KONDISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEKERJA KEHUTANAN DI IUPHHK-HA PT DASA INTIGA KALIMANTAN TENGAH
RADIK MADYA MAULID
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Radik Madya Maulid NIM E14120064
ABSTRAK RADIK MADYA MAULID. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh EFI YULIATI YOVI. Kegiatan pengelolaan hutan merupakan kegiatan yang tergolong berbahaya dan memiliki resiko tinggi. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat melalui sistem manajemen K3, maka akan tercipta lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien serta adanya jaminan kualitas kerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kondisi K3, kepuasan kerja, gejala kelelahan kumulatif dan status gizi pekerja di PT Dasa Intiga. Penelitian ini dianalisis melalui hasil wawancara pada kuesioner yang disediakan. Hasilnya sebanyak 28.89% responden pernah mengalami kecelakaan kerja dan jatuh dari sepeda motor merupakan kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Sakit pinggang, kaku pada leher dan pundak, dan nyeri punggung bawah adalah keluhan penyakit yang banyak dirasakan. Hasil analisis regresi logistik biner menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah kontrak kerja dan alat kerja. Gejala kelelahan kumulatif pekerja di PT Dasa Intiga yang dominan adalah aspek fisik, kemudian aspek mental dan aspek sosial. Tingkat kecukupan energi dan status gizi dari responden adalah normal. Kata kunci: gejala kelelahan, kepuasan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja
ABSTRACT RADIK MADYA MAULID. Occupational Safety and Health Conditions of Forestry Workers in IUPHHK-HA PT Dasa Intiga, Cental Kalimantan. Supervised by EFI YULIATI YOVI. Forest management activities are activities that are considered dangerous and risky. The implementation of occupational safety and health (OSH) through OSH management system will create a safe, healthy, and comfortable working environment. Consequently, it becomes more productive and efficient, and thus assuring quality work. This study aimed to identify the OSH system condition, job satisfaction, cumulative fatigue symptoms and nutritional status of employees at PT Dasa Intiga. Research data was taken from interviews based on a prepared questionnaires. The resut showed that as much as 28.89% of respondents had had working accident(s) and the most frequently occurring one was motorcycle accident. Waist pain, stiffness in the neck and shoulders, and lower back pain were grievance that often reported. The result of binary logistic regression analysis showed that factors that influence job satisfaction were the employment contract and working tools. Symptoms of cumulative fatigue of workers at PT Dasa Intiga were dominantly the physical aspect, followed with the mental aspect and the social aspect. The level of energy sufficiency and nutritional status of the respondents were normal. Keywords: fatigue symptoms, job satisfaction, occupational safety and health
KONDISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEKERJA KEHUTANAN DI IUPHHK-HA PT DASA INTIGA KALIMANTAN TENGAH
RADIK MADYA MAULID
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April 2016 ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja, dengan judul Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Efi Yuliati Yovi, SHut MLife Env Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan pengarahan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh kerabat Manajemen Hutan 49 atas kritik, saran dan dorongan semangatnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf PT Dasa Intiga yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2016 Radik Madya Maulid
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
3
Pemilihan dan Jumlah Responden
3
Pengumpulan Data
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kerja dan K3
6 6
Kepuasan Kerja
11
Gejala Kelelahan Kumulatif
14
Strategi Pengembangan Sistem Manajemen K3
19
Asupan Gizi
21
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Pengukuran suhu dan kelembaban udara 2 Data personal responden 3 Jenis kecelakaan kerja, near miss accident dan hari kerja hilang periode tahun 2013−2015 4 Kondisi kesehatan kerja pekerja PT Dasa Intiga 5 Tabel klasifikasi 6 Peubah penjelas yang nyata terhadap peubah respon, uji Wald dan nilai dugaan rasio odds 7 Kelompok pertanyaan indeks kumulatif gejala kelelahan 8 Pemakaian APD 9 Saran perbaikan responden kepada perusahaan 10 Sebaran asupan energi dan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis pekerjaan 11 Status gizi berdasarkan jenis pekerjaan
7 8 9 11 12 13 15 19 20 22 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Akumulasi gejala kelelahan seluruh responden Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan usia Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan lama kerja Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan jenis pekerjaan
15 16 17 18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan pengelolaan hutan merupakan kegiatan yang tergolong berbahaya dan memiliki risiko tinggi. Pekerjaan di bidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja sulit, beban kerja yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas kerja pekerja hutan), dan risiko kecelakaan yang tinggi (Yovi 2007). Iklim tropis di Indonesia dengan suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memberikan beban kerja yang lebih tinggi bagi tubuh dan dapat memengaruhi kondisi kesehatan dan stamina pekerja pada saat melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat. Selain itu, sebagian besar pekerja kehutanan di Indonesia memiliki tingkat pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang rendah (Yovi et al. 2012, 2016; Yovi dan Yamada 2015). Penerapan K3 dilakukan untuk menciptakan lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien serta adanya jaminan kualitas kerja. Menurut Suma’mur (1988) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala upaya untuk mengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. K3 pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan melalui sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Menurut Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang SMK3, SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha (UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan). Pemeliharaan pekerja adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap pekerja, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Perlindungan dan pemeliharaan pekerja merupakan hal yang penting, oleh karena itu SMK3 harus diterapkan dengan sebaik-baiknya oleh perusahaan. Evaluasi sistem manajemen K3 adalah hal yang harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya suasana yang aman dan nyaman pada lingkungan kerja bidang kehutanan. Metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi manajemen K3 ini diantaranya adalah penelitian mengenai kondisi K3, kepuasan kerja, gejala kelelahan kumulatif dan asupan gizi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kondisi K3, kepuasan kerja, gejala kelelahan kumulatif dan status gizi pekerja di PT Dasa Intiga.
2
Perumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi kerja dan K3 pekerja kehutanan di PT Dasa Intiga. 2. Bagaimana tingkat kepuasan kerja pekerja kehutanan yang menjadi fokus kajian penelitian ini. 3. Bagaimana akumulasi gejala kelelahan kumulatif akibat kerja pada pekerja kehutanan di PT Dasa Intiga. 4. Bagaimana tingkat kecukupan energi dan status gizi pekerja kehutanan di PT Dasa Intiga.
Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kondisi kerja dan K3 pekerja kehutanan. 2. Mengukur tingkat kepuasan kerja dan mengetahui faktor yang memengaruhi kepuasan kerja pekerja kehutanan. 3. Mengukur indeks kumulatif gejala kelelahan pekerja kehutanan. 4. Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi dan status gizi.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan mengenai evaluasi sistem manajemen K3 yang telah dilaksanakan dan menjadi informasi dasar untuk keselamatan dan kesehatan kerja dibidang kehutanan Indonesia. Melalui perbaikan sistem manajemen K3 yang perlu dilakukan, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan pada hutan alam. Pekerja yang dikaji adalah pekerja setingkat supervisor dan pekerja pada bidang lain seperti perencanaan lapangan, persemaian, penebangan, penyaradan, pengangkutan, Sumber Daya Manusia (SDM), serta administrasi dan TUK (Tata Usaha Kayu).
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal kerja IUPHHK-HA PT Dasa Intiga, Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2016.
3
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam proses pengambilan data yaitu: alat tulis, kamera, termometer digital, kuesioner, dan laptop yang dilengkapi dengan software Microsoft Office, excel 2016 dan software SPSS versi 2.1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data personal responden, kondisi K3, kepuasan kerja, asupan gizi dan keluhan gejala kelelahan kumulatif dari pekerja kehutanan di PT Dasa Intiga.
Pemilihan dan Jumlah Responden Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Jumlah responden yang dipilih sebanyak 45 orang dengan pertimbangan 8 jenis pekerjaan yang berbeda seperti: pekerja setingkat supervisor dan pekerja pada bidang lain seperti perencanaan lapangan, persemaian, penebangan, penyaradan, pengangkutan, sumber daya manusia, serta administrasi dan TUK. Kriteria supervisor pada penelitian ini adalah pekerja setingkat kepala bagian dan manajer, kriteria lainnya adalah usia (muda: < 30 tahun dan tua: ≥ 30 tahun) dan lama kerja (pekerja baru: < 10 tahun dan pekerja lama: ≥ 10 tahun).
Pengumpulan Data Penelitian ini mengadaptasi metode penelitian yang dilakukan oleh Yoshimura dan Acar (2004) dan penelitian sebelumnya mengenai kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri atas dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan yaitu observasi dan wawancara. Observasi berupa pengambilan data langsung dari lapangan meliputi pengukuran suhu dan kelembaban udara. Wawancara dilakukan secara semistruktur dengan menggunakan kuesioner terhadap responden. Data pada kuesioner meliputi data personal, kondisi K3, pengalaman kecelakaan kerja, kepuasan kerja, dan gejala kelelahan kumulatif. Data sekunder diperoleh dari data yang telah tersedia pada PT Dasa Intiga seperti mengutip buku serta data-data lain yang berhubungan dengan penelitian ini untuk menambah kelengkapan data.
Prosedur Analisis Data Kondisi Kerja dan K3 Data kondisi kerja dan K3 diperoleh dari hasil kuesioner yang yang diisi oleh responden. Hasil tersebut direkapitulasi ke dalam tabel kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan data sekunder dan literatur yang ada sehingga mendapatkan gambaran mengenai kondisi kerja dan K3 pada lokasi yang diteliti. Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan menggunakan termometer digital. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Pengukuran pertama dilakukan pada pagi hari pukul 08:00, pengukuran kedua dilakukan pada siang hari pukul 13:00 dan pengukuran ketiga dilakukan pada sore hari pukul 17:00. Masing-masing
4
pengukuran dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Lokasi pengukuran dilakukan pada setiap tempat aspek kegiatan yang diteliti, diantaranya pada camp tarik, pusat, cabang, persemaian, petak tebang, dan kantor camp. Hasil pengukuran dari berbagai lokasi tersebut dapat digunakan dalam mendeskripsikan besaran suhu setiap kegiatan kehutanan yang diteliti. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja dianalisis melalui kuesioner yang menanyakan kepuasan kerja seseorang terhadap peubah bebas yang dinilai dengan skala Likert. Menurut Davis dan Newstrom (1996) diacu dalam Anggraeni (2004) kepuasan kerja merupakan perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, periode kerja, hubungan dengan pegawai lainnya, suasana dan lingkungan pekerjaan, penempatan kerja, dan jenis kerja, sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Oleh Karena itu, dalam analisis peubah terikat yaitu kepuasan kerja dan peubah bebas yaitu jenis pekerjaan, gaji, jenis kontrak kerja, alat kerja, fasilitas kerja, aksesibilitas, dan lokasi kerja. Kuantifikasi penilaian skala Likert dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Skor 5 adalah sangat puas, 2. Skor 4 adalah puas, 3. Skor 3 adalah cukup puas, 4. Skor 2 adalah tidak puas, dan 5. Skor 1 adalah sangat tidak puas. Faktor-faktor yang diduga memengaruhi kepuasan kerja dianalisis menggunakan regresi logistik biner. Skala Likert yang telah dibentuk disederhanakan menjadi dua kategori, yaitu 1 (puas) dan 0 (tidak puas). Apabila peubah responnya terdiri atas dua kategori yaitu Y = 1 (sukses) dan Y = 0 (gagal), metode regresi logistik yang dapat diterapkan adalah regresi logistik biner (Agresti 1990 diacu dalam Sari 2013). Regresi logistik adalah prosedur pemodelan yang diterapkan untuk memodelkan peubah respon (Y) yang bersifat kategorik berdasarkan satu atau lebih peubah prediktor (X) (Sari 2013). Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa peranan peubah penjelas yang ada didalam model. Menurut Hosmer dan Lemeshow (2000) untuk mengetahui peran seluruh peubah penjelas didalam model secara bersamasama maka digunakan statistik uji G. Hipotesis uji G yang diuji yaitu: H0 : semua peubah penjelas tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. H1 : paling sedikit ada satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Pengambilan keputusan pada uji G ini yaitu terima H0 apabila nilai-p > α dan tolak H0 apabila nilai-p < α, sedangkan α merupakan tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 95 % (0.05). Selanjutnya dapat dilihat keragaman dari model yang dilihat dari Nagelkerke R Square. Kemudian dilakukan uji Hosmer dan Lemeshow yang dilakukan untuk menentukan apakah model yang dibentuk sudah tepat atau tidak. Hipotesis uji Hosmer dan Lemeshow yang diuji yaitu: H0 : Model kepuasan kerja layak untuk digunakan. H1 : Model kepuasan kerja tidak layak untuk digunakan. Pengambilan keputusan pada uji Hosmer dan Lemeshow ini yaitu terima H0 apabila nilai-p > α dan tolak H0 apabila nilai-p < α, sedangkan α merupakan tingkat
5
kepercayaan yang digunakan sebesar 95 % (0.05). Selanjutnya dilakukan uji Wald untuk menguji peubah penjelas secara parsial. Hipotesis uji Wald yang diuji yaitu: H0 : peubah penjelas tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. H1 : peubah penjelas berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Tingkat kepercayaan (α) yang digunakan sebesar 95 % (0.05) sehingga pengambilan keputusan pada uji Wald ini yaitu terima H0 apabila nilai-p > α dan tolak H0 apabila nilai-p < α. Kemudian dapat dibentuk persamaan model regresi logistik kepuasan kerja. Selanjutnya dilakukan interpretasi koefisien dengan menggunakan nilai rasio odds. Gejala Kelelahan Kumulatif Gejala kelelahan kumulatif pada pekerja kehutanan dianalisis menggunakan Cumulative Fatigue Symptom Index (CFSI) atau Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan (Kosugo et al. 1992 diacu dalam Yoshimura dan Acar 2004). CFSI menggunakan 74 dari 81 pertanyaan berupa keluhan yang ditanyakan kepada responden, kemudian responden diarahkan untuk menjawab pertanyaan “ya atau tidak”. Nilai hasil dari setiap pertanyaan dihitung menggunakan persamaan berikut: 𝑟=
𝑦 𝑇
Keterangan: r = nilai hasil setiap pertanyaan y = jumlah total dari jawaban “ya” dari setiap pertanyaan T = jumlah total dari responden Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikelompokan dalam 8 karakter. Nilai keluhan untuk setiap kelompok dihitung menggunakan persamaan berikut: 𝑅=
𝑌 𝑘𝑇
Keterangan: R = nilai hasil untuk setiap kelompok pertanyaan Y = jumlah total dari jawaban “ya” untuk pertanyaan pada setiap kelompok T = jumlah total dari responden k = jumlah pertanyaan pada setiap kelompok Asupan Gizi Asupan gizi dianalisis menggunakan metode food recall melalui kuesioner yang disajikan pada 3 orang responden dengan 3 jenis pekerjaan yang berbeda. Responden diminta data tinggi badan, berat badan dan asupan gizi atau makanan yang telah dikonsumsi oleh responden selama 24 jam terakhir selama 7 hari. Data konsumsi selanjutnya dikonversi menggunakan tabel Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) untuk mengetahui kandungan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam Subarna (2012) nilai kandungan zat gizi dapat diperoleh dengan rumus: 𝐾𝐺𝑖𝑗 = ∑(
𝐵𝑗 𝐵𝐷𝐷𝑗 ×𝐺𝑖𝑗× ) 100 100
6
Keterangan: KGij = jumlah zat gizi i dari setiap jenis pangan j Bj = berat pangan j (gram) Gij = kandungan zat gizi i dari pangan j BDDj = persen jumlah pangan j yang dapat dimakan Anggraeni (2012) menyatakan bahwa untuk mendapatkan tingkat kecukupan zat gizi melalui rumus: 𝑇𝐾𝐺 = (
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 )×100 𝑘𝑒𝑐𝑢𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Konsumsi merupakan rata-rata dari asupan gizi aktual. Kecukupan gizi aktual merupakan standar asupan zat gizi yang harus diperoleh menurut berat badan aktual dibandingkan dengan berat badan standar yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) kemudian dikali dengan asupan zat gizi standar yang terdapat pada AKG. Untuk mengetahui status gizi dapat diperoleh dengan rumus (Anggraeni 2012): 𝐼𝑀𝑇 =
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 𝑇𝐵 (𝑐𝑚)2
Keterangan: IMT = Indeks massa tubuh BB = Berat badan aktual TB = Tinggi badan aktual
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Kerja dan K3 Menurut Setiawan (2010), keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Kecelakaan kerja merupakan akibat yang dapat ditimbulkan di tempat kerja. Risiko kecelakaan kerja dapat diminimalkan dengan memakai perlengkapan perlindungan milik perusahaan, melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan mengadakan pelatihan kepada tenaga yang kurang terampil. Kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Untuk menciptakan sistem manajemen K3 yang baik diperlukan program perlindungan K3 yang efektif dengan cara mengumpulkan data dan informasi mengenai kondisi fisik dan K3 dari lingkungan kerja pekerja kehutanan. Kondisi Fisik Lingkungan Kerja IUPHHK-HA PT Dasa Intiga secara geografis terletak pada koordinat 00°6’−01°33’ LU dan 114°17’−114°39’ BT termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Kapuas Tengah dan Timpah, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Areal tersebut berada pada kelompok Hutan Sungai Kuatan sampai Sungai
7
Hyang dan termasuk dalam DAS Kapuas (Sub DAS Kuatan dan Sub DAS Hyang). Letak geografis yang berada di garis khatulistiwa ini mengakibatkan suhu pada lingkungan kerja PT Dasa Intiga tinggi. Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu di lingkungan kerja PT Dasa Intiga melebihi suhu nikmat kerja yang dianjurkan. Suhu yang dianjurkan di tempat kerja yaitu sekitar 24−26 °C dan kelembaban 65−95 %, suhu tersebut merupakan suhu nikmat kerja di Indonesia (Suma’mur 1996 diacu dalam Siswantiningsih 2010). Berikut merupakan tabel hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara di PT Dasa Intiga. Tabel 1 Pengukuran suhu dan kelembaban udara Tempat Temperatur (°C) Kelembaban (%) 28.34 ± 1.83 85.89 ± 4.91 Camp cabang 28.78 ± 1.26 83.56 ± 5.56 Camp pusat 31.38 ± 2.30 79.56 ± 8.67 Camp tarik 28.92 ± 1.97 82.89 ± 8.20 Kantor camp 28.88 ± 1.84 81.44 ± 11.4 Persemaian 29.77 ± 1.67 79.55 ± 3.90 Petak tebang Suhu tertinggi ada pada camp tarik, hal tersebut karena letak camp berada pada tengah lapang yang kosong tidak tertutup vegetasi. Suhu terendah ada pada camp cabang, karena lokasi camp berada di lembah bukit, di sekitar camp tersebut juga terdapat arboretum sehingga menciptakan suhu sejuk pada pagi hari. Suhu maksimal pada setiap tempat yang diukur umumnya terjadi pada siang hari, ketika panas matahari sedang memuncak, sedangkan suhu mínimum pada setiap tempat yang diukur terjadi pada pagi hari. Bekerja pada lingkungan diluar zona nyaman akan mempercepat kelelahan kerja seseorang (Santoso 2004 diacu dalam Susanto 2015). Kondisi Responden Pekerja PT Dasa Intiga sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 43 responden dan 2 responden berjenis kelamin perempuan. Pekerja yang berjenis kelamin perempuan kebanyakan bekerja pada bagian persemaian, sedangkan bagian lainnya adalah laki-laki. Status pernikahan responden lebih dari setengahnya sudah menikah, selain itu ada yang bercerai dan ada yang masih bujang. Pendidikan terakhir responden terlihat sebanyak 57.78 % lulusan SMA atau lebih tinggi, sebanyak 33.33 % lulusan SMP dan sisanya merupakan lulusan SD atau dibawahnya. Menurut Putra (2012), tenaga kerja dibedakan menjadi 2, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Pekerja yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batas usia kerja versi Bank Dunia adalah antara 15 hingga 64 tahun (Dumairy 1996). Usia seluruh responden pekerja PT Dasa Intiga lebih dari 15 tahun yang berarti sudah tergolong dalam tenaga kerja. Lebih dari setengah responden di PT Dasa Intiga memiliki kontrak kerja musiman dan yang lainnya tetap. Pekerja musiman rata-rata pada pekerja lapang seperti operator chainsaw, asisten chainsaw, operator bulldozer dan asisten bulldozer, serta
8
sebagian bidang perencanaan dan bidang persemaian. Berikut merupakan Tabel 2 yang memperlihatkan kondisi personal seluruh responden. Tabel 2 Data personal responden Karakteristik Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 43 95.56 Perempuan 2 4.44 Usia < 30 tahun 14 31.11 ≥ 30 tahun 31 68.89 Status Pernikahan Belum nikah 14 31.11 Nikah 31 68.89 Pendidikan terakhir SD atau dibawahnya 4 8.89 SMP 15 33.33 SMA atau lebih tinggi 26 57.78 Jenis Pekerjaan Penebangan 6 13.33 Perencanaan 8 17.78 Persemaian 5 11.11 Pengangkutan 4 8.89 Penyaradan 8 17.78 Administrasi dan TUK 4 8.89 HRD/SDM 3 6.67 Supervisor 7 15.56 Jenis Kontrak Kerja Tetap 22 48.89 Musiman 23 51.11 Lama Bekerja < 10 tahun 24 53.33 ≥ 10 tahun 21 46.67 Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan tidak diharapkan serta mengakibatkan kerugian hilangnya hari kerja satu hari atau lebih (Suma’mur 1993). Kecelakaan terjadi secara tidak terduga. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terkait dengan hubungan kerja perusahaan. Kecelakaan kerja di sektor kehutanan sangat tinggi oleh karena itu perlu ditangani dengan serius, hal ini dikarenakan kecelakaan kerja dapat menyebabkan banyak kerugian baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan. Selain kecelakaan kerja, dikenal juga kejadian hampir celaka atau near-miss accidents, yaitu sebuah situasi yang hampir menyebabkan kecelakaan. Yoshimura dan Acar (2004) menyatakan bahwa dalam mengidentifikasi faktor risiko terhadap kecelakaan kerja membutuhkan informasi mengenai kejadian hampir celaka. Kejadian hampir celaka dapat berpotensi menjadi kecelakaan kerja yang sebenarnya sehingga hal ini penting untuk diketahui. Menurut ILO (1998) pelaporan, pencatatan, pemberitahuan dan penyelidikan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja harus dikerjakan untuk:
9
1. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada tingkat perusahaan dan nasional, 2. Mengidentifikasi permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja utama yang timbul dari kegiatan kehutanan, 3. Menentukan prioritas tindakan, 4. Meningkatkan cara efektif yang berkaitan dengan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, 5. Memantau keefektivitas yang diambil untuk menjamin tingkat kepuasan keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan kuesioner sebanyak 13 responden (28.89 %) pernah mengalami kejadian celaka dan hampir celaka. Satu responden pernah mengalami lebih dari satu kali kecelakaan. Menurut Idris dan Soemarno (1988) diacu dalam Fadillah (2010) jenis kecelakaan kerja dikelompokkan menjadi 3 jenis, sebagai berikut: a. Kecelakaan kecil, yaitu jenis kecelakaan yang mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk kerja kurang dari 3 hari. b. Kecelakaan besar, yaitu jenis kecelakaan yang mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk kerja lebih dari 3 hari. c. Kecelakaan yang menyebabkan meninggal. Tabel 3 dibawah ini menunjukkan jenis kecelakaan kerja, near miss accident yang terjadi pada periode tahun 2013−2015. Tabel 3 Jenis kecelakaan kerja, near miss accident dan hari kerja hilang periode tahun 2013−2015 Jumlah kejadian Hari kerja hilang No Jenis kecelakaan (kali) (hari) 1 Jatuh dari sepeda motor 7 60,0,0,0,0,0,0 2 Tersengat lebah 6 2,0,0,0,0,0 3 Kena parang 2 30, 30 Tabrakan antara mobil logging 4 2 150,0 dengan mobil lain 5 Hampir tertimpa pohon 2 0,0 6 Mobil logging menabrak orang 1 0 7 Chainsaw tertindih pohon 1 0 8 Kena seling 1 0 Jenis kecelakaan kerja yang umumnya terjadi adalah jatuh dari sepeda motor. Kecelakaan yang tergolong besar ini terjadi karena lingkungan kerja PT Dasa Intiga memiliki tekstur berpasir, hal ini menyebabkan ban mudah slip. Menurut RKUPHHK PT Dasa Intiga, lingkungan kerja di PT Dasa Intiga yaitu memiliki bentuk wilayah datar sampai landai dengan kelas kelerengan berkisar dari 0−15 % dan ketinggian tempat berkisar antara 100−300 mdpl serta memiliki suhu rata-rata yang diatas suhu nikmat kerja yang dianjurkan. Jenis tanahnya terdiri atas 2 jenis ordo yaitu podsolik merah kuning dan podsol. Kejadian jatuh dari motor menyebabkan 1 responden mengalami kerugian sebanyak 60 hari kerja hilang. Responden menyebutkan kejadian tersebut sudah berlangsung lama, sekitar tahun 2013, dan luka yang diterimanya adalah bahu retak, sehingga membutuhkan waktu 60 hari untuk penyembuhan. Kecelakaan yang umumnya terjadi selanjutnya adalah
10
tersengat lebah, hal tersebut terjadi ketika musim berbunga yang menyebabkan 2 hari kerja hilang. Pekerja yang umumnya sering tersengat lebah adalah pekerja pemanenan, karena pada saat itu penebang menebang pohon yang terdapat sarang lebah diatasnya. Jenis kecelakaan ini tergolong kedalam jenis kecelakaan kecil, namun seharusnya pekerja tidak menurunkan tingkat kewaspadaannya terhadap lingkungan karena pekerjaan dibidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan yang berbahaya yang memiliki risiko kecelakaan yang tinggi (Yovi 2007). Kecelakaan selanjutnya adalah terkena parang yang menyebabkan 2 responden harus libur selama 30 hari. Responden menyebutkan bahwa kejadian tersebut terjadi karena dirinya kurang waspada, hal ini sejalan dengan pernyataan Fadillah (2010) yang menyatakan bahwa kasus kecelakaan yang terjadi biasanya karena pekerja yang kurang hati-hati. Kecelakaan yang berat lainnya adalah tabrakan antara mobil logging dengan mobil lain yang menyebabkan patah kaki sehingga sebanyak 150 hari kerja hilang. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2013 dan 2014 karena kondisi cuaca yang tidak menentu menyebabkan operator sulit untuk memprediksinya. Kecelakaan lainnya yang menimpa mobil truk logging adalah mobil logging menabrak orang, responden tidak mengalami luka sehingga tidak mengurangi hari kerja namun orang yang ditabrak mengalami luka yang cukup parah. Kesehatan Kerja Lalu (2005) menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial. Menurut Kuswana (2016) kesehatan kerja adalah suatu keadaan seorang pekerja yang terbebas dari gangguan fisik dan mental sebagai akibat pengaruh interaksi pekerjaan dan lingkungannya. Kesehatan merupakan unsur penting bagi manusia untuk dapat melakukan suatu pekerjaan. Pekerjaan apapun yang dilakukan tidak akan maksimal jika kesehatan berkurang, sehingga berakibat pada menurunnya produktivitas. Jenis keluhan yang terdapat pada Tabel 4 merupakan jenis keluhan yang umumnya dirasakan oleh pekerja kehutanan (Yovi dan Prajawati 2015). Berdasarkan Tabel 4 jenis keluhan yang paling banyak dirasakan responden terdapat dapat pada sakit pinggang yaitu sebesar 55.56 %, hal tersebut terjadi karena posisi tubuh responden dalam melakukan pekerjaannya tetap atau tidak banyak bergerak sehingga meyebabkan sakit ketika berubah posisi. Kebanyakan resonden melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk, membungkuk, dan jongkok. Keluhan kedua yang banyak dirasakan oleh responden adalah kaku pada leher atau pundak yaitu sebesar 51.11 %. Keluhan selanjutnya yang juga banyak dirasakan oleh responden adalah nyeri punggung bawah yaitu sebesar 46.67 %. Menurut Yovi dan Prajawati (2015) pekerja bagian penebangan, pembagian batang, dan penyaradan manual memiliki risiko tinggi terkena Musculosceletal Disorders (MSDs). Hal tersebut terjadi karena pekerja melakukan dengan posisi tubuh yang tidak nyaman dan dilakukan secara berulang ditambah dengan beban kerja yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Colantony et al. (2012) bahwa MSDs disebabkan oleh mengangkat beban berat, posisi tubuh yang salah dan gerakan yang berulang. Kondisi pendengaran responden hampir semua normal. Meskipun tidak semua responden bekerja dibagian yang menyebabkan kebisingan seperti bagian
11
penebangan, penyaradan, pengangkutan, namun responden yang berada dibagian tersebut mengaku kondisi pendengarannya masih normal. Menurut penelitian yang dilakukan Widiastuti (2014) tingkat kebisingan dari chainsaw sebesar 97.6 dBA yang melebihi nilai ambang batas normal sebesar 85 dBA. Terpapar kebisingan yang tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pengaruh dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengar (Mulia 2005). Menurut Buchari (2007) diacu dalam Widiastuti (2014) gangguan kesehatan yang ditimbulkan berupa gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Berdasarkan catatan klinik perusahaan, pekerjanya banyak yang terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Hal ini terjadi karena lingkungan kerja PT Dasa Intiga merupakan tanah berpasir, sehingga ketika kendaraan besar melintas debu pasir bisa sampai menutupi jalan. Selain itu perilaku pekerja yang umumnya perokok, terlihat dari Tabel 4 bahwa jumlah responden perokok sebanyak 66.67 %. Mengurangi dampak kesehatan akibat pekerjaan pada pekerja bisa dilakukan dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap seperti helm, sarung tangan, masker, earplug, pelindung mata, jaket keselamatan, celana keselamatan dan sepatu keselamatan. Berikut merupakan Tabel 4 yang menunjukkan kondisi kesehatan kerja pekerja PT Dasa Intiga. Tabel 4 Kondisi kesehatan kerja pekerja PT Dasa Intiga Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%) Kaku pada leher atau pundak 23 51.11 Nyeri punggung bawah 21 46.67 Sakit pinggang 25 55.56 Sakit pada bahu kanan 18 40.00 Sakit pada bahu kiri 17 37.78 Sakit pada lengan kanan atas 13 28.89 Sakit pada lengan kanan bawah 13 28.89 Sakit pada lengan kiri atas 5 11.11 Sakit pada lengan kiri bawah 7 15.56 Lain-lain: Sakit pada kaki 1 2.22 Merokok 30 66.67 Minuman Keras 9 20.00 Kondisi pendengaran: Normal 44 97.78 Terganggu 1 2.22 Gangguan fisik 0 0.00 Pernah terserang ISPA 11 24.44
Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pekerja tentang menyenangkan atau tidak menyenangkan didalam pekerjaannya (Rivai 2006). Kepuasan mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, hal ini tampak pada
12
sikap positif pekerja terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Pekerja akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan seperti upah atau gaji yang diterima, periode kerja, hubungan dengan pegawai lainnya, suasana dan lingkungan pekerjaan, penempatan kerja, dan jenis kerja dan aspek-aspek dirinya seperti umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tidak menyokong, maka pekerja akan merasa tidak puas. Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja, untuk melihat faktor mana saja yang memengaruhi kepuasan kerja dilakukan analisis regresi logistik biner. Hasil analisis dengan menggunakan 7 peubah penjelas menghasilkan nilai-p pada Uji G sebesar 0.001, yang berarti tolak H0, hal tersebut menunjukkan bahwa setidaknya ada satu peubah penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada taraf nyata 0.05. Keragaman dari model kepuasan kerja dapat terlihat dari nilai Nagelkerke R Square yaitu sebesar 0.608, artinya keragaman kepuasan kerja seorang pekerja dapat dijelaskan oleh model sebesar 60.8 % dan sisanya sebesar 39.2 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pengujian Hosmer dan Lemeshow menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0.606 yang berarti terima H0, hal tersebut menunjukkan bahwa model kepuasan kerja layak untuk dipakai. Tabel 6 menunjukkan seberapa besar model mampu memprediksikan kepuasan kerja secara tepat.
Aktual Tidak Puas Puas
Tabel 5 Tabel klasifikasi Prediksi Tidak Puas Puas 8 03 3 31 Persen Keseluruhan (%)
Persen Benar (%) 72.7 91.2 86.7
Secara keseluruhan persen kebenaran sebesar 86.7 %, artinya model mampu untuk memprediksikan kepuasan kerja dengan baik. Berdasarkan Tabel 6, kolom tidak puas dengan tidak puas bernilai 8 dan kolom tidak puas dengan puas bernilai 3, artinya ketidakpuasan diprediksi secara tepat sebanyak 8 dari 45 responden sedangkan 3 dari 45 responden lainnya salah prediksi. Kolom puas dengan tidak puas bernilai 3 dan kolom puas dengan puas bernilai 31, artinya sebanyak 31 dari 45 responden kepuasan diprediksi secara tepat dan 3 dari 45 responden lainnya salah prediksi. Hasil pengujian parameter secara parsial dengan menggunakan Uji Wald menunjukkan bahwa terdapat dua peubah penjelas yang menolak H0 yaitu kontrak kerja dan alat kerja, artinya peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap kepuasan kerja pada taraf nyata 0.05. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan maka model yang dapat dibentuk adalah: ĝ(x) = -1.666 + 1.147 X1 + 1.298 X2 + 2.554 X3 + 3.388 X4 + 0.313 X5 – 0.226 X6 – 0.011 X7 Keterangan: ĝ(x) = Kepuasan Kerja X4 = Alat kerja X1 = Jenis pekerjaan X5 = Aksesibilitas X2 = Gaji X6 = Lokasi kerja X3 = Kontrak kerja X7 = Fasilitas kerja
13
Dari peubah-peubah yang diduga memengaruhi kepuasan kerja, peubah yang berpengaruh nyata terhadap kepuasan kerja yaitu X3 (kontrak kerja) dan X4 (alat kerja), hal tersebut dapat terlihat dari nilai signifikansi pada Tabel 5. Taraf nyata yang digunakan adalah 0.05, pada Tabel 5 signifikansi X3 0.023 dan X4 0.036. Nilai X3 dan X4 < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kontrak kerja dan alat kerja berpengaruh nyata terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan hasil uji Wald dapat dijelaskan bahwa untuk setiap pekerja yang kontrak kerjanya berubah dari buruh harian menjadi pegawai tetap maka akan meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Supriatna (2015) menyatakan bahwa jenis kontrak kerja akan berpengaruh terhadap gaji yang diterima. Pekerja tetap akan mendapatkan gaji yang sama tiap bulannya, sedangkan pekerja harian atau musiman mendapatkan gajinya sesuai dengan jumlah hari dia bekerja atau target yang dicapai. Alat kerja dapat dijelaskan bahwa setiap pekerja yang memakai alat kerja yang sudah disiapkan oleh perusahaan yang dipertahankan kualitas dan kuantitasnya maka akan meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Hal ini dikarenakan pekerja yang memakai alat kerja yang sudah disiapkan oleh perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan pekerjaannya, sedangkan pekerja yang memakai alat milik sendiri selain dia membeli alat sendiri dia juga harus merawat kondisi alatnya dengan uangnya sendiri. Tabel 6 Peubah penjelas yang nyata terhadap peubah respon, uji Wald dan nilai dugaan rasio odds SK 95% Rasio Peubah B S.E Wald Sig. odds Lower Upper X1 1.147 1.271 0.815 0.367 3.149 0.261 38.008 X2 1.298 1.126 1.329 0.249 3.663 0.403 33.298 X3 2.554 1.120 5.201 0.023* 12.859 1.432 115.465 X4 3.388 1.615 4.403 0.036* 29.615 1.250 701.524 X5 0.313 1.526 0.042 0.837 1.368 0.069 27.242 X6 -0.226 1.078 0.044 0.834 0.798 0.096 6.601 X7 -0.011 0.050 0.047 0.828 0.989 0.898 1.090 Constant -1.666 2.981 0.312 0.576 0.189 *Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Interpretasi koefisien dari model logistik diatas dapat dilakukan dengan menggunakan nilai rasio odds dengan selang kepercayaan 95 %. Nilai rasio odds dan selang kepercayaan 95 % terdapat pada Tabel 5. Nilai rasio odds kontrak kerja (X3) adalah 12.859, artinya seseorang yang mengalami kenaikan kontak kerja maka kepuasan kerjanya akan meningkat sebesar 12.859 kali dibandingkan dengan orang yang kontrak kerjanya tetap. Berdasarkan tingkat selang kepercayaan 95 %, setiap pekerja yang mengalami kenaikan kontrak kerja akan menyebabkan kepuasan kerjanya meningkat antara 1.432 sampai 115.465, hal tersebut berarti bahwa pekerja yang mengalami kenaikan kontrak kerja akan semakin puas dengan pekerjaannya. Alat kerja memiliki nilai rasio odds 29.615, artinya seseorang yang memakai alat kerja yang telah disediakan oleh perusahaan kepuasan kerjanya akan meningkat sebesar 29.615 kali dibandingkan dengan orang yang memakai alat kerja milik sendiri. Berdasarkan selang kepercayaan 95 %, setiap pekerja yang memakai alat yang telah disediakan perusahaan akan menyebabkan kepuasan kerjanya meningkat antara 1.250 sampai 701.524, hal itu berarti bahwa kepuasan kerja
14
seorang pekerja akan meningkat apabila memakai alat yang telah disediakan oleh perusahaan. Selain kepuasan kerja, ada juga ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan pekerja yang paling tinggi ada diaksesibilitas, yaitu sebanyak 13 responden atau 28.89 %. Banyak dari responden mengeluhkan aksesibilitas karena lokasi tempat kerja yang jauh dari rumah, jauh dari pedesaan, perkotaan, pasar dan minimnya angkutan transportasi. Ketidakpuasan selanjutnya adalah gaji dan fasilitas kerja yang mempunyai nilai sama yaitu 11 responden atau 24.44 %.
Gejala Kelelahan Kumulatif Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto 2003). Menurut Suma’mur (1989) kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa pembakaran dalam otot dan peredaran darah sehingga menyebabkan berkurangnya kemauan untuk bekerja. Kelelahan ditandai oleh rasa berkurangnya kesiapan untuk mempergunakan energi (Sulistyadi dan Lisa 2003). Kuswana (2016) menyatakan bahwa kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Kosugo dan Fujii (2002) diacu dalam Yoshimura dan Acar (2004) mengelompokkan kelelahan menjadi 3 aspek, yaitu aspek fisik, aspek mental dan aspek sosial. Aspek fisik terdiri atas kelelahan umum, gangguan fisik, dan kelelahan kronis. Aspek mental terdiri atas penurunan kekuatan, perasaan cemas, dan perasaan depresi. Aspek sosial terdiri atas perasaan mudah tersinggung dan keengganan bekerja. Faktor yang menyebabkan kelelahan menurut Suma’mur (1989) yaitu keadaan monoton adalah pekerjaan atau lingkungan kerja yang membosankan, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan jiwa seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, dan keadaan gizi, penyakit atau perasaaan sakit. Efek dari kelelahan bisa jangka panjang atau pendek, seperti kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah terganggu, mengurangi kapasitas komunikasi interpersonal yang efektif, berkurangnya koordinasi tangan dengan mata dan persepsi visual, kewaspadaan berkurang, waktu reaksi menjadi lebih lambat, dan memori berkurang (Kuswana 2016). Kuswana (2016) menyebutkan bahwa tidur merupakan satusatunya strategi jangka panjang yang efektif untuk mencegah dan mengelola kelelahan. Otot lelah dapat sembuh dengan istirahat, sedangkan otak hanya dapat dipulihkan dengan tidur. Gejala kelelahan dalam penelitian ini diukur dengan metode Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan atau Cumulative Fatigue Symptom Index (CFSI). CFSI berisi 74 dari 81 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan lagi menjadi 8 kelompok, seperti terlihat pada Tabel 7.
15
Tabel 7 Kelompok pertanyaan indeks kumulatif gejala kelelahan Kelompok Karakteristik Pertanyaan nomor NF1 Penurunan kekuatan 2, 8, 22, 36, 43, 56, 65, 66,68 NF2-1 Kelelahan umum 17, 25, 28, 40, 41, 53, 58, 59, 60, 67 NF2-2 Gangguan fisik 1, 11, 18, 21, 38, 51, 80 NF3 Mudah tersinggung 3, 7, 23, 24, 31, 44, 54 NF4 Keengganan bekerja 6, 13, 33, 34, 37, 39, 48, 57, 63, 73, 76, 77, 78 NF5-1 Perasaan cemas 14, 16, 19, 45, 46, 50, 55, 64, 69, 72, 74 NF5-2 Perasaan depresi 4, 15, 26, 27, 29, 35, 52, 79, 81 NF6 Kelelahan kronis 9, 12, 30, 32, 42, 70, 71, 75 Keterangan: Pertanyaan nomor 5, 10, 20, 47, 49, 61, dan 62 sudah tidak digunakan sejak revisi dari CFSI (Kosugo et al. 1992, 1993a, 1993b diacu dalam Yoshimura dan Acar 2004)
Berdasarkan hasil yang didapat, tingkat keluhan paling tinggi adalah nomor 74 ‘saya sering merasa bersemangat untuk tidur dimalam hari’, hal tersebut mengindikasikan beratnya pekerjaan sehari-hari responden. Yoshimura dan Acar (2004) menyatakan bahwa hal ini wajar karena pekerjaan kehutanan merupakan pekerjaan yang sangat berat. Tingkat keluhan selanjutnya adalah nomor 14 ‘terkadang saya merasa timbul perasaan-perasaan yang menggelisahkan’ dan nomor 1 ‘saya merasa akhir-akhir ini kurang nafsu makan’. Pekerja di PT Dasa Intiga umumnya pendatang, mereka yang pendatang sebagian besar meninggalkan keluarganya sehingga timbul perasaan khawatir kepada keluarganya di kampung halaman. Beberapa pekerja mengeluhkan kurang nafsu makan, hal tersebut karena pekerja sebagian besar tinggal di hutan yang jauh dari pedesaan, pasar bahkan perkotaan, ditambah dengan minimnya angkutan transportasi sehingga makanan yang tersedia hanya seadanya. Gambar 1 memperlihatkan bahwa akumulasi gejala kelelahan dari seluruh responden yang merupakan pekerja di PT Dasa Intiga.
NF5-2
NF5-1
(%)NF3 50 40 30 20 10 0
NF1
NF2-1
NF6
NF2-2 NF4
Keterangan: - NF2-1, NF6 dan NF2-2 merupakan kelelahan aspek fisik - NF1, NF2-1 dan NF5-2 merupakan kelelahan aspek mental - NF3 dan NF4 merupakan kelelahan aspek sosial Gejala kelelahan seluruh responden
Gambar 1 Akumulasi gejala kelelahan seluruh responden Gejala kelelahan yang paling dominan adalah aspek fisik, terlihat pada Gambar 1 bahwa NF2-1, NF6 dan NF2-2, memiliki nilai lebih dari 30 %. NF2-1 yaitu kelelahan umum yang paling menonjol dari aspek fisik. Kemudian diikuti oleh aspek mental dan yang paling rendah adalah aspek sosial. Aspek mental yang paling dominan adalah NF5-1 yaitu perasaan cemas, karena sebagian besar responden merupakan pendatang.
16
Gejala Kelelahan Berdasarkan Usia Gambar 2 merupakan hasil dari gejala kelelahan berdasarkan usia, usia muda berkisar antara 15−30 tahun sedangkan usia tua lebih dari 30 tahun.
NF5-2
NF5-1
(%) NF3 50 40 30 20 10 0
NF1
NF2-1
NF6
NF2-2
Keterangan: - NF2-1, NF6 dan NF2-2 merupakan kelelahan aspek fisik - NF1, NF2-1 dan NF5-2 merupakan kelelahan aspek mental - NF3 dan NF4 merupakan kelelahan aspek sosial Usia <30 tahun Usia ≥30 tahun
NF4
Gambar 2 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan usia Berdasarkan Gambar 2, secara umum gejala kelelahan yang paling tinggi pada aspek fisik baik itu usia muda maupun usia tua. Aspek fisik usia muda yang paling tinggi ada pada kelompok NF6 dan NF2-2 yaitu sebesar 35.71 %, sedangkan pada usia tua ada pada kelompok NF2-1 38.39 %. Persentase keluhan aspek mental paling tinggi ada pada kelompok NF5-1, baik itu pada usia muda 33.12 % maupun usia tua 30.5 %. Kelompok NF3 merupakan tingkat keluhan tertinggi pada aspek sosial baik itu pada usia muda 19.39 % maupun usia tua 16.13 %. Dilihat dari Gambar 2, usia muda memiliki persentase gejala kelelahan kumulatif paling tinggi di semua aspek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngadiputra (2015) di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah, bahwa persentase keluhan pekerja usia muda lebih tinggi daripada pekerja usia tua. Usia muda memiliki semangat kerja yang tinggi bila dibandingkan dengan usia tua. Usia muda juga memiliki fisik yang lebih kuat sehingga mereka bekerja lebih keras dan berakibat pada kelelahan yang tinggi. Gejala kelelahan aspek mental usia muda lebih tinggi dari pada usia tua, karena sebagian besar usia muda memiliki jabatan yang rendah sehingga selalu mendapat tekanan dari atasan mereka. Usia muda dikenal juga sebagai masa peralihan dari remaja menuju ke dewasa, sebagian dari mereka memiliki sifat yang masih labil sehingga NF3 yaitu keluhan mudah tersinggung mereka tinggi. Enrico (2002) menyatakan bahwa perasaan lelah yang dialami pekerja usia muda dikarenakan oleh sedikitnya fasilitas hiburan sehingga mereka tidak dapat menikmati kehidupannya. Gejala Kelelahan Berdasarkan Lama Kerja Gambar 3 merupakan hasil dari gejala kumulatif berdasarkan lama kerja yang telah dilakukan terhadap 45 responden yang terdiri atas 24 responden dengan lama kerja < 10 tahun dan 21 responden dengan lama kerja ≥ 10 tahun.
17
NF5-2
NF5-1
(%) NF3 50 40 30 20 10 0
NF1
NF2-1
NF6
NF2-2
Keterangan: - NF2-1, NF6 dan NF2-2 merupakan kelelahan aspek fisik - NF1, NF2-1 dan NF5-2 merupakan kelelahan aspek mental - NF3 dan NF4 merupakan kelelahan aspek sosial <10 tahun ≥10 tahun
NF4
Gambar 3 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan lama kerja Secara umum gejala kelelahan yang paling tinggi adalah aspek fisik. NF2-1 merupakan keluhan paling tinggi pada kelompok pekerja lama yaitu sebesar 42.38 %, sedangkan pada kelompok pekerja baru keluhan paling tinggi adalah NF6 yaitu sebesar 32.81 %. Persentase keluhan untuk aspek mental yang paling tinggi pada NF5-1, baik itu pada pekerja lama 30.74 % maupun pekerja baru 31.82 %. Selanjutnya dari aspek sosial, NF3 merupakan keluhan paling tinggi baik itu pada pekerja lama 19.05 % maupun pakerja baru 15.48 %. Persentase gejala kelelahan paling tinggi dari semua aspek ada pada kelompok pekerja lama. Perasaan lelah pada pekerja lama disebabkan adanya pembebanan otot secara statis yang jika dipertahankan dalam waktu lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries) yaitu nyeri otot tulang, tendon, dan sebagainya yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang atau monoton (Muizzudin 2013). Gejala Kelelahan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Secara umum, keluhan aspek fisik lebih tinggi dibandingkan aspek lainnya. Berdasarkan Gambar 4, tingkat keluhan paling tinggi adalah jenis pekerjaan persemaian, hal tersebut karena sebagian besar pekerja dengan jenis pekerjaan persemaian adalah wanita, dimana kondisi fisik wanita cenderung rendah dibandingkan pria. Kelelahan dibidang persemaian ini juga diakibatkan oleh kejenuhan dengan jenis pekerjaannya ditambah dengan status kontrak pekerjaannya adalah buruh harian lepas atau musiman, yang penghasilannya tidak lebih tinggi dari pegawai tetap. Tingkat keluhan tinggi selanjutnya adalah bagian perencanaan, hal tersebut juga karena sebagian besar pekerja memiliki kontrak kerja buruh harian lepas atau musiman. Pekerja dengan kontrak kerja buruh harian lepas dibayar sesuai dengan jumlah hari penuh dia bekerja. Jika sedang tidak ada kegiatan perencanaan, sebagian besar pekerja perencanaan ikut membantu pekerjaan persemaian, sehingga pekerja mengalami kejenuhan. Tingkat keluhan tinggi berikutnya adalah regu penebang, hal tersebut dikarenakan beban kerja yang dialami regu penebang tinggi ditambah dengan tinggal di dalam hutan dekat dengan petak tebang dengan fasilitas camp yang sederhana serta jauh dari keluarga. Yovi et al. (2005) diacu dalam Yovi dan Prajawati (2015) menyatakan bahwa mengoperasikan gergaji mesin seberat 15 kg dalam kegiatan penebangan mengonsumsi hingga 78 % dari kapasitas kerja
18
maksimal seseorang. Berikut adalah hasil dari gejala kelelahan kumulatif berdasarkan jenis pekerjaan. (%) 70
60
50
40
30
Keterangan: - NF2-1, NF6 dan NF22 merupakan kelelahan aspek fisik - NF1, NF2-1 dan NF52 merupakan kelelahan aspek mental - NF3 dan NF4 merupakan kelelahan aspek sosial Persemaian Perencanaan Regu penebang
20
Pengangkutan 10
0
Penyaradan Administrasi dan TUK HRD/SDM Supervisor
Gambar 4 Perbandingan gejala kelelahan kumulatif berdasarkan jenis pekerjaan Aspek mental pada jenis pekerjaan persemaian dan perencanaan terlihat tinggi, hal itu disebabkan karena tekanan mental yang diberikan pada atasan cukup tinggi. Kedua jenis pekerjaan tersebut juga sebagian besar berusia muda sehingga ketika ekspektasi mereka mengenai dunia kerjanya tinggi dan harapan dengan realitanya terdapat kesenjangan maka mengakibatkan meningkatnya indeks kelelahan kumulatif (Ngadiputra 2015). Persentase aspek sosial yang dominan adalah jenis pekerjaan persemaian dan pengangkutan. Pada jenis pekerjaan persemaian, hal tersebut terjadi karena terkadang terdapat konflik kecil antar pegawai wanita dengan pegawai pria, namun konflik tersebut tidak sampai berkepanjangan, sedangkan pada jenis pekerjaan pengangkutan karena mereka merupakan pegawai musiman yang diupah berdasarkan kubikasi kayu bulat yang mereka angkut. Terkadang konflik kecil terjadi ketika mereka berlomba untuk sampai pada TPn untuk mengangkut kayu bulat, karena semakin banyak trip yang mereka jalankan maka semakin banyak pula upah yang mereka dapatkan. Tingkat gejala kelelahan yang paling rendah berurutan adalah jenis pekerjaan supervisor dan HRD/SDM, hal tersebut karena beban kerja yang rendah dan sebagian besar pekerja di bagian tersebut merupakan pekerja tetap. Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah (Saputra 2012).
19
Menurut Yoshimura dan Acar (2004) kepuasan kerja merupakan faktor penting dalam kelelahan kumulatif pekerja kehutanan dan dengan meningkatkan kepuasan kerja akan mengurangi kelelahan kumulatif.
Strategi Pengembangan Sistem Manajemen K3 Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO (1998) adalah struktur, tanggung-jawab, praktek, dan prosedur sumber daya perusahaan untuk menerapkan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen yang mengembangkan, menerapkan dan memelihara kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan (ILO 1998). Tujuan dibentuknya SMK3 adalah untuk pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja seperti penyakit dan kecelakaan akibat kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Endoryo 2006). Sehubungan dengan SMK3, Alat Pelindung Diri (APD) sebagai alat pencegahan risiko kerja menjadi peran penting dalam K3. Tabel 8 merupakan pemakaian APD oleh responden yang didapatkan dari kuesioner berupa soal uraian.
Alat Pelindung Diri Helm Sarung tangan Sepatu keselamatan Masker
Tabel 8 Pemakaian APD Jumlah (orang) 7 10 31 2
Persentase (%) 15.56 22.22 68.89 4.44
Tabel 8 memperlihatkan bahwa pemakaian APD para pekerja masih sangat minim. Berdasarkan pengamatan, hanya pekerja lapang yang memakai APD. Sebagian besar pekerja lapang sudah memakai sepatu keselamatan (68.89 %), sedangkan pemakaian helm hanya 7 responden (15.56 %) dan pemakaian sarung tangan 10 responden (22.22 %). Pemakaian sarung tangan banyak dipakai oleh regu penebang, asisten bulldozer dan pegawai persemaian. Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ada satu pun pemakaian APD yang lengkap. Responden mengaku tidak memakai APD lengkap karena tidak terbiasa, sehingga mengganggu pekerjaan. Bagian sumberdaya manusia yang menangani ketenagakerjaan sekaligus K3 mengatakan bahwa APD selalu disediakan setiap 6 bulan sekali. Kesulitan utama yang dihadapi yaitu budaya dari pekerja yang menganggap pemakaian APD menyulitkan pekerjaan. Selain APD, hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis tempat tinggal, karena jenis tempat tinggal dapat memengaruhi kesehatan pekerja. Menurut Elias (2012), base camp sebagai tempat tinggal pekerja kehutanan dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: base camp induk, base camp cabang, base camp tarik, dan base camp pembinaan hutan. Jenis tempat tinggal pekerja PT Dasa Intiga berupa base camp. Karena lokasi kerja PT Dasa Intiga jauh dari desa dan perkotaan sehingga sebagian pekerja tinggal di base camp. Base camp di PT Dasa Intiga terdiri atas base camp induk yaitu base camp 37, base camp cabang yaitu base camp Hyang, dan Logpond, base camp tarik, dan base camp pembinaan hutan yaitu base camp TPTI. Antara
20
keempat base camp tersebut yang menjadi pembeda adalah fasilitasnya. Fasilitas pada base camp induk, cabang dan pembinaan hutan lebih lengkap dibandingkan dengan base camp tarik. Fasilitas yang disediakan pada base camp induk, cabang dan pembinaan hutan diantaranya adalah air, listrik meskipun hanya malam hari, kantin, sarana olah raga, hiburan seperti TV bersama dan fasilitas lainnya. Berbeda dengan fasilitas yang ada pada base camp tarik, pada base camp tarik air tersedia pada sungai terdekat, tidak semua camp tarik terdapat listrik. Pekerja yang menempati base camp tarik adalah pekerja bidang pemanenan, penyaradan, dan kupas kulit. Fasilitas pada base camp patut untuk diperhatikan oleh perusahaan karena kenyamanan dan ketersediaan fasilitas dasar untuk hidup pada tempat tinggal turut memengaruhi kepuasan kerja (Ngadiputra 2015). Base camp di tempatkan didekat lokasi kerja, sehingga pekerja tidak perlu berjalan jauh untuk menuju ke tempat kerja. Sebagian besar pekerja menuju ke tempat kerjanya masing-masing membutuhkan waktu 5−10 menit dengan berjalan kaki. Berbeda dengan pekerja pada bagian penebang dan bagian penyarad, mereka membutuhan waktu 30−60 menit dengan menaiki bulldozer untuk sampai ke petak tebang, semakin jauh petak tebangnya maka akan semakin lama juga waktu yang ditempuhnya. Selanjutnya pada pekerja pengangkutan membutuhkan waktu 30−60 menit dengan menggunakan logging truk, tergantung dari jauhnya TPn dan TPK. Sebagian besar pekerja tidak mengeluhkan mengenai kondisi tersebut, sebaliknya pekerja senang karena mereka tidak perlu berjalan jauh untuk menuju tempat kerja sehingga ketika sampai ditempat kerja kondisi fisik tetap segar. Selain melakukan penelitian, peneliti juga menanyakan saran perbaikan yang perlu dilakukan oleh perusahaan pada responden yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja sehingga produktivitas perusahaan meningkat, seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 Saran perbaikan responden kepada perusahaan Saran Perbaikan Jumlah (orang) Persentase (%) Fasilitas lainnya diperbaiki dan dilengkapi 12 26.67 Gaji/upah 6 13.33 Fasilitas komunikasi, seperti tower sinyal 5 11.11 Fasilitas transportasi 2 4.44 Adakan pelatihan 1 2.22 Penerangan jalan 1 2.22 Berdasarkan Tabel 9, terdapat 8 saran perbaikan yang disampaikan. Persentase terbesar adalah fasilitas lainnya diperbaiki dan dilengkapi sebesar 26.67 %. Responden mengeluhkan mengenai fasilitas di base camp yang dirasa kurang terutama base camp tarik. Salah satu lokasi base camp yang berdekatan dengan base camp milik perusahaan tambang juga selalu menjadi pembanding. Fasilitas lainnya yang dimaksud adalah tempat tinggal agar diperbaiki, kemudian responden menyarankan ditambahnya fasilitas ibadah seperti masjid dan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan saat ini hanya ada satu, yaitu di base camp pusat dan ditangani oleh satu mantri kesehatan, hal tersebut dirasa kurang, mengingat jarak antar base camp yang berjauhan. Saran selanjutnya adalah gaji/upah 13.33 %. Menurut beberapa responden, gaji/upah yang saat ini dirasa kurang. Kelompok pekerja yang menyarankan perbaikan gaji/upah ini didominasi oleh pekerja lapang
21
seperti asisten chainsaw dan asisten bulldozer. Saran perbaikan selanjutnya adalah fasilitas komunikasi 11.11 %. Lokasi perusahaan yang jauh dari desa dan perkotaan menyebabkan sinyal komunikasi minim. Komunikasi hanya dilakukan dengan menggunakan HT (Handy Talky) atau alat komunikasi radio untuk mengkoordinasikan pekerjaan pada setiap bagian. Pekerja yang umumnya merupakan pendatang mengeluhkan kondisi tersebut, karena tidak dapat menghubungi keluarganya karena tidak terdapat sinyal ponsel. Saran lainnya yang diajukan responden adalah fasilitas transportasi, adakan pelatihan dan penerangan jalan, persentase masing-masing berurutan adalah 4.44 %, 2.22 % dan 2.22 %. Transportasi menjadi salah satu sarana penting untuk mobilisasi jarak jauh. Terbatasnya sarana transportasi menyebabkan beberapa bagian pekerjaan menunda untuk menyelesaikan pekerjaannya. Saran peneliti adalah perusahaan menambah sarana transportasinya agar produktivitas perusahaan meningkat. Salah seorang responden menyarankan adakan pelatihan, hal tersebut dirasa penting agar pekerja mempunyai ilmu tambahan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya sehingga risiko kecelakaan menjadi minim dan produtivitas menigkat. ILO (1998) menyatakan bahwa sebelum penugasan awal suatu tugas spesifik semua pekerja harus menjalani pelatihan yang sesuai. Pelatihan yang efektif menjadi bagian dari kebijakan keselamatan kerja.
Asupan Gizi Sumber penyakit timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor, salah satunya adalah gizi (Supariasa et al. 2001). Salah satu faktor yang menyebabkan kelelahan juga adalah asupan gizi yang tidak memadai. Food recall 24 jam merupakan salah satu metode penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif. Menurut Supariasa et al. (2001) metode kuantitatif dapat mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode food recall 24 jam mempunyai kelebihan yaitu mudah melaksanakannya, biaya relatif murah, cepat, dapat digunakan pada responden yang buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata. Kelemahan dari metode ini adalah bila dilakukan recall satu hari maka tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, ketepatannya tergantung oleh daya ingat responden, membutuhkan petugas yang terlatih dalam menggunakan alat bantu seperti Ukuran Rumah Tangga (URT), dan ada kecenderungan bagi responden yang gemuk melaporkan lebih sedikit dan sebaliknya (Supariasa et al. 2001). Nilai konsumsi pangan yang sudah dikonversi dengan menggunakan daftar diatas kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) sehingga menghasilkan tingkat kecukupan gizi. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam Subarna (2012) AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat konsumsi zat gizi yaitu mengetahui seberapa banyak kecukupan zat gizi. Zat gizi yang digunakan pada penelitian ini adalah energi. Berikut merupakan tingkat kecukupan energi hasil perhitungan dari ketiga responden.
22
Tabel 10 Sebaran asupan energi dan tingkat kecukupan energi berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Asupan Energi Operator Asisten Asisten Chainsaw Chainsaw Bulldozer Min (kkal) 2117 1939 1969 Max (kkal) 3501 2652 3230 Mean (kkal) 2669 2245 2311 Kebutuhan Energi (kkal) 2583 2329 2293 Tingkat Kecukupan Energi (%) 103 96 101 Menurut Hanum et al. (2014) tingkat kecukupan energi dikategorikan normal (90−119 % AKG), defisit tingkat ringan (80−89 % AKG), defisit tingkat sedang (70−79 % AKG) dan defisit tingkat berat (< 70 % AKG). Berdasarkan Tabel 10, asupan energi minimum paling rendah adalah asisten chainsaw (1939 kkal) dibandingkan dengan asisten bulldozer (1969 kkal) dan operator chainsaw (2117 kkal). Asupan energi maksimal paling tinggi adalah operator chainsaw (3501 kkal) dibandingkan dengan dua responden lainnya yaitu asisten bulldozer (3230 kkal) dan asisten chainsaw (2652 kkal). Urutan yang sama juga terjadi pada rata-rata asupan energi yaitu operator chainsaw (2669 kkal), asisten bulldozer (2311 kkal) dan asisten chainsaw (2245 kkal). Standar asupan energi seseorang berbeda-beda, tergantung dari tinggi badan dan berat badan. Standar kebutuhan energi operator chainsaw sebesar 2583 kkal, standar ini lebih tinggi dibandingkan dengan asisten chainsaw (2329 kkal) dan asisten bulldozer (2293 kkal). Nilai persentase tingkat kecukupan energi didapat dari asupan energi rata-rata dibagi dengan kebutuhan energi lalu dikali 100 %. Persentase tingkat kecukupan energi operator chainsaw lebih tinggi dari responden lainnya yakni 103 %, sedangkan asisten bulldozer 101 % dan asisten chainsaw 96 %. Kategori tingkat kecukupan energi dari ketiga reponden adalah normal. Peneliti menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk mengetahui status gizi responden seperti terlihat pada Tabel 11. Tabel 11 Status gizi berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan IMT (kg/m2) Operator chainsaw 20.38 Asisten chainsaw 20.96 Asisten Bulldozer 18.75 IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa (Anggraeni 2012). Berdasarkan Tabel 11, IMT operator chainsaw, asisten chainsaw dan asisten bulldozer berurutan adalah 20.38, 20.96 dan 18.75. Status gizi dari ketiga responden adalah normal, dilihat dari IMT yang berada pada ≥ 18.5−24.9. Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi menurut Depkes (2013) adalah kurus (< 18.5), normal (≥ 18.5−24.9), berat badan lebih (≥ 25−27) dan obesitas (≥ 27). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yovi (2007) menunjukkan bahwa beban kerja yang diterima oleh pekerja kehutanan mencapai 71 % dari kapasitas kerja seseorang. Semakin tinggi VdotO2 semakin tinggi pula energi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Ketiga jenis pekerjaan yang menjadi
23
responden bekerja tidak hanya mengangkat beban yang berat, lingkungan kerja yang tidak nyaman juga diduga dapat memengaruhi berkurangnya energi. Berdasarkan hasil diatas didapatkan bahwa tingkat kecukupan energinya dikategorikan normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa asupan gizi sehari-harinya sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan energi yang dia pakai untuk bekerja. Zat gizi berperan dalam penyediaan energi, proses pertumbuhan, perbaikan jaringan, pengaturan serta pemeliharaan proses fisiologis dan biokimia di dalam tubuh (Tejasari 2003).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebanyak 28.89 % responden pernah mengalami kecelakaan kerja. Jatuh dari sepeda motor merupakan kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Jenis keluhan penyakit yang banyak dirasakan responden adalah sakit pinggang (55.56 %), kaku pada leher atau pundak (51.11 %) dan nyeri punggung bawah (46.67 %). Peubah yang memengaruhi kepuasan kerja dari regresi logistik biner adalah kontrak kerja dan alat kerja. Sebagian besar responden puas dengan pekerjaannya. Sebanyak 28.89 % ketidakpuasan responden disebabkan oleh aksesibilitas dan sebanyak 24.44 % ketidakpuasan disebabkan oleh gaji dan fasilitas. Nomor 74 ‘saya sering merasa bersemangat untuk tidur dimalam hari’ merupakan pertanyaan CFSI yang paling tinggi dikeluhkan oleh responden. Secara umum gejala kelelahan yang paling dominan adalah aspek fisik, kemudian aspek mental dan aspek sosial. Gejala kelelahan pekerja usia muda memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja usia tua. Persentase gejala kelelahan pekerja lama lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja baru. Berdasarkan jenis pekerjaannya, jenis pekerjaan persemaian memiliki persentase gejala kelelahan yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya. Pemakaian APD masih sangat minim. Sepatu keselamatan memiliki persentase terbesar dari APD yang digunakan diikuti oleh sarung tangan dan helm. Saran perbaikan dengan persentase terbesar yang disampaikan oleh responden diantaranya adalah fasilitas lainnya diperbaiki dan dilengkapi (26.67 %), gaji/upah (13.33 %) dan fasilitas komunikasi, seperti tower sinyal (11.11 %). Tingkat kecukupan energi dan status gizi dari tiga responden dengan tiga jenis pekerjaan yang berbeda adalah normal.
Saran 1. Saran kepada pengelola untuk lebih giat lagi membudayakan pemakaian APD secara menyeluruh sebagai salah satu upaya perlindungan K3 pekerja. 2. Saran kepada pengelola untuk meninjau dan merealisasikan perbaikan yang disampaikan oleh pekerja. 3. Penelitian selanjunya dengan topik serupa diharapkan dilakukan pada semua jenis pengelolaan hutan dan tersebar diseluruh Indonesia agar terlihat kondisi K3 nasional dibidang kehutanan.
24
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni A D. 2012. Asuhan Gizi; Nutritional Care Process. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Anggraeni L. 2004. Analisis tingkat kepuasan kerja karyawan bagian produksi di PT. Mitra Marin Manunggal, Sidoarjo, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Colantony A, Marucci A, Monarca D, Pagniello B, Cecchini M dan Bedini R. 2012. The risk of musculoskeletal disorders due to repetitive movements of upper limbs for workers employed to vegetable grafting. Journal of Food, Agriculture & Environment. 10 (3&4): 14−18. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2013. RISKESDAS Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga. Elias. 2012. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Endoryo B. 2006. Peranan manajemen k3 dalam pencegahan kecelakaan kerja konstruksi. Jurnal Teknik Sipil. 3 (1):8−15. Enrico E. 2002. Analisis kelelahan pekerja pemanenan hutan dengan menggunakan metode indeks kumulatif gejala kelelahan di PT. Musi Hutan Persada Propinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fadillah D. 2010. Biaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja di PT. Erna Djuliawati, Provinsi Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hanum F, Khomsan A dan Heryatno Y. 2014. Hubungan asupan gizi dan tinggi badan ibu dengan status gizi anak balita. Jurnal Gizi dan Pangan. 9 (1): 1−6. Hosmer D W, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression. Ed ke-2. New York (US): John Wiley and Sons. [ILO] International Labour Organization. 1998. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan. Geneva (CH): ILO. Kuswana W S. 2016. Ergonomi dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Bandung (ID): PT. Remaja Rosdakarya. Lalu H. 2005. Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo. Muizzudin A. 2013. Hubungan kelelahan dengan produktivitas kerja pada pekerja tenun di pt. alkatex tegal. Unnes Journal of Public Health. 2 (4): 1−8. Mulia R M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ngadiputra S. 2015. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. PT DASA INTIGA. 2012. Dokumen Rencana Kerja Umum (RKU) Periode 2012−2021. Kalimantan Tengah (ID): BC Hyang Sakti. Putra R E. 2012. Pengaruh nilai investasi, nilai upah, dan nilai produksi terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri mebel di kecamatan pedurungan kota semarang. Economics Development Analysis Journal. 1 (2): 42−56. Republik Indonesia. 2003. UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta (ID): Sekretariat Kabinet RI.
25
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): Sekretariat Kabinet RI. Rivai V. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Saputra D. 2012. Analisis hubungan keselamatan dan kesehatan kerja (k3) terhadap kepuasan kerja karyawan Di PT Dystar Colours Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sari I P. 2013. Analisis minat siswa sma ibrahimy sukorejo melanjutkan ke IAII Sukorejo menggunakan regresi logistik biner dan multi korespondensi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Setiawan S. 2010. Analisis kompetensi pekerja dan pengusaha terhadap keselamatan dan kesehatan kerja bidang pemanenan kayu di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Siswantiningsih K A. 2010. Perbedaan denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja pada iklim kerja panas di Unit Workshop PT. Indo Acidatama Tbk Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar [laporan khusus]. Surakarta (ID): Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Subarna A. 2012. Analisis pengeluaran dan pola konsumsi pangan serta hubungannya dengan status gizi mahasiswa penerima Beasiswa Etos Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Sulistyadi K dan Lisa S S. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jakarta (ID): Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sahid. Suma’mur P K. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): PT. Saksama. Suma’mur P K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta (ID): CV. Hji Masagung. Suma’mur P K. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta (ID): CV. Haji Masagung. Supariasa I D N, Bakri B dan Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit buku kedokteran EGC. Supriatna. 2015. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan di IUPHHK-HT PT. Wirakarya Sakti, Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Susanto. 2015. Pengaruh iklim kerja panas terhadap kelelahan pada pekerja bagian sizing PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta [Skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tejasari. 2003. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta (ID): Graha ilmu. Widiastuti T. 2014. Identifikasi kondisi lingkungan kerja dan persepsi pekerja industri mebel kayu jati terhadap perlindungan k3 di Kabupaten Jepara [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Wignjosoebroto S. 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya (ID): Guna Widya.
26
Yoshimura T dan Acar H H. 2004. Occupational safety and health conditions of forestry workers in turkey. Jurnal Forestry Resource. (9): 225−232.doi:10.007/s10510.004-0078-y. Yovi E Y. 2007. %VdotO2max as physical load indicator unit in forest work operation. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 13 (3): 140−145. Yovi E Y, Gandaseca S, Adiputra I N. 2012. Worker’s competency and perception toward safety and health on forest harvesting operation in Indonesia long rotation plantation forest. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 18 (3): 198−205. doi: 10.7226/jtfm.18.3.198. Yovi E Y dan Prajawati W. 2015. High risk posture on motor-manual short wood logging system in acacia mangium plantation. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 21 (1): 11−18.doi: 10.7226/jtfm.21.1.11. Yovi E Y dan Yamada Y. 2015. Strategy to disseminate occupational safety and health information to forestry workers: The Felling Safety Game. Journal of Tropical Forest Science. 27 (2): 213−221. Yovi E Y, Yamada Y, Zaini MF, Kusumadewi CAY dan Marisiana L. 2016. Improving the OSH knowledge of Indonesian forestry workers by using safety game application: Tree Felling Supervisors and Operators. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 21 (1): 11−18.doi: 10.7226/jtfm. 2.1. 2 75.
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 3 September 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rosadi dan Hotijah. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Irsyad Alislamiyah Rawa Lumbu pada tahun 2000, menyelesaikan sekolah dasar di SDN BJRL X Rawa Lumbu pada tahun 2006. Kemudian penulis menyelesaikan sekolah menengah pertama di SPMN 2 Bekasi dan menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 3 Bekasi pada tahun 2012, pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jaur SMNPTN Undangan dan diterima di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Selama masa pendidikan sekolah menengah atas penulis aktif di organisasi Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) sebagai Bendahara 1 (2010−2011) dan Staf Ekstrakurikuler Taekwondo (2010−2012). Kemudian selama masa perkuliahan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan dan berbagai kepanitiaan, yaitu Staf Divisi PSDM Forest Management Student’s Club (FMSC) (2013−2015), Staf Divisi Dana Usaha Kejuaraan IPB Karate Cup V Se-Jawa Bali (2013), Staf Divisi Logstran Bina Hutan Rakyat (2014), dan Staf Divisi Logstran Eksplorasi Hasil Hutan Bukan Kayu (2015). Penulis juga telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan pada tahun 2014 di Telaga Bodas-Sancang Timur, Praktik Pengenalan Hutan pada tahun 2015 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, dan Praktik Kerja Lapang pada Februari hingga April tahun 2016 di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT Dasa Intiga Kalimantan Tengah dibawah bimbingan Dr Efi Yuliati Yovi, SHut MLife Env Sc.