Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program ...
ISSN 2356 - 4385
Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program Keselamatan Kerja Di Institute Teknologi dan Bisnis Kalbis Jakarta Salman1), Satya Candrasari2) Komunikasi, Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis, Jakarta Jalan Pulomas Selatan Kav. 22 Jakarta Timur 13210 1)
[email protected] 2)
[email protected] Abstract: Occupational health and safety issues are very important for the productivity of employees in influencing the success of an enterprise, Occupational Health and Safety is a condition of employment that is free of dangers that interfere with the activity and result in injury, illness, property damage, and environmental interference. While the purpose of the application of Health and Safety that protect workers and other people in the workplace, to ensure that each source of production can be used safely and efficiently, and Guaranteeing the production process runs smoothly. The research method used in this study with a qualitative descriptive approach by way of in-depth interviews, observations on selected sources and collection before and after program socialization. The results showed that the internal communication about safety socialization very small. Because the safety of socialization within just using conventional media such as bulletin board, and evacuation signs are made on each floor. Keywords: internal communication, socialization, occupational health and safety (K3) Abstrak: Masalah kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting bagi produktivitas karyawan dalam mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu kondisi kerja yang bebas dari bahaya yang mengganggu aktivitas dan mengakibatkan cedera, sakit, properti kerusakan, dan gangguan lingkungan. Sedangkan tujuan dari penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang melindungi pekerja dan orang lain di tempat kerja, Untuk memastikan bahwa setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien, dan Menjamin proses produksi berjalan lancar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan cara wawancara mendalam, pengamatan pada narasumber terpilih dan pengumpulan data sebelum dan sesudah proggram sosialisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi internal tentang sosialisasi keselamatan masih sangat kecil dan minim. Karena sosialisasi keselamatan kerja di lingkungan Institut Teknologi dan Bisnis kalbis hanya menggunakan media konvensional seperti mading, dan tanda-tanda evakuasi dibuat di setiap lantai Kata Kunci: komunikasi internal, sosialisasi, kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
I. PENDAHULUAN Sumber daya manusia tidak terlepas dari masalah kesehatan dan keselamatan mereka dalam bekerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja ini sangat penting bagi produktivitas pegawai yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan.
Namun, keselamatan dan kesehatan kerja masih dianggap sebelah mata oleh beberapa perusahaan, hal ini dibuktikan oleh data International Labour Organization (ILO) yang menyebutkan bahwa pada tahun 2012 kasus kecelakaan kerja di Indonesia adalah sebanyak 98.711 kasus dan pada semester pertama tahun 2011 terdapat 48.511 kasus, dari kasus-kasus tersebut dengan penyebab terbesar adalah mesin, pesawat angkut, dan perkakas kerja tangan. Sementara berdasarkan tipe kecelakaan, yang terbanyak adalah terbentur, bersinggungan dengan benda tajam yang mengakibatkan tergores, terpotong, tertusuk, terpukul akibat terjatuh, dan sebagainya (Lembar Pengawasan Ketenagakerjaan di Indonesia). Sementara menurut data Kemenakertrans pada tahun
1
Kalbisocio Volume 1, Nomor 1, Agustus 2014
2011 tercatat terdapat 96.314 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang akibat kecelakaan kerja (Sindonews.com, 16 Oktober 2012). Keberhasilan pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja ini tentunya sangat diperlukan kerjasama dari pemerintah, pegawai perusahaan sendiri, masyarakat, serta para pengusaha. Adapun salah satu peraturan pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja ini tertera dalam PEMNAKER 05/MEN/1996, yaitu perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan mempunyai potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Untuk mendukung terwujudnya keberhasilan program tersebut dibutuhkan komunikasi yang baik dalam mensosialisasikan pada para pekerja. Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe melakukan kegiatan sosialisasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja dilingkungan kampus yang terletak di jalan Pulomas selatan kav. 22 Jakarta Timur. Adapun bentuk sosialisasi yang dilakukan dalam mengkampanyekan tentang keselamatan dan kesehatan kerja dengan berbagai bentuk, seperti: penempelan poster pada tempat-tempat yang dianggap strategis, papan penunjuk arah dan sosialisasi melalui pengeras suara, dan lain-lain. Pemilihan model komunikasi yang dilakukan untuk sosialisasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja oleh Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe perlu dicermati, agar kegiatan sosialisai berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini mengambil judul “Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program Keselamatan Kerja di Institut Teknologi Dan Bisnis Kalbis ( ITBK ) Jakarta” Peran komunikasi internal dalam mensosialisasikan program K3 terhadap karyawan merupakan hal yang sangat penting karena dapat memberikan pemahaman bagi karyawan mengenai pencegahan maupun penanganan terhadap kecelakaan kerja yang dialami dan untuk mendapatkan pemahaman yang baik tentulah diperlukan proses sosialisasi yang tepat. Namun penerapan sosialisasi tersebut tentunya berbeda di setiap tempat baik itu di dalam organisasi, institusi maupun perusahaan. Perbedaan ini bisa menyangkut mengenai perbedaan pemberian informasi, cara dan bentuk
2
pelatihan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang disosialisasikan. Adapun yang ingin kami teliti yaitu sosialisasi program Keselamatan dan kesehatan kerja di sebuah perguruan tinggi, karena Keselataman dan kesehatan kerja di perguruan tinggi bukan hanya bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan publik internalnya melainkan bertanggung jawab pula terhadap kesehatan dan keselamatan pengunjung yang akan mempengaruhi citra perguruan tinggi tersebut. Atas dasar tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: “Bagaimana model komunikasi internal dalam mensosialisasikan keselamatan kerja di lingkungan Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe Jakarta?” Mengetahui model komunikasi dalam mensosialisasikan Keselamatan dan kesehatan kerja dillingkungan Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe Jakarta, tentunya akan memiliki manfaat baik secara akademis yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi bagi mahasiswa dan dunia komunikasi kesehatan sebagai acuan untuk pengetahuan komunikasi Kesehatan, khususnya pada sosialisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Disamping manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe Jakarta dalam pemilihan model komunikasi dalam mensosialisasikan program keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan. Komunikasi Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu Communicatio yang berarti pemberitahuan, atau pertukaran pikiran yang dilakukan. Jadi secara garis besar, dalam suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan komunikan (penerima pesan). (Suprapto, 2009: 5) Adapun definisi menurut para ahli yaitu: Menurut William Albig dalam Suprapto (2009: 6), komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan. Menurut Louis Forsdale, “komunikasi adalah proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah (Muhammad 2011: 4). Menurut Karlfried Knapp Komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal
Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program ...
(kata–kata), verbal dan non verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung / tatap muka atau tidak langsung melalui media lain (tulisan, oral dan visual). (Liliweri, 2011: 4) Dalam buku Komunikasi Organisasi Arni Muhammad, definisi komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima untuk mengubah tingkah laku (Muhammad, 2009: 4-5). Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dapat digunakan untuk mempengaruhi dan mengubah tingkah laku seseorang dengan menggunakan sistem verbal dan non verbal dan untuk menciptakan keberhasilan komunikasi diperlukan persamaan makna pada komunikan maupun komunikator. Fungsi Komunikasi Secara umum kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi menurut Liliweri (2011: 18-19), yakni: - Informasi. Menyampaikan atau menyebarkan informasi kepada orang lain - Pendidikan. Menyebarkan informasi dengan tujuan mendidik dan menambah pengetahuan - Instruksi. Memberikan instruksi dalam bentuk mewajibkan atau melarang seseorang untuk melakukan sesuatu - Persuasi. Menyebarkan informasi yang dapat mempengaruhi (mengubah) sikap seseorang agar dapat menentukan sikap dan prilakunya - Menghibur. Mengirimkan pesan yang mengandung hiburan agar penerima dapat menikmati apa yang diinformasikan Komunikasi Internal Komunikasi internal merupakan bentuk pertukaran informasi dan ide di dalam organisasi. Sedangkan jaringan komunikasi yang digunakan untuk membentuk komunikasi internal yang baik yaitu (Sukoco, 2007: 56): - Komunikasi formal, yaitu komunikasi yang dilakukan berdasarkan rentang atau struktur organisasi perusahaan, berupa downward, upward, atau horizontal - Komunikasi informal, yaitu komunikasi yang terjadi diantara seluruh bagian organisasi sebagai perwujudan kebutuhan manusia sebagai insan sosial Jaringan komunikasi yang ada dalam penelitian ini adalah jaringan komunikasi formal berupa komunikasi Horizontal dalam bentuk program sosialisasi keselamatan dan kesehatan kerja K3 yang
dilakukan divisi K3 ITBK (Intitut Teknilogi dan Bisnis Kalbis) terhadap para karyawan. Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan yang terjadi antara orang-orang yang memiliki tingkatan otoritas yang sama dalam sebuah organisasi. Pesan yang disampaikan biasanya berhubungan dengan tugas-tugas seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi yang diperlukan. Komunikasi Kesehatan Komunikasi kesehatan adalah studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi komunikasi untuk menyebarluaskan informasi kesehatan yang dapat mempengaruhi individu dan komunitas agar mereka mendapat keputusan yang tepat berkaitan dengan pengelolaan kesehatan, selain itu komunikasi kesehatan juga merupakan studi yang menekankan peranan teori yang dapat digunakan dalam penelitian dan praktik yang berkaitan dengan promosi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. (Liliweri, 2011: 46) Cakupan Komunikasi Kesehatan Adapun cakupan komunikasi kesehatan (Liliweri, 2011: 49-50) yaitu: - Komunikasi persuasi atau komunikasi yang berdampak pada perubahan perilaku kesehatan - Faktor-faktor psikologis Individual yang mempengaruhi persepsi terhadap kesehatan - Stimulus (objek persepsi) > sense organ dan pemaknaan stimulus (respons) - Bagaimana mengorganisir stimulus > berdasarkan aturan, skema dan label - Interprestasi dan evaluasi berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan lain lain - Memory dan - Recall Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan, atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik,
3
Kalbisocio Volume 1, Nomor 1, Agustus 2014
mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan fakor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik (Mangkunegara, 2005:161) Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tindakan yang bertujuan untuk pemeliharaan, pencegahan serta untuk menciptakan rasa aman dari segala kemungkinan dampak negatif berupa kecelakaan maupun penyakit yang ditimbulkan di lingkungan dan kondisi kerja. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Mangkunegara (2005:162), Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1. Setiap pegawai mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis 2. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin 3. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya 4. Adanya jaminan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai 5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja 6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja 7. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja Perlindungan Terhadap Pengguna Gedung Menurut (Soeprihanto, 1996:48), dalam buku UPT Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan ITB, pada dasarnya usaha untuk memberikan perlindungan keselamatan kerja pada pengguna gedung kampus dalam hal ini didalamnya termasuk pekerja, pendidik, mahasiswa serta siapapun yang berada di dalamnya dilakukan 2 cara,yaitu: - Usaha Preventif atau Mencegah Preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja sehingga mengurangi atau tidak menimbulkan bahaya bagi para pengguna gedung. Langkah-langkah pencegahan itu dapat dibedakan, yaitu: - Substansi (mengganti alat/sarana yang kurang /tidak berbahaya) - Isolasi (memberi isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya)
4
- Pengendalian secara teknis terhadap sumbersumber bahaya - Pemakaian alat pelindung perorangan (eye protection/googles, safety hat/cap/helmet, ear plug/muff, gas respirator, dust respirator, gloves, tali pengaman/safety harness untuk bekerja di ketinggian dan lain-lain) - Petunjuk dan peringatan di tempat kerja - Latihan dan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja
Usaha Represif atau Kuratif Kegiatan yang bersifat kuratif berarti mengatasi kejadian atau kecelakaan yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja. Pada saat terjadi kecelakaan atau kejadian lainnya sangat dirasakan arti pentingnya persiapan baik fisik maupun mental para pengguna gedung sebagai suatu kesatuan atau team kerja sama dalam rangka mengatasi dan menghadapinya. Selain itu terutama persiapan alat atau sarana lainnya yang secara langsung didukung oleh bagian yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan gedung.
Sosialisasi Sosialisasi adalah suatu proses untuk menjadikan insan-insan sosial menjadi sadar akan adanya kaidahkaidah dan dengannya menjadikan insan-insan ini sanggup menatati sepenuh hati (to obey), atau setidaktidaknya menyesuaikan perilakunya (to conform) dengan ketentuan kaidah-kaidah itu. (Anwar, 2008:113). Sosialisasi adalah proses pembentukan atau penyesuaian diri agar seseorang dapat berperan, berpartisipasi, dan berfungsi dalam kehidupan sosial sebuah kelompok. Tahapan Sosialisasi Menurut (G. Ritzer, 2007:282), sosialisasi yang dialami seseorang dapat dibedakan dalam tahaptahap sebagai berikut : 1. Tahap persiapan (Preparatory Stage). Tahap ini dialami manusia sejak dilahirkan, ketika seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri 2. Tahap meniru (Play Stage). Tahap ini ditandai dengan: Semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa 3. Tahap siap bertindak (Game Stage). Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran
Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program ...
4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage). Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Tujuan Sosialisasi Tujuan sosialisasi secara umum antara lain adalah: 1. Memberi keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat modern saat ini. 2. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga keberadaannya dapat diapresiasi. 3. Meningkatkan kemampuan mawas diri, yang bertujuan agar mampu mengantisipasi dalam situasi yang sangat dibutuhkan. 4. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang tumbuh dalam masyarakat.
D. Analisis Data Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisa kualitatif. Menurut Mile dan Huberman seperti yang dikutip oleh Salim (2006: 20-24), menyebutkan ada tiga langkah pengolahan data kualitatif, yakni: 1). reduksi data; 2). (data reduction), penyajian data (data display); 3). penarikan kesimpulan (conclusion drawing and verification). 1. Reduksi Data
II. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif untuk menganalisis lebih dalam masalah yang akan diteliti. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif kualitatif. B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian kualitatif mempunyai tiga macam teknik pengumpulan data yaitu observasi (field observation), focus group discussion, wawancara mendalam (intensive/depth interview) dan studi kasus (Kriyantono, 2010:95). Sedangkan di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik penelitian observasi dan depth interview dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan lebih jelas. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer yang merupakan data dari hasil yang bersumber dari hasil depth interview dan observasi serta data sekunder yang didapatkan dari data evaluasi program K3 sebelumnya dan keterangan-keterangan atau publikasi lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian kualitatif. C. Subyek Penelitian Penentuan subyek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposif, dimana yang menjadi narasumber ialah orang-orang yang berkaitan dengan masalah penelitian, dalam penelitian ini narasumber yang dipilih yaitu Karyawan ITBK.
Reduksi data terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Langkah editing, pengelompokan, dan meringkas data b. Menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompokkelompok, dan pola-pola data. c. Menyusun rancangan konsep-konsep (mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan berkenaan dengan tema, pola, atau kelompok data bersangkutan.
2. Penyajian Data
Melibatkan langkah-langkah mengorganisasikan data, yaitu mengelompokkan data dan mengkaitkannya satu dengan yang lain sesuai dengan kerangka teori yang digunakan. 3. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan Mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Dalam pelaksanaannya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, merupakan sebuah langkah yang sangat luwes, dalam arti tidak terikat oleh batasan kronologis. Secara keseluruhan langkah-langkah tersebut saling berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data, sehingga model dari Miles dan Huberman disebut juga sebagai Model Interaktif. Dalam mengetahui peran sosialiasi program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di ITBK (Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis) Jakarta, peneliti menggunakan model Interaktif dari Miles dan Huberman. E. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di ITBK (Institute Teknologi dan Bisnis Kalbis) Jakarta, jalan Pulomas Selatan Kavling 22 Jakarta Timur.
5
Kalbisocio Volume 1, Nomor 1, Agustus 2014
III. PEMBAHASAN A. Pemaparan Data dan Hasil Penelitian Institute Teknologi dan Bisnis Kalbis (ITBK) terletak di jalan Pulomas Selatan Kav.22 Jakarta Timur. Institute Teknologi dan Bisnis Kalbis (ITBK) berdiri di bawah Yayasan Pendidikan Kalbe (YPK) pada tahun 1992 dengan nama STIE Kalbe dan membuka program D3 Keuangan dan Perbankan serta D3 Akuntansi. Pada tahun 1994, STIE Kalbe membuka program baru yaitu D3 Manajemen Perusahaan. Pada tahun 1996, STIE Kalbe berkembang dengan menambahkan dua program S1 berupa S1 Manajemen dan S1 Akuntansi. Dua tahun berikutnya, ditambahkan program S2 Magister Manajemen. Pada tahun 2002, STIE Kalbe mengalami perubahan nama menjadi STIE Supra. Pada tahun 1995, Yayasan Pendidikan Kalbe (YPK) mendirikan STMIK Supra dengan dua program; S1 Sistem Informasi dan S1 Teknik Informatika dan pada tahun 2009, STIE Supra dan STMIK Supra dilebur menjadi satu dengan nama Institut Teknologi dan Bisnis Kalbe (ITBK) dengan tambahan program S1 Ilmu Komunikasi. Pada tahun 2011, Yayasan Pendidikan Kalbe (YPK) bekerja sama dengan Bina Nusantara (BINUS) mengubah sebutan ITBK menjadi Kalbis Institute. Sebutan tersebut mengacu pada singkatan ITBK menjadi Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis. Seiring dengan kerjasama tersebut, ITBK yang semula beralamat di Jl. S. Parman Kav 76 Slipi, tepat pada perkuliahan semester ganjil tahun 2012-2013 menempati gedung baru yang beralamat di Jl. Pulomas Selatan Kav. 22 Jakarta Timur. Gedung yang memiliki ketinggian delapan lantai ditambah dua basement, memiliki fasilitas modern. Ciri-ciri gedung modern yang terdapat pada kampus ITBK pulomas ini seperti : a) Syarat Administratif Persyaratan administratif meliputi, pertama status hak atas tanah, dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, kedua, status kepemilikan bangunan gedung, dan yang ketiga, izin mendirikan bangunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Konstruksi Gedung Disain arsitektur (aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja diperhatikan mulai dari tahap perencanaan). Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan. Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang
6
disesuaikan dengan kebutuhan. Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap ruangan/unit kerja/ tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit door). c) Kesehatan Untuk menjaga kesehatan para penghuni, gedung kampus harus memenuhi syarat-syarat sebagai gedung yang sehat. seperti: - Memiliki kualitas udara yang baik - Memiliki kualitas pencahayaan yang baik - Sistem sanitasi yang baik - Kebersihan terjaga d) Keamanan dan Keselamatan Faktor keamanan adalah hal penting yang harus diperhatikan dalam pembanguan gedung kantor. Dengan adanya kepastian keamanan pada gedung maka penghuni akan lebih merasa aman, nyaman dan tenang. Dengan rasa aman tersebut akan dapat menghasilkan kualitas lebih maksimal. Untuk menciptakan keamanan pada gedung dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memasang berbagai alat untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran (Fire Safety Management), dan dengan menempatkan petugas keamanan di setiap lantai. e) Keindahan/Desain Interior Desain sebuah bangunan tak sekadar memberikan pemandangan indah tetapi juga dapat merepresentasikan jiwa penghuninya serta menunjukkan kreativitas dan kemampuan dalam menghasilkan karya lewat tampilan gedung kampus yang dimiliki. B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu komponen penting dalam sebuah perusahaan, dan organisasi modern saat ini hal tesebut tidak hanya penting bagi industri itu sendiri, melainkan banyak pihak lainnya termasuk perguruan tinggi. Setiap individu yang berada di dalam Perguruan tinggi mempunyai banyak resiko dan bahaya yang dapat terjadi setiap saat terlebih ketika kita tidak mengutamakan keselamatan atau bahkan lalai. Berbagai kejadian fatal pernah terjadi di beberapa kampus di Indonesia. Hal ini karena perilaku individu dan lingkungan yang kurang mendudung dari tingkat keamanan standar yang harus dimiliki.
Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program ...
Banyak kegiatan yang dilakukan sekitar lingkungan perguruan tinggi, mulai seleksi penerimaan mahasiswa baru, orientasi mahasiswa baru, proses belajar mengajar yang dilakukan baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi tersebut seperti kegiatan wisuda, bahkan kegiatan-kegiatan diluar akademik lainnya seperti pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dari perguruan tinggi tersebut seperti (cleaning service, security, building management, teknisi, dll). “Pihak perguruan tinggi harus membangun dan membiasakan kesadaran diri bagi setiap kegiatan masyarakat kampus dalam menerapkan keselamatan sehingga mereka mampu melakukan identifikasi dan menilai resiko atau bahaya pada setiap kegiatan yang akan mereka lakukan, seperti kecelakaan pada ringan saat kegiatan dilakukan bahkan sampai berakibat fatal” ujar Direktur PT Sinergi Solusi Indonesia (Proxsis Group) Fahmi Munsah dalam Seminar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional yang bertema Basic Safety di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat. Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis adalah sebuah organisasi sosial yang bergerak di bidang akademik atau pendidikan perguruan tinggi, dimana di dalam institusi terdapat banyak profesi yang terlibat, bukan hanya para kalangan pendidik dan peserta didik saja, tetapi melibatkan banyak individu lainnya mulai dari cleaning service, security, staff dan karyawan, dosen, dan mahasiswa. Dari berbagai macam profesi tersebut memiliki tugas dan tangggung jawab masing-masing. Agar masing-masing individu di dalam lingkunan Institute teknologi dan Bisnis Kalbis ini dapat bekerja dengan tenang, nyaman, keadaan sehat dan keselamatan kerja mereka selama berada di dalam lingkungan Institute Teknologi dan Bisnis Kabis terjamin dan terhindar dari segalam bahaya yang dapat mengancam nyawa individu yang ada didalamnya, maka perlu diadakannya kegiatan sosialisasi tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dilingkungan perguruan tinggi tersebut. Dengan sosialisasi keselamatan dan kesejatan kerja dapat memberikan pemahaman, perhatian, dan pelatihan tentang cara evakuasi diri saat bencana terjadi, itu merupakan salah satu contoh ringan yang harus dipahami dan dimengerti oleh masyarakat yang berada di institusi ini. Dalam pengelolaan gedung juga harus memperhatikan perawatan gedung, gedung harus terawat secara rutin agar terwujud kesehatan dan keselamatan kerja para individu yang ada didalamnya.
Usaha-usaha yang dilakukan ITBK dalam rangka perlindungan keselamatan kerja pada pengguna gedung kampus dalam hal ini di dalamnya termasuk pekerja, pendidik, mahasiswa serta siapapun yang berada di dalamnya dilakukan dengan cara usaha preventif atau mencegah, seperti yang dikemukakan oleh Soeprihanto, 1996, dalam buku UPT Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan ITB, preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja sehingga mengurangi atau tidak menimbulkan bahaya bagi para pengguna gedung. Langkah-langkah pencegahan dapat dibedakan, yaitu: - Substansi (mengganti alat/sarana yang kurang / tidak berbahaya) - Isolasi (memberi isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya) - Pengendalian secara teknis terhadap sumbersumber bahaya. Untuk pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya maka ITBK selalu mengingatkan secara langsung kepada para pengguna gedung melalui recepsionist, peringatan itu berupa pelarangan untuk loncat-loncat di dalam lift, duduk di eskalator, menjaga kebersihan lingkungan kampus. Tetapi kadang peringatan itu diabaikan oleh pengguna gedung (mahasiswa) karena masih kurangnya kesadaran akan pentingnya K3, seperti informan Slamet menyatakan: “Penerapan sosialisasi K3 pada masyarakat kampus khususnya internal masih belum dipahami dengan baik akan pentingnya K3 itu sendiri, contoh : masih banyak mahasiswa yang loncat-loncat di lift dan tidak sabar sehingga sering menekan tombol lift berulang-ulang. Jadi belum adanya kesadaran akan pentingnya K3.” - Pemakaian alat pelindung perorangan (eye protection/googles, safety hat/cap/helmet, ear plug/muff, gas respirator, dust respirator, gloves, tali pengaman/safety harness untuk bekerja di ketinggian dan lain-lain) - Petunjuk dan peringatan di tempat kerja Menurut informan Slamet sebagai Koordinator Building Management bahwa ITBK telah menerapkan program K3 “Tindakan yang sudah dilakukan adalah pemasangan poster atau petunjuk tentang k3 baik di dinding kelas, dan juga disekitar lift, sehingga masyarakat bisa membaca jalur-jalur evakuasi jika terjadi gempa atau kebakaran, dan juga adanya peringatan akan bahaya di lift” - Latihan dan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja
7
Kalbisocio Volume 1, Nomor 1, Agustus 2014
Dalam rangka meningkatkan kalitas Sumber Daya Manusia di ITBK, maka ITBK berencana akan mengadakan Pelatihan Penanggulanan Bahaya Kebakaran yang akan dilaksanakan pada bulan Desember 2013, yang menjadi peserta pelatihan tersebut adalah para karyawan dan perwakilan mahasiswa. Seperti yang disampaikan oleh Koordinator Building Management, Slamet, yaitu: “......., kedepannya tepatnya bulan depan sudah ada perencanaan untuk diadakan pelatihan simulasi bagi karyawan,akan dipasang petunjuk atau anak panah menuju pintu darurat yang dapat menyala jika mati lampu atau dalam keadaan gelap sesuai dengan jalur evakuasi.” Komunikasi dalam sosialisasi K3 berjalan dua arah, para trainer (komunikator) memberikan pemahaman dan pelatihan pada para pegawai (komunikan), lalu mendapatkan balikan berupa jawaban dalam ujian dan atau tindakan pencegahan, pengendalian, dan pengawasan terhadap gangguan keselamatan dan kesehatan kerja sehari-hari. Sosialisasi tersebut dapat dikatakan berhasil jika balikan (feed back) dari pegawai memiliki persaman makna dan tujuan dengan yang sudah diberikan oleh trainer (komunikator), yaitu dapat mengatasi dan mengendalikan segala gangguan keselamatan dan kesehatan kerja. Komunikasi internal merupakan bentuk pertukaran informasi dan ide di dalam organisasi. Sedangkan jaringan komunikasi yang digunakan untuk membentuk komunikasi internal yang baik yaitu (Sukoco,2007:56) : - Komunikasi formal, yaitu komunikasi yang dilakukan berdasarkan rentang atau struktur organisasi perusahaan, berupa downward, upward, atau horizontal - Komunikasi informal, yaitu komunikasi yang terjadi diantara seluruh bagian organisasi sebagai perwujudan kebutuhan manusia sebagai insan sosial. Jaringan komunikasi yang ada dalam penelitian ini adalah jaringan komunikasi formal berupa komunikasi Horizontal dalam bentuk program sosialisasi K3 yang dilakukan divisi Building Management ITBK (Intitut Teknilogi dan Bisnis Kalbe) terhadap para karyawan. Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan yang terjadi antara orang-orang yang memiliki tingkatan otoritas yang sama dalam sebuah organisasi. Pesan yang disampaikan biasanya berhubungan dengan tugas-tugas seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi yang lengkap.
8
Pada dasarnya ITBK telah melakukan komunikasi internal kepada karyawannya, walaupun sosialisasi yang diberikan menurut karyawan kurang maksimal. Seperti yang disampaikan oleh informan Slamet, Koordinator Building Management, sebagai berikut: “Sejauh ini komunikasi internal tentang sosialisasi K3 di Institute Teknik dan Bisinis Kalbe sudah terselenggara namun belum maksimal” Sosialisasi yang diberikan dirasa karyawan kurang maksimal karena institusi hanya memberikan menurut situasi dan kondisi serta menurut kebutuhannya. Pendapat ini sama seperti yang diungkapkan oleh informan Dr. Masruchin: “Ya, sudah berjalan dengan baik. Karena resiko terjadinya kecelakaan pada institusi perguruan tinggi relatif kecil, jadi komunikasi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja pun tidak dilakukan secara besarbesaran seperti di pabrik-pabrik yang memiliki resiko kecelakaan kerja lebih besar.” Berbeda dengan Lidya Rahmawati, menurutnya: “Jika komunikasi secara lisan sepertinya belum. Karena itu disosialisasikannya hanya lewat tanda-tanda yang ada di gedung. Mungkin, hanya pemberitahuan yang setiap pagi yang menghimbau jangan loncat-loncatan di lift dll.” C. Kendala dan persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan program sosialisasi Keselamatan Kerja Model komunikasi yang digunakan dalam proses sosialisasi Keselamatan Kerja yang dilakukan oleh Building Management, yaitu bentuk model komunikasi dua arah, jika hasil observasi dan wawancara dikaitkan dengan model komunikasi dua arah yang dikembangkan oleh William J. Seiler dalam buku Arni (2009:13) yaitu sebagai berikut: Pengirim Pesan (Komunikator) Komunikator merupakan orang yang mengirimkan pesan kepada komunikan dalam proses komunikasi. Fungsi komunikator adalah pengutaraan pikiran dan perasaannya dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, atau prilakunya (Effendy, 2008:16). Dalam hubunganya dengan kegiatan komunikasi yang melibatkan manusia- manusia, pada diri komunikator terdapat lima jenis sikap, yakni (Effendy, 2008: 20): 1. Reseptif. Sikap reseptif berarti kesediaan untuk menerima gagasan dari orang lain yang berada di lingkungan di mana kita berada, dari staf pimpinan, karyawan, teman, bahkan tetangga, mertua, dan istri.
Komunikasi Internal Dalam Mensosialisasikan Program ...
2. Selektif Memilih pesan dalam bentuk gagasan ataupun informasi yang diperoleh secara lisan maupun media massa, demi efisiensi waktu yang diperuntukkan bagi pengkajian hal atau masalah yang menyangkut profesinya. 3. Digestif Kemampuan komunikan dalam mencernakan gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bagian pesan yang akan ia komunikasikan. 4. Asimilatif Kemampuan komunikator dalam mengorelasikan gagasan atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam benaknya, yang merupakan hasil pendidikan atau pengalamannya. 5. Transmitif Mampu memilih kata- kata fungsional, mampu menyusun kalimat secara logis, mampu memilih waktu yang tepat, sehingga komunikasi yang ia lancarkan menimbulkan dampak yang ia harapkan. Menurut hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, maka didapatkan hasil yaitu dalam pelaksanaan sosialisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja kepada karyawan di Gedung kampus ITBK Pulomas, yang berperan sebagai pengirim pesan (komunikator) yaitu Building Management yang telah ditugaskan pada tugas dan jam tugasnya masing- masing. ketika menyampaikan pesan kepada karyawan yang bertindak sebagai penerima pesan (komunikan) dalam proses sosialiasi. Pesan Isi pesan yang disampaikan merupakan pesanpesan yang berhubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta telah disesuaikan bagi kebutuhan karyawan. Adapun pesan sosialisasi yang berhubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) disampaikan secara langsung kepada target sosialisasi berupa komunikasi langsung dan komunikasi melalui media. Komunikasi secara langsung yaitu sosialisasi melalui media yaitu dengan pemasangan berbagai poster mengenai prosedur dan pemberitahuan mengenai kesehatan dan keselamatan karyawan di tempat kerjanya. Penerima Pesan Yang berperan sebagai penerima dalam sosialisasi yang dilakukan seluruh karyawan yang berada di lingkungan kampus ITBK Pulomas Jakarta.
Dalam proses sosialisasi yang dilakukan ditemukan hambatan dalam proses penyampaian pesan dari pihak Building Management kepada para Karyawan. Menurut R. Kretner, pakar manajemen Amerika Serikat dalam bukunya yang berjudul Management, (1989, 4th Editon, Houghton Mifflin Company, Boston,) menerangkan bahwa terdapat empat macam hambatan yang dapat mengganggu dalam sistem komunkasi yaitu (Ruslan,2010:9-10): a. Hambatan dalam proses penyampaian (process barriers). Hambatan ini dapat datang dari pihak komunikator (sender barrier), komunikan (receiver barrier), feed back, dan decoding barrier. Dari pihak komunikator hambatan komunikasi dapat berupa yang kesulitan dalam menyampaikan pesan kepada komunikan, komunikator tidak menguasai materi pesan ataupun komunikator yang belum memliki kemampuan sebagai komunikator yang handal. Sedangkan hambatan dari pihak komunikan yaitu hambatan yang berupa komunikan yang sulit dalam memahami pesan dengan baik, hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat penguasaan bahasa, pendidikan, intelektual dan sebagainya yang terdapat dalam diri komunikan. Kegagalanfeedback berupa hasil ataupun tujuan komunikasi yang tidak tercapai dan decoding barrier merupakan hambatan untuk memahami pesan secara tepat. b. Hambatan secara fisik (phsiycal barriers). Merupakan hambatan komunikasi yang bersumber dari sarana fisik, misalnya pendengaran kurang tajam dan gangguan pada sistem pengeras suara yang sering terjadi dalam suatu ruangan kuliah/ seminar/ pertemuan. c. Hambatan semantik (semantik barriers). Merupakan hambatan yang terjadi karena adanya perbedaan pengertian dan pemahaman antara pemberi pesan dan penerima pesan tentang suatu bahasa atau lambang. d. Hambatan psiko-sosialis (psychosocial barriers). Hambatan yang terjadi karena adanya perbedaan yang cukup lebar dalam aspek kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, persepsi dan nilai-nilai yang dianut sehingga kecenderungan, kebutuhan serta harapan-harapan dari kedua belah pihak yang berkomunkasi juga berbeda. Jika teori diatas dikaitkan dengan hasil interview dan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
9
Kalbisocio Volume 1, Nomor 1, Agustus 2014
a. Hambatan dalam proses penyampaian (process barriers). Belum banyaknya kegiatan sosialisasi yang dilakukan seperti belum adanya kegiatan training yang diberikan kepada karyawan hal menyebabkan sedikitnya informasi yang didapatkan oleh karyawan ketika terjadi masalah dalam keselamatan. Karyawan hanya mendapatkan informasi terbatas dari posterposter yang ditempel pada tempat-tempat yang telah ditentukan yang hampir luput dari jangkauan karyawan. b. Hambatan secara fisik (phsiycal barriers). Dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan terdapat hambatan jenis ini, yaitu lokasi pemasangan poster tidak berada ditempat yang gampang dan mudah dilihat oleh karyawan. Papan petunjuk arah yang tidak terlalu terlihat, penggunaan pintu darurat tidak dalam keadaan siap digunakan. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap evakuasi ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. c. Hambatan semantik (semantic barrierriers). Hambatan jenis ini tidak ditemukan dalam kegiatan sosialisasi yang diberikan oleh Building Management ITBK Jakarta d. Hambatan psiko-sosialis (psychosocial barriers). Hambatan jenis ini tidak ditemukan dalam kegiatan sosialisasi yang diberikan oleh Building Management ITBK Jakarta.
IV. SIMPULAN Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting untuk di ketahui oleh seluruh elemen-elemen pengguna fasilitas gedung dan bangunan. Hasil wawancara terhadap beberapa narasumber mengenai sosialisasi internal tentang Kesehatan dan keselamatan kerja di Kalbis kami menyimpulkan bahwa Sosialisasi kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan Institut Teknologi dan dan Bisnis Kaleb (Kalbis insitute) sudah berjalan tapi belum maksimal. Kurangnya informasi dan pendekatan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab dengan keselamatan gedung menjadi salah satu hal terpenting, tidak adanya pemberitahuan secara lisan dan seminar yang diadakan membuat sosialisasi kesehatan dan
10
keselamatan kerja ini tidak berjalan dengan baik. Sosialisasi melalui tanda-tanda bahaya dan titik-titik evakuasi di anggap sudah cukup memenuhi oleh narasumber. Namun, masih adanya kekurangan tanda bahaya dan himbauan di titik-titik fasilitas seperti Eskalator dan Lift menjadi sorotan para narasumber tentang kekurangan info kesehatan dan keselamatan kerja di gedung ITBK (Kalbis Institute). Jadi, sosialisasi Keselamatan dan kesehatan kerja di kalbis secara komunikasi internal dianggap masih sangat kecil dan minim. Karena dalam kegiatan sosialisasi hanya menggunakan model komunikasi satu arah yang disampaikan oleh pengirim pesan kepada penerima pesan, hal tersebut dapat dilihat bentuk sosialisasi yang digunakan hanya menggunakan media-media seperti papan pengumuman, pemberitahuan lewat pengeras suara, dan tanda-tanda evakuasi yang di buat di setiap lantai.
V. DAFTAR RUJUKAN Anwar, Yesmil & Adang. (2008). Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Grasindo Ritzer, George & Douglas. (2007), Teori Sosiologi Modern (Modern Sociologi Theory) Dialih Bahasakan Oleh Alimandan. Jakarta: Kencana Predana Media Group. Kriyantono Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Liliweri, Alo. (2011). Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Mangkunegara, A.A. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA. Muhammad, Arni. (2009). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Salim, Agus. (2006). Teori & Paradigma Penelitian Sosial, Buku Sumber Untuk. Penelitian Kualitatif. (Edisi Kedua). Penerbit Tiara Wacana, Jogyakarta. Soeprihanto. (1996), Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta. Sukoco, Badri M. (2007). Manajemen Administrasi Perkantoran Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga. Suprapto, Tommy. (2009). Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Media pressindo.