KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PENGAJAR DAN SANTRI TUNANETRA DALAM MEMOTIVASI MENGHAFAL AL-QUR’AN DI YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG TANGERANG SELATAN
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh Fathiyatur Rizkiyah NIM: 1111051000099
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/ 1436 H
KOMI]IIKASI AhTTARPBIBADI PENGAJAR DAI\I SANTRI TUNAITETRA DALAM MEMOTIVASI MENGHAFAL AL'QUR'AN DI YAYASAI\I RA{,]DLATUL MAKFUHN SERPONG TAI\TGERANG
SELATAI\I
SkriPsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi unhrk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana KOmunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Fathivatur Rizkivah
ItiIM: 1111051000099
Pembimbing:
r[P.
195503091994031001
JT]RUS$i KOMT]I\ilKASI DAI\I PENTYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAII DAN ILMU KOMUMKASI TJNWERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATTJLLAII
JAKARTA 201s IW 1436
H
PENGESAIIAN PAI\IITIA UJIAN
Skripsi berjudul "KOMUNIKASI AITTARPRIBADI PENGAJAR DAII SAI\ITRI TT]NAI\ETRA DALAM MEMOTTVASI MENGHAFAL AL-
QT'R'AI\[
DI YAYASAI\I RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG
TAI\IGERANG SELATAI\'' telah diujikan dalam sidang munaqasyatr Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2015. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) padaprograrn studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta" 12 Oktober 2015
Sidang Munaqasyah
9601202199503100r
198306102009122001
Anggota Penguji I
Drs. Jumroni. M.Si NIP. 19630515199203 1006
Penguji II
NrP. 1971081
195503091994031001
ABSTRAK Fathiyatur Rizkiyah 1111051000099 Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan Yayasan Raudlatul Makfufin adalah yayasan yang mewadahi santri tunanetra untuk menghafal al-Qur’an. Ketertarikan santri tunanetra dalam menghafal al-Qur'an patut mendapatkan apresiasi dan bimbingan untuk lebih meningkatkan motivasi mereka dalam menghafal al-Qur’an. Dalam hal tersebut, komunikasi antarpribadi seorang pengajar kepada santri tunanetra merupakan faktor penting yang mendukung motivasi santri tunanetra dalam menghafal alQur'an. Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?, Bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal alQur’an?, Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori disonansi kognitif Leon Festinger, yang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan bahwa diri mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, yakni dengan melakukan observasi langsung, melakukan wawancara dan mencari sumber data pendukung seperti dokumentasi. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk komunikasi antarpribadi sebagai upaya memotivasi menghafal al-Qur’an dengan beberapa cara seperti memberikan nasehat, nasehat tersebut dimaksudkan agar para santri tunanetra lebih semangat dalam menghafal al-Qur’an. Kemudian memberikan soal ayat, upaya ini dimaksudkan agar santri tunanetra mempersiapkan hafalannya dan pengajar dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam menghafala-Qur’an dan yang terakhir memberikan bimbingan secara pribadi, hal ini bertujuan untuk memberikan perhatian lebih kepada santri tunanetra yang memiliki masalah dalam menghafal al-Qur’an. Santri tunanetra menemukan motivasi untuk menghafal melalui proses disonansi kognitif yang membuat santri memutuskan untuk menghafal al-Qur’an, karena dalam membangun motivasi, faktor internal diri santri juga ikut berpengaruh pada motivasi sama halnya dengan motivasi yang diberikan oleh pengajar. Faktor pendukungnya ialah motivasi pengajar serta sharing antara pengajar dengan santri. Dan faktor penghambatnya adalah kejenuhan santri tunanetra, kurang memprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an, sulit dalam menghafal al-Qur’an, hambatan dari lingkungan dan belum bisa membaca al-Qur’an braille.
i
KATA PENGANTAR Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, taufiq, kemudahan serta kelancaran dalam proses pelaksanaan skripsi ini hingga selesai. Salawat teriring salam semoga tercurahkan kepada suritauladan kita yakni kekasih Allah baginda Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kita selaku umatnya hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan” ini disusun guna untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini menjadi bentuk pembelajaran. Perasaan bahagia bercampur haru menyatu tatkala skripsi ini bisa terselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna maupun dalam hal bentuk dan isinya. Namun berkat bantuan banyak pihak yang telah memberikan dukungan, baik berupa moril maupun materil. Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan penghargaan setulusnya kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Suparto, M Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang
ii
Administrasi, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Dekan
III Bidang
Kemahasiswaan. 2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Fita Faturokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Drs. S Hamdani, MA selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sangat berkonstribusi dalam memberikan ilmu serta pengetahuan kepada penulis selama menjalani studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 6. Orangtua penulis, yaitu ayahanda H. Agus Tomi dan ibunda Hj. Robiyah, S.Pd.I yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada adik tersayang Yenny Sania Rahmah, Aqilah Ramdhani, Akmal Abdul Rasyid yang banyak membantu serta menghibur penulis. 8. Yayasan Raudlatul Makfufin, dan ketua Ade Ismail, S.Pd, beserta pengurus, pengajar, dan santri yang bersedia melakukan wawancara bersama penulis serta yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis hingga sekarang ini.
iii
9. Himpunan Qori dan Qori’ah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan banyak peluang kepada penulis untuk terus menambah pengalaman dan berprestasi. 10. Teman-teman seperjuangan, khususnya KPI C 2011 yang saling membantu dan memberi dukungan agar bisa suksesbersama. Teruntuk kepada Habibatul Humairoh, Anetty Herawati, Lolo Monica Safitri, Nidya Mustika Army, Nurlaela, terimakasih atas semangat serta do’a dan kenangan indah bersama kalian. 11. Teman-teman divisi Syarhil Qur’an HIQMA, ka Handieni Fajrianty yang selalu kasih semangat dan dukungan kepada penulis. 12. Wiwin Windiastuti dan Ade Julia Safitri yang selalu setia menemani serta memotivasi penulis agar cepat terselesaikan. 13. Ahmad Khizazi, yang telah memberikan motivasi, dukungan, do’a serta bantuan lainnya agar dapat terselesaikan tepat waktu. 14. Teman-teman KKN TSABIT 2014 semoga semakin kompak. 15. Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namanya namun turut memotivasi, membantu, dan mendoakan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih semoga Allah memberikan balasan yang terbaik. Jakarta, 9 Oktober 2015
Fathiyatur Rizkiyah
iv
v
DAFTAR ISI ABSTRAK …………………….……………………………………………..….. i KATA PENGANTAR ……………….……………………………………...…. ii DAFTAR ISI ……………….…………………………………..……….….…... v DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….... viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………..………...1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ………………………..……... 8 C. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 9 D. Manfaat Penelitian ………………………………………...... 10 E. Metodologi Penelitian …..……………………………........... 10 1. Paradigma penelitian …………………………..……...…. 10 2. Pendekatan penelitian ……………..……………………... 11 3. Metode penelitian ………………..……………………..... 12 4. Teknik pengumpulan data ………………..…………...…. 12 5. Teknik analisis data ……………..………………….......... 14 6. Waktu dan tempat wawancara ……………….……….….. 14 7. Subjek dan objek penelitian …………….………….……. 14 8. Teknik penulisan ……………………………….....……... 15 F. Tinjauan Pustaka …………………………………….……….15 G. Sistematika Penulisan ……………………………...…...…... 17
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger……..……………. 19 B. Komunikasi …………………………………….………….... 21 1. Pengertian Komunikasi ………………………………..… 21 2. Karakteristik Komunikasi ……………………..………… 22 3. Unsur-unsur Komunikasi ……………………..…...…….. 23 4. Bentuk-bentuk Komunikasi …………………..………… 24 5. Faktor Hambatan Komunikasi ……………………….….. 26
v
C. Komunikasi Antarpribadi ………………………………….... 27 1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi …………….……….27 2. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi …………….…….... 28 3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi ………………….…….. 29 4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ………….…….... 30 D. Motivasi .................................................................................. 30 1. Pengertian Motivasi ............................................................ 30 2. Fungsi Motivasi .................................................................. 31 3. Jenis Motivasi ..................................................................... 32 4. Sifat Motivasi ..................................................................... 32 E. Menghafal Al-Qur’an …….…………………………….….... 33 1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an .………………….……..33 2. Metode Menghafal Al-Qur’an ……………………....…… 33 3. Faktor Hambatan Menghafal Al-Qur’an ………...…….… 35 4. Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an ………….……. 35 F. Pengertian Santri ..………………………………….…..…....36 1. Pengertian Tunanetra ………………………………….…. 37 2. Karakteristik Tunanetra ………………….………………. 38 3. Klasifikasi Tunanetra …………………………..……...… 38 4. Pengertian Santri Tunanetra ……………………….…..… 39
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN A. Profil Umum Yayasan Raudlatul Makfufin ……………….... 41 B. Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul Makfufin…….…...… 42 1. Visi dan Misi Yayasan Raudlatul Makfufin …………...… 45 2. Program Kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin……….…46 3. Prestasi Yayasan Raudlatul Makfufin……………………. 47 4. Kegiatan Sosial Yayasan Raudlatul Makfufin ………...… 48 C. Susunan Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin …….…….. 48
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
vi
A. Pesan Komunikasi Antarpribadi yang Diberikan Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal AlQur’an………………………………………………………...50 B. Upaya yang Dilakukan Pengajar keada Santri Tunanetra dalam. Memotivasi Menghafal Al-Qur’an……………………………53 C. Disonansi
Kognitif
(Perasaan
Ketidakseimbangan)
dan
Perubahan Prilaku pada Santri Tunanetra dalam Menghafal AlQur’an…...................................................................................58 D. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarpribadi Pengajar
kepada
Santri
Tunanetra
dalam
Memotivasi
Menghafal Al-Qur’an ………………………………………..64
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………….………….... 69 B. Saran ……………………………….……………………….. 70
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 75 LAMPIRAN
vii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Pengajuan Judul Skripsi 2. Surat Bimbingan Skripsi 3. Surat Izin Penelitian 4. Surat Pernyataan Penelitian yayasan Raudlatul Makfufin 5. Wawancara dengan Ketua Dewan Pengurus 6. Wawancara dengan Pengajar Tunanetra 7. Wawancara dengan Santri Tunanetra Mukim 8. Wawancara dengan Santri Tunanetra Nonmukim 9. Biodata Narasumber 10. Biodata Guru yayasan Raudlatul Makfufin 11. Biodata Santri yayasan Raudatul Makfufin 12. Dokumentasi 13. Curiculum Vitae
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna, unik dan menarik. Sempurna karena manusia dikaruniai akal pikiran, berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Sungguh menakjubkan ciptaan Allah bernama manusia. Selain itu manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial yang mengartikan bahwa manusia
memiliki
kebutuhan
dan
kemampuan
serta
kebiasaan
untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhannya sendiri meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan bantuan orang lain. Hakikat komunikasi adalah “proses pernyataan antar manusia, yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan mengunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.”1 Komunikasi yang efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti komunikan, sekalipun dengan bahasa isyarat yang digunakan oleh orang yang memiliki cacat fisik seperti penyandang tunanetra dan lain sebagainya. Kekurangan tersebut tidak menjadi masalah dalam berkomunikasi, sebab banyak media lainnya yang dapat dilakukan dalam komunikasi. “Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab, tanpa 1
Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003), h. 28.
1
2
komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.”2 Salah satu jenis komunikasi yang sering terjadi adalah komunikasi antarpribadi.3 Jadi, tidak heran jika banyak orang yang menganggap komunikasi antrapribadi mudah dilakukan, dimanapun kapanpun baik secara langsung bertatap muka maupun tidak langsung melalui telepon dan lain sebagainya. Komunikasi antarpribadi adalah “komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.”4 Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi baik dilakukan secara diadik atau triadik.5 Komunikasi antarpribadi menjadi penting karena dalam prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialog.6 Pendengaran serta penglihatan sebagai indera primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat intim, indera penciuman dan sentuhan juga sama pentingnya.7 Jadi, komunikasi antarpribadi sangat berpotensial untuk mempengaruhi orang lain, karena kelima alat indera dapat digunakan untuk mempertinggi pengaruh pesan sekalipun terhadap orang yang memiliki kekurangan. Salah satunya melalui para penyandang tunanetra, kita belajar bagaimana mereka menjalani hidup dengan penuh semangat, serta rasa syukur. Penyandang tunanetra yang memiliki 2
h.1-2.
3
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 3. Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h.81. 5 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.106. 6 Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 60. 7 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h.81. 4
3
keterbatasan penglihatan adalah orang yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya, keterbatasan penglihatan bisa dialami secara permanen maupun tidak. Tunanetra adalah orang yang indera pengelihatannya memiliki gangguan serta tidak berfungsi sebagai saluran untuk menerima informasi.8 Istilah tunanetra juga bukan untuk mereka yang mengalami kebutaan saja, tetapi juga untuk mereka yang mampu melihat namun terbatas sekali. Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan teradap dunia luar tidak dapat diperoleh secara utuh, karena indera pengelihatan merupakan salah satu indera penting dalam menerima informasi. Melalui indera ini pula sebagian informasi yang diterima akan disambungkan ke otak, sehingga sehingga timbul persepsi dari informasi tersebut. Indonesia memiliki banyak lembaga sosial khusus tunanetra namun tidak semua lembaga sosial khusus tunanetra bergerak dibidang keagamaan. Oleh karena itu berdirinya yayasan khusus tunanetra bertujuan agar penyandang tunanetra mendapatkan wadah yang bisa mereka andalkan dalam mempelajari ilmu keagamaan. Beberapa contoh lembaga yang ada di masyarakat, sebagai berikut: 1. Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS), Yogyakarta, yayasan ini beralamat di Jl. Parangtritis No.48, telpon 0274377430, dan memiliki visi untuk menciptakan warga tunanetra yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berkehidupan mandiri dan mampu berperan dalam kehidupanberbangsa dan bermasyarakat, dan memiliki misi:9
8
h.65.
9
T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006),
YAKETUNIS (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam), “Visi dan Misi,” diakses pada 14 Oktober 2015 dari http://yaketunis64.blogspot.co.id/visi-misi.html
4
a. Pemberdayaan personalia yayasan dengan berpedoman pada visi b. Pembekalan ajaran yang Qur’ani menurut ajaran agama islam c. Pendidikan dan pelatihan kelayan d. Memberikan bimbingan bermasyarakat 2. Yayasan Tunanetra Wiyata Guna, terletak di Jl. Padjajaran 52 Bandung Jawa Barat 40171, adapun visinya memberikan pedoman dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, yaitu mewujudkan kesetaraan dan kemandirian penyandang cacat netra, dan memiliki misi yaitu:10 a. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra b. Meningkatkan sumber daya penyandang cacat netra c. Menjalin kerja sama dengan organisasi, perguruan tinggi dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat netra d. Meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat netra Saat ini banyak lembaga yang peduli dengan keberadaan para penyandang tunanetra. Salah satunya yayasan Raudlatul Makfufin yang peduli terhadap tunanetra, terletak di Serpong kota Tangerang Selatan. Yayasan ini bergerak dalam bidang pembinaan agama dan mental serta kesejahteraan yang didirikan atas dasar kepedulian sosial terhadap orang-orang penyandang tunanetra. Karena pada saat itu, belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama. Pada umumnya lembaga ketunanetraan lebih banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan pendidikan atau latihan serta upaya
10
Yhoen Yulia Q, “Profil PSBN Wyata Guna Bandung”, diakses pada 14 Oktober 2015 dari http://yhoen-yulia.blogspot.co.id/2013/03/profil-psbn-wyata-guna-bandung.html
5
kesejahteraan sosial dalam arti umum dan yayasan Raudlatul Makfufin memproduksi al-Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan penulisan dan penertiban al-Qur’an braille di Indonesia. Yayasan Raudlatul Makfufin memiliki banyak program-program, salah satunya dari berbagai program yang ada adalah tahfidz al-Qur’an. Tahfidz al-Qur’an atau menghafal al-Qur’an adalah membaca berulangulang sehinga menjadi hafal dari ayat ke ayat berikutnya dan begitu seterusnya hingga mencapai 30 juz al-Qur’an.11 Jadi, segala sesuatu yang sering dulang maka akan dengan sendirinya akan menjadi hafal. Sedangkan al-Qur’an itu sendiri ialah kalam Allah swt, yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril, dan apabila membaca al-Qur’an dinilai ibadah. Program tahfidz al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin dibentuk agar mereka para santri semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan tunanetra bisa menyebarkan al-Qur’an kepada masyarakat, karena dengan menghafal menjadi alternatif mereka untuk bisa mengajarkan al-Qur’an. Program yang baru berjalan selama setahun ini tepatnya dimulai pada bulan September tahun 2014, tapi sudah berpengaruh terhadap daya tarik masing-masing santri. Karena pada awalnya mereka tidak meyakini kalau tunanetra bisa menghafal alQuran. Perbedaan usia santri dan kemampuan menghafal tiap santri berbeda-beda. Karena perbedaan usia antar santri beragam dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya dalam menghafalkan al-Qur’an. kemudian alasan mereka dalam 11
Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal al-Qur’an, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014), h. 20.
6
menghafal bermacam-macam ada yang ingin peringkatnya tinggi dihadapan Allah serta membuang anggapan negatif orang kalau tunanetra hanya bisa pijat dan jualan kerupuk saja, ada juga yang ingin mengajarkan kepada sesamanya bahkan ada pula karena dijanjikan berangkat haji serta tertarik dari suara Syekh Musyari Rasyid Nafasi dan ingin menyerupai suaranya. Tingkat hafalan para santri pun beragam, paling tinggi sudah mencapai 15 juz hingga 30 juz, dan juga untuk yang pemula ada yang masih hafalan surat pendek atau juz amma serta 2 juz sampai 3 juz. Proses menghafal di yayasan Raudlatul Makfufin, para santri belajar huruf latin braille terlebih dahulu, lalu belajar arab braille, membaca al-Qur’an braille, tajwid al-Qur’an setelah semuanya sudah dianggap mampu maka barulah bisa menghafalkan al-Qur’an serta disarankan untuk sambil menakrir atau mengulangulang hafalan sebelumnya, ataupun bisa juga dengan saling simaan (menyimak bacaan satu sama lain secara bergantian) untuk menjaga hafalan agar tidak hilang. Prestasi yang ditorehkan alumni yayasan Raudlatul Makfufin sangat membanggakan, secara tidak langsung memberikan motivasi kepada para santri tunanetra lainnya, prestasi tersebut yakni menjadi juara 3 ditahun 2014 pada MTQ golongan canet (cacat netra) di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan surat keputusan dewan hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Provinsi Banten tahun 2014.12 Serta yayasan Raudlatul Makfufin juga menjadi wakil dari Indonesia dalam konferensi internasional al-Qur’an braille yang diadakan di
12
LPTQ Banten, “Penetapan Peserta Terbaik Pada MTQ XI Tingkat Provinsi Banten,” diakses pada 19 Januari 2015 dari http://lptqbanten.or.id/hasilmtqbanten2014.pdf
7
Istanbul Turki pada tahun 2013.13 Dan kementerian agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) membentuk tim penyusun Qur’an braille, yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut.14 Keterbatasan penglihatan yang dimiliki, mereka mampu menghafal ayatayat al-Qur’an yang mereka sendiri tidak bisa melihat hurufnya. Selain itu mereka juga mampu menorehkan berbagai prestasi membanggakan layaknya orang normal. Untuk mempermudah para tunanetra dalam menghafal, maka dibutuhkan pengajar yang bisa mendorong memotivasi para santri untuk semangat menghafal. Pengajar sebagai salah satu bagian yang sangat penting bagi keberadaan yayasan tersebut, kemampuannya sebagai orang yang lebih mampu untuk membimbing, memotivasi serta mengajarkan walaupun pengajar juga memiliki keterbatasan fisik yang sama seperti santrinya.
Dari hal tersebut perlunya komunikasi
antarpribadi antara pengajar kepada santri tunanetra merupakan faktor penting yang mendukung motivasi, karena komunikasi antarpribadi sebagai bentuk komunikasi yang tepat untuk mengubah sikap, kepercayaan, serta prilaku komunikan yang berlangsung secara tatap muka. Sehingga pengajar dapat mempengaruhi santri tunanetra untuk menghafal dengan mudah layaknya santri dengan penglihatan normal serta semakin termotivasi untuk menghafal. Keterbatasan penglihatan yang dimiliki tidak mengurangi semangat untuk menghafal al-Qur’an. Sehingga tidak ada yang mustahil bagi orang yang ingin belajar dan terus belajar. Apalagi Allah Swt menjamin bahwa al-Qur’an telah
13
Kitaba, “Resolutions of The International Braille Quran Conference Istanbul,” artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari http://www.kitaba.org/articles/resolutions-of-the-internationalbraille-quran-conference-istanbul/ 14 Kementerian Agama, “Kemenag Terbitkan Al-Qur’an Braille,” artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=123044
8
dimudahkan untuk dihafalkan serta memberikan balasan
bagi orang yang
menghafal al-Qur’an, salah satunya yakni akan mendapat syafa’at serta jasadnya nanti akan terpelihara didalam kubur. Allah telah berfirman dalam Surah al-Qamar/54: 17 berikut:
)٧١ : س ْروَا القُ ْرانَ ِلل ِذّ ْك ِر فَ َه ْل ِم ْه ُمدَّ ِكر )القمر َّ ََولَقَ ْد ي “ Dan Sesungguhnya telah kami mudahkan al-qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (QS Al-Qamar/54:17) “Allah Swt sang pemberi kalam, menjamin bahwa al-Qur’an telah ia mudahkan untuk dihafalkan seraya menegur dan memerintahkan kita untuk menghafal kalamnya itu. Sebab, bagian akhir dari ayat tersebut merupakan pertanyaan yang bermakna perintah. Jadi, Allah menantang hambanya untuk membuktikan statement tersebut, bahwa al-Qur’an mudah untuk dihafalkan. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Allah mengulangi ayat tersebut hingga empat kali masing-masing pada ayat 17,22,32 dan 40. Ini membutikan bahwa al-Qur’an memang benar-benar mudah untuk dihafalkan, dengan pertolongan Allah Swt.”15 Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengambil tema skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini hanya menganalisis bentuk komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra sebagai upaya memotivasi menghafal al-qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. Dan dari 60 orang santri tunanetra, peneliti hanya fokus meneliti 7 orang santri tunanetra, 4 diantaranya yang mukim dan 3 diantaranya 15
Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal Al-qur’an Belajar Pada Maestro Al-qur’an Nusantara, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014), h.9.
9
yang tidak mukim. Dan dari 10 orang pengajar, peneliti hanya fokus pada satu orang pengajar yakni pengajar tahfidz al-Qur’an. Mengingat banyaknya program kegiatan yang dipelajari di yayasan Raudlatul Makfufin, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada program tahfidz al-Qur’an dengan media alQur’an braille. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an? 3. Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
10
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis dan praktis, yaitu: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif pada bidang ilmu komunikasi. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan pegangan bagi orang yang ingin mendalami ilmu komunikasi, baik dilembaga maupun masyarakat. E. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh kebenaran dari proses berpikir ilmiah.16
Pada dasarnya metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 1. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian adalah “kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu dan teori.”17 Paradigma berisi bagaimana
16
Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.22. 17 Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, h.33.
11
mempelajari fenomena, realita serta cara yang digunakan dalam penelitian, dan menginterpretasikan temuan.18 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis untuk mengetahui dan mengamati scara mendalam pada objek penelitian. Penelitian yang dihasilkan bisa menemukan suatu kebenaran terhadap realitas. Dalam penelitian ini, pengajar ingin meyakinkan kepada penyandang tunanetra bahwa seorang tunanetra bisa belajar membaca alQur’an layaknya seperti orang normal pada umumnya, bahkan lebih dari sekedar membaca, mereka juga bisa menghafal ayat-ayat al-Qur’an tersebut dengan baik dan benar. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
“keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang
berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Metode yang diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian, yang meliputi orang, lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya.”19 Pendekatan kualitatif juga menempatkan peneliti sebagai orang yang belajar dari masyarakat sehingga penelitian ini cenderung sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Tujuan dari pendekatan kualitatif ini untuk mengetahui fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dengan demikian penulis menjadi instrumen riset yang harus terjun kelapangan untuk mendapatkan data yang diinginkan. Kemudian penulis mewawancarai subjek penelitian untuk 18
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.25. 19 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.81.
12
mendapatkan data dari hasil dialog tersebut penulis mengakitannya dengan teori yang relevan. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan “jenis metode penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.”20 Metode deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci. Secara praktik menggambarkan segala sesuatu yang merupakan komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan yang dilakukan secara sistematis.21 Penelitian ini melakukan pengamatan langsung kelapangan, pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan oleh subjek, bukan apa yang dirasakan oleh peneliti. Peneliti akan meneliti komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin selama empat bulan. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan oleh dua pihak, yaitu pewawancara sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai 20
Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM, 2003), h.105. 21 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.143.
13
pemberi jawaban atas pertanyaan itu.22 Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah diantara peneliti dan informan menyangkut masalah yang diteliti. Pertanyaan yang akan dikemukakan kepada informan tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan pertanyaan tersebut akan bergantung dari kemampuan dan pengalaman peneliti untuk mengembangkan pertanyaan lanjutan sesuai dengan jawaban informan.23 Wawancara mendalam dilakukan dengan Ade Ismail S.Pd selaku dewan ketua pengurus, Abdul Hayi selaku pengajar tahfidz al-Qur’an yang juga penyandang tunanetra, juga wawancara kepada tujuh santri tunanetra yaitu A.Mutaqin, Ja’far Gumelar, Atoillah, Senna Rusli, Muhammad Hafidz, Diah Rahmawati, dan Juanda Saputra. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang menghasilkan catatancatatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan memperoleh data yang lengkap.24 Penelitian ini juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi. Data tersebut terkait dengan penelitian ini, baik didapat dari
h.127.
22
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
23
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.165.
24
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, h.158.
14
internet, dalam bentuk foto, surat-surat, dan catatan harian adalah sebagai bukti konkrit bahwa peneliti telah melakukan penelitian. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan sepanjang proses penelitian sejak peneliti memasuki lapangan untuk mengumpulkan data. Peneliti mendapatkan datadata dari wawancara dengan pengurus maupun santri yang mukim di yayasan tersebut serta santri yang tidak mukim dan berbagai referensi yang sangat membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, baik diperoleh dari sumber buku maupun sumber internet. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. Setelah data-data yang diperlukan telah terkumpul, lalu dianalisis dengan teori yang digunakan. Peniliti menganalisis data dengan memaparkan proses komunikasi antarpribadi yang terjadi antara pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an dikaitkan dengan teori disonansi kognitif Leon Festinger. 6. Waktu dan Tempat Wawancara Wawancara dilakukan sejak bulan Mei atau saat dimulainya proposal dilakukan hingga Agustus 2015. Terletak di JL. Raya Puspitek, Gg.Rais, No. 10 A RT. 002/05, Kp. Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten 15316. 7. Subjek dan Objek Penelitian
15
Subjek dalam penelitian ini ialah yayasan Raudlatul Makfufin, objeknya ialah komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. 8. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan yang akan dilakukan dalam penyusunan skripsi ini penulis berpedoman pada “Buku Pedoman Akademik yang diterbitkan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011”. F. Tinjauan Pustaka Penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka ke perpustakaan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan berbagai sumber buku sebagai literatur penulis, antara lain: 1. “Komunikasi Interpersonal”, Penulis Suranto AW, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. 2. “Teori Komunikasi Antarpribadi”, Penulis Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A dan Dr. Leila Mona Ganiem, M.Si, Jakarta: Prenada Media Group, 2011. 3. “Strategi Mengajar Siswa Tunanetra”, Penulis Lagita Manastas, Yogyakarta: Imperium, 2014. 4. “Metode Cepat Menghafal Al-Qur’an”, Penulis Zaki Zamani dan M.Syukron Maksum, Jakarta: Al-Barokah, 2014. 5. “Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an”, Penulis Drs. Ahsin W Al-Hafidz, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Dalam penyusunan penelitian ini, telah dilakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang hampir sama dengan yang penulis teliti.
16
Komunikasi Antarpribadi Pengasuh Dan Santri Pondok Pesantren Al-Idrus Kalanganyar Lebak Banten, oleh Zaeni Rokhi, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Persamaan yakni terletak pada objeknya yang meneliti tentang komunikasi antarpribadi pengasuh dan santri, serta pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjeknya. Penelitian ini membahas tentang bagaimana komunikasi antarpribadi antara pengasuh dengan santri untuk menciptakan lingkungan yang efektif dalam kegiatan pondok serta masalah yang dialami santri di pondok pesantren al-Idrus. Komunikasi Antrapribadi Tutor dan Siswa pada Lembaga Bimbingan Belajar Prestasi Cabang Kalimalang Jakarta Timur, oleh Anisa Turrohmah, seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Persamaan yakni terletak pada objeknya yang meneliti tentang komunikasi antarpribadi tutor dan siswa, serta persamaan juga terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjeknya. Penelitian ini membahas tentang pendekatan tutor terhadap siswa dengan tingkat analisis kultural, sosiologis dan psikologis lewa wawancara mendalam terhadap siswa. Kemudian pendekatan juga menggunakan hadiah sebagai strategi untuk memotivasi siswa, ancaman serta nasihat. Sedangkan judul penelitian yang penulis susun berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal AlQur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”. Penulis melihat adanya perbedaan dengan penelitian, penelitian ini menjelaskan
17
bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra
dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, serta faktor yang
mendukung atau penghambat dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. G. Sistematika Penulisan Peneliti
membagi
kedalam
lima
bab
agar
mempermudah
dalam
pembahasannya, disetiap bab terdapat sub bab, sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II
: LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
Meliputi teori disonansi kognitif Leon Festinger, pengertian komunikasi, karakteristik komunikasi, unsur-unsur komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi dan faktor penghambat komunikasi, pengertian komunikasi antarpribadi, jenis-jenis komunikasi
antarpribadi,
fungsi
komunikasi
antarpribadi,
karakteristik
komunikasi antarpribadi, pengertian motivasi, fungsi motivasi, jenis motivasi, sifat motivasi, pengertian menghafal al-Qur’an, metode menghafal al-Qur’an, faktor hambatan menghafal al-Qur’an, faktor pendukung menghafal al-Qur’an, pengertian meningkatkan minat menghafal al-Qur’an, pengertian santri, pengertian tunanetra, karakteristik tunanetra, klasifikasi tunanetra dan pengertian santri tunanetra.
18
BAB III
:
GAMBARAN
UMUM
YAYASAN
RAUDLATUL
MAKFUFIN Meliputi profil umum yayasan Raudlatul Makfufin, sejarah berdirinya yayasan Raudlatul Makfufin, visi dan misi, program kegiatan, prestasi, kegiatan sosial, dan susunan pengurus yayasan Raudlatul Makfufin. BAB IV
: TEMUAN DAN ANALISIS
Dalam bab ini menguraikan teori disonansi kognitif sebagai proses pencapaian proses komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. Upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. Serta faktor pendukung dan faktor penghambat serta solusi dari komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. BAB V
: PENUTUP
Bab ini meliputi kesimpulan dan saran atas pembahasan dalam penelitian ini.
BAB II Landasan Teoritis dan Kerangka Konsep A. Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger Leon Festinger menamakan perasaan tidak seimbang sebagai disonansi kognitif. “Perasaan tidak seimbang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”.1 Konsep ini membentuk inti dari Teori Disonansi Kognitif Festinger, teori yang berpendapat bahwa disonansi adalah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah ketidaknyamanan itu. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsistensi adalah sebutan untuk keseimbangan dan inkonsistensi adalah awal sesuatu hal yang dipikirkan dengan kenyataan berbeda. Teori sibernetika menekankan hubungan timbal balik di antara semua bagian dari sebuah sistem. Ada dua genre teori sibernetika, pertama teori penggabungan informasi dan yang kedua teori konsistensi. Teori konsistensi ini memecah kepada dua bagian, pertama teori disonansi kognitif karya Leon Festinger dan yang kedua teori penggabungan problematis oleh Austin Babrow.2 Dalam penulisan ini penulis menggunakan teori disonansi kognitif. fokus dari teori ini ialah pada efek inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi. Teori disonansi kognitif dibingkai oleh empat asusmsi dasar, yaitu:
1
Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 137. 2 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of The Human Communication, (Jakarta: Salemba, 2009), h. 111-115.
19
20
a. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya. b. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. c. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan dengan dampak yang dapat diukur. d. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi.3 Tingkat disonansi dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, tingkat kepentingan, atau seberapa signifikan suatu masalah berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang dirasakan. Signifikan atau tidaknya masalah tersebut dapat diindikasi dengan jumlah aktivitas yang dilakukan oleh seorang diluar masalahnya. Semakin banyak jumlah aktivitas diluar masalah tersebut maka disonansi akan lebih sedikit dan sebaliknya. Kedua, rasio disonansi yaitu jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi konsonan. Kognisi konsonan merujuk pada perilaku yang relevan sementara kognisi disonan merujuk pada perilaku yang merujuk pada ketidakseimbangan. Jika rasio kognisi disonan lebih banyak dibandingkan konsonan maka rasionya negatif. Sehingga akan terjadi inkonsistensi yang akan berdampak pada disonansi. Ketiga, rasionalitas yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Rasionalitas merujuk pada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan mengapa sebuah ikonsistensi
3
139.
Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h.
21
muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi masalah yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang dirasakan.4 B. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatus yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya communis yang bermakna umum atau bersama-sama. Dengan demikian komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.5 Dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan, orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator sedangkan orang yang menerima pernyataan disebut komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan, yang kedua lambang. Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.6 “Definisi secara istilah banyak sekali yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya yaitu Harold Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa” 4
Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h.
5
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
140.
h.31-32. 6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 28.
22
mengatakan “apa” dengan saluran “apa”, “kepada siapa”, dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”. (who says what in which channel to whom and with what effect).”7 2. Karakteristik Komunikasi Komunikasi mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Komunikasi adalah suatu proses Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari perilakunya. c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku terlibat Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik yang dikomunikasikan. d. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa. e. Komunikasi bersifat transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, memberi dan menerima. Kedua tindakan tersebut harus dilakukan secara seimbang oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
7
Riswandi, Ilmu Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 2.
23
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu maksudnya bahwa para pelaku yang teribat dalam komunikasi tidak selalu hadir pada waktu dan tempat yang sama.8 3. Unsur-Unsur Komunikasi Dalam komunikasi terdapat unsur komunikasi, dalam proses komunikasi unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan memiliki peranannya masing-masing, diantaranya yaitu: a. Pengirim pesan yaitu komunikator, Pengirim pesan adalah manusia yang memulai proses komunikasi, disebut komunikator. b. Penerima pesan yaitu komunikan, penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari komunikator. c. Pesan, adalah suatu hal yang sifatnya abstrak (konseptual, ideologis dan idealistik). Akan tetapi, ketika ia disampaikan dari komunikator kepada komunikan, ia menjadi konkret karena disampaikan dalam bentuk simbol atau lambang berupa bahasa (baik lisan maupun tulisan), suara (audio), gambar (visual), mimik, gerak-gerik dan sebagainya. d. Saluran dan media komunikasi, saluran komunikasi lebih identik dengan proses berjalannya pesan, sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat untuk menyampaikan pesan agar sampai kepada komunikan. e. Efek komunikasi, efek komunikasi adalah situasi yang diakibatkan oleh pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi ini berupa efek psikologis yang terdiri dari tiga hal, yaitu:
8
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h. 33-34.
24
1) Pengaruh kognitif, yaitu bahwa dengan komunikasi seseorang menjadi tahu tentang sesuatu. Berarti komunikasi berfungsi untuk memberikan informasi. 2) Pengaruh afektif, yaitu bahwa dengan pesan yang disampaikan terjadi perubahan perasaan dan sikap. 3) Pengaruh konatif, yaitu pengaruh yang berupa tingkah laku dan tindakan. Karena menerima pesan dari komunikator, komunikan bisa bertindak untuk melakukan sesuatu.9 4. Bentuk-Bentuk Komunikasi Ada beberapa bentuk komunikasi diantaranya:
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi
intrapersonal
sering
disebut
juga
komunikasi
intrapribadi, secara harfiah dapat diartikan sebagai komunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi yang terjadi dalam diri individu ini juga berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum mengambil suatu keputusan. Komunikasi ini akan menjadikan seseorang agar tetap sadar akan kejadian disekitarnya.
b. Komunikasi Interpersonal Komunikasi Interpersonal ialah komunikasi antara dua orang dan terjadi kontak langsung dalam percakapan. Komunikasi ini juga dapat
9
65.
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2010), h.
25
berlangsung dengan berhadapan muka atau melalui media komunikasi antara lain dengan melalui: pesawat telfon, atau radio. Komunikasi ini bisa disebut efektif apabila komunikasi dapat menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
c. Komunikasi Kelompok komunikasi kelompok ialah interaksi tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan berbagi informasi, pemecahan maasalah yang mana anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota lain secara tepat.
Sedangkan menurut Goldberg komunikasi kelompok ialah suatu bidang studi, penelitian dan penerapan yang menitikberatkan tidak hanya pada proses kelompok secara umum, tetapi juga pada perilaku komunikasi individu untuk memiliki susunan rencana tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Media komunikasi kelompok ini ialah seperti Seminar
dengan
tujuan
membicarakan
suatu
masalah
dengan
menampilkan pembicara kemudian meminta pendapat.
d. Komunikasi Massa Komunikasi massa ialah suatu proses dimana suatu organisasi memproduksi dan menyebarkan pesan kepada public secara luas, atau suatu proses komunikasi dimana pesan dari media dicari digunakan dan dikonsumsi oleh audiens. Oleh karena itu, komunikasi massa mempunyai
26
karekteristik utama yaitu media massa sebagai alat penyebaran pesannya.10
5. Faktor Hambatan Komunikasi Dalam proses komunikasi tidak selamanya berjalan efektif, terkadang sering terjadi hambatan dalam berkomunikasi, diantara hambatan yang terjadi ialah: a. Gangguan, ada dua jenis gangguan terhadap proses komunikasi menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan semantik. 1) Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. 2) Gangguan semantik adalah gangguan pada pesan komunikasi yag pengetiannya rusak. b. Kepentingan, interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalm menaggapi atau menghayati suatu pesan. c. Motivasi, motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu
yang
sesuai
benar
dengan
keinginan,
kebutuhan
dan
kekurangannya. d. Prasangka, prejudice atau prasangka adalah salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.11
10 11
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi,h. 57-79. Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 45-49.
27
C. Komunikasi Antarpribadi 1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi Joseph A Devito mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.12 Komunikasi
antarpribadi
dibedakan
melalui
analisis
untuk
membedakan antara komunikasi antarpribadi dan komunikasi non antarpribadi. Menurut Miller dan Steinberg yang dikutip oleh Muhammad Budyatna dalam bukunya Teori Komunikasi Antarpribadi, dibagi menjadi tiga analisis tingkatan diantaranya: a. Analisis pada tingkat kultural Kultur merupakan keseluruhan kerangka kerja komunikasi seperti kata-kata, tindakan-tindakan, postur, gerak-isyarat, nada suara, ekspresi wajah, penggunaan waktu, ruang dan materi dan cara ia bekerja, bermain, bercinta dan mempertahankan diri. Semuanya merupakan sistem komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku konteks sejarah, sosial, dan kultural. Terdapat dua macam kultur, diantaranya yaitu: 1) Homogeneous, apabila orang-orang disuatu kultur berprilaku kurang lebih sama dan menilai sesuatu juga sama. 2) Heterogenous, adanya perbedaan-perbedaan didalam pola perilaku dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi, apabila komunikator melakukan
12
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h.78.
28
prediksi terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat menerima pesan dengan menggunakan dasar kultural.13 b. Analisis pada tingkat sosiologis Apabila komunikator tentang reaksi penerima atau receiver terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan penerima didalam kelompok sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis. c. Analisis pada tingkat psikologis Apabila prediksi mengenai reaksi pihak lain atau penerima terhadap perilaku komunikasi kita didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik, maka prediksi itu didasarkan pada analisis tingkat psikologis.14 2. Jenis-Jenis Komunikasi Antrapribadi Secara teoristis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya yaitu komunikasi diadik dan komunikasi triadik, yaitu: a. Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku kounikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikasn seorang itu.
13
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h.2. 14 Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, h.4-5.
29
b. Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikasi, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikasi sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung. 15 Walaupun
demikian
dibandingkan
dengan
bentuk-bentuk
komunikasi lainnya, seperti komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik merupakan komunikasi antarpribadi lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap, opini, atau perilaku komunikan. Demikianlah
kelebihan,
keuntungan
dan
kekuatan
komunikasi
antarpribadi dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Dalam komunikasi kelompok dan komunikasi massa juga mempunyai kelebihan, keuntungan dan kekuatan tetapi sifatnya lain. 3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan sosial. Keberhasilan yang reletif dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi produktif. Kegagalan relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan akhirnya bisa terjadi krisis
15
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 62-64
30
identitas diri. Sedangkan yang dimaksud dengan imbalan ialah setiap akibat berupa perolehan fisik, ekonomi, dan sosial yang dinilai positif.16 4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Diantara bentuk komunikasi memiliki masing-masing karakteristik, maka karakteristik komunikasi antarpribadi bisa dilihat dari segi berikut: a. Sifatnya yang dua arah atau timbal balik karena dilakukan secara langsung sehingga masalah dapat cepat diatasi dan dipecahkan bersama. b. Feedbacknya langsung, dan tidak tertunda. Karena berlangsungnya komunikasi tersebut secara langsung, mka umpan baliknya dapat seketika itu diketahui. c. Komunikator dan komunikan dapat bergantian fungsi, sekali waktu menjadi komuikator dan sekali waktu pula menjadi komunikan. d. Bisa dilakukan secara spontanitas, maksudnya tapa direncanakan terlebih dahulu. e. Tidak terstruktur, maksudnya masalah yang dibahas tidak mesti berfokus, melainkan mungkin hal-hal yang tidakdalam rencana juga masuk dalam pembicaraan. f. Komunikasi ini lebih banyak terjadi antara dua orang, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sekelompok kecil orang.17 D. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai “daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu”. Motif 16 17
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, h. 27. Rhoudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta dan UIN Press, 2007), h. 113.
31
merupakan
daya penggerak
dari
dalam
untuk melakukan
kegiatan
mencapai tujuan.18 Definisi motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan.19 Motivasi adalah “perubahan
energi
dalam
diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”.20 2. Fungsi Motivasi Dalam proses menghafal, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam menghafal, tidak akan mungkin melaksanakan aktivitas menghafal. Motivasi diperlukan dalam menentukan intensitas usaha mengahafal bagi para santri tunanetra. Menurut Hamalik fungsi motivasi adalah: a. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau perbuatan.Tanpa adanya motivasi maka tidak akan timbul perbuatan seperti belajar b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan. c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi berfungsi sebagai mesindalam mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu pekerjaan.21
18
Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h.
73. 19
Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.173. Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 73. 21 Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar, h. 161. 20
32
3. Jenis Motivasi Menurut Dimyati dan Mudjiono motivasi sebagai kekuatan mental individu memiliki 2 jenis tingkat kekuatan, yaitu: a. Motivasi primer Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif dasar, motif dasar tersebut berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Dimyati mengutip pendapat Mc. Dougal bahwa tingkah laku terdiri dari pemikiran tentang tujuan dan perasaan subjektif dan dorongan mencapai kepuasan, contoh mencari makan, rasa ingin tahu dan sebagainya. b. Motivasi sekunder Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari, motif ini dikaitkan dengan motif sosial, seikap dan emosi dalam belajar terkait komponen penting seperti afektif, kognitif, dan kurasif, sehingga motivasi sekunder dan primer sangat penting dikaitkan oleh siswa dalam usaha pencapaian prestasi belajar.22 4. Sifat Motivasi Dalam menumbuhkan motivasi menghafal tidak hanya timbul dari dalam diri santri tunanetra tetapi juga berasal dari luar, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, sebagai berikut: a. Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam pribadi individu itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar individu. b. Motivasi ekstrinsik
22
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Depdikbud, 2005), h.86.
33
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Ia mendapat pengaruh atau rangsangan dari luar, contoh ia belajar karena terdorong oleh orang lain, karena takut mendapatkan hukuman. Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sangat penting bagi santri tunanetra dalam proses menghafal, dengan timbulnya motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat menimbulkan semangat menghafal yang tinggi.23 E. Menghafal Al-Qur’an 1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an Kata dasar dari menghafal ialah hafal yang berarti bisa mengucapkan diluar kepala tanpa melihat. Sedangkan arti dari menghafal ialah berusaha mengingat.24 Sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, yang apabila membacanya dinilai ibadah. Membaca atau mendengarkan al-Qur’an saja bernilai ibadah, apalagi sampai bisa hafal al-Qur’an karena Allah memuliakan serta menjamin jasad para hafidz a-Qur’an akan terjaga dari binatang tanah. Jadi, menghafal al-Qur’an adalah berusaha mengingat ayat-ayat alQur’an yang sudah dihafal diluar kepala. Menghafal al-Qur’an bisa disebut juga dengan tahfidz al-Qur’an, kata tahfidz merupakan bentuk masdar ghoir ً تَحْ ِف ْي- ظ ُ ّظ – يُ َح ِف َ َّ َحفberarti menghafalkan.25 mim dari kata ظا 2. Metode Menghafal Al-Qur’an 23 24
h.252.
25
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, h. 90. Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Indah Jaya Adipratama, 2011),
Zaini Maki, “Keutamaan-Keutamaan Menghafal Al-Qur’an,” artikel diakses pada 28 Januari 2015 dari http://keutamaan-keutamaanmenghafalalquran.blogspot.com/
34
Dalam menghafal al-Qur’an terdapat beberapa metode yang menjadi alternatif untuk menghafal al-Qur’an, diantaranya yaitu: a. Metode Wahdah Maksud dari metode ini yaitu menghafal satu persatu ayat yang akan dihafal. Setiap ayat bisa dibaca berulang kali hingga mampu membentuk bayangan ayat hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisan. b. Metode Kitabah Metode ini diharuskan menulis ayat-ayat yang akan dihafalkannya terlebih dahulu kemudian dibaca hingga lancar lalu dihafalkan. Metode ini cukup praktis karena bukan hanya melibatkan lisan tapi aspek visual menulis juga sangat membantu mempercepat terbentuknya pola hafalan. c. Metode Sima’i Metode ini gabungan dari metode wahdah dan metode kitabah, tapi kitabah di metode ini lebih fungsional sebagai uji coba untuk menuliskan ayat yang sudah dihafal. Kelebihan metode ini ialah untuk menghafal sekaligus untuk pemantapan hafalan. d. Metode Jama Cara menghafal pada metode ini ialah dilakukan secara bersama-sama yang dipimpin oleh instruktur. Satu persatu ayat dibacakan berulangulang oleh instruktur kemudian diikuti oleh para penghafal hingga mendapat
pola
hafalan
ayat.
Metode
menarik
karena
dapat
menghilangkan kejenuhan dan membantu menghidupkan daya ingat.26
26
Ahsin W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 63-66.
35
3. Faktor Hambatan Menghafal Al-Qur’an Dalam menghafal al-Qur’an tentunya memiliki kendala atau hambatan dalam proses menghafal tersebut, diantaranya yaitu: a. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi Masalah ini biasanya ayat yang sudah dihafal sebelumnya hilang ketika ditingal mengerjakann persoalan lainnya. Hal ini bukan saja dialami oleh individu saja tapi juga hampir seluruh para penghafal al-Qur’an lainnya ikut mengalaminya. b. Banyaknya ayat-ayat yang serupa tapi tidak sama Al-Qur’an memang miliki banyak ayat-ayat yang serupa. Maksudnya, pada awalnya sama dan mengenai peristiwa yang sama pula. Namun, pada pertengahan atau akhir ayatnya berbeda atau sebaliknya. c. Gangguan-gangguan kejiwaan Gangguan ini berhubungan
termasuk kedalam keadaan yang tidak normal, baik dengan
fisik
maupun
mental
keabnormalan
yang
disebabkan karena sakit. d. Gangguan lingkungan Keberhasilan seseorang dalam menghafal al-Qur’an tergantung dari keadaan lingkungan terutama pada pemilihan tempat untuk menghafal.27 4. Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an Terdapat beberapa hal yang dianggap penting sebagai pendukung tercapainya tujuan menghafal al-Qur’an, diantaranya yaitu: a. Usia yang ideal 27
39-234.
Muhaimin Zen, Problematika Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1985), h.
36
Dalam menghafal al-Qur’an sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu, tapi tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Usia dini yang masih relatif muda akan lebih potensial serap materi-materi yang dibaca atau dihafal ataupun didengarkan dibanding dengan mereka yang sudah berusia lanjut. Namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa usia lanjut tidak bisa menghafal alQur’an, asalkan dengan kemauan yang kuat. b. Manajemen waktu Para penghafal harus bisa mengantisipasi dan memilih waktu yang dianggap sesuai dan tepat untuknya menghafal. Karena manajemen waktu yang baik akan berpegaruh terhadap pelekatan materi, terutama bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain diluar menghafal alQur’an. c. Tempat menghafal Situasi tempat ikut mendukung proses menghafal al-Qur’an. Karena suasana dengan penuh kebisingan, penerangan tidak sempurna dan gangguan lainnya bisa mengurangi konsentrasi. Menghafal bisa dimana saja, para penghafal ada yang cenderung memilih tempat di alam terbuka atau tempa-tempat sunyi lainnya.28 F. Pengertian Santri Santri adalah istilah lain dari murid atau siswa yang mencari ilmu pada lembaga pendidikan formal, bedanya santri ini mencari ilmu pada pondok pesantren. Hampir seluruh masyarakat pun mengetahui tak asing lagi mendengar
28
Ahsin W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, h. 56-61.
37
kata santri dalam benak mereka. Umumnya santri diidentikkan bagi seseorang yang tinggal di pondok pesantren yang kesehariannya mengkaji kitab-kitab salafi atau kitab kuning, dengan tubuh mengenakan sarung, peci, serta pakaian koko atau gamis yang menjadi pelengkap atau menambah ciri khas tersendiri bagi mereka. Dalam bahasa jawa, santri berarti cantrik yaitu seseorang yang selalu mengikuti gurunya kemanapun gurunya pergi atau menetap.29 Kata santri “mengimplementasikan fungsi manusia dengan 4 huruf yang dikandungnya yaitu sin, satrul al aura (menutup aurat), nun, na’ibul ulama, (wakil dari ulama), ta, tarkul al ma’ashi (meninggalkan kemaksiatan), ra, ra’isul ummah (pemimpin umat)”.30 1. Pengertian Tunanetra Tunanetra dilihat dari segi etimologi bahasa, tuna berarti rugi dan netra berarti mata atau cacat mata, istilah tunetra yang mulai populer dalam dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan keadaan penderita yang mengalami kelainan indera pengelihatan, baik kelainan itu bersifat berat maupun ringan. Sedangkan istilah buta pada umumnya melukiskan keadaan mata yang rusak, baik sebagian (setengah) maupun seluruhnya (kedua-duanya), sehingga mata itu tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya.31 Gangguan penglihatan bisa terjadi karena suatu penyakit, mengalami kecelakaan atau cedera yang bersinggungan dengan sistem penglihatan.
29
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina Mastuhu, 1999), h. 19-20. 30 Mas Dewa, Kiai Juga Manusia, Mengurai Plus Minus Pesantren, Kiai, Gus, Neng, Pengurus dan Santri, (Probolinggo: Pustaka El-Qudsi, 2009), h. 23-25. 31 Soekini Pradopo, Suharto dan L Tobing, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, (Bandung: Masa Baru,t.t.), h.12.
38
2. Karakteristik Tunanetra Secara spesifik anak yang mengalami gangguan penglihatan (tunanetra) dapat diidentifikasi dengan ciri fisik sebagai berikut: a. Tidak mampu melihat, b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata, d. Sering meraba-raba atau tersandung waktu berjalan, e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya, f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh, bersisik dan kering, g. Mata bergoyang terus.32 3. Klasifikasi tunanetra Klasifikasikan
tunanetra
berdasarkan
pada
waktu
terjadinya
ketunanetraan sebagai berikut: a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka yang sama sekali tidak memilki pengalaman melihat. b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. c. Tunanetra pada usia sekoah atau pada usia remaja. Mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proes perkembangan pribadi. d. Tunanetra pada usia dewasa, pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakuan latihan-latihan penyesuaian diri. 32
4.
Lagita Manastas, Strategi Mengajar Siswa Tunanetra, (Yogyakarta: Imperium, 2014), h.
39
e. Tunanetra pada usia lanjut, sebagian besar sudah sulit mengikuti latihanlatihan penyesuaian diri. f. Tunanetra akibat bawaan.33 Sementara klasifikasi tunanetra lainnya dijelaskan oleh Howard dan Orlansky. Klasifikasi tunanetra berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata. Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memberikan kacamata atau kontak lensa. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. b. Hyperopia adalah penlihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. c. Astigmatisme adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak fokus jatuh pada retina.34 4. Pengertian Santri Tunanetra
33 34
Soekini Pradopo, Suharto dan L Tobing, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, h. 12-13. Lagita Manastas, Strategi Mengajar Siswa Tunanetra, h.5-7.
40
Santri adalah “orang yang mendalami ilmu agama islam dengan tekun”.35 Sedangkan tunanetra adalah orang yang
indera pengelihatannya terganggu
sehingga tidak bisa melihat atau buta. Jadi santri tunanetra adalah orang yang mendalami ilmu agama islam secara tekun namun memiliki gangguan pada indera penglihatan atau bisa disebut juga dengan buta. Secara keseluruhan santri tunanetra sama halnya dengan santri pada umumnya yakni sama-sama menekuni agama islam. Namun yang menjadi pembeda adalah terlihat dari fisik terutama pada indera penglihatan. Seorang santri tunanetra sebenarnya tidak berbeda jauh dengan santri normal dalam menghafal al-Qur'an. Namun, santri tunanetra memiliki kekhususan, yaitu menggunakan al-Qur'an braille sebagai media bantu dalam proses menghafal al-Qur'an. al-Qur'an braille ini digunakan sebagai pengganti alQur'an biasa yang tidak dapat dibaca oleh santri tunanetra.
35
Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia, h.669.
BAB III Gambaran Umum Yayasan Raudlatul Makfufin A. Profil Umum Yayasan Raudlatul Makfufin Sesuai namanya Raudlatul Makfufin yang
berarti taman tunanetra. Itu
artinya, sejumlah santri yang mukim maupun yang tidak mukim di yayasan Raudlatul Makfufin adalah para penyandang tunanetra. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Tiada mata tak hilang cahaya adalah ungkapan yang pantas untuk mereka karena di yayasan Raudlatul Makfufin inilah, mereka yang ditakdirkan Allah SWT memiliki keterbatasan dalam penglihatan, justru memiliki keluasan dan kelapangan mata hati untuk menimba ilmu dan menebarkannya terkhusus ilmu agama. Yayasan Raudlatul Makfufin bergerak dalam bidang pembinaan agama dan mental serta kesejahteraan yang didirikan atas dasar kepedulian sosial terhadap orang-orang penyandang tunanetra. Karena pada saat itu, belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama. Pada umumnya lembaga ketunanetraan lebih banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan pendidikan atau latihan serta upaya kesejahteraan sosial dalam arti umum dan yayasan ini juga memproduksi al-Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan penulisan dan penerbitan al-Qur’an braille di Indonesia. Yayasan ini terletak di JL. Raya Puspitek, Gg.Rais, No. 10 A RT. 002/05, Kp. Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten 15316. Lokasinya yang cukup jauh dari jalan utama, dan tidak ada angkutan umum yang melalui jalan tersebut. Tempat yang masih telihat asri
41
42
dan sepi dari keramaian membuat kenyamanan tersendiri bagi santri Raudlatul Makfufin. Namun, tempatnya yang tidak strategis itulah yang membuat santri mukim di yayasan Raudlatul Makfufin lebih sedikit sekitar 6
orang dibanding
sebelumnya ketika yayasan Raudlatul Makfufin bertempat di Ciputat mencapai 10 sampai 15 orang. Karena Ciputat cukup stategis dekat dengan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, SLB yang berada di Lebak Bulus, UHAMKA serta UMJ. Kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin antara lain yakni menghafal alQur’an, muhadatsah, pendidikan terjemah al-Qur’an, kajian kitab-kitab seperi fiqih, hadits arba’in, dan ilmu agama lainnya. Keterampilan seni musik islami seperti marawis, kemudian
pelatihan mengetik 10 jari, pelatihan komputer
dengan screen reader, dan pendidikan kejar paket A, B, dan C. Ada satu lagi kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin yang sangat bermanfaat, inspiratif sekaligus serta memotivasi. Kegiatan itu adalah penyusunan dan pencetakan alQur’an menggunakan huruf braille. Untuk penyusunannya, sebenarnya sudah berlangsung sejak 1996 lalu, sementara pencetakannya baru dimulai pada tahun 2000, dan masih dilakukan hingga kini.1 B. Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul Makfufin Yayasan Raudlatul Makfufin didirikan pada tanggal 26 November 1983 di Jakarta Timur oleh R.M. Halim (Alm) bersama beberapa rekan tunanetra dan non tunanetra, karena pada saat itu belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama bagi tunanetra. Saat itu yayasan belum memiliki kantor sekretariat sendiri, jadi masih berpindah. Pada tahun 1991, Bapak 1
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
43
Munawir Sjadzali, yang waktu itu menjabat Menteri Agama, memiliki perhatian khusus, dengan memberikan pinjaman sebidang tanah milik Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di kawasan Kertamukti, Ciputat, atau seberang gedung kampus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada. Tak hanya itu, Bapak Munawir juga ikut andil dalam mensukseskan pembangunan gedung untuk pusat kegiatan yayasan Raudlatul Makfufin. Pada 1992, pak Munawir juga yang meresmikan kantor sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin. Sejak saat itu, seluruh kegiatan yayasan Raudlatul Makfufin dapat terpusat di satu lokasi,” tutur Ade Ismail, S. Pd, selaku ketua pengurus yayasan Raudlatul Makfufin.2 Seiring waktu berjalan, pada 2009, muncul kebijakan dari Pemerintah yang mengharuskan yayasan Raudlatul Makfufin berpindah lokasi. Kebijakan ini memang mengharuskan seluruh aset-aset negara, termasuk lahan yang ditempati sebagai kantor sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin, dikembalikan lagi kepada negara, dalam hal ini Departemen Agama untuk kepentingan pembangunan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami sepenuhnya menyadari, tanah yang selama ini dimanfaatkan yayasan Raudlatul Makfufin hanya sebatas pinjaman dengan status hak guna pakai, sehingga ketika lahan tanah ini diminta kembali, sudah
tentu
kami
kembalikan
kepada
yang
memang
berhak
memilikinya,” urai Ade Ismail, S. Pd.3 Kebijakan pengembalian lahan tanah pinjaman tadi memang mengharuskan yayasan Raudlatul Makfufin berpikir keras untuk mencari lokasi baru dan
2
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 3
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
44
membangun kembali gedung sekretariat baru. Masalahnya, untuk membangun kembali gedung sekretariat baru, tentu butuh dana yang tidak sedikit. Melalui jalur perundingan dengan pimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akhirnya disepakati bahwa UIN Syarif Hidayatullah akan membantu pembangunan gedung sekretariat baru saja. Artinya, tanpa disertai upaya pengadaan lahan tanahnya. Alhamdulillah, kami mendapatkan tanah wakaf dari seorang hamba Allah, seluas 1.000 meter persegi, yang kami tempati sekarang ini. Itu berarti, lahan tanahnya sudah ada, tinggal membangun gedungnya. Bersyukur, pihak UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
aktif
mengumpulkan
dana
sosial
dengan
tujuan
pembangunan gedung sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin, salah satu caranya dengan melaksanakan fund raising ke banyak pihak. Sekaligus ini membuktikan tanggung jawab pihak kampus UIN Syarif Hidayatullah untuk mengganti bangunan gedung yayasan Raudlatul Makfufin sebelumnya. Pembangunan gedung baru sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin akhirnya terlaksana secara baik. Hingga akhirnya, pada 2010, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Komaruddin Hidayat membubuhkan tanda tangannya dengan tinta emas di atas batu prasasti berwarna hitam, sebagai pertanda peresmian gedung. Meski diresmikan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah, tapi yayasan kami ini tidak ada sangkut pautnya secara formal kelembagaan dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kehadiran Bapak Komaruddin waktu itu, hanya sekadar meresmikan gedung baru, sebagai tindak lanjut dari kebijakan perapihan aset milik Negara dan membuat gedung lama sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin
45
dibongkar. Hingga kini, hubungan secara nonformal dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah tetap terjalin baik, ungkap Ade Ismail, S. Pd.4 Kemudian alasan dasar pendirian yayasan Raudlatul Makfufin karena: 1. Kemiskinan dan kebodohan dekat dengan kekufuran 2. Ketunanetraan tidak menanggalkan kewajiban beribadah 3. Perlu strategi, metodologi dan sarana khusus untuk tunanetra belajar agama 4. Pendekatan agama cara efektif memahami makna penderitaan atau musibah 5. Tunanetra berbakat berpeluang untuk mengabdikan diri dibidang agama jika diberi kesempatan dan didukung sarana yang memadai 6. Perlu lembaga pengelola dana masyarakat untuk kesejahteraan sosial tunanetra.5 1. Visi dan Misi Yayasan Raudlatul Makfufin Visi Yayasan Raudlatul Makfufin adalah wahana jasa untuk pembinaan agama islam dan kesejahteraan sosial tunanetra muslim agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Misi Yayasan Raudlatul Makfufin yaitu: a. Menyelenggarakan pendidikan dan kursus-kursus keagamaan dan dakwah. b. Menyediakan buku-buku sumber agama dalam huruf braille atau rekaman dan penyiapan tenaga pelaksana yang profesional. c. Menyelenggarakan kursus keterampilan usaha. d. Mengupayakan bantuan sosial bagi tunanetra yang membutuhkan. Pentingnya pemberdayaan penyandang tunanetra bagi yayasan Raudlatul Makfufin.6 4
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 5 Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
46
2. Program Kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin Program kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin diadakan guna untuk menunjang kemampuan, meningkatkan pengetahuan, kretifitas
serta
pemahaman keagamaan sebagai wadah mereka untuk menggali potensi diri, diantarnya yaitu: a. Kursus keagamaan 1) Kursus pemberantasan buta huruf al-qur’an braille dan dasar-dasar agama 2) Kursus seni baca al-Qur’an 3) Kursus tahfidz al-Qur’an b. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) berupa program kejar paket A, B dan program paket C c. Pesantren tunanetra d. Majelis ta’lim e. Kursus Komputer bicara f. Pengadaan al-qur’an braille dan pembraillean buku-buku sumber agama islam g. Peringatan hari-hari besar islam h. Pengkaderan jama’ah melalui IKJAR (Ikatan Jama’ah Raudlatul Makfufin).7 Sedangkan program kedepannya yayasan Raudlatul Makfufin akan mencanangkan perpustakaan buku-buku agama islam, hal ini berkaitan dengan program pengadaan al-Qur’an braille dan buku agama yang diproduksi oleh yayasan Raudlatul Makfufin. Hal tersebut untuk memfasilitasi para 6 7
Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin. Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
47
penyandang tunanetra untuk lebih memperkaya ilmu pengetahuan mereka dalam hal keagamaan. 3. Prestasi yayasan Raudlatul Makfufin 1. Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi wakil dari Indonesia dalam Konferensi Internasional Al-Qur’an braille yang diadakan di Istanbul Turki pada tahun 2013. 2. Juara 2 ditahun 2010 dan juara 3 ditahun 2014 pada MTQ golongan canet (cacat netra) di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan Surat Keputusan Dewan Hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi Banten tahun 2010 dan 2014. 3. Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an ( LPMA) membentuk tim penyusun qur’an braille, yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut. 4. Yayasan Raudlatul Makfufin
diundang oleh Badan Agama dan
Pembelajaran Agama (BAPA) Radin Mas
untuk mengikuti Islamic
Singapore Expo, pada bulan September 2014 5. Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) membuat standar al-Qur’an braille di Indonesia, dengan merujuk pada hasil pencetakan al-Qur’an braille yang diproduksi yayasan Raudlatul Makfufin. 6. Juara 2 pada MTQ tingkat DKI. 7. Juara 1 Marawis tingkat remaja masjid se-Pamulang tahun 2008.
48
8. Juara 2 Marawis tingkat remaja masjid.8 4. Kegiatan Sosial Yayasan Raudlatul Makfufin Dari beberapa bentuk kegiatan dan pengembangan keterampilan tersebut, ada beberapa kegiatan sosial yang dilakukan yayasan Ruadulatul Makfufin, antara lain adalah: 1. Memberikan al-Qur’an braille cuma-cuma keseluruh tunanetra yang membutuhkan. 2. Berkurban tiap hari Raya Idul Adha untuk saling membantu. 3. Pelatihan membaca al-Qur’an braille. 4. Memberikan buku-buku keagamaan dalam bentuk huruf braille kepada yang membutuhkan. 5. Pengadaan pengajian-pengajian keagamaan.9 C. Susunan Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin Susunan pengurus disebuah lembaga berperan penting demi tercapainya tujuan bersama. Setiap bagian serta posisi suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Dewan penyantun: 1. Hj. Lea Irawan (ketua) 2. Prof.Dr. Komaruddin Hidayat 3. Dr.H. Marzuki Usman,SE. 4. Dr.Hj. Oktini Watti
8
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 9 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
49
5. Dra.Hj. Lina Liputri,Apt 6. Hj. Ningrum Maurice Nugroho 7. Dr. Eko Prihaningsih Pembina: 1. Ahmad Joni Watimena 2. Drs. Nur Kholiq S.Q. 3. Drs. Ngatijo AS. Pengawas: 1. Akrom Hasani, S.Ag. 2. Budi Santoso, S.Sos.I 3. Drs. Muhyi Choiruddin Pengurus: 1. Ade Ismail, S.Pd (Ketua) 2. Rafik Akbar (Sekretaris) 3. Diah Rahmawati, S.Pd (Bendahara) Unit Pengurus yayasan: a. Unit Pendidikan dan Pesantren: Sapto Wibowo, S.Sos b. Unit Pembraille buku dan Produksi Qur’an: Mohammad Zainal Abidin c. Unit Kewirausahaan: Drs. Abdul Wahab.10
10
Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
50
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Pesan Komunikasi Antarpribadi yang Diberikan Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an Komunikasi antarpribadi dimana pesan terkirim dari pengirim dan penerima, keduanya sama-sama berperan ganda menjadi pembicara sekaligus pendengar. Komunikasi antarpribadi menjadi proses yang sangat lazim dilakukan oleh semua orang begitu juga dengan penyandang tunanetra. Komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra di yayasan Raudlatul Makfufin merupakan penunjang dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. Pesan komunikasi dari komunikator kepada komunikan ataupun sebaliknya mempunyai beberapa bentuk yakni verbal dan nonverbal. Dalam penyampaian pesan ini bersifat memberi dan menerima pesan, seperti obrolan yang terjalin bersifat dua arah, masing-masing memiliki hak. Jadi tidak ada yang lebih menguasai pembicaraan. Hal tersebut memudahkan proses komunikasi antara pengajar dan santri tunanetra. Bentuk pesan yang digunakan pengajar kepada santri tunanetra ataupun sebaliknya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bentuk Verbal Komunikasi verbal adalah pesan yang dikirim dalam bentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal melalui lisan bisa dilakukan dengan menggunakan media, seperti berbicara ditelepon. Pengajar
50
menyampaikan
51
pesan dalam bahasa lisan, seperti sapaan, teguran, nasehat, candaan, perintah, obrolan. Hal tersebut bermaksud agar santri tunanetra yang diajak komunikasi melakukan apa yang dikehendaki pengajar. Disela-sela waktu setoran hafalan pengajar memanfaatkan komunikasi verbal secara lisan untuk memberikan motivasi kepada santri. Komunikasi sehari-hari antar sesama santri tunanetra berjalan lancar tapi harus dengan volume agak keras. Sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Ade Ismail mengatakan bahwa “kalau interaksi sehari-hari ya jangan takut ngomong. Karena jangan harap ditegur kalau tidak tegur duluan. Kami ya memanfaatkan indera pendengaran jadi kalau bicara suaranya jangan pelan, harus lebih keras”.1 Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam pengunaan komunikasi verbal yang dilakukan oleh penyandang tunanetra sama seperti layaknya orang normal akan tetapi mereka lebih mengandalkan pendengaran karena indera pendengaran ini satu-satunya yang mereka miliki untuk bisa menerima sebuah pesan atau informasi. Lalu dalam berkomunikasi antar sesama penyandang tunanetra, baik antara pengajar dengan santri ataupun sebaliknya atau bahkan berkomunikasi dengan orang normal sekalipun, yakni jangan malu untuk mengeluarkan suara, berbicaralah dengan volume yang agak keras. Inilah salah satu bentuk motivasi dari pengajar kepada santrinya agar mereka memiliki kepercayaan diri berkomunikasi dengan orang lain, selain itu bisa bermanfaat bagi santri agar mereka meiliki atau mengetahui potensi dirinya.
1
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
52
Kemudian komunikasi verbal dalam memotivasi menghafal al-Qur’an pengajar
memberikan teguran berupa perbaikan lafadz ataupun kesalahan
disaat proses menghafal atau pada saat setoran hafalan. Sebab dalam proses menghafal, dengan mendengarkan saja tidak cukup, bisa terjadi kesalahan sebagaimana wawancara dengan Ade Ismail selaku ketua dewan pengurus mengatakan “…kalau belajar menghafal hanya dengar dari suara bisa saja salah. Seperti perbedaan illa, ila atau dengan ala, dimana penempatan tasydid atau panjang pendek. Terlebih lagi bagi santri yang sama sekali tidak bisa atau awam akan huruf arab…”.2 Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa dalam menghafal al-Qur’an santri tunanetra dianjurkan bisa membaca al-Qur’an braille. Karena jika bisa membaca sendiri akan tau letak perbedaan lafadz yang sama namun berbeda seperti illa dengan ila, bertasydid atau tidak bertasydid. Mengetahui perbedaan pelafadzan seperti ini merupakan hal mendasar dalam bahasa arab. Dua kata atau lebih bisa saja memiliki pelafalan hampir sama, namun secara tulis berbeda dan maknanya akan berbeda pula. Oleh karena itu, untuk mengatasi terjadinya kesalahan, pengajar akan mengkomunikasikannya dengan santri lewat teguran apabila terjadi kesalahan-kesalahan. 2. Bentuk Non verbal Pesan non verbal adalah pesan yang dikirim dalam bentuk gerak bahasa tubuh, ataupun tanda-tanda. Komunikasi non verbal melalui gerak bahasa
2
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
53
tubuh bisa meliputi mimik, kedipan mata, ekspresi muka, serta perubahan volume suara dan lain sebagainya. Penggunaan komunikasi non verbal sangat berperan penting dalam melengkapi efektifitas komunikasi verbal. Misalnya ketika santri tunanetra ada yang lama tidak menyetorkan hafalannya maka pengajar akan memberikan teguran dengan perubahan volume dengan penegasan agar santri mau menghafal dan menyetorkan hafalannya. B. Upaya yang Dilakukan Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an Seorang pengajar harus mampu memberikan motivasi kepada santri tunanerta yang sesuai dengan kondisi mereka untuk mencapai tujuan. Karena kekurangan fisik yang dialami seringkali membuat orang di sekitar lingkungannya memandang sebelah mata, namun ada juga yang merasa simpati terhadap tunanetra. Semua anggapan itu tergantung dari pribadi setiap orang yang menilainya. Inilah yang membuat pengajar memiliki peran penting untuk menumbuhkan motivasi santri tunanetra. Pengajar perlu memberikan rasa percaya diri kepada santri tunanetra agar tidak merasa rendah karena anggapan-anggapan negatif dari beberpa orang. Pada awalnya pengajar harus mengetahui apa saja minat santri tunanetra dalam menghafal al-Qur’an. Karena minat mempunyai sumbangan yang besar dalam menghafal al-Qur’an. Tujuan dari minat itu sendiri adalah sebagai upaya untuk menambah rasa kecintaan terhadap kegiatan menghafal al-Qur’an. Seorang santri yang memiliki minat menghafal yang tinggi maka akan memberikan kekuatan secara internal pada diri santri untuk tetap konsisten menghafal. Santri
54
yang awalnya hanya ikut-ikutan atau terbawa arus niatnya akan terpicu oleh kondisi lingkungan. Lingkungan yang dipenuhi oleh santri-santri yang memiliki semangat dan minat menghafal tinggi akan memunculkan iklim positif. Mereka yang semangat dan memiliki minat tinggi dalam menghafal secara tidak langsung mempengaruhi santri lain untuk memiliki semangat yang sama, bahkan melebihi. Minat santri tunanetra dalam menghafal ditimbulkan karena dari firman Allah SWT ataupun hadits-hadits yang menerangkan tentang keistimewaan orang menghafal al-Qur’an, salahsatunya surga merindukan empat golongan salahsatu golongan tersebut adalah golongan orang yang hafal al-Qur’an.3 Minat dari santri yayasan Rudlatul Makfufin dalam menghafal al-Qur'an pada umumnya juga dikarenakan hal baru yang mereka temukan, yaitu kemampuan membaca dan menghafal. Para santri sangat tertarik ketika mereka menemukan komunitas tunanetra seperti mereka yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghafal al-Qur'an. Hal yang sangat berbeda jauh dengan anggapan awal mereka bahwa seorang tunanetra memiliki kesempatan yang sangat kecil untuk dapat melakukan hal tersebut. Mulai dari sini lah santri mulai tertarik dengan komunitas penghafal al-Qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin. Terlebih lagi keunikan tersendiri dari yayasan Raudlatul Makfufin yang membuat dan mencetak sendiri al-Qur'an braille, menjadi magnet tersendiri bagi mereka yang menumbuhkan minat untuk bergabung dengan program tahfidz yayasan
Raudlatul
Makfufin.
Dan
yayasan
Raudlatul
al-Qur'an di
Makfufin
tidak
membebankan biaya kepada santri tunanetra, bagi santri tunanetra yang mukim sudah terjamin kebutuhannya karena sudah ditanggung oleh para donatur yayasan 3
Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
55
Raudlatul Makfufin dan bagi santri tunanetra nonmukim akan diberikan uang transpot pengganti dari yayasan bagi yang hadir. Dan pengajar juga menjadi suritauladan untuk membuat santri tunanetra tertarik dalam menghafal karena pengajar secara tidak langsung memotivasi santri tunanetra walau memiliki keterbatasan tapi mampu membimbing santri tunanetra dalam menghafal. Program tahfidz al-Qur'an belum lama diadakan di yayasan Raudlatul Makfufin tepatnya mulai dilaksanakan pada bulan September 2014. Santri-santri yang mengikuti program ini pun tergolong pemula dan ada beberapa yang sudah berpengalaman dibidang tahfidz Qur’an baik itu dalam perlombaan atau banyaknya juz yang sudah dihafal dan ada yang tidak. Dari hal tersebut santri tunanetra yang perkembangnya lebih cepat dapat menjadi contoh kepada santri tunanetra yang masih tergolong pemula lainnya dalam menghafal al-Qur’an serta tetap menstabilkan minatnya atau bahkan meningkatkan minatnya dalam menghafal al-Qur’an walau dalam keadaan yang memiliki kekurangan fisik karena pada umumnya dalam menghafal membutuhkan keselarasan antara indera pengelihatan untuk melihat ayat-ayat yang akan dihafal guna untuk menghindari kesalahan ayat dan indera pendengaran karena susuatu hal yang sering didengar berulang kali akan dengan sendirinya menjadi hafal. Walau program tahfidz masih belum lama dilaksanakan oleh yayasan Raudlatul Makfufin. Para santri begitu antusias untuk menghafal al-Qur’an. Faktor yang membuat santri ingin menghafal hingga bertahan sampai saat ini karena penasaran dan baru setengah jalan, jadi rasa penasaran mereka semakin menjadi karena sulit untuk berhenti ditengah jalan atau putus asa tanpa menghasilkan apa-apa. Karena semakin banyak rintangan
justru semakin
56
membuat santri penasaran untuk terus maju, sekuat apa rintangan yang menghalangi para santri sehingga santri semakin penasaran.4 Pengajar melakukan beberapa cara untuk memotivasi para santri tunanetra agar lebih maksimal dalam menghafal al-Qur’an, beberapa metode untuk memotivasi menghafal al-Qur’an santri tnanetra sebagai berikut: 1. Memberikan nasehat Pengajar sering memberikan nasehat untuk memotivasi santri tunanetra dalam menghafal al-Qur’an, seperti kemuliaan orang penghafal al-Qur’an yang jasadnya terjaga didalam kubur karena hafal al-Qur’an, hadits-hadits yang menerangkan bahwa surga rindu terhadap empat golongan salah satunya ialah golongan orang yang hafal al-Qur’an, dan juga pernyataan dari pengajar kepada santri tunanetra “…kamu itu di dunia sudah terlahir dalam keadaan buta, nanti jangan sampai di akhirat kamu dibangkitkan juga dalam keadaan buta seperti ini…”.5 Makna nasehat yang disampaikan tersebut adalah supaya santri tunanetra terus semangat dalam menghafal walaupun sulit tapi harus terus berusaha. Respon santri terhadap nasehat tersebut adalah mereka semakin termotivasi karena dengan adanya nasehat beliau bisa memotivasi santri yang berbeda latar belakang, sikap, usia dan lain sebagainya. Pengajar yang selalu memberikan semangat dan meyakinkan santri bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama dengan manusia normal, mampu membaca dan mengingatnya. Tanpa motivasi dari beliau para santri tidak bisa sampai seperti 4
Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 21 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 5 Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
57
sekarang ini. Sekarang muncul santri-santri yang telah memiliki kepercayaan diri dan sampai ada yang memiliki hafalan 15 juz hingga 30 juz. “Begitu besar jasa pengajar untuk bisa memotivasi santri dimulai dari kata-kata yang lembut sampai kata-kata yang kasar sekalipun, namun dengan tujuan yang baik”.6 2. Memberikan soal ayat Pada dasarnya dalam menghafal membutuhkan keselarasan antara indera pengelihatan dan inder pendengaran, untuk melihat ayat-ayat yang akan dihafal guna menghindari kesalahan ayat. Tanpa indera pengelihatan tunanetra menajamkan hafalannya dengan memaksimalkan kemampuan pendengaran yang mereka. Salah satu yang diberikan oleh pengajar untuk memperkuat ketajaman menghafal santri tunanetra adalah dengan melakukan pengulangan hafalan santir tunanetra dalam sebuah evaluasi. Evaluasi tersebut dilakukan dengan cara memberikan soal berupa potongan ayat dan santri diharuskan melanjutkan ayat yang didengarnya dari pengajar. Kegiatan ini dilakukan setiap pertemuan. Soal merupakan bahan evaluasi yang biasa diberikan pengajar, dengan diadakannya soal santri tunanetra akan lebih giat dalam menghafalnya karena akan mempersiapkan soal yang akan ditanyakan pengajar. Supaya pengajar bisa mengetahui sejauh mana kemampuan setiap santri tunanetra. 3. Memberikan bimbingan secara pribadi Dalam setiap individu santri tunanetra memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghafal al-Qur’an ataupun diluar menghafal al-Qur’an seperti masalah pribadi yang mempengaruhi semangatnya dalam menghafal al6
Wawancara Pribadi dengan Juanda Saputra Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 20 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
58
Qur’an. maka pengajar akan memberikan waktu diluar jam program tahfidz untuk memberikan bimbingan agar santri tunanetra merasa diperhatikan dan akan lebih semangat dalam menghafal al-Qur’an. Pengajar sebagai pembimbing
bagi
santri
tunanetra
memiliki
peran
krusial
dalam
membangkitkan kembali semangat dan motivasi santri tunanetra dalam menghafal al-Qur’an. pengajar akan memberikan waktu diluar jam program tahfidz untuk memberikan bimbingan agar santri tunanetra merasa diperhatikan dan akan lebih semangta dalam menghafal al-Qur’an. C. Disonansi Kognitif (Perasaan Ketidakseimbangan) dan Perubahan Perilaku pada Santri Tunanetra dalam Menghafal Al-Qur’an Pada
dasarnya
sifat
manusia
yang
mementingkan
konsistensi
(keseimbangan), bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam pikiran dan keyakinan mereka. Namun sebaliknya, mereka akan mencari konsistensi (keseimbangan). Inilah mengapa santri tunanetra merima
keadaannya yang
memiliki kekurangan dalam pengelihatan, karena mereka pasrah serta sadar akan kekurangan keadaan mereka yang tidak bisa berbuat banyak dalam keadaan tidak bisa melihat. Hingga akhirnya mereka terbiasa dengan keadaannya sehingga tidak terlintas dalam pikiran mereka saat itu untuk maju atau berubah. Namun lambat laun santri tunaetra ini meratapi hidup yang dijalani, ingin rasanya bisa lebih baik dan bisa bermanfaatkan untuk orang lain walau dengan keterbatasan fisik salah satunya dengan menghafal al-Qur’an. Saat santri tunanetra ini mulai menemukan komunitas maka santri tunanetra merasakan inkonsistensi yang membuktikan ternyata penyandang tunanetra itu mampu lebih maju dari anggapan sebelumnya yang mengatakan bahwa tunanetra tidak bisa berbuat
59
banyak. Sehingga muncul disonansi pada diri santri tunanetra, apakah santri tunanetra tetap pada kondisi awal atau berubah setelah mengetahui bahwa penyandang tunanetra bisa mengafal. Pengajar sangat mengapresiasi
terhadap santri tunanetra yang ingin
menghafal al-Qur’an. Dalam hal itu pengajar merangkul mereka dengan memberikan nasehat serta motivasi dan sering diajak berdialog bersama agar mereka merasa nyaman tanpa ada beban dari keterbatasan mereka, karena ada juga yang mengalami tunanetra saat dewasa dan itu membuat depresi yang mendalam saat dia merasakan dunia baru saat sudah tidak bisa melihat lagi. Setelah bertemu dengan yayasan Raudlatul Makfufin serta berbaur dengan orang-orang yang juga penyandang tunanetra. Ternyata orang-orang di yayasan ini juga penyandang tunanetra, tapi mereka bisa melakukan kegiatan seperti orang normal salah satunya yaitu membaca sekaligus bisa menghafal al-Qur’an. Awalnya mereka beranggapan kode-kode braille itu hanya titik-titik permainan semata, kalau diraba seperti parutan santen dan bingung bagaimana cara membacanya. Kemudian pengajar akan membimbing serta mengarahkan para santri agar bisa mempergunakan al-Qur’an braille sebagaimana mestinya. Dari hal tersebut timbullah harapan-harapan yang menimbulkan disonansi berupa konflik batin atau pada psikologinya bahwa tunanetra juga bisa membaca serta menghafal al-Qur’an layaknya orang normal pada umumnya. Maka timbul inkonsistensi dari diri santri bahwa anggapannya selama ini tentang penyandang tunanetra telah berbeda. Bagi seorang tunanetra jangankan bisa mempelajari serta menghafal alQur’an, melihat serta berjalan saja susah apalagi itu. Jadi, apa yang ada dalam pikiran tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya.
60
Inkonsistensi yang ada pada diri santri akan menimbulkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut dimulai dari adanya rasa keingintahuan dalam menggunakan al-Qur’an braille. Karena anggapan awal santri tunanetra, dengan cara apa mereka bisa membaca al-Qur’an kalau melihat saja tidak bisa. Semakin lama mereka terbawa oleh komunitas sesamanya, yang membawa mereka ke lingkungan yang memang mendukung. Awalnya tidak percaya diri, tapi karena lingkungan mendukung, sekarang menjadi percaya diri. Sedikit demi sedikit santri tunanetra membuang keyakinan atau anggapan kalau tunanetra tidak bisa membaca serta menghafal al-Qur’an. Perubahan perilaku yang dialami oleh santri tunanetra karena adanya inkonsistensi yang mereka temui, menyebabkan timbulnya disonansi untuk melakukan tindakan. Maksudnya, adanya kebimbangan santri untuk memilih, apakah akan berpindah ke keadaan yang baru mereka temui atau mereka tetap dengan kondisi awal mereka. Ketika santri tunanetra mulai masuk kedalam yayasan Raudlatul Makfufin kemudian mulai mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di yayasan tersebut berarti santri tunanetra secara tidak langsung sedang melawan disonansi pada diri mereka. Ada tiga faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat disonansi, yaitu faktor kepentingan (faktor dalam menentukan tingkat disonansi yang merujuk pada seberapa signifikansi masalah), rasio disonansi (merujuk pada jumlah kognisi konsonan berbanding dengan yang disonan) dan rasionalitas (merujuk pada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan inkonsistensi). Tingkat disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil oleh tunanetra untuk mengurangi disonansi. Tingkat pertama ialah kepentingan artinya bahwa semakin
61
santri menganggap penting menghafal al-Qur’an bagi tunanetra. Maka santri akan mengalami disonansi yang besar ketika menjumpai keadaan yang inkonsistensi. Sebab, santri akan berusaha untuk menuju pada kondisi dimana dia bisa menghafal. Santri di yayasan Raudlatul Makfufin menganggap penting menghafal al-Qur’an bagi mereka yang penyadang tunanetra. Hal ini ditunjukkan dengan antusias dari santri dalam menyetorkan hafalannya. Faktor selanjutnya ialah rasio disonansi, bahwa
santri menemukan
komunitas yang baru dan merasakan perubahan dari sebelumnya mengenal yayasan Raudlatul Makfufin. Karena santri memiliki lebih banyak kognisi disonan dibanding dengan yang kognisi konsonan. Jadi akan sangat mungkin santri bahwa santri memiliki inkonsistensi, dan menghasilkan disonansi. Selanjutnya tingkat disonansi dipengaruhi oleh faktor rasionalitas, yang merujuk pada alasan-alasan santri yang dikemukakan untuk menjelaskan kenapa mereka ingin berubah dari kondisi awal dan sampai ingin sekali dapat menghafal al-Qur’an. semakin banyak santri mengungkapkan alasan, maka semakin sedikit disonansi yang dirasakan. Dengan kata lain motivasi mereka untuk menghafal besar sehingga mempunyai berbagai alasan untuk berubah. Alasan-alasan mereka ialah mulai dari ingin bermanfaat untuk orang lain walaupun dengan keterbatasan fisik, untuk bekal di akhirat nanti, kemudian ingin masyarakat melihat bukan dari ketunanetraannya tapi dengan keilmuan yang dimiliki jadi tidak dipandang rendah oleh masyarakat walaupun emiliki kekurangan fisik, ingin memperdalam agama dengan hafal al-Qur’an, ingin semua ilmu yang dipelajari dengan mudah diterima karena hafal al-Qur’an serta Allah akan menjanjikan surganya untuk para hafidz-
62
hafidzah janji tersebut tertera dalam hadits bahwa surga merindukan empat golongan salah satunya orang-orang yang hafal al-Qur’an. Disonansi yang dialami oleh santri tunanetra, membuat mereka melakukan usaha untuk memperoleh konsistensi. Usaha yang dilakukan santri tunanetra merupakan proses menuju apa yang santri tunanetra inginkan. Santri tunanetra yayasan Raudlatul Makfufin memilih untuk berubah dari kondisi awal mereka. Perubahan yang mereka pilih tentunya ada alasannya. Alasan tersebut berasal dari motivasi. Besarnya motivasi untuk berubah itu tergantung dari tingkat disonansi. Semakin kecil disonansi, maka tindakan usaha yang dilakukan santri tunanetra akan semakin banyak atau lebih intensif. Tingkat disonansi yang tinggi tanpa mempunyai motivasi, itu tidak akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut tergantung dari motivasi, “motivasi bisa dari diri sendiri atau lingkungan sekitar yang mencakup teman, orang tua serta pengajar yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin”.7 Motivasi sangat berpengaruh dalam menumbuhkan semangat menghafal al-Qur’an bagi santri tunanetra. Motivasi dibangun oleh santri sendiri berdasarkan keinginannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungannya. Mengingat fundamentalnya motivasi dari diri sendiri, sehingga harus benar-benar dibangun untuk menjadi modal bagi keberlanjutan perubahan yang diinginkan. Timbulnya motivasi dari diri sendiri diawali dari ketertarikan santri tunanetra terhadap komunitas santri tunanetra yang hafal al-Qur'an. Selain itu mereka juga termotivasi untuk bisa membaca seperti orang normal, meski menggunakan alat bantu. Motivasi dari diri sendiri perlu terus dibangun, dipertahankan dan 7
Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
63
ditambah agar semakin kuat. Motivasi dari diri sendiri ini akan didukung oleh motivasi
yang didapat dari teman, orang tua serta pengajar agar
semakin membuat kokoh fondasi motivasi dari dirisantri tunanetra tersebut. Motivasi dari teman, orang tua serta pengajar berupa dukungan, arahan, dan masukan dari pihak-pihak di sekitar lingkungan kehidupan santri tunanetra. Ketiga pihak tersebut merupakan pemberi sokongan bagi santri untuk lebih giat, semangat, dan konsisten dalam menjalani kegiatan menghafal al-Qur'an. Pengajar juga memiliki peran yang sangat krusial dalam program tahfidz di yayasan Raudlatul Makfufin. Pengajar
menjadi salah satu faktor yang
menentukan santri untuk lebih semangat menghafal. Peran pengajar dimata santri sangat luar biasa karena beliau bisa memotivasi santri yang berbeda latar belakang, sikap, usia dan lain sebagainya. Pengajar yang selalu memberikan semangat dan meyakinkan santri bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama dengan manusia normal, mampu membaca dan mengingatnya. Tanpa motivasi dari beliau para santri tidak bisa sampai seperti sekarang ini. Sekarang muncul santri-santri yang telah memiliki kepercayaan diri dan sampai ada yang memiliki hafalan 15 juz. Kedekatan pengajar dengan para santri di yayasan Raudlatul Makfufin dalam meningkatkan motivasi menghafal al-Qur‟an merupakan salah satu kunci utama yang menjadikan komunikasi antara pengajar dan santri berjalan sangat efektif. Sehingga pesan yang ingin disampaikan pengajar dapat diterima dan diaplikasikan dengan baik oleh para santri. Pengajar memperlakukan santri seperti temannya sendiri meski usia mereka terpaut cukup jauh. Sama sekali tidak terlihat kecanggungan antara pengajar dan santrinya. Mereka terlihat sudah saling
64
mengerti apa yang diinginkan pengajar dan sebaliknya pengajar pun mengerti apa yang dimau santri tunanetra tersebut. Meski kedekatan mereka layaknya seorang teman, tetap terlihat sikap ta'dzim (hormat) santri kepada sang guru. Keadaan seperti ini lah yang sangat ideal, di mana antara santri tunanetra dan pengajar sudah sama-sama saling memahami keinginan dan maksud masing-masing. Dengan demikian, pengajar akan lebih mudah mentransfer informasi
baik
yang berupa persuasi, arahan, dan masukan dalam kegiatan
menghafal al-Qur'an. Pengajar juga selalu mencoba menata kembali fondasi motivasi dari diri santri tunanetra.
Biasanya
di
pengajar menyelipkan
materi-materi
sela-sela tentang
kegiatan
tahfidz
keagamaan
al-Qur'an,
kepada
santri
tunanetra. Materi-materi tersebut diberikan agar santri tunanetra dapat menjalani kegiatan menghafal al-Qur'an
dengan
ikhlas
dan
menyadari
sepenuhnya
bahwa hafal atau tidaknya adalah kuasa Allah. Tanpa kehendaknya, sekuat dan sehebat apapun usahanya tak kan mampu menandingi kuasa Tuhan. Itu lah fondasi yang coba dibangun oleh pengajar agar santri tunanetra selalu ikhlas dalam menghafal al-Qur'an dan menyerahkan semua hasil usahanya kepada sang pemilik jagad raya. D. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarpribadi Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an Upaya pengajar untuk memberikan tambahan motivasi kepada santri tunanetra dilakukan melalui komunikasi antarpribadi. Berbagai interaksi dalam lingkup komunikasi antarpribadi dilakukan oleh pengajar untuk membuat pesan yang disampaikan oleh pengajar dapat diterima oleh santri tunanetra dengan baik.
65
Selain itu tentunya tujuan akhir komunikasi antarpribadi ini adalah dapat mempengaruhi santri tunanetra melalui pesan komunikasi tersebut agar santri tunanetra menjadi seperti yang diharapkan oleh pengajar, yaitu dapat menghafal al-Qur'an dengan penuh motivasi. Proses komunikasi antar pribadi tersebut tidak dapat terlepas dari faktorfaktor tertentu, baik yang mendukung maupun yang menghambat. Faktor pendukung adalah hal-hal yang membuat jalannya proses komunikasi sesuai dengan harapan. Faktor pendukung membuat komunikasi antarpribadi berjalan dengan lancar dan pesan komunikasi tersampaikan dengan baik. Sementara faktor penghambat adalah segala sesuatu yang membuat komunikasi antarpribadi tidak dapat mencapai tujuannya. Umumnya faktor penghambat menjadikan jalannya komunikasi antarpribadi tidak sesuai dengan yang direncanakan dan yang diharapkan oleh komunikator, dalam hal ini adalah pengajar. datangnya faktor pendukung dan faktor penghambat bukan hanya dari salah satu pihak. Melainkan dari berbagai pihak mulai dari santri tunanetra, pengajar, dan pihak di luar keduanya. Faktor-faktor yang mendukung jalannya komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut: 1. Motivasi pengajar Pengajar tentu akan memberikan dampak positif kepada santri tunanetra. Terutama dalam hal memotivasi para santri tunanetra, karena pengajar sebagai penggerak motivasi yang bertanggung jawab untuk membimbing santri tuanetra dalam menghafal al-Qur’an. Segala usaha harus dilaksanakan untuk membuat para santri tunanetra termotivasi dalam menghafal al-Qur’an.
66
Pengajar juga secara tidak langsung sudah memberikan motivasi kepada santri tunanetra lewat keadaannya yang juga memiliki keterbatasan fisik yang sama dengan santrinya yakni pengarjar mebuktikan bahwa walaupun memiliki kekurangan fisik namun tidak mematikan semangatnya dalam berbagi ilmu kepada santri tunanetra. 2. Sharing antara pengajar dengan santri tunanetra Pada setiap kesempatan pertemuan dengan santri, pengajar selalu meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara intim dengan santri melalui kegiatan sharing. Komunikasinya adalah berupa hal-hal yang terkait menjadi hambatan bagi meraka dalam menghafal. Pengajar akan menerima keluhankeluhan santri dan memberikan masukan untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh santri. Hal tersebut dilakukan agar santri tetap konsisten menghafal dan tidak mengalami kesulitan-kesulitan dalam menghafal. Kegiatan sharing ini secara tidak langsung menumbuhkan kedekatan antara pengajar dengan santri. Karena komunikasi yang dilakukan antara pengajar dan santir layaknya komunikasi yang dilakukan antara teman sebaya. Sehingga antara pengajar dan santri tidak menimbulkan perasaan canggung. Ketika sudah demikian, santri akan mudah menerima pesan-pesan dari pengajar yang berupa masukan untuk mengatasi hambatan-hambatan menghafal yang dihadapinya. Faktor penghambat yang dialami pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, sebagai berikut: 1. Kejenuhan santri tunanetra
67
Tidak jarang santri tunanetra yang merasakan jenuh dalam proses menghafal al-Qur’an, terlebih jika santri tunanetra sudah menghafal ayat namun ayat tersebut gampang hilang. Jika santri tunanetra merasa sudah bosan dengan menghafal al-Qur’an “tentu akan timbul rasa malas”.8 Dari rasa malas tersebut akan sulit untuk memulainya kembali ayat-ayat yang akan dihafal. Ketika santri tunanetra mulai merasa bosan dalam menghafal al-Qur’an, santri tunanetra akan mengalihkan perhatiannya kepada hal yang lain seperti “mendengarkan musik dangdut H. Rhoma Irama”.9 Dengan demikian seharusnya pengajar mempunyai strategi khusus agar santri tunanetra tidak merasakan jenuh ketika menghafal al-Qur’an. 2. Kurang memprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an Santri tunanetra yang mukim maupun yang nonmukim tidak diberikan target pencapaian hafalan oleh pengajar, dan target pencapaian hafalan tersebut tergantung dari setiap individu santri tunanetranya. Jadi ketika ada waktu setoran hafalan, tidak semua santri tunanetra menyetorkan hafalan ayat yang sudah dihafalkannya, tapi hanya sebagian santri saja. Dan ada pula yang hanya memuroja’ah saja, untuk menjaga hafalannya agar tidak hilang. 3. Sulit dalam menghafal al-Qur’an Setiap santri tunanetra memiliki kemampuan yang berbeda sehingga pengajar harus lebih telaten dan memiliki sikap sabar dalam menghadapi santri
8
Wawancara Pribadi dengan Diah Rahmawati Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 23 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 9 Wawancara Pribadi dengan Senna Rusli Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
68
tunanetra.10 Sehingga santri tunanetra merasa diperhatikan lebih oleh pengajar dan memicu semangatnya untuk terus berusaha sesuai kemampuannya. 4. Hambatan dari lingkungan Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada proses menghafal alQur’an.11 Minimnya lokal yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin membuat keadaan tidak kondusif saat menghafal al-Qur’an. Terlebih lagi komunikasi keseharian sesama penyandang tunanetra yang mukim ini mengandalkan suara yang keras, karena tidak akan terdengar jika berbicara dengan volume suara yang kecil. Dalam menghafal al-Qur’an membutuhkan konsentrasi yang cukup sehingga ada santri tunanetra yang memilih menghafal al-Qur’an di malam hari disaat yang lain tidur, maka santri tunanetra ini memanfaatkan waktu sebaik mungkin. 5. Belum bisa membaca al-Qur’an braille Masih banyak santri tunanetra yang belum bisa membaca al-Qur’an braille. Sehingga santri tunanetra harus terlebih dahulu mempelajari huruf latin braille, kemudian belajar huruf arab braille barulah belajar membaca al-Qur’an braille.12
10
Wawancara Pribadi dengan Diah Rahmawati Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 23 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 11 Wawancara Pribadi dengan Abdul Hayi Pengajar Tahfidz. Tangerang, 11 Agustus 2015 di Rumah Pribadi Bapak Abdul Hayi. 12 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan maka penulis menyimpulkan tentang komunikasi antrapribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk pesan komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an: a. Pesan komunikasi verbal Pesan verbal seperti teguran berupa perbaikan lafadz ayat teguran berupa ataupun kesalahan disaat proses menghafal atau pada saat setoran hafalan. b. Pesan komunikasi nonverbal Pesan non verbal seperti volume pengajar ditinggikan untuk memberikan penegasan berupa sindiran kepada santri tunanetra yang lama tidak menyetorkan hafalan. 2. Upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an a. Memberikan nasehat b. Memberikan soal ayat c. Memberikan bimbingan secara pribadi 3. Santri tunanetra menemukan motivasi untuk menghafal al-Qur'an melalui proses disonansi kognitif yang membuat santri memutuskan untuk menghafal al-Qur’an.
69
70
4. Faktor pendukung dan faktor penghambat komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an a. Faktor pendukung diantaranya ialah: 1) Motivasi pengajar. 2) Sharing antara pengajar dengan santri tunanetra. b. Faktor penghambat diantarnya ialah: 1) Kejenuhan santri tunanetra. 2) Kurang meprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an 3) Sulit dalam menghafal al-Qur’an 4) Hambatan dari lingkungan 5) Belum bisa membaca al-Qur’an braille B. Saran Berdasarkan pada hasil temuan tersebut, terdapat beberapa saran yang penulis ajukan kepada santri, pengurus serta pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin, dan semoga saran ini bisa bermanfaat, antara lain: 1. Kepada Santri Saran ini lebih peneliti tujukan pada santri penghafal al-Qur’an untuk memperkuat motivasi sebagai faktor penentu keberhasilan dalam menghafal alQur’an. Berdasarkan hasil penelitian ini minat yang tinggi mampu memotivasi dalam menghafal al-Qur’an, sehingga harapan untuk menghafalkan 30 juz dapat terealisasikan dengan baik dan berjalan seiring dengan kegiatan lainnya selain kegiatan menghafal al-Qur’an. Adapun
cara
meningkatkan
minat
dalam
menghafal
al-Qur’an
diantaranya yaitu dengan menanamkan nilai keagungan al-Qur’an dalam diri
71
masing-masing individu yang menghafal al-Qur’an, memahami keutamaan dari membaca, mempelajari dan menghafal al-Qur’an, mengkaji sejarah ataupun riwayat para penghafal al-Qur’an seperti imam As-sudais yang merupakan imam besar masjidil haram, mengikuti kegiatan seperti Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) cabang tahfidzul Qur’an untuk mengasah kemampuan dan meraih prestasi dalam menghafal al-Qur’an, mengikuti sima’an al-Qur’an serta menghadiri setiap ada kegiatan di majlis-majlis tahfidz. Selain itu juga disarankan untuk tidak cepat puas dengan apa yang sudah diperoleh, teruslah belajar dan menuntut ilmu hingga akhir hayat. Bagi yang sudah khatam hafalan al-Qur’annya hingga 30 juz, diharapkan mampu mengamalkan ilmunya kepada penyandang tunanetra yang lain dan juga kepada selain penyandang tunanetra. Kemudian memperdalam ilmu pengetahuan dibidang tafsir al-Qur’an serta mempelajari Qira’atus Sab’ah (Qira’at tujuh) dari para tujuh imam yang terkemuka. 2. Kepada Pengurus Disarankan
bagi
pengurus
yayasan
Raudlatul
Makfufin
untuk
menciptakan iklim yang bisa menumbuhkan motivasi menghafal al-Qur’an pada santri tunanetra. Adapun cara yang bisa dikembangkan diantaranya adalah dengan mengembangkan metode-metode menghafal yang bervariasi dan menarik untuk meminimalisir kejenuhan santri, mengadakan acara sima’an yang semi formal sebulan sekali atau pun kapan saja asalkan dirutinkan untuk melatih mental dan melancarkan hafalan, mengadakan studi banding ke yayasan tunanetra yang memiliki program tahfidz agar memperkaya metode
72
yang tepat bagi santri tunanetra dalam menghafal al-Qur’an, menciptakan lingkungan asrama yang kondusif. 3. Kepada pengajar Disarankan pengajar memberikan hadiah atau beasiswa bagi santri yang mampu menghafal sesuai target atau yang memiliki hafalan terbanyak, hal tersebut bertujuan untuk lebih memotivasi para santri untuk menghafal. Kemudian pengajar memberikan trik-trik khusus agar para santri yang belajar latin atau arab braille dapat dengan mudah menghafal kode braille tersebut. Berikut adalah pola-pola khusus dalam huruf braille yang dapat diajarkan oleh pengajar kepada santri agar mudah untuk dihafalkannya. 1) Bila diperhatikan, antara huruf A sampai E, akan membentuk pola seperti orang sedang sholat dan terakhir ada garis miring.
2) Sementara untuk huruf F sampai J akan membentuk tulisan "rOLIJ".
3) Kesimpulan yang dapat diambil dari pola huruf A sampai J adalah seperti urutan orang rukuk sholat dan membentuk pola "rOLIJ".
73
4) Pola huruf K sampai O mirip dengan pola huruf A sampai E. hanya menambahi satu titik di kiri bawah.
5) Pola huruf P sampai T juga mengikuti pola F sampai J, dengan menambahkan satu titik di kiri bawah.
6) Pola huruf U, V, X, Y, Z merupakan modifikasi dari pola berturut-turut dari K, L, M, N, O, dengan hanya menambahkan satu titik di kanan bawah.
74
7) Pola huruf W merupakan kebalikan dari pola huruf R.
Demikian pola huruf yang dapat disederhanakan cara menghafalnya agar mudah diingat oleh para santri tunanetra.1
1
Lidya Cindi Septika, “Cara Cepat Belajar Braille,” artikel diakses pada 16 Agustus 2015 dari http://lidyacindiseptika.blogspot.com/2011/03/cara-cepat-belajar-braille.html
DAFTAR PUSTAKA Al-Hafidz, W Ahsin. Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Alya, Qonita. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Indah Jaya Adipratama, Jakarta, 2011. Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Budyatna, Muhammad dan Ganiem, Mona Leila. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Prenada Media Group, 2011. Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Dewa, Mas. Kiai Juga Manusia, Mengurai Plus Minus Pesantren, Kiai, Gus, Neng, Pengurus dan Santri. Probolinggo: Pustaka El-Qudsi, 2009. Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud, 2005. Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Kountur, Ronny. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM, 2003.
75
76
LittleJohn, W Stephen. Teori Komunikasi Theories Of The Human Communication, Jakarta: Salemba, 2009.
Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina Mastuhu, 1999. Manastas, Lagita. Strategi Mengajar Siswa Tunanetra. Yogyakarta: Imperium, 2014. Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenadamedia Group, 2013. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Noor, Juliansyah. Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. Oemar, Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Pradopo, Soekini Suharto dan L Tobing. Pendidikan Anak-Anak Tunanetra. Bandung: Masa Baru, t.t. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Sadirman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo, 2006.
77
Sevilla, Consuelo, dkk. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia, t.t. Soyomukti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2010. Uchjana, Onong. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003. West, Richard dan Turner H Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Zamani, Zaki dan Syukron Maksum. Metode Cepat Menghafal Al-qur’an Belajar Pada Maestro Al-qur’an Nusantara. Yogyakarta: Al Barokah, 2014. Zen, Muhaimin. Problematika Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1985.
Sumber Internet: Agama, Kementerian. “Kemenag Terbitkan Al-Qur’an Braille.” artikel diakses pada
4
Maret
2015
dari
http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=123044 Banten, LPTQ. “Penetapan Peserta Terbaik Pada MTQ XI Tingkat Provinsi Banten.”
artikel
diakses
pada
19
Januari
2015
dari
http://lptqbanten.or.id/hasilmtqbanten2014.pdf Kitaba. “Resolutions of The International Braille Quran Conference Istanbul.” artikel
diakses
pada
4
Maret
2015
dari
78
http://www.kitaba.org/articles/resolutions-of-the-international-braillequran-conference-istanbul/ Maki, Zaini. “Keutamaan-Keutamaan Menghafal Al-Qur’an.” artikel diakses pada
28
Januari
2015
dari
http://keutamaan-
keutamaanmenghafalalquran.blogspot.com/ Septika, Lidya Cindi. “Cara Cepat Belajar Braille.” artikel diakses pada 16 Agustus 2015 dari http://lidyacindiseptika.blogspot.com/2011/03/caracepat-belajar-braille.html YAKETUNIS (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam). “Visi dan Misi.” diakses pada 14 Oktober 2015 dari http://yaketunis64.blogspot.co.id/visimisi.html Yulia, Yhoen Q. “Profil PSBN Wyata Guna Bandung.” diakses pada 14 Oktober 2015
dari
http://yhoen-yulia.blogspot.co.id/2013/03/profil-psbn-wyata-
guna-bandung.html
LAMPIRAN 1 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Ade Ismail S.Pd (Ketua Dewan Pengurus)
Hari
: Selasa, 28 Juli 2015
Pukul
: 15.05 WIB
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Apa saja tugas yayasan Raudlatul Makfufin?
J
:Tugas yayasan Raudlatul Makfufin itu mensyiarkan agama kemudian mengajarkan agar para penyandang tunanetra bisa membaca al-Qur’an serta dapat memahaminya.
T
: Apa keunggulan yayasan Raudlatul Makfufin dari yayasan tunanetra lainnya?
J
: Keunggulan yayasan Raudlatul Makfufin dibanding dengan yayasan tunanetra lainnya ialah yayasan ini fokus membina keagamaan walaupun ada beberapa yayasan tunanetra lain yang bergerak dibidang keagamaan, yayasan ini mengutamakan untuk keagamaan.
T
: Apa tujuan yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Tujuan dari yayasan Raudlatul Makfufin ini ingin mewujudkan kesejahteraan tunanetra dunia dan akhirat.
T
: Prestasi apa saja yang didapatkan yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Prestasi banyak tapi sudah lupa (tutur beliau sambil tertawa), salah satunya menjuarai MTQ tingkat provinsi DKI dan Banten, juara 1 marawis remaja masjid tingkat se-pamulang, dan lain sebagainya.
T
: Bagaimana cara pengasuh memberi arahan kepada santri tunanetra dalam upaya memberdayakan mereka?
J
: Arahan terutama untuk santri yang baru hadir itu diperkenalkan letak-letak ruang yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin ini, lalu untuk dibidang keagamaannya diperkenalkan serta dilatih membaca al-Qur’an namun
sebelumnya diajarkan membaca huruf latin terlebih dahulu baru kemudian ke al-Qur’an braille. T
: Sejauh ini (faktor apa ) hal apa yang dapat memberikan ruang bagi santri tunanetra dalam mengembangkan potensinya?
J
: Faktor kepercayaan diri yang tinggi serta keberanian bahwa santri-santri ini mampu dan difasilitasi untuk menopang potensi tersebut.
T
: Apakah ada hambatan dalam membina santri?
J
: Hambatannya itu pada jenjang usia, latar belakang serta kemampaun tiap santri beragam. Ada yang sudah menyandang tunanetra sejak lahir adapula sudah memasuki usia dewasa baru tunanetra yang disebabkan faktor kecelakaan dan lain sebagainya. Jadi dalam proses belajarnya tidak bisa dilakuan secara massal, harus satu persatu dan tidak menuntut untuk meraka faham. Karena butuh proses yang lama dibanding dengan orang normal pada umumnya.
T
: Bagaimana pihak yayasan menyikapi hambatan tersebut?
J
: Jadi dari proses belajarnya harus satu persatu tidak bisa secara massal serta tidak menuntut mereka faham. Karena tenaga pengajar juga kurang. Jadi, belajar juga bisa dengan sesama teman.
T
: Apakah dalam menanggulangi hambatan dilakukan juga komunikasi antarpribadi? Lalu dalam bentuk apa saja komunikasi antarpribadi dilakukan?
J
: Ya, itu tadi belajar dengan teman, ngobrol sambil berbagi ilmu.
T
: Kegiatan apa yang menjadi pendukung dalam memajukan program tahfidz di yayasan raudlatul makfufin ini?
J
: Membaca al-Qur’an braille, saling murojaan dengan teman dan membina tajwidnya.
T
: Apa tahapan-tahapan dalam menghafal al-Qur’an santri tunanetra?
J
: Belajar huruf latin braille terlebih dahulu, kemudian belajar huruf arab braille, lalu belajar membaca al-Qur’an braille, kemudian belajar ilmu tajwid, setelah itu baru masuk ketahap terakhir yakni belajar menghafal al-Qur’an.
T
: Apa tujuan dari belajar latin braille?
J
: Agar mereka mengenal huruf braille dasar
T
:Potensi atau jasa apa saja yang ditawarkan yayasan raudlatul makfufin kepada penyandang tunanera?
J
: Dilatih kesenian seperti bermain alat musik misalnya marawis, dilatih muhadoroh, lalu dilatih mengoperasikan komputer, kemudian saat ini sedang mencoba dibidang bahasa yaitu bahasa arab dan bahasa inggris.
T
: Apa langkah yang akan diambil untuk program tahfidz kedepannya?
J
: Program tahfidz kedepannya ingin lebih mengintensifkan karena masih tahap merintis dan ingin melahirkan para hafidz-hafidzah tunanetra.
T
: Kendala apa saja yang dihadapai dalam program tahfiz ini?
J
: Bacaan braillenya masih belum lancar, harus bisa baca al-Qur’an braille terlebih dahulu. Karena kalau belajar menghafal hanya dengar dari suara bisa saja salah. Seperti perbedaan illa, ila atau dengan ala, dimana penempatan tasydid atau panjang pendek. Terlebih lagi bagi santri yang sama sekali tidak bisa atau awam akan huruf arab, itu adalah kendala. Jadi kalau sudah bisa baca al-Qur’an braillenya sendiri itu memudahkan.
T
: Bagaimana komunikasi antarpribadi yang yang digunakan dalam berinteraksi sehari-hari bagi santri penyandang tunanetra?
J
: Kalau interaksi sehari-hari ya jangan takut ngomong. Karena jangan harap ditegur oleh kalau tidak tegur duluan. Kami ya memanfaatkan indera pendengaran jadi kalau bicara suaranya jangan pelan, harus lebih keras.
T
: Bagaimana interaksi dengan masyarakat disekitar lingkungan yayasan yang bukan penyandang tunanetra?
J
: Alhamdulillah, interaksi dengan masyarakat sekitar berjalan lancar dan mendapat tanggapan positif, salah satunya kalau datanga waktu shalat suka jama’ah bersama.
nnndaudaNara
Biodata Narasumber Nama
: Ade Ismail S.Pd.I
Tanggal lahir
: Samarinda, 6 Maret 1983
Alamat
: Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan
: SD SLB Ruhui Rahayu Samarinda (1991-1996) SMP SLB A PTN Jakarta (1996-1999) SMA 66 Jakarta (1999-2002) Universitas Negeri Jakarta Jurusan Pendidikan Sejarah (2003-2009)
Agama
: Islam
No Telepon
: 085282669927
LAMPIRAN 2 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Abdul Hayi (Pengajar Tahfidz)
Hari
: Selasa, 11 Agustus 2015
Pukul
: 19.05
Tempat
: Rumah tinggal Bapak Abdul Hayi
T
: Kapan pelaksanaan program tahfidz di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Pelaksanaan program tahfidz diadakan setiap hari Minggu pagi atau siang, Senin dan Selasa pagi dari subuh hingga selesai biasanya sampai jam 08.00. dan akan ada rencana ubah jadwal ke hari Rabu dan Kamis. Hari Senin untuk mentakrir hafalan.
T
: Bagaimana pembelajaran tahfidz di yayasan Raulatul Makfufin?
J
: Pembelajaran tahfidz dianjurkan untuk yang sudah bisa membaca al-Qur’an braille tapi santri di yayasan Raudlatul Makfufin ini sudah bisa membaca alQur’an braille. Hafalan dimulai dari bawah yakni juz 30 atau juz amma bisa dari surat An-as atau bisa dimulai dari An-naba, ataupun bisa dimulai dari juz 29 karena bisa mempermudah, sebab banyak ayat-ayat mutasabbih dan jika sudah melewati juz 29 atau 30 menghafal ayat sudah ringan.
T
: Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Inginnya ditarget misal satu hari tiga ayat, tapi masih membebaskan jadi tidak ada target menghafal, karena tiap santri berbeda latar belakang dan tingkat kemampuannya jadi tidak bisa dipaksakan harus menghafal dengan target, tapi kalau bisa sih semakin banyak semakin bagus.
T
: Siapa yang menetapkan target tersebut? (pengajar atau santri)
J
: Pengajar tidak menetapkan target hafalan
T
: Metode seperti apa yang digunakan dalam menghafal di yayasan Raudlatul Makfufin, lalu bagaimana mekanismenya?
J
: Untuk menghafal membaca al-qur’an dulu dari alfatihah menghafal satu ayat perayat dengan sambil meraba, jangan berpidah ayat sebelum ayat itu dikuasai.
Itupun jangan sampai lupa ayat yang sudah dihafal jika menambah hafalan selanjutnya. Serta harus semakin banyak diulang karena sering terjadi ayat yang sudah dihafal akan lupa, jika sudah merasa lancar jangan sungkan untuk mengulang. T
: Menurut bapak, seberapa efektif dan efisien penerapan metode tersebut dalam menghafal?
J
: Belum begitu efektif karena mereka masih terbatas jangankan untuk menghafal terkadang masih terbata-bata, asalkan mereka sabar dan rajin. Metode tadi juga tidak merata.
T
: Upaya apa saja yang dilakukan dalam menerapkan metode tahfidz alQur'an?
J
: sering sharing apa yang menjadi kendala, dibantu dengan alat pendengaran seperti mp3, dengan al-Qur’an braille, kalau al-Qur’an braille langsung pegang hururfnya jadi langsung tau, dan kalau memakai media lain seperti mp3 bisa jadi terjadi kesalahan. Kecuali kalau dia sudah hafal karena da juga yang menjadi tuanetra ktika sudah besar dan sebelum menjadi penyandang tunanetra sudah hafal jadi bisa mengulang kembali.
T
:Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan metode tersebut? (dari diri asatidz, dari segi santri, lingkungan pondok, sarana prasarana)
J
: hafalan itu kadang nambah lama tapi sering mengulang, jadi bagi waktu untuk menambah dan mengulang berkaitan juga dengan kesibukan masingmasing ada yang sekolah, kerja atau kesibukan lainnya. Jika dari santri sering timbul rasa malas, lalai, sarana setiap teman-teman yang belum punya alQur’an ada donatur yang memiliki donatur dan belum terdata siapa saja yang mempnyai al-Qur’an braille dirumah.tidak semua dilingkungan rumahnya ada yang bisa bimbing hafalan bagi tunanetra.
T
: Ustadz, dalam menghafal di yayasan makfufin adakah syarat atau adab terlebih dahulu sebelum memulai membaca atau menghafal al-Qur'an?
J
: Syaratnya berwudhu karena dengan berwudhu bisa mensucikan dari hadas, jika sudah suci insyaAllah Allah memberi kemudahan untuk menghafal. Kalau adab ya jangan banyak hiburan ataupun jangan maksiat.
T
: Boleh atau tidak jika langsung belajar arab braille tanpa belajar latin braille dalam proses menghafal?
J
: Boleh saja karena itu tergantung keinginan santri yang ingin belajar, kalau ingin bisa membaca al-Qur’an saja tidak apa-apa kalau hanya belajar arab braille saja, tapi tujuan diajarkan braillelatin terlebih dahulu karena untuk memperkenalkan kepada santri agar mereka mengenal braille dasar. Kalausudah mengenal braille dasar itu memudahkan belajar arab braille karena hampir mirip dengan arab braille.
T
: Bagaimana cara mengevaluasi tahfidz al-Qur'an?
J
: Diacak dengan memberi soal, karena setiap ketemu untuk setoran santri hafalannya diuji, jika hafalannya sudah bagus nanti mereka dikasih soal secara diacak misalkan dikasih soal ayat yang ditengah nanti santri melanjutkan ayat selanjutnya lalu menebak surat yang selanjutnya.
T
: Apakah semua pembimbing atau pengajar sudah menguasai hafalan alQur'an?
J
: Tidak semua, berbeda hafalannya karena sama-sama saling belajar aja sih, seperti saya saja masih ikutan setoran hafalan kepada pengajar baru yang orang awas.
T
: Alasan dari tujuan dididirikan yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Yayasan Raudlatul Makfufin yang artinya taman tunanetra atau bisa dimaksud taman menuju syurga, tujuan sudah jelas untuk mengarahkan orang penyandang tunanetra yang jauh terpisahkan oleh fitrohnya untuk mendapatkan ilmu agama bagi tunanetra, karena disamping itu dulu banyak kristenisasi. Dan akhirnya pendiri yayasan Raudlatul Makfufi mendirikan yayasan ini untuk menyelamatkan mereka. Karena mudah sekali mengajak orang yang dilatar belakangi oleh garis kemiskinan dengan kondisi rawan akidah sebagai sasaran empuk mereka.
T
: Apa proses dalam menghafal al-Qur’an santri tunanetra?
J
: Ya pertama santri harus belajar huruf latin braille, kemudian belajar arab braille, lalu belajar membaca al-Qur’an, habis itu diajarkan tajwidnya baru bisa lanjut untuk menghafal.
T
: Bagaimana pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin menjalin komuniksai yang baik terhadap santri tunanetra, serta arahan apa saja yang diberikan?
J
: Harus punya ketegasan atau menyesuaikan kondisi ada saatnya serius dan ada saatnya santai, diajari untuk terbuka saling sharing ataupun curhat ke teman atau pembimbng atau pengajar seperti mendengarkan curhatan masalah pribadinya, karena masalah bisa mempengaruhi faktor menghafal.
T
: Adakah media yang digunakan dalam komunikasi terhadap santri tunanetra?
J
: Media komunikasi bisa meggunakan hanphone aplikasi whatsapp, saling mengobrol serta tadarusan bareng.
T
: Hambatan apa saja yang terjadi dalam proses menghafal?
J
: Hambatan mereka kesulitan dibaca al-Qur’an, dan ketersediaan al-Qur’an braille dilingkungan rumah atau kondisi lingkungan yang tidak bisa mendukung.
T
: Adakah perbedaan komunikasi bagi santri yang baru tunanetra dengan yang tunanetra sejak lahir?
J
: komunikasi terhadap tunanetra yang baru mengalami tunaetra, akan dilatih mental serta terus dimotivasi, sharing dan dirangkul.
T
: Bagaimana bentuk kesulitan yang dirasakan selama proses komunikasi antarpribadi berlangsung?
J
: Untuk komunikasi dengan mereka agak sulit ngomong bebas dalam artian harus hati-hati dalam pemilihan kata atau bercanda yang berlebihan karena takut tersinggung.
T
:Masalah apa saja yang dialami santri tunanetra dalam proses komunikasi antarpribadi?
J
: Banyak, masing-masing berbeda permasalahan ya terkadang cerita tentang lingkungan keluarga serta kesulitan berinteraksi dengan orang awas karena dalam hubungan sosial, jangankan komunikasi antara orang awas dengan orang awas, antara orang tunanetra dan orang awas pun suka terjadi kesalahpahaman, semisal jangan senyum dengan saya (tunanetra) artinya kalau senyum dengan orang buta yapercupa jadi buat apa tersenyum.
T
: Pernahkah ustadz menghadapi santri tunanetra yang mulai menurun motivasi menghafalnya atau bahkan hampir tidak mau menghafal lagi? Apa solusi yang ustadz berikan?
Biodata Narasumber
Nama
: Abdul Hayi
Tanggal lahir
: Jakarta, 6 Januari 1978
Alamat
: Jl. Suka Mulya IV, Rt 4 Rw 8, Gg. Ambar Masjid Waqaf Alwafaa, Kelurahan Serua Indah, Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.
Pendidikan
: SD SLB Lebak Bulus Jakarta Selatan SMP SLB Lebak Bulus Jakarta Selatan. SMA Nurul Hidayah PTIQ Jurusan Tarbiyah (tidak lanjut hanya 3 semester)
Agama
: Islam
No.Telepon
: 081380357274
Email
:-
LAMPIRAN 3 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: A. Mutaqin (Santri Tunanetra Mukim)
Hari
: Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul
: 16.10
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
: Bawaan dari lahir karena lahir prematur tujuh bulan jadi bola mata belum terbentuk
T
: Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Pengen cari ilmu, cari ilmu pengetahuan dan cari pengalaman yang lainnya.
T
: Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Dulu waktu saya masih di Darul Qur’an, guru al-Qur’an braille di Darul Qur’an pengajar dari yayasan Raudlatul Makfufin ini, namanya Bapak Budi Santoso seorang penyandang tunanetra juga, setelah lulus dari Darul Qur’an, saya langsung kontak beliau dan dari beliaulah saya bisa berada di yayasan ini.
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Sebenarnya pendapat saya sangat bagus karena disamping kalau untuk penyandang tunanetra cari pebelajaran ilmu agama itu susah, kalau untuk teman teman yang normal kan banyak majelis-majelis ilmu dimana-mana, kalau untuk saya yang sebagai penyandang tunanetra itu ingin belajar ngaji saja saat dikampung itu susah, sampai meramba ke Darul Qur’an baru bisa belajar ngaji. Sebenernya banyak yayasan tapi tidak mau menerima penyandang tunanetra karena bingung cara mengajarkannya.
T
: Pengalaman atau perbandingan yang kamu ketahui dari Darul Qur’an dengan Raudlatul Makfufin itu seperti apa?
J
: Kalau untuk ilmu yang saya dapat di Darul Qur’an dibanding yayasan Raudlatul Makfufin ini ya tentu lebih banyak di yayasan Raudlatul Makfufin
ini, kalau di Darul Qur’an walaupun ada untuk tunanetra tapi pelajaran yang seharusnya saya dapat itu tidak didapatkan, cuma tahfidz dan ilmu agama yang sekedarnya. Kalau disinikan saya dapat pendidikan formalnya, mendalami ilmu al-Qur’annya juga dapat ilmu agamanya. T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Baru jalan setahun ketika diadakan program tahfidz ini karena program ini masih baru, tepatnya bulan September 2014.
T
: Jadwal setoran hafalannya kapan saja?
J
: Senin pagi dan Kamis pagi
T
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J
: Alhamdulilah, saya sudah 15 juz
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Karena kalau tunanetra mau melakukan sesuatu susah, mau jadi tukang ojek susah karena tidak bisa lihat, mau jadi petani susah, ataupun pekerjaannya lainnya. Kalau bukan pegang al-Qur’an ya mau pegang apalagi. Seandainya kalau saya menguasai 30 juz hafalan al-Qur’an kan ga perlu ngojek, ga perlu nyangkul. Kalau mau cari nafkah insyaAllah nanti kalau sudah hafal 30 juz ditanggung sama Allah SWT.
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
: Sebenernya banyak, dari temen-temen juga dan yang paling memotivasi tentunya dari keluarga ada kakak, adek, ibu dan ayah semuanya juga mendukung untuk saya menghafal al-Qur’an karena ibu saya dulu pernah bilang “kamu itu di dunia sudah terlahir dalam keadaan buta, nanti jangan sampai di akhirat kamu dibangitkan juga dalam keadaan buta seperti ini”. Nah ketika saya menghafal juz yang ke 16, tertera dalam surat thoha menjelaskan bahwa nanti di hari kiamat ada sebagian orang pada saat di dunia dia melihat, setelah dibangkitkan diakhirat dia dibangkitkan dalam keadaan buta, akhirnya dia protes kepada Allah, ya Allah kenapa saya dibangkitkan seperti ini?, karena apa kamu tidak menyadari bahwa kami di dunia telah menurukan ayatayat kami tapi ternyata engkau mendustakannya. Maka dari itulah alasan kami membangkitkanmu dalam keadaan buta”.
T
: Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J
: Banyak, seperti beliau bilang jangan berhenti menghafal al-Qur’an karena al-Qur’an kalau dibaca saja, sekarang banyak orang-orang yang ingin merusak al-Qur’an denga lagam jawalah, seriosa dan lain sebagainya. Kalau seandainya kita hanya membacanya saja tapi tidak menghafalnya kan kita tidak tau alQur’an dibaca dengan seperti itu benar apa ga. Tapi kalau kita memang sudah pernah menghafal, kita juga bukan hanya sekedar tau, kalau seandainya ada kerusakan-kerusakan ada penyelewengan kan kita tau bahwa ayat yang ini dibaca dengan seperti ini salah.
T
: Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Kalau saya menghafal ga pernah dibikin ribet, jadi seenaknya aja gitu. Kalau misalkan satukali sholat bisa menghafalan dua ayat, kalau seandainya itu rutin dua ayat dikalikan sholat fardhu yang lima waktu, berartikan 2 x 5 udah lumayan 10 ayat, kalau diistiqomahkan dalam seminggu itu setengah juz sudah dikuasai (sudah dihafal).
T
: Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin kepada santri dalam menghafal al-Qur'an?
J
: Tidak ada, kalau untuk metode-metode khusus, jadi tinggal santrinya sendiri yang menyesuaikan enaknya bagaimana.
T
:Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan metode tahfidz yang diterapkan di Raudlatul Makfufin?
J
: Banyak, penghambatnya terutama rasa malas, terus kadang capek kalau menghafal masih muroja’ah hilang, terkadang rasa kesalnya disitu tapi kalau sudah dikuasai hafalannyanya sudah tidak kesal lagi. Terkadang kalau misalkan lagi banyak acara waktu untuk menghafal juga jadi lebih dikurangi.
T
:Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J
: Dulu ketika saya masih belum bisa baca al-Qur’an braille benar-benar dibimbing sama ustadznya dari ayat satu ke ayat selanjutnya. Tapi ketika sudah bisa membaca braille hanya minta dibantuin sima’in saja.
T
: Ketika meminta bantuan atau bekerja sama dengan santri lain, adakah kesulitan yang dihadapi?
J
: Sebenarnya kalau kita memang sudah akrab, sering ngobrol dan sudah mengetahui karakter dengan teman yang diminta tolong itu mudah. Tapi kalau orangnya belum kenal sepertinya agak susah untuk minta tolong sima’in.
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Kalau saya ga pernah pasang target, yang penting saya dengan mudah menghafal terus saya juga mudah memuroja’ahnya itu sudah cukup. Dan waktu muroja’ah semaunya saja, kalau lagi ingin dan merasa hafalan sudah berat mau tidak mau harus dipaksa muroja’ah, paling banyak 1 juz setengah jam.
T
: Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Ya semua kegiatan diikutin karena mukim disini
T
:Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna netra?
J
: Ya penting, bagi saya ga ada yang bisa dilakukan tunanetra selain menuntut ilmu dan menghafal al-Qur’an. Karena dengan menghafal al-Qur’an semoga tidak menjadi buta diakhirat, menjadi amal diakhirat. Ga apa-apa buta di dunia asal jangan diakhirat.
T
: Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J
: Banyak, tidak terhitung ya salah satunya manfaat dari menghafal al-Qur’an itu dulu waktu saya baru hafal juz 30 itu saya pernah menjuarai MTQ tingkat Provinsi mewakili Jawa Barat, tahun 2011.
T
: Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J
: Pernah
T
: Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J
: Menjuarai MTQ tingkat Provinsi mewakili Jawa Barat, tahun 2011.
T
: Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J
: Pastinya ada kalau seandainya kita menghafal semakin lama semakin banyak hafalan, muroja’ahnya juga semakin berat, itu terkadang berpikir ternyata seperti ini rasanya orang menghafal. Tapi ketika muncul pikiran seperti itu dalam pikiran saya muncul lagi ayat yang menerangkan bahwa dibalik kesulitan itu pasti ada kemudahan.
T
: Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J
: Ya tinggal mensuport diri aja untuk semangat dan yakin bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
T
: Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah mengalami kesulitan?
J
: Ga, kalau untuk saya ga pernah ada kesulitan
T
: Masalah apa saja yang pernah dialami?
J
: Ya kalau untuk curhat sesama teman ya pasti sering, masalah misalkan mau kemana-mana ga ada yang nganterin, bagi saya jadi masalah itu.
T
: Motivasi berupa apa yang diberikan oleh yayasan bagi santri penghafal al-Qur’an?
J
:Kalau untuk beasiswa saya ga tau, tapi kalau fasilitas untuk menghafal alQur’an dan lain-lainnya bagi saya sudah cukup.
T
: Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam proses menghafal?
J
: Penting karena beliau yang mengajarkan dari mulai membaca arab braille hingga bisa menghafal dan membimbing.
T
: Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk meningkatkan hafalan?
J
: Ya, saya harap sih teman-teman semangat untuk menghafal walaupun pendapatan hafalannya sehari cuma dua ayat atau sehari minimal lima ayat ya jangan mundur. Karena yang namanya orang belajar ya butuh proses tidak instan ingin langsung punya hafalan banyak.
T
: Faktor apa yang membuat anda sampai saat ini bertahan untuk menghafal?
J
:Karena saya masih penasaran baru setengah jalan dan ga mungkin berhenti ditengah jalan begitu saja, entah semakin banyak rintangan tapi itu justru semakin membuat saya penasaran untuk maju kedepan, sekuat apa rintangan yang menghalangi saya sehingga saya semaki maju semakin penasaran, kalau seandainya saya berhenti ditengah jalan sangat disayangkan karena hafalannya cuma setengah dan juga faktor keduanya, kalau tunanetra itu susah bawa alQur’an 30 juz dibanding dengan orang awas yang al-Qur’annya bisa masuk kedalam saku dan sampai ada juga al-Qur’an di aplikasi android. Kalau tunanetra bawa al-Qur’an 30 juz susah, satu kardus al-Qur’an berisi 15 juz yang beratnya 15 kg berart kalau 30 juz ya harus bawa dua kardus yang mencapai 30 kg. dan saya ga mau repot-repot untuk membawa itu semua, jadi lebih baik al-Qur’annya saya simpan di memori otak saya hafalkan.
T
: Seberapa besar peran pengajar bagi anda dalam meningkatkan semangat menghafal?
J
: Sangat luar biasa karena beliau bisa memotivasi saya yang bandel, tanpa motivasi dari beliau ya saya tidak bisa sampai seperti sekarang ini, subhanallah semua guru-guru saya bisa memotivasi saya dimulai dari kata-kata yang lembut sampai kata-kata yang kasar sekalipun. Jadi dalam menghafal, selain orang tua, saya pernah dikasih tau oleh guru saya juga, jadi saya tidak ingin buta didunia dan juga diakhiratnya, sebenarnya itu motivasi terbesar saya. Jadi buta didunia saja sudah begini susahnya, apalagi kalau buta diakhirat sana. Saya tidak ingin merepotkan siapa-siapa baik didunia maupun diakhirat dalam perjuangan saya dalam meraih gelar hafidz 30 juz ya semoga Allah memudahkan jalannya dari sekarang sampai nanti.
T
: Apakah ada trik-trik dari pengajar untuk mengajarkan huruf braille latin atau arab agar santri bisa cepat menghafal kode braille?
J
: Tergantung pengajarnya, kalau dari pengajarnya bisa merangkum materi arab dan latin pastinya cepat tapi ada juga ada yang sengaja biar latin braille lancar baru masuk ke arab braillenya. Tapi tergantung dari anak yang mempelajarinya juga, sebenarnya kalau trik kalau kitanya ingin niat belajar dan dari pengajarnya sabar tinggal dikenalkan titik-titik kode awal juga santri sudah bisa. Tapi kalau untuk trik biar cepat menguasai huruf braille latin dan arab dalam beberapa hari atau beberapa mingu belum ada. Dan alhamdulillah dulu ketika saya belajar huruf braille latin dan arab dalam waktu 14 hari saya sudah bisa baca arab dan latin serta langsung bisa membaca al-Qur’an. empat hari baca iqro, iqro 1 sampai 6 selesai dan hari ke 15 sudah mulai membaca alQur’an. ya triknya suruh meraba terlebih dahulu, belajar serta langsung dihafalkan kode latin setelah lancar baru pindah ke arab lalu baru belajar tanda baca seperti kasroh, fathah, dhomah dan lainnya.
T
: Sebelum kenal dengan yayasan Raudlatul Makfufin, ada tidak anggapan atau keyakinan kalau tunanetra itu bisa membaca bahkan menghafal alQur’an?
J
: Kalau menghafal dulu saya pernah dibimbing ibu untuk hafalan juz 30, saya pikir yang bisa ngaji itu hanya orang awas saja sedangkan orang tunanetra tidak bisa. Ternyata dalam sebulan ibu saya berhasil membimbing juz 30 dan dari situlah saya yakin bahkan tunanetra bisa mengaji walau tidak melihat hurufnya. Dan ketika usia 17 tahun saya belajar braille, dengan ketidakyakian bahwa tunanetra itu bisa membaca al-Qur’an kan ga bisa melihat. Tapi akhirnya pengajar mengatakan bahwa al-Qur’an untuk tunanetra itu bukan dilihat tapi diraba berbeda dengan orang awas. Karena saya tunanetra, jadi awalnya saya merasa aneh juga dengan pengajar tunanetra yang bisa membaca al-Qur’an, ko bisa ya membaca al-qur’an. Karena saya berpikir kode-kode braille itu hanya titik-titik permainan semata, kalau diraba seperti parutan santen dan bagaimana cara membacanya. Setelah dipelajari saya baru paham dari titik-titik yang timbul ini saya bisa membaca dan menghafal serta bisa mengetahui huruf-huruf al-Qur’an yang sudah dihafal, terkadang menghafalkan dengan cara mendengar bisa suka keliru, kalau sudah bisa membaca kan sudah mengenal sendiri dan tidak keliru, dan subhanallah braille bisa sangat membantu karena sebelum. Dan sekarang saya sudah percaya kalau tunanetra bisa melakukan kegiatan sama dengan orang awas, seperti bisa membaca dan menghafal al-Qur’an, komputer, hanphone, baca buku dan kegiatan lainnya.
T
: Apa manfaat yang dirasakan sesudah mengikuti program tahfidz alQur’an?
J
: manfaat yang saya rasakan setelah mengikuti tahfidz al-Qur’an banyak sekali pertama saya bisa bersyukur karena bisa mendekatkan diri kepada Allah karena menghafalkan al-Qur’an serta ibu juga jauh lebih bangga, ibu tidak membeda-bedakan anak-anaknya dan ibu pernah bilang kalau setiap manusia itu punya kelebihannya masing-masing jadi entah yang tunanatra atau yang tidak tunanetra semunya sudah diberikan sama Allah kelebihan masing-masing jadi tidak pantas bagi ibu untuk membedakan dengan saudara yang lainnya. Alhamdulillah bisa membanggakan orang tua serta bisa membantu orang tua kalau habis diminta untuk panggilan mengaji dapat rezeki ya berkah dari alQur’an walaupun baru setengah jalan aja manfaatnya luar biasa apalagi kalau
Biodata Narasumber
Nama
: Mutaqin
Tanggal lahir
: Indramayu, 9 maret 1995
Alamat
: Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan
: SD Raudlatul Makfufin
Agama
: Islam
No.Telepon
: 085775483978
Email
:
[email protected]
LAMPIRAN 3 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Atoillah (Santri Tunanetra Mukim)
Hari
: Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul
: 16.23
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
: Sejak kuliah sekitar tahun 2002 karena sakit panas tinggi kemudian disuntik sama dokter
T
: Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Karena di yayasan ini lebih menitikberatkan pada agama, tadinya saya di Mitra Netra dan disana serba bayar. Kegiatan yang saya ambil disana ternyata di yayasan ini juga ada bahkan ada point plusnya yaitu dalam hal agama. Dan di Mitra Netra tidak ada kegiatan atau ilmu tentang agama.
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Bagus sekali dalam artian bisa menolong kita yang tunanetra terutama untuk kelas menengah kebawah, kan kalau di yayasan ini dibantu bisa tertolong dan dari kegiatan juga banyak dan dari keterampilan juga ada seperti komputer, bahasa inggris dan lainnya, ya mudah-mudahan yayasan ini lebih maju.
T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: belum lama sih, tapi kalau untuk belajar al-Qur’an braille sudah satu tahun ini
T
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J
: karena saya masih baru ya belum banyak, jadi masih juz 30
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Sebagai pengetahuan tambahan di agama, jadi bisa sebagai hujjah atau dalil jadi kalau mau ngasih penerangan kepada orang kan bisa kasih dalilnya. Terus biar bisa untuk diterima dimasyarakat karena disini juga diajarin kalau ada khotbah atau tahlilan dipakai dimasyarakat jadi dengan harapan nanti bisa berbaur dengan masyarakat walaupun dengan kekurangan fisik.
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
: Dari diri sendiri, dari orang tua, keluarga, dari kakak juga. Karena kakak juga suka nanya hafalan sudah sampai mana. Dan kalau tidak ada kemajuan kan malu.
T
: Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Biasanya sama dengan orang biasa dibaca berulang-ulang setelah dibaca berulang nanti hafal sendirinya
T
: Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin kepada santri dalam menghafal Al-qur'an?
J
: Pagi abis subuh muroja’ah, habis sholat berjamaah itu baca bareng juz amma
T
:Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan metode tahfidz yang diterapkan di Raudlatul Makfufin?
J
: Faktor malas dan jenuh
T
:Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J
: Pakai mp3, cuma membantu sekedarnya tidak sampai detail mungki pengajar yang disininya
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Saya satu minggu satu surat karena masih juz amma
T
: Jika ada, siapa yang menetapkan target tersebut? (pengajar atau santri)
J
: Pengajar ga menentukan target, itu tergantung dari santrinya
T
: Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
:Bahasa inggis, komputer, sempoa, kesenian marawis, pokonya ikut semua kegiatan disini
T
: Kendala (hambatan) apa saja yang dihadapai selama proses menghafal?
J
: Ya itu saja sih rasa males
T
:Menurut santri seberapa penting tahfidz qur'an bagi seorang tuna netra?
J
: Penting, kalau saya yang penting bisa lancar baca al-Qur’an
T
: Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J
: Jadi lebih percaya diri dalam bergaul karena mempunyai hafalan
T
: Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J
: Belum
T
: Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J
: Ga ada
T
: Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J
: Pernah
T
: Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J
: Paling mengalihkan seperti buka internet
T
: Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk meningkatkan hafalan?
J
:Lebih intensitasnya saja yang diperbanyak, berharap stiap habis shalat bisa selalu muroja’ah karena waktunya terbagi pengurusnya kan juga setor hafalan juga dengan pengajar dari luar.
Biodata Narasumber
Nama
: Atoillah
Tanggal lahir
: Cirebon, 20 Mei 1985
Alamat
: Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan
: SD
SMP SMA Kuliah di Jogyakarta Jurusan Komunikasi Agama
: Islam
No.Telepon
: 085724741955
Email
:
[email protected]
LAMPIRAN 3 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Ja’far Umar (Santri Tunanetra Mukim)
Hari
: Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul
: 16.39
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
:Sejak lahir tanpa diberi tau dokter apa penyebab jadi tunanetra
T
: Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
:Pengen mempelajari agama islam dan ingin mempelajari al-Qur’an serta pengen menghafal al-Qur’an
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
:Yayasan ini lebih fokus diutamakan memperdalam ilmu agama
T
: Siapa yang merekomendasikan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Cari infonya sendiri lewat internet
T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
:Dari bulan Maret kemarin
T J
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal? : Alhamdulillah sudah juz 1
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Dari sebelum masuk ke yayasan ini pengen banget menghafal, ya untuk bekal diri nanti
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
:Banyak dari teman-teman, pengajar, keluarga. Kalau motivasi terbesar ya dari keluarga dan diri sendiri
T
: Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
:Membaca lewat al-Qur’an dulu jadi kita yang membaca huruf nya jelas dengan diimbangi mp3, kalau sekedar mp3 saja hurufnya tidak jelas
T
: Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin kepada santri dalam menghafal Al-qur'an?
J
: Seperti setoran setiap ada hafalan baru atau mengulang
T
:Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J
: Belum cuma sharing aja terkadang menghafal bareng-bareng
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
:Minimal 10 ayat, pengennya setahun satu juz ini selesai
T
: Jika ada, siapa yang menetapkan target tersebut? (pengajar atau santri)
J
: Dari saya sendiri
T
: Usaha apa yang dilakukan santri untuk mencapai target tersebut?
J
: Paling lebih tekun aja
T J
: Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul Makfufin? : Selain tahfidz ada pelajaran bahasa arab, ngaji kitab seperti riyadussolihin, hadits arbain hampir semua yang diikutin dan yang paling disukai menghafal al-Qur’an
T
: Kendala (hambatan) apa saja yang dihadapai selama proses menghafal?
J
: Suka lupa aja sih
Biodata Narasumber
Nama
: Ja’far Umar
Tanggal lahir
: Bekasi, 20 November 1990
Alamat
: Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan
: SD SLB Tamiya Bekasi SMP SLB Tamiya Bekasi
Agama
: Islam
No.Telepon
: 087879189468
Email
:
[email protected]
LAMPIRAN 3 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Senna Rusli (Santri Tunanetra Mukim)
Hari
: Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul
: 14.55
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
:Dari umur 2 tahun bermula karena sakit campak dan panas tinggi saraf otak kemata itu putus karena telat penanganan medis dan kena saraf bagian dalam.
T
: Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Alasan utama karena ingin belajar ilmu agama, kalau belajar ilmu agama diluar itu medianya kurang karena bingung cara menngajarkan tunanetra seperti apa. Kalau disini medianya banyak semua buku dengan menggunakan braille.
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Unik karena yayasan ini fokus ke bidang agama karena yang lainnya sosial, pendidikan atau pengembangan keterampilan seperti pijat. Jadi fokus keagama tapi fukus kesegala bidang mencakup umum juga. Satu item mencakup ke beberapa hal.
T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Tahfidz sejak program ini diadakan sejak September tahun kemarin
T
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J
: Baru juz 2
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Tidak ingin dipandang rendah oleh orang lain karena orang tunanetra dibilang makhluk yang mempunyai kekurangan tapi kalau saya melakukan segala hal termasuk menghafal al-Qur’an ini motivasinya adalah saya ingin masyarakat melihat saya bukan karena tunanetranya tapi keilmuannya karena sepanjang pengalaman saya yang bergaul dengan teman-teman normal diluar sana, kalau saya punya sesuatu yang sama misalnya saya bisa menghafal atau public speaking, nah orang banyak yang tidak menyangka kalau saya tunanetra. Jadi itu yang saya pengen hadirkan dimasyarakat, jadi pandanglah saya atau kita berdasarkan keilmuannya bukan karena ketunanetraannya.
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
: Motivasi terbesar jelas dari keluarga karena dari keluarga yang berhasil mencapai pendidikan agak lumayan ya saya, jadi mau tidak mau ketika ada problem keluarga sayalah yang diminta untuk membimbing. Dan itu yang membuat saya termotivasi agar nantinya bisa memberi manfaat untuk keluarga.
T
: Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Membaca ayat yang akan dihafal beberapa kali, dan sambil muroja’ah biasanya menghafal itu malam karena sunyi dan memudahkan untuk fokus. Saya sudah ga asing dengan braille karena saya disini dari 2006.
T
: Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin kepada santri dalam menghafal al-Qur'an?
J
: Metode disini tidak terlalu spesifik karena teman-teman disini sudah bisa mengoperasikan hp, kalau untuk memperlancar kita banyak mendengar mp3 qur’an sambil santai, atau hafalanya dibaca ketika jadi imam shalat, walaupun 2 juz harus melekat sampai ayat pun hafal.
T
:Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J
: Pernah, kadang suka main tebak-tebakan ayat sambil mengetes hafalan, jadi ga terlalu ditekankan yang terpenting senyamannya saja,
T
: Ketika meminta bantuan atau bekerja sama dengan santri lain, adakah kesulitan yang dihadapi?
J
: Ga ada kesulitan karena sesama tunanetra kecuali tunanetra dengan teman yang norma
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Sehari paling minal 5 sampai 10 ayat, dan target kedepan ingin 30 juz dan ingin memperdalam tafsir al-Qur’annya.
T
: Usaha apa yang dilakukan santri untuk mencapai target tersebut?
J
: Lebih di tingkatkan lagi semangat menghafalnya
T
: Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Hampir semua kegiatan diikuti
T
: Kendala (hambatan) apa saja yang dihadapai selama proses menghafal?
J
:Al-Qur’an braille terlalu besar jadi tidak bisa dibawa kemana-mana, malas dan gangguan wanita
T
:Menurut santri seberapa penting tahfidz qur'an bagi seorang tuna netra?
J
:Pentingnya ya sama aja kaya kita shalat, untuk mendekatkan diri pada lebih kenal dengan Allah
T
: Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J
:Ga minat dan belum bisa juga
T
: Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J
:Belum
T
: Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J
:Pasti apalagi masih baru
T
: Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J
: Mendengarkan musik dangdut bang H.Rhoma Irama
Biodata Narasumber
Nama
: Senna Rusli
Tanggal lahir
: Jakarta, 13 November 1992
Alamat
: Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan
: TK LB Lebak Bulus SD SLB Lebak Bulus SMPN 226 Pondok Labu SMA Kuliah di Kahfi Motivator School
Agama
: Islam
No.Telepon
: 08159966884
Email
:
[email protected]
LAMPIRAN 4 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Muhammad Hafidz (Santri Tunanetra Nonmukim)
Hari
: Jum’at, 21 Agustus 2015
Pukul
: 16.35
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
: Sejak lahir sudah mengalami tunanetra dan sudah operasi tiga kali tapi tidak ada perubahan, jadi saya ambil hikmahnya saja mungkin ini sudah takdir dari Allah.
T
: Alasan anda belajar di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Karena di yayasan Raudlatul Makfufin itu banyak sekali ilmu-ilmu terutama ilmu agama yang dididik disana, karena dari kecil sudah dididik ilmu agama maka saya ngin lebih memperdalam lagi ilmu agama di yayasan Radlatul Makfufin.
T
: Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Dari mas Rafiq Akbar yang menjadi sekretaris yayasan Raudlatul Makfufin.
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Bagus sekali, saya sangat suka karena yayasan Raudlatul Makfufin satusatunya yayasan yang bergerak dibidang agama dam memperdalam ilmu alQur’an, nahwu, shorof atau pun yang lainnya, serta di yayasan Raudlatul Makfufin kedekatan antara santi dan pengajar itu sangat baik tidak ada rasa canggung. Asik dalam segala hal disaat belajat, berdiskusi, ngobrol itu semua menyenangkan tidak ada rasa pembeda antara pengajar dengan santrinya.
T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Satu tahun setengah, dari awal tahun 2012 sampai 2013 pertengahan itu saat rutinnya, tapi kalau akhir-akhir ini agak jarang karena banyak acara.
T
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J
: Alhamdulilah, saya sudah 30 juz
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Saya menghafal al-Qur’an karena saya sering baca hadits yang menerangkan bahwa syurga merindukan empat golong salah satunya yaitu orang yang menghafal al-Qur’an, kemudian bacalah al-Quran sesungguhnya dia akan datang kepadamu sebgai penolong di hari kiamat, nah saya tidak bisa membacanya jadi saya hafalkan saja. Jadi, dari dua hadits itu dan masih banyak lagi hadits-hadits yang lain yang memotivasi saya untuk menghafal. Dasarnya ya cinta dulu, kalau sudah cinta ya sudah pasti nyaman saja dengan al-Qur’an dan terinspirasi menghafal al-Qur’an karena dulu diberikan kaset berisi lantunan al-Qur’an juz 30 yang dilantunkan oleh Syekh Musyari Rasyid karena kekaguman saya dengan suara beliau maka nya saya mulai mengikuti suaranya walau tidak begitu sama persis.
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
: Selain dari keluarga, teman, diri sendiri, motivasi terbesarnya dari ustadz tempat saya mengaji dilingkungan rumah yag mengajarkan saya dari kecil, belia mengatakan bahwa dengan kita menghafal al-Qur’an hidup kita akan lebih tenang, berkah serta dilancarkan sama Allah jalan hidupnya.
T
: Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J
: Banyak, seperti beliau bilang kita harus semangat dalam menghafal alQur’an karena pada akhir zaman nanti al-Qur’an akan dihapuskan serta banyak orang yang akan merusak atau merubah dari ayat-ayat al-Qur’an. Maka kalau kita menghafal al-Qur’an berarti kita menjaga kemurnian dari al-Qur’an. jadi mereka tidak akan bisa merusakn karena banyaknya para hafidz serta hafidzah didalam menghafalkan al-Qur’an ini. Makanya saya tertarik sekali dalam menghafalkan al-Qur’an ini.
T
: Faktor apa saja yang menjadi pendukung serta penghambat dalam menghafal al-Qur’an?
J
: Faktor pendukungnya dari seseorang yang menjanjikan saya untuk berangkat haji beserta ibu, kalau saya mampu menghafalkan al-Qur’an 30 juz. Saya berpikir kapan lagi ada kesempatan rezeki seperti ini dan bisa membahagiakan
ibu juga. Kalau faktor penghambatnya karea saat itu saya menghafal menggunakan radio type, jadi radio tersebut sering rusak karena terus di pause dan replay. T
: Berapa lama bisa mengkhatamkan hafalan al-Qur’an 30 juz?
J
: 3 tahun menghafalkan 30 juz
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Tidak ditargetkan tapi ya saya menargetkan sendiri minimal itu 1 juz satu bulan, bebas sehari berapa halaman asalkan ya tadi itu sebulan satu juz, jadi perhari ya semampunya otak saya aja. Dan cara untuk mengulangnya ya setiap saya shalat diulang kembali, kemudian sering dengerin mp3 qori-qori dari berbagai macam syaekh yang tingkat kecepatan bacaannya berbeda, hal itu untuk mempertajam hafalan saya juga untuk mengulang kembali.
T
:Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna netra?
J
: Penting sekali, karena tidak semuanya bisa membaca al-Qur’an braille, kalau pun bisa alangkah baik dengan matan yang buta otomatiskan terhindar dari melakukan maksiat mata. Makanya hatinya dipenuhhi dengan hafalan-hafalan al-Qur’an itu bagus sekali.
T
: Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J
: Setelah saya ikut, ya bacaan al-Qur’an saya semakin lancar apalagi saat membaca al-Qur’an braille saya cuma bisa menghafal saya tau huruf-hurufnya, jadi membacanya lebih tartil.
T
: Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J
: Tidak pernah ikut karena tidak minat dengan ikut perlombaan, karena bagi saya sudah bisa menghafal saja itu sudah bersyukur yang penting untuk diri saya dan orang sekitar saya.
T
: Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J
: Tidak pernah
T
: Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Ikut belajar paket B disana, seperti metematika, bahasa inggis. Dan ikut kegiatan marawis, komputer.
T
: Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J
: Pernah, waktu baru menghafal awal 2003 saya hampir sudah menyerah untuk menghafal al-Qur’an padahal saat itu hafalannya baru 2 juz.
T
: Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J
: Ya tinggal mensuport diri aja dan karena saat itu ada yang menjanjikan haji, jadi saya pikir kapan lagi kesempatan ini datang. Dan rasa keinginan yang tinggi untuk pergi haji itulah yang membuat saya terus menghafal hingga akhirnya hafal 30 juz. Dan yang terpenting cinta dulu dengan al-Qur’an bisa dari janji-janji Allah terhadap orang penghafal al-Qur’an atau mengagumi suara syekh-syekh, nanti insyaAllah dimudahkan jika niatnya sungguhsungguh.
T
: Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah mengalami kesulitan?
J
: Ga, kalau untuk saya sih ga pernah ada kesulitan lancar-lancar saja baik itu lewat media atau pun bertemu langsung baikdengan sesama penyandang tunanetra atau tidak.
T
: Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam proses menghafal?
J
: Penting peran seorang pengajar karena kalau beliaunya saja tidak telaten itu gimana dengan santrinya pasti berpengaruh. Terutama harus memiliki sikap sabar, harus aktif dengan murid atau santrinya agar tidak tegang.
T
: Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk meningkatkan hafalan?
J
: Ya, saya harap pengajar memiliki sifat sabar, telaten, berwibawa, suri tauladan.
T
: Apakah ada trik-trik dari pengajar untuk mengajarkan huruf braille latin atau arab agar santri bisa cepat menghafal kode braille?
J
: Belum ada, jadi tergantung dari santrinya aja untuk cepat menhafal tuh harus seperti apa.
Biodata Narasumber
Nama
: Muhammad Hafidz
Tanggal lahir
: Jakarta, 8 Oktober 1988
Alamat
: Jl. Flavon 1 no 23 Rt 09 Rw 03 Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung Kampung Ambon Jakarta Timur
Pendidikan
: SD Paket A di SLB Cahaya Batin Cawang (2010-2012) SMP Paket B di Mitra Netra (2012-2015)
Agama
: Islam
No.Telepon
: 085694090611
Email
:
[email protected]
LAMPIRAN 4 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Diah Rahmawati (Santri Tunanetra Nonmukim)
Hari
: Minggu, 23 Agustus 2015
Pukul
: 16.40
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
: Sejak usia 17 tahun pengelihatan mengalami penurunan hingga akhirnya buta total.
T
: Alasan anda belajar di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Karena untuk menghilangkan kekhawatiran orangtua terhadap saya, karena pengetahuan mereka tentang tunanetra minim, jadi saya tidak boleh kemanamana walau hanya untuk cari ilmu. Dan akhirnya setelah pengajar dari yayasan Raudlatul Makfufin datang kerumah untuk mengajari hal baru tentang tunanetra terutama belajar braille latin dan arab, kekhawatiran orangtua terhadap saya sudah hilang. Di yayasan Raudlatul Makfufin saya juga ingin memperdalam ilmu terkhusus ilmu-ilmu agama, bahkan dipercaya untuk membantu mengajarkan arab braille untuk pemula.
T
: Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Dari saudara sepupu yang bertemu dengan salah satu pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin didalam angkot, akhirnya dari perkenalan itu saya tau yayasan Raudlatul Makfufin ini.
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Subhanallah, Alhamdulillah dengan adanya yayasan Raudlatul Makfufin ini bisa memberi wadah kepada teman-teman untuk belajar ilmu agama tertama untuk teman-teman tunanetra. Jadi walaupun sekarang banyak yang memberikan pembelajaran tentang a-Qur’an braille, yayasan Raudlatul Makfufin ini sudah terbilang lama berdiri dari yahun 1983 dan saat awal berdiri pun sudah mengajarkan keagamaan sampai memcetak al-Qur’an braille sendiri. Karena tunanetra disini memiliki fasilitas yang berbeda dengan yang lain seperti disini juga menyediakan buku-buku umum maupun agama dalam
bentuk braille, hal itu sangat menunjang pembelajaran. InsyaAllah temanteman tunanetra disini tidak kekurangan dalm hal memperkaya ilmu. T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Semenjak program ini dilaksanakan, alhamdulillah walaupun hanya setiap hari minggu setoranya karena saya bukan santri mukim disini jadi tidak terlalu fokus menghafal seperti santri mukim yang ada di yayasan ini.
T
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J
: Saya juz 30
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Karena ingin bisa belajar agama, kalau menghafal al-Qur’an sudah dari 2004 sudah mulai.
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
: Selain dari teman, diri sendiri, motivasi terbesarnya dari keluarga.
T
: Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J
: Banyak, seperti beliau bilang kita harus semangat dalam menghafal alQur’an karena pada akhir zaman nanti al-Qur’an akan dihapuskan serta banyak orang yang akan merusak atau merubah dari ayat-ayat al-Qur’an. Maka kalau kita menghafal al-Qur’an berarti kita menjaga kemurnian dari al-Qur’an.
T
: Faktor apa saja yang menjadi Qur’an?
J
: Kalau faktor penghambatnya dari diri sendiri yaitu rasa malas.
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Tidak ditargetkan
T
: Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J
: Manfaatnya bisa dibaca ketika shalat ayat-ayat yang sudah dihafal, bisa membantu teman yang lain dalam belajar membaca arab braille.
penghambat dalam menghafal al-
T
: Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J
: Tidak pernah ikut
T
: Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J
: Tidak pernah
T
:Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna netra?
J
: Menurut saya penting banget, karena saya tau barangsiapa yang menghafal al-Qur’an nanti kedua orangtuanya akan dipakaikan mahkota.
T
: Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J
: Pernah ya hanya rasa malasnya saja
T
: Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J
: Ya belum tau cara jitunya, susah banget menghilangkan rasa malas ini
T
: Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah mengalami kesulitan?
J
: Ga, biasanya saja ga ada kesulitan-kesulitan.
T
: Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam proses menghafal?
J
: Penting peran seorang pengajar karena kalau beliaunya saja tidak telaten itu gimana dengan santrinya pasti berpengaruh. Terutama harus memiliki sikap sabar.
T
: Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk meningkatkan hafalan?
J
: Ya, saya harap pengajar memiliki sifat sabar serta ikhlas karena santrikan menerimanya ada yang cepat dan ada yang lambat.
T
: Faktor apa yang membuat anda sampai saat ini bertahan untuk menghafal?
Biodata Narasumber
Nama
: Diah Rahmawati
Tanggal lahir
: Jakarta, 2 April 1985
Alamat
: JL. Karya Utama Rt 011, Rw 06 No. 7A Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Pendidikan
: SDN 013 Gandaria Utara SMPN 240 SMAN S1 di UHAMKA Jurusan Pendidikan Agama Islam
Agama
: Islam
No.Telepon
: 089651701222
Email
:
[email protected]
LAMPIRAN 4 Wawancara Penelitian Pewawancara
: Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber
: Juanda Saputra (Santri Tunanetra Nonmukim)
Hari
: Kamis, 20 Agustus 2015
Pukul
: 12.04
Tempat
: yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Sejak kapan mengalami tunanetra?
J
: Sejak usia 2 tahun.
T
: Alasan anda belajar di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Saya ingin mendalami ilmu agama serta mempelajari ilmu fiqih, ilmu tajwid dan ilmu yang lainnya.
T
: Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Dari pak Abbas beliau guru di SLB dan beliau juga menjadi pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin
T
: Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Yayasan Raudlatul Makfufin sangat bagus dibanding yayasan tunanetra yang lainnya karena selain berbasis pendidikan agama serta keterampilan yang lain serta pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin sangat berkompeten dibidangnya.
T
: Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Semenjak program ini dilaksanakan, walaupun hanya setiap hari minggu setoranya karena saya bukan santri mukim disini jadi tidak terlalu fokus menghafal seperti santri mukim yang ada di yayasan ini.
T
: Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J
: Saya juz 2
T
: Bagaimana cara anda menghafalkan al-Qur’an?
J
: Setiap ayat saya ulang membacanya sampai tiga kali atau bahkan lebih sampai benar-benar hafal
T
: Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J
: Motivasinya agar ilmu-ilmu lain yang saya pelajari biar cepat bisa karena saya menghafal al-Qur’an
T
: Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa motivasi terbesar itu?
J
: Selain dari teman, diri sendiri, motivasi terbesarnya dari keluarga.
T
: Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J
: Saya melihat para pengajar itu sangat dibutuhkan masyarakat dan ilmu mereka juga sangat bermanfaat.
T
: Faktor apa saja yang menjadi Qur’an?
J
: Kalau faktor penghambatnya itu rasa malas dan terlalu sibuk dengan pelajaran.
T
:Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J
: Tidak ada target tergantung semampunya saja, kalau saya satu hari itu 5 ayat
T
: Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J
: Manfaatnya bisa dibaca ketika shalat ayat-ayat yang sudah dihafal, bisa membantu teman yang lain dalam belajar membaca arab braille.
T
: Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J
: Pernah ikut saat masih SD sampai SMP tapi sudah lupa
T
: Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J
: Belum pernah
penghambat dalam menghafal al-
T
: Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul Makfufin?
J
: Banyak, saya ikut semua kegiatan yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin
T
:Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna netra?
J
: Menurut saya penting banget, karena kalau orang yang menghafal al-Qur’an itu insyaAllah ilmu-ilmu yang lain akan cepat bisanya.
T
: Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J
: Ikut belajar tahfidz jadi kita tau cara menghafa yang baik, kalau menghafal al-Qur’an otomatis jiwa kita juga jadi lebih tenang
T
: Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J
: Belum pernah karena saya menghafal dengan penuh penjiwaan
T
: Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah mengalami kesulitan?
J
: Alhamdulillah ga, lancar-lancar saja ga ada kesulitan-kesulitan.
T
: Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam proses menghafal?
J
: Penting peran seorang pengajar karena kalau beliau yang terus memotivasi disaat sudah merasa males, beliau memotivasi santri-santrinya agar lebih semangat lagi dalam menghafal
T
: Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk meningkatkan hafalan?
J
: Ya, saya harap pengajar bisa memberikan metode-metode praktis yang membuat santrinya tidak bosan dalam menghafal al-Qur’an
T
: Faktor apa yang membuat anda sampai saat ini bertahan untuk menghafal?
J
: Karena saya ingin belajar di majlis-majlis ilmu agar jiwa kita tentram dan dari jiwa yang tentram itu bisa dengan mudah untuk menghafal
Biodata Narasumber
Nama
: Juanda Saputra
Tanggal lahir
: Lampung, 11 Januari 1992
Alamat
: JL. X 2 Rt 12 Rw 4 Cilacas Jakarta Timur
Pendidikan
: SD Cawang Jakarta Timur SMPN 226 Jakarta Selatan SMA Darul Ma’arif Jakarta Selatan Kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Agama
: Islam
No.Telepon
: 083896569020
Email
:
[email protected]
Gambar 4. Kegiatan tilawah al-Quran, dipandu oleh pengajar yang juga penyandang tunanetra
Gambar 5. Kegiatan tahfidz qur’an, pengajar juga penyandang tunanetra, salah satu santri sedang setoran hafalan
Gambar 6. Al-Qur’an braille terbitan yayasan Raudlatul Makfufin, siap dikirim keseluruh tunanetra yang membutuhkan di Indonesia
Gambar 7. Foto bersama pengajar tahfidz
qur’an, Bapak Abdul Hayi
Gambar 8. Kebersamaan santri, penulis dengan ketua dewan pengurus bapak Ade Ismail
Gambar 9. Tanda tangan lampiran wawancara oleh salah satu narasumber, dibantu oleh penulis.
Gambar 10. Kegiatan kesenian marawis, dibimbing oleh pembimbing yang normal
Gambar 11. Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi wakil dari Indonesia pada acara Konferensi Internasional Al-Qur’an Braille di Istanbul, Turki tahun 2013.
Gambar 12. Foto pendiri yayasan Raudlatul Makfufin
CURICULUM VITAE
Nama
: Fathiyatur Rizkiyah
Tempat,tanggal lahir
: Tangerang, 30 Agustus 1993
Pendidikan
: SMA IT Al-Qur’aniyyah Pondok Aren Tangerang Selatan, 2011
Alamat
: JL. H.Sarmili Rt.03 Rw.02 No.03 Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Banten 15222
Judul Skripsi
: Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan
No.HP
: 085693595075
Email
:
[email protected]
Hobi
: Ukir HennaArt
Pengalaman Organisasi
: Anggota Devisi Syarhil Qur'an di HIQMA ( Himpunan Qori- Qori'ah Mahasiswa ) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prestasi Non Akademik
:
Delegasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Juara 1 MSQ pada Olimpiade Al-Qur’an Se-Indonesia di LTTQ Fathullah (2014) 2. Juara harapan 2 MSQ pada MTQ Mahasiswa Nasional ke 13 di UNP dan Universitas Andalas, Padang Sumatra Barat (2013) 3. Juara 1 MSQ pada Festival Seni Islam Nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012) 4. Peserta MSQ pada Festival Seni Qur’an Nasional di UIN Sunan Kalijaga Jogyakarta (2013) 5. Pemberian Penghargaan dalam Acara Penganugrahan Student Achievement Award UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 hingga 2014 atas prestasi tersebut.