BAHAN DISKUSI HADITS TARBAWI
KONSEP ILMU DAN KEILMUAN Oleh Kelompok II: 1. Alim Ismoyo Hariyanto; 2. Erma Yulianti; 3. Dessyana Fauziyah; 4. Nanang Qosim A. Pengertian Ilmu dan Keilmuan Kata ilmu dengan berbagai bentuknya dalam Al-Qur’an terulang 854 kali yang digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Sebab itu, kalimat yang terbentuk dari akar kata ‘alima, ya’lamu mempunyai arti kejelasan. Kata ‘alima, ya’lamu berbeda dengan ‘arafa ya’rifu (mengetahui), arif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan). Allah SWT tidak dinamakan ‘arif (yang mengetahui), tetapi ‘alim (yang mengetahui). Ya’limu digunakan Allah SWT dalam Al-Qur’an untuk hal-hal yang diketahui-Nya, walaupun gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan. Hal ini bisa diperhatikan pada beberapa ayat Al-Qur’an berikut, ya’lamu maa yasirrun (mengetahui apa yang mereka sembunyikan), ya’lamu maaa fi al-arham (mengetahui sesuatu yang berada di dalam rahim), ya’lamu maa fii angfusikum (mengetahui apa yang ada di dalam dirimu), ya’lamu maa fii al-samawaati wa maa fii al-ardhi (mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi).
1
Pengertian ilmu menurut para ahli: 1. KBBI. Ilmu bermakna pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode yang ilmiah yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan. 2. Afanasyef. Beliau adalah seorang pemikir Marxist dari Rusia yang menjelaskan tentang ilmu, dimana ilmu merupakan pengetahuan manusia tentang alam, pikiran dan masyarakat. Beliau mencerminkan alam & berbagai konsep, kategori & hukum-hukum, yang mana ketetapan & kebenarannya diuji oleh pengalaman praktis. 3. Mohammad Hatta. Ilmu ialah sebuah pengetahuan yang teratur mengenai pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun dari dalam. 4. Izuddin Taufiq. Ilmu merupakan penelusuran informasi atau data melalui sebuah pengamatan, pengkajian & eksperimen, yang bertujuan untuk menetapkan hakikat, landasan dasar maupun asal usulnya. 5. Karl Pearson. Ilmu ialah keterangan yang stabil & komprehensif tentang suatu fakta dari pengalaman dengan istilah yang sederhana. Ilmu secara umum adalah kegiatan intelektual tentang dunia fisik untuk menemukan penjelasan umum tentang gejala dan hubungan gejala yang terjadi secara alamiah (Sudarwan Danim, 2010: 118-119). Adapun pengertian dari konsep keilmuan terdiri dari dua kata yaitu konsep dan ilmu. Konsep adalah konsep atau anggitan adalah abstrak, entitas, mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat
2
pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik. Konsep adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap ekstensinya. Keilmuan dari kata ilmu. Ilmu sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusanrumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya,
dan
kepastian
ilmu-ilmu
diperoleh
dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya dalam Kamus Bahasa Indonesia Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu: (1) Dia memperoleh gelar doktor dan pendidikan; (2) pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dsb). Oleh karena itu keilmuan adalah barang apa yang berkenaan dengan pengetahuan (benda). B. Sumber Ilmu Dalam sebuah ilmu harus terdapat landasan-landasan yang harus digunakan sebagai pedoman agar manusia tidak tersesat dalam menuntut ilmu, di antaranya salah satunya sumber ilmu itu adalah sebagai berikut:
3
Dalam firman-Nya yang berbunyi:
َ َ ْ ْ ُ ُ َ َّ ُ ْ ُ َ َ َّ ُ َ )11 : (املجادلة... ات ٍ َي ْرف ِع هللا ال ِذ ْين ا َمن ْوا ِمنك ْم َوال ِذ ْين ا ْوت ْوا ال ِعل َم د َرج...
Artinya: …Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadillah: 11) Rasulullah saw juga bersabda:
َ ْ ْ ََ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ و )هللا حتى ير ِجع (ر ه الترمذى ِ من خرج ِفى طل ِب ال ِعل ِم فهو ِفى س ِبي ِل
Artinya: “Barangsiapa yang pergi menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” (HR. Timidzi) C. Cara Memperoleh Ilmu Saluran dari ilmu dalam Islam yang mempunyai perbedaan signifikan dengan epistemologi Barat. Jikalau Barat hanya mengakui indra dan rasio, spekulasi filosofis dalam epistemologinya, maka dalam pandangan filsuf Muslim, ilmu yang datang dari Tuhan dapat diperoleh melalui 3 cara: indra yang sehat, laporan yang benar, dan intelek. Pertama, indra yang sehat terdiri dari dua bagian, yaitu panca indra eksternal dan internal. Panca indra eksternal terdiri dari peraba (touch), perasa (taste), pencium (smell), pendengaran (hearing), dan penglihatan (sight). Sedangkan panca indra internal adalah akal sehat, indra representatif, indra estimatif (alwahmiyyah), indra retentif rekolektif, dan indra imajinatif (almutakhayyilah). Kedua, laporan yang benar (al-khabar) berdasarkan otoritas yang terbagi menjadi dua, yaitu otoritas mutlak, yaitu yang dibawa oleh Nabi SAW berdasarkan wahyu dari al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. Contoh dari otoritas mutlak adalah seperti otoritas ketuhanan, al-Qur’an, otoritas kenabian, serta otoritas nisbi, yaitu kesepakatan alim ulama dan
4
kabar dari orang-orang yang terpercaya secara umum. Ketiga, intelek, yang terdiri dari dua bagian, yaitu akal sehat (sound reason/ ratio), dan ilham (intuition). Sebagai penjelasan bahwa Islam tidak pernah mengecilkan peranan indra, yang dasarnya merupakan saluran yang sangat penting dalam pencapaian ilmu pengetahuan mengenai realitas empiris. Dalam hal ini metode yang bersangkutan dengan indra, disebut dengan tajribi (eksperimen atau observasi) bagi objek-objek fisik. Metode observasi ini biasanya menggunakan sumber pengetahuan panca indra. Namun, terkadang indra tidak akurat dalam memperoleh pengetahuan. Demikian pula pikiran, sebagai aspek intelek manusia, ia merupakan saluran penting yang dengannya diperoleh ilmu pengetahuan mengenai sesuatu yang jelas, yaitu perkara-perkara yang bisa dipahami dan dikuasai oleh akal, dan mengenai sesuatu yang bisa dicerap dengan indra. Akal bukan hanya rasio, ia adalah mental logika. Sedangkan metode ketiga adalah intuisi atau yang disebut dengan dzauqi. Metode ini adalah langsung dari Tuhan tidak melalui perantara, sehingga disebut dengan muka atau syafah langsung oleh Tuhan ke dalam hati manusia tentang rahasia-rahasia dari realitas yang ada. Dalam hal ini, para filsuf dan sufi menyebut metode ini dengan ‘ilm huduri. Di sini objek yang diteliti dikatakan hadir dalam diri atau jiwa seseorang sehingga telah terjadi kesatuan antara subjek dan objek. Metode ini dipengaruhi oleh pemikiran cendekiawan sufi. Iqbal menganggap bahwa intuisi sebagai pengalaman yang unik, lebih tinggi daripada persepsi dan pikiran, yang menghasilkan ilmu pengetahuan tertinggi. Menurut al-Attas, meskipun pengalaman intuitif ini tidak bisa dikomunikasikan, tetapi pemahaman mengenai kandungannya atau ilmu pengetahuan yang dihasilkannya bisa ditransformasikan.
5
Intuisi ini terdiri dari berbagai tingkat, yang terendah adalah yang dialami oleh para ilmuwan dan sarjana dalam penemuan-penemuan mereka dan yang tertinggi dialami oleh para Nabi. Menurut Iqbal, dari intuisi mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya, akhirnya bisa mengalami intuisi mengenai Allah. Sebuah pandangan yang disepakati oleh al-Attas karena kesesuaiannya dengan hadis Nabi SAW, “Siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengetahui Tuhannya”. D. Ilmu Yang Terpuji, Tercela, Fardhu ‘Ain, dan Fardhu Kifayah Ilmu-ilmu yang terpuji dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian, misalnya ilmu tentang kitab Allah (Al-Qur’an), sunnah Rasul, kesepakatan ulama (ijma) dan para sahabat. Dari ilmu-ilmu terpuji ini dikategorikan menjadi dua bagian: ilmu yang berhubungan dengan kemaslahatan dunia yang termuat dalam kitab-kitab fiqih dan ilmu untuk kemaslahatan akhirat, yaitu tentang keadaan hati, akhlak terpuji dan tercela, apa diridhai Allah dan dibenci-Nya. Sedangan ilmu yang tercela dalah ilmu yang bukan syariyyah. Misalnya ilmu sihir, mendatangkan roh, perdukungan ilmu hitam, cerita dongeng yang mengarah pada kemusyrikan, tahayul dan sebagainya. Dan ilmu yang dianggap mubah adalah ilmu tentang syi’ir-syi’ir. Imam Al Ghazali menjelaskan, sesuai hadits Rasulullah saw. “Menuntut Ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim” menunjukkan penuntutan ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Namun kini muncul pertanyaan, apakah semua cabang ilmu itu wajib untuk dipelajari? Ataukah hanya ilmu tertentu saja? Yang fardhu ain dalam hadits ini sebenarnya yang mana? Al Ghazali menjelaskan dalam Ihya Ulumuddin dalam memaknai hadits ini manusia banyak berbeda pendapat. Menurut al-Ghazali ilmu yang fardhu ain (setiap orang wajib mempelajarinya) terdapat sampai lebih dua puluh lebih pendapat. Berbeda menurut bidangnya masing masing.
6
Abu Thalib Al Makky mengatakan yang dimaksud dengan fardhu ain itu adalah mengetahui lima pondasi Islam yang tertera dalam hadits Nabi yang bersabda, “Islam dibangun atas lima hal: syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Mendirikan shalat. Menunaikan zakat. Puasa ramadhan dan haji bagi orang yang mampu”. (HR Bukhari Muslim). Dalam pengklasifikasian ilmu, imam alZarnuji membagi ilmu pengetahuan ke dalam empat kategori, yaitu (1) ilmu fardhu ‘ain, (2) ilmu fardhu kifayah, beliau menyebutnya ilmu hall (ilmu yang menyangkut kewajiban sehari-hari sebagai muslim seperti ilmu tauhid, ilmu fikih dan ilmu akhlak), (3) haram mempelajari ilmu yang tidak ada manfaatnya atau bahkan membahayakan, dan (4) jawaz yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya adalah boleh karena bermanfaat bagi manusia, misalnya ilmu kedokteran.
E. Keutamaan Ilmu
Ilmu berfungsi sebagai cahaya yang menerangi setiap orang dan jalan hidup ini akan menjadi terang. Sebaliknya tanpa ilmu, orang akan merasa hidup ini dalam keadaan gelap gulita. Oleh karena itu, orang dapat saja tersesat apabila tidak memiliki ilmu pengetahuan yang memadai. Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari semua hamba. Dia mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga apabila ulama habis, manusia akan menyabut orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya mereka sesat dan menyesatkan (umat).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, AdDarimi, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani) Hadits di atas menjelaskan empat informasi yaitu, 1) Allah akan mencabut ilmu dari hamba-Nya dengan cara mewafatkan ulama 2) setelah
7
ulama tidak ada lagi, orang akan mengangkat si bodoh menjadi pemimpin 3) pemimpin yang bodoh akan berfatwa tanpa ilmu dan 4) fatwa pemimpin yang bodoh akan membawa kepada kesesatan. Menurut Ibnu Hajar, hadits ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan merupakan syarat mutlak bagi seorang pemimpin dan ulama. Tanpa ilmu pengetahuan, seseorang tidak berhak menjadi pemimpin dan tidak boleh memberikan fatwa tentang apa pun. Apabila hal itu terjadi juga, maka pemimpin dan rakyat banyak akan mengalami kesesatan. Dalam hadits di atas, Rasulullah tidak menggunakan kata perintah untuk mencari ilmu, tetapi menjelaskan pentingnya ilmu itu sendiri. Ungkapan ini berisi motivasi agar umatya menuntut ilmu sebanyakbanyaknya. Memang terkadang motivasi seperti itu lebih efektif daripada penggunaan
kata
perintah.
Dengan
demikian
Rasulullah
Saw
menggunakan motivasi untuk menimbulkan semangat para sahabat dala belajar. Sehubungan dengan pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia, AlGhazali mengemukakan ucapan Umar bin Al-Khaththab, “Wafatnya 1000 abid (ahli Ibadah) yang beribadah malam dan berpuasa siang, lebih ringan daripada meninggalnya, satu orang berilmu yang tahu halal-haram.” Tahu halal-haram yang dimaksudkan di sini bukanlah sekedar tahu tanpa amal, melainkan mengamalkannya, dengan cara mencari yang halal dan menjahui yang haram. Sebab pada hakikatnya, orang yang tahu itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Dengan Ilmu seseorang dapat memiliki harta yang banyak dan dapat pula
melaksakan
tugas-tugas
pemerintahan
sehingga
mendapat
8
kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Jadi, ilmulah sebenarnya yang paling penting. Sehubungan dengan perbandingan ilmu dengan harta, Ali bin Abi Thalib berkata,“Ilmu lebih baik daripada harta. Ilmu dapat menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang menjaganya. Ilmu berkuasa, sedangkan harta dikuasai. Harta itu berkurang apabila dibelanjakan, sedangkan ilmu itu bertambah apabila disiarkan. Orang berilmu lebih utama daripada orang yang hanya berpuasa, shalat, dan berijtihad. Apabila seorang ilmu meninggal terdapatlah suatu lowongan dalam Islam yang hanya dapat diisi oleh penggantinya.” Ungkapan Ali di atas menunjukkan keutamaan dan urgensi ilmu dalam kehidupan manusia yang sudah tidak perlu diragukan lagi. Baik ayat, hadits, maupun fenomena alam telah menjelaskan hal itu. Oleh sebab itu, seharusnya umat Islam berusaha keras untuk kepentingan pribadi maupun sosial, baik untuk dunia maupun akhirat. Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah SWT mengajarkan kepada Adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas khalifah maupun tugas ubudiah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini ditemukan hadits, yaitu sebagai berikut:
َ ُ ْ ْ َّ َ َّ َ ُْ ْ َ ْ ْ َ َّ َ ُ ال ل ْى َر ُس ْو َ ل هللا َعل ْي ِه َو َسل َم ت َعل ُم ْوا ال ِعل َم صلى هللا ق عن اب ِن مسعو ٍد ِ ِ ْ َّ َ َ َّ ُ ْ ُ َّ َ َ َ َ َ ْ ْ ُ َّ َ َ َ َّ ُ ْ ُ َّ َ َ َّ اس ت َعل ُم ْوا ا ُلق ْر َآن َو َعل ُم ْو ُه وعلموه الناس تعلموا الفرا ِئض وعلموه الن
9
َ ْ ْ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ ْ ْ َ ٌ ْ ُ ْ َّ ٌ ُ ْ َّ َ َ َّ َ ْ ص َوتظ َه ُر ا ِلفت ُن َح َّتى َيخ َت ِلف الناس ف ِإنى امرؤ مقبوض وال ِعلم سينتق َ ْ َ َ ْ َ ض ٍة ال َي ِج َد ِان أ َح ًدا َي ْف ِص َل َب ْي َن ُه َما اث َن ِان ِفى ف ِري Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku ‘Tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada orang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban mereka tidak menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.” (HR. AdDarimi, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi) Dalam hadits ini ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari al-‘ilm, al-fara’id, dan Al-Qur’an. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syariat dan segala jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-ketentuan, baik ketentuan Islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari Al-Qur’an mencakup menghafalnya. Setelah dipelajari ajarkan pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu tidak akan hilang. Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan dalam hadits di atas, setelah dipelajari, ilmu harus diajarkan kepada prang lain. Rasulullah SAW mengkhawatirkan apabila beliau telah wafat dan orang-orang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan, maka tidak ada lagi orang yang mengerti agama, sehingga umat akan kebingungan.
10
Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadits di atas, masih ada lagi hadits yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut
ٌ َ ْ َ ْ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ َ ْ ُ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ُ ْ ُل ضة عن حسي ِن اب ِن علي قال رسو هللا صلى هللا علي ِه وسلم طلب ال ِعل ِم ف ِري ُ َ َعلى ك ِل ُم ْس ِل ٍم
Husain bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam.” (HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, Abu Ya’la, Al-Qudha’I, dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani) Dalam menyuruh manusia mencari ilmu, Allah menggunakan ungkapan yang bervariasi. Kadang-kadang Dia menggunakan kata perintah agar manusia membaca. Kegiatan membaca akan menghasilkan ilmu pengetahuan. Kadang-kadang Allah memakai perintah mengamati fenomena alam semesta. Pengamatan ini akan melahirkan ilmu pengetahuan pula. Ungkapan ini ditemukan, antara lain dalam Surah AlGhasiyyah (88): 17-20. Di tempat lain, Allah menggunakan motivasi dengan ungkapan mengangkat derajat orang beriman yang berilmu. Motivasi ini akan mendorong orang untuk belajar. Pernyataan ini dapat dilihat, antara lain dalam Surah Al-Mujadilah (58): 11. Perintah menuntut ilmu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW sejalan dengan perintah Allah SAW. Dalam Al-Qur’an ditemukan ayat-ayat yang memerintahkan untuk menuntut ilmu dan petunjuk-petunjuk tentang urgensinya. Ayat-ayat itu, antara lain sebagai berikut.
َْ ْ َ ) َخ َل َق ْاإل ْن َس1( اسم َ ب َك َّالذ ْي َخ َل َق ْ ُ) ْاق َ ْرأ َو َر ُّب َك ْا َأل ْك َرم2( ان م ْن َع َلق ِ ِ ِ ٍ ِاقرأ ِب ِ ر َ َ َ َ ْ ْ َ َّ َ َ َ ْ َّ َّ )5( ان َما ل ْم َي ْعل ْم ) علم ا ِإلنس4( ) ال ِذ ْي َعل َم ِبالقل ِم3( Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
11
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al‘Alaq (96): 1-5) Ayat ini dapat dijadikan sebagai alasan bahwa ilmu pengetahuan itu penting dalam kehidupan manusia. Allah memerintahkan agar manusia membaca sebelum memerintahkan melakukan pekerjaan dan ibadah yang lain. Ayat ini juga menunjukkan karunia Allah SAW kepada manusia, sebab ia dapat menemukan kemampuan belajar bahasa. Tambahan lagi, manusia juga dapat mempelajari baca-tulis, ilmu pengetahuan, keterampilan yang beragam, petunjuk, dan keimanan, serta hal-hal yang tidak diketahui oleh manusia sebelum diajarkan kepadanya. Betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia tidak dirugikan lagi. Dalam melaksanakan pekerjaan dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur’an dapat dilihat bahwa setelah Allah menyatakan Adam sebagai khalifah di muka bumi, maka ia dipersiapkan dengan ilmu pengetahuan. Hal itu dimaksudkan agar Adam mampu mengemban tugasnya sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat, antara lain dalam ayat berikut.
ُ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ َّ ُ َ َّ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ َ آلء ِ وعلم آدم األسماء كلها ثم عرضهم على الآل ِئك ِة فقال أن ِبئو ِنى ِبأسم ِاء هاؤ َ) َق ُال ْوا ُس ْب َح َان َك َال ع ْل َم َل َنا إ َّال َما َع َل ْم َت َنا إ َّن َك َأ ْنت31( صادق ْي َن َ إ ْن ُك ْن ُت ْم ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ َ َ َ َ لعل ْي ُم ْا َ ْا َ ال َيا َآد َم أ ْنب ْئ ُه ْم بأ ْس َم ِائه ْم َف َل َّما أ ْن َبأ ُه ْم بأ ْس َم ِائه ْم َق َ ) َق32( لح ِك ْي ُم ال ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َّ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ ْات َو ْاأل ْرض َو أ ْع َل ُم َما ُت ْب ُد ْو َن َو َما ُك ْن ُتم َ َّ َ ِ ألم أقل لكم ِإ ِنى أعلم غيب السمو ِ َ َْ )33( تك ُت ُم ْون “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
12
memang orang-orang yang benar!” Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” Allah berfirman, “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu. Allah berfirman, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (QS. Al-Baqoroh (2): 31-33) Belajar nama segala sesuatu adalah belajar “kata-kata” yang melambangkan pengertian-pengertian atau konsep-konsep. Jadi, ketika kita menyebutkan hishan (kuda) atas sekumpulan hewan tertentu, berarti kita mempergunakn symbol bahasa yang menunjukkan pengertian atau konsep yang dapat diterapkan pada seluruh kuda lannya. Atas dasar ini, kita memahami firman Allah SAW, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama,” mengandung makna bahwa Dia mengajarkan bahasa kepada Adam AS. Allah SWT menyebut bahasa dengan ungkapan seluruh nama. Maksudnya, Dia mengajari Adam nama-nama yang melambangkan konsep-konsep. Belajar nama yang melambangkan konsep tertentu, mencakup pengenalan sifat-sifat dan karakteristik yang mengikutsertakan semua satuan jenis yang tercakup oleh konsep tersebut. Jadi, pada saat kita belajar menggunakan kata hishan (kuda) untuk menunjukkan seluruh kuda yang kita lihat, sebelumnya kita telah belajar bahwa semua kuda yang pernah kita lihat mempunyai kesamaan sifat tertentu. Oleh karena itu, kita juga dapat memahami firman Allah SWT, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama,” bahwa Dia juga telah mengajari Adam AS sifat-sifat, karakteristik, dan perbuatannya.
13
Selain itu, terdapat pula ayat lain yang juga berarti perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut.
وما كان الؤمنون لينفروت كآفة فلوال نفر من كل فرقة منهم طائفة )122( ليتفقهوا الدين ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah (9): 122) Menurut Al-Maraghi, ayat tersebut merupakah isyarat tentang wajibnya mendalami
agama,
bersedia
mengajarkannya
di
tempat-tempat
permkiman, dan memberikan pemahaman kepada orang banyak. Dengan demikian, mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mukmin. Orang-orang yang beruntung adalah orang yang memperoleh keempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah – membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang. Dalam hadits riwayat Husain bin Ali di atas, Rasulullah SAW menegaskan dengan menggunakan kata faridhah (wajib atau harus). Hal itu menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakn aktivitasnya dengan baik menurut ukuran ajaran Islam. Apabila maka ia dipandang
14
telah melakukan suatu pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya, tentu mendapatkan kemurkaan-Nya dan akhirnya akan masuk ke dalam neraka. Kalau begitu pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah mewajibkan umatnya belajar. F. Ancaman Bagi Yang Menyembunyikan Ilmu Sehubungan
dengan
kewajiban
mengajar,
Rasulullah
Saw
memperingatkan agar orang yang sudah memiliki ilmu pengetahuan (orang alim, ustadz, atau guru) tidak kikir dalam memberikan ilmunya, apalagi sampai menyembunyikannya. Berikut ini haditsnya.
َ ُ َّ َ ْ َّ َ َ َ َْ ُ َ ْ َ ُ ال َر ُس ْو َ ل هللا َعل ْي ِه َو َسل َم َم ْن ُس ِئ َل َع ْن ِعل ٍم هللا صلى ق عن ا ِبى هريرة ِ ْ َ ُ َف َك َت َم ُه ْال َج َم ُه هللا ِب ِل َج ٍام ِم ْن ن ٍار َي ْو َم ال ِق َي َام ِة
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,” Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya (tidak menjawabnya), Allah akan mengekangnya dengan kekangan api neraka pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad) Menurut Al-Khaththabi, orang yang menahan diri dari berbicara disamakan dengan mengekang lidahnya dari berbicara tentang kebenaran, menginformasikan ilmu, dan menjelaskannya, maka ia akan diazab di akhirat dengan kekangan api neraka. Hal ini berlaku pada ilmu yang jelas baginya kefardhuannya. Misalnya, seseorag yang melihat atau mengetahui bahwa ada orang kafir yang mau masuk Islam dan berkata,” Ajarilah aku tentang Islam, apa itu Islam, dan bagaimana aku mengerjakan shalat.” Begitu juga dengan masalah halal dan haram. Apabila tidak termasuk ke dalam hal yang sudah disebutkan, maka tidak termasuk dharuri (sangat dibutuhkan oleh manusia).
15
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dari segi urgensinya, ilmu itu terbagi menjadi dharuri dan tidak dharuri. Ilmu yang termasuk kategori dharuri sama sekali tidak boleh disembunyikan Artinya apabila orang yang memiliki ilmu tersebut ditanya oleh orag yang membutuhkannya ia wajib menjawab, baik lisan maupun tulisan. Akan tetapi, apabila ilmu kategori kedua (tidak dharuri), seperti ilmu tentang teknologi atau ekonomi, maka orang yang ditanya itu tidak wajib menjawabnya. Orang yang menyembunyikan ilmu terutama ilmu syariat seperti yang dikemukakan di atas, di ancam oleh Allah dengan laknat-Nya dan laknat makhluk-Nya sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam AlKitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (QS. Al-Baqarah: 159) Menurut Fakhruddin Ar-Razi, ketentuan ayat ini berlaku bagi semua yang menyembunyikannya agama kandatipun ia turun dalam kasus orang Yahudi dan Nasrani yang menyembunyikannya isi Taurat ketika ditanya oleh orang-orang Anshar tentang sifat-sifat Nabi. Mereka tidak mau menjawab dan menjelaskan sifat Beliau yang sudah dijelaskan oleh Allah dalam kitab Taurat. Setiap orang yang menyembunyikan apa pun yang diperintahkan, agama untuk disampaikan, baik ajaran agama, ilmu pengetahuan, maupun hak manusia. Memang tidak semua yang kita ketahui harus disampaikan kepada orang lain karena tergantung kepada keadaan dan tidak semua pertanyaan harus dijawab. Dari analisis di atas perlu diingatkan bahwa orang yang memiliki ilmu tentang syariat (guru agama Islam atau guru Al-Qur’an) tidak boleh bakhil dengan ilmu. Jangan seperti pakar teknologi atau ilmu duniawi lainnya yang mau memberikan ilmunya asalkan dibayar mahal. Pandanglah honor
16
yang diterima itu sebagai uang muka (mardhatillah). Yakinlah bahwa pahala dari Allah jauh lebih besar daripada gaji atau honor yang diberikan oleh manusia di dunia. KESIMPULAN Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang utama, mulia dan penting. Oleh sebab itu semua harus menyadari tentang hal ini, untuk membentuk keshalehan individu dan keshalehan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Paling tidak setiap pendidik pada lembaga pendidikan manapun harus mampu menyadari akan keutamaan dan pentingnya ilmu, lalu menyalurkannnya kepada peserta didik, sehingga manfaat dan fungsi ilmu pengetahuan dapat dirasakan secara menyeluruh, bukan sekadar formalitas belaka. Firman Allah dalam al-Qur’an, hadits-hadits Rasulullah serta pandangan ulama, sebagaimana dipaparkan di atas adalah bukti kongkrit akan keutamaan, kemulian dan pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan. Ia adalah kunci bagi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat. DAFTAR PUSTAKA Kurniawan, Syamsul, & Salim, Haitami Moh, 2012, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Umar, Bukhari,2012, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Hadis), Jakarta: AMZAH Azra, Azyumardi, 2002, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Departemen AgamaRI Al-Ghazali Imam, 2014, Mukhtashar Ihya’ Ulumiddin, Depok: Keira Publishing
17