Pendidikan Islam karya Abuddin Nata dan kitab Ta‟limul Muta‟allim karya az-Zarnuji Sumber data sekunder lebih dimaksudkan sebagai sejumlah dokumen pendukung. Dokumen merupakan bahan tertulis atau
9
benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Banyak peristiwa yang telah lama terjadi bisa di teliti dan dipahami atas dasar dokumen atau arsip (Suprayogo, Tobroni;162-164). 3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian, karena tujuan penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penyusunan skripsi ini, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data : a.
Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang, antara lain bukunya Jamal Ghofir yang berjudul Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak NU, Ta‟limul Muta‟allim karya az-Zarnuji dan lain sebagainya.
b. Triangulasi Dalam hal ini triangulasi sebagai teknik pengecekan kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiono, 2008:329-330). Trianggulasi digunakan untuk mengecek validitas data dari suatu dokumen dengan mencocokkan dengan dokumen lain. Kemudian penulis menguji kevaliditasan pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang pendidikan karakter dalam kitab Adab al-„Alim wa-
10
al Muta‟allim dengan buku disertasinya Samsul Ma‟arif yang berjudul Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari.
4.
Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analiss dengan menggunakan teknik analisa data dengan cara : a.
Reduksi Data Menurut Miles dan Huberman (1992 : 19), reduksi data diartikan sebagai
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar, yang muncul dari catatan-catatan lapangan. b. Penyajian Data Alur penting selanjutnya penyajian data, yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi
kemungkinan
adanya
penarikan
kesimpulan
dan
pengambilan tindakan. c.
Menarik Kesimpulan Kegiatan analisa yang terakhir adalah menarik kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data, seorang menganalisa kualitatif mulai mencari
arti
benda-benda
mencatat
keteraturan,
pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebabakibat, dan proposisi (Miles dan Huberman, 1992:16-19).
11
Dari
komponen
analisis
di
atas,
prosesnya
saling
berhubungan dan berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung.
G. Penegasan Istilah Penegasan istilah dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan tentang judul skripsi di atas, supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis perlu memberikan batasan-batasan dan penegasan beberapa istilah yang ada di dalamnya, yaitu : 1.
Pendidikan Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diitilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Muhadjir, 2000: 20-21). Ki Hajar Dewantara (1977: 20) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
12
Banyak pendapat yang berlainan tentang pendidikan. Walaupun demikian, pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti. Salah satu di antaranya mengatakan bahwa pendidikan adalah hasil peradaban duatu bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya; suatu cita-cita atau tujuan yang menjadi motif; cara suatu bangsa berpikir dan berkelakuan, yang dilangsungkan turun temurun dari generasi ke generasi (Meichati, 1975: 5). Sedangkan menurut Nasrudin (2008-11) pendidikan adalah upaya mencerdaskan
pikiran,
menghaluskan
budi
pekerti,
memperluas
cakrawala pengetahuan serta memimpin dan membiasakan anak-anak menuju arah kesehatan badan dan kesehatan ruhani bangsanya. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
13
dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Jadi pendidikan adalah usaha maksimal yang dilakukan untuk memperluas pengetahuan, mencerdaskan pikiran, memperbaiki moral dan juga budi pekerti, serta meningkatkan potensi yang ada pada diri setiap anak didik. 2.
Karakter Dalam kamus bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak (Zuchdi, 2013:16). Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjuk ke lingkungan sosial, keduanya relative permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu (http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/pengertian-karakter.html).
14
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifatsifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Jadi karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tingkah laku, akhlak, dan kepribadian
seseorang
dalam
menuntun,
mengarahkan
dan
mengorganisasikan aktifitas individu seseorang. FW. Foester seorang pedagog dari Jerman yang menekuni dimensi etis-spiritual dalam pembentukan pribadi mengungkapkan ada empat karakteristik dasar pendidikan karakter. Menurut Foester (dalam www.pndkarakter.wordpress.com,), keempat karakteristik dasar tersebut meliputi: 1. Otonomi Adanya otonomi, yaitu peserta didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, peserta didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
15
2. Menghargai Nilai Normatif Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Peserta didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. 3. Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. 4. Keteguhan atau Kesetiaan Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
3.
Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya (Megawangi, 2004 : 95). Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan
moral,
pendidikan
watak
yang
bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu
16
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010). Jadi pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Oleh karena itu pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan
menjadi
basic
atau
dasar
dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak
semata-mata
ditentukan
oleh
pengetahuan
dan
kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara
lain
takwa,
bersih,
rapih,
nyaman,
dan
santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
17
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: a.
Religius
b.
Jujur
c.
Toleransi
d.
Disiplin
e.
Kerja keras
f.
Kreatif
g.
Mandiri
h.
Demokratis
i.
Rasa Ingin Tahu
j.
Semangat Kebangsaan
k.
Cinta Tanah Air
l.
Menghargai Prestasi
m. Bersahabat/Komunikatif n.
Cinta Damai
o.
Gemar Membaca
p.
Peduli Lingkungan
q.
Peduli Sosial
r.
Tanggung Jawab
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai
18
yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
4.
K.H. Hasyim Asy’ari K.H. Hasyim Asy‟ari lahir dari keluarga elit kyai Jawa pada selasa kliwon, 24 Dzulqa‟dah 1287 H/14 Februari 1871 M, di pondok pesantren Gedang, desa Tambakrejo, sekitar 2 km arah utara kota Jombang. Ayahnya, Asy‟ari adalah pendiri pondok pesantren Keras di Jombang, sementara kakeknya, Kyai Usman merupakan seorang kiai terkenal dan pendiri pondok pesantren Gedang yang didirikan pada abad ke-19. Selain itu moyangnya yang bernama Abdussalam yang biasanya disebut dengan Mbah Sichah adalah pendiri pondok pesantren Tambakberas Jombang (Ghofir, 2012 : 75). K.H. Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Berdirinya NU ini dibidani oleh K.H. Hasyim Asya‟ri dan K.H. Wahab
19
Hasbullah tidak lepas dari pengaruh K.H. Khalil dan juga K.H. As‟ad Samsul Arifin (Ma‟arif, 2011 : 102). K.H. Hasyim Asy'ari banyak membuat tulisan dan catatan-catatan. Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada empat kitab karangannya yang mendasar dan menggambarkan pemikirannya. Kitabkitab tersebut antara lain : a.
Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid'ah (Paradigma Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang Mati, Tanda-tanda Zaman, dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah).
b.
Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW).
c.
Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta'allim fi Ahwali Ta'alumihi wa maa Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar).
d.
At-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan).
e.
Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam‟iyyat Nahdlatul Ulama‟. Dari sudut intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari diakui sebagai orang
yang ahli dibidang hadits terutama Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Selain sebagai intelektual yang mempunyai spesialisasi, beliau adalah
20
tokoh yang pertama kali menciptakan sistem pendidikan terutama di pesantren dengan menggunakan metode kelas. 5.
Kitab Adab al-’Alim wa-al Muta’allim Kitab ini adalah karya K.H. Hasyim Asy‟ari. Arti kitab ini mempunyai pengertian sopan santun atau akhlak antara pendidik dengan anak didik yang sampai sekarang masih dipelajari diberbagai lembaga pendidikan. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai akhlak yang berhubungan dengan pendidik dan anak didik. Kitab ini terdiri dari atas delapan bab pembahasan, dimulai dari pengenalan terhadap pengarang (ta‟rif al-muallif), kemudian khutbah kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai delapan. Pada bagian akhir ditulis surat altaqariz (surat pujian dari ulama terhadap kemunculan kitab ini) dan fahrasat (daftar isi). Jadi yang penulis maksud dengan judul skripsi di atas adalah konsep mutiara-mutiara pendidikan karakter yang terdapat dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakam suatu cara menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai berikut :
21
Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, metode dan pendekatan penelitian, penegasan istilah, sistematika penulisan skripsi. Bab II Biografi inteletual K.H. Hasyim Asy‟ari. Pembahasannya meliputi riwayat hidup K.H. Hasyim Asy‟ari, mulai dari keluarga, kelahiran, silsilah keluarga, pengabdian dalam masyarakat, negara, serta latar belakang pendidikan dan karyanya. Bab III Berisikan tentang garis besar Kitab Adab al-‟Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari dan mutiara-mutiara pendidikan karakter yang terdapat dalam kitab tersebut. Bab IV Analisis Pendidikan Karakter di dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari. Bab V Penutup. Dalam bab ini meliputi : Kesimpulan, Saran-saran, Penutup.
22
BAB II BIOGRAFI INTELEKTUAL K.H. HASYIM ASY’ARI Uraian biografi intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari disusun dengan rangkaian sebagai berikut: (a) keluarga; (b) riwayat pendidikan; dan (c) karya-karyanya. A. Keluarga K.H. Hasyim Asy’ari 1.
Kelahiran K.H. Hasyim Asy’ari K.H. Hasyim Asy‟ari adalah salah satu tokoh yang penting di Indonesia. Beliau adalah salah satu tokoh yang mendapatkan gelar Pahlawan dimata pemerintah, beliau adalah pendiri organisasi yang untuk saat ini dianggap terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (1926). K.H. Hasyim Asy‟ari lahir dari keluarga elit kyai Jawa pada selasa kliwon, 24 Dzulqa‟dah 1287 H/14 Februari 1871 M, di pondok pesantren Gedang, desa Tambakrejo, sekitar 2 km arah utara kota Jombang. Ayahnya, Asy‟ari adalah pendiri pondok pesantren Keras di Jombang, sementara kakeknya, Kyai Usman merupakan seorang kiai terkenal dan pendiri pondok pesantren Gedang yang didirikan pada abad ke-19. Selain itu moyangnya yang bernama Abdussalam yang biasanya disebut dengan Mbah Sichah adalah pendiri pondok pesantren Tambakberas Jombang (Ghofir, 2012 : 75). K.H. Hasjim Asy'ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka Tingkir juga mempunyai keturunan ke raja Hindu Majapahit, Raja Brawijaya V (Lembupeteng), yang berputra Karebet atau Jaka
23
Tingkir. Jaka Tingkir adalah Raja Pajang pertama (tahun 1568 M) dengan gelar Sultan Pajang atau Pangeran Adiwijaya. Brawijaya V memiliki beberapa putera, diantaranya adalah dikenal dengan sebutan Joko Tingkir atau Mas Karebet. Istilah Joko Tingkir menunjukkan asal usulnya, yakni seorang pemuda yang berasal dari Tingkir, sebuah perkampungan dekat Salatiga. Sedangkan, istilah Karebet merupakan penanda bahwa ia berasal dari keturunan priati, pangeran, atau anak bangsawan. Joko Tingkir kemudian dinikahkan dengan putri Sultan Trenggono, seorang raja ketiga pada Kerajaan Islam Demak. Kepahlawanan dan jasa Joko Tingkir terhadap Islam antara lain ia mampu mengislamkan rakyat Pasuruan. Dalam riwayat hidupnya, K.H. Hasyim Asy‟ari pernah menikah sebanyak empat kali, semuanya istrinya adalah anak kiai. Keempat istrinya tersebut adalah Khadijah putrid Kiai Ya‟kub dari pondok pesantren Siwalan Panji Sidoarjo, Nafisah putri Kiai Romli dari Kemuning Kediri, Nafiqah putri Kiai Ilyas daei Sewulan Madiun, Masrurah putrid saudara Kiai Ilyas pemimpin pondok pesantren Kapurejo Kediri. Pertama, pernikahannya dengan Khadijah mempunyai seorang putra laki-laki bernama Abdullah, namun ia meninggal ketika masih bayi. Kedua, pernikahan dengan Nafiqah, K.H. Hasyim Asy‟ari mempunyai 10 orang putera, yaitu Hannah, Khairiyah (Ummu Abd Djabbar), A‟isyah (Ummu Muhammad), Ummu Abdul Haq, A. Wahid Hasyim, A. Hafidz Hasyim, A. Karim Hasyim, Ubaidillah, Masrurah,
24
dan Yusuf Hasyim. Ketiga, pernikahannya dengan Masrurah mempunyai putera, yaitu A. Kadir Hasyim, Fatimah Khadijah, dan Ya‟kub (Ghofir, 2012 : 76-77). Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, K.H. Hasyim Asy‟ari dengan K.H. Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil. Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri. Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului,
karena
hendak
memasangkan
ke
kaki
gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga Kyai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya
25
menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan antara anak didik dan pendidik sekarang. Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat masyhur pada zamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
2.
Silsilah Keluarga K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan salah seorang dari sebelas keturunan K. Asy‟ari dengan Nyai Halimah. K.H. Hasyim Asy‟ari yang kelak menjadi ulama termasyhur dan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia. Silsilah dari jalur ibunda K.H. Hasyim Asy‟ari bersambung Jaka Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal dengan Sultan Hadiwijaya yang berasal dari kerajaan Demak.
26
Silsilah K.H. Hasyim Asy’ari (KPG Tempo, 2011 : 35, Bakar, 2011, Zuhri, 2010 : 181) BRAWIJAYA VI Jaka Tarub I
(141498)
Jaka Tingkir
Pangeran Benawa
Jaka Tarub II
Pangeran Sambo
Kiai Ageng Ketis
Ahmad
Kiai Ageng Saba
Abdul Jabar Kiai Ageng Solo Sichan Kiai Ageng Pemanahan Lajjanah
Fatimah
K. Usman Panembahan Senopati K. Asy‟ari
Nyai Halimah
Pangeran Kajuran
K.H. Hasbullah K.H. Abdul Wahab
Kiai Ilyas
K.H. Hasyim Asy‟ari Siti Khotijah
Markinah
Nafiqah
K.H. Bisri Samsuri M. Qolyubi
Sholihah Abdurrahman
K.H. A. Wahib Hasyim Zahro
M. Ilyas
Aisyah Maftuh Basyumi
Salahuddin Umar Hasyim Lily Wahid M. Hasyim
27
Wiwiek Zakiah
3. Masa Kecil K.H. Hasyim Asy’ari Bakat kepemimpinan K.H. Hasyim Asy‟ari sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Ia membuat temannya senang bermain karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama. Pada tahun 1293 H/1876 M, tepatnya ketika berusia 6 tahun, Hasyim kecil bersama kedua orang tuanya pindah ke desa Keras, sekitar 8 km arah selatan kota Jombang. Kepindahan mereka adalah membina masyarakat di sana. Di desa Keras, Kiai Asy‟ari diberi tanah oleh kepala desa yang kemudian digunakan untuk membangun rumah, masjid, dan pesantren. Di sinilah Hasyim kecil dididik dasar-dasar ilmu agama oleh orang tuanya. Hasyim juga dapat melihat secara langsung bagaimana ayahnya membina dan mendidik para santri karena ia hidup menyatu bersama para santri. Ia menyelami kehidupan santri yang penuh kesederhanaan dan kebersamaan. Semua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Selain ditunjang oleh kecerdasannya yang memang brilian. Dalam usia 13 tahun, Hasyim sudah bisa membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar darinya (Ghofir, 2012 : 77-78). Di samping cerdas, Hasyim juga dikenal rajin bekerja. Watak kemandirian yang ditanamkan sang kakek telah mendorongnya untuk berusaha memenuhi kebutuhan diri sendiri tanpa bergantung kepada
28
orang lain. Itu sebabnya, ia selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar mencari nafkah dengan bertani dan berdagang. Hasilnya kemudian dibelikan kitab dan digunakan untuk bekal menuntut ilmu. Dipercayai bahwa tanda kecerdasan dan juga ketenarannya adalah lantaran lamanya ia dalam kandungan ibunya. Masyarakat pesantren percaya ada makna yang penting ketika ibu K.H. Hasyim Asy‟ari mengandung kemudian bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Mimpi ini ditafsirkan sebagai tanda bahwa anak yang dikandung akan mendapat kecerdasan dan barakah dari Allah. Ramalan ini tepat bagi K.H. Hasyim Asy‟ari yang sedang belajar di bawah bimbingan orang tuanya sampai usia 13 tahun. Pada usia 15 tahun, K.H. Hasyim Asy‟ari memutuskan untuk belajar ke beberapa pesantren di Jawa dan Madura, yaitu pesantren Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilis, pesantren Kademangan Bangkalan Madura, dan pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. Bagi para santri, mengikuti pelajaran diberbagai pesantren yang mempunyai spesialisasi di dalam pengajaran ilmu agama memang sudah menjadi kebiasaan. Santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama dengan berkelana ke pesantren-pesantren yang berbeda untuk mencari ilmu. Tradisi ini member kesempatan kepada K.H. Hasyim Asy‟ari untuk belajar berbagai agama, seperti tata bahasa dan sastra Arab, fikih, dan tasawuf dari K.H. Khalil Bangkalan selama 3 tahun sebelum ia memfokuskan diri dalam bidang fikih selama dua tahun di bawah
29
bimbingan Kiai Ya‟qub dari pesantren Siwalan Panji Sidoarjo (Ghofir, 2012 : 79).
4.
Pengabdian dalam Masyarakat dan Negara. a.
Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng Pada penghujung abad ke-19, di sekitar Tebuireng bermunculan pabrik-pabrik milik orang asing (terutama pabrik gula). Bila dilihat dari aspek ekonomi, keberadaan pabrik-pabrik tersebut memang menguntungkan karena akan membuka banyak lapangan kerja. Akan tetapi secara psikologis justru merugikan, karena masyarakat belum siap menghadapi industrialisasi. Mereka belum terbiasa menerima upah sebagai buruh pabrik. Upah yang mereka terima biasanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif-hedonis. Budaya judi
dan
minum
minuman
keras
pun
menjadi
tradisi
(http://tebuireng.org/sejarah). Ketergantungan rakyat terhadap pabrik kemudian berlanjut pada penjualan tanah-tanah rakyat yang memungkinkan hilangnya hak milik atas tanah. Diperparah lagi oleh gaya hidup masyarakat yang amat jauh dari nilai-nilai agama. Kondisi ini menyebabkan keprihatinan mendalam pada diri Kiai Hasyim. Beliau kemudian membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di dusun Tebuireng. Lalu pada tanggal 26 Rabiul Awal 1317 H (bertepatan dengan tanggal 3 Agustus 1899
30
M.), Kiai Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu (Jawa: tratak), berukuran 6 X 8 meter. Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian. Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Kiai Hasyim bersama istrinya, Nyai Khodijah, dan bagian depan dijadikan tempat salat (mushalla). Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang (http://tebuireng.org/sejarah). Dusun Tebuireng sempat dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan K.H. Hasyim Asy‟ari dan santri-santrinya, secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut berubah semakin baik dan perilaku negatif masyarakat di Tebuireng pun terkikis habis. Awal mula kegiatan dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari dipusatkan di sebuah bangunan yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu, bekas sebuah warung yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang dibelinya dari seorang dalang. Satu ruang digunakan untuk kegiatan pengajian, sementara yang lain sebagai tempat tinggal bersama istrinya, Nyai Khodijah. Seiring dengan perjalanan waktu, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam. Kenyataan tersebut telah mendorong Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal yang digunakan adalah metode sorogan, serta metode weton atau
31
bandongan atau halqah. Semua bentuk pengajaran tersebut tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari‟at dan bahasa Arab. Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan K.H. Hasyim Asy‟ari pada tahun 1919, yaitu dengan penerapan sistem madrasi (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi‟iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni Shifir Awal dan Shifir Tsani. Tahun 1929, kembali dilakukan pembaharuan, yaitu dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Hal tersebut adalah suatu tindakan yang belum pernah ditempuh oleh pesantren lain pada waktu itu. Sempat muncul reaksi dari para wali santri, bahkan para ulama dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemungkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga terdapat wali santri yang sampai memindahkan putranya ke pondok lain. Namun, madrasah ini berjalan terus karena Pondok Pesantren Tebuireng beranggapan bahwa ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren. b.
Mendirikan Nahdlatul Ulama Sejarah kelahiran NU diawali dengan didirikannya Nahdlatul Wathan (kebangkitan jiwa kebangsaan) oleh K.H. Wahab Hasbullah pada tahun 1916 di Surabaya (Ghofir, 2012 :13). K.H. Wahab Hasbullah selanjutnya mendirikan Tashwirul Afkar (dinamika
32
pemikiran) bersama dengan K.H. Dahlan Ahyat. Kemudian pada tahun 1918 K.H. Wahab Hasbullah juga mempelopori berdirinya Nahdlatul Tujjar (kebangkitan ekonomi) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha bersama. Kemudian pada tanggal 26 januari 1926, rapat komite ini melahirkan organisasi baru bernama Nahdlatul Ulama (NU), dengan menunjuk Hadratusy Syaikh Hasyim Asy‟ari sebagai Rais Akbar (pemimpin besar) dan sebagai penggerak dan pendiri NU adalah Abdul Wahab Hasbullah (Ghofir, 2012 :14). Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi Nahdlatul Ulama tidak hanya al-Qur'an dan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi / Tauhid / ketuhanan. Kemudian dalam bidang fikih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang Nahdlatul Ulama berbintang 4 di bawah. Sementara dalam
33
bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid AlBaghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Menurut Endang Turmudi (2004), tujuan didirikannya NU adalah untuk mengembangkan dan memelihara ortodoksi Islam yang dipegang oleh kebanyakan ulama Indonesia, yakni ortodoksi Ahlussunnah wal jama‟ah. Adapun sikap kemsyarakatan NU yang menjadi pijakan dalam menjalin ikatan mu‟amalah adalah : 1) Tawasut dan I„tidal yaitu sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat ekstrim. 2) Tasamuh adalah sikap toleransi yang berintikan penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat. 3) Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmah demi terciptanya keserasian hubungan antara sesame umat manusia dan antara manusia dengan Allah swt. 4) Amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu selalu memiliki kepekaan umtuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan (Ghofir, 2012 : 46).
34
c.
Pengabdian Kepada Negara Perjalanan panjang sejarah perjuangan K.H. Hasyim Asy‟ari tidak bisa diragukan lagi. Semangat nasionalismenya telah terbangun sejak lama dan diasah ketika masa belajar di Makkah. Bersama para sahabatnya, ia sering melakukan diskusi-diskusi terkait kondisi negara masing-masing yang dijajah oleh imperalis Barat, hingga sampai pada kebulatan tekad beragam di depan Ka‟bah guna melakukan perlawanan. Pergulatan
melawan
penjajahan
di
Indonesia
terus
dikobarkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, sebagaimana perlawanannya terhadap
penjajahan
Belanda.
Fatwa-fatwa
perjuangan
terus
dikumandangkan untuk membakar gelora rakyat Indonesia guna terus melakukan perlawanan terhadap penjajahan. K.H. Hasyim Asy‟ari pernah berfatwa mengharamkan kaum muslimin melakukan kerjasama dengan pihak colonial Belanda menerima bantuan dalam bentuk apapun dari Belanda. Fatwa-fatwa K.H. Hasyim Asy‟ari selalu menjadi pegangan setiap pejuang di masa perjuangan. Salah satu fatwanya yang paling terkenal adalah fatwa yang menyatakan bahwa perang untuk membela bangsa dan tanah air merupakan bagian dari jihad fi sabilillah. Fatwa ini kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad. Selama
masa
perjuangan
kemerdekaan
interaksi
dan
kerjasama K.H. Hasyim Asy‟ari dengan para pemimpin perjuangan
35
berjalan dengan baik dan erat. Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) jenderal Sudirman dan apara pejuang, diantaranya Bung Tomo, yang memiliki hubungan erat K.H. Hasyim Asy‟ari. Mereka senantiasa meminta nasihat dan sumbangan pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari terkait dengan gerakan dan perjuangan melawan kolonialis. Semangat perjuangan dan fatwa Resolusi Jihad K.H. Hasyim Asy‟ari telah merasuk dalam ssnubari para pejuang. Mereka dengan ikhlas berlomba-lomba turut serta dalam barisan perjuangan melawan penjajahan. Dalam pertempuran tersebut, ribuan pemuda gugur sebagai syuhada dalam mengemban amanah suci perjuangan membela tanah air dan membela martabat bangsa. Peristiwa resolusi tersebut telah membuktikan bahwa kaum santri memiliki peran dan jasa yang sangat besar pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Diantara perang yang diikuti oleh K.H. HAsyim Asy.ari adalah : 1) Perjuangan Melawan Belanda K.H. Hasyim Asy‟ari dikenal memiliki sikap yang tegas dan tanpa kompromi. Sikap tegas itu juga ditunjukkan ketika Belanda mengalami kesulitan di Perang Dunia II. Pada waktu itu, Belanda ingin mengambil simpati dengan mengajak rakyat Indonesia mempertahankan negara dari penjajahan Jepang. Belanda meminta agar rakyat Indonesia mau masuk ke dalam barisan
militer
Belanda
36
dan
bersama-sama
melakukan
perlawanan terhadap Jepang. Melihat kondisi ddan kondisi ini, K.H. Hasyim Asy‟ari dengan lantang dan tegas mengeluarkan fatwa yang sangat terkenal, yaitu umat Islam diharamkan masuk menjadi tentara Belanda atau bekerjasama dengan Belanda dalam bentuk apapun. 2) Perjuangan Melawan Jepang Penolakan K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap tradisi seikeirai, menjadi awal perjuangan K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap Jepang. Setelah penolakan tradisi seikeirai¸ mengakibatkan K.H. Hasyim Asy‟ari ditangkap oleh tentara Jepang dan dipenjara selama 4 bulan. Selama didalam penjara, tentara Jepang tidak hentinya menyiksa K.H. Hasyim Asy‟ari. Kabar dipenjaranya K.H. Hasyim Asy‟ari tersebar cepat diberbagai pesantren dan membuat para Konsul NU mengadakan pertemuan di Jakarta untuk membela orang-orang NU yang ditahan Jepang. Karena banyaknya protes yang dilakukan ulama yang dipimpin oleh K.H. A. Wahab Hasbullah dan K.H. Abdul Wahid Hasyim terhadap Jepang, akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1942 K.H. Hasyim Asy‟ari dibebaskan oleh tentara Jepang. 3) Perjuangan Melawan Belanda dan Sekutu Meskipun
proklamasi
kemerdekaan
Indonesia
telah
diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, akan tetapi kondisi dunia internasional masih
37
dalam kondisi perang dunia II. Sehingga penggunaan hukum internasional hanya untuk memenuhi kepentingan negara-negara pemenang pertempuran. Oleh karena itu, hukum tersebut digunakan untuk memaksakan diri pada kedaulatan hukum nasional dengan tidak adanya pengakuan kedaulatan sebuah bangsa. Hal inilah yang digunakan oleh Belanda dan sekutunya untuk masuk ke Indonesia lagi. Melihat kondisi dan situasi yang membahayakan kedaulatan tanah air, PBNU langsung merapatkan barisan. K.H. Hasyim Asy‟ari memanggil K.H. A. Wahab Hasbullah, K.H. Bisri Syamsuri, serta para Kiai lainnya guna mengumpulkan para Kiai se-Jawa dan Madura untuk berkumpul di Surabaya, dikantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO). Jln. Bubutan VI/2. Setelah rapat darurat yang dilakukan oleh PBNU yang dipimpin oleh K.H. Wahab Hasbullah menemukan titik temu, akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1945 K.H. Hasyim Asy‟ari atas nama HB (hoofbestuur, pengurus besar) organisasi NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah
yang kemudian
dikenal dengan istilah Resolusi Jihad (Ghofir, 2012 : 88).
38
B.
Riwayat Pendidikan Dalam bidan pendidikan, K.H. Hasyim Asy‟ari dikenal memiliki semangat dan keinginan yang kuat untuk memperoleh ilmu pengetahuan seluasluasnya. Karakter keras dan keinginan yang kuat di dalam mendapatkan pengetahuan ini menjadi titik balik perjuangan para generasinya. Ia tidak mudah puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan senantiasa berpindah guru guna memperdalam keilmuannya. Semangat dan kegigihannya mencari ilmu tersebut menurun kepada anak dan cucunya, yaitu K.H. Wahid Hasyim dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari sama dengan yang dialami oleh kebanyakan santri lain yang seusianya. Pada masa kecil hingga lima tahun, ia hidup di pondok pesantren Gedang, di bawah asuhan dan didikan kakeknya. Tahun 1876 ayahnya, Kiai Asy‟ari, mendapat izin Kiai Usman untuk mendirikan pesantren sendiri. Kemudian Kiai Asy‟ari mendirikan pesantren di desa Keras, dan sejak saat itu K.H. Hasyim Asy‟ari pindah bersama ayahnya ke pondok pesantren Keras. Di pesantren Keras K.H. Hasyim Asy‟ari mendapatkan didikan langsung dari ayahnya. Sejak mulai belajar ia sudah menampakkan kemauan yang besar untuk mengejar citacitanya. Segala pelajaran yang diterima dapat ditangkap dengan mudah. Dalam beberapa tahun saja ia dapat menguasai berbagai kitab yang pernah diajarkan kepadanya. Ia sering membaca buku-buku agama yang bukan menjadi buku teks pelajarannya. Karena itu, di usia 13 tahun ia sudah sanggup mengajarkan berbagai judul kitab kuning (Ghofir, 2012 : 79).
39
Pada usia 15 tahun, K.H. Hasyim Asy‟ari memutuskan untuk belajar ke beberapa pesantren di Jawa dan Madura, yaitu pesantren Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilis, pesantren Kademangan Bangkalan Madura, dan pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. Bagi para santri, mengikuti pelajaran diberbagai pesantren yang mempunyai spesialisasi di dalam pengajaran ilmu agama memang sudah menjadi kebiasaan. Santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama dengan berkelana ke pesantren-pesantren yang berbeda untuk mencari ilmu. Tradisi ini member kesempatan kepada K.H. Hasyim Asy‟ari untuk belajar berbagai agama, seperti tata bahasa dan sastra Arab, fikih, dan tasawuf dari K.H. Khalil Bangkalan selama 3 tahun sebelum ia memfokuskan diri dalam bidang fikih selama dua tahun di bawah bimbingan Kyai Ya‟qub dari pesantren Siwalan Panji Sidoarjo (Ghofir, 2012 : 79). Dari beberapa pondok pesantren yang pernah menjadi tempat belajarnya, pondok pesantren Siwalan Panji Sidoarjo merupakan pesantren yang paling lama menjadi tempat nyantri K.H. Hasyim Asy‟ari, yaitu lima tahun. Tanpa disadarinya selama nyantri di pondok pesantren Siwalan, gerak gerik K.H. Hasyim Asy‟ari senantiasa diperhatikan oleh Kiai Ya‟qub, pengasuh pondok pesantren ini kagum dengan perilaku dan kecerdasan pemuda yang bernama Hasyim Asy‟ari sehingga ada keinginan untuk menjadikan K.H. Hasyim Asy‟ari sebagai menantunya. Dalam nuku “K.H. Hasyim Asy‟ari Bapak Umat Islam Indonesia”, disebutkan bahwa pada mulanya K.H. Hasyim Asy‟ari merasa keberatan atas maksud kyai yang
40
sangat dihormatinya karena saat itu K.H. Hasyim Asy‟ari masih memiliki keinginan yang kuat untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Melihat kondisi psikologis yang dialami oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, Kiai Ya‟qub menasihatinya dengan penuh kesabaran dan kearifan. Ia menjelaskan kepada K.H. Hasyim Asy‟ari : “Hasyim anakku. Benar apa kata Imam Mawardi di dalam kitabnya minhajul Yaqin bahwa orang yang memperdalam ilmu pengetahuan agama itu laksana orang yang sedang berada di lautan luas, kian jauh ke tengah bukan bertambah sempit, sebaliknya semakin luas dan dalam. Maka tidaklah beralasan bagi seseorang untuk menganggap bahwa perkawinan itu suatu sebab terhentinya orang mencari ilmu pengetahuan” (Ghofir, 2012 : 80). Setelah mendapat nasihat tersebut, akhirnya K.H. Hasyim Asy‟ari pun menerima keinginan Kyai Ya‟qub untuk meminangnya sebagai menantu. Setelah itu, menikahlah K.H. Hasyim Asy‟ari dengan Khadijah, seorang gadis yang pertama kali ditemukan di pondok pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. K.H. Hasyim Asy‟ari telah menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan luas di usia muda. Meskipun begitu, ia masih merasa puas dengan keilmuan yang dimilikinya sehingga ia melanjutkan perjalanan pencarian ilmunya ke Makkah. Di kota suci ini ia menghabiskan waktu selama beberapa tahun untuk berguru kepada ulama-ulama Makkah, salah satunya ialah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi yang di Makkah dikenal dengan seorang ulama ahli hadis. Ketika masa belajar di Makkah, K.H. Hasyim Asy‟ari sempat ditemani oleh istrinya, yang datang dari Jawa untuk menunaikan ibadah haji
41
sekaligus menemani K.H. Hasyim Asy‟ari. Akan tetapi, tujuh bulan kemudian istri yang disayanginya meninggal dunia setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Abdullah. Tidak lama kemudian, anak sulungnya tersebut turut mengikuti ibunya meninggalkan K.H. Hasyim Asy‟ari di kota suci Makkah. K.H. Hasyim Asy‟ai mengalami kesedihan yang mendalam karena ditinggalkan oleh orang-orang yang sangat dicintainya. Badai yang menimpanya hampir tidak dapat ditahan. Ia meredam kesedihannya dengan menjalankan ibadah mengelilingi Ka‟bah dan menyibukkan diri dengan mempelajari
kitab-kitab
agama.
Musibah
ini
tidak
mematahkan
semangatnya dalam belajar. Akhirynya, sementara waktu ia kembali ke tanah air (Ghofir, 2012 : 80-81). Tidak lama tinggal di tanah air, K.H. Hasyim Asy‟ari kembali ke Makkah dan bermukim di sana selama tujuh tahun (1893-1890). Selama berada di Makkah ia belajar kepada para ulama yang terkenal di Makkah, diantaranya Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi dan Syaikh Mahfudz atTarmisy dari Tremas Pacitan. Syaikh Mahfudz at-Tarmisy dikenal sebagai ulama ahli hadis sekaligus perawi hadis Bukhari yang memiliki silsilah keilmuan dalam bidang ini dari guru-gurunya yang bermuara pada Imam Muhammad al-Bukhari (Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardzibah al-Bukhari). Syaikh Mahfudz atTarmisy dalam silsilah sanad termasuk generasi ke-23. Di Makkah K.H. Hasyim Asy‟ari belajar ilmu hadis Shahih Bukhari di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz, hingga ia mendapatkan ijazah
42
sebagai ahli hadis sekaligus menjadi mata rantai hadis al-Bukhari ke-24 dari Syaikh Mahfudz. K.H. Hasyim Asy‟ari sangat tertarik belajar Shahih Bukhari sehingga ketika kembali ke Indonesia ia dikenal dengan pengajaran hadisnya. Di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz, K.H. Hasyim Asy‟ari juga belajar tarekat qadariyah dan naqsabandiyah. Ilmu yang diterima oleh Syaikh Mahfudz dari Syaikh Nawawi. Selain itu, K.H. Hasyim Asy‟ari juga belajar fikih mazhab Syafi‟I, ilmu falak, ilmu hisab, aljabar, dan tafsir di bawah bimbingan Syaikh Nawawi dari Banten, Syaikh Ahmad Amin alattar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawy, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Sayyid Huseini al-Habsyi, Sayyid Bakar Syatha, Syaikh Rahmatullah, Sayyid Alawy bin Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliky, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Befadal, dan Syaikh Sylthan Hasyim Daghastani.
C.
Karya-karya K.H. Hasyim Asy’ari a.
Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim Menjelaskan tentang akhlak anak didik dalam menuntut ilmu dan pendidik dalam menyampaikan ilmu. Kitab ini selesai ditulis pada hari ahad, tangga; 22 jumadil tsani tahun 1342/1924 M.
b.
An-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin Kitab ini membahas mengenai keimanan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam pembahasannya K.H. Hasyim Asy‟ari tidak hanya membahas kewajiban iman kepada Nabi Muhammad, tetapi juga
43
menggambarkan secara komprehensif mengenai sekitar kehidupan Nabi seperti akhlak Nabi, istri, keluarga, pembantu, orang-orang yang pernah menyakiti Nabi Muhammad SAW dan lain sebagainya. K.H. Hasyim Asy‟ari juga memberikan pembelaan terhadap praktek-praktek ziarah, tawasul, serta syafaat. Kitab ini beliau selesaikan pada tanggal 25 Sya‟ban 1346/1927 M. c.
Hasyiyah „ala Fath ar-Rahman Kitab ini isinya berupa syarah (penjelasan) dari Risalah al-Wali Ruslan karya Syaikh Zakariya al-Anshari.
d.
Ziyadah at-Ta‟liqat Kitab ini merupakan respon atas pendapat-pendapat Syaikh „Abd Allah Yasin Pasuruan yang menganggap bahwa Nahdlatul Ulama hanyalah organisasi politik
e.
At-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna‟ al-Munkarat Kitab ini merupakan respon beliau atas praktek mauled Nabi yang dianggap melanggar syara‟ terutama yang terjadi di Madiun.
f.
Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam‟iyah Nahdlatul Ulama dan alMawa‟izh al-Arba‟in.
g.
Dua risalah ini adalah tulisan yang dibuat sebagai pedoman untuk kalangan Nahdlatul Ulama.
h.
At-Tibyan fi al-Nahy „an Muqatha‟at al-Arham wa al-Aqarib wa alIkhwan.
44
Kitab ini selesai ditulis pada Senin, 20 Syawal 1260 H dan diterbitkan oleh Muktabah al-Turats al-Islami, Pesantren Tebuireng. Berisikan pentingnya membangun persaudaraan di tengah perbedaan serta bahaya memutus tali persaudaraan. i.
Risalah fi Ta‟kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A‟immah al-Arba‟ah. Mengikuti manhaj para imam empat yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal tentunya memiliki makna khusus.
j.
Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya Hamka harus menterjemah kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji Masyarakat edisi 15 Agustus 1959.
k.
Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadits al-Mauta wa Syuruth alSa‟ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid‟ah. Kitab
ini
seakan
menemukan
relevansinya
khususnya
pada
perkembangan mutaakhir lantaran mampu memberikan penegasan antara
sunnah
dan
bid‟ah
(http://mediaaula.blogspot.co.id/2013/03/sembilan-karya-monumentalhadratus.html).
45
l.
Arba‟in Hadithan Tata‟allaq bi Mabadi‟ Jam‟iyat Nahdat al-„Ulama. Risalah ini merupakan kondifikasi 40 hadis Nabi yang menjadi basis legitimasi dan dasar-dasar pembentukan organisasi Nahdlatul Ulama.
m. Dhaw‟ al-Misbah fi Bayan Ahkam an-Nikah. Kitab ini mengulas tentang prosedur pernikahan secara syar‟I, yang meliputi hukum-hukum. Syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan.
46
BAB III GARIS BESAR KITAB ADAB AL-‘ALIM WA-AL MUTA’ALLIM DAN NILAI KARAKTER YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA A. Garis Besar Isi Kitab Adab al-‘Alim wa-al Muta’allim Kitab ini membahas tentang akhlak atau sopan santun antara pendidik dengan anak didik. Karena dalam pembelajaran seorang pendidik harus memahami anak didiknya, dan sebaliknya anak didik juga harus mempunyai rasa hormat kepada pendidik. Melihat betapa pentingnya hal tersebut, maka K.H. Hasyim Asy‟ari menyusun sebuah risalah yang berisi tentang akhlak-akhlak yang harus diketahui oleh setiap pendidik dan anak didik. Karena akhlak dalam mencari sebuah ilmu menurut beliau sangat menentukan derajatnya didalam memahami sebuah ilmu yang sedang dipelajari. Dalam risalah ini beliau sajikan runtutanruntutan akhlak yang harus ditempuh oleh setiap pendidik dan anak didik. Walaupun sulit untuk menerapkan kesemuanya, akan tetapi beliau berharap dapat menjadi suatu bahan renungan dan ingatan, betapa pentingnya sebuah akhlak dalam pencapaian sebuah ilmu yang bermanfaat. Dalam kitab ini terbagi menjadi delapan bab, antara lain : 1.
Bab Pertama. Pada bab ini beliau menjelaskan tentang keutamaan pendidikan. terdiri dari tiga pasal, meliputi pasal tentang keutamaan ilmu dan ulama, pasal tentang keutamaan belajar dan mengajar, dan pasal yang menjelaskan bahwa keutamaan ilmu hanya dimiliki ulama yang mengamalkan ilmunya.
47
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari keutamaan menuntut ilmu dapat diambil dalilnya dari Qur‟an surat al-Mujadalah ayat 11.
۟ ۟ َّ ح ٕل َ ِٱَّللُ لَ ُك ْم ۖ ََإِ َذة ق َ َََِٰٰٔٓأٍََُّٔت ٱلَّ ِذٔهَ َءة َمىُ َُٰٓ ۟ة إِ َذة ق ِ ِٕل لَ ُك ْم سَفَ َّظحُُة فِّ ْٱل َم َٰ َجل ِ ض فَٱ ْف َظحُُة َٔ ْف َظ ۟ ُُة ِمى ُك ْم ََٱلَّ ِذٔهَ أَُس ۟ ُٱَّللُ ٱلَّ ِذٔهَ َءةمى ۟ َة فَٱو ُش ُش ۟ ٱو ُش ُش َّ ََ ۚ ز َّ َة َٔزْ فَ ِع َٱَّللُ حِ َمت سَ ْع َملُُن ٍ ُة ْٱل ِع ْل َم د ََر َٰ َج َ خَ خِٕ ٌرز “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-Mujadalah :11).
Salah satu keutamaan ilmu dan orang yang berilmu menurut K.H. Hasyim Asy‟ari adalah dia berada di golongan para ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya kecuali untuk kebaikan yang ditujukan kepada Allah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim ;
َِم ْه َفضْ ِل ْةل ِع ْل ِم ََ َة ٌْلًِِ ة ِ َّو َمتٌُ َُ فِّ َح ِّق ْةل ُع َل َمت ِء ْةل َعت ِمل ِ ْٕهَ ح ِ ِع ْل ِمٍِ ْم ة ِ ََّّل ح ِ َزةر ِ ْةل ُم َّشق ِ ْٕهَ ة َّل ِذ ْٔه ِّ ََ َف َ ُّ َة حًِِ ََجْ ً َ ُ ْةل َكز ِ ْٔ ِم ةلش ْل َفّ ل ِ َ ًِْٔ ح ِ َج َّىترِ ةل َّى ِع ْٕ ِم Salah satu keutamaan ilmu dan orang yang berilmu adalah dia berada di golongan para ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya kecuali untuk kebaikan yang hanya ditujukan kepada Allah dan Allah akan mendekatkan mereka ke surga an-naim (Asy‟ari : 22).
48
2.
Bab Kedua. Pada bab kedua ini beliau menjelaskan tentang akhlak yang harus dipegang oleh anak didik. Dalam bab kedua ini beliau menuliskan sepuluh macam akhlak yang harus dimiliki oleh anak didik dalam sebuah pembelajaran, tentunya dengan harapan setelah kesepuluh akhlak tersebut, anak didik dapat lebih mudah dalam memahami apa yang disampaikan oleh pendidik. Sepuluh macam akhlak yang harus diperhatikan oleh anak didik menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim pada halaman 24-28, adalah : a.
َة ْن ُٔ َ ٍِّ َز َق ْلخًَُ ِم ْه ُك ِّل َ ِّ ََ َدوَض ِ ََ ِ ِّل ََ َح َظ ٍ ََطُُ ٍء َد ٍ َق ِدٍ ََطُُ ٍء ُخ ُلق Membersihkan hatinya hal-hal kotor, seperti bujukan-bujukan, prasangka buruk, dengki, keyakinan yang rendah dan akhlak yang buruk .
b.
َة ْن ُٔحْ ِظهَ ةل ِّىَّٕ َذ فِّ َ َلجِ ْةل ِع ْل ِم ح ِ َأ ْن ُٔ ْق ِ َ ََجْ ً َ ِ ََّش ََ َج َّل Memurnikan niat dalam mencari ilmu untuk menuju kepada Allah.
c.
ًََُة ْن ُٔخَت ِد َر حِشَحْ ِ ْٕ ِل ْةل ِع ْل ِم َ خَتح Bersegera dalam menghasilkan ilmu (menggunakan kesempatan waktu mudanya).
d.
ِ َة ْن ٔ َ ْق َى َع ِمهَ ْةل ُقُْ رِ ََةل ِّلخَتص ِ ح ِ َمت َسٕ َ َّظ َز َفخِتل َّ خْز ِ َ َلّ َة ْدنَ ْةل َعْٕض Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan.
49
e.
َِة ْن ُٔ ْق ِظ َم َأَْ َقترَ َل ْٕلًِِ ََ َوٍَتِريِ ََٔ َ ْغ َشى ِ َم َمت ح َ َقٓ ِم ْه ُ ُمزِي Hendaklah pandai-pandai mengatur waktunya, baik di waktu malam maupun siang harinya yang tersisa dalam umurnya.
f.
َ ْ َة ْن ُٔ َق ِّل َل ة ث َ َّْل ْك َل ََةلشَز Menyederhanakan makan dan minum.
g.
ًِِةَّل ْخشَِٕت ِ فِّ َج ِمْٕع ِ َ ْأو ِ ْ ََ ِ َة ْن ُٔؤَة ِخ َذ َو ْف َظًُ ح ِ ْتل َُ َرع Bersikap wirai dan berhati-hati dalam segala perilaku.
h.
َ ٌِ َِّة ْن ُٔ َق ِّل َل ة ِ ْطش ِ ْع َمت َا ْةل َم َ ت ِ ِم ة َّلش ِ ٓ ِم ْه َة ْطخَتثِ ْةلخ َ َ َددِ ََ ُ ْع ِ ْةل ُح َُةص Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan kemalasan dan kelemahan.
i.
ًَِِة ْن ُٔ َق ِّل َل َوُْ َمًُ َمت َل ْم ٔ َ ْل َح ْقًُ َ َز ٌرر فِّ ح َ َ وًِِ ََ َذ ٌْى Menyedikitkan waktu untuk tidur selagi tidak merusak dan membahayakan kesehatan baik badan maupun hati.
j.
َِة ْن ُٔ ْش ُز َ ْةلع ُْش َزر Meninggalkan pergaulan yang kurang bermanfaat.
3.
Bab Ketiga. Bab ini menjelaskan tentang akhlak anak didik terhadap seorang pendidik. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari akhlak anak didik terhadap pendidik terbagi menjadi dua belas uraian. Kedua belas uraian (Asy‟ari : 29-43) tersebut ialah :
50
a.
َُ سَ َعةلَّ فِ ْٕ َم ْه َٔأْ ُخ ُذ ْةل ِع ْل َم َ ْىًُ َََٔ ْكش َِظج
ج ةَ ْن ُٔقَ ِّ َ ةلىَّ َ َز َََٔ ْظشَ ِ ٕ َْز ِ َِٔ ْىخَ ِغّ لِ َتل ًُث ِم ْى ِ ُح ْظهَ ْةاَ ْخ َ ِ ََ ْةاَدَة
Memilih seorang pendidik dan meminta kepada Allah agar dipilihkan seorang guru yang darinya ia dapat memperoleh ilmu dan akhlak yang bagus. b.
ُ َع ََلًَُ ِم َّم ْه ُُْٔ ط ق ٍ َ ْ َِٔجْ شَ ٍِ ُ ةَ ْن َٔ ُكُْ نَ ةل َّش ْٕ ُ ِم َّم ْه لًَُ َ لَّ ْةل ُعلُُ ِ ةل َّشزْ ِ َّٕ ِذ سَ َمت ُ ة ًِ ِح Bersungguh-sungguh dan yakin bahwa guru yang dipilihnya memiliki ilmu syariat dan dapat dipercaya.
c.
ةَ ْن َٔ ْىقَت َد لِ َش ْٕ ِ ًِ فِّ ةُ ُمُْ ِر ِي Selalu mendengarkan dan memperhatikan apa yang telah dijelaskan oleh pendidik.
d. تا ِ ْ ةَ ْن َٔ ْى ُ َز ةِلَ ْٕ ًِ حِ َعٕ ِْه ِ ةَّلجْ َ ِا ََةلشَّ َع ِ ٕ ِْم َََٔ ْعشَقِ َ فِ ْٕ ًِ د ََر َجذَ ْةل َك َم Memandang pendidik dengan pandangan kemuliaan, rasa hormat, dan meyakini bahwa gurunya memiliki derajat yang sempurna. e.
ًِ ِض لًَُ فَضْ لًَُ ََةَ ْن َٔ ْ ُ ُْ لًَُ ُم َّ دً َحَّٕتسِ ًِ ََحَ ْع َ َم َمتس َ ْز َ لًَُ َح ْقًُ ََ ََّلَٔ ْى ِ ةَ ْن َٔع Mengetahui apa yang menjadi hak-hak pendidik, tidak melupakan keutamaannya, dan senantiasa mendoakannya semasa hidup maupun setelah wafatnya.
f.
ِ ْٕ ةَ ْن َٔشَ َ خ ََّز َ لَّ َج ْف َُ ٍد سَ ْ ُ ُر ِمهَ ةل َّش Bersabar terhadap kekerasan guru.
51
g.
ُةن َط َُة ٌرء َكتنَ ةل َّش ْٕ ِ ََحْ َةي ِ ض ْةل َعت ِّ ةِ ََّّلحِ ْظشِ ْب َذ ِ ِةَ ْن ََّلَٔ ْ ُخ َل َ لَّ ةل َّش ْٕ ِ فِّ َ ٕ ِْز ْةل َمجْ ل ََ َكتنَ َم َعًُ َ ٕ ِْز ِي Tidak menemui pendidik ketika berada ditempat umum kecuali dengan izin dari pendidik, baik ketika pendidik dalam keadaan sendiri maupun dengan orang lain.
h. ُع َ ِث َََٔجْ ل َ ِةَ ْن َٔجْ ل ِ ض ةَ َمت َ ةل َّش ْٕ ِ حِ ْتاَدَة ِ ُُع ََ ُخ ُش ِ ُع ََ ُحض ِ ض ُمش ََزحِّعًت حِش ََُة Ketika duduk berhadapan dengan pendidik, hendaklah anak didik duduk dengan dengan rapi, sopan, dan juga tenang. i.
تن ِ ةَ ْوشُحْ ِظهَ ِخ َتحًَُ َم َع ةل َّش ْٕ ِ حِقَ ْ ِر ْةَّلَ ْم َك Berbicara dengan sopan dan lembut ketika bersama pendidik.
j.
َط ِم َع ةل َّش ْٕ َ َٔ ْذ ُك ُز ُح ْك ًمت فِّ َم ْظبَلَ ٍذ ةََْ فَتاِ َ ٍد Mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan pendidik
k. ةا َ ِةَ ْن ََّلَٔ ْظخ ِ ق ةل َّش ْٕ َ ةِلَّ َزْ ِ َم ْظبَلَ ٍذ ةََْ َج َُة ٍ َث طُؤ Jangan menyela ketika pendidik sedang menjelaskan atau sedang menjawab sebuah pertanyaan. l.
َتَلًَُ حِ ْتلَٕ ِمٕ ِْه َ َتَلًَُ ةل َّش ْٕ َ َ ْٕأ ً سَى َ ةِ َذة و Menggunakan
anggota
badan
yang
kanan
apabila
hendak
menyerahkan sesuatu kepada pendidik. 4.
Bab Keempat. Bab keempat menjelaskan akhlak anak didik terhadap pelajaran dan segala yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Pada bab ini K.H. Hasyim Asy‟ari menguraikan menjadi tiga belas penjelasan, yaitu (Asy‟ari : 43-55) :
52
a.
ْةَ ْن َٔ ْخ َأَ حِفَز
ًِ ِِ َ ْٕى
Memulai belajar ilmu dari yang bersifat fardhu „ain. b. ًِ َِ ْٕى
َ
ْةَ ْن َٔ ْشخَ َع فَز
Mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung fardhu „ain. c.
ْ َِّتا ف ةَّلخشِ َ ِ حَ ْٕهَ ْةل ُعلَ َمت ِء ِ ةَ ْن َٔحْ َذ َر فِّ ةِ ْح ْش َة ِء ةَ ْم ِز ِي ِمهَ ْة َِّل ْ شِغ Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.
d. ًِ ِ ح ْف َ ةَ ْن َٔ َ ح ِ َّح َمت َٔ ْق َز ُ يُ قَخ َْل Mentashihkan apa yang telah dibaca sebelum dihafalkan, baik dengan pendidik maupun dengan orang lain yang anak didik yakini. e.
تع ْةل ِع ْل ِم ِ ةَ ْن ُٔخَ ِّك َز لِ ِظ َم Mempelajari ilmu pelajaran ketika masih pagi buta.
f.
ر َم َع ْةل ُم َتلَ َع ِذ ْةل ةَاِ َم ِذ ِ ةِ َذة َ َز َ َمحْ فُُ َ تسًَُ حِ ْتل ُمحْ شَ ِ َزة Ketika menjelaskan sebuah pelajaran hendaknya dengan diringkas dan senantiasa mengulang-ulang pelajaran secara terus menerus.
g.
َص ََ ْةَّلَ ْق َزة ِء ةِ َذة ةَ ْم َكه ِ ةَ ْن َٔ ْل ِش َ َحلَقَذَ َ ْٕ ِ ًِ فِّ سَ ْ ِر Berteman dengan orang yang lebih pintar, dan bacakanlah ilmu padanya apabila memungkinkan supaya ia menyimaknya.
h.
َض ةل َّش ْٕ ِ ُٔ َظلِّ ُم َ لَّ ْةل َحت ِ ِز ْٔه َ ةِ َذة َح ِ ِض َز فِّ َمجْ ل Ketika menghadiri sebuah majlis, hendaknya mengucapkan salam kepada mereka yang hadir.
i.
ًِ ْٕ َتا َ ل َ ةا َمت أَ ْ َك ِ َةَ ْن ََّلَٔ ْظش َِح َٓ ِم ْه طُؤ 53
Tidak malu-malu ketika menanyakan hal-hal yang belum dipahami. j.
ًَُْ ل َ ةَ ْن ٔ َُزة ِ ُٓ وَُْ حَشًَُ فَ َ َٔشَقَ َّ َ َ لَ ٍَْٕت حِ َغٕ ِْز ِر َ ت َم ْه ِي Menunggu giliran (dalam metode sorogan) dan jangan mendahului temannya yang lain apabila belum mendapatkan izin.
k. ًِ ِ ْٕ َ َٓسًَُ فِّ ةَدَةحِ ًِ َم َع َّ َ َٔ َةَ ْن َٔ ُكُْ نَ ُجلُُ ُطًُ حَ ْٕه ْ َْ ةل َّش ْٕ ِ ٌََ أ Membacakan pelajaran dihadapan pendidik dan menetapi sikap sopan santun. l.
ث َحشَّّ ََّلَٔ ْش ُز ُكًُ ةَ ْحش ََز ٍ ةَ ْن َٔ ْظخُزَ َ لَّ ِكشَت Mempelajari kembali pelajaran yang telah diajarkan secara terus menerus.
m. ُ ٕ ِْل
ْج ةل َّتلِخَذُ فِّ ةلشَّح َ ِ ْةَ ْن ُٔز
Menanamkan semangat untuk meraih sukses dalam belajar. 5.
Bab Kelima. Bab kelima menjelaskan tentang akhlak yang harus ada bagi pendidik. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari hal ini terdiri atas dua puluh penjelasan (Asy‟ari : 55-70), yakni : a.
ِ سعتلّ فِّ ةلظِّزِّ ََ ْةل َع َ وَِّٕ ِذ
َةَ ْن ُٔ ِ ْٔ َم ُم َزةقَخَذ
Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika dalam keadaan samar maupun nyata. b. ًِ ِط َكىَتسِ ًِ ََةَ ْق َُةلِ ًِ ََةَ ْف َعتل َ ََ ًِ ِةَ ْن ُٔ َ ِس َ خَ ُْ فًَُ سعتلّ فِّ َج ِمٕ ِْع َح َز َكتس Senantiasa takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak, diam, ucapan-ucapan, dan tindakannya. c.
َةَ ْن ُٔ َ ِس َ ةل َّظ ِك ْٕىَذ
54
Senantiasa bersikap tenang. d. ع َ ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ْةل َُ َر Senantiasa bersikap wira‟i. e.
ُُع ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ةلشَّ َُة ِ Senantiasa bersikap tawadhu‟.
f.
ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ْةل ُ ُشُ َع Senantiasa bersikap khusyu‟.
g. ّتل َ ِ سَ َع
َّل َ ُْٔلًَُ فِّ َج ِمٕ ِْع ةُ ُمُْ ِر ِي ِ ةَ ْن َٔ ُكُْ نَ سَع
Mengadukan segala permasalahannya kepada Allah.
ُّ ِ h. ةاد ْوَٕ ُِٔ َّ ِذ
ةَّل ْ َز َّ ََُ ةَ ْن ََّلَٔجْ َع َل ِ ْل َمًُ ط ُْل ًمت َٔش ِ ْ َّص ُل حِ ًِ ةِل
Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawiaan semata. i.
ً ةَ ْن ََّلُٔ َع ِّ َم ةِ ْحىَأ Tidak selalu memanjakan murid
j.
ق حِتل ُشٌُ ِ فِّ ةل ُّ ْوَٕت َ َّةَ ْن َٔشَ َ ل Berperilaku zuhud dalam kehidupan dunia.
k. ج ََ َر ِذ ْٔلَشٍَِت ِ تط ِ ةَ ْن َٔشَخَت َ َ َْه َدوِٕ ِْئ ْةل َم َك Berusaha menghindari hal-hal yang rendah dan hina. l.
َض َّمهَ وَقَ َ ُم ُز َ ٍد َ ج َم َُة ِ َع ةلشٍَُّ ِم فَ َ َٔ ْف َع ُل َ ْٕأ ً َٔش َ ِةَ ْن َٔجْ شَى Menghindari tempat-tempat kotor dan maksiat.
ْ ةَ ْن ٔ َُحتفِ َ َ لَّ ْةلقَِٕت ِ حِ َش َعتاِ ِز ْة َِّل m. ِ َ ط Menjaga untuk tetap didalam syariat Islam. n. ظى َِه ُّ تر ةل ِ ٍَْ ِ ةَ ْن َٔقُُْ َ حِت 55
Senantiasa mengamalkan sunnah Nabi. o. تن ِ تلّ حِتْلقَ ْل َ ُ سَ َع ِ ج ََ ْةللِ َظ
فَُٕ َ ِس َ سِ َ ََدَ ْةلقُزْ ةَ ِن ََ َذ َك َز
Senantiasa membaca al-Qur‟an dan berdzikir kepada Allah dengan hati maupun lisan. p.
َ َّةَ ْن ُٔ َعت ِم َل ةلى ِ َ لُجْ ًِ ََةِ ْف َشت ِء ةل َّظ َ تر َ ْةَّلَ ْخ َ ِ ِم ْه َ َ قَ ِذ ْة ِ تص حِ َم َك Bersikap ramah, ceria dan suka menebar salam kepada manusia.
q. ِ ْةل َز ِد ْٔبَ ِذ
َ ةَ ْن ُٔ ٍَ َِّز حَت ِ ىًَُ طُ َّم َت ٌِ َزيُ ِمهَ ْةَّلَ ْخ
Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan tidak disukai Allah. r.
َلّ ةِ ْس ِدَٔت ِد ْةل ِع ْل ِم ََ ْةل َع َم ِل َ َ
ْةَ ْن ُٔ ِ ْٔ َم ْةل ِ ز
Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal. s.
ًُةَ ْن ََّلَٔ ْظشَ ْى ِك َ َْه ةِ ْطشِفَت َد ِد َم َتَّلَٔ ْعلَ َم Tidak menyalahgunakan ilmu serta tidak menyombongkannya.
t.
ِ ِةَ ْن َٔ ْششَ ِغ َل حِتلشَّ ْ ى Membiasakan diri untuk menulis.
6.
Bab Keenam. Bab keenam menjelaskan tentang akhlak pendidik ketika akan dan saat mengajar. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari yang perlu diperhatikan pendidik disaat mengajar adalah (Asy‟ari : 71-80) : a.
ض َ َٔشَ ٍَ ََّز ِمهَ ْة ِ َص ََ ْةل َ خ ِ َ لح Mensucikan diri dari hadas dan kotoran.
b. ظهَ طَِٕتحِ ًِ ْةَّلَاِقَ ِذ َ َْٔشَىَ َّ َ َََٔشَ ََّٕجُ َََٔ ْلخَضُ ةَح Berpakaian sopan dan rapi, dan diusahakan berbau wangi.
56
c.
ّتل َ ِ سَ َع
ََّّث ةِل َ ْ حِشَ ْعلِ ْٕ ِم ًِ سَقَز َ ُِ ةَ ْن َٔ ْى
Niat beribadah kepada Allah ketika mengajarkan ilmunya kepada anak didik. d. ّتل َ ِ سَ َع
ِ ََسَ ْخلِ ْٕ َ ةَحْ َكت
Menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah. e.
ةَّل ْس ِدَٔت ِد ِمهَ ْةل ِع ْل ِم ِ ْ ََ Membiasakan diri untuk selalu menambah ilmu pengetahuan.
f.
َِ سَ َعتلَّ ََةل ُّ َت ِء لِل َّظلَ ِ ةل َّتلِ ِح ْٕه
َلّ ِذ ْك ِز ِ ْ ََ َ تع ِ ةَّلجْ شِ َم
Mengawali pembelajaran dengan doa dan mendoakan para ulama yang telah meninggal. g.
ََلّ ْةل َحت ِ ِز ْٔه َ ََ فَت ِ َذة َ ص َل ةِلَ ْٕ ًِ ُٔ َظلَّ ُم Mengucapkan salam kepada anak didik ketika datang dalam majlis.
h.
ِ ََْلُِٕخَت ِ َ َِه ْةل ِمشَ ة ِ ََ َك ْظ َز ِد ةلضَّح Tidak bergurau dan banyak tertawa.
i.
تص ََْع ََ َ ْ ِ ة َ َ ََِّّلُٔ َر ِ َض ِ ج ةََْ وُ َع ِ ُُْص ََ ْقزَ ج Tidak mengajar dalam keadaan lapar, marah, ngantuk dan sebagainya.
j.
َلحت ِ ِز ْٔه َ تر ًسة لِ َج ِمٕ ِْع ْة ِ ََََٔجْ لِضُ ح Dalam majlis seorang pendidik harus mengambil tempat yang strategis.
k.
ِ ْه َم ِش ْٔ ِ ْة َِّلحْ شِ َزة َ ْه ْةل َك َ ِ ََ َ َ قَ ِذ ْة ِ لُجْ ًِ ََ ُحظ ِ ََُٔ ْك ِز ُمٍُ ْم حِ ُحظ Menyampaikan materi dengan ramah, tegas, lugas, dan tidak sombong.
57
l.
ْ ََةَ ْوشَ َع َّ د َ َر ةَل ُّ رَُْ صُ قَ َّ َ ْةاَ ْ َز Mendahulukan materi yang dianggap penting.
m. َ ِع َذل ِ ِ
َ ََ ََّلَٔخ َْح َُْلّ فَت ِ َ ٍد ةَِّلَّ فِّ َم َ ض فِّ َمقَت ِ ةََْ َٔشَ َكلَّ َم
Tidak menjelaskan pelajaran atau berbicara kepada anak didik kecuali sesuai dengan tingkatan kelasnya. n.
ِ َٔ ُُْ ُن َمجْ لِ َظًُ َِه ةلَّل َغ Menciptakan suasana yang kondusif.
o. تج ِذ َ لح َ صُْ سًَُ َر ْفعًت سَ ةاِ ًة َ لَّ قَ ْ ِر ْة َ َّلََٔزْ فَ َع Tidak mengeraskan suara dengan lantang tanpa adanya suatu keperluan. p.
ِْتا ََّل ةَ ْ لَ ُم ةََْ ََّل ةَ ْد ِر َ َةِ ْذ ُطبِ َل َ ًّمت َٔ ْعلَ ْمًُ ق Bersikap terbuka terhadap pertanyaan anak didik apabila terdapat materi yang belum dipahaminya.
ْ ََةِ ْن َجت َء ٌََُ َُ فِّ َم q. ظبَلَ ٍذ َتدَةٌَت لًَُ ةََْ َم ْق ُُْ ُدٌَت Mengulangi kembali pelajaran jika ada anak didik yang ketinggalan. r.
ًَُض ةَ َح ٍ حَقَتَٔت طُؤَ ٍا َطأَل ٍ ةِ ْن َكتنَ فِّ وَ ْف Memberi kesempatan pada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
7.
Bab Ketujuh. Bab ketujuh menjelaskan tentang akhlak pendidik ketika bersama anak didik. Pada bab ini K.H. Hasyim Asy‟ari membagi atas empat belas pembahasan, yakni (Asy‟ari) : a.
َِّ سَ َعتل
ًَ ْةَ ْن َٔ ْق ِ َ حِشَ ْعلِ ْٕ ِم ٍِ ْم ََسَ ٍْ ِذحِ ٍِ ْم ََج
58
Berniat untuk belajar dan mengajar karena Allah.
ْ ْ b. ع ِ ْوَ ْش ُز ةل ِعل ِم ََةِحْ َٕت ِء ةل َّشز Berniat untuk menyebarkan ilmu dan menghidupkan syari‟at Islam.
ًِ ج ْةل ِع ْل ِم َمتٔ ُِحجَّ لِىَ ْف ِظ ِ ِةَ ْن ٔ ُِحجَّ لِ َتل
c.
Seorang pendidik hendaknya mencintai muridnya seperti halnya mencintai dirinya sendiri. d. ًِ ْه ةلشَلَفُّ ِ فِّ سَ ْف ٍِ ْٕ ِم ِ ةَ ْن َٔ ْظ َم َح لًَُ حِ ُظٍُُْ لَ ِذ ْةَّل ِء ْلقَت ِء فِّ سَ ْعلِ ْٕ ِم ًِ ََ ُحظ Tepat dalam penggunaan metode dalam mendidik anak didik dan kata-kata yang baik dalam memahamkan pelajaran kepada anak didik.
ق َ َّْةَل َّش ْٕ ِ ة ٍ صتيُ حِ ِز ْف
e.
Memotivasi anak didik.
ر ِ ر ْةل َمحْ فُُْ َت ِ ر ةِ َت َد ِ ِ ْةاََْ قَت
f.
ز فِّ حَ ْع َ ُةَ ْن َٔ ْل ِ َج ِم ْه ةل َلَخ
Memberikan latihan-latihan yang dapan menunjang pemahaman anak didik terhadap pelajaran. g. ًَُحتلًَُ ةََْ َمت َٔحْ شَ ِملًَُ َقَش َ ًِ ْٕ َض ِ ِ ٕ ِْل فَُْ َ َمت َٔ ْقش
ْج فِّ سَح َ ِةِ َذة َطلَ َ ةل َّتل
Selalu memperhatikan kemampuan anak didik.
ْض ٍِ ْم َ لَّ حَ ْع ِ ضٕ ِْل حَع ِ ةَ ْن ََّل ُٔ َ ٍِ َز لِل َلَخَ ِذ سَ ْف
h. ِ
Tidak pilih kasih diantara anak didiknya. i.
ًِ ِةَ ْن َٔشَ َعتٌَ َ َمت ُٔ َعت ِم َل ح Mengembangkan minat bakat anak didik.
j.
ًِ ِِ وَِٕش
ِةَ ْن ََّلَٔ ْمشَىِ َع َْه سَ َعلُّ َم ةل َّتلِجُ لِ َع َ ِ خَ ل
Bersikap terbuka dan sabar.
59
k. ٌ ْم َََٔ ْذ ُك ُز َتاِخٍَُ ْم ِ ةَ ْن َٔش ََُ َّد َد لِ َحت ِ ِز Cinta kasih terhadap yang hadir, dan mencari kabar apabila ada anak didik yang tidak hadir. l.
ْ ًِ ْٕ َح ةل َّلِخَ ِذ حِ َمت سََٕظ ََّز َ ل ِ ِةَ ْن َٔ ْظ َعّ ةل َعتلِ ُم فِّ َم َ تل Hendaknya pendidik membantu memecahkan masalah.
m. طَّٕ ًمت ْةلفَت ِ ِل َ ِ ةَ ْن ُٔ َ ت ِ ج ُك َّ ِمهَ ةل َّلِخَ ِذ ََّل Menasehati anak didik dengan keutamaan. n.
ٍ ِ ْج ََ ُك َّل ُم ْظشَز ِ ِةَ ْن َٔش ََُة َ َع َم َع ةل َّتل Bersikap arif, bijaksana dan tawadhu terhadap siapa saja yang meminta petunjuk.
8.
Bab Kedelapan. Bab kedelapan sebagai bab yang terakhir berisi tentang penjelasan secara umum terhadap kitab dan segala hal yang ada hubungan dengannya (cara mendapatkan, meletakkan dan menulisnya).
Menurut
K.H. Hasyim Asy‟ari hal ini ada lima akhlak yang harus diperhatikan dalam pembelajaran (Asy‟ari : 80-95), yakni :
ج ْةل ُمحْ شَت ُع ةِلَ ٍَْٕت حِ َمت ةَ ْم َكىًَُ حِ ِش َزة ٍء ِ ُج ْةل ِع ْل ِم ةَ ْن َٔ ْعشَىِ َّ حِشَحْ ِ ٕ ِْل ْةل ُكش ِ َِٔ ْىخَ ِغّ لِ َتل
a.
َترَٔ ٍذ َِّلَوٍََّت ةَلَذٌر سَحْ ِ ٕ ِْل ْةل ِع ْل ِم ََْتر ٍد ة َ ََ ْة ِافَت ِء َج ِ Menganjurkan anak didik agar memiliki buku pelajaran yang diajarkan, apabila tidak mampu untuk membelinya, hendaklah meminjam kepada temannya. b. ٓ ْ ث لِ َم ْه ََّل َ َز َر َ لَ ْٕ ًِ فِ ٍَْٕت ِم َّم ْه ََّل َ َز َر ِم ْىًُ فِ ٍَْٕت َََٔ ْىخَ ِغ َ ُِٔ ْظش ََحجُّ ة ِ َترد ِْةل ِكشَت
ُلِ ْل ُم ْظشَ ِعٕ ِْز َذلِ َ َََٔ ُز ُّدي
60
Memberikan izin ketika ada teman yang akan meminjam buku pelajaran, sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang tersebut, mengembalikan dan berterima kasih.
تر ِ ُِ َمفُزَُْ ً ت ََ ْ ُع ْةل ُكش ِ َج حِت ْ شِخ
c.
َْلّ ْةَّلَر ٍ ةِ َذة وَ َظ َ ِم ْه ِكشَت َ ٔ َ َث ةََْ تَلَ َعًُ ف َ ًُُض َع ُ لُُ ِمٍَت ََ َزْ فِ ٍَْٕت ةََْ ُم َ ىِّفِ ٍَْٕت ََ َج َ لَشِ ٍِ ْم
Meletakkan
buku
memperhitungkan
pada
tempat
keagungan
kitab
yang dan
terhormat, ketinggian
dengan keilmuan
penyusunannya.
ًِ ٔظ َ ةِ َذة ةِ ْطشَ َع ِ ةر ِ تر ِكشَتحًت ةََْ ةِ ْ ش ََزةيُ سَفَقَّ َ ةَ ََّلًَُ ََةَ ِخ َزيُ ََ ََ َط ًَُ ََسَزْ سِجُ ةَح َُْةحِ ًِ ََ َك َز
d.
ًِ ََِسَ َ فَّ َح ةََْ َرةق Periksa terlebih dahulu apabila membeli atau meminjam buku, lihat bagian awal, tengah dan akhir buku. e.
َئ ُك َّل َج ْةل ُعلُُْ ِ ةل َّشزْ ِ َّٕ ِذ فََٕ ْىخَ ِغّ ةَ ْن َٔ ُكُْ ن َ تر ٍد َََٔ ْخ َ ٍََ َّل ِ ُةِ َذةوَ َظ َ َ ْٕأ ً ِم ْه ُكش َ ََض َّمه َ فَت ِ ْن َكتنَ ْةل ِكشَتثُ َم ْخ ُ َْ أً حِ ُ ْخَ ٍذ سَش,َّحٕ ِْم ِ ِ ةلزَّحْ َم ِه ةلز
ز حِظ ِْم ٍ ِكشَت ِ َث حِ ِكشَتح
ًِ َِلّ َرطُُْ ل َ ِ َ تلّ ََةل َّ َ ِد ََةل َّظ َ ِ سَ َع
َ َح ْم
Bila menyalin buku pelajaran syariah, hendaknya dalam keadaan suci, kemudian diawali dengan basmalah, sedang menyalinnya muliailah dengan hamdalah dan shalawat Nabi.
Demikian pemaparan K.H. Hasyim Asy‟ari mengenai akhlak atau sopan santun dalam proses pembelajaran yang harus dijaga baik oleh pendidik maupun anak didik yang disampaikan dalam kitab Adab al-„Alim wa-al
61
Muta‟allim. Dari pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari diatas sudah jelas bahwa beliau ingin diantara pendidik dan anak didik selalu ada rasa hormat dan saling menyayangi, begitupun antar sesama anak didik. Bahkan K.H. Hasyim Asy‟ari juga memberikan arahan tentang bagaimana tata cara berakhlak kitab atau buku pelajaran yang digunakan dalam menunjang pembelajaran.
B. Nilai-nilai Karakter yang Terkandung dalam Kitab Adab al-‘Alim wa-al Muta’allim. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam kitab karya K.H. Hasyim Asy‟ari ini, yang pasti juga menjadi hal-hal penting dalam proses pembelajaran. Sehingga perlu bagi pelajar untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang harus diketahui. Berikut nilai-nilai yang terkandung kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari : 1.
Takwa kepada Allah SWT Tentu dalam pembelajaran, baik pendidik maupun anak didik harus selalu mengedepankan rasa ketakwaannya kepada Allah. Karena bagaimanapun juga Allah lah menentukan hasil daripada usaha yang telah dilakukan oleh manusia. Takwa adalah takut kepada azab Allah, yang menimbulkan suatu konsenkuensi untuk melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya (Shaleh, 2002 : 1). Hal ini disampaikan juga oleh K.H. Hasyim Asy‟ari melalui kitab karya beliau sebagaimana berikut ini :
62
ًِ ِتلّ فِّ َج ِمٕ ِْع َح َز َكتسِ ًِ ََ َط َكىَتسِ ًِ ََةَ ْق َُةلِ ًِ ََةَ ْف َعتل َ ةَ ْن ُٔ َ ِس َ خَ ُْ فًَُ سَ َع Senantiasa takut kepada Allah dalam segala gerakan, diam, ucapanucapan dan tindakan (Asy‟ari : 55). 2.
Kemurnian Niat Dalam lingkungan Islam, niat menjadi tolak ukur seberapa kuat keseriusan dalam mencari ilmu. Bahkan semua perilaku manusia disesuaikan dengan niatnya, sesuai dengan hadis Nabi,
ََُِ ئ َّمتو ِ ةِوَّ َمت ْةَّلَ ْ َمت ُا حِتلىَِّٕت ٍ ر ََةِوَّ َمتلِ ُكلِّ ة ْم ِز Sesungguhnya segala amal perbuatan dengan niat, dan akan dibalas sesuai dengan niatnya. (HR. Bukhari Muslim). Dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim dijelaskan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari bahwasanya dalam pembelajaran dibutuhkan kemurnian niat,
َة ْن ُٔحْ ِظهَ ةل ِّىَّٕ َذ فِّ َ َلجِ ْةل ِع ْل ِم ح ِ َأ ْن ُٔ ْق ِ َ ََجْ ً َ ِ ََّش ََ َج َّل Dalam mencari ilmu, hendaknya dia memurnikan niatnya karena untuk menuju Allah (Asy‟ari : 25). 3.
Hati yang Bersih Dalam proses pembelajaran tentunya harus dengan hati yang bersih. Menjauhkan diri dari penyakit-penyakit hati, seperti halnya bujukan, mencacat, dengki, su‟udzan (berburuk sangka), keyakinan yang rendah maupun su‟ul khuluk (akhlak yang jelek). Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari penting bagi pendidik maupun anak didik untuk mensucikan hatinya dari penyakit-penyakit hati. Hak ini tidak lain karena untuk meraih kesuksesan dalam pembelajaran.
63
ٍ َة ْن ُٔ َ ٍِّ َز َق ْلخًَُ ِم ْه ُك ِّل َ ٍّش ََ َد َوض ٍ ََ ِ ٍّشل ََ َح َظ ٍ ََطُُْ ِء َ ق ِ َذدٍ ََطُُْ ِء ُخ ُلق Membersihkan hati dari hal-hal yang kotor, seperti bujukan-bujukan, prasangka buruk, dengki, keyakinan yang rendah dan akhlak yang buruk (Asy'ari : 24). 4.
Sabar Sabar menjadi salah satu yang terpenting dalam proses mencari ilmu. Karena dalam mencari ilmu sudah pasti akan ada cobaannya, baik dalam bentuk fisik maupun material. Sehingga dalam pembelajaran dibutuhkan fisik yang sehat dan bekal yang cukup. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari sebagaimana dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim, beliau mengingatkan betapa pentingnya sabar disaat mencari ilmu, sabar terhadap cobaan yang ada baik fisik ataupun materiil.
َ ةَ ْن َٔشَ َ خ ََّز ِ ْٕ َلّ َج ْف َُ ٍد سَ ْ ُ ُر ِم ْه ةل َش Bersabar terhadap kekerasan guru (Asy‟ari : 31).
5.
Qana‟ah Qana‟ah merupakan sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana‟ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah (http://www.scribd.com/doc/24471330/Perilaku-Terpuji-Qanaah-Dan-
64
Tasamuh). Dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim, K.H. Hasyim Asy‟ari menyampaikan betapa pentingnya rasa qanaah ini.
َ َة ْن ٔ َ ْق َى َع ِمهَ ْةل ُقُْ رِ ََةل ِّلخَتص ِ ح ِ َمت َسٕ َ َّظ َز َفخِتل َّ خْز ِ َل ِ ّ َة ْدنَ ْةل َعْٕض Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan (Asy‟ari : 25). 6.
Tirakat Di lingkungan pesantren sering kali mendengar istilah tirakat, karena kehidupan di pesantren para santri sering bertirakat dalam menuntut ilmu agama maupun ilmu umum, karena dunia pesantren percaya bahwa dalam proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan cara yang hedonis, sehingga harus dilakukan dengan tirakat tersebut. Tirakat lebih sering diartikan
dengan
menahan
hawa
nafsu
atau
berpuasa
(https://id.wikipedia.org/wiki/Tirakat).
َ ٌِ َِّة ْن ُٔ َق ِّل َل ة ِ ْط َش ْع َمت َا ْةل َم َ ت ِ ِم ة َّلش ِ ٓ ِم ْه َة ْطخَتثِ ْةلخ َ َ َددِ ََ ُ ْع ِ ْةل ُح َُّةص Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan kemalasan dan dapat menyebabkan kelemahan (Asy‟ari : 27) 7.
Wira‟i Wira‟i merupakan sikap berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum Islam. Menghindari hal-hal yang makruh dan menjauhi segala sesuatu yang syubhat. Berlaku wira'i merupakan rahasia diri agar seseorang terhindar dari sesuatu yang haram. Orang yang wira'i (berhati-hati) berarti orang yang menjaga dirinya dari sesuatu yang
65
membuatnya tergoda oleh bujukan setan. Selalu mengingat akan kebesaran Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Menurut Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin menjelaskan bahwa wira‟i adalah berhati-hati dalam melakukan hukum, menghindari barang subhat, takut menghindari haram. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran pendidik maupun anak didik harus bisa berhai-hati dalam hal apapun, untuk menghindarkan dari hal-hal yang bisa mengganggu kesuksesan pembelajaran.
ْ ع ِ ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ةل َُ َر Senantiasa bersikap wira‟i (Asy‟ari : 55). 8.
Tawadhu‟ Tawadhu‟ adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri (Masy‟ari, 2008 : 66). Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah selayaknya dalam proses pembelajaran hendaknya bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap anak didik dan juga pendidik. Tawadhu‟ merupakan sikap hormat dari anak didik kepada seorang pendidik, sehingga anak didik akan selalu merasa hormat terhadap pendidik. Bagi pendidik juga harus memiliki rasa tawadhu‟, karena rasa tawadhu‟ merupakan cara untuk
66
menjauhkan diri dari sifat sombong. Sehingga pendidik juga akan mempunyai rasa hormat kepada siapapun. Dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari ini dijelaskan juga, yakni :
ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ةلشَّ َُ ُّ ُْ َع Senantiasa bersikap tawadhu‟ (Asy‟ari : 55 ). 9.
Khusyu‟ Khusyu‟ artinya kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan,
kesombongan
dan
sikap
tinggi
hati
(https://eidariesky.wordpress.com/2010/06/25/definisi-dan-pengertiankhusyu/). Memang dalam pembelajaran ilmu pengetahuan tidak akan bisa dipahami ketika diikuti dengan gurauan yang berlebihan, sehingga K.H. Hasyim Asy‟ari menekankan dalam proses pembelajaran hendaklah dengan kekhusyukkan.
ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ْةل ُ ُشُْ َع Senantiasa bersikap khusyu‟ (Asy‟ari : 55). 10. Bijaksana Dalam menuntut ilmu sudah pasti akan ada perbedaan-perbedaan pendapat, hal ini karena setiap manusia mempunyai cara pandang yang berbeda, sehingga menghasilkan pendapat yang berbeda. Maka dari itu,
67
diperlukan sifat bijaksana yang digunakan untuk mengkontrol hati dan pikiran. Sehingga tetap tenang dalam menghadapi kondisi yang sesulit apapun. Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari memberikan penekanan agar mempunyai sikap bijaksana yang telah dijelaskan di dalam kitabnya.
َتا فِّ ْة َِّل ْخشِ َ ِ حَ ْٕهَ ْةل ُعلَ َمت ِء ِ ْ َةَ ْن َٔحْ َذ َر فِّ ةِ ْحشِ َة ِء ةَ ْم ِز ِي ِمه ِ ةَّل ْ شِغ Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama (Asy‟ari : 45-46). 11. Zuhud Zuhud merupakan salah satu cara untuk meninggalkan kemewahan duniawi, sehingga dalam proses belajar tidak akan memusingkan hal-hal yang berkaitan dengan duniawi. Zuhud juga sikap berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Karena dianggap penting dalam proses pembelajaran, Ada tiga tanda kezuhudan yang ada pada seseorang. Pertama, tidak gembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena ada hal yang hilang. Kedua, sama saja disisinya orang yang mencela dan orang yang mencacinya. Ketiga, hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya keta‟atan, karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta; cinta dunia atau cinta Allah (Hawwa, 1998 : 329). K.H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan agar selalu bersifat zuhud dalam proses pembelajaran.
68
ق حِتل ُشٌُ ِ فِّ ةل ُّ ْوَٕت َ َّةَ ْن َٔشَ َ ل Berperilaku zuhud dalam kehidupan dunia (Asy‟ari : 58-89). 12. Etos Kerja yang Kuat Tentu dalam proses pembelajaran dibutuhkan tekad yang kuat, karena sudah pasti dalam hal ini akan ditemui beberapa kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran. Etos kerja tersebut terkandung gairah semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin (Tasmara, 2002 : 15). Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan melalui kitab beliau yang berbunyi,
َلّ ةِ ْس ِدَٔت ِد ْةل ِع ْل ِم ََ ْةل َع َم ِل َ َ
ْةَ ْن ُٔ ِ ْٔ َم ْةل ِ ز
Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal (Asy‟ari : 6668).
69
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB ADAB AL-‘ALIM WA-AL MUTA’ALLIM A. Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab al-‘Alim wa-al Muta’allim Dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam halaman 222, mengatakan bahwa Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang diyakini mutlak kebenarannya akan memberikan arah dan landasan etis serta moral pendidikan (Nata, 2003 : 222). Dalam kaitan ini Malik Fajar dalam Abudin Nata mengatakan bahwanhubungan antara Islam dengan Pendidikan bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang snagat mendasar. Namun demikian, upaya menghubungkan antara Islam dengan pendidikan dan masalah lainnnya dalam peta pemikirah Islam, masih dijumpai adanya perdebatan yang hingga kini masih belum tuntas (Nata, 2003 : 222). Dengan demikian, tugas ini pada gilirannya para pakar pendidikan Islam untuk terus mengembangkan kajiannya sesuai dengan tuntutan zaman. Jika tugas ini tidak direspon secara professional maka tidak mustahil ajaran Islam akan ditinggalkan oleh para penganutnya, dan dinilai sebagai barang kuno yang sekedar menjadi perhiasan atau lebih tidak menguntungkan lagi menjadi barang rongsokan.
70
Pola pemikiran kependidikan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim beliau mengawali penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits, yang kemudian diulas dan dijelaskan dengan singkat dan jelas. Dalam kitab karya beliau ini, beliau sudah memaparkan tentang beberapa hal yang harus diperhatikan saat menuntut ilmu pengetahun, baik bagi pendidik maupun anak didik, baik sebelum memulai pembelajaran, saat pembelajaran maupun sesudah pembelajaran. Para anak didik tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati pendidik. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil, mereka ketika masa mencari ilmu sangat menghormati ilmu dan gurunya, dan orang-orang yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu karena mereka tidak mau menghormati ilmu dan gurunya (al-Zarnuji, tt : 16). Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama : bagi anak didik hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan berniat untuk hal-hal duniawi, dan jangan merendahkan pendidik ataupun buku-buku yang dipelajari. Kedua, bagi pendidik dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Disamping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat. Dalam hal ini, yang dititik beratkan adalah pada pengertian bahwa belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha dan akhirat (al-Zarnuji, tt :
71
10).
Karena
belajar
harus
diniatkan
untuk
mengembangkan
dan
melestarikan nilai-nilai Islam. Untuk menganalisis konsep pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, penulis menggunakan kerangka yang ditawarkan oleh FW. Foester dengan empat ciri dasar pendidikan karakter, sebagaimana yang telah penulis nyatakan pada penegasan istilah di Bab I, yakni: (1) menghargai nilai normatif; (2) koherensi atau membangun rasa percaya diri; (3) otonomi; dan (4) keteguhan dan kesetiaan.
1.
Menghargai Nilai Normatif. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang terkandung dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori FW. Foerster yang berkaitan dengan menghargai nilai normatif ini. a.
Takwa kepada Allah SWT Takwa dalam bahasa Arab berarti memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah, menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah (haram) , dan ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum
dan
(https://id.wikipedia.org/wiki/Taqwa).
72
ketentuan
Allah.
Al-Qur‟an yang merupakan wahyu Allah, terutama sekali dalam periode awal misi kenabian Muhammad, banyak sekali terdapat visi tentang hari akhir yang sangat mengagumkan. Dan konsep takwa sangat erat kaitannya dengan kondisi yang umum ini. Dengan kata lain, takwa dalam konteks yang khusus itu, merupakan ketakutan terhadap malapetaka yang akan terjadi pada hari kiamat. (Izutsu, 1993 : 318).
َٔت أٍََُّٔت ةلىَّتصُ ةسَّقُُة َرحَّ ُك ْم ۚ إِ َّن َس ْل َشلَذَ ةلظَّت َ ِذ َ ْٓ ٌرء َ ِ ٕ ٌرم Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Q.S. al-Hajj : 1).
Dari dua keterangan diatas jelas bahwa takwa merupakan rasa kehambaan
yang
maksimal
kepada
Allah,
tidak
hanya
melaksanakan kewajiban dari-Nya akan tetapi juga harus menjauhi semua yang dilarang oleh Allah.
Takwa adalah takut kepada azab Allah, yang menimbulkan suatu konsekuensi untuk melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya (Shaleh, 2002 : 1).
73
K.H. Hasyim Asy‟ari menjelas makna takwa dengan sebuah rasa takut kepada Allah dalam segala keadaan, baik dalam gerakan maupun diam dan dalam ucapan maupun tindakan.
ًِ ِةَ ْن ُٔ َ ِس َ خَ ُْ فًَُ سعتلّ فِّ َج ِمٕ ِْع َح َز َكتسِ ًِ ََ َط َكىَتسِ ًِ ََةَ ْق َُةلِ ًِ ََةَ ْف َعتل Hendaklah selalu takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak, diam, ucapan, dan tindakannya (Asy‟ari : 55).
b.
Selalu berdzikir kepada Allah
Dzikir merupakan usaha manusia untuk selalu mengingat Allah, baik secara lisan maupun secara batin. Selalu mengingat Allah merupakan nilai plus dalam proses mencari ilmu pengetahuan, sehingga sebisa mungkin bagi pendidik maupun anak didik untuk selalu mengingat Allah.
Dzikir bukan hanya bermanfaat bagi kesempurnaan akal manusia saja. Tetapi, Allah masih memberikan kelebihan atau manfaat lain terhadap orang-orang yang selalu mengingat (berdzikir) kepadaNya. (Suyadi, 2008 : 28).
Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengingat Allah, selain untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengingat (berdzikir) kepada Allah dapat membantu dalam mencerdaskan otak. K. H.
74
Hasyim Asy‟ari pun mengajarkan kepada para santri untuk selalu berdzikir (mengingat) Allah, sebagai mana dalam kitab beliau :
تن ِ تلّ حِتْلقَ ْل َ ُ سَ َع ِ ج ََ ْةللِ َظ
فَُٕ َ ِس َ سِ َ ََدَ ْةلقُزْ ةَ ِن ََ َذ َك َز
Senantiasa membaca al-Qur‟an dan berdzikir kepada Allah dengan hati maupun lisan (Asy‟ari : 62)
c.
Cinta kepada Nabi
Cinta dalam bahasa Arab disebut al-hubb atau mahabbah yang berasal dari kalimat habba – hubban – hibban, yang berarti waddahu, yang punya makna kasih atau mengasihi. Ada juga yang mengatakan, hub berakar dari kata habbah karena ia adalah air bah besar. Cinta dinamakan mahabbah karena ia adalah kepedulian yang paling besar dari cita hati (Rumi, 2004 : 70).
Baik pendidik maupun anak didik harus memperhatikan rasa cinta kepada Nabi, tentu setelah bertakwa kepada Allah, juga harus mencintai kekasih Allah, yakni para Nabi terlebih kepada Nabi Muhammad saw. Allah pun secara khusus menyuruh kepada para malaikat untuk selalu bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, tentu kita sebagai umat beliau harus mempunyai rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw. K. H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan baik pendidik maupun anak didik harus selalu mencintai kepada
75
Nabi, sebagai mana dijelaskan dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim :
تر ةل ُّظى َِه ِ ٍَْ ِ ةَ ْن َٔقُُْ َ حِت Senantiasa mengamalkan sunnah Nabi (Asy‟ari : 61)
d.
Kemurnian Niat
Dalam lingkungan Islam, niat menjadi tolak ukur seberapa kuat keseriusan dalam mencari ilmu. Bahkan semua perilaku manusia disesuaikan dengan niatnya, sesuai dengan hadis Nabi,
ََُِ ئ َّمتو ِ ةِوَّ َمت ْةَّلَ ْ َمت ُا حِتلىَِّٕت ٍ ر ََةِوَّ َمتلِ ُكلِّ ة ْم ِز Sesungguhnya segala amal perbuatan dengan niat, dan akan dibalas sesuai dengan niatnya. (HR. Bukhari Muslim). Dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim dijelaskan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari bahwasanya dalam pembelajaran dibutuhkan kemurnian niat.
َة ْن ُٔحْ ِظهَ ةل ِّىَّٕ َذ فِّ َ َلجِ ْةل ِع ْل ِم ح ِ َأ ْن ُٔ ْق ِ َ ََجْ ً َ ِ ََّش ََ َج َّل Dalam mencari ilmu, hendaknya dia memurnikan niatnya karena untuk menuju Allah (Asy‟ari : 25).
76
e.
Hati yang bersih Dalam proses pembelajaran tentunya harus dengan hati yang bersih. Menjauhkan diri dari penyakit-penyakit hati, seperti halnya bujukan, mencacat, dengki, su‟udzan (berburuk sangka), keyakinan yang rendah maupun su‟ul khuluk (akhlak yang jelek). Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari penting bagi pendidik maupun anak didik untuk mensucikan hatinya dari penyakit-penyakit hati. Hak ini
tidak
lain
karena
untuk
meraih
kesuksesan
dalam
pembelajaran.
ٍ َة ْن ُٔ َ ٍِّ َز َق ْلخًَُ ِم ْه ُك ِّل َ ٍّش ََ َد َوض ٍ ََ ِ ٍّشل ََ َح َظ ٍ ََطُُْ ِء َ ق ِ َذدٍ ََطُُْ ِء ُخ ُلق Membersihkan hati dari hal-hal yang kotor, seperti bujukanbujukan, prasangka buruk, dengki, keyakinan yang rendah dan akhlak yang buruk (Asy'ari : 24). f.
Hormat kepada guru Rasa hormat merupakan perwujudan dari pengakuan atas keberadaan orang lain tanpa memedulikan predikat yang melekat pada diri orang tersebut. Bahkan rasa hormat tetap diperlukan meskipun orang kita hormati berada di bawah kita secara predikat (Munir , 2010 : 103) K. H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan baik kepada pendidik maupun anak didik untuk mempunyai rasa saling hormat, dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim beliau menjelaskan :
تا ِ ْ ةَ ْن َٔ ْى ُ َز ةِلَ ْٕ ًِ حِ َعٕ ِْه ِ ةَّلجْ َ ِا ََةلشَّ َع ِ ٕ ِْم َََٔ ْعشَقِ َ فِ ْٕ ًِ د ََر َجذَ ْةل َك َم
77
Memandang pendidik dengan pandangan kemuliaan, rasa hormat, dan meyakini bahwa gurunya memiliki derajat yang sempurna (Asy‟ari : 30)
2. Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang terkandung dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori FW. Foerster yang berkaitan dengan Membangun rasa percaya diri ini : a.
Etos kerja yang kuat Tentu dalam proses pembelajaran dibutuhkan tekad yang kuat, karena sudah pasti dalam hal ini akan ditemui beberapa kesulitankesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran. Etos kerja tersebut terkandung gairah semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin (Tasmara, 2002 : 15). Satu hal barang kali cukup jelas. Yaitu bahwa adanya etos kerja yang kuat memerlukan kesadaran pada orang bersangkutan tentang kaitan suatu kerjan dengan pandangan hidupnya yang lebih
78
menyeluruh, yang pangdangan hidup itu memberinya keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya (Madjid, 2003 : 216). Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan melalui kitab beliau yang berbunyi :
َلّ ةِ ْس ِدَٔت ِد ْةل ِع ْل ِم ََ ْةل َع َم ِل َ َ
ْةَ ْن ُٔ ِ ْٔ َم ْةل ِ ز
Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal (Asy‟ari : 66-68). b.
Zuhud Zuhud merupakan salah satu cara untuk meninggalkan kemewahan duniawi, sehingga dalam proses belajar tidak akan memusingkan hal-hal yang berkaitan dengan duniawi. Zuhud juga sikap berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Karena dianggap penting dalam proses pembelajaran, Ada tiga tanda kezuhudan yang ada pada seseorang. Pertama, tidak gembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena ada hal yang hilang. Kedua, sama saja disisinya orang yang mencela dan orang yang mencacinya. Ketiga, hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya keta‟atan, karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta; cinta dunia atau cinta Allah (Hawwa, 1998 : 329).
79
K.H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan agar selalu bersifat zuhud dalam proses pembelajaran.
c. ق حِتل ُشٌُ ِ فِّ ةل ُّ ْوَٕت َ َّةَ ْن َٔشَ َ ل Berperilaku zuhud dalam kehidupan dunia (Asy‟ari : 58-89). c.
Khusyu‟ Khusyu‟ artinya kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati (https://eidariesky.wordpress.com/2010/06/25/definisidan-pengertian-khusyu/). Memang dalam pembelajaran ilmu pengetahuan tidak akan bisa dipahami ketika diikuti dengan gurauan yang berlebihan, sehingga K.H. Hasyim Asy‟ari menekankan dalam proses pembelajaran hendaklah dengan kekhusyukkan.
ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ْةل ُ ُشُْ َع Senantiasa bersikap khusyu‟ (Asy‟ari : 55). d.
Mempunyai keberanian untuk bertanya Dalam dunia pendidikan, tidak semua anak didik memiliki kesamaan dalam hal memahami pelajaran yang disampaikan oleh pendidik, hal itu memungkinkan adanya anak didik yang kurang bisa memahami pelajaran, sehingga dia harus bertanya kepada pendidik untuk bisa memahami semua pelajaran.
80
Dalam hal ini K.H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan agar mempunyai rasa keberanian bertanya ketika ada pelajaran yang belum dipahami oleh anak didik.
ًِ ْٕ َتا َ ل َ ةا َمت أَ ْ َك ِ َةَ ْن ََّلَٔ ْظش َِح َٓ ِم ْه طُؤ Tidak malu-malu ketika menanyakan hal-hal yang belum dipahami (Asy‟ari : 50-51).
3. Otonomi Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang terkandung dalam kitab Adab al-alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori FW. Foerster yang berkaitan dengan otonomi ini : a.
Bijaksana Dalam menuntut ilmu sudah pasti akan ada perbedaan-perbedaan pendapat, hal ini karena setiap manusia mempunyai cara pandang yang berbeda, sehingga menghasilkan pendapat yang berbeda. Maka dari itu, diperlukan sifat bijaksana yang digunakan untuk mengkontrol hati dan pikiran. Sehingga tetap tenang dalam menghadapi kondisi yang sesulit apapun.
81
Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari memberikan penekanan agar mempunyai sikap bijaksana yang telah dijelaskan di dalam kitabnya.
َتا فِّ ْة َِّل ْخشِ َ ِ حَ ْٕهَ ْةل ُعلَ َمت ِء ِ ْ َةَ ْن َٔحْ َذ َر فِّ ةِ ْحشِ َة ِء ةَ ْم ِز ِي ِمه ِ ةَّل ْ شِغ Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama (Asy‟ari : 45-46). b.
Tawadhu‟ Tawadhu‟ adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri. Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah selayaknya dalam proses pembelajaran hendaknya bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap anak didik dan juga pendidik. Tawadhu‟ merupakan sikap hormat dari anak didik kepada seorang pendidik, sehingga anak didik akan selalu merasa hormat terhadap pendidik. Bagi pendidik juga harus memiliki rasa tawadhu‟, karena rasa tawadhu‟ merupakan cara untuk menjauhkan diri dari sifat sombong. Sehingga pendidik juga akan mempunyai rasa hormat kepada siapapun. Dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari ini dijelaskan juga, yakni :
ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ةلشَّ َُ ُّ ُْ َع Senantiasa bersikap tawadhu‟ (Asy‟ari : 55 ).
82
c.
Wira‟i Wira‟i merupakan sikap berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum Islam. Menghindari hal-hal yang makruh dan menjauhi segala sesuatu yang syubhat. Berlaku wira'i merupakan rahasia diri agar seseorang terhindar dari sesuatu yang haram. Orang yang wira'i (berhati-hati) berarti orang yang menjaga dirinya dari sesuatu yang membuatnya tergoda oleh bujukan setan. Selalu mengingat akan kebesaran Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Menurut Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin menjelaskan bahwa wira‟i adalah berhati-hati dalam melakukan hukum, menghindari barang subhat, takut menghindari haram. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran pendidik maupun anak didik harus bisa berhai-hati dalam hal apapun, untuk menghindarkan dari hal-hal yang bisa mengganggu kesuksesan pembelajaran.
ْ ع ِ ةَ ْن ُٔ َ ِس َ ةل َُ َر Senantiasa bersikap wira‟i (Asy‟ari : 55). d.
Intropeksi diri Intropeksi diri atau muhasabah merupakan suatu bentuk tindakan yang utama yang dikerjakan oleh setiap manusia. Dalam hal ini Allah telah berfirman :
ْ َٔت أٍََُّٔت ةلَّ ِذٔهَ آ َمىُُة ةسَّقُُة َّ َ ََ ْلشَ ْى ُزْ وَ ْفضٌر َمت قَ َّ َم ز لِ َغ ٍ ََةسَّقُُة َّ َ إِ َّن 83
ََّ َ َخخِٕ ٌرز حِ َمت سَ ْع َملُُن Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Hasyr : 18). (http//www.alquran-digital.com) Ayat diatas merupakan suatu bentuk isyarat bahwa betapa pentingnya untuk selalu mengintropeksi diri terhadap amal-amal atau perbuatan yang telah dikerjakan. Baik pendidik maupun anak didik harus selalu mengintropeksi dirinya. Intropeksi disini cukup luas bisa intropeksi dalam hal perkataan maupun perbuatan. K.H. Hasyim Asy‟ari mengingatkan kepada siapa saja untuk selalu membersihkan diri dari segala perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
ةَ ْن ُٔ ٍَ َِّز حَت ِ ىًَُ طُ َّم َت ٌِ َزيُ ِمهَ ْةَّلَ ْخ َ ِ ْةل َز ِد ْٔبَ ِذ Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan tidak disukai Allah (Asy‟ari : 63-66). e.
Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin Waktu sangatlah penting bagi guru dan murid. Untuk itu harus mengoptimalkan waktu yang dimilikinya dengan sebaik mungkin, baik di waktu malam maupun siang dengan menggunakan kesempatan yang ada dari sisa-sisa umurnya. Umur yang tersisa
84
adalah harga diri baginya, dengan begitu senantiasa pergunakanlah waktu untuk suatu hal yang bemanfaat. Begitu pun dengan K.H. Hasyim Asy‟ari yang menegaskan betapa pentingnya waktu bagi pendidik maupun anak didik ;
َِة ْن ُٔ ْق ِظ َم َأَْ َقترَ َل ْٕلًِِ ََ َوٍَتِريِ ََٔ َ ْغ َشى ِ َم َمت ح َ َقٓ ِم ْه ُ ُمزِي Hendaklah pandai-pandai mengatur waktunya, baik di waktu malam maupun siang harinya yang tersisa dalam umurnya (Asy‟ari : 26). f.
Bergaul di lingkungan yang baik Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia ke depannya, sehingga harus bisa menentukan lingkungan yang benar-benar mendukung dalam proses pembelajaran. Dan juga menjaga pergaulan agar terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kesuksesan dalam belajar. K.H. Hasyim Asy‟ari mengingatkan baik pendidik maupun anak didik untuk selalu memperhatikan dalam hal pergaulan dan juga lingkungan hidupnya ;
َص ََ ْةَّلَ ْق َزة ِء ةِ َذة ةَ ْم َكه ِ ةَ ْن َٔ ْل ِش َ َحلَقَذَ َ ْٕ ِ ًِ فِّ سَ ْ ِر Berteman dengan orang yang lebih pintar, dan bacakanlah ilmu padanya apabila memungkinkan supaya ia menyimaknya (Asy‟ari : 38-39).
85
4. Keteguhan dan Kesetiaan Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih. Jadi
dari
ke
empat dasar
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwasannya pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pembentukan nilai-nilai karakter kepada peserta didik. Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang terkandung dalam kitab Adab al-alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori FW. Foerster yang berkaitan dengan keteguhan dan kesetiaan ini : a.
Sabar Sabar menjadi salah satu yang terpenting dalam proses mencari ilmu. Karena dalam mencari ilmu sudah pasti akan ada cobaannya, baik dalam bentuk fisik maupun material. Sehingga dalam pembelajaran dibutuhkan fisik yang sehat dan bekal yang cukup. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari sebagaimana dalam kitab Adab al„Alim wa-al Muta‟allim, beliau mengingatkan betapa pentingnya sabar disaat mencari ilmu, sabar terhadap cobaan yang ada baik fisik ataupun materiil.
َ ةَ ْن َٔشَ َ خ ََّز ِ ْٕ َلّ َج ْف َُ ٍد سَ ْ ُ ُر ِم ْه ةل َش Bersabar terhadap kekerasan guru (Asy‟ari : 31).
86
b.
Tirakat Di lingkungan pesantren sering kali mendengar istilah tirakat, karena kehidupan di pesantren para santri sering bertirakat dalam menuntut ilmu agama maupun ilmu umum, karena dunia pesantren percaya bahwa dalam proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan cara yang hedonis, sehingga harus dilakukan dengan tirakat tersebut. Tirakat lebih sering diartikan dengan menahan hawa nafsu atau berpuasa (https://id.wikipedia.org/wiki/Tirakat).
َ ٌِ َِّة ْن ُٔ َق ِّل َل ة ِ ْط َش ْع َمت َا ْةل َم َ ت ِ ِم ة َّلش ِ ٓ ِم ْه َة ْطخَتثِ ْةلخ َ َ َددِ ََ ُ ْع ِ ْةل ُح َُّةص Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan kemalasan dan dapat menyebabkan kelemahan (Asy‟ari : 27) c.
Qana‟ah Qana‟ah adalah salah satu sifat amat terpuji yang merupakan sumber keluhuran budi. Dalam pada itu Nabi SAW pernah bersabda, “Barang siapa dengan penuh kesadaran menyatakan “Alhamdulillah”, lebih baik baginya daripada memiliki dunia beserta seluruh isinya” (Arifin dan Said, 1979 : 11) Qana‟ah merupakan sikap rela dan merasa cukup atas hasil yang diusakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana‟ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah (http://www.scribd.com/doc/24471330/PerilakuTerpuji-Qanaah-Dan-Tasamuh).
87
Dari kedua pendapat diatas sudah dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya qana‟ah merupakan rasa kepuasan atas apa yang telah diusahakan, tidak merasa kurang dan selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah. Seseorang yang mempunyai sifat qanaah akan selalu merasa bahagia dan sehat baik secara lahir maupun batinnya. Karena mereka selalu mempunyai ketenangan hati, wajahnya berseri-seri dan sehat, segar dan bugar. Qana‟ah bukan hanya menerima apa pemberian Allah saja, tapi dia juga kuat pendirian, mempunyai sifat kesederhanaa dan tidak mudah putus asa tatkala mendapatkan cobaan dari Allah. Dalam kitab Adab al-„Alim wa Muta‟allim, K.H. Hasyim Asy‟ari menjelas bahwa didalam menuntut ilmu, anak didik harus mempunyai rasa qanaah dalam diri mereka, karena dengan rasa qanaah tersebut anak didik akan dapat menjalani semua cobaan yang dialami selama proses pembelajaran.
َ َة ْن ٔ َ ْق َى َع ِمهَ ْةل ُقُْ رِ ََةل ِّلخَتص ِ ح ِ َمت َسٕ َ َّظ َز َفخِتل َّ خْز ِ َل ِ ّ َة ْدنَ ْةل َعْٕض Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan (Asy‟ari : 25). d.
Yakin kepada Pendidik Keyakinan adalah pilar penyangga utama keberanian dan ketabahan. Inilah unsur paling penting dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang. Keyakinan yang paling utama adalah
88
keyakinan terhadap aturan agama untuk kehidupan manusia ( Munir, 2010 : 19). Dalam KBBI yakin adalah percaya (tahu, mengerti) sungguhsungguh; (merasa) pasti (tentu, tidak salah lagi): hakim -- akan kesalahan terdakwa itu; ia berkata dengan -- nya, berkata dengan pasti; pada -- ku, pada pendapatku; 2 sungguh; sungguh-sungguh: - bukan saya yang mengambil, kalau perlu saya berani bersumpah; dengan
--
belajar,
belajar
sungguh-sungguh;
(http://kbbi.web.id/yakin ). Keyakinan yang kokoh adalah keyakinan yang lahir dari kesadaran, bukan sekedar warisan. Sehingga para anak didik harus mempunyai kesadaran bahwa ilmu pengetahuan sangat penting untuk masa depan, maka efek dari kesadaran anak didik tersebut akan membuat mereka mempunyai semangat belajar dan keyakinan yang tinggi. K. H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan dalam kitab karya beliau bahwa anak didik harus mempunyai rasa keyakinan yang tinggi, tidak boleh ada dalam dirinya rasa pesimis terlebih terhadap pendidik.
ُ َع ََلًَُ ِم َّم ْه ُُْٔ ط ًِ ِق ح ٍ َ ْ َِٔجْ شَ ٍِ ُ ةَ ْن َٔ ُكُْ نَ ةل َّش ْٕ ُ ِم َّم ْه لًَُ َ لَّ ْةل ُعلُُ ِ ةل َّشزْ ِ َّٕ ِذ سَ َمت ُ ة Bersungguh-sungguh dan yakin bahwa guru yang dipilihnya memiliki ilmu syariat dan dapat dipercaya.( Asy‟ari : 29) e.
Menumbuhkan Semangat Belajar Semangat dalam mencari ilmu merupakan motivasi yang harus selalu
ada
bagi
siapapun
89
yang
ingin
berhasil
dalam
pembelajarannya. Karena rasa semangat merupakan keteguhan dalam menghadapi semua kemungkinan buruk yang ada dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, K.H. Hasyim Asy‟ari selalu mengingatkan kepada siapa saja untuk selalu menumbuhkan rasa semangat belajar.
ج ةل َّتلِخَذُ فِّ ةلشَّحْ ُ ٕ ِْل َ ِ ْةَ ْن ُٔز Menanamkan semangat untuk meraih sukses dalam belajar (Asy‟ari : 53). B. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter K.H Hasyim Asy’ari dalam Dunia Pendidikan di Indonesia. Konsep utama dari pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari adalah mengutamakan ketakwaan kepada Allah SWT disertai dengan niat yang lurus dalam berperilaku mengarungi kehidupan. Konsep besar tersebut beliau rinci menjadi beberapa hal yakni: selalu mengingat Allah (dzikrullah), cinta kepada Nabi, kemurnian niat, hati yang bersih, rasa hormat kepada ulama, etos kerja yang kuat, rasa kezuhudan, rasa kekhusyu‟an, keberanian dalam bertanya, bijaksana, tawadhu‟ terhadap ulama, wira‟i, selalu intropeksi diri, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan bergaul di lingkungan yang baik., mempunyai rasa kesabaran, berani untuk melakukan tirakat, Qana‟ah, yakin kepada ulama, dan selalu menumbuhkan semangat belajar. Jika dikaitkan dengan realitas pendidikan di Indonesia dewasa ini di mana mulai terdapat kecenderengan melemahnya pendidikan karakter, maka mutiara-mutiara pendidikan karakter yang ditulis oleh K.H. Hasyim Asy‟ari
90
dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim tersebut relevan untuk digunakan kembali sebagai acuan bagi dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari dapat digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia sebagai panduan bagi pengembangan
kurikulum
pendidikan
akhlak
di
lingkungan
sekolah/madrasah. Konsep pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari masih tetap relevan untuk dikembangkan sesuai dengan konteks zaman sekarang. Nilai-nilai dasar karakter yang diajarkan oleh beliau dalam implementasinya dapat terus dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan masing-masing. Namun nilai-nilai dasarnya tetap dapat digali dari mutiara-mutiara pemikiran karakter beliau tersebut. Misalnya saja dalam sebuah pembelajaran, sebelum memulai seorang pendidik hendaknya mengajak anak didik untuk membacakan ayatayat suci al-Qur‟an bersama-bersama. Hal ini untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Bisa juga setelah membaca ayat-ayat alQur‟an, pendidik mengajak untuk melantunkan asma‟ul husna, yang tidak lain untuk selalu mengingat Allah swt. Semakin jelas bahwa pemikiran pendidikan karakter K.H. Hasyim Asy‟ari ini masih sangat relevan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Apalagi jika kita melihat kondisi pendidikan yang ada sekarang ini, dimana sudah banyak anak didik yang tidak bisa membaca al-Qur‟an, beberapa anak didik yang tidak mempunyai rasa hormat kepada pendidik,
91
atau anak didik yang sudah berani melanggar nilai-nilai syariah dalam Islam. Hal ini sangat disayangkan oleh orang tua anak didik jika melihat kondisi sekarang ini, ditambah lagi dengan berkembangnya alat-alat elektronik dengan sangat pesat tanpa kita bisa mencegahnya. Hal ini tentu dapat menjadi pelemahan anak didik bila kita sebagai orang tua tidak dapat membatasi anak-anak dalam menggunakan alat-alat elektronik. Salah satu yang sangat diperlukan dalam era yang seperti ini, dan juga sebenarnya dalam semua era pembangunan, ialah akhlak atau moral. Disini kita dibenarkan untuk mengharap kemungkinan peranan ajaran Islam secara lebih besar dan kuat. Maka wajar jika Islam dipandang mempunyai pengaruh paling besar dan kuat dalam wawasan etis dan moral dalam dunia pendidikan. Dan akhlak ini mutlak pentingnya, karena merupakan sendi atau landasan ketahanan suatu bangsa mengahadapi pancaroba ini. Tanpa akhlak, yang baik, suatu bangsa akan binasa. Dalam sebuah syair berbahasa arab yang sudah sering dikutip orang, menerangkan ;
فتن ٌمُة ذٌخز أخ قٍم ذٌخُة# مت حقٕز
ةومت ةَّلمم ةَّلخ
Sesungguhnya bangsa-bangsa itu tegak selama (mereka berpegang pada) akhlaknya, bila akhlak mereka rusak, maka rusak-binasa pulalah mereka (Madjid, 2003 : 174 ).
Maka dari itu, penulis memandang dunia pendidikan di Indonesia ini diharapkan tidak hanya meningkatkan intelektualitas anak didiknya saja, akan tetapi juga harus memperbaiki karakter, akhlak, dan moral anak didik. Sehingga anak didik tersebut benar-benar mampu meneruskan estafet
92
kepemimpinan yang ada di Indonesia tidak hanya dengan intelektualitas saja, tetapi penuh dengan akhlak dan juga moral Islam. Pendidikan karakter sekarang ini, pada umumnya masih pada taraf menghafal atau memperkenalkan nilai tapi belum sampai pada tingkat penghayatan nilai-nilai itu apalagi sampai pada tingkat menjadikan nilainilai itu sebagai komitmen pribadi di dalam kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih mendalam tentang pendidikan karakter dari beberapa literatur klasik maupun modern yang akan memberikan sumbangan terhadap pemikiran tersebut. Jika kita meninjau ulang kitab Adab al-„Alim wa alMuta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari, maka terdapat risalah pendidikan yang memuat tentang pendidikan karakter khususnya tentang nilai-nilai karakter yang harus dimiliki baik oleh pendidik maupun peserta didik. Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Jadi pendidikan karakter terkait erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekan atau dilakukan. Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, satuan pendidikan formal dan nonformal harus dikondisikan sebagai pendukung utama kegiatan tersebut. satuan pendidikan formal dan nonformal harus
93
menunjukkan keteladanan yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang ingin dikembangkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, satuan pendidikan formal dan nonformal terlihat rapi, dan alat belajar ditempatkan teratur. Selain itu, keteladanan juga dapat ditunjukkan dalam perilaku dan sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Pendemonstrasian berbagai contoh teladan merupakan langkah awal pembiasaan, Jika pendidik dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka pendidik dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya. Kemudian relevansinya pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari dengan pendidikan karakter yang dikonsepkan oleh kemdiknas adalah ; 1.
Dalam pendidikan karakter pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang pertama adalah takwa kepada Allah swt, hal ini sesuai dengan pendidikan karakter yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yaitu religius, karena itu adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
94
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2.
Cinta kepada Nabi, hal ini masih bisa dikategorikan religius dalam pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional, karena masih berkaitan dengan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama.
3.
Niat yang tulus, dalam pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional hal ini kurang menjadi perhatian. oleh karena itu, menjadi suatu hal yang wajar bilamana anak didik menjadi berkurang kesungguhannya dalam proses pembelajaran.
4.
K.H. Hasyim Asy‟ari juga menekankan kepada anak didik rasa hormat kepada guru, hal ini yang mungkin kurang diperhatikan dalam pendidikan dari Kementerian Pendidikan Nasional, sehingga sekarang banyak anak didik yang berani terhadap pendidik, tanpa menaruh rasa hormat kepada seorang pendidik.
5.
Etos kerja yang kuat, dalam hal ini mempunyai kesamaan dengan pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional yang menyatakan kerja keras, karena dalam proses belajar mengajar, baik seorang pendidik maupun anak didik haruslah mempunyai tekad yang kuat untuk mencapai kesuksesan.
6.
Dalam mencari ilmu pengetahuan, K.H. Hasyim Asy‟ari menganjurkan untuk bersikap zuhud, artinya meninggalkan kemewahan dalam hal duniawi. Sehingga baik seorang pendidik maupun anak didik tidak
95
perlu memusingkan hal-hal yang berkaitan dengan duniawi. Dalam pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional hal ini kurang menjadi perhatian, sehingga banyak anak didik yang sudah menggunakan
alat-alat
elektronik
yang
berlebihan
dan
tanpa
pengawasan dari orang tua. 7.
K.H. Hasyim Asy‟ari menekankan kepada seorang pendidik dan anak didik untuk bersikap khusyu‟, karena memang dalam pembelajaran tidak akan bisa memahami pelajaran dengan maksimal apabila diikuti dengan gurauan yang berlebihan. Akan tetapi hal ini kurang menjadi perhatian dari Kementerian Pendidikan Nasional, sehingga masih banyak pendidik yang menyampaikan materi pelajaran dengan gurauan yang brelebihan.
8.
Mempunyai keberanian untuk bertanya, dalam pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional pun telah dicanangkan untuk selalu bersikap demokratis, komunikatif dan juga rasa ingin tahu. Sehingga disaat pembelajaran berlangsung akan menimbulkan suasana yang lebih menyenangkan dan lebih efektif.
9.
Dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim K.H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan bahwa dalam dunia pendidikan hendaknya mempunyai sifat bijaksana, agar dapat mengkontrol hati dan pikiran baik seorang pendidik maupun anak didik. Sehingga tetap tenang dalam menghadapi kondisi apapun. Kementerian Pendidikan Nasional pun menghimbau kepada semua elemen pendidikan untuk bersikap toleransi, yaitu sikap
96
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 10. Kemudian K.H. Hasyim Asy‟ari menghimbau kepada semua pendidik dan anak didik untuk mempunyai sifat wira‟i. Wira‟i merupakan sikap hati-hati dalam melakukan segala sesuatu.
Sedangkan dari
Kementerian Pendidikan Nasional hanya mencanangkan sikap jujur dan disiplin. 11. K.H. Hasyim Asy‟ari selalu mengingatkan kepada pendidik dan juga anak didik untuk selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Karena waktu merupakan hal yang sangat penting, sehingga harus bisa mengoptimalkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga kurang menjadi perhatian oleh Kementerian Pendidikan Nasional, sehingga fakta dilapangan banyak waktu yang terbuang sia-sia. 12. Bergaul di lingkungan yang baik.
Faktor lingkungan sangat
berpengaruh dalam kepribadian seseorang, sehingga K.H. Hasyim Asy‟ari mengingatkan untuk selalu memperhatikan lingkungan sekitarnya. Kementerian Pendidikan Nasional pun sebenarnya telah mencanangkan peduli lingkungan dan peduli sosial, akan tetapi hal ini kurang memperhatikan adanya pengaruh negative dari lingkungan itu sendiri. 13. Hal yang perlu diperhatikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam pendidikan karakter adalah rasa sabar. Karena rasa sabar merupakan salah satu yang harus dimiliki oleh semua pendidik dan anak didik.
97
Sehingga masing-masing pendidik dan anak didik harus bisa menumbuhkan rasa kesabaran dalam pribadi mereka masing-masing. Tentu hal ini kurang diperhatikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam mencanangkan pendidikan karakter, sehingga banyak dari pendidik maupun anak didik yang tidak bisa menyelesaikan pembelajarannya, karena tidak bisa menahan dan menyelesaikan cobaan-cobaan yang dalam proses pembelajaran. 14. Dalam proses mencari ilmu perlu adanya tirakat baik dari pendidik maupun anak didik. Karena tirakat merupakan sikap sederhana dan menjauhkan diri dari hidup yang hedonis atau kemewahan. Tentu hal ini juga kurang menjadi perhatian oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam mencanangkan pendidikan karakter, sehingga banyak pendidik maupun anak didik yang lebih suka dengan kemewahan dan kesenangan yang berlebihan. 15. Anak didik juga harus mempunyai rasa keyakinan terhadap seorang pendidik, karena itu merupakan salah satu unsuryang
dapat
menentukan keberhasilan belajarnya anak didik. Maka dari itu K.H. Hasyim Asy‟ari menekankan kepada anak didik untuk mempunyai keyakinan terhadap seorang pendidik. Akan tetapi hal ini tidak menjadi perhatian Kementerian Pendidikan Nasional dalam pendidikan karakter. 16. K.H. Hasyim Asy‟ari juga menekankan untuk selalu menumbuhkan semangat belajar. Semangat mencari ilmu merupakam motivasi yang harus selalu dipupuk dalam mencari ilmu pengetahuan, karena rasa
98
semangat
merupakan
keteguhan
dalam
menghadapi
semua
kemungkinan buruk yang akan terjadi dalam proses mencari ilmu pengetahuan. Hal ini mungkin kurang diperhatikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam pendidikan karakter, karena yang ada hanyal semangat kebangsaan. 17. Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya pendidikan karakter dari K.H. Hasyim Asy‟ari adalah intropeksi diri. Hal ini tentu menjadi ajang evaluasi baik pendidik maupun anak didik untuk mencari kekurangankekurangan dimasa lalu dan memperbaiki untuk kedepannya. Hal ini juga menjadi perhatian oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk mempertanggungjawabkan tugas pendidik dan juga anak didik. Maka dari itu, tampak jelas bahwa pendidik karakter dari K.H. Hasyim Hasyim lebih menjunjung nilai-nilai keagamaan. Hal itu tentu tidak lepas dari latar belakang K.H. Hasyim Asy‟ari yang berlatar belakang pesantren. Sedangkan pendidikan karakter dari Kementerian Pedidikan Nasional tampak lebih umum daripada pendidikan karakter dari K.H. Hasyim Asy‟ari.
99
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data dan analisis tentang pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟llim, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai jawaban atas rumusan masalah sebagai berikut: 1.
K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan salah satu pemikir pendidikan karakter dalam perspektif Islam sekaligus praktisi pendidikan karakter yang beliau terapkan di pondok pesantren tebuireng Jombang. K.H. Hasyim Asy‟ari mendirikan pondok pesantren Tebuireng pada tahun 1899 yang letaknya di wilayah Cukir, kecamatan Diwek, kabupaten Jombang ini setelah kepungalan beliau dari Makkah untuk mencari ilmu dari beberapa guru besar disana. Metode awal yang digunakan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam mengajarkan para santri adalah metode sorogan dan metode bandongan, kedua metode tersebut dibedakan berdasarkan tingkatan kelasnya. Selain aktif di dunia pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari juga aktif di organisasi kemasyarakatan, yaitu dengan mendirikan Nahdlatul Ulama pada 31 januari 1926 di kota Surabaya. Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, beliau merumuskan dengan sebuah kitab karya beliau yakni Qanun Asasi (prinsip dasar) dan juga merumuskan kitab
100
I‟tiqad Ahlussunnah wal Jamaah yang mana kitab ini dikemudian hari dijadikan sebagai dasar dan rujukan oleh warga NU dalam berijtihad. Selain itu K.H. Hasyim Asy‟ari juga mengabdikan diri beliau kepada negara.
Semangat
nasionalismenya
tergambarkan
ketika
beliau
melawan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Jepang dan juga sekutu. Dalam kondisi penjajahan yang semakin membahayakan kedaulatan tanah air, maka K.H. Hasyim Asy‟ari bersama kyai-kyai di Jawa dan Madura merapatkan barisan untuk mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang dikenal dengan Resolusi Jihad. 2.
Pemikiran pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H Hasyim Asy‟ari, jika dianalisis menggunakan empat karakteristik dasar yang dikemukakan oleh FW. Foester, sebagai berikut: a) Menghargai Nilai Normatif. Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal menghargai nilai normatif diantaranya : takwa kepada Allah swt, selalu mengingat Allah (dzikrullah), cinta kepada Nabi, kemurnian niat, hati yang bersih, rasa hormat kepada ulama. b) Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri. Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal koherensi ini antara lain: estos kerja yang kuat, rasa kezuhudan, rasa kekhusyu‟an, keberanian dalam bertanya.
101
c) Otonomi. Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal otonomi antara lain : bijaksana, tawadhu‟ terhadap ulama, wira‟i, selalu intropeksi diri, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan bergaul di lingkungan yang baik. d) Keteguhan dan Kesetiaan. Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal keteguhan dan kesetiaan antara lain : mempunyai rasa kesabaran, berani untuk melakukan tirakat, qana‟ah, yakin kepada ulama, dan selalu menumbuhkan semangat belajar. 3.
Relevansi pemikiran pendidikan karakter K.H. Hasyim Asy‟ari dalam dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini sangat relevan, di mana nilai-nilai dasar pendidikan karakter beliau dapat dikembangkan sesuai dengan konteks sekarang. Terlebih lagi dalam kondisi dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini yang mengalami penurunan karakter.
B. Saran Pendidikan karakter sangat ditekankan dalam sendi agama dan memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam peribadatan,
kekeluargaan,
pembelajaran
disekolah,
interaksi
sosial
kemasyarakatan dan semua aktifitas kehidupan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya seorang anak didik yang belajar dalam bidang agama Islam
102
khususnya, hendaknya bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan menerapkan aspek-aspek pendidikan karakter sesuai dengan arahan dari K.H. Hasyim Asy‟ari melalui kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim dengan sebaik-baiknya. Agar nantinya dapat memperoleh kesuksesan belajar sesuai dengan yang dikehendaki oleh setiap anak didik dan pendidik serta orang tua. C. Penutup Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah atas rahmat, taufiq serta hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun skripsi yang sangat sederhana dengan segala keterbatasan dari penulis. Akhirnya, semoga walaupun penuh dengan kekurangan dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
103
DAFTAR PUSTAKA Abdussami, Humaidi dan Ridwan, Fakla. AS. 5 Rais „Am Nahdlatul Ulama. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta. 1995. Al-Ghazali, Muhammad. tt. Ihya‟ Ulumuddin. Indonesia : al-Haromain. Al-Nawawi, Yahya bin syarifuddin. Tt. Al-Arba‟in Nawawi. Pustaka Alawiyah. Semarang. Ambroise. Yvon, ”Pendidikan Nilai” dalam EM. K. Kaswardi ed., Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Grasindo. Jakarta.1993. Any, Anjar. Menyingkap Serat Wedotomo. Aneka ilmu. Semarang. 1993. Aspin, David N. dan Chapman, Judith D. Values Education and Lifelong Learning: Principles, Policies, Programmes. Springer. Netherland. 2007. Az-Zarnuji. tt. Ta‟limul Muta‟allim. Surabaya : Darul Ilmi Darajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 1996. Gardner, Roy. Cairns, Jo dan Lawton, Denis. Education for Values: Morals, Ethics and Citizenship in Contemporary Teaching. Kogan Page. London. 2000. Ghofir. Jamal, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah wal Jama‟ah, Pendiri dan Penggerak NU, Tuban. GP Ansor Tuban, 2012. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Andi Offset. Yogyakarta. 1990. Hawwa, Sa‟id, Mensucikan Jiwa Intisari Ihya Ulumuddin al-Ghazali. Robbani Press. 1998. http//id.wikipedia.com Imam, Suprayogo, Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung. PT Remaja Rosda Karya. 2003. J.Moloeng Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2008. Kohlberg, Lawrence. Tahap-tahap Perkembangan Moral. Terj. John de Santo dan Agus Cremers. Kanisius. Yogyakarta. 1995. Lickona, Thomas. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. terj. Lita S. Nusa Media. Bandung, 2013.
Ma‟arif, Samsul. Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari. Bogor. Kanza Khazanah. 2011. Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan, MembangunTradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. PARAMADINA. Jakarta. 2003. Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter. Yogyakarta. Pedagogia. 2010. Nata, Abuddin (Ed). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung Angkasa. 2003 Nucci, Larry P. dan Narvaez, Darcia. Handbook of Moral and Character Education. Routledge. New York. 2008. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Pustaka. 2006. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta. 2007. Rumi, Jalaluddin. Senandung Cinta. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2004. Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2013. Samarqandi, Abu Laits. Tambihul Ghafilin. Terjemah oleh Taqiyuddin, Abu Imam. Surabaya. Mutiara Ilmu. 2009. Seri Buku Tempo, Wahid Hasyim untuk Replubik dari Tebuireng. Jakarta. KPG. 2011. Seri Buku Tempo. Wahid Hasyim untuk Republik dari Tebuireng. KPG. Jakarta. 2011. Shaleh, Ashaf. Takwa Makna dan Hikmahnya dalam al-Qur‟an. Erlangga. Jakarta. 2002. Suharso dan Ana Retroningsih. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Widya Karya. Semarang. 2011. Suyadi. Quantum Dzikir. Yogyakarta. Diva Press. 2008. Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islam. Gema Insani. Jakarta. 2002. Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta. LKiS. 2004. Zohar, Danah dan Marshall, Ian. SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Terj. Rahmani Astuti, Ahmad Najib Burhani, dan Ahmad Baiquni. Mizan. Bandung. 2001. Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Yogyakarta. 2011.
Zuchdi, Darmiyati. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. UNY Press. Yogyakarta. 2011. Zuhri, Achmad Muhibbin. Pemikiran K.H. M. Hasyim Asy‟ari Tentang Ahl alSunnah wa al-Jama‟ah. Khalista. Surabaya. 2010. http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/pengertian-karakter.html http://tebuireng.org/sejarah www.pndkarakter.wordpress.com