Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
KOMPOSISI KIMIA DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI URINASI DAN LEVEL KONSENTRAT YANG BERBEDA (Chemical Composition of Meat of Ongole Crossbred Cattle Fed Urinated Rice Straw and Different Level of Concentrate) R. HIDAYAT, E. PURBOWATI, M. ARIFIN dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT Eight male Ongole crossbred cattle, age ± 1.5 years and initial body weight (BW) 297 ± 26 kg (CV = 8.63%) were used to determine the influence of urinated rice straw and concentrate feeding level on chemical quality of beef. They were divided into two groups for feeding treatments. The first group was fed concentrate feeding (composed of rice bran 70% and beer cake 30%) at 1%BW (T1), while the second group was fed at 2% BW (T2). Both groups were offered urinated rice straw ad libitum. The study followed completely randomized design (CRD) with 2 feed treatments, 2 the locations of the muscle (Longissimus dorsi, LD and Biceps femoris, BF) for meat samples and 4 replications. Parameter measured were chemical composition of meat such as water content, fat, protein and ash. The results showed that the feeding treatment has no effect on chemical composition of meat as well as on location of muscle. The average of water, fat, protein, and ash content were 74.72, 3.45, 20.69 and 1.23%, respectively. Key Words: Crossbred Cattle Ongole, Concentrate Level, Chemical Composition of Meat ABSTRAK Delapan ekor sapi Peranakan Ongole (PO) jantan umur ± 1,5 tahun dan bobot badan (BB) awal 297 ± 26 kg (CV = 8,63%), digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami padi urinasi dan level pakan konsentrat yang berbeda terhadap kualitas kimiawi daging. Sapi tersebut dibagi menjadi dua kelompok perlakuan pakan konsentrat. Kelompok pertama diberi pakan konsentrat yang tersusun dari bekatul 70% dan ampas bir 30%, sebesar 1% BB (T1), sedangkan kelompok kedua diberi konsentrat sebesar 2% BB (T2). Kedua kelompok mendapat pakan jerami yang difermentasi dengan urin (urinasi) secara ad libitum. Penelitian ini dirancang berdasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola tersarang dengan 2 perlakuan pakan, 2 lokasi otot yaitu Longissimus dorsi (LD) dan Biceps femoris (BF) untuk sampel daging serta 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah komposisi kimia daging (kadar air, lemak, protein dan abu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa level konsentrat tidak berpengaruh terhadap kualitas kimia daging maupun lokasi otot. Rata-rata kadar air, lemak, protein, dan abu dalam daging masing masing adalah 74,72, 3,45, 20,69 dan 1,23%. Kata Kunci: Sapi Peranakan Ongole, Level Konsentrat, Komposisi Kimia Daging
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan melalui upaya peningkatan produksi dan kualitas produkproduk peternakan. Salah satu aspek terpenting dalam hal peningkatan kualitas produk-produk
246
peternakan adalah pemenuhan kebutuhan ternak. Ternak yang diberi pakan sesuai kebutuhan tentunya akan menghasilkan kualitas produk peternakan yang lebih baik dibandingkan dengan kualitas produk ternak yang kurang tercukupi kebutuhannya. Hal ini kurang mendapatkan perhatian oleh peternak sehingga daging yang dihasilkan bermutu kurang baik. Pemenuhan kebutuhan ternak
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
untuk meningkatkan kualitas produk peternakan salah satunya adalah dengan menggunakan pakan penguat seperti konsentrat. Kosentrat merupakan pakan atau campuran pakan yang kandungan serat kasarnya kurang dari 18%, mudah dicerna, kadar protein dan energinya cukup tinggi serta dapat melengkapi kebutuhan zat gizi utama ternak yaitu protein, lemak dan karbohidrat. Konsentrat berfungsi sebagai pakan penguat dalam penggemukan sapi yang bila dikombinasi dengan hijauan dapat mempercepat proses penggemukan sapi tersebut. Pemberian pakan berenergi tinggi akan menimbun lemak subkutan dengan laju yang lebih cepat dari lemak intramuskular. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa kualitas daging dapat diperbaiki melalui pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi kimia daging (kadar air, abu, protein dan lemak) dengan pemberian pakan jerami padi urinasi dan level konsentrat yang berbeda pada sapi Peranakan Ongole (PO) jantan yang dipelihara secara intensif. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang komposisi kimia daging dengan pemberian pakan jerami padi urinasi dan level konsentrat yang berbeda pada sapi Peranakan Ongole (PO) jantan sehingga dapat menjadi pedoman dalam menentukan kuantitas pemberian pakan konsentrat dalam proses penggemukan sapi. MATERI DAN METODE Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor sapi PO jantan. Sapi PO yang dijadikan materi dalam penelitian berumur sekitar 1,5 tahun dengan rata-rata bobot badan awal 297 ± 26 kg (CV = 8,63%). Bahan pakan yang digunakan adalah
jerami padi yang diurinasi dengan menggunakan sumber N dari urin sapi perah sebagai pakan kasar dengan perbandingan jerami padi : urin sapi perah = 1,16 kg : 1 liter dan konsentrat yang tersusun dari bekatul 70% dan ampas bir 30%. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian disajikan pada Tabel 1. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola tersarang, dengan 2 perlakuan pakan, 2 lokasi otot yaitu Longissimus dorsi (LD) dan Biceps femoris (BF) untuk sampel daging. Perlakuan yang diterapkan adalah: T1 : Jerami padi urinasi ad libitum + konsentrat 1% bobot badan T2 : Jerami padi urinasi ad libitum + konsentrat 2% bobot badan Pemberian pakan sesuai kemampuan konsumsi BK pakan total yaitu 2,7% bobot badan, yang dibagi menjadi 2 level pakan konsentrat sebagai perlakuan, yaitu: level pakan konsentrat 1% bobot badan dan level pakan konsentrat 2% bobot badan dan jerami padi urinasi secara ad libitum. Konsentrat diberikan dua kali sehari pada pukul 08.00 dan pukul 15.00 WIB, jerami urinasi diberikan 2 jam setelah pemberian konsentrat secara ad libitum. Sisa pakan selama sehari ditimbang. Sapi rutin ditimbang setiap seminggu sekali pada hari minggu untuk menyesuaikan jumlah pakan yang akan diberikan dengan bobot badan masing-masing sapi PO. Pemotongan sapi PO dilakukan secara bertahap selama 24 hari, yaitu 1 ekor per 2 harinya secara acak bergantian dari setiap perlakuan. Sapi dipuasakan terhadap pakan selama 12 jam sebelum dipotong. Setelah ternak dipotong dan diperoleh karkas, maka karkas dilayukan selama 8 jam dengan suhu 18°C. Kemudian karkas dibagi menjadi 2 bagian kanan dan kiri. Sampel daging yang akan digunakan dalam analisis komposisi kimia
Tabel 1. Hasil analisis kandungan nutrisi bahan pakan penelitian Kandungan nutrisi dalam 100 % BK
Bahan pakan
BK
Jerami terurinasi Konsentrat
...............................................(%)......................................... 30,40 36,16 1,48 11,02 27,74 23,60 83,59 13,60 1,70 13,92 15,09 55,69
Abu
LK
PK
SK
BETN
247
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
menggunakan sampel daging otot pasif (Longissimus dorsi) dari bagian punggung dan otot aktif (Bicep femoris) dari bagian paha, masing-masing sebanyak 300 gram. Parameter penelitian Parameter yang diukur dalam penelitian kualitas daging ini meliputi komposisi kimia yaitu kadar air, abu, protein dan lemak. Metode analisis yang digunakan antara lain, kadar air (metode Oven), kadar abu (metode Tanur), kadar protein (metode Kjeldahl), kadar lemak (metode Soxhlet), pH (metode pH meter). Parameter penunjang adalah konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK) dan konsumsi total digestible nutrients (TDN). Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan uji normalitas Liliefors (NASOETION dan BARIZI, 1988) dan uji homogenitas Barttlet (SIREGAR, 2005), selanjutnya diuji dengan menggunakan uji F antar kombinasi perlakuan untuk mengetahui taraf signifikasi antara perlakuan dan lokasi otot (GOMEZ dan GOMEZ, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimia daging pada perlakuan pakan yang berbeda Hasil penelitian menunjukan, bahwa komposisi kimia daging tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara perlakuan pakan. Komposisi
kimia daging dengan perlakuan pakan yang berbeda disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukan, bahwa komposisi kimia daging tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara perlakuan pakan, kecuali pH daging dengan T1 lebih tinggi (P < 0,05) dari pada T2. Komposisi fisik dan kimia daging dengan perlakuan pakan yang berbeda disajikan pada Tabel 2. Kadar air perlakuan T1 lebih tinggi daripada kadar air T2, tetapi tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini dimungkinkan terjadi karena TDN pakan T1 lebih rendah dibandingkan dengan TDN pakan T2. Menurut SOEPARNO (2005) sapi yang mendapatkan pakan berenergi tinggi akan menimbun lemak intramuskular lebih cepat dibandingkan dengan sapi yang diberikan pakan berenergi rendah, sehingga jumlah deposisi lemak intramuskulernya lebih banyak dan berdampak pada persentase kadar air dagingnya yang menjadi rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh ARNIM (1985), bahwa kadar air mempunyai koefisien korelasi negatif yang signifikan dengan kadar lemak. Rata-rata kadar air daging pada penelitian ini, yaitu 74,72% masih berada pada kisaran normal bila dibandingkan dengan pendapat LAWRIE (1995) yang menyatakan bahwa otot daging mengandung air sekitar 75% (kisaran 65 – 80%). Hasil rata-rata kadar air penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian KUSWATI (2006) yang mendapatkan kadar air daging sekitar 75,83%. Hal tersebut mungkin diakibatkan karena faktor umur ternak yang digunakan masing-masing penelitian berbeda.
Tabel 2. Komposisi kimia daging sapi dengan perlakuan pakan yang berbeda T1
T2
Keterangan
Kadar air (%)
74,72
74,71
TN
Kadar protein (%)
20,62
20,76
TN
Kadar lemak (%)
3,33
3,56
TN
Kadar abu (%)
1,39
1,06
TN
7,36
8,23
TN
Komposisi kimia
Konsumsi pakan Konsumsi BK total (kg/hari) Konsumsi PK total (g/hari)
0,90
1,08
TN
Konsumsi TDN (kg/hari)
1,75
3,44
SN
TN = tidak nyata (P > 0,05); WHC = water holding capacity; BK = bahan kering; PK = protein kasar; TDN = total digestible nutrients
248
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Menurut LAWRIE (1995) ternak muda memiliki kadar air yang tinggi dibandingkan dengan komposisi daging lainnya, dengan meningkatnya umur ternak maka deposisi lemak intramuskuler dalam daging akan meningkat pula yang kemudian diikuti dengan menurunnya kadar air daging. Protein daging yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), kemungkinan karena konsumsi PK tidak berbeda nyata. ANGGORODI (1994) menyatakan bahwa peningkatan protein dalam pakan tidak dapat meningkatkan kandungan protein tubuh, karena ternak tidak mempunyai kemampuan merefleksikan protein dalam daging atau karkas sebagai respon terhadap tingginya protein dalam pakan. Bila terjadi kelebihan protein dalam pakan tidak ditimbun sebagai protein tubuh, tetapi dibuang melalui urin. Rata-rata kadar protein daging pada penelitian ini 20,69% masih berada pada kisaran normal kadar air daging sekitar 19% (dengan kisaran 16-22%) (JUDGE et al., 1989 dan SOEPARNO, 2005). Penelitian WISTUBA et al. (2006) memperoleh hasil rata-rata kadar protein daging dari sapi Angus Crossbred kastrasi sekitar 15,2%. Bila dibandingkan dengan penelitian ini, penelitian WITSUBA et al. (2006) mendapatkan kadar protein daging lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan karena berbedanya bangsa sapi yang digunakan sebagai materi penelitian sehingga komposisi kimia daging juga berbeda. Menurut NGADIYONO (1995), kadar air yang berbeda diantara bangsa sapi dapat menyebabkan perbedaan kadar protein. Kadar lemak daging antar perlakuan pakan tidak berbeda nyata (P > 0,05), meskipun konsumsi TDN T2 lebih tinggi (P < 0,01) daripada T1. Hal ini disebabkan karena umur ternak sapi yang dijadikan materi penelitian masih dalam fase pertumbuhan sehingga lemak yang terdeposisi belum maksimal dikarenakan pada fase tersebut masih terkonsentrasi kepada perkembangan otot dan tulang. Menurut SOEPARNO (2005), pada laju pertumbuhan maksimumnya, lemak termasuk jaringan tubuh yang berada pada urutan terakhir fase pertumbuhan setelah jaringan syaraf, tulang dan otot. Hubungan antara kadar lemak daging dan level konsentrat, menurut SOEPARNO (2005) pemberian pakan yang mengandung konsentrat
rendah akan menghasilkan daging yang kurang berlemak dibandingkan dengan daging yang dihasilkan dari pakan yang mengandung konsentrat tinggi. Hal ini terbukti dalam penelitian ini, kadar lemak daging T1 (3,33%) lebih rendah dari pada T2 (3,56%), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Rata-rata kadar lemak penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan GUIROY et al. (2000) yang mendapatkan kadar lemak intramuskuler daging 5%. Hal ini dapat diakibatkan karena pakan yang digunakan sebagai perlakuan berbeda antara penelitian. Menurut JUDGE et al. (1989), kadar lemak daging sangat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh bangsa, umur, spesies, lokasi otot dan pakan. Kadar abu tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini dimungkinkan karena nilai variasi kadar abu daging yang relatif sedikit. Dijelaskan lebih lanjut oleh NGADIYONO (1995), bahwa kadar lemak dan abu daging tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara bangsa sapi dan bobot potong. Kadar abu dalam penelitian ini masih dalam kisaran normal sekitar 1%. Hal ini sesuai dengan pendapat JUDGE et al. (1989), yang menyatakan bahwa kadar abu daging secara relatif adalah konstan yaitu sekitar 1,0%. Penelitian WISTUBA et al. (2006) mendapatkan data rata-rata kadar abu daging sekitar 0,67% dengan perlakuan pemberian minyak ikan pada pakan finisher diets. Bila dibandingkan dengan penelitian ini, kadar abu penelitian WISTUBA et al. (2006) lebih rendah, tetapi masih dalam jumlah yang normal. Hal ini mungkin diakibatkan oleh perlakuan yang berbeda diantara penelitian yang menyebabkan komposisi kimia daging antara penelitian berbeda pula. Komposisi kimia daging pada lokasi otot yang berbeda Komposisi kimia daging dilihat dari lokasi otot yang berbeda memiliki nilai signifikasi data yang tidak berbeda nyata (P > 0,05). Data hasil penelitian terpapar pada Tabel 3. Komposisi kimia daging dari lokasi otot yang berbeda, tidak berbeda nyata (P>0,05). Data hasil penelitian terpapar pada Tabel 3. Kadar air pada otot LD dan BF yang tidak
249
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
berbeda nyata (P>0,05), kemungkinkan karena kadar lemak juga tidak berbeda nyata (P>0,05). Penelitian VANCE et al. (1971) melaporkan kadar air daging pada otot bagian loin lebih rendah (48,92%) dibandingkan dengan otot pada bagian round (53,99%) sedangkan kadar lemak otot bagian loin lebih tinggi (4,50%) dibandingkan dengan otot bagian round (3,22%). Pada penelitian ini kadar lemak yang tidak berbeda nyata disebabkan oleh cara pemeliharaan selama penelitian yang ditambatkan di kandang sehingga intensitas gerak ternak terbatas. Tabel 3. Komposisi kimia dan fisik daging sapi pada lokasi otot yang berbeda Parameter
LD
BF
Keterangan
Kadar air (%)
75,00
74,42
TN
Kadar protein (%)
20,25
21,12
TN
Kadar lemak (%)
3,47
3,41
TN
Kadar abu (%)
1,33
1,12
TN
Komposisi kimia
N = nyata (P < 0,05); TN = tidak nyata (P > 0,05); SN = sangat nyata (P < 0,1); BF = Biceps femoris; LD = Longissimus dorsi
Kadar protein otot LD lebih rendah (20,25%) dibandingkan otot BF (21,12%) meskipun tidak berbeda nyata (P > 0,05) antar lokasi otot. Hal ini mungkin karena BF yang termasuk otot aktif memiliki serabut otot dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan otot LD, sehingga kadar protein daging lebih tinggi pada otot BF secara kuantitatif. Menurut RIYANTO (2004) otot aktif mamiliki serabut otot yang lebih banyak. Penelitian VANCE et al. (1971) melaporkan kadar protein daging pada otot bagian loin (otot pasif) lebih rendah (15,69%) dibandingkan dengan kadar protein daging dari otot bagian round (otot aktif) (17,58%), dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan kedua penelitian diatas bahwa kadar protein daging dari otot pasif lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein daging dari otot aktif. Kadar abu tidak berbeda nyata (P > 0,05) hal ini dapat diakibatkan karena variasi yang sedikit dari kadar abu baik pada otot LD maupun BF. Penelitian VANCE et al. (1971) melaporkan kadar abu daging dari otot bagian loin sekitar 2,58%, sedangkan kadar abu pada
250
otot bagian round yang mewakili otot aktif sekitar 3,10%. Bila dibandingkan dengan penelitian ini yang menghasilkan kadar abu dari otot LD sekitar 1,33% dan otot BF sekitar 1,12%, maka hasil penelitian VANCE et al. (1971) lebih tinggi jumlah kadar abunya. Hal ini akibat perbedaan perlakuan yang menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi kimia daging. KESIMPULAN Kualitas kimia daging dengan pemberian konsentrat 1 dan 2% dari bobot badan serta pada otot LD dan BF relatif sama, kecuali pH daging sapi dengan pemberian 1% konsentrat dapat meningkatkan pH daging lebih tinggi daripada 2% konsentrat. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. ARNIM. 1992. Komposisi Asam Lemak dan Kandungan Kolesterol Lemak Pelvis serta Kandungan Energi Daging pada Sapi Peranakan Brahman dan Kerbau dengan Sumber Energi Ransum yang Berbeda. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. BAHAR, B. 2003. Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. GOMEZ, K. A., dan A. A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Edisi ke2. Diterjemahkan oleh SJAMSUDDIN, E. dan J.S. BAHARSJAH. UI-press, Jakarta. GUIROY, P. J., D. G. FOX., D. H. BEERMANN and D. J. KETCHEN. 2000. Performance and Meat Quality of Beef Steers Fed Corn-Based or Bread. J Anim. Sci. 78: 784 – 790. JUDGE, M. D., E. D. ABERLE, J. C FORREST, H. B. HEDRICK and R. A. MERKEL. 1989. Principles of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing Co. Iowa. KUSWATI. E. 2006. Evaluasi Total Bakteri, Water Holding Capacity dan Kadar Air Daging Sapi di Pasar Salatiga. Skripsi. Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
LAWRIE, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Ke-5. UIpress, Jakarta.
SIREGAR, S. 2005. Statistika Terapan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
NASOETION, A.H. dan BARIZI. 1988. Metode Statistika. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
SOEPARNO. 1995. Teknologi Produksi Karkas dan Daging. Fakultas Peternakan. Program Pascasarjana Ilmu Peternakan, universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
NGADIYONO, N. 1995. Pertumbuhan serta Sifat-sifat Karkas dan Daging Sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang Dipelihara Secara Intensif pada Berbagai Bobot Potong. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Disertasi) RAHMAWATI, M. F., 2007. Karakteristik Fisik Daging Sapi Peranakan Ongole pada Berbagai Tingkatan Bobot Badan. Skripsi. Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. RIYANTO, J. 2004. Tampilan kualitas fisik daging sapi Peranakan Ongole (PO). J. Pengembangan Tropis. Edisi Spesial (2): 28 – 32
SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke-3. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. VANCE, R. D., H. W. OCKERMAN., V. R. CAHILL and R. F. PLIMPTON, JR. 1971. in Beef Carcass Evaluation Chemical Composition as Related to Selected Measurements used. J Anim Sci. 33: 744 – 749. WISTUBA, T. J., E. B. KEGLEY and J. K. APPLE. 2006. Influence of Fish Oil in Finishing Diets on Growth performance, Carcass Characteristics. J. Anim. Sci. 84: 902 – 909.
251