KOHESI SOSIAL SEBAGAI MEDIATOR HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN KESEHATAN JIWA MAHASISWA JAKARTA Afifatun Nisa dan Juneman Jurusan Psikologi Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat 11480. Telp. (62-21) 532 7630
[email protected]
ABSTRACT Mental health has been considered and taken care of as a clinical problem. Yet many studies that systematically relate it to social processes. This research makes social cohesion as a mediator variable between the uses of public open space to mental health. The research design was nonexperimental. The study was conducted on 375 students from various universities in Jakarta with an average age of 20.86 years, with incidental sampling technique. The results showed that the use of public open space is able to predict mental health through social cohesion. Discussion, implications and suggestions described further at the end of the thesis. Keywords: mental health, social cohesion, open space, public
ABSTRAK Kesehatan jiwa selama ini dipandang dan diurus sebagai persoalan klinis. Belum banyak penelitian yang secara sistematis menghubungkannya dengan proses sosial. Penelitian ini menjadikan kohesi sosial sebagai variabel mediator antara pemanfaatan ruang terbuka publik dengan kesehatan jiwa. Desain penelitian ini adalah non-eksperimental. Penelitian dilakukan terhadap 375 mahasiswa dari berbagai Universitas di Jakarta dengan rata-rata usia 20.86 tahun, dengan teknik incidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang terbuka publik mampu memprediksi kesehatan jiwa melalui kohesi sosial. Diskusi , implikasi dan saran diuraikan lebih lanjut pada bagian akhir skripsi. Kata Kunci: kesehatan jiwa, kohesi sosial, ruang terbuka, publik
PENDAHULUAN Jakarta merupakan kota berkembang yang masih menghadapi masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dialami tidak saja masalah kesehatan terkait fisik tetapi juga masalah kesehatan jiwa masyarakat. Sesuai dengan definisi sehat sebagaimana yang tertuang dalam UU Kesehatan No.23 tahun 1992 yang menyebutkan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Gangguan jiwa ringan banyak dialami orang di perkotaan. Gejalanya seperti mudah melamun, susah tidur, gangguan makan, atau sukar berkonsentrasi (Kompas, 2012). Echeverriaa, Diez-Rouxc, Shea, Borrell, dan Jackson (2008) menyatakan bahwa kohesi sosial yang rendah berhubungan dengan meningkatnya depresi, tingkah laku merokok, dan ketiadaan aktivitas berjalan untuk berolahraga dari warga. Sebaliknya, individu yang mengalami kohesi sosial secara signifikan kurang mungkin depresi, merokok, atau minum minuman keras. Dijelaskan oleh mereka bahwa hubungan ini adalah independen (bebas) dari faktor sosial ekonomi individu, karakteristik sosial ekonomi tetangga, dan ras/etnisitas. Sosiolog Musni Umar (dalam Ninik dan Sulistyawaty, 2011) mengatakan, orang yang tidak betah di rumah lantas lebih banyak menghabiskan waktu di sekitar lingkungan mereka. Tidak ada ruang publik yang memadai di sekitar lingkungan mereka membuat orang akhirnya menghabiskan sebagian waktu dengan nongkrong di ujung gang atau di tepi jalan. Hal ini diperparah dengan kesibukan pribadi setiap orang. Orangtua sibuk mencari nafkah, memiliki lingkungannya sendiri, dan membereskan rumah. Akibatnya, remaja sering kali tidak mendapatkan perhatian. ”Pada tataran tertentu, orangtua tidak lagi memiliki wibawa di mata anak-anak mereka,” ujar Musni (Kompas, 2011). Oleh sebab itu, persoalan ini menjadi hal mendasar yang harus dibahas. Kita bisa mulai bagaimana semua pihak meminimalkan rasa alienasi warga di perkotaan yang kian menguat. Kohesi sosial melemah. antara lain, karena kian mengecilnya ruang untuk saling menyapa, saling berbagi, dan membuka diri dengan sesama. Ruang-ruang itu mengecil oleh persaingan dan pola kerja, prosedur resmi, hedonisme, sikap ortodoks, serta kian canggihnya alat telekomunikasi yang membuat manusia merasa jauh meski dekat (Adi, Yudistira dan Nusrat, 2012). Sebagai contoh, orang yang kurang memanfaatkan ruang terbuka publik karena sebab-sebab tersebut, akan memiliki persepsi kerekatan yang rendah dengan sesama warga kota lainnya. Kohesi sosial mencakup perasaan kebersamaan (sense of belonging), kepercayaan sosial (social trust), dan kerjasama timbal balik (generalised reciprocity and cooperation), serta keharmonisan sosial (social harmony) (Harpham, Grant, & Thomas, 2002). Ruang terbuka membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat atau meningkatkan kohesi, dan tata ruang terbuka publik mampu menjadi lebih dari sekedar tempat untuk rekreasi: mengintegrasikan infrastruktur hijau ke dalam infrastruktur masyarakat yang dibangun dan akan menghasilkan manfaat lingkungan yang kuantitatif (Braza, 2003). Pemanfaatan ruang terbuka publik adalah penggunaan ruang terbuka publik sebagai ruang yang melayani kebutuhan fisik, mental, dan sosial masyarakat kota, dan memberikan pengetahuan kepada pengunjungnya. Pemanfaatan ruang terbuka publik oleh masyarakat, antara lain sebagai tempat untuk bersantai, bermain, berjalan-jalan dan membaca (Nazarudin, 1994). Ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antarkelompok masyarakat (Carr, 1992). Banyaknya gedung-gedung tinggi yang membuat area ruang terbuka publik semakin sedikit, membuat mahasiswa tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkan ruang terbuka publik dan tidak memiliki kepedulian terhadap ruang terbuka publik yang tersisa di Jakarta. Wujud rasa ketidakpedulian adalah dengan
banyaknya pengrusakan fasilitas milik pemerintah seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, merusak tanaman, mencorat-coret tembok, dll (Health Kompas, 2011). Seharusnya ruang terbuka publik dapat digunakan sebagai tempat bersosialisasi seorang individu dengan individu lainnya, ataupun kelompok dengan kelompok. Namun kurang dimanfaatkannya ruang terbuka publik membuat tingkat kesadaran pentingnya sebuah sosialisasi secara langsung menjadi lemah. Padahal, ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antar kelompok masyarakat (Carr, 1992). Misalnya antara generasi muda dan generasi yang lebih tua, antar suku, agama, antar kelas sosial ekonomi, dan sebagainya. Sedangkan saat ini mahasiswa lebih memilih mall dan sebagainya untuk menghabiskan waktu senggang. Kesenggangan untuk mengunjungi ruang terbuka publik pun semakin menjadi. Demikianlah terjadi semacam segregasi, karena mall tidak dapat dimasuki, misalnya oleh orang dari semua lapisan sosial ekonomi. Orang dengan pakaian compang-camping, atau anak yang penampilannya agak dekil, sulit masuk mall, melemahlah kohesi sosial. Fenomena gangguan mental dan emosional yang terlihat sekarang di Jakarta hanya puncak dari gunung es. Banyak hal yang harus diperhatikan para pemangku kebijakan agar gunung es itu tidak meletus menjadi beragam persoalan yang tak bisa ditangani lagi. Sasanto Wibisono, Guru Besar Departemen Psikiatri Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (dalam Anna 2011) mengatakan, akar persoalan terletak pada tidak adanya perencanaan sebuah kota yang layak bagi penduduknya. Hal itu terlihat dari kebijakan kependudukan atau perkotaan yang kurang tepat, kekacauan sistem nilai sosial budaya, pola hidup yang terus berubah, toleransi dan kepedulian yang menurun, ketidakpastian, serta persaingan, menurutnya: ”Jakarta ini sudah terlalu rumit. Proses urbanisasi tidak bisa dihindari, tetapi banyak yang tak bisa menyesuaikan diri. Individu dan kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang harus masuk ke dalam lingkup yang terbatas. Akibatnya terjadi gangguan perilaku sosial”.
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara pemanfaatan ruang terbuka publik dengan kesehatan jiwa melalui kohesi social ?
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kohesi sosial dengan kesehatan jiwa? 2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pemanfaatan ruang terbuka publik dengan kohesi sosial? 3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pemanfaatan ruang terbuka publik dengan kesehatan jiwa melalui kohesi sosial?
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian dan Tehnik Sampling Karakteristik subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan rentang usia 18 – 24 tahun dan berstatus mahasiswa Jakarta. Tidak ada kriteria khusus bahwa kuesioner hanya untuk mahasiswa yang sering menggunakan ruang terbuka publik, karena dalam kuesioner peneliti juga menggali seberapa baik mahasiswa dapat memanfaatkan ruang terbuka publik walaupun mahasiswa tidak sering menggunakan ruang terbuka publik tersebut.
Tehnik sampling Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel nonprobability sampling, yaitu subjek yang dipilih adalah subjek yang berkaitan dengan topik penelitian. Penelitian ini mengambil subjek dengan kriteria dan menggunakan teknik incidental sampling (Neuman, 2003).
Desain penelitian Desain penelitian ini adalah desain korelasional, non-eksperimental. Data variabel penelitian diperoleh tidak melalui manipulasi eksperimental, melainkan melalui instrumen berupa skala yang menggali data pengalaman yang sudah terjadi, dan peneliti tidak melakukan randomisasi maupun kontrol variabel. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi, yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam situasi alamiah, dan melihat kemampuan prediksi satu atau lebih variabel (variabel prediktor) terhadap variabel lainnya (variabel kriteria/dependen). Data penelitian diolah dengan analisis regresi linear sederhana sebanyak tiga kali, yakni: 1. Kesehatan Jiwa sebagai variabel tergantung, dan Kohesi Sosial sebagai prediktor. 2. Kohesi Sosial sebagai variabel tergantung, dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik sebagai prediktor. 3. Kesehatan Jiwa sebagai variabel tergantung, dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik sebagai prediktor.
Alat ukur penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala psikologi. Alat ukur untuk kesehatan jiwa diadaptasi dari The Mental Health Inventory/MHI (Department of Health and Ageing, 2003), dan terdiri atas dua dimensi, yakni Psychological Distress (24 butir) dan Psychological Well-being (10 butir). Berdasarkan manualnya, dimensi psychological distress terdiri atas subskala, sebagai berikut: anxiety, loss of behavioral/emotional control, dan depression. Alat ukur untuk pemanfaatan ruang terbuka publik diadaptasi dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan butir-butir skala G-PubS/V-ALPs (Green Psychology in Public Spaces/Psychologie Verte Appliquée aux Lieux Publics) dari Halim (2011). Terdapat 28 butir skala yang peneliti ajukan kepada partisipan. Alat ukur untuk kohesi sosial diadaptasi dari skala Perceived Cohesion in Groups dari Bolleh dan Hoyle (1990, dalam Rajulton, 2001), dan terdiri atas dua dimensi, yakni sense of belonging dan feelings of morale.
Prosedur Persiapan penelitian Tahap persiapan dilakukan sejak Januari 2012, dimana peneliti mulai mencari jurnal dan bertemu dosen pembimbing untuk membicarakan topik penelitian. Tanggal 13 Februari 2012 peneliti mulai membuat rumusan masalah dengan di konsultasikan kepada dosen pembimbing. Setelah memutuskan untuk meneliti mengenai pemanfaatan ruang terbuka publik, kohesi sosial, dan kesehatan jiwa mahasiswa Jakarta peneliti kembali mencari literatur untuk mendalami topik tersebut. Berdasarkan referensi dari jurnal dan buku , peneliti menentukan fokus masalah, yaitu mengenai kohesi sosial sebagai mediator hubungan antara tingkat pemanfaatan ruang terbuak publik dengan kesehatan jiwa mahasiswa Jakarta. Berdasarkan literatur tersebut, peneliti membuat serta mengajukan proposal penelitian. Selanjutnya peneliti mencari alat ukur yang sesuai untuk masing-masing variabel pada mahasiswa. Peneliti menggunakan instrumen yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Pelaksanaan penelitian Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara menyebar kuesioner secara langsung kepada mahasiswa di Jakarta. Penyebaran kuesioner ini dilakukan tes pilot, dengan jumlah sample 140 mahasiswa di Jakarta. Tahap uji coba alat ukur dilakukan selama 1 Maret 2012 sampai dengan 7 Mei 2012 dengan menyebarkan kuesioner secara langsung. Setelah uji coba dan mendapat nilai internal konsistensi dan skor korelasi item-total mencukupi, maka pengambilan data lapangan dilakukan selama periode 15 Mei 2012 hingga 20 Juni 2012 dengan menyebarkan 375 kuesioner dalam bentuk hard copy kepada responden. Penelitian ini menggunakan kuesioner dalam pengumpulan data. Kuesioner ini dibagikan kepada responden. Kuesioner ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu bagian mengenai kesehatan jiwa, bagian mengenai pemanfaatan ruang terbuka publik, bagian kohesi sosial dan bagian data responden. Di bagian data responden, peneliti ingin mengetahui jenis kelamin, usia, fakultas, tempat tinggal, dan etnis. Sementara dalam bagian pernyataan, responden diminta untuk memilih item yang menggambarkan dirinya dengan skala 6 Likert, yaitu Sangat Tidak Setuju sampai dengan Sangat Setuju tanpa menggunakan pilihan Netral karena penulis ingin menghindari pilihan Netral yang cenderung dipilih oleh sebagian besar mahasiswa sehingga data yang dihasilkan menjadi tidak valid.
Tehnik pengolahan data Untuk menjawab permasalahan, peneliti melakukan pengujian statistik pada data yang telah terkumpul. Pengujian statistik tersebut dilakukan dengan bantuan program SPSS. Teknik statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel ialah analisis regresi linear berganda. Analisis Regresi Linear Berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat.
HASIL DAN BAHASAN Gambar 4.2 Hasil Penelitian
Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik
Kohesi Sosial Beta= 0,293
Kesehatan Jiwa Beta= 0,249
R2 = 0,086
R2 = 0,062
Beta= 0,73
Sumber: Diolah Oleh Penulis dan Hasil SPSS 19.0
Dalam bagan ini digambarkan bahwa tingkat pemanfaatan ruang terbuka publik tidak dapat langsung meramalkan kesehatan jiwa seseorang. Lebih lanjut, pemanfaatan ruang terbuka publik itu harus diikuti dengan persepsi mengenai kohesi sosial, sebagai produk dari partisipasi sosial dan interaksi sosial di ruang terbuka publik. Apabila kohesi sosial tidak terjalin, maka pemanfaatan ruang terbuka publik sama sekali tidak dapat menjelaskan kesehatan jiwa, karena kohesi sosial dalam konteks penelitian ini merupakan mediator penuh menuju kesehatan jiwa. Hasil regresi linear sederhana dengan prediktor Kohesi Sosial dan variabel tergantung Kesehatan Jiwa adalah sebagai berikut: Tabel 4.11. Hasil Regresi Linear Sederhana, Variabel Tergantung Kesehatan Jiwa (N=375) Model Summary
Model
R
1
.249
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.062
.059
19.277
a. Predictors: (Constant), KOHESI Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
9131.298
1
9131.298
Residual
138600.638
373
371.583
Total
147731.936
374
F
Sig.
24.574
.000a
a. Predictors: (Constant), KOHESI b. Dependent Variable: KESWAJKT Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) KOHESI
Std. Error
151.806
4.145
.892
.180
Coefficients Beta
T
.249
Sig.
36.624
.000
4.957
.000
a. Dependent Variable: KESWAJKT Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
Nampak dari Tabel bahwa Kohesi Sosial mampu memprediksikan Kesehatan Jiwa sebesar 6.2% (R2 = 0.062, F = 24.57, p < 0.01). dengan demikian H1 terbukti. Terdapat korelasi positif antara Kohesi Sosial dengan Kesehatan Jiwa (Beta = 0.249, p < 0.01). Artinya, semakin tinggi Kohesi Sosial, maka semakin tinggi
pula Kesehatan Jiwa mahasiswa Jakarta. Hasil regresi linear sederhana dengan prediktor Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik dan variabel tergantung Kohesi Sosial adalah sebagai berikut: Tabel 4.12. Hasil Regresi Linear Sederhana, Variabel Tergantung Kohesi Sosial (N=375) Model Summary
Model
R
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .293
a
.086
.084
5.301
a. Predictors: (Constant), PEMANFAATAN Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
987.740
1
987.740
Residual
10482.089
373
28.102
Total
11469.829
374
F
Sig. .000a
35.148
a. Predictors: (Constant), PEMANFAATAN b. Dependent Variable: KOHESI Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) PEMANFAATAN
Coefficients
Std. Error 12.473
1.689
.122
.020
Beta
T
.293
Sig.
7.384
.000
5.929
.000
a. Dependent Variable: KOHESI Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
Nampak dari Tabel bahwa Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik mampu memprediksikan Kohesi Sosial sebesar 8.6% (R2 = 0.086, F = 35.14, p < 0.01). dengan demikian H2 terbukti. Terdapat korelasi positif antara Kohesi Sosial dengan Kesehatan Jiwa (Beta = 0.293, p < 0.01). Artinya, semakin tinggi Kohesi Sosial, maka semakin tinggi pula Kesehatan Jiwa mahasiswa Jakarta. Hasil regresi linear sederhana dengan prediktor Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik dan variabel tergantung Kesehatan Jiwa adalah sebagai berikut: Tabel 4.13. Hasil Regresi Linear Sederhana, Variabel Tergantung Kesehatan Jiwa (N=375) b
Model Summary
Model
R
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square .073
a
.005
.003
19.848
a. Predictors: (Constant), PEMANFAATAN b. Dependent Variable: KESWAJKT Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
785.084
1
785.084
Residual
146946.852
373
393.959
Total
147731.936
374
F
Sig. .159a
1.993
a. Predictors: (Constant), PEMANFAATAN b. Dependent Variable: KESWAJKT Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
162.942
6.324
.108
.077
PEMANFAATAN
t
.073
Sig.
25.764
.000
1.412
.159
a. Dependent Variable: KESWAJKT Sumber: Pengolahan Data SPSS 19.0
Nampak dari Tabel bahwa Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik tidak mampu memprediksikan Kesehatan Jiwa (F = 1.993, p > 0.05). dengan demikian H3 terbukti. Langkah regresi terakhir adalah melakukan analisis regresi Independent Variable dan Mediating Variable secara bersama-sama untuk memprediksi Dependent Variable. Diperoleh hasil yang signifikan (p < 0.05). Tabel 4.14. Hasil Regresi Independent Variable dan Mediating Variable Model Summary
Model 1
R
R Square .249a
.062
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .057
19.302
Model Summary
Model
R
1
R Square .249
a
.062
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .057
19.302
a. Predictors: (Constant), PEMANFAATAN, KOHESI
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
9131.298
2
4565.649
Residual
138600.638
372
372.582
Total
147731.936
374
F 12.254
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), PEMANFAATAN, KOHESI b. Dependent Variable: KESWAJKT
Berdasarkan seluruh hasil di atas, Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik mampu meramalkan Kesehatan Jiwa, namun tidak secara langsung, melainkan harus melalui variabel Kohesi Sosial. Nampak dari tabel hasil pengolahan data terlihat kohesi sosial mampu memprediksikan kesehatan jiwa sebesar 6,2%. Artinya, sisanya sebesar 93,8% variasi kesehatan mahasiswa Jakarta dipengaruhi oleh faktor - faktor lain yang tidak ikut diteliti, misalnya: 1. Kehidupan sekolah adalah salah satu faktor utama penyebab stres pada remaja. Tuntutan akademik yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk, tugas ang menumpuk, dan ekspektasi orangtua yang terlalu tinggi pada anaknya. 2. Kondisi fisik atau bentuk tubuh. Tubuh yang terlampau gemuk, kurus, tinggi atau jerawat yang terlalu banyak adalah perasaan yang kerap muncul dan mengganggu dalam diri seorang remaja. 2. kondisi keluarga. Perceraian dan hubungan dengan orangtua yang tidak harmonis menjadi faktor yang kerap membuat seorang remaja stres. Demikian pula kondisi keuangan yang pas-pasan dapat menjadi masalah yang sangat sensitif bagi remaja. 3. kisah asmara meski terdengar klise, perasaan ditinggal oleh orang-orang yang disayangi bisa membuat emosi seseorang menjadi tak terkendali, bahkan tak jarang membuatnya mengambil tindakan yang nekat. (kompas klasika, 2012). Bahwa koefisien determinasi yang tidak besar merupakan hal yang bukannya tidak umum terjadi, karena ilmu sosial tidak seperti ilmu pasti atau eksakta dimana objek penelitiannya adalah benda mati yang tidak berubah dan seturut dengan hukum alam.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan bahwa hasil dari penelitian ini adalah : Pemanfaatan ruang terbuka publik dapat memprediksi kesehatan jiwa secara tidak langsung yaitu melalui kohesi sosial.
Saran Pemprov DKI Jakarta seharusnya lebih giat memfungsikan dan memperhatikan dengan baik taman kota, ruang terbuka hijau, dan ruang terbuka publik lainnya. Sehingga masyarakat bisa sekedar melepaskan penat, mendapatkan penyegaran hati dan pikiran apabila menggunakan fasilitas ini. Dan saling berinteraksi sehingga meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk turut menyertakan variabel prediktor lainnya misalnya ukuran tetangga, ukuran keluarga, desain lingkungan fisik, beragam tingkat pendidikan baik bersekolah, tidak bersekolah, kuliah. Saran praktisnya adalah bagi perencana kota agar dapat berkontrubusi mendisain ruang terbuka publik yang merangsang partisipasi dan interaksi sosial.
REFERENSI Adi, W., Sudarsono, R.P., Yudistira, C. (2011). Rasa terasing dan cari jalan pintas . (04-01-2012). Diambil pada tanggal 30 Juli 2012, dari http://megapolitan.kompas.com/read/2011/12/15/02121361/.Rasa.Terasing.dan.Cari.Jalan.Pintas Anna. L. K., (2011). Warga DKI Rentan Sakit Jiwa. (05-01-2012). Diambil pada tanggal 14 April 2012. Dari http://health.kompas.com/read/2011/10/06/06314229/Warga.DKI.Rentan.Sakit.Jiwa Braza,M.,
(2003).
Parks,
Community
Gardens,
and
Open
Space
in
Urban
Neighbourhoods.http://www.neighborhoodcoalition.org/Smartgrowth/article.asp?art=4 Bnn.com.
(2011).
UU
Kesehatan
No.23
tahun
1992.
Diambil
pada
24
Juli
2012,
dari
http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/perundangan/2005/07/08/kesehatan-ok.pdf Carr, S., Francis, M., Rivlin, L. G., & Store, A. M. (1992). Public space. Australia : Press Syndicate of University of Cambridge. Echeverriaa, S., Diez-Rouxc, A. V., Shea, S. , Borrell, L. N,, & Jackson, S. (2008). Associations of neighborhood problems and neighborhood social cohesion with mental health and health behaviors: The Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. Health & Place, 14, 853–865. Halim, D. (2011). Human perception on green psychology In public spaces: A comparative study between French and Indonesians living in the cities. Saarbruecken, Deutschland: LAP LAMBERT Academic Publishing. Harpham, T., Grant, E., & Thomas, E. (2002). Measuring social capital within health surveys: key issues. Health Policy and Planning, 17(1), 106–111. Kompas. T. I. (2012). Sumber Stres Pada Remaja. Kompas, Minggu, 29 Juli 2012 Mental Health National Outcomes and Casemix Collection. (2003). Overview of clinician-rated and consumer self-report measures, Version 1.50. Department of Health and Ageing, Canberra, 2003. Nazzarudin. (1994). Penghijauan kota. Jakarta : Penerbit Swadaya. Rajulton, F. (2000, May 27-29). Indicators of family change and social cohesion. Annual Meeting of the Canadian
Population
Society,
http://sociology.uwo.ca/ftsc/Rajulton2.htm
Laval
University,
Ste-Foy,
Quebec
City.